Layanan “Ride Hailing” Asal Vietnam FastGo Siap Ekspansi ke Indonesia

Layanan transportasi berbasis aplikasi asal Vietnam, FastGo, merencanakan ekspansi pasar ke Indonesia dan Myanmar. Rencana ini disampaikan CEO FastGo Nguyễn Hữu Tuất. Perluasan bisnis akan dimulai menjelang akhir tahun 2018.

Dalam keterangan yang disampaikan Nguyễn, seperti dikutip dari Vietnam News, pihaknya menargetkan perolehan 30% market-share di Indonesia, kendati mereka memahami saat ini pasar didominasi penuh GO-JEK dan Grab. Targetnya di Myanmar lebih ambisius. Mereka ingin menjadi layanan ride hailing utama kedua setelah Grab.

Pemilihan Indonesia sebagai salah satu target ekspansi bukan tanpa alasan. Selain pangsa pasar yang besar, pihak FastGo mengaku telah memiliki mitra strategis. Namun demikian belum disebutkan secara jelas, siapa mitra yang akan membantu ekspansi tersebut.

Untuk merealisasikan misinya tersebut, saat ini FastGo tengah merampungkan pengumpulan pendanaan Seri B senilai $50 juta (atau sekitar 754 miliar Rupiah). Nguyễn optimis putaran pendanaan tersebut dapat segera dicairkan di awal tahun 2019 nanti.

Sebelumnya GO-JEK sudah terlebih dulu melakukan debut di pasar Vietnam dengan meluncurkan Go-Viet. FastGo menjadi salah satu pesaing berat di pasar Vietnam dengan kepemilikan 15 ribu mitra pengendara di pusat kota utama Hanoi dan Ho Chi Minh City.

Application Information Will Show Up Here

Moratorium Perizinan Transportasi On-Demand Baru di Filipina Ganggu Ekspansi GO-JEK

Land Transportation Franchising and Regulatory Board (LTFRB) selaku bagian dari Kementerian Transportasi di Filipina menyampaikan bahwa izin operasional GO-JEK di negaranya terhalang regulasi. Pasalnya, pemerintah setempat sebelumnya telah menerbitkan moratorium atau penghentian untuk perizinan operasional layanan transportasi on-demand baru.

Menurut pemaparan Chairman LTFRB, Martin B. Delgra, pengajuan permohonan GO-JEK baru masuk tanggal 13 Agustus 2018 melalui pendirian Velox Technology Philippines, Inc. Sementara “LTFRB Memorandum Circular (MC) 2018-016” telah ditandatangani oleh dewan pada 9 Agustus 2018. Isinya melarang pemerintah menerima pendaftaran baru untuk operasional Transport Network Vehicle Service (TNVS).

Moratorium tersebut dimaksudkan agar pemerintah Filipina dapat memantau secara lebih detail layanan transportasi berbasis aplikasi yang beroperasi di wilayahnya. Memang cukup banyak pemain yang kini sudah mendapatkan izin operasional dari pemerintah, yakni Hype Transport Systems, Inc.; GoLag, Inc.; iPara Technologies and Solutions, Inc. (Owto); E-Pick Me Up, Inc.; Hirna Mobility Solutions, Inc.; dan Micab Systems Corp.

Grab (dengan nama perusahaan lokal MyTaxi.Ph, Inc.) dan U-Hop Transportation Network Vehicle System, Inc. yang datang lebih dulu dari GO-JEK pun statusnya kini masih “pending” untuk pembaruan izin. Belum ada kepastian tentang nasib operasional mereka. Dikabarkan juga ada beberapa pemain lain yang masih dalam tahap evaluasi untuk mendapatkan izin operasional.

Application Information Will Show Up Here

Startup Kesehatan Medi-Call Kini Hadir di Enam Belas Kota

Sejak debut di tahun 2016, startup bidang kesehatan Medi-Call kini mengaku telah melayani lebih dari 5000 pasien di wilayah sebarannya. Peningkatan jumlah pengguna turut didukung adanya kerja sama dengan 387 dokter, 379 perawat, 480 bidan dan 30 fisioterapis. Untuk jaminan mutu, seluruh mitra tersebut telah dipastikan memiliki lisensi praktik dari lembaga terkait.

Di pertengahan tahun ini, Medi-Call telah meluas di 16 kota (sebelumnya hanya beroperasi di wilayah Bali saja), termasuk di Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Medan, Palembang, hingga Balikpapan. Ekspansi ini tak terlepas dari dukungan mitra strategisnya, yakni Apotek K24. Layanan Medi-Call terintegrasi dengan situs online K24Klik untuk pemenuhan kebutuhan obat bagi pasien.

Untuk menguatkan bisnis, Medi-Call juga telah menerima pendanaan awal (seed funding) dari angel investor yang tidak diinformasikan detailnya. Pendanaan tersebut akan digunakan untuk merealisasikan manuver bisnis ke depan, tak lain memperluas jangkauan operasional agar lebih banyak pasien yang dirangkul akses pelayanan kesehatan daring tersebut.

“Hingga saat ini, Medi-Call terus dikembangkan agar dapat menjadi aplikasi berbasis lokasi yang menghubungkan penyedia layanan kesehatan dengan pasien. Aplikasi ini dapat menjadi solusi tepat bagi mereka yang tidak ingin kesibukannya terganggu oleh penyakit yang tiba-tiba menyerang,” ujar Co-Founder & CEO Medi-Call, Budhi Riyanta, yang juga seorang dokter.

Dengan aplikasi Medi-Call, pengguna dapat memperoleh pelayanan kesehatan terdekat melalui aplikasi. Keunggulan yang coba ditawarkan memudahkan pasien tidak perlu lagi mengantre, karena tim kesehatan yang akan menyambangi rumah pasien sesuai dengan keluhannya — sehingga bisa saja ditangani dokter, perawat, bidan atau fisioterapis. Layaknya aplikasi on-demand lainnya, Medi-Call juga berusaha memberikan kepastian biaya terkait pelayanan kesehatan saat pengguna hendak melakukan pemesanan.

“Dokter yang datang ke rumah pasien dapat langsung meresepkan obat yang kemudian dapat dipesan melalui K24Klik. K24Klik menyediakan layanan One Hour Delivery yang memungkinkan pasien untuk segera menerima obatnya dalam kurun waktu 1 jam saja, sebab K24Klik sudah memiliki lebih dari 300 apotek mitra yang tersebar di seluruh Indonesia,” imbuh Budhi menerangkan tekis kerja samanya dengan Apotek K24.

Selain Budhi, startup healthtech ini juga didirikan oleh dua rekan lainnya yang juga seorang dokter, yakni Stephanie Patricia dan Candra Wijanadi. Fenomena urban yang menuntut berbagai aktivitas ingin dilakukan secara praktis memberikan mereka ide untuk menghadirkan layanan kesehatan on-demand berbasis mobile.

Application Information Will Show Up Here

Situs Pemesanan Bunga Malaysia “Flower Chimp” Hadir di Indonesia

Pada tanggal 15 Agustus 2018 lalu, startup pengembang platform online untuk memesan bunga asal Malaysia bernama Flower Chimp mengumumkan putaran pendanaan tahap awal (seed round). Nilainya sebesar 6 juta Ringgit (setara dengan 21.3 miliar Rupiah) yang didapat dari Asia Venture Group (AVG), sebuah perusahaan investasi yang juga menyuntikkan dananya ke iMoney, Happy Fresh, dan iPrice.

Salah satu tindakan yang dilakukan pasca investasi adalah melakukan ekspansi di Asia Tenggara. Beberapa negara yang akan dijadikan tujuan utama adalah Indonesia, Singapura, dan Filipina. Prosesnya akan dimulai pada Agustus 2018, ditargetkan rampung di seluruh negara tujuan pada akhir tahun 2019. Untuk menanyakan detail ekspansi di Indonesia, DailySocial menghubungi Co-Founder & COO Flower Chimp Niklas Frassa.

Niklas menginformasikan bahwa Flower Chimp sudah menghadirkan layanan di Indonesia. Salah satunya ditandai dengan peluncuran situs flowerchimp.co.id. Tidak hanya itu, saat ini proses bisnis juga sudah mulai berjalan, termasuk layanan pemesanan, pembayaran, dan logistik.

“Kami telah memiliki staf layanan pelanggan di Indonesia, termasuk menunjuk staf untuk mengelola dan mendukung mitra lokal di Indonesia,” ujar Niklas.

Flower Chimp menilai Indonesia adalah pasar yang sangat strategis. Pihaknya memiliki pandangan positif mengenai pertumbuhan gifting e-commerce. Keyakinan tersebut turut didukung dari pengelaman Niklas yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Operation Manager untuk Zalora Indonesia.

Co-Founder Flower Chimp Niklas Frassa dan Maximilian Lotz / Flower Chimp
Co-Founder Flower Chimp Niklas Frassa dan Maximilian Lotz / Flower Chimp

“Saya tahu betapa hebatnya Indonesia sebagai pasar (e-commerce) yang terus berkembang dan betapa ramah masyarakat menyambutnya. Faktor tersebut memberikan kami kepercayaan besar di pasar,” lanjut Niklas.

Untuk memastikan operasional berjalan baik, Flower Chimp menggandeng mitra strategis dalam pemenuhan produk bunga dan kegiatan pemasaran. Tidak disebutkan pedagang mana saja yang sudah digandeng, yang jelas sudah mulai tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.

Tahun ini capaian yang ingin diraih ialah peningkatan traksi harian untuk pemesanan produk yang dijajakan di Flower Chimp. Selain itu, pihaknya akan terus berinovasi menghadirkan desain dan kategori produk hadiah yang relevan untuk pangsa pasar. Tak lupa pihaknya juga berencana membawa tim khusus untuk fokus pada bisnis di Indonesia.

“Pada saat yang sama, kami melakukan riset pasar kami untuk datang dengan produk-produk baru dan promosi secara teratur untuk menarik pelanggan kami untuk kembali menemukan apa yang mereka cari,” ungkap Niklas.

Flower Chimp menyajikan layanan pemesanan dan pengiriman berbagai kado bunga. Mulai berbentuk karangan bunga, buket, keranjang dan lainnya. Pun demikian untuk dipersembahkan di berbagai momen, mulai dari pernikahan, wisuda, hari kasih sayang dan sebagainya. Tapi Flower Chimp bukan layanan pemesanan bunga pertama yang ada di Indonesia, sebelumnya sudah ada FlowerAdvisor dan beberapa situs lain dari pemilik bisnis bunga.

Gambaran situs Flower Chimp di Indonesia
Gambaran situs Flower Chimp di Indonesia

“Kami adalah perusahaan yang berbasis di Malaysia, tetapi kami ingin memberikan pengalaman pelanggan yang terlokalisir sepenuhnya. Itu sebabnya saat ini mitra sangat berguna bagi kami untuk memfasilitasi dan membantu mengembangkan pasar dan jaringan bisnis,” pungkas Niklas.

Rencana SweetEscape Pasca Meraih Pendanaan Awal

SweetEscape, layanan pencari jasa fotografer siap melancarkan sejumlah rencana pasca memperoleh pendanaan tahap awal sebesar US$1 juta (sekitar Rp14 miliar) yang dipimpin oleh East Ventures. Pendanaan tersebut juga melibatkan sejumlah investor lainnya, termasuk Beenext, SkyStar Capital, dan GDP Venture.

Dana tersebut akan difokuskan untuk ekspansi di pasar Asia. Setelah Filipina, SweetEscape kemungkinan akan merambah ke Thailand dan Korea Selatan dalam waktu dekat. Perusahaan siap merekrut tim lokal dan bekerja sama dengan brand setempat untuk mengembangkan bisnis SweetEscape.

Tim lokal di masing-masing negara dipercaya dapat memberikan masukan dan saran yang relevan bagi para klien di masing-masing negara. Mereka juga diharapkan dapat mengedukasi pasar baru mengenai SweetEscape dan kemudahan yang ditawarkan.

Pendanaan tersebut sebenarnya sudah rampung pada tahun lalu, namun baru diumumkan ke publik oleh SweetEscape baru-baru ini. Bahkan pengumuman ini datang setelah pemberitahuan ekspansi perdana SweetEscape memasuki pasar Filipina.

CEO SweetEscape David Soong beralasan, “Pengumuman ini merupakan keputusan internal tim SweetEscape dan para investor terkait, ditambah kami melihat Filipina dan market Asia semakin besar dan menarik untuk dikembangkan lagi,” ujarnya kepada DailySocial.

“Gol kita adalah menjadi perusahaan berskala global. Saat baru dimulai, SweetEscape baru memiliki klien dari Indonesia saja, dan sekarang 45% klien kami dari luar Indonesia, kebanyakan dari Asia dan Amerika Serikat. Sebab pada dasarnya, fotografer profesional juga kebutuhan pasar global.”

Selain ekspansi, sambung David, SweetEscape juga akan memanfaatkan dana tersebut untuk membangun teknologi baru buat para kliennya. Perusahaan sedang mempersiapkan sebuah sistem yang dapat mengedit foto secara otomatis dengan kualitas tinggi dalam waktu kurang dari 24 jam.

“Karena tujuan kami adalah memberikan yang terbaik untuk klien, tentunya dari segi teknologi akan kami terus kembangkan.”

Founder dan COO SweetEscape Emile Etienne menambahkan, menjaga kualitas pemotretan dan mengedit foto berkualitas tinggi dengan cepat adalah tantangan tersendiri bagi perusahaan. Oleh karena itu, kehadiran teknologi yang tepat tentunya akan jadi solusi tidak hanya bagi klien, namun juga untuk para fotografer.

“Tim kami telah membangun aplikasi pemesanan foto yang paling mudah digunakan dan kami akan terus berinvestasi dalam TI untuk membuat seluruh pengalaman mulus bagi klien kami dan fotografer kami,” ujar Emile.

Dua tahun SweetEscape berdiri, mengklaim telah memiliki 2 ribu fotografer tersebar di lebih dari 100 negara. Tanpa dirinci, klien SweetEscape mencapai lebih dari puluhan ribu orang dari seluruh dunia.

Application Information Will Show Up Here

MDI Ventures Beri Pendanaan $2 Juta ke Roambee, Startup IoT Asal California

Salah satu perusahaan modal ventura lokal MDI Ventures dikabarkan baru saja memberikan pendanaan ke startup asal California, Roambee. Modal ventura yang diinisiasi oleh Telkom Indonesia tersebut kabarnya menyuntikkan dana hingga $2 juta.

Roambee adalah perusahaan yang memberikan solusiend-to-end monitoring menggunakan teknologi IoT (Internet of Things). Mulai dari sensor yang diletakkan di gudang hingga sensor di alat transportasi. Paket Roambee menjanjikan sebuah lingkungan monitoring yang lengkap dan real time. Tentu dengan analisis dan laporan berbasis dasbor.

Dikutip dari Venturebeat, rencananya investasi dari MDI akan disiapkan untuk membawa Roambee masuk ke pasar logistik Indonesia dan Asia Tenggara yang saat ini sedang menanjak tumbuh. Solusi dari Roambee juga akan disiapkan untuk mendukung unit bisnis di Telkom Indonesia.

“Peluang di Indonesia sangat besar. Ini salah satu yang terbesar di dunia dengan hampir 24 persen GDP negara tersebut dibelanjakan untuk logistik. Dengan investasi MDI Ventures ini Roambee mendapatkan keuntungan yang signifikan untuk mengambil posisi sebagai pemimpin dalam mendorong transformasi digital perusahaan pengiriman supply chain dan asset monitoring visibility di Indonesia,” terang CEO Roambee Sanjay Sharma.

Sementara itu dari sumber yang sama CEO MDI Ventures Nicko Widjaja menyampaikan bahwa solusi end-to-end dari Roambee akan cocok untuk menghadapi tantangan ekosistem supply chain di Indonesia. Rencananya Roambee akan diimplementasikan sebagai bagian dari layanan perusahaan Telkom Indonesia tahun ini.

Go-Jek Announces $500 Million Regional Expansion

Today, Go-Jek announces its expansion to four Southeast Asian countries. It’s planning to be available in Vietnam, Singapore, Thailand, and the Philippines within the next few months. The company has prepared $500 million (around 7,1 trillion Rupiah) budget for this expansion.

The plan has been reported since the end of last year, when Ajay Gore, Go-Jek’s CTO, interviewed about the possibility of the Philippines expansion, and it’s getting traction when Uber’s operation in Southeast Asia is acquired by Grab. Uber’s departure from the market is considered as the perfect moment for Go-Jek’s expansion. There’s no further explanation of the targeted segment in those countries but on-demand transportation still the main priority.

In Indonesia, Go-Jek has dominated the on-demand service with various treats, including food and package delivery, house cleaning, and beauty service. In addition, Go-Jek is leading with Go-Pay (payment service) that has begun to escalate outside Go-Jek ecosystem after obtaining QR Code license for cashless payment.

Nadiem Makarim, Co-Founder and CEO of Go-Jek, in the release said, “Consumers are most satisfied and happy when they have more options. Currently, the population of Vietnam, Thailand, Singapore, and the Philippines feel that they don’t have enough options for ride-hailing transportation services. We expect Go-Jek’s expansion to those countries can bring a healthy business competition in need for market growth.”

“Our objective is to collaborate with those countries and their government, so the technology that we bring may have broad impact for all. [..] We [Go-Jek] believe, the best way for international expansion is to partner with talented locals, share our vision, and understand how to serve the best for their nations. The role of Go-Jek is to advise, share operational experience and business development. Therefore, they [partners and locals] can create the positive impact brought by Go-Jek in the best ways possible according to the characters and needs of their country,” he added.

The bottom line is Go-Jek will engage local partners for expansion. According to our sources, a joint venture in Vietnam will be called Go-Viet. A similar step will be performed in other countries. In the bigger picture, there are several Indonesian startups going regional besides Go-Jek. Traveloka is the most significant with operational service (and local teams) almost in all SEA countries.

Andre Soelistyo, Go-Jek’s President, added, “We’ve been considering the international expansion for a long time. We want to make sure to perform the plan at the right moment with our strongest position. In our last investment round, there are many strategic investors joined, national and global. It brings up our confidence and believes that we have enough support to be the inspiring story of startup development, from Indonesia to be a regional phenomenon.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Siapkan Tujuh Triliun Rupiah, Go-Jek Umumkan Rencana Ekspansi ke Empat Negara Asia Tenggara

Go-Jek hari ini mengumumkan kepastian ekspansinya ke empat negara Asia Tenggara. Mereka adalah Vietnam, Singapura, Thailand, dan Filipina yang akan dilakukan dalam beberapa bulan mendatang. Perusahaan menyiapkan dana $500 juta (sekitar 7,1 triliun Rupiah) untuk keperluan ekspansi ini.

Rencana ekspansi ini sudah menggaung sejak akhir tahun lalu, ketika CTO Ajay Gore menyebutkan rencana ekspansi ke Filipina, dan semakin kuat pasca akuisisi bisnis Uber di Asia Tenggara oleh Grab. Hengkangnya Uber dari pasar Asia Tenggara dianggap sebagai momen yang pas bagi Go-Jek untuk memperluas pasar. Tidak dijelaskan sektor apa saja yang bakal disasar oleh Go-Jek di negara-negara tersebut, tetapi layanan transportasi on-demand tetap menjadi ujung tombak.

Di Indonesia Go-Jek telah menjadi raja layanan on-demand dengan berbagai suguhan layanan, termasuk pengantaran makanan, pengantaran paket, jasa pembersihan rumah, dan jasa kecantikan. Selain itu Go-Jek juga menjadi primadona dengan layanan pembayaran Go-Pay yang sudah mulai merambah sektor-sektor di luar ekosistem Go-Jek setelah mendapatkan izin penggunaan QR Code sebagai cara pembayaran.

Co-Founder dan CEO Go-Jek Nadiem Makarim dalam pernyatannya mengatakan, “Konsumen paling puas dan senang saat mereka punya lebih banyak pilihan. Saat ini, masyarakat di Vietnam, Thailand, Singapura dan Filipina merasa bahwa mereka tidak memiliki cukup pilihan atas layanan transportasi ride-hailing. Kami berharap dengan hadirnya Go-Jek di negara-negara tersebut, kami bisa menjadi aplikasi gaya hidup utama, pilihan masyarakat. Itu aspirasi kami. Di saat yang sama, kami harap kehadiran kami dapat menciptakan persaingan usaha sehat yang dibutuhkan supaya pasar di masing-masing negara terus bertumbuh.”

“Tujuan kami adalah berkolaborasi dengan negara-negara tersebut dan pemerintahnya, supaya manfaat teknologi kami bisa memberikan dampak luas bagi semua kalangan. [..] Kami di Go-Jek percaya, cara terbaik dalam melakukan ekspansi internasional adalah bermitra dengan tim lokal yang bertalenta, punya visi yang sama dengan kami, serta memahami cara terbaik untuk melayani kebutuhan negara mereka. Peranan Go-Jek adalah sebagai penasihat, berbagi pengalaman kami dalam hal operasional serta pengembangan bisnis. Sehingga, mereka [para mitra dan tim lokal] dapat menciptakan dampak positif yang Go-Jek ciptakan, dengan cara-cara terbaik dan sesuai dengan karakter dan kebutuhan negara mereka,” lanjutnya.

Faktor yang perlu ditekankan di sini adalah Go-Jek akan menggandeng mitra lokal untuk langkah ekspansinya. Menurut sumber kami, di Vietnam joint venture yang dibentuk akan bernama Go-Viet. Langkah serupa tampaknya akan dilancarkan di negara-negara lainnya. Selain Go-Jek sudah ada beberapa startup Indonesia yang going regional. Yang paling signifikan adalah Traveloka yang memiliki layanan operasional (dan tim lokal) di hampir semua negara Asia Tenggara.

President Go-Jek Andre Soelistyo menambahkan, “Kami telah mempertimbangkan rencana ekspansi internasional ini sejak lama. Kami ingin memastikan kami dapat menjalankan rencana tersebut di saat yang tepat dan dalam posisi kami yang kuat.Pada seri penggalangan investasi kami yang terakhir, banyak investor strategis besar global dan nasional yang bergabung. Inilah yang membuat kami percaya diri dan yakin, bahwa kami punya dukungan yang diperlukan untuk menjadi salah satu kisah pertumbuhan yang menginspirasi, dari menjadi fenomena Indonesia ke fenomena regional.”

Application Information Will Show Up Here

Kehadiran Aplikasi Kwai dan Strateginya di Indonesia

Kwai adalah aplikasi untuk membuat video berlatar belakang musik atau suara-suara lainnya. Konsep ini cukup populer di tanah air, aplikasi seperti Musically, TikTok, dan semacamnya sudah banyak digunakan pengguna. Hal ini juga bisa dilihat dari banyaknya video semacam itu bertebaran di media sosial.

Country Manager Kwai Gagan Gandara menyebutkan video dengan format pendek semakin populer di seluruh dunia sebagai bentuk hiburan, terlebih di Indonesia. Kwai akhirnya turut kepincut dengan potensi pasar yang ada di Indonesia. Kwai sendiri berasal dari Tiongkok.

“Kami melihat Indonesia sudah sejalan dengan tren dunia. Kami percaya inilah saatnya bagi Kwai untuk masuk ke negara modern ini,” terang Gagan.

Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan penggunaan internet yang cukup cepat membuat Kwai cukup optimis dalam penerimaan aplikasinya. Terlebih lagi masyarakat Indonesia yang terbuka dengan tren dan teknologi baru, membuat Kwai tidak begitu kesulitan dalam masuk ke pasar Indonesia.

“Jadi kami percaya Indonesia akan menjadi negara paling aktif yang siap untuk menerima tren sosial baru. Kami percaya kami dapat menyediakan platform yang sama dan adil bagi semua orang untuk merekam kehidupan mereka dan memiliki potensi pertumbuhan yang besar di Indonesia,” jelas Gagan.

Fitur untuk pengguna di Indonesia

Kwai di Indonesia hadir dengan fitur-fitur untuk memudahkan pembuatan video seperti filter, magic emoji, katalog musik, bingkai foto, menu berbagi, dan lainnya. Fitur-fitur tersebut diberikan untuk memastikan semua kalangan yang menggunakan Kwai dapat membuat video yang menarik untuk dibagikan atau untuk dokumentasi.

Selain itu Kwai juga menghadirkan Kwai Koin, sebuah sistem reward yang disiapkan untuk mendorong pengguna Indonesia untuk memproduksi konten yang positif dan bernilai. Setiap video dihargai dengan koin, semakin populer video semakin banyak koin yang dapat.

“Satu koin dihargai Rp1.000, pengguna dapat dengan mudah mengonversi ke dalam nominal Rupiah melalui transfer ke akun bank lokal pengguna,” terang Gagan.

Rencana Kwai di tahun 2018

Kwai di Indonesia mencoba membawa citra bahwa aplikasi mereka adalah aplikasi yang cocok digunakan oleh semua lapisan masyarakat. Di tahun ini mereka coba fokus pada pelokalan aplikasi dan layanan, salah satunya hadir dalam bentuk fitur Kwai Koin.

“Kami akan mencoba untuk membuat semakin banyak orang Indonesia mengetahui apa itu Kwai Go (aplikasi Kwai khusus pembuatan video) dan Kwai Koin. Biarkan lebih banyak orang biasa senang membuat dan membagikan video pendek. Pada saat yang sama, mereka akan memiliki kesempatan untuk menghasilkan lebih banyak uang, mewujudkan mimpi-mimpi kecil dan membawa lebih banyak kebahagiaan untuk kehidupan pribadi dan keluarga,” demikian Gagan menjelaskan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Pemodal Ventura Asal Amerika Base Ventures Mulai Bidik Startup Indonesia

Modal ventura Base Ventures menyatakan minatnya untuk mulai berinvestasi ke startup Indonesia. Keputusan ini perdana dilakukan perusahaan setelah sebelumnya hanya menyasar startup yang berasal di Amerika Serikat dan Kanada.

Pernyataan ini disampaikan Operation Partner Base Ventures Lisa Parks saat menjadi mengisi salah satu sesi di Global Venture Summit 2018, Rabu (25/4).

“Pasar Indonesia memiliki banyak sekali potensi dari segi pertumbuhan penetrasi internet, populasi yang besar. Kami baru pertama kali melakukan ekspansi ke luar negeri di luar Amerika Serikat dan Kanada,” terang Parks kepada DailySocial.

Kendati demikian, menurutnya perusahaan belum bisa ditentukan rencana investasi terdekat yang bakal direalisasikan. Lantaran pihaknya masih membaca situasi segala sesuatu tentang startup Indonesia. Begitu pun terkait total investasi yang siap dikucurkan dan tim lokal yang mau ditempatkan.

Dia melanjutkan, Base Ventures tidak secara spesifik menyasar segmen bisnis yang akan dibidik, hanya saja yang masuk ke dalam radarnya adalah perusahaan yang masih dalam awal (early stage). Umumnya investasi tahap awal itu kisaran nilainya antara Rp500 juta sampai 2,5miliar.

“Tidak ada segmentasi vertikal tertentu untuk startup yang kami bidik. Namun kami optimis dari event hari ini, kami bisa menangkap ada banyak startup yang menarik dengan ide bagus di Indonesia.”

Base Ventures adalah modal ventura yang didirikan oleh Erik Moore pada 2012 di Barkeley, California. Perusahaan ini fokus pada pendanaan tahap awal. Secara total perusahaan telah berinvestasi ke 62 perusahaan, beberapa di antaranya AngelList, StyleSeat, Balanced, InDinero, Virool, dan masih banyak lagi.

Portofolio startup dari Base Ventures yang telah exit seperti Socialcam (diakuisisi oleh Autodesk) dan Appstores (diakusisi oleh InMobi). Investasi terbaru yang diumumkan Base Ventures adalah Rapchat, aplikasi hiburan berbasis komunitas untuk menghubungkan musisi rap dari seluruh dunia.

Pada Maret 2017, perusahaan berhasil mengumpulkan pendanaan tahap kedua “Base Venture Fund II” sebesar US$8,75 juta . Dalam tahap tersebut diikuti oleh 20 Limited Partners (LP).

Tantangan berinvestasi di pendanaan tahap awal

Dalam kesempatan yang sama, Parks juga menuturkan bahwa founder memegang kunci terpenting bagi perusahaan sebelum mengguyur sejumlah investasi ke sana. Melihat startup dari founder terlebih dahulu, merupakan strategi untuk meminimalkan potensi terjadinya kegagalan.

Untuk itu, Base Ventures umumnya sangat detail saat pitching demi mencari tahu bagaimana sosok founder, apakah memiliki visi dan misi yang kuat, mau belajar, cepat beradaptasi dengan keadaan, dan sebagainya.

“Kita lihat bagaimana latar belakangnya, apa saja yang sudah dilakukan karena kami berinvestasi di founder, bukan di perusahaannya. Founder itu faktor utama kami saat memilih startup, bukan seperti apa produknya.”

Berikutnya, setelah melihat founder, perusahaan melihat bagaimana produknya. Apakah memiliki potensi yang dapat dikembangkan lebih jauh atau tidak. Dari situ, Base Ventures dapat mendikte dari bagaimana mengatur hak pro ratanya.

Pro rata itu mengacu pada hak investor untuk berpartisipasi dalam putaran pendanaan pada nantinya, sehingga mereka bisa mempertahankan jumlah ekuitas yang dimiliki di perusahaan tersebut.