East Ventures Pimpin Investasi ke Startup Mikrobioma Asal Singapura AMILI

East Ventures memimpin investasi ke AMILI, startup asal Singapura yang diklaim sebagai pengobatan presisi mikrobioma usus pertama dan satu-satunya di Asia Tenggara. Tidak disebutkan nominal pendanaan yang diberikan.

Dalam keterangan resminya, investasi ini disebut akan memperkuat modal AMILI usai mengantongi pendanaan seri A pada Juni 2022. Rencananya, AMILI akan memperluas operasional bisnisnya ke Indonesia dengan fokus utama menangani masalah kesehatan usus yang disesuaikan dengan kondisi pasar Indonesia.

AMILI didirikan pada 2019 oleh Dr. Jeremy Lim (CEO), Drs. David Ong, dan Jonathan Lee. Ketiganya tercatat pernah memimpin transplantasi mikrobioma usus di National University Hospital pada 2014 sekaligus yang pertama di kawasan Asia Tenggara.

“Pendanaan ini memungkinkan para dokter dan profesional kesehatan lain untuk menghadirkan manfaat bagi para pasien melalui mikrobioma. Selain obat-obatan, mikrobioma berperan penting pada teknologi pangan dan pertanian. Kami harap dapat menghadirkan inovasi di sektor ini, khususnya berkontribusi pada penciptaan makanan yang menunjang kesehatan serta mengatasi stunting dan malnutrisi,” kata Co-Founder dan CEO AMILI Dr. Jeremy Lim.

Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca juga menambahkan bahwa investasi ini dapat memajukan pengobatan presisi serta kesehatan dan nutrisi dengan memanfaatkan potensi mikrobioma usus. “Dengan melakukan studi lokal dan memahami seluk-beluk mikrobioma usus Asia, kita dapat menemukan wawasan dan mengembangkan intervensi kesehatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan populasi Asia.”

Hal ini karena masyarakat di Asia memiliki karakteristik unik mikrobioma usus yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal dan regional, seperti pola makan, gaya hidup, dan lingkungan. Maka itu, penelitian, penemuan, dan penerapan penting dilakukan secara lokal di kawasan ini.

Sebelumnya, East Ventures juga memberikan investasi ke Nusantics sejak 2020, startup asal Indonesia yang mendorong penelitian mikrobioma. Nusantics saat ini disebut sebagai startup pengembang teknologi genom pertama dan satu-satunya di Indonesia.

Mengenal AMILI dan mikrobioma

Dengan perkembangan dan penemuan ilmiah terbaru, mikrobioma usus diyakini dapat menjadi garis depan bagi kesehatan manusia berikutnya. Selain itu, penggunaan mikrobioma usus memungkinkan perawatan kesehatan yang dapat dipersonalisasi.

Mikrobioma usus diketahui terdiri dari triliunan bakteri, virus, dan jamur yang hidup di saluran pencernaan dan memainkan peran kunci dalam hampir setiap aspek kesehatan manusia, termasuk pencernaan, fungsi kekebalan tubuh, kesehatan mental, dan pencegahan penyakit.

Saat ini, AMILI menawarkan layanan sequencing mikrobioma usus untuk membantu tenaga kesehatan profesional meningkatkan pengobatan pasien dan formulasi probiotik yang dirancang khusus untuk konsumen Asia.

Ada tiga aset inti yang dimiliki AMILI, yaitu basis data mikrobioma multi-etnis Asia, bank mikrobioma dengan sampel yang disimpan untuk analisis metagenomik dan metabolomik, serta perangkat alat analisis, jaringan informatika, dan mesin pencari AMILI PRIME. Aset-aset ini memungkinkan AMILI untuk mendorong penelitian kesehatan usus dan solusi inovatif.

AMILI menyebut sebagai satu-satunya bank transplantasi mikrobioma di Asia Tenggara. Tahun lalu, AMILI juga mengembangkan bubuk prebiotik berkelanjutan dengan mendaur ulang batang kangkung yang tidak terpakai. 

Fokus Riliv Perluas Akses Kesehatan Mental di Indonesia

Masalah kesehatan mental merupakan tantangan universal yang mempengaruhi orang-orang di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dengan populasi lebih dari 270 juta orang, Indonesia menghadapi beban masalah kesehatan mental yang signifikan.

Meskipun demikian, kesehatan mental tetap menjadi topik yang terabaikan, sering distigmatisasi dan disalahpahami. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, telah tumbuh kesadaran dan upaya untuk mengatasi masalah kesehatan mental di Indonesia.

Salah satu platform yang menghadirkan layanan berupa konsultasi hingga meditasi secara personal kepada masyarakat Indonesia untuk kesehatan mental adalah Riliv. Kepada DailySocial.id, Co-founder & CEO Riliv Audrey Maximillian mengungkapkan rencana perusahaan tahun ini setelah mendapatkan pendanaan tahun lalu dari East Ventures.

Perluas kesadaran kesehatan mental

Stigma kesehatan mental di Indonesia hingga saat ini masih berakar kuat pada kepercayaan budaya dan masyarakat. Banyak individu dan keluarga sering memandang masalah kesehatan mental sebagai tanda kelemahan, rasa malu, dan lainnya. Stigma ini menciptakan hambatan untuk mencari bantuan dan dukungan, mencegah individu menerima perawatan dan pengobatan yang diperlukan yang mereka butuhkan.

Melihat kondisi tersebut, para pendiri yaitu Audrey dan saudaranya Audy Christopher Herli, mengembangkan ide tersebut menjadi Riliv, sebuah startup yang menawarkan layanan konseling dan kesehatan mental. Sebelumnya Riliv juga sempat bergabung dengan program inkubator lokal dan akselerator yang diselenggarakan oleh pemerintah kota setempat.

Menurut Audrey, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, saat ini penggunaan aplikasi Riliv terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Hal ini terjadi karena banyaknya masyarakat Indonesia yang mulai sadar untuk merawat kesehatan mentalnya.

Ditambahkan olehnya dengan meningkatnya kesadaran kesehatan mental masyarakat Indonesia, membuat banyaknya layanan-layanan baru yang bermunculan untuk memberikan solusi soal kesehatan mental. Baik bentuknya layanan penyedia konten meditasi atau konseling.

“Namun, Riliv adalah satu-satunya aplikasi yang mengintegrasikan keduanya, sehingga solusi yang Riliv berikan tidak hanya kuratif tetapi juga preventif untuk merawat kesehatan mental setiap orang,” kata Audrey.

Riliv mencatat kota-kota di Pulau Jawa, antara lain Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah menjadi kota teratas terkait penetrasi pengguna Riliv. Hingga bulan Maret 2023, tercatat lebih dari 900 ribu orang di seluruh Indonesia telah mengunduh aplikasi Riliv, dan lebih dari 100 psikolog profesional bermitra dengan Riliv.

Pandemi COVID-19, serta peningkatan pendidikan dan kesejahteraan di Indonesia telah berkontribusi pada peningkatan kesadaran kesehatan mental. Pasca pandemi, Riliv mengalami lonjakan permintaan konsultasi online sebesar 800%.

Platform yang menawarkan layanan serupa dengan Riliv saat ini di antaranya adalah, Kalbu yang menyediakan platform yang menawarkan berbagai layanan untuk pemulihan serta pemeliharaan kesehatan mental; Bicarakan.id platform yang menyediakan layanan konseling online; dan Kalm, aplikasi ini menyediakan layanan konseling online berbasis chat yang sifatnya unlimited dan berkesinambungan.

Strategi monetisasi Riliv

Terdapat tiga fitur favorit di Riliv, seperti Counseling, Journal, dan Meditation, untuk pengguna individu dan karyawan perusahaan. Tercatat layanan di aplikasi Riliv yang paling sering digunakan adalah konseling. Dalam hal ini, Riliv memberikan kemudahan untuk masyarakat dalam mengakses layanan psikolog secara online dan dapat mengatur jadwal konseling secara fleksibel. Hal ini tentunya membantu masyarakat agar mereka tidak perlu datang langsung dan menghindari antrian panjang.

Untuk layanan meditasi, Riliv menerapkan strategi monetisasi freemium, pengguna bisa mengakses beberapa konten guided meditation secara gratis. Untuk mengakses keseluruhan kontennya, Riliv menerapkan subscription plan dan untuk layanan konseling, Riliv menggunakan strategi monetisasi pay per use/session. Tersedia juga subscription plan dengan benefit harga sesi satuan yang akan lebih murah daripada membeli per sesi.

Terkait dengan jumlah komisi yang diberikan oleh Riliv kepada mitra mereka yaitu para psikolog, Audrey enggan untuk mengungkapkan lebih lanjut. Namun, saat ini Riliv mengklaim telah memiliki kurang lebih 100 psikolog dan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu.

“Riliv menargetkan tahun ini untuk memperbanyak kerja sama dengan institusi-institusi untuk memberikan layanan kesehatan mental yang lebih luas dan signifikan kepada individu yang membutuhkan di dalamnya,” kata Audrey.

Dukungan East Ventures untuk Riliv

Pembicaraan seputar kesehatan mental di Indonesia berangsur-angsur berubah, dengan meningkatnya kesadaran, inisiatif pemerintah, dan upaya masyarakat. Salah satu venture capital (VC) yang kemudian memiliki upaya untuk memberikan solusi terbaik seputar masalah kesehatan mental adalah East Ventures.

Setelah memberikan pendanaan tahap awal (seed round) tahun 2022 lalu, East Ventures melihat dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran akan pentingnya kesehatan mental terus meningkat di Indonesia, dan permintaan akan layanan yang relevan turut mengalami peningkatan. Dalam hal ini, Riliv memiliki potensi yang signifikan untuk menghadirkan layanan kesehatan mental yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.

Dari sisi East Ventures, tentunya selain memberikan dukungan dari sisi pendanaan, East Ventures juga turut membantu perusahaan portofolio mereka, termasuk Riliv, dalam memberikan ‘value’, baik secara langsung mau pun tidak langsung.

“East Ventures saat ini mendukung beberapa startup kesehatan mental, termasuk Riliv, karena kami percaya bahwa menjaga kesehatan mental sama dengan menjaga kesehatan fisik. Melalui digitalisasi, kami berharap semakin banyak masyarakat yang dapat mengakses layanan kesehatan di setiap provinsi dan kota yang mungkin belum terakomodasi secara offline,” kata Operating Partner East Ventures David Fernando Audy.

East Ventures merupakan salah satu VC paling aktif berinvestasi di Indonesia. Dalam paparan sebelumnya, disampaikan hingga kuartal I 2023, sebanyak 20 startup yang telah didanai. Sebesar $6,7 miliar masuk ke dalam kategori investasi lanjutan (follow-on funding).

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Berinvestasi di MADLY, Startup D2C Asal Singapura

East Ventures kembali menambah portofolionya di ranah D2C dengan berinvestasi di rumah desain perhiasan asal Singapura bernama “MADLY”. Dengan mengusung konsep bespoke atau dirancang sesuai pesanan, MADLY berencana menggunakan dana segar ini untuk mempercepat ekspansi global perusahaan.

Sektor perhiasan mewah disebut tengah mengalami peningkatan permintaan bersifat bespoke atau perhiasan yang dipersonalisasi, serta batu permata berwarna. Tren ini diantisipasi dengan baik oleh MADLY dengan menawarkan pengalaman yang seamless dan imersif dan melibatkan klien di setiap langkahnya.

Founder MADLY Maddy Barber mengungkapkan bahwa East Ventures memiliki keyakinan yang sejalan dalam berinvestasi pada manusia. “Komitmen mereka terhadap elemen humanis di dalam bisnis memosisikan mereka sebagai mitra ideal untuk membawa kami ke fase pertumbuhan berikutnya. Dengan dukungan mereka, kami bersiap untuk memperluas jangkauan secara global dan membangun brand perhiasan berkonsep bespoke yang diakui secara internasional,” tambahnya.

Didirikan pada tahun 2014 dengan misi untuk mendisrupsi sektor perhiasan batu berlian di Singapura, MADLY menawarkan kualitas dan nilai batu permata terbaik serta desain sesuai permintaan yang memadukan estetika modern dengan keahlian tradisional dan cerita unik di balik setiap perhiasan.

Material yang digunakan MADLY merupakan batu permata berwarna terbaik 0,1% atau “big three”, yakni Sapphire, Ruby dan Emerald, hingga gelombang batu permata langka seperti Paraiba Tourmaline, Cobalt Spinel, dan Tsavorite Garnet.

Potongan batu permata berwarna mereka dibuat khusus untuk setiap klien yang dirancang dengan warna-warna cerah dan hidup untuk merayakan suatu momen khusus, dibuat dengan memperhatikan semua detail terkecil mereka dan dibuat untuk generasi ke generasi.

MADLY menciptakan perhiasan buatan tangan yang unik dan dirancang dengan teliti melalui proses yang cermat sehingga dapat memberikan nilai unik kepada para pelanggan. Setiap kreasi MADLY yang unik merupakan ekspresi dari klien dan orang yang mereka cintai, dibuat dengan tangan dalam emas 18K dan ditempa oleh tangan para pengrajin ahli.

Dalam waktu 9 tahun, perusahaan telah memiliki kantor tambang sumber mereka sendiri, tim desain perhiasan kelas dunia, lulusan GIA, dan seorang lapidarist internal. Tahun ini, MADLY siap untuk melancarkan ekspansi dan mewujudkan misi untuk menjadi brand perhiasan dengan konsep bespoke internasional terkemuka.

Portofolio D2C East Ventures

MADLY bukanlah portfolio pertama East Ventures di sektor D2C. Sejak tahun 2015, EV sudah berinvestasi di startup retailer kecantikan Sociolla yang saat ini menjadi salah satu pemain utama di pasar beautytech Indonesia. Hingga saat ini, Sociolla telah memiliki 50 toko tersebar di 30 kota yang berada di provinsi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa.

Sama seperti kebanyakan segmen D2C lain, industri kecantikan juga cepat dipenuhi para pelaku pasar. Namun sifat produk kosmetik yang habis saat dikonsumsi telah memberikan keunggulan ekstra pada sektor ini dalam hal ekspansi pasar. Selain Sociolla, East Ventures juga berinvestasi di brand D2C produk kecantikan Base dan ESQA.

Paling anyar, modal ventura yang berdiri sejak 2009 ini telah berinvestasi pada startup penyedia solusi rantai pasok menyeluruh, Praktis. Perusahaan menawarkan rangkaian solusi, mulai dari pembelian bahan baku, produksi, fulfillment, dan logistik dengan peningkatan teknologi untuk menyediakan proses operasi yang mudah, efisien, dan dapat diandalkan, baik untuk direct-to-consumer (D2C) brand dan pemasok berfokus di industri fesyen dan kecantikan.

Selain di industri kecantikan, portofolio D2C East Ventures juga merambah sektor healthtech. Salah satunya adalah Diri Care, sebuah klinik digital on-demand yang membantu masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan kulit, rambut, dan area intim.

Sebagai modal ventura yang terbuka pada seluruh sektor (agnostik), tesis East Ventures di balik investasi pada D2C (Direct-to-Customer) adalah para pendirinya. Di setiap segmen D2C East Ventures, para pendiri bersemangat membangun merek yang berfokus pada pelanggan, inovatif, dan pribadi.

East Ventures Tutup Dana Kelolaan Growth Plus 3,7 Triliun Rupiah

Pada hari ini (16/5), East Ventures mengumumkan telah menutup penggalangan dana kelolaan baru dinamai Growth Plus sebesar $250 juta (lebih dari 3,7 triliun Rupiah). Dana tersebut secara khusus akan menargetkan pada pendanaan tahap lanjutan dalam ekosistem East Ventures yang menunjukkan potensi kuat.

Tidak disebutkan LP dalam dana kelolaan tersebut. Namun perusahaan menyampaikan, pendanaan ini memperlihatkan kepercayaan LP terhadap strategi investasi East Ventures. Dua dana kelolaan di Seed dan Growth telah menerima pengembalian yang baik dan telah diperpanjang hingga $585 juta (lebih dari 8,6 triliun Rupiah). Ini membuat total dana yang telah dihimpun East Venturese sejak tahun lalu menjadi $835 juta (lebih dari 12,3 triliun Rupiah).

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan, strategi kelas multi-aset East Ventures menggarisbawahi komitmennya untuk mendukung perusahaan teknologi di berbagai tahap perkembangan mereka.

“Dengan penutupan pendanaan terbaru ini, East Ventures berada di posisi yang tepat untuk mendorong inovasi, mendorong kewirausahaan, dan memberikan dampak positif bagi ekosistem startup yang dinamis di Indonesia dan sekitarnya,” tulis perusahaan.

Dipaparkan saat ini perusahaan portofolio East Ventures telah menunjukkan daya tarik yang menjanjikan. Sebanyak 60% dari portofolio berada dalam pertumbuhan EBITDA positif atau jalur yang sangat jelas menuju EBITDA positif, dan lebih dari 40% dari mereka memiliki runway setelah 2025.

“Perusahaan akan terus berinvestasi di perusahaan tahap awal dan tahap pertumbuhan melalui dana Seed and Growth, sementara dana Growth Plus akan memberi perusahaan portofolio East Ventures sumber daya untuk meningkatkan dan mencapai potensi penuh mereka,” tutup perusahaan.

East Ventures merupakan salah satu VC paling aktif berinvestasi di Indonesia. Dalam paparan sebelumnya, disampaikan hingga kuartal I 2023, sebanyak 20 startup yang telah didanai. Sebesar $6,7 miliar masuk ke dalam kategori investasi lanjutan (follow-on funding).

East Ventures juga sudah mengantongi $86 miliar annualized GMV dengan $1 miliar Asset Under Management (AUM). Tercatat sebanyak 90% portofolio mereka telah memiliki margin yang positif.

Sejak didirikan pada 2009, East Ventures telah bertransformasi menjadi sebuah platform holistik yang menyediakan investasi tahap awal hingga tahap lanjutan ke lebih dari 300 perusahaan teknologi di Asia Tenggara.

East Ventures merupakan investor pertama unicorn Indonesia, yaitu Tokopedia dan Traveloka. Perusahaan lainnya yang tergabung dalam portofolionya, di antaranya Ruangguru, SIRCLO, Kudo (diakuisisi oleh Grab), Loket (diakuisisi oleh Gojek), Tech in Asia, Xendit, IDN Media, MokaPOS (diakuisisi oleh Gojek), ShopBack, KoinWorks, Waresix, dan Sociolla.

East Ventures Tegaskan Komitmen Investasi pada Startup Tahap Awal

Sebagai salah satu venture capital (VC) paling aktif berinvestasi ke startup Indonesia, East Ventures mengaku tidak akan pernah berhenti memberikan dana segar kepada startup terpilih meski di kondisi krisis global saat ini.

Dalam acara temu media, Selasa (9/5), Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menilai fundamental ekonomi Indonesia sudah baik. Pada kesempatan tersebut, East Ventures menyampaikan pandangan dan prioritas perusahaan. Mulai dari Climate Impact innovation Challange (CIIC) bersama dengan Temasek Foundation, hingga Women with Impact.

East Ventures juga berkomitmen untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan membawa dampak positif kepada masyarakat melalui inisiatif dan praktik yang berlandaskan environmental, social, and governance (ESG).

Fokus investasi tahap awal

Salah satu alasan Willson dan timnya menaruh keyakinan pada startup tahap awal dalam membangun bisnisnya adalah potensi untuk berkembang. Meski saat ini sudah mulai banyak startup yang mencapai profitabilitas, masih banyak juga startup membutuhkan dukungan untuk membangun bisnis.

Saat ini, memang ada beberapa VC yang fokus ke startup yang sudah mencapai profitabilitas sejak awal. Namun, tidak demikian dengan East Ventures. Menurutnya, tekanan tersebut akan membuat pendiri startup lainnya enggan membangun bisnis karena harus memikirkan profit sejak awal.

“Menurut saya, inovasi harus mengambil risiko. Artinya harus melakukan investasi, membangun teknologi, membangun platform, meningkatkan barrier-to-entry, dan pada waktunya akan mendorong startup menuju profitabilitas,” kata Willson.

Krisis ekonomi yang terjadi secara global ternyata tidak membuat East Ventures mengurangi investasi mereka ke startup di Indonesia. Willson menilai semakin banyak pendiri startup yang menawarkan solusi dengan skala yang besar. Ia menyebut krisis ekonomi yang terjadi justru akan menyaring perusahaan secara organik. Perusahaan yang baik, bisa mempertahankan bisnisnya, sedangkan perusahaan yang tidak baik, terpaksa menghentikan bisnis mereka.

“Kami tidak akan menghentikan pendanaan. Saat ini ekosistem startup di Indonesia sudah semakin baik karena sudah dibangun sejak sepuluh tahun terakhir,” kata Willson.

Sejak didirikan pada 2009, East Ventures telah bertransformasi menjadi sebuah platform holistik yang menyediakan investasi tahap awal hingga tahap lanjutan ke lebih dari 300 perusahaan teknologi di Asia Tenggara.

Hingga kuartal I 2023, sudah ada 20 startup yang didanai oleh East Ventures. Sebesar $6,7 miliar masuk ke dalam kategori investasi lanjutan (follow-on funding). East Ventures juga sudah mengantongi $86 miliar annualized GMV dengan $1 miliar Asset Under Management (AUM). Tercatat sebanyak 90% portofolio mereka telah memiliki margin yang positif.

Kualitas pendiri startup

Disinggung terkait kriteria startup yang akan didanai, Willson menegaskan bahwa ia selalu melihat kualitas dari pendirinya. Dari situ, ia bisa mendapatkan informasi terkait layanan atau produk yang punya potensi untuk berkembang.

“Ketika perusahaan menjadi besar, apakah mereka bisa menjadi pendiri startup yang ideal dan mampu memimpin perusahaan. Kita juga melihat dari produk, pasar, hingga kategori,” kata Willson.

Ia menambahkan, East Ventures fokus pada pendiri startup yang dapat menghadirkan solusi terhadap masalah yang besar di kategori yang besar, serta akan menjadi tren yang baru. East Ventures mengklaim telah berinvestasi ke perusahaan terbaik. Saat ini, sebanyak 80% investasi di Growth Fund berasal dari Seed Fund yang sudah mereka miliki.

Sebagai perusahaan ventura yang memiliki keyakinan pada ekosistem startup di Indonesia, East Ventures merupakan investor pertama unicorn Indonesia, yaitu Tokopedia dan Traveloka. Perusahaan lainnya yang tergabung dalam portofolio East Ventures adalah Ruangguru, SIRCLO, Kudo (diakuisisi oleh Grab), Loket (diakuisisi oleh Gojek), Tech in Asia, Xendit, IDN Media, MokaPOS (diakuisisi oleh Gojek), ShopBack, KoinWorks, Waresix, dan Sociolla.

UENA Raih Pendanaan Baru Dipimpin oleh East Ventures dan Trihill Capital

Startup F&B online hiperlokal UENA kembali meraih pendanaan baru, dipimpin oleh East Ventures dan Trihill Capital dengan nominal yang dirahasiakan. Putaran ini diklaim semakin memperkuat balance sheet UENA setelah memperoleh pendanaan tahap awal pada September lalu.

Disampaikan dalam keterangan resminya, UENA akan memanfaatkan pendanaan ini untuk mengembangkan lokasi guna meningkatkan jumlah pengguna dan pelanggan. UENA didirikan oleh Alvin Arief (CEO) dan Roy Yohanes (COO) dan meluncur pada Agustus 2022.

Co-Founder dan CEO Alvin Arief mengaku telah mendapat validasi dari pasar. Hal ini ditunjukkan dari mayoritas transaksi berasal dari pesanan berulang, dan pelanggan loyalnya meningkat setiap bulan. “Meski baru beroperasi kurang dari satu tahun, beberapa toko awal telah mencapai tahap break-even dan memiliki tingkat payback yang sehat,” tuturnya.

UENA telah membuka tujuh lokasi dapur di Jakarta dan telah melayani lebih dari 300 ribu porsi. Setiap lokasi dapur melayani radius hiperlokal 1-1,5km dan menangani pengantaran secara internal untuk meminimalisasi biaya dan waktu. Perusahaan mengaku tidak bergantung pada layanan pesan-antar ojek online karena lebih dari 80% pesanan datang secara langsung.

Nilai pasar makanan sehari-hari di Indonesia ditaksir sebesar US$90 miliar per tahun. Dalam segmen ini, hampir seluruhnya dilayani oleh pedagang kaki lima yang masih sangat terfregmentasi. Hal ini kerap menimbulkan kerugian bagi konsumen terutama dari sisi kualitas, konsistensi, dan harga.

UENA menawarkan layanan makanan berkualitas dengan harga yang terjangkau menggunakan format cloud kitchen. Konsep ini dinilai efisien serta memanfaatkan teknologi dan skala ekonomi untuk meningkatkan kualitas dan menekan harga pada saat yang bersamaan.

VP of Investments Trihill Capital V. Ian Sulaiman mengungkapkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia merupakan kalangan menengah yang diperkirakan merepresentasikan 45% dari total populasi. Pada umumnya mereka menghadapi kesulitan dalam mendapatkan makanan yang berkualitas baik dengan harga terjangkau, terutama ketika dihadapkan dengan kondisi di lapangan dengan pilihan makanan yang kurang aman dan higienis.

“Kami mendukung upaya UENA untuk meningkatkan pilihan makanan sehari-hari dari sisi harga akses, dan kualitas untuk kalangan kelas menengah penduduk Indonesia,” ungkapnya.

Pendanaan food tech

Kemajuan teknologi saat ini telah menghadirkan banyak inovasi dalam dunia bisnis, termasuk di bidang F&B atau kuliner. Cloud kitchen merupakan salah satu tren yang marak digeluti oleh pelaku usaha kuliner. Konsepnya adalah mengoperasikan dapur yang berfokus ke layanan pengiriman makanan saja.

Selain menawarkan inovasi baru, layanan ini juga disebut dapat membantu pelaku UMKM dalam mengembangkan usaha kulinernya. Banyak investor yang juga sudah melirik startup yang bergerak di bidang F&B atau kuliner yang dapat juga dikategorikan sebagai foodtech.

Di tahun 2022, setidaknya terdapat lima startup foodtech yang menerima pendanaan dari investor ternama. Salah satunya adalah startup multi–brand Hangry yang mendapatkan pendanaan sebesar Rp316 miliar untuk menjalankan rencana ekspansi. Selain itu ada Mangkokku, bisnis F&B yang dikelola oleh anak Presiden Jokowi ini berhasil meraih pendanaan seri A Rp101 miliar.

Memasuki tahun 2023, startup F&B Haus juga berhasil merampungkan pendanaan seri B2 mereka seltelah mengantongi putaran seri B1 pada Juni 2022. Diluncurkan tahun 2018 lalu sebagai startup F&B di segmen produk new tea & boba, Haus! saat ini telah memiliki sekitar 229 toko dan akan menambah sekitar 1.300 toko baru

Praktis Tutup Pendanaan 294 Miliar Rupiah Dipimpin oleh East Ventures

Praktis, startup penyedia solusi rantai pasok menyeluruh, telah mengumpulkan dana sebesar $20 juta (lebih dari 294 miliar Rupiah) untuk putaran seri A yang dipimpin oleh East Ventures (Growth Fund), dengan partisipasi dari Triputra Group dan SMDV.

Investasi ini akan dialokasikan perusahaan untuk mempercepat peningkatan teknologi bagi para brand sekaligus para pemasok yang ingin memiliki proses bisnis yang lebih mudah. Lalu, membangun tim dan meningkatkan ekosistem rantai pasok secara end-to-end.

Dalam keterangan resminya, Co-Founder dan CEO Praktis Adrian Gilrandy menyampaikan, dalam riset internalnya, terdapat lebih dari $30 miliar pasar fesyen dan kecantikan di Indonesia yang diisi oleh UKM. Melalui proses agregasi, peningkatan proses, dan implementasi teknologi, pihaknya optimistis dapat membantu mereka memiliki proses rantai pasok yang lebih efisien sehingga dapat fokus meningkatkan dan mengembangkan bisnisnya.

“Hal ini menjadi tujuan kami sejak hari pertama, dan tercermin dari pertumbuhan kami yang luar biasa dan kesuksesan dalam menjaga keuntungan yang telah kami capai sejauh ini,” ucap Adrian.

Sementara, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menuturkan, pihaknya kembali berinvestasi di Praktis karena alasan upaya mereka memberdayakan brand D2C di Indonesia dan pencapaian profitabilitas yang jauh lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.

“Kami yakin pada kemampuan Praktis untuk merevolusi solusi di industri rantai pasok di Indonesia, sejalan dengan usahanya dalam membantu para bisnis untuk berkembang dan menghadirkan dampak positif bagi masyarakat,” kata Willson.

East Ventures dan Triputra Group merupakan investor terdahulu di Praktis. Sebelumnya, kedua investor ini memimpin pendanaan pra seri A dengan nominal yang dirahasiakan pada Desember 2021.

Solusi Praktis

Praktis adalah end-to-end supply chain enabler dengan rangkaian solusi, mulai dari pembelian bahan baku, produksi, fulfillment, dan logistik dengan peningkatan teknologi untuk menyediakan proses operasi yang mudah, efisien, dan dapat diandalkan, baik untuk direct-to-consumer (D2C) brand dan pemasok berfokus di industri fesyen dan kecantikan.

Hal ini memungkinkan brand untuk fokus pada kompetensi utama mereka dan membiarkan Praktis menangani sisa operasi bisnis mereka melalui platform berbasis data dan teknologi yang andal untuk kelancaran proses rantai pasok. Dengan visibilitas penuh dari semua proses supply chain, Praktis membantu brand untuk mengoptimalkan operasinya.

Diklaim Praktis mencatatkan pertumbuhan yang signifikan sebesar 12 kali lipat pada 2021 (YoY) dan pertumbuhan sebesar empat kali lipat pada 2022 (YoY).

Semua inisiatif dieksekusi dengan baik karena kesesuaian produk dengan kebutuhan pasar dan kemampuan dalam menyelesaikan pain point yang sebenarnya. Pandemi COVID-19 turut membantu perusahaan untuk mempercepat tingkat penyerapan produk ke pasar.

Skalabilitas Jadi Kunci Pertumbuhan Startup D2C

Ada sejumlah alasan venture capital (VC) banyak berinvestasi di bisnis direct-to-consumer (D2C) Indonesia. Dua faktor di antaranya adalah dukungan ekosistem digital dan efisiensi biaya untuk memaksimalkan keuntungan dengan memangkas sekian lapis rantai pasok.

D2C memungkinkan penjualan produk tanpa perantara dibandingkan rantai proses tradisional yang memakai jaringan reseller, minimarket, dan supermarket. Model bisnis D2C menjangkau konsumen dan memasarkan produknya lewat kanal digital, seperti media sosial, marketplace, dan website.

Beberapa merek lokal besar yang telah mengantongi investasi dari VC adalah Kopi Kenangan dengan perolehan $109 juta pada 2020, dan Hypefast yang mendapat kucuran $14 juta di 2021.

Tercatat ada lebih dari 40 merek D2C Indonesia dengan mayoritas dari segmen F&B, fashion, dan beauty. Beberapa di antaranya sudah memiliki basis komunitas pembeli yang kuat dan bahkan sudah masuk ke ranah mass retail.

Tesis VC

Menurut VP of Investment East Ventures Stacy Oentoro, startup D2C lebih adaptif dalam mempercepat masuk ke pasar dan membangun hubungan dengan konsumen dibandingkan merek besar yang harus melalui rantai proses berlapis. Untuk mendorong keberlanjutan, startup D2C juga perlu mengenal konsumen dan perjalanan pembeliannya sehingga memahami apa yang mereka cari.

“Semakin melekatnya penggunaan digital akan berdampak signifikan pada nilai brand dari barang tersebut. Populasi Indonesia cenderung muda sehingga segmen digital native juga lebih mudah menerima layanan online, inovasi, dan potensi-potensi D2C,” tuturnya.

Rata-rata pemain D2C memanfaatkan online presence untuk memperkenalkan dan mempromosikan produknya ke khalayak. Selain dapat berinteraksi langsung dengan komunitas pembeli, startup D2C dapat memotong komponen biaya dengan memasarkan produk di kanal digital, seperti di Tokopedia dan Shopee yang merupakan marketplace dengan ekosistem pembayaran dan logistik lengkap.

Meski bermain di sektor retail, pelaku D2C tetap dapat memanfaatkan teknologi yang memungkinkan mereka memahami perilaku konsumen dan mengembangkan produk berdasarkan preferensi konsumen yang lebih terpersonalisasi.

Startup D2C Indonesia / Sumber: Startup Report 2021 & Q1’22 oleh DSInnovate

Kejayaan D2C di Indonesia tak lepas dari tren perilaku konsumen Gen Z dan milenial. Riset Capgemini menyebut, Gen Z (68%) dan milenial (58%) suka memesan produk langsung dari si pemilik merek dalam enam bulan terakhir. Sementara, hampir dua pertiganya (60%) lebih memilih membeli langsung daripada beli di gerai ritel tradisional.

Diperkuat lagi, banyak orang Indonesia senang berbelanja online. Di sepanjang 2022, sebanyak 178,9 juta orang Indonesia tercatat bertransaksi online. Mengacu riset We Are Social, total nilai belanja online Indonesia di 2022 diestimasi menembus Rp851 triliun.

Skalabilitas, kunci sekaligus tantangan

Sementara, Creative Gorilla Capital (CGC) yang berfokus pada consumer juga menilai sektor e-commerce Indonesia sudah memasuki fase matang sehingga rantai pasok menjadi lebih efisien. Kendati begitu, sektor D2C tetap membutuhkan pendekatan berbasis omnichannel agar tidak terlalu mengandalkan pemasaran lewat e-commerce dan mengombinasikannya dengan kanal tradisional/modern.

Tampaknya, hal ini sudah dilakukan oleh sejumlah startup D2C di sejumlah wilayah operasionalnya. Saturdays, misalnya, bahkan sejak awal memperkuat konsep omnichannel untuk memberikan seamless experience dengan membangun gerai berkonsep lifestyle. Lainnya sudah merambah ke jaringan ritel besar. Kopi Kenangan memasarkan produk kopi botolan di gerai Alfamart dan Indomaret, sedangkan Somethinc masuk lewat in-store di sejumlah pusat perbelanjaan.

Chief Investment Officer BRI Ventures Markus Liman menambahkan, investasi di D2C tak sekadar hanya mengacu pada aspek pertumbuhan pendapatan. Seiring berjalannya waktu, investor perlu memahami aspek lain, seperti perubahan perilaku pasar dan skalabilitas.

Sumber: Diolah oleh DailySocial

Ketika sudah mengantongi product-market fit, di titik mana startup D2C harus meningkatkan skalanya? Apakah ekspansi vertikal atau masuk ke supply chain? Ia menilai ada risiko operasional yang lebih tinggi yang perlu dipahami startup D2C dibandingkan startup yang operasionalnya dikelola penuh oleh pihak ketiga.

“Tantangan D2C ini hari ini adalah scalability karena scaling D2C and scaling platform are two different things. Di D2C, misalnya scaling di kebutuhan inventori, artinya harus memikirkan biaya logistik. Nah, jika sudah masuk supply chain, seperti supermarket dan general trade, apa yang perlu disiapkan?Ini sesuatu yang mungkin tidak dipikirkan tech startup.  Kunci scalability D2C adalah bagaimana bisa masuk ke mass retail. Kalau tidak, bagaimana bisa coba potensi spend yang lebih besar?” jelasnya.

Ia menambahkan, investor juga perlu memahami bahwa mematok valuasi startup teknologi dan D2C akan berbeda. Metrik startup D2C dilihat dari EBITDA atau net profit margin, bukan dengan GMV. Startup D2C atau retail yang dapat menghasilkan real revenue bisa mendapatkan investasi yang lebih baik di masa sekarang.

Unicorn Bukan Fokus Utama, Startup Perlu Lebih Perhatikan Fundamental

Menurut APJII, penetrasi internet di Indonesia di tahun 2023 telah mencapai 78,19% atau menembus 215.626.156 jiwa dari total populasi yang sebesar 275.773.901 jiwa. Angka ini meningkat hampir 200% dari satu dekade lalu sebesar 71,9 juta, sekitar 34,9% dari total populasi saat itu.

Sejalan dengan itu, pertumbuhan perusahaan teknologi juga semakin pesat. Hingga saat ini terdapat setidaknya 14 unicorn atau startup bervaluasi lebih dari $1 miliar di Indonesia. Angka ini meningkat pesat dibanding periode 2016-2020 yang mencetak 5 perusahaan unicorn.

Melihat potensi perkembangan industri teknologi Indonesia, bank OCBC NISP menggelar “OCBC NISP Business Forum 2023” dengan salah satu tema utamanya bertajuk “Finding the Next Unicorn”. OCBC NISP sendiri turut mendukung pertumbuhan industri teknologi melalui perpanjangan tangan dalam bentuk investasi OCBC NISP Ventura.

Beberapa figur kenamaan di ekosistem investasi Indonesia hadir sebagai panelis, termasuk Willson Cuaca (East Ventures), Alexander Rusli (Digiasia), serta Darryl Ratulangi (OCBC NISP Ventura). Ketiganya berbagi pandangan tentang unicorn dalam industri teknologi, serta rekomendasi dan strategi perusahaan rintisan di tengah isu tech winter dan resesi.

Utamakan fundamental

Adalah mutlak bagi sebuah perusahaan rintisan untuk menciptakan solusi bagi permasalahan yang ada di pasar. Membangun produk yang baik membutuhkan proposisi nilai yang dapat dipertahankan. Untuk mencapai hal ini, startup perlu menetapkan posisi produk yang kuat, menemukan kecocokan pasar produk, dan memanfaatkan teknologi untuk mendobrak model bisnis tradisional.

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menegaskan, “Kami berinvestasi berdasarkan keyakinan, alih-alih mencari valuasi atau unicorn. Kami tidak pernah mencari unicorn, karena unicorn adalah produk sampingan saat Anda mampu menciptakan nilai. Apa yang kami cari adalah problem statement yang ingin diselesaikan, yang akan menentukan apakah solusinya adalah ‘penghilang rasa sakit’ atau hanya ‘vitamin’,”

Co-Founder & Co-CEO Digiasia Alexander Rusli mengamini hal ini. Menurutnya, perusahaan tidak seharusnya fokus pada misi untuk mencapai unicorn, melainkan mencurahkan pikiran sepenuhnya pada usaha untuk membangun bisnis yang baik. “Jika memang berjalan, valuasi akan mengikuti,” tegasnya.

Alex menilai bahwa banyak para pendiri yang memiliki mindset bahwa valuasi adalah segalanya dan berangkat dengan mimpi menjadi unicorn. Pandemi dan tech winter ini disebut sebagai pengingat serta proses pembentukan mental para pendiri. “Kita butuh orang-orang yang mengerti cara berjuang dan tidak menyerah ketika dihadapkan pada tantangan,” ujarnya.

Di samping itu, Darryl Ratulangi selaku Direktur OCBC NISP Ventura juga mengungkapkan pengaruh sentimen pasar terhadap keberlangsungan sebuah industri. “Perusahaan teknologi dengan fundamental yang baik tetapi memiliki sentimen buruk di masyarakat akan mengakibatkan valuasi tertekan,” ujarnya.

Maka dari itu dibutuhkan kerja sama dari seluruh ekosistem untuk bisa menciptakan pasar yang memiliki sentimen baik, sehingga ke depannya juga bisa membangun kepercayaan investor untuk bisa menanamkan modal di perusahaan.

Kejar profitabilitas

Dalam industri digital, atribut dari startup digital yang baik adalah disrupsi, menciptakan sesuatu yang sama sekali baru, yang membutuhkan waktu dan sumber daya. Jadi, tujuan utama sebuah startup pada awalnya bukanlah untuk menghasilkan uang, tetapi untuk membangun produk yang kuat.

“Melihat ke belakang, tidak ada yang mengira bahwa ride-hailing atau OTA (online travel agent)menjadi solusi yang tepat bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Terminologi ‘burning money’ dapat diartikan sebagai upaya membeli waktu dan membangun kepercayaan. Proses masyarakat dari tidak tahu menjadi tahu, lalu mulai menggunakan, hingga semakin bergantung pada layanan-layanan tersebut,” papar Darryl.

Dengan tingkat pertumbuhan yang pesat, ada beberapa model bisnis yang tidak bisa scale up sehingga pertumbuhannya akan mandek di satu titik. Dalam ranah aplikasi, sering disebut skalabilitas, yaitu kemampuan sistem untuk terus tumbuh menyesuaikan dengan volume data. “Di sinilah teknologi berperan dalam mengakselerasi sebuah bisnis dan meningkatkan skalabilitasnya,”ujar Alex.

Ketika sudah sampai pada tahap ini, Willson mengungkapkan, “Kami tidak mendorong startup kami untuk ‘membakar uang’ untuk mendapatkan pelanggan, sebaliknya perusahaan perlu fokus untuk mencapai profitabilitasnya; karena akuisisi pelanggan lebih murah, dan pelanggan lebih cenderung mempertahankan produk.”

Terkait profitabilitas, Alex turut menambahkan,”Saya percaya setiap transaksi, unit economics-nya harus positif, hingga sampai pada skala tertentu di mana angka tersebut bisa menutupi biaya produksi, sehingga pada akhirnya menciptakan profit.”

Pasar yang potensial

Tahun 2022 sendiri menjadi tahun yang cukup berat bagi industri teknologi maupun investasi. Mulai dari tantangan yang ditimbulkan oleh resesi global, tech winter yang terjadi di industri teknologi, dan runtuhnya Silicon Valley Bank di Amerika Serikat, semua telah memengaruhi penilaian terhadap startup.

Meskipun begitu, East Ventures mengaku tetap berkomitmen untuk berinvestasi di Indonesia – pasar terbesar di Asia Tenggara. Di tahun 2022, East Ventures telah mencatat total 105 kesepakatan, 85 di antaranya merupakan portofolio baru, dengan total dana sekitar US$211 juta yang disalurkan kepada startup di tahap awal dan lanjut.

Sementara itu OCBC NISP Ventura sebagai modal ventura yang didukung oleh bank akan tetap fokus berinvestasi di sektor yang berkaitan dengan perbankan. Namun, melihat perkembangan teknologi di industri perbangkan serta banyaknya inovasi digital yang bermunculan, Darryl memiliki keyakinan bahwa “Semua perusahaan rintisan pada akhirnya akan menjadi perusahaan fintech!”

Sebagai seorang investor dan juga pemimpin perusahaan fintech as a service pertama di Indonesia, Alex percaya bahwa investasi mengalir ketika kepercayaan sudah terbentuk. Hal ini juga berlaku pada East Ventures yang dinakhodai Willson Cuaca.

“Di East Ventures, kami biasa menilai dengan rumus “3P” – People, Product, and Potential Market. Namun, produk bagus dibangun oleh orang baik yang menangani pasar besar. Jadi yang kami fokuskan sekarang adalah “2P”: People and Potential Market. Kami tidak menganggap diri kami sebagai investor digital, melainkan investor biasa yang berinvestasi pada pendiri yang memanfaatkan teknologi digital untuk mendisrupsi industri tradisional,” ungkap Willson.

East Ventures Berikan Pendanaan ke Prep, Startup Edtech Asal Vietnam

Platform pembelajaran online berfokus bahasa asal Vietnam, Prep, mengumumkan perolehan pendanaan senilai $1 juta atau lebih dari Rp14,9 miliar dipimpin oleh East Ventures dan Cercano Management. Sebelumnya, Touchstone Partners juga telah mengucurkan investasi dengan angka serupa, membuat total pendanaan Prep menjadi $2 juta atau hampir Rp30 miliar.

Perolehan dana segar ini diharapkan bisa memperkuat balance sheet perusahaan dan mempercepat pengembangan produk serta berbagai kegiatan bisnis dalam meningkatkan adopsi pasar. Prep sendiri menawarkan berbagai solusi kursus online dan latihan ujian simulasi berfokus pada bahasa terstandardisasi, seperti IELTS, TOEIC, serta ujian kelulusan tingkat SMA.

Prep menawarkan konten interaktif yang mendorong keterlibatan dan partisipasi aktif antar siswa. Dari sisi teknologi, platform ini mensimulasikan situasi ujian nyata yang imersif dan interaktif, serta dapat dipersonalisasi dan disesuaikan dengan gaya belajar, kecepatan dan preferensi siswa.

Didirikan pada 2020 oleh Tu Pham (Founder & CEO), dan Tran Hoai Nam (Co-Founder & CTO), Prep memiliki misi untuk memperluas akses bagi persiapan ujian yang berkualitas.

Selain kurangnya interaksi dan personalisasi pada platform online, sebagian besar pelajar mengalami hambatan geografis untuk mengakses pendidikan offline. Hal ini terjadi karena kebanyakan guru berpengalaman masih terpusat di kota tier 1, sehingga siswa di kota tier 2&3 memiliki keterbatasan akses terhadap pembelajaran berkualitas.

Berdasarkan data dari Prep, layanan persiapan ujian terstandardisasi dengan kualitas tinggi selalu menjadi permintaan di Vietnam. Pasar pembelajaran bahasa di Vietnam disebut memiliki potensi yang luar biasa, dengan perkiraan ukuran pasar sebesar $2,1 miliar, di mana $1,6 miliar untuk pasar bahasa Inggris dan sisanya untuk bahasa lainnya.

Prep sendiri lahir dari peluang pasar yang luas sebagai evolusi digital dari IPP Education, rangkaian pusat pembelajaran bahasa offline yang didirikan oleh Tu pada tahun 2014. Sejak diluncurkan, Prep telah berkembang pesat dan menarik lebih dari 100.000 pengguna di seluruh provinsi dan kota di Vietnam, serta berbagai pasar regional lainnya.

Pada 2023, Prep menargetkan untuk memperluas basis penggunanya menjadi setengah juta, serta menghadirkan berbagai penawaran persiapan ujian bahasa terstandardisasi lainnya, seperti Jepang (JLPT), Mandarin (HSK), dan Korea (TOPIK). Investasi ini memperkuat keyakinan Prep dalam mengubah masa depan melalui persiapan ujian, serta memberdayakan siswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan.

Investasi East Ventures di Vietnam

Ini adalah startup Vietnam kedua yang tahun ini mendapatkan dukungan pendanaan dari East Ventures. Sebelumnya firma modal ventura yang dipimpin Willson Cuaca ini juga telah berinvestasi ke startup telehealth Medigo. Adapun sejak 2021 East Ventures juga sudah memiliki empat portofolio lainnya, meliputi Vietcetera, CirCO, Sendo, dan Kim An Group.

Dalam sebuah wawancara bersama DailySocial.id, Partner East Ventures Melisa Irene mengatakan, sebagai negara dengan populasi terbesar kedua di regional, pertumbuhan ekonomi digital di sana cukup kencang. Selain itu, Vietnam dikenal sebagai salah satu pemasok talenta teknis untuk ekosistem digital global; yang berarti memenuhi variabel untuk pengembangan tim lokal yang kuat.

Lebih lanjut Irene mengatakan, “Dibandingkan dengan Indonesia, kedua wilayah tersebut memiliki jumlah penduduk muda yang besar dan memiliki pola yang sama. Vietnam memiliki populasi lebih dari 97 juta dengan penetrasi internet 70,3% pada Januari 2021. Sementara itu, pada periode yang sama, Indonesia memiliki populasi lebih dari 274 juta dan penetrasi internet mencapai 73,7%.”

“Kedua negara tersebut juga memiliki komposisi penduduk yang sama dalam hal kelompok umur, anak muda menempati lebih dari setengah porsi penduduk negara tersebut; Vietnam sekitar 55%, sedangkan Indonesia sekitar 70%.”

Investasi di sektor edtech

Pada 2022, edtech menjadi salah satu sektor yang cukup terguncang. Setidaknya tiga startup ternama di sektor ini mengumumkan efisiensi pegawai atau layoff, termasuk Zenius, Pahamify dan Ruangguru. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk kondisi sosial dan ekonomi yang semakin dinamis pasca-pandemi.

Meskipun begitu, investasi untuk sektor ini masih tetap mengalir. Beberapa startup baru seperti MySkill, LingoTalk dan Algobash berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal dari sejumlah investor.

Pendanaan sektor Edtech tahun 2022:

Startup Putaran Nilai (dalam Rupiah) Investor
CoLearn Seri A 244 miliar TNB Aura, KTBN
Venture, PT
Binus Investama
Indonesia, AC
Ventures, Leo
Capital, January
Capital, Alpha
Wave Incubation,
Surge
KitaLulus Seed Tidak dipublikasi Go Ventures, Angel Investor
Zenius Venture Tidak dipublikasi MDI Ventures
Cakap Venture Tidak dipublikasi Indonesia Impact Fund
Binar Academy Pra Seri A 51 miliar iGlobe Partners,
Teja Ventres, Cellar
Capital Partners,
Spaze Ventures,
YCAB Ventures,
Angel Investor
MySkill Seed Tidak dipublikasi East Ventures
Dibimbing Seed Tidak dipublikasi Init-6
LingoTalk Seed Tidak dipublikasi Iterative Capital, Eduspaze
Algobash Seed Tidak dipublikasi Init-6
Kinobi Pra Seed 8,1 miliar PT Binus Investama
Indonesia,
Backstroke
Consulting, Angel
Investor

Sepanjang pandemi, metode hybrid menunjukkan persepsi positif bagi guru dan siswa. Pada akhir tahun 2022, Center for Digital Society dan Google for Education menyusun penelitian, The Future of Indonesia’s Hybrid Education in the Post-Covid-19 Pandemic Era. Survei tersebut menunjukkan persepsi positif terhadap masa depan adopsi edtech dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di Indonesia.

Sebanyak 56% responden guru merasa pembelajaran jarak jauh memfasilitasi kebutuhan mereka dalam mengajar, dan 27% guru berpendapat bahwa model hybrid akan membantu mereka. Sedangkan dari sisi siswa, menggabungkan model PJJ dengan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dapat membantu siswa belajar lebih efektif.

Berdasarkan laporan Google, terdapat empat vertikal industri yang dikategorikan sebagai nascent atau masih prematur, termasuk edtech. Pengelompokan ini diikuti oleh hasil survei aktivitas transaksi jangka panjang, seperti yang ditunjukkan dalam grafik di bawah. Istilah nascent sendiri mengacu pada situasi yang muncul atau berpotensi berkembang.