Fulfillment Feature Becomes TokoTalk’s Next Innovation

TokoTalk, a startup with an e-commerce website builder service, has officially launched its latest feature, fulfillment. This feature is expected to facilitate users in terms of logistics management. What makes this feature superior is the delivery of goods from multiple locations and pickup service from the seller’s location.

Tokotalk’s Head of Business Development, Kemas Antonius explained, the latest feature will also include the provision of warehouse storage and packaging of goods in collaboration with several partners. There are three old players engaged in fulfillment and warehouse services who will be invited to work together.

“It is expected that business players who use TokoTalk will no longer need to consider logistical operational issues. Starting from the order process, stock management, packaging, to delivery and couriers, especially when facing a massive order. They just sit back and focus on thinking about sales strategies,” Kemas said.

Part of the innovation series

As of August 2020 TokoTalk claims to have succeeded in getting 320 thousand business people who have created online stores through its platform. Growth reaches 30% every month. It is also said that their GMV will reach $10 million or equivalent of 148 billion Rupiah by the end of this year.

“The target is to strengthen our system in order to reach more business players or brands to join TokoTalk. We want to become a sustainable all-in-one solution platform for online business people. We want to create an ecosystem that can synergize with mutual cooperation,” Kemas added.

This fulfillment feature is not the single concern of TokoTalk. Logistics performance has long been in the spotlight of a number of players in the e-commerce industry. Big players such as Tokopedia and Bukalapak both have initiatives to improve the quality of their logistics. After all, as a seller, the 0n-time service is an essential feature.

TokoTalk has been operating since 2018. In April 2019 they have secured funding of IDR 45 billion. At that time, their focus was on service improvement and business growth.

Now, 2020 has started to enter the fourth quarter. They began to present a series of innovations as a form of commitment to improving the service quality. This fulfillment service doesn’t seem to be the last. Kemas said that they are currently developing another system and are ready to collaborate with various parties. Some are already on their timeline, such as to develop an omnichannel feature, POS, and advanced digital marketing solutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Shipper Akuisisi Porter dan Pakde

Shipper, startup pengembang platform agregator logistik, mengumumkan telah merampungkan akuisisinya terhadap Porter dan Pakde. Tidak diumumkan terkait detail nilai kesepakatan. Porter sendiri merupakan startup dengan solusi pengiriman jarak dekat, mirip layanan yang dijajakan GoSend atau GrabExpress. Sementara Pakde dikenal sebagai penyedia layanan fulfillment, mereka mengoperasikan gudang untuk memberikan solusi logistik bagi bisnis.

Kemarin (29/9) kami baru berbincang dengan Co-Founder & COO Shipper Budi Handoko terkait inisiatif perusahaannya masuk ke bisnis pergudangan. Ia mengatakan Shipper berambisi untuk menjadi penyedia teknologi logistik dari hulu ke hilir. Sejauh ini pihaknya masih melihat ada tantangan dalam sistem pergudangan dan peranannya dalam menyokong pertumbuhan industri e-commerce. Tantangan tersebut ada yang bersifat struktural, beberapa bersifat perilaku, dan beberapa disebabkan oleh teknologi.

Akuisisi terhadap Porter dan Pakde jelas sejalan dengan visi tersebut. Terlebih ketiga perusahaan, termasuk Shipper, memiliki segmentasi pelanggan yang sama. Budi berujar, “Bergabungnya Porter dengan Shipper memperkuat jaringan Shipper sehingga kami dapat semakin dekat dengan para konsumen. Di sisi lain, hadirnya Pakde memungkinkan kami untuk melayani seluruh kebutuhan konsumen di Indonesia, tidak hanya terbatas dalam sisi pengiriman, namun juga dalam jasa pergudangan.”

Perkembangan bisnis

Pandemi memberikan berkah tersendiri bagi startup logistik di Indonesia. Konsumen yang semakin mengandalkan layanan jual-beli dan pemesanan online, secara langsung turut meningkatkan traksi bisnis logistik. Dengan landasan tersebut, beberapa startup di bidang terkait terima pendanaan di tahun ini, tak terkecuali Shipper.

Juni 2020, Shipper umumkan perolehan pendanaan seri A dipimpin oleh Prosus Ventures (sebelumnya Naspers Ventures) dengan dukungan Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, dan AC Ventures. Nilai yang berhasil dibukukan diperkirakan berkisar $20 juta atau sekitar 283 miliar Rupiah. Perusahaan menutup seed round mereka pada September 2019, bukukan dana senilai $5 juta.

Pakde (Paket Delivery) debut di tahun 2016, baru bukukan pendanaan awal di bulan Oktober 2018 dengan nilai sekitar 6 miliar Rupiah. Sejak awal mereka menyediakan jasa operasional untuk pedagang online, mencakup layanan inbound seperti stock report dan stock management. Pakde juga menyediakan layanan warehousing di gudang milik sendiri dan layanan outbound berupa pengemasan dan pengiriman barang ke partner dari klien.

Sementara Porter sudah hadir sejak tahun 2015. Mereka sempat pivot setahun kemudian, memfokuskan target pasarnya ke pemilik bisnis kecil atau merchant. Bisnisnya kemudian berkembang, tidak hanya melayani pengiriman pesanan makanan dari restoran, tapi juga memfasilitasi pengiriman belanjaan dari peritel dan e-commerce.

Peluang bisnis logistik

Dengan kondisi geografisnya, pasar Indonesia membutuhkan pendekatan yang unik. Konsumen online selalu menuntut untuk mendapatkan pelayanan logistik yang cepat, namun tetap terjangkau.

Transformasi pun terjadi di sektor logistik, penyedia layanan tidak hanya menyediakan model pengiriman konvensional –penjual mengantarkan barang ke kios logistik, lalu dilakukan pengiriman–kini konsep fulfillment mulai banyak digarap.

Untungnya, di era digital seperti saat ini, setiap bisnis dapat memanfaatkan data untuk melihat tren pola konsumsi pengguna. Contoh pemanfaatannya, data tersebut bisa menjadi insight berharga untuk merchant atau brand yang menjajakan produknya di e-commerce, sehingga mereka bisa mengetahui barang tertentu paling banyak diminati pengguna di daerah mana.

Berbekal data tersebut, lantas merchant atau brand dapat memanfaatkan layanan pergudangan yang disediakan startup seperti Shipper untuk mengakomodasi pemenuhan di kota-kota yang letaknya jauh dari basis bisnisnya. Sehingga saat konsumen memesan, pengiriman barang jadi lebih dekat dan biaya cenderung lebih murah.

Solusi seperti itu turut dikembangkan oleh perusahaan lainnya; ada yang datang dari pemain logistik, e-commerce, dan e-commerce enabler. Untuk pemain enabler yang sudah perluas layanan mereka ke sistem fulfillment ada TokoTalk, Sirclo, GudangAda, dan Jet Commerce. Dari pemain e-commerce ada TokoCabang dari Tokopedia, Dikelola Shopee, mengikuti jejak JD.id, dan Lazada yang sudah lebih dahulu.

Bukalapak Lengkapi Fitur BukaSend, Mudahkan Penjual Media Sosial Terhubung Solusi Logistik

Bukalapak mengembangkan fitur terbaru untuk BukaSend, layanan agregator logistik satu platform, untuk memudahkan penjual di media sosial terhubung dengan solusi logistik yang sudah tersedia di Bukalapak. Selama ini solusi logistik di sana masih terpecah belah, tidak selayaknya ketika mereka sudah menjadi merchant di platform marketplace seperti Bukalapak.

Director of Payment, Fintech, and Virtual Products Bukalapak Victor Lesmana menjelaskan, sejatinya fitur ini sudah dirilis sejak Agustus tahun lalu, namun ada banyak pengembangan agar tetap relevan dengan target penggunanya. Pada saat itu skalanya masih dalam tahap uji coba. Sekarang ada perbaikan dari sisi tampilan, tracking yang jauh lebih baik, dan mitra logistik yang jauh lebih banyak.

Sementara fitur yang terdahulu adalah memudahkan pelapak untuk pengiriman barang secara sekaligus dalam satu pintu. Mitra kurir yang dipilih akan mendatangi lokasi untuk mengambil paket tersebut dan memantau secara berkala posisi barang tersebut dalam fitur live tracking.

“Bedanya social commerce dengan e-commerce adalah logistik yang masih menjadi kendala. Saat ini berjualan di social media belum terlayani dengan baik, beda dengan di platform Bukalapak semuanya sudah dilayani dari pembayaran hingga logistik,” terangnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (29/9).

BukaSend tidak hanya menyasar penjual di media sosial, tapi juga kantor yang memiliki keperluan pengiriman barang, dan pengguna yang ingin membuka jasa agen pengiriman.

Selain kemudahan memilih jasa kurir, BukaSend menawarkan kemudahan lainnya, seperti penjemputan barang, pembayaran cashless, resi otomatis, dan penggunaan kapan saja dan di mana saja melalui multi platform (aplikasi, desktop, dan API), live tracking, dan coverage luas karena bermitra dengan Si Cepat, J&T Express, JNE, Lion Parcel, dan Ninja Express.

“Jika ada rekan bisnis yang tertarik dengan BukaSend, tanpa harus integrasi dengan Bukalapak, bisa pakai API di toko online-nya agar proses pengiriman pesanan jadi lebih mudah.”

Menurut Victor, solusi BukaSend ini sejalan dengan semangat perusahaan yang ingin membantu menciptakan perekonomian yang adil untuk semua orang di Indonesia. Bahwa semua masyarakat dapat meraih kesempatan yang sama demi hidup yang lebih baik.

“Karena itu, kami selalu berusaha agar semua layanan dan produk yang kami hadirkan bisa menciptakan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan untuk mewujudkan misi tersebut.”

Ditanya pula mengenai kemungkinan Bukalapak tertarik untuk masuk ke layanan pergudangan seperti yang sudah dilakukan oleh Shopee dan Tokopedia. Victor mengatakan kalau memang itu menjadi kebutuhan para pelapak, maka tidak menutup kemungkinan Bukalapak akan terjun ke sana.

“Kami terus mencari feedback dari UKM dan pelapak tentang kebutuhan yang belum terjawab sebab selama ini logistik masih menjadi masalah utama. Lalu kita ingin tetap gotong royong, tidak mengembangkannya sendiri.”

Solusi BukaSend ini tidak jauh berbeda dengan dengan solusi yang ditawarkan oleh Shipper. Sementara, Shipper sendiri baru bekerja sama dengan DANA untuk DANA Delivery buat kemudahan pengguna mengirim paket dengan jasa kurir last mile.

Application Information Will Show Up Here

Shipper Masuki Bisnis Pergudangan, Sasar Penjual Online

Startup agregator logistik Shipper melebarkan sayap bisnisnya ke area pergudangan (fulfillment) melalui unit barunya “Gudang Shipper”. Ekspansi ini sudah berjalan sejak tahun lalu dan sekarang sudah tersebar di 10 kota besar di Indonesia.

Kepada DailySocial, Co-Founder & COO Shipper Budi Handoko menerangkan, ekspansi ini merupakan ambisi perusahaan sebagai penyedia layanan teknologi logistik secara end-to-end, tanpa menghilangkan jati diri perusahaan sebagai agregator logistik. “Kami memulai menyiapkan solusi pergudangan ini pada tengah tahun lalu dan meresmikannya tepat pada akhir tahun,” katanya.

Alasan perusahaan terjun ke sektor ini karena dinilai ada banyak tantangan dalam sistem pergudangan dan peranannya dalam menyokong pertumbuhan industri e-commerce. Tantangan tersebut ada yang bersifat struktural, beberapa bersifat perilaku, dan beberapa disebabkan oleh teknologi.

Budi cukup percaya diri bahwa solusi yang ditawarkan Shipper dalam menyelesaikan tantangan tersebut. Kendati, ia tidak merinci lebih jauh seperti apa layanan yang ditawarkan. “Industri pergudangan dan logistik secara keseluruhan akan melihat pertumbuhan yang sangat positif dan kami bersemangat untuk berperan di dalamnya.”

Dalam blog perusahaan, diterangkan Gudang Shipper adalah solusi bisnis bebas repot untuk memudahkan operasional bisnis online dari berbagai skala bisnis, dari UKM sampai perusahaan. Semakin tumbuhnya suatu bisnis, umumnya proses logistik akan menjadi tantangan tersendiri.

Konsep yang ditawarkan ini tidak jauh berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh pemain fulfillment kebanyakan. Shipper akan mengurus aktivitas logistik, mulai dari penyimpanan barang, pengepakan barang sesuai order, sampai pengiriman barang melalui ekspedisi yang dipilih semua sudah diurus sekaligus.

Buat pebisnis, tentunya mereka dapat mengurangi biaya operasional tanpa harus berinvestasi besar di awal untuk menyewa gudang atau menambah karyawan. Selain praktis, pebisnis dapat memanfaatkan platform reporting untuk memantau stok dan penjualan demi meminimalisir kesalahan perhitungan stok atau keterlambatan pengisian stok.

Lokasi Gudang Shipper telah tersebar di Jadetabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Solo, dan Medan. Menurut Budi, Shipper bermitra dengan mitra penyedia gudang untuk pengadaan lokasinya, namun seluruh teknologi dibangun sendiri oleh perusahaan.

Solusi pergudangan ini juga dilakoni oleh perusahaan lainnya ada yang datang dari pemain logistik, e-commerce, dan e-commerce enabler. Untuk pemain e-commerce enabler yang sudah perluas layanan mereka ke sistem fulfillment, ada TokoTalk, Sirclo, GudangAda, dan Jet Commerce. Dari pemain e-commerce ada TokoCabang dari Tokopedia, Dikelola Shopee, mengikuti jejak JD.id, dan Lazada yang sudah lebih dahulu.

Ekosistem bisnis logistik penyokong e-commerce
Ekosistem bisnis logistik penyokong e-commerce

Terkait inovasi selama pandemi, perusahaan baru saja digandeng oleh DANA sebagai mitra agregator logistik untuk solusi DANA Delivery. Di samping itu, Budi mengaku saat ini terjadi peningkatan permintaan logistik selama beberapa bulan terakhir. Meski tidak disebutkan dalam angka, ia mengklaim secara keseluruhan ada pertumbuhan yang lebih cepat dari perkiraan dalam situs e-commerce untuk kategori existing dan baru.

Shipper sendiri sudah berdiri sejak 2017 dan bekerja sama dengan belasan perusahaan logistik, mulai dari JNE, SiCepat, RPX, Popbox, DHL, Aramex, Grab, Gojek, J&T Express, Wahana, Pos Indonesia, TIKI, Lalamove, dan masih banyak lagi.

Pada Juni lalu, perusahaan baru mengumumkan pendanaan Seri A dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin oleh Prosus Ventures, diikuti Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, dan AC Ventures.

Mengenal Startup Logistik BiteShip, Berawal Pivot Kemudian Profit

BiteShip sebuah platform yang mengintegrasikan sejumlah layanan logistik mengklaim sudah berhasil mendapatkan profit di usianya yang belum menginjak satu tahun. Sering disebut sebagai layanan agregator, BiteShip adalah pivot dari layanan Noompang, aplikasi jasa nebeng. Memutuskan pindah haluan setelah melihat tren bisnis logistik membawa hal positif dalam bisnis mereka.

Model bisnis BiteShip pertama kali ditemukan ketika tim Noompang meluncurkan Noompang Coolinary. Dari sana mereka banyak bersentuhan dengan layanan logistik dan menemukan masalah ketika harus mengirimkan makanan dari satu kota ke kota lainnya dalam waktu beberapa jam. Melihat sektor logistik yang cukup potensial akhirnya mereka memutuskan membangun BiteShip.

“Ketika kami ngerjain Noompang Coolinary, kami melihat sektor logistik yang kami kerjakan bertumbuh dan jadi lebih seru untuk digali lebih dalam lagi. Kebetulan saat itu ada salah satu temen dari partnerku memiliki problem di supply chain yang perlu diselesaikan, kami jadi tertarik dengan model bisnis B2B dan jadi deh namanya Biteship,” terang CMO BiteShip Afra Sausan.

Secara sederhana layanan BiteShip bekerja dengan mengintegerasikan beberapa penyedia logistik menjadi satu tempat. Beberapa penyedia pengiriman seperti JNE, Wahana, GoSend, Paxel, SiCepat, J&T Express, Tiki, Deliveree, FedEx, Anteraja, Grab, JetExpress, SAP, Lion Parcel, Qrim, Pos Indonesia, dan RPX sudah tersedia di platform mereka.

Tim Pendiri BiteShip

Klaim profit dari modal bootstrap

Bisnis logistik saat ini memang sedang kondisi naik. Meski ada dalam masa pandemi aktivitas mengirim barang tampaknya tidak berkurang. Sebagai layanan agregator logistik Biteship bukan menjadi satu-satunya. Di segmen ini juga ada Shipper yang dalam waktu 6 bulan belakangan cukup agresif mengeksekusi rencana mereka.

Potensi segmen layanan logistik juga terlihat dari beberapa layanan yang mendapat kucuran pendanaan dalam satu tahun terakhir. Ada Kargo, Triplog, Ritase, Waresix, Logisly, Shipper, Finfleet, dan Waresix. Meski memiliki pendekatan dan model bisnis yang berbeda-beda. Semua layanan tersebut berada di sektor logistik.

Saat ini Afra mengklaim sudah berhasil mendapatkan profit dari modal operasional mandiri yang mereka jalankan. Tiga produk mereka Biteship Lite (mobile apps), Biteship Web, dan Biteship fo Business disebut diterima dengan baik oleh penggunanya.

Yang paling baru, BiteShip juga menyediakan layanan fulfillment. Sehingga pelanggan bisa mendapatkan layanan penyimpanan, pengemasan, dan pengiriman sekaligus. Ini menjadi salah satu layanan yang melengkapi ekosistem mereka, sesuai dengan taglinenya, “Menjadi layanan logistik e-commerce untuk UKM di Asia Tengara”.

“Inti dari Biteship adalah mempermudah klien kami untuk pesan berbagai kurir dalam satu platform dan juga gratis pick up tanpa ada minimal order. Biteship juga jadi go to platform untuk para developer yang ingin mengembangkan situs webnya menggunakan teknologi yang tersedia dari Biteship karena lebih sederhana dan ringkas,” terang Afra menjelaskan keunggulan BiteShip. 

Untuk saat ini pihak BiteShip masih enggan membagikan capaian mereka. Hanya saja Afra menjelaskan mereka mendapatkan 40% sampai 50% pertumbuhan setiap bulannya.

“Kami berencana untuk membawa Biteship di beberapa negara lainnya, dimulai dulu dari SEA. Karena kami melihat bahwa Biteship dengan solusi yang ditawarkannya bisa membantu bisnis bukan hanya di Indonesia tapi juga di negara lainnya. Kebetulan saat ini kami sudah memiliki 4 clients di SEA (selain Indonesia),” tutup Afra. 

Application Information Will Show Up Here

Dana Masuk ke Solusi Logistik, Rilis Layanan “Delivery” Bersama Shipper

Dana memperluas fungsinya sebagai dompet digital dengan merambah layanan logistik “Dana Delivery” untuk melayani para penggunanya yang terdiri dari pengusaha online dan masyarakat umum. Dalam menyediakan layanan tersebut, perusahaan ini menggaet startup agregator logistik Shipper.

Co-Founder & CEO Dana Vincent Iswara menjelaskan, inisiasi ini adalah bentuk lanjutan komitmen perusahaan untuk mendukung masyarakat dan pelaku usaha online beradaptasi dengan kondisi tatanan baru di saat pandemi. Di satu sisi, kemitraan dengan Shipper ini memperkuat misi perusahaan untuk menjadi delivery hub bagi perusahaan logistik dalam memberikan layanan yang sifatnya B2B dan C2C.

Pengguna dapat melakukan pengiriman barang secara praktis dan terintegrasi melalui satu platform. Mereka dapat melakukan order pengiriman sesuai dengan penyedia jasa logistik maupun jenis pengiriman yang dipilih.

“Dana Delivery memberikan kemudahan bagi pelaku usaha, terutama UMKM yang belum terhubung dengan jasa ekspedisi, untuk melakukan pengiriman barang secara aman, mudah, dan terjamin. Ini selaras dengan komitmen Dana sebagai sahabat UMKM,” katanya dalam keterangan resmi.

Untuk tahap awal, layanan ini baru mencakup area Jakarta saja. Pengguna dapat memilih jenis pengiriman Instant dan Same Day. Untuk layanan Instant, pengiriman barang dengan berat maksimal 7 kg-20kg, tergantung ekspedisi yang dipilih. Sementara Same Day, berat maksimalnya antara 5 kg-7 kg.

Shipper sendiri sudah berdiri sejak 2017 dan bekerja sama dengan belasan perusahaan logistik, mulai dari JNE, SiCepat, RPX, Popbox, DHL, Aramex, Grab, Gojek, J&T Express, Wahana, Pos Indonesia, TIKI, Lalamove, dan masih banyak lagi.

Model bisnis Shipper seperti marketplace untuk logistik, pengguna dapat membuat order pengiriman melalui dasbor khusus. Lalu memilih jasa logistik yang diinginkan, dan mitra Shipper akan melakukan penjemputan untuk diserahkan ke mitra logistik yang dituju agar segera diproses pengirimannya. Pengalaman tersebut dibawa ke aplikasi Dana.

“Sesuai dengan misi Dana, kami ingin memberikan solusi yang terintegrasi. Ditambah dengan adanya masa pandemi seperti ini, kebutuhan akan jasa pengiriman semakin meningkat. Maka dari itu, Dana Delivery hadir untuk mengakomodasi kebutuhan pengguna agar semakin mudah menjalankan aktivitas maupun bisnisnya,” ujar Vincent secara terpisah kepada DailySocial.

Dia menuturkan, Dana Delivery sudah hadir pada awal September ini sebelum diperkenalkan secara resmi ke publik. Oleh karenanya, ia masih memantau jumlah pengguna dan merchant Dana yang menggunakan layanan tersebut. Sembari itu, pihaknya tetap berencana untuk memperluas area cakupannya, tidak terbatas di Jakarta saja.

“Hasil kerja sama dengan mitra saat ini batas pengirimannya masih di sejauh 40 km. Ekspansi mengenai jarak Dana Delivery tentu ada dalam rencana kami, tapi untuk saat ini kami tengah fokus untuk menyempurnakan layanan di area Jakarta dan menanti masukan dan saran dari pengguna.”

Dalam melanjutkan misinya untuk membantu pengusaha online, Dana akan terus menambah kemitraan dengan perusahaan lainnya. Vincent mengaku masih dalam tahap diskusi untuk membuka kemungkinan tersebut. “Dengan demikian, pengguna dan merchant Dana kelak akan memiliki berbagai pilihan layanan pengiriman dalam satu platform.”

Vincent juga menuturkan, meski saat ini dalam Dana Delivery belum tersedia asuransi untuk melindungi produk sampai ke konsumen dengan aman. Pengguna dapat memonitor proses pengiriman barang langsung lewat aplikasi. Selain itu, bila ada kerusakan/kehilangan barang dalam proses pengiriman, pengguna bisa mengajukan klaim tersebut ke mitra layanan ekspedisi.

Tanggung jawab penggantian klaim adalah senilai objek pengiriman berdasarkan nilai yang paling rendah antara 10 kali biaya pengiriman sampai dengan maksimal penggantian sebesar nominal tertentu. “Kami juga tidak menutup kemungkinan apabila kelak kami bisa menerapkan layanan asuransi pada fitur ini,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Fitur “Fulfillment” Jadi Inovasi Selanjutnya dari TokoTalk

TokoTalk, startup dengan layanan e-commerce website builder meresmikan fitur terbarunya yakni fulfillment. Kehadiran fitur ini diharapkan mampu memudahkan pengguna dalam hal manajemen logistik. Yang menjadi unggulan dari fitur ini adalah jasa pengiriman barang dari multilokasi dan penjemputan barang dari lokasi penjual.

Head of Business Development Kemas Antonius Tokotalk menjelaskan, fitur ternyar ini juga akan mencakup penyediaan gudang penyimpanan dan pengemasan barang melalui kerja sama dengan beberapa mitra. Ada tiga pemain lama yang bergerak di bidang layanan fulfillment dan warehouse yang akan diajak bekerja sama.

“Harapannya, pelaku bisnis yang menggunakan TokoTalk tidak perlu lagi mempertimbangkan isu operasional logistik. Mulai dari proses pemesanan, pengaturan stok, pengemasan, hingga pengantaran ke kurir, terutama ketika menghadapi lonjakan permintaan. Mereka tinggal duduk manis saja fokus memikirkan strategi penjualan,” terang Kemas.

Bagian dari serangkaian inovasi

Hingga Agustus 2020 TokoTalk mengklaim berhasil mendapatkan 320 ribu pebisnis yang membuat toko online lewat platformnya. Pertumbuhannya mencapai 30% setiap bulannya. Turut dikatakan GMV mereka akan mencapai $10 juta atau setara 148 miliar Rupiah pada akhir tahun ini.

“Targetnya untuk memperkuat sistem kami agar menjangkau lebih banyak pelaku usaha atau brand untuk bergabung dengan TokoTalk. Kami ingin menjadi platform solusi all-in-one andalan para pelaku bisnis online. Kami ingin menciptakan suatu ekosistem yang dapat saling bersinergi dengan kerja sama yang mutual,” imbuh Kemas.

Fitur fulfillment ini tak hanya menjadi perhatian dari TokoTalk. Performa logistik sudah lama menjadi sorotan sejumlah pemain yang terjun di Industri e-commerce. Pemain besar seperti Tokopedia dan Bukalapak sama-sama memiliki inisiatif untuk meningkatkan kualitas logistik mereka. Karena biar bagaimana pun sebagai penjual ketepatan waktu sampai ke pengguna adalah salah satu hal penting.

TokoTalk sendiri merupakan startup yang beroperasi sejak 2018. Di April 2019 mereka berhasil mengamankan pendanaan sebesar Rp45 miliar. Waktu itu fokus mereka ada pada peningkatan layanan dan pertumbuhan bisnis.

Kini tahun 2020 sudah mulai masuk kuartal ke empat. Mereka mulai menghadirkan sederet inovasi sebagai bentuk komitmen dalam meningkatkan kualitas layanan. Layanan fulfillment ini tampaknya bukan yang terakhir. Kemas menceritakan, mereka tengah mengembangkan sistem lain dan siap menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Beberapa yang mereka rencanakan adalah fitur omnichannel, POS, dan advanced digital marketing solution.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Sets Eyes on Intercity Delivery as The Next Big Target

There are probably very few Indonesians who weren’t aware of Gojek. Getting popular as a two-wheeled transportation option, Gojek is already present in 75 cities and is likely to continue to expand. The ride-hailing service is still top of many services it offers. However, one thing that is quite promising is logistics. Gojek has at least two businesses engaged in logistics, GoSend and GoBox.

In a general note, logistics have been directly affected by the Covid-19 pandemic. However, not all segments were hit, some actually gained positive results. Fortunately, Gojek’s logistics business is on the last stop of the supply chain.

“Go-Jek is lucky with the ecosystem that we have created in the last mile and we seek an increase in the demand for home delivery,” Junaidi said.

Junaidi is Gojek’s Head of Logistics. He also led JX, a fruit logistics company for the Gojek joint venture with JD.ID. Junaidi told DailySocial his views on the industrial situation during a pandemic, challenges, and strategies for dealing with it.

Significant increase

Basically, Gojek’s logistics business relies on GoSend and GoBox. Unlike passenger pick-up services, GoSend is already available in every city where Gojek is operating. There are three delivery options based on duration and distance. Meanwhile, GoBox has a wider range of services. It can be found in cities from Sumatra to Sulawesi.

As Junaidi said, there are so many challenges in the logistics industry. The problems that exist in this industry cost a lot even in regional areas. President Joko Widodo said that the logistics cost in the country has reached 24% of the Gross Domestic Product (GDP) or the equivalent of IDR 3,500 trillion.

Junaidi said that his team focused on the interests of micro, small and medium enterprises (UMKM). In addition to the large numbers, he also added, MSMEs have relatively smaller resources than corporations to take care of the expensive logistics.

During the pandemic, Junaidi noted a significant shift in the logistics business. Those who play in B2B, such as export-import to delivery from warehouses to shopping centers, have experienced declines in transaction. However, the delivery that serves the daily needs of the house continues to increase.

Junaidi avoids mentioning the growth number for his logistics business. However, Gojek previously announced that they had received around 120 thousand MSMEs during the outbreak. It’s no surprise that this pandemic seems like a level-up test.

“We see this as an opportunity to ensure comfort, reliability, trust, as well as an opportunity to accelerate innovation,” he added.

Connecting cities

One of the challenges Gojek keeps facing is intercity shipping. In fact, Gojek has come up with the GoSend Intercity feature. In this feature, Gojek collaborates with Paxel to ship goods from Jadetabek to Bandung and vice versa.

However, Junaidi added that this feature has also expanded the delivery range to other cities such as Solo, Yogyakarta, and Semarang. The ambition to deliver Gojek between cities has also begun to be implemented outside Java.

“In a simple way, for example, there are people going back and forth from Bandung to Jakarta, why not just collaborate,” said Junaidi.

Junaidi admitted that Gojek would not be able to realize this ambition alone. That’s why they created a special platform that allows middle mile players to form a connected network. That’s why Paxel involved in this feature.

This delivery system will allow delivery within Java in just one day. Gojek is also working on whether a delivery outside Java can take a day.

“For example to Manado or Sorong, it might possible to be delivered the next day. We are currently developing to realize that,” he concluded.

Junaidi emphasized thatintercity delivery is one of his division focuses until the end of this year. If the issue of intercity delivery, especially outside Java and vice versa, can be solved, Gojek can become a new game-changer.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gojek Menatap Bisnis Pengiriman Antarkota sebagai Target Besar Berikutnya

Di kolong langit Indonesia ini mungkin sangat sedikit orang yang tidak mengenal Gojek. Populer sebagai opsi transportasi roda dua, Gojek sudah hadir di 75 kota dan kemungkinan akan terus meluas. Layanan ride hailing tentu masih jadi primadona dari sekian banyak layanan mereka. Namun satu yang tak kalah menjanjikan adalah urusan logistik. Gojek setidaknya punya dua bisnis untuk menggarap logistik yakni GoSend dan GoBox.

Logistik memang secara umum terdampak langsung oleh pandemi Covid-19. Namun tak semua segmen terpukul olehnya, sebagian yang lain justru terdorong positif. Beruntung bagi Gojek, bisnis logistik yang mereka geluti ada di perjalanan terakhir rantai suplai.

“Gojek beruntung dengan ekosistem yang kita bentuk memang kita mainnya di last mile ini dan kami melihat ada lonjakan kebutuhan home delivery,” ucap Junaidi.

Junaidi adalah Head of Logistics Gojek. Ia juga mengepalai JX, sebuah perusahaan logistik buah joint venture Gojek dengan JD.ID. Kepada DailySocial, Junaidi berbagi pandangannya mengenai situasi industri di kala pandemi, tantangan, dan strategi menghadapinya.

Kenaikan signifikan

Pada dasarnya bisnis logistik Gojek bertumpu pada GoSend dan GoBox. Tak seperti layanan antarjemput penumpang, GoSend sudah hadir di semua kota Gojek berada. Ada tiga pilihan pengantaran berdasarkan durasi dan jarak pengantaran. Sementara GoBox punya jangkauan layanan yang lebih luas. Ia bisa diperoleh di kota-kota dari Sumatera hingga Sulawesi.

Menurut Junaidi, ada begitu banyak tantangan dalam industri logistik. Masalah-masalah yang ada dalam industri ini menyebabkan biaya logistik yang tergolong mahal bahkan untuk di kawasan regional. Presiden Joko Widodo menyebut biaya logistik di dalam negeri mencapai 24% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp3.500 triliun.

Junaidi menyebut, pihaknya fokus terhadap kepentingan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Di samping jumlahnya yang begitu besar, UMKM menurut Junaidi punya sumber daya yang relatif lebih kecil ketimbang korporasi untuk mengakali urusan logistik yang mahal tadi.

Selama pandemi, Junaidi mencatat ada pergeseran yang cukup signifikan di bisnis logistik. Mereka yang bermain di B2B seperti ekspor-impor hingga pengantaran dari gudang ke pusat perbelanjaan mengalamai penurunan. Namun pengantaran yang melayani kebutuhan rumah sehari-hari terus mengalami kenaikan.

Junaidi enggan menyebut angka pertumbuhan bisnis logistiknya. Namun Gojek sebelumnya mengumumkan bahwa selama wabah berlangsung, mereka sudah menerima sekitar 120 ribu UMKM. Maka tak heran bagi Junaidi masa pandemi ini sudah seperti ujian naik kelas.

“Kita melihat ini sebagai kesempatan untuk memastikan kenyamanan, reliability, trust, juga kesempatan untuk mempercepat inovasi,” imbuhnya.

Menghubungkan antarkota

Salah satu tantangan yang terus dihadapi oleh Gojek adalah pengiriman antarkota. Sejatinya Gojek sudah merintis solusinya dengan fitur GoSend Intercity. Dalam fitur tersebut, Gojek menggandeng Paxel untuk pengiriman barang dari Jadetabek ke Bandung dan sebaliknya.

Namun Junaidi menambahkan bahwa fitur ini juga telah memperluas jangkauan pengiriman hingga kota lain seperti Solo, Yogyakarta, dan Semarang. Ambisi pengantaran antarkota Gojek ini juga mulai diarahkan hingga luar pulau Jawa.

“Jadi sederhananya, misal ada yang bolak-balik dari Bandung ke Jakarta, kenapa tidak kolaborasi saja,” tutur Junaidi.

Junaidi mengaku, Gojek tidak akan bisa sendiri mengejar ambisinya tersebut. Itu sebabnya mereka membuat platform khusus yang memungkinkan pemain middle mile sehingga terbentuk conntected network. Itu sebabnya ada Paxel dalam fitur ini.

Dengan sistem ini pengantaran di dalam Jawa dapat terjadi hanya dalam sehari. Gojek juga sedang mengupayakan apakah pengantaran untuk ke luar Jawa dapat memakan waktu sehari.

“Anggap saja ke Manado atau Sorong, apakah mungkin sampai next day. Kita lagi develop untuk bisa melakukan itu,” pungkasnya.

Junaidi menegaskan bahwa pengantaran antarkota merupakan salah satu fokus divisinya hingga akhir tahun ini. Jika isu pengantaran antarkota, khususnya ke luar Jawa dan sebaliknya, dapat terwujud, maka Gojek bisa kembali menjadi game changer.

Application Information Will Show Up Here

Tera Logistics Jembatani Eksportir dan Importir Temukan Perusahaan Logistik yang Tepat

Berawal dari adanya kesulitan bagi para eksportir dan importir baru untuk menemukan perusahaan logistik yang tepat sesuai dengan jenis kargo dan destinasi barang yang dituju, menjadi alasan yang membuat Handoyo, Iman, dan Leonardus mendirikan platform Tera Logistics.

“Kami bertiga merupakan satu alumni kampus Prasetiya Mulya. Setiap dari pendiri memiliki pengalaman dalam ekspor impor barang dari luar negeri dan mengalami kesulitan dalam menemukan perusahaan logistik yang kredibel,”kata Co-Founder CEO Tera Logistics Handoyo Prasutiyo kepada DailySocial.

Ia menambahkan, setiap perusahaan logistik memiliki spesialisasi dalam menangani jenis kargo dan destinasi negara tertentu. Melalui platform Tera Logistics maka para eksportir dan importir dapat mengklasifikasi perusahaan logistik dalam hitungan menit.

Hingga kini Tera telah memiliki 7 ribu pengguna per bulan dan jumlah mitra terdaftar lebih dari 680 freight forwarder, 58 warehouse provider, dan 30 trucking company. Saat ini sebagian besar pengguna lokal yang menggunakan platform Tera berasal dari Jabodetabek, namun terdapat juga beberapa pengguna dari negara lain seperti Singapura, Saudi Arabia, Tiongkok, Amerika, dan berbagai negara lainnya.

“Saat ini Tera Logistics masih melakukan bootstrap (pendanaan dari internal) selama dua setengah tahun dan tidak menutup kemungkinan bahwa Tera akan mengajukan pendanaan dari luar ke depannya,”kata Handoyo.

Fitur unggulan

Secara keseluruhan Tera Logistics memiliki dua fitur unggulan yang bisa dimanfaatkan oleh pengguna. Adalah Quotation Bidding yang memudahkan para pengguna untuk memperoleh harga terbaik dari perusahaan logistik.

Para pengguna hanya cukup untuk memasukkan informasi terkait jenis kegiatan serta tanggal ekspor/impor yang ingin dilakukan, mode transportasi, serta jenis kargo beserta dengan volume dan tonase. Kemudian informasi tersebut akan di forward kepada perusahaan logistik terdaftar untuk diberikan penawaran harga. Dengan demikian para pengguna dapat membandingkan berbagai penawaran harga dari berbagai perusahaan logistik.

Kedua ada fitur Logistics Marketplace, memudahkan para pengguna untuk melakukan penyaringan perusahaan logistik secara langsung berdasarkan lokasi perusahaan, jenis kargo yang bisa ditangani, jenis jasa yang ditawarkan, serta tujuan pengiriman. Saat ini terdapat 3 jenis marketplace pada platform Tera yakni untuk freight forwarder, warehouse provider, dan trucking company.

“Untuk monetisasi kami menerapkan subscription fee yang dibayarkan setiap bulan. Terdapat tiga jenis paket yang ditawarkan yaitu free, premium, dan enterprise. Adapun perbedaan dari masing-masing paket adalah adanya validasi legalitas bisnis dan jumlah minimum visitor yang mengakses company profile perusahaan logistik tersebut per bulan,” kata Handoyo.

Proses monetisasi yang mereka terapkan menjadi salah satu perbedaan dengan pemain lainnya. Saat ini sebagian besar platform lain mengambil keuntungan dari komisi, sedangkan Tera mengambil keuntungan dari subscription.

Selain itu perusahaan juga memiliki fitur Data Sharing, memungkinkan para mitra untuk menampilkan brand masing-masing perusahaan serta informasi perusahaan tersebut.

“Hal ini dilakukan agar para pengguna bisa berinteraksi dan melakukan transaksi secara langsung. Sedangkan pada platform kompetitor logistik lainnya mereka menutupi informasi para mitra sehingga seluruh transaksi hanya melalui platform tersebut,” kata Handoyo.