KoinWorks Merumahkan 70 Karyawan

Badai di industri startup masih berlanjut. Menyusul kawan startup lain, KoinWorks juga ikut merampingkan struktur organisasinya tahun ini. Startup fintech lending ini merumahkan sebanyak 70 orang atau sekitar 8% dari total karyawannya.

Sebagaimana dilansir dari Tech in Asia, PHK ini menjadi upaya untuk menata kembali struktur perusahaan. KoinWorks memastikan akan tetap berupaya memenuhi kebutuhan pengguna.

DailySocial.id telah menghubungi Co-founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono. Namun, belum ada pernyataan lebih lanjut yang diturunkan mengenai hal ini.

Sekadar informasi, pada awal tahun ini KoinWorks membukukan pendanaan seri C dengan total $108 juta, terdiri dari ekuitas $43 juta dan debt $65 juta. Dengan tambahan pendanaan ini, valuasi KoinWorks ditaksir mencapai sebesar $250 juta.

Sejak tahun lalu, KoinWorks mulai melebarkan strateginya di luar bisnis lending untuk menjangkau lebih banyak pengguna UMKM, yakni menjadi neobank. Menurut Benedicto, convertion rate dari lending terbilang rendah di bawah 10% dari total leads yang masuk. Ini membuat sejumlah UMKM mengalami overfinance alias belum layak didanai atau sedang tak butuh pendanaan.

Untuk itu, perusahaan menggandeng Bank Sampoerna merilis KoinWorks NEO yang ditujukan bagi UMKM. KoinWorks NEO merupakan platform finansial terintegrasi bagi UMKM, pekerja lepas, content creator, hingga startup. Untuk mempertajam misinya, KoinWorks kembali memperkenalkan penilaian profil risiko baru Grade S (Grade Spesial) untuk pembiayaan usaha mikro dan kecil.

Gelombang PHK startup

Gelombang pemutusan kerja cukup banyak terjadi di industri startup tahun ini, di antaranya adalah Xendit, Zenius, dan LinkAja. Jumlah karyawan yang terkena PHK berjumlah puluhan hingga ratusan orang.

Berdasarkan data yang kami himpun, jumlah PHK paling besar tahun ini terjadi pada Zenius, yakni sebanyak 800 pegawai dalam 2x pengumuman. PHK ini dilakukan Zenius karena faktor perubahan kondisi makro ekonomi dan perilaku konsumen.

Sementara, Xendit tak hanya melakukan PHK di Indonesia saja, tetapi juga di Filipina. Laporan RevoU mengacu dari data LinkedIn Premium Insights menyebutkan Xendit menerima sebanyak 307 karyawan baru pada tahun lalu. Sementara, Zenius mengambil 521 karyawan baru di periode sama.

Potensi P2P

Beberapa waktu lalu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memperkirakan penyaluran pinjaman di 2023 dapat naik hingga 25%. Menurut Wakil Ketua Klaster Multiguna AFPI Yolanda Sunaryo, pandemi membuka peluang usaha bagi masyarakat, demikian pula pelaku UMKM.

P2P lending memiliki peran besar untuk memperkecil kesenjangan kebutuhan pinjaman. Berdasarkan data AFPI, kebutuhan pinjaman/kredit di Indonesia mencapai Rp2.600 triliun. Sementara, lembaga keuangan konvensional, termasuk perbankan, pegadaian, dan pembiayaan, baru menyalurkan sekitar Rp1.000 triliun. Masih ada gap sebesar 650 triliun yang dapat difasilitasi oleh P2P.

Application Information Will Show Up Here

Pelaku Industri P2P Lending Bicara Peluang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2023

Saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah melambat. Resesi yang terjadi di global diprediksi bakal menghampiri Indonesia pada tahun depan. Apa artinya situasi ini bagi industri P2P lending dan dampaknya bagi pelaku usaha di Tanah Air?

Sesi #SelasaStartup kali ini mengulas cukup dalam mengenai keyakinan pelaku industri P2P lending dan perannya terhadap pertumbuhan ekonomi. Simak selengkapnya, rangkuman dari sudut pandang Yolanda Sunaryo sebagai Wakil Ketua Klaster Multiguna Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sekaligus CEO RupiahCepat dan Betania Jezamin selaku CEO GandengTangan.

Peluang pertumbuhan

AFPI mengaku optimistis Indonesia dapat keluar dari masa resesi pada tahun depan. Menurut Yolanda, mungkin yang akan terjadi di Indonesia bukan resesi, melainkan kontraksi. Apa yang terjadi saat ini sebetulnya sudah pernah dirasakan ketika pandemi awal terjadi di 2020. Saat itu, TKB90 sejumlah P2P naik, karena borrower mengalami kesulitan keuangan.

Namun, situasi saat ini maupun ke depan dapat menjadi momentum bagi pemberi pinjaman atau lender untuk menyalurkan pinjaman. Platform P2P lending memfasilitasi penyaluran pinjaman dengan return hingga 21%. Imbal hasil ini tidak mungkin diberikan oleh lembaga keuangan konvensional. Tinggal bagaimana lender harus selektif dalam memilih sektor sesuai risiko yang dipahami.

Dari sisi peminjam atau borrower, banyak dari mereka sebetulnya belum terlayani lembaga keuangan. P2P dapat menjadi opsi alternatif apabila pengajuan mereka tidak diproses oleh lembaga keuangan, baik untuk kebutuhan mendesak atau modal usaha.

“Kami memprediksi penyaluran pinjaman di 2023 dapat naik hingga 25%. Pandemi tidak menyurutkan masyarakat untuk mencari berbagai peluang yang ada. Demikian juga peluang UMKM semakin tinggi. Kami optimistis pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 5%,” paparnya.

Sementara, Betania (Jezzy) Jezamin menilai faktor perang Ukraina-Rusia memang berdampak besar ke sejumlah negara di dunia, tetapi tidak terlalu signifikan bagi Indonesia. Ia membandingkan resesi global yang terjadi di 2008 kala itu juga serupa.

Salah satunya dikarenakan Indonesia sedang mempersiapkan Pemilu 2009. Di samping itu, Indonesia tidak terlalu bermain pada instrumen sekuritas atau mortgage. Yang menarik, tuturnya, tahun politik akan dimulai di 2023. Mesin-mesin penggerak milik partai politik akan mulai bergerilya.

Jezzi menyebut setiap interaksi politik tersebut akan membutuhkan dukungan logistik. Dengan kata lain, situasi tersebut berpotensi menjadi stimulus ekonomi tidak langsung. Ia meyakini peluang pertumbuhan ekonomi masih besar di tahun depan. “Saya melihat [situasi] di 2023 akan sama seperti 2008 di mana Indonesia tidak terlalu terdampak,” katanya.

Langkah mitigasi

Yolanda menyebutkan sejumlah poin penting terkait upaya mitigasi dalam menekan potensi risiko kredit macet tahun depan. AFPI yang memayungi para pelaku industri terus memantau aktivitas penyaluran pinjaman.

Salah satunya memanfaatkan Fintech Data Center (FDC) atau pusat data nasabah untuk mencegah penyaluran pinjaman secara berlebih. “Apabila ada calon peminjam yang mengajukan lebih dari dua atau tiga, itu akan memengaruhi credit rating,” ucapnya.

Dari aspek bisnis, Yolanda menyarankan pelaku P2P agar lebih selektif dalam memfasilitasi penyaluran pinjaman. Misalnya, P2P di segmen produktif fokus pada sektor usaha yang tidak terdampak dari resesi atau tidak terlalu bergantung pada bahan baku impor.

“Dari sisi penyaluran pendanaan, kami tidak terlalu khawatir selama tingkat mitigasi risiko penyaluran sudah aman. Yang utama itu mengamankan risiko yang akan terjadi. Pertumbuhan akan tetap ada, tetapi melambat. Kami juga mendorong masyarakat agar lebih bijak dalam menentukan mana kebutuhan dan keinginan sebelum meminjam,” tambah Yolanda.

Peran P2P dan kolaborasi

Mengutip data AFPI, Yolanda mengungkap bahwa kebutuhan pinjaman/kredit di Indonesia mencapai Rp2.600 triliun. Sementara, lembaga keuangan konvensional, termasuk perbankan, pegadaian, dan pembiayaan, hanya mampu menyalurkan sekitar Rp1.000 triliun. Artinya, masih ada gap 650 triliun.

Maka itu, ia menilai kehadiran P2P lending punya peran besar dalam membantu memperkecil gap tersebut. “Banyak masyarakat yang pengajuan pinjamannya tidak dapat diproses oleh lembaga keuangan karena mereka tidak memenuhi persyaratan, seperti memiliki rekening bank. Demikian juga dengan hampir 50 juta UMKM yang tidak punya akses ke pinjaman,” ujar Yolanda.

Di sisi lain, Jezzi menyebut bahwa P2P sebagai bagian dari sektor keuangan masih terbilang muda di Indonesia. Sektor ini baru mengalami pertumbuhan di 2016. Namun, P2P telah mengalami ‘ujian’ pertamanya di 2020 ketika pandemi terjadi. Apa yang akan terjadi di tahun ini akan menjadi semacam ujian kedua.

Dari sudut pandang perusahaan, pemain P2P harus berhati-hati mengambil langkah agar dapat bertahan di tengah gejolak ekonomi. Namun di sisi lain, pemain P2P memiliki moral obligation untuk ambil peran dalam pemulihan ekonomi Indonesia.

“Kunci utama adalah kolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait. Pemulihan ekonomi tidak bisa dilakukan sendiri. Bagi GandengTangan, kami fokus bikin Open API sehingga memudahkan siapa pun bermitra dengan kami, bisa langsung terintegrasi dengan cepat dan transparan,” tambahnya.

Sebagaimana mandat OJK menuntut sektor P2P menjadi pelaku industri keuangan yang sehat, Jezzi juga menyebut pentingnya untuk menjadi self-sustaining company. Mentality ini perlu dibangun agar startup dapat fokus menghasilkan pendapatan, dan tak melulu bergantung pada modal investor.

“Kecuali, ada rencana pengembangan inovasi baru, tentu butuh biaya besar. Artinya, fokus menyehatkan perusahaan itu utama karena OJK menuntut pelaku industri menjadi lembaga keuangan yang sehat,” tutupnya.

ALAMI Kantongi Pendanaan Pra-Seri B, Dipimpin East Ventures

Startup platform p2p lending syariah ALAMI Group mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri B yang dipimpin oleh East Ventures, melalui growth fund. Tidak disebutkan nominal yang diterima perusahaan dalam putaran ini. Sejumlah investor dari putaran sebelumnya turut berpartisipasi, di antaranya AC Ventures, Quona Capital, dan FEBE Ventures.

Terdapat investor baru yang masuk, yakni Capria Ventures, VC berbasis Amerika Serikat. Investasi yang mereka kucurkan ini menandai debut perdananya untuk kawasan Asia Pasifik.

ALAMI akan menggunakan dana segar tersebut untuk memperkuat basis bisnisnya dengan memberikan akses layanan pembiayaan dan keuangan yang lebih baik dan mengikuti prinsip-prinsip Islam di Indonesia. Caranya dengan terus menciptakan teknologi keuangan berbasis syariah kelas dunia.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (10/10), Founder dan CEO ALAMI Group Dima Djani menyampaikan putaran pra-seri B ini menjadi validasi dan dukungan yang kuat dari para investor atas dampak positif yang diciptakan ALAMI di Indonesia. Terdapat potensi jangka panjang yang dilakukan ALAMI Group dengan membuka akses perbankan dan pembiayaan syariah, salah satunya melalui Bank Hijra untuk menghubungkan 230 juta umat Muslim dan UMKM di Indonesia.

“Kami akan berkomitmen dengan terus memberikan lebih banyak energi dan sumber daya ke depannya. Besar keyakinan kami akan potensi pasar yang dapat terlayani oleh produk dan layanan produk-produk kami,” kata Dima.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana turut mengatakan, keuangan syariah adalah salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat dalam industri keuangan dan perbankan. “Kami sangat percaya bahwa keahlian dan integritas yang kuat dari Dima dan tim, dibuktikan melalui pertumbuhan positif perusahaan dan target yang terlampaui, akan terus mengembangkan dan memberdayakan industri perbankan di Indonesia, menggerakkan laju inklusi keuangan menuju keberlanjutan,” ucapnnya.

Dima melanjutkan, UMKM Indonesia telah berangsur-angsur pulih dari pandemi, namun nyatanya masih terdapat kebutuhan pembiayaan dan akses pembiayaan bagi UMKM mencapai $108 miliar. P2P lending menawarkan solusi pinjaman keuangan yang cepat dan mudah sebagai solusi baru.

Pertumbuhan bisnis ALAMI

Sejak didirikan pada 2019, ALAMI telah menyalurkan Rp3,5 triliun dengan NPF sebesar 0% dan Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB90) mencapai 100%. ALAMI memiliki lebih dari 111 ribu investor p2p lending yang terlibat pada 10 ribu proyek UMKM, yang berfokus pada pertumbuhan eksponensial bagi UMKM Indonesia.

Kinerja yang ciamik ini diklaim karena didukung oleh rangkaian produk pembiayaan di ALAMI yang mampu menekan laju NPF dan kerja sama dengan BPRS untuk pembiayaan channeling maupun referral.

Kolaborasi antara ALAMI dengan BPRS dapat menjadi peluang bagi BPRS untuk menyalurkan pembiayaan kepada pelaku UMKM ke berbagai sektor dengan metode account receivable (AR) financing, purchase order (PO) Financing, maupun ecosystem financing, tentunya menggunakan akad syariah. Menejkan laju NPF ini adalah salah satu tantangan di BPRS. Berdasarkan data statistik perbankan syariah OJK per Februari 2022, NPF BPRS berada di level 7,27%.

Dari 165 BPRS yang ada di Indonesia, perusahaan sudah bekerja sama dengan 11 BPRS untuk pembiayaan dengan skema channeling dan referral dengan total plafon sebesar Rp108 miliar. Pembiayaan tersebut disalurkan ke berbagai industri, seperti human resources, logistik, healthcare, halal food, dan IT.

ALAMI memiliki beberapa produk pembiayaan, di antaranya Account Receivable (AR) Financing, Account Payable (AP) Financing, dan Ecosystem Financing. Dalam metode AR Financing, pembiayaan ditujukan bagi UMKM yang menyelesaikan proyek/pekerjaan dan telah melakukan penagihan pada pemberi kerja (klien), namun belum dilakukan pembayaran. Melalui produk ini, UMKM tersebut tetap mampu memastikan cash flow dan dapat mengerjakan pekerjaan lainnya tanpa khawatir atas keterlambatan pembayaran.

Sedangkan dalam metode AP Financing, pembiayaan diberikan berdasarkan invoice financing yang diterbitkan oleh supplier kepada penerima pembiayaan. ALAMI juga menyalurkan pembiayaan dengan metode Ecosystem Financing, yaitu pembiayaan berbasis ekosistem kepada anggota dari suatu ekosistem.

Anggota ekosistem merupakan pihak perorangan yang menjalankan aktivitas usaha tertentu untuk kemandirian ekonomi. Proses pengajuan hingga pencairan pembiayaan secara end to end dilakukan melalui platform digital, sehingga proses yang dilalui oleh calon penerima pembiayaan menjadi lebih cepat dan mudah.

Tim ALAMI kini mencapai lebih dari 484 orang yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, juga di luar negeri, seperti Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat yang seluruhnya berkebangsaan Indonesia. Pada awal berdiri tim ALAMI diisi oleh 38 orang.

Startup Fintech Pembiayaan “Danacita” Genjot Ekspansi Lewat Kemitraan dengan Institusi Pendidikan

Platform fintech pembiayaan pendidikan Danacita terus memperluas kerja sama strategis mereka dengan institusi pendidikan formal dan nonformal. Hingga kini tercatat sudah ada sekitar 130 mitra institusi yang sudah bergabung di platformnya.

Kepada DailySocial.id, Direktur Utama Danacita Alfonsus Wibowo mengungkapkan, model bisnis mereka masih sama, yakni berbentuk fintech p2p lending. Tercatat sudah ada universitas besar yang bergabung, seperti Universitas Tarumanagara (UNTAR), President University (PU), Institut Teknologi PLN (IT PLN), dan sejumlah lainnya.

Sementara institusi nonformal seperti tempat kursus hingga coding class yang memastikan lulusan mereka langsung bisa bekerja juga sudah bermitra dengan Danacita. Di antaranya adalah Hactiv8, Binar Academy, CourseNet, Co-Learn, dan Purwadhika.

“Untuk jumlah mitra institusi formal dan nonformal jumlahnya bisa dibilang cukup seimbang. Karena profilnya untuk nonformal siswa memang tidak banyak, namun ticket size cukup besar,” kata Alfonsus.

Konsisten dengan core business

Masih konsisten dengan misi mereka yaitu memberikan kemudahan bagi semua orang untuk mendapatkan biaya pendidikan, Danacita masih enggan untuk menambahkan produk dan layanan baru di platform mereka. Meskipun ada beberapa penawaran dari pihak universitas agar bisa memberikan pembiayaan untuk kebutuhan mahasiswa seperti laptop dan lainnya.

Sebelumnya Dana Cita juga menjadi perusahaan fintech yang secara strategis digandeng oleh Gojek untuk mendukung pembiayaan di ekosistemnya bersama dengan Findaya (pendukung Gopay Paylater) dan Aktivaku.

Pandemi ternyata juga tidak menurunkan minat calon mahasiswa untuk melanjutkan jejang pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut terlihat dari makin meningkatnya jumlah borrower yang mengajukan permohonan pembiayaan. Disinggung siapa saja lender atau pemberi pinjaman yang tergabung dengan Danacita, tercatat saat ini sebagian besar adalah dari kalangan institusi.

“Dengan pilihan pembayaran yang kami tawarkan, konsep tersebut pada umumnya lebih menarik bagi kalangan institusi. Hal tersebut yang membedakan kami dengan platform P2P lainnya,” kata Alfonsus.

Tenor pinjaman yang diberikan Danacita berkisar 6 s/d 24 bulan dengan biaya platform antara 0 s/d 1,75% plus biaya persetujuan 3% dari total dana. Konsep bisnis yang diusung Dana Cita adalah “Study Now, Pay Later”, memungkinkan siswa atau orang tua mengajukan pinjaman pembiayaan belajar di institusi formal. Platform akan membayarkan langsung dana pinjaman ke institusi terkait.

Di Indonesia ada beberapa startup pembiayaan untuk pendidikan. Selain Dana Cita, ada DANAdidik, Pintek, KoinWorks, dan EiduPay.

Lancarkan ekspansi

Danacita sendiri merupakan salah satu dari sedikit perusahaan teknologi finansial yang fokus pada pembiayaan pendidikan di Indonesia, yang juga telah berizin dan diawasi oleh OJK. Saat ini Danacita telah menyalurkan pembiayaan ke lebih dari 14.000 pelajar di Indonesia, dengan total pembiayaan lebih dari Rp140 miliar.

ErudiFi, induk perusahaan Danacita telah mengantongi pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 70,5 miliar Rupiah tahun 2021 lalu. Pasca penerimaan dana segar tersebut, Danacita telah melancarkan strategi mereka, yaitu memperbanyak jumlah kemitraan dengan institusi pendidikan.

Disinggung apakah perusahaan memiliki rencana untuk menggalang dana ke tahapan lanjutan, untuk saat ini mereka belum memiliki rencana penggalangan dana. Namun demikian tidak menutup kemungkinan jika ada investor yang memiliki visi dan misi yang sama dengan perusahaan, penggalangan dana bisa dilakukan.

Selain di Jabodetabek, saat ini Danacita juga sudah melakukan ekspansi ke Yogyakarta dan telah bermitra dengan beberapa kampus di Jawa Tengah. Selain itu mereka juga sudah memperluas kehadiran di Jawa Timur, Bali, hingga Makassar.

“Sejak 2018, Danacita telah dipercaya menjadi bagian dari perjalanan puluhan ribu pelajar dan profesional di Indonesia dalam meraih mimpi masa depan mereka. Kami konsisten terus membangun kolaborasi dengan institusi pendidikan baik itu formal maupun nonformal, dengan mengedepankan pembiayaan terjangkau yang berbasis teknologi,” kata Alfonsus.

Application Information Will Show Up Here

Kredit Macet Meningkat, Alarm Industri Fintech Lending

Kredit macet fintech lending tercatat meningkat, seiring membengkaknya beban operasional sepanjang Juli 2022. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pinjaman macet mencapai Rp785,94 miliar pada Januari 2022. Nilainya menggelembung jadi Rp1,21 triliun per Juli 2022 atau naik 8% dari bulan sebelumnya Rp1,11 triliun.

Pinjaman perseorangan mencatatkan porsi terbesar dalam struktur pinjaman macet tersebut, yakni sebesar Rp1,10 triliun. Kemudian, sisanya pinjaman badan usaha sebesar Rp118 miliar. Jika dirinci, nasabah perempuan mendominasi pinjaman macet, yaitu sebanyak Rp563 miliar. Sedangkan dari usianya, nasabah 19-34 tahun paling banyak tercatat dalam pinjaman macet.

Sementara itu, pinjaman online tidak lancar atau 30-90 hari mencapai Rp3,21 triliun, dan pinjaman lancar atau keterlambatan sampai dengan 30 hari sebesar Rp41,29 triliun.

Selanjutnya, industri ini mencatatkan kenaikan kerugian sebesar Rp114,08 miliar dari Januari 2022 sebesar Rp7,42 miliar. Bila dirinci, beban operasioal mencapai Rp4,69 triliun dan pendapatan operasional hanya Rp4,61 triliun. Adapun beban terbesar dari pos ketenagakerjaan yang naik sembilan kali lipat sebesar Rp1,21 triliun.

Mengutip Koran Tempo, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, pelemahan kinerja fintech lending, seperti kenaikan tingkat pinjaman macet, pada akhirnya akan berdampak pada kinerja perbankan. “Tak hanya itu. Jika kredit macet fintech lending makin tinggi, kemampuan mereka untuk memberikan pembiayaan kepada dunia usaha juga menurun. Kesempatan usaha mendapatkan pinjaman juga berkurang. Pada akhirnya, ini akan merugikan perekonomian,” kata dia.

Secara sederhana, bisnis fintech lending adalah menghubungkan antara pemilik dana sebagai pemberi pinjaman dan pihak yang membutuhkan dana sebagai peminjam. OJK mencatat outstanding penyaluran pinjaman di industri ini mencapai Rp45,72 triliun atau naik 88,84% secara year-on-year.

Sumber dana yang disalurkan ini berasal dari pinjaman dalam negeri, bank menjadi kelompok pemberi pinjaman tertinggi sebesar Rp15,8 triliun. Sisanya, ada perseorangan, badan hukum, dan industri keuangan non-bank.

Ekonom Indef Nailul Huda menyampaikan, kenaikan pinjaman macet sejalan dengan pertumbuhan penyaluran pinjaman fintech lending dalam beberapa waktu terakhir. “Sistem paylater dengan proporsi kredit konsumtif yang cukup besar belum diimbangi dengan seleksi peminjam (borrower) yang berkualitas. Analisis kredit scoring masih harus banyak diperbaiki,” kata Nailul.

Di sisi lain, upaya mengumpulkan pendanaan dari lender juga dibayangi persaingan yang relatif ketat. Menurut dia, pendanaan yang kurang tak jarang harus diatas dengan mengorbankan pendapatan. Kondisi itu tampak dari tren peningkatan beban operasional perusahaan, sehingga kerugian yang ditanggung pun makin besar.

Pembayaran telat

Sementara itu, kondisi di atas tercermin dengan apa yang dialami oleh iGrow saat ini. Tepat setahun sebelumnya, perusahaan juga mengalami kondisi yang serupa, telat mengembalikan dana pinjaman para pemilik dana dalam berbagai proyek. Alhasil, para lender iGrow yang bernasib sama berkumpul dalam grup Telegram, dinamai Investor iGrow. Beberapa menceritakan pengalamannya di media sosial dan surat pembaca untuk meminta kejelasan.

Para lender menghujani kolom review dan rating aplikasi iGrow di Google Play dengan berbagai keluhan. Mayoritas menyebutkan pihak perusahaan yang tidak transparan dalam menjelaskan status proyek yang didanai. Langkah tersebut diambil, salah satunya karena kolom komentar di akun Instagram iGrow telah ditutup.

Mengutip dari DealStreetAsia, manajemen iGrow telah menyampaikan notifikasi soal keterlambatannya tersebut kepada para lender yang terkena dampak. “Kondisi ini telah ditangani oleh tim collection kami, yaitu melakukan upaya penghimpunan dana dari proyek-proyek terkait sesuai dengan standar operasional prosedur dan peraturan OJK. Kami telah menawarkan solusi dan penjelasan untuk beberapa proyek melalui fitur informasi di aplikasi iGrow, sementara proyek lain masih dalam penyelidikan dan verifikasi oleh tim koleksi kami.”

Perusahaan mengatakan proyek pertanian menghadapi berbagai tantangan dan risiko yang dapat mempengaruhi hasil panen. Di antaranya, kehilangan hasil panen karena cuaca yang tidak menentu, bencana alam, hama, dan kenaikan atau penurunan harga di pasar dapat mengganggu arus kas peminjam [petani], dan pada akhirnya, mengganggu pembayaran kepada pemberi pinjaman.

Sebelumnya di ranah agrikultur, ada TaniFund, Tanijoy, Crowde, Angon, dan Vestifarm yang tersandung kasus serupa.

Secara umum, berinvestasi di platform p2p lending memang tidak luput dari risiko, di tengah tingginya imbal hasil yang ditawarkan. Terlebih lagi, menaruh dana untuk sektor agrikultur yang penuh tantangan ini. Bila dilihat dari hulu dan hilir masalah di agrikultur begitu melimpah, tak hanya soal akses permodalan yang sulit. Oleh karenanya, sektor ini banyak dilirik para pemain.

OJK memberikan rasio untuk melihat kesehatan bisnis para pemain fintech lending ini berdasarkan TKB90. TKB90 adalah ukuran pinjaman yang berhasil diselesaikan dalam waktu 90 hari dari tanggal jatuh temponya — kebalikan dari rasio NPL yang lebih umum. Semakin rendah angka TKB90, semakin tinggi tingkat NPL.

Saat TaniFund tersandung pada 9 Mei, tingkat TKB90-nya berada di 93,53%, di bawah rata-rata nasional 97,68%. TKB90 ini wajib dipublikasikan di laman utama situs dan harus diperbarui tiap bulannya. Adapun, TKB90 dari iGrow saat ini adalah 93,71%.

Sementara itu, menurut data OJK, TKB90 industri saat ini sebesar 97,33%. angka ini sedikit lebih baik dari bulan sebelumnya, yakni Juni 2022 sebesar 97,47% atau Mei 2022 sebesar 97,72%.

Amartha Luncurkan “Ascore.ai”, Layanan Skoring Kredit Alternatif untuk Individu dan Institusi

Layanan marketplace microfinance Amartha meluncurkan inisiatif terbarunya Ascore.ai. Memanfaatkan teknologi machine learning, platform tersebut didesain untuk menyediakan solusi pengukuran profil risiko (credit scoring) secara akurat dan holistik. Melalui layanan ini, perusahaan berharap bisa membuka peluang bagi berbagai sektor usaha untuk menjangkau pangsa pasar yang lebih masif.

Ascore.ai dikembangkan sebagai alternatif skoring kredit yang dibangun di atas lebih dari 1 juta database mitra pengusaha ultra mikro Amartha selama tujuh tahun terakhir. Perusahaan telah menggunakan teknologi ini untuk pengukuran risiko dalam menyalurkan pinjaman bagi segmen yang belum terlayani atau underserved.

Model alternatif skoring kredit telah diregulasi OJK melalui beleid Inovasi Keuangan Digital (regulatory sandbox).

Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menyampaikan bahwa pihaknya melihat peluang yang sangat besar untuk mengkatalisis sektor ekonomi informal melalui teknologi. Terdapat sekitar 20 juta UMKM di Indonesia yang masih belum terlayani oleh layanan keuangan formal, karena profiling risikonya sulit diukur.

“Melalui teknologi Ascore.ai, berbagai sektor usaha maupun institusi diharapkan dapat menggunakan layanan ini, dan berpeluang untuk memperluas jangkauan pasarnya ke pangsa pasar yang lebih masif, salah satunya sektor ekonomi informal,” ungkapnya.

Solusi ini diharapkan dapat menghasilkan output berupa nilai risiko, perhitungan bunga pinjaman, pengolahan data, serta keputusan-keputusan yang berpengaruh pada bisnis. Dengan begitu, bisa mendorong lebih banyak bisnis untuk memahami pangsa pasarnya, serta memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih bijak.

Targetkan pangsa pasar institusi dan individu

Solusi Ascore.ai dapat digunakan baik oleh institusi maupun individu. Bagi segmen institusi, tersedia layanan berupa verifikasi risiko, credit underwriting, advance credit analysis, dan pengecekan kredit nasabah. Layanan dapat menjangkau sektor fintech, microfinance/lembaga pembiayaan, perbankan seperti BPR dan BPD, koperasi, agrikultur, hingga marketplace dengan opsi produk paylater dan pinjaman.

Taufan turut mengungkapkan bahwa Amartha telah bekerja sama dengan berbagai stakeholder mulai dari perbankan maupun sektor fintech untuk mendigitalisasi UMKM di Indonesia. Amartha membantu institusi keuangan agar dapat merambah segmen akar rumput, tanpa perlu mengembangkan teknologi credit decisioning solution sendiri.

“Diharapkan, dengan solusi ini, akan semakin banyak institusi yang dapat memperluas jangkauannya ke pangsa pasar masif seperti UMKM. Ini sekaligus dapat membantu peningkatan inklusi keuangan”, lanjut Taufan.

Pada segmen individu, Ascore.ai menyediakan layanan berupa penghitungan profil risiko serta simulator skor kredit. Nantinya, pengguna dapat mengakses situs Ascore.ai untuk mempertimbangkan hasil perhitungan profil risiko untuk mengenali profilnya sebelum memutuskan untuk mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan formal.

“Dengan layanan yang holistik, Ascore.ai diharapkan dapat menjangkau segmen pasar yang lebih masif, tidak terbatas pada institusi saja tetapi juga setiap individu yang membutuhkan layanan keuangan. Amartha optimis, Ascore.ai dapat mendorong inklusi keuangan serta menjadi katalisator bagi UMKM untuk bertransformasi menjadi usaha digital dan bersaing di pasar global”, tutup Taufan.

Masih besarnya ketimpangan kredit masyarakat unbanked dan underbanked, membutuhkan metode penilaian kredit atau credit scoring yang menyesuaikan profil calon nasabah. Selain Ascore.ai, mulai banyak bermunculan aplikasi khusus yang dikembangkan untuk penilaian kredit di Indonesia seperti SkorLife, MyIdScore, dan Fineoz.

Sejak awal berdiri di 2010, Amartha memantapkan komitmennya untuk memberikan akses permodalan, khusus untuk pengusaha perempuan yang selama ini masuk ke dalam golongan unbanked dan underbanked.

Pada bulan Maret lalu, Amartha merayakan kesuksesannya menjangkau satu juta pengusaha mikro perempuan. Selama 12 tahun berdiri, perusahaan telah menyalurkan modal kerja sebesar lebih dari 7,5 triliun rupiah kepada lebih dari satu juta perempuan pengusaha mikro di 35.000 desa di Indonesia. Di samping itu, perusahaan berhasil menjaga kualitas NPL yang stabil di bawah 0,5 persen.

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks Perkenalkan Penilaian Profil Risiko Baru “Grade S”, Sasar Usaha Mikro dan Kecil

Startup fintech lending KoinWorks perkenalkan penilaian profil risiko baru, dinamai Grade S (Grade Spesial) untuk masuk ke pembiayaan usaha mikro dan kecil. Inisiatif ini sekaligus memperkukuh komitmen perusahaan dalam menjangkau lebih banyak pendana dari kalangan UMKM, setelah merilis KoinWorks NEO.

Dalam konferensi pers yang digelar kemarin (01/9), Co-founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono menyampaikan, Grade S ini diperkenalkan untuk menjangkau ekosistem UMKM yang sebelumnya peminjam di perusahaan dan terbukti sukses menjadi bankable dan level usahanya naik dari sebelumnya mikro dan kecil.

Dari ekosistem pendana tersebut, masih banyak usaha mikro dan kecil berikutnya yang unbankable dan bisa didanai untuk pertumbuhan bisnisnya. Selama ini mereka luput dari perhatian perusahaan keuangan konvensional.

“Baru semalam (31/8) kami perkenalkan Grade S, sebelumnya hanya ada Grade A-E. Konsep ini kita perkenalkan untuk para graduates UKM yang sudah step up dan punya ekosistem untuk mulai memberdayakan entrepreneur generasi berikutnya. Graduates ini bukan jadi peminjam lagi tapi jadi mitra penghubung,” ucapnya.

Saat meracik fitur baru dari produk personal KoinP2P ini, sambung Ben, perusahaan menyadari bahwa UMKM ini tipikal punya risiko gagal bayar yang besar. Berlaku pula konsep high risk, high return. Perusahaan mencari cara bagaimana bisa menjadi win-win solution bagi semua pihak. Setelah meriset lebih dalam, ada segmen niche di dalam UMKM dengan risiko tinggi yang dapat direndahkan. Caranya dengan masuk ke ekosistem dari UKM yang terbukti sukses tumbuh setelah dibantu oleh KoinWorks.

Dicontohkan, ada pembiayaan supply chain yang berhasil di danai perusahaan, ternyata memiliki enam ribu motorist di dalamnya. Artinya, usaha tersebut berpotensi memiliki calon pengusaha berikutnya yang bakal sukses karena didukung support system yang baik.

Para motorist tersebut dapat didukung dengan produk pembiayaan yang baik dan pendampingan tanpa pricing yang mahal. Kemudian, dari sisi pemberi pinjaman, mereka juga mendapat asuransi untuk melindungi imbal hasil yang bakal didapat.

Mitigasi seperti ini, memungkinkan KoinWorks untuk menyalurkan pendanaan Grade S kepada para pekerja sektor informal seperti salesman, toko kelontong, dan pedagang grosir untuk membantu mengembangkan usaha dan meningkatkan kesejahteraan sosial mereka.

“Kami tidak hanya mitigasi dari sisi bisnis tapi juga financial protection-nya. Kami ingin breaking the mold, jadi jangan lihat risk dan return saja. Para pemberi pinjaman juga bisa ikut serta, enggak cuma lihat return-nya berapa.”

Pada tahap awal, saat ini perusahaan baru menetapkan Grade S ini untuk kasus tertentu saja (case by case) bagi masing-masing UMKM yang layak didanai. Benedicto memastikan akan terus perluas Grade S ini ke lebih banyak UMKM karena ini berkaitan erat dengan inisiatif impact investing yang sedang digalakkan perusahan.

Disebutkan saat ini KoinWorks telah memiliki tim impact investing yang khusus mengukur dampak yang dihasilkan untuk ekonomi Indonesia, bisa dilihat dari penciptaan tenaga kerja baru, pemberdayaan perempuan, dan sebagainya.

Adapun, kisaran imbal hasil yang dapat diterima pemberi dana apabila turut berpartisipasi dalam pendanaan Grade S mulai dari 8%-10% per tahunnya. “Ini step pertama kami agar bisa berikan akses yang breaking the mold di industri finansial. Kami mau perluas impact investing, sebab pendana yang bergabung itu misinya adalah safety dan return. Tapi kami mau perlihat impact yang lebih nyata.”

Enam tahun KoinWorks

Sejak enam tahun berdiri, KoinWorks mengklaim telah memiliki lebih dari 2 juta pengguna, terdiri dari 1,5 juta pendana dan 500 ribu UMKM terdaftar. Perusahaan menyediakan delapan produk keuangan inovatif yang memberikan layanan manajemen UMKM, pengembangan finansial pribadi, pinjaman pendidikan, dan produk salary advance.

Hingga saat ini, KoinWorks telah mendistribusikan pembiayaan dengan total Rp13 triliun kepada UMKM di seluruh Indonesia. Dengan dana tersebut, UMKM telah berhasil mengembangkan usahanya dengan pendapatan rata-rata per bulan sebesar Rp70 juta.

“Kami berharap semakin banyak UMKM yang terdorong untuk mengambil langkah dalam mencapai potensi terbaik mereka melalui KoinWorks sebagai financial partner. Ini juga merupakan bukti lebih lanjut bagi para lenders bahwa impact investing dengan KoinWorks berdampak positif, tidak hanya untuk keuntungan mereka tetapi juga berdampak pada perekonomian Indonesia,” kata Ben.

KoinWorks juga merayakan keberhasilannya dengan menjaring talenta yang kompeten di berbagai bidang untuk bergabung. Sebanyak 950 karyawan KoinWorks saat ini tersebar di Indonesia dan beberapa negara Asia, antara lain Singapura, Vietnam, dan India. Dengan sumber daya yang kuat, KoinWorks optimis dapat terus memberikan dampak, tidak hanya bagi penggunanya tetapi juga bagi seluruh UMKM di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Induk Perusahaan Fintech “UangMe” Umumkan Pendanaan 327 Miliar Rupiah

SuperAtom, startup fintech binaan Cheetah Mobile, mengumumkan perolehan pendanaan seri C sebesar 22 juta (sekitar 327 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh perusahaan investasi asal Malaysia, Nue 3 Capital. Pendanaan tersebut melambungkan valuasi SuperAtom menjadi $370 juta.

SuperAtom akan memanfaatkan raihan dana tersebut untuk memperluas produk-produk perbankan digital dan kredit SuperAtom secara global, mulai dari Meksiko dan Amerika Latin. Di Indonesia, SuperAtom memiliki produk fintech lending bernama UangMe yang sudah resmi beroperasi sejak 2018 di bawah lisensi OJK.

Dalam keterangan resmi, Founder dan CEO SuperAtom Scarlett Xiao menyampaikan pihaknya akan membuat lebih banyak produk, mereplikasi model UangMe di pasar negara berkembang lainnya seperti Meksiko. Oleh karena itu, dalam beberapa bulan ke depan perusahaan akan membangun operasional lokal di negara-negara, seperti Meksiko dan Amerika Latin, dengan merekrut talenta-talenta lokal, mengajukan izin keuangan, dan fokus pada pengembangan produk kami.

“Kami bersyukur memiliki investor-investor yang luar biasa dan sejalan dengan misi kami untuk membuat layanan keuangan lebih inklusif dan dapat diakses oleh banyak orang,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (1/8).

CEO Nue 3 Capital Felix Tang turut menambahkan, meskipun inovasi terus berlanjut di sektor perbankan, masih banyak konsumen global yang aksesnya masih terbatas terhadap layanan keuangan. Dengan rekam jejak tim yang terbukti di Indonesia, mereka meyakini model SuperAtom dapat ditingkatkan secara global dan membantu memberdayakan konsumen yang tidak memiliki rekening bank.

“Kami senang dapat mendukung perjalanan SuperAtom berekspansi ke pasar baru dan memulai fase pertumbuhan berikutnya.”

SuperAtom didirikan pada 2018 berkat inspirasi Xiao terhadap kesuksesan Alipay. Perusahaan ini ingin memberikan produk finansial yang lebih luas dan memfasilitasi inklusi keuangan di pasar negara berkembang seperti Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang sebagian besar penduduknya kurang terlayani oleh lembaga keuangan.

Menurut laporan Bain & Company, lebih dari enam dari 10 orang di Asia Tenggara tidak memiliki rekening bank (underbanked) atau memiliki akses kredit yang terbatas, serta sebagian besar populasi yang masih asing dengan aset manajemen. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Bank Dunia, terdapat sekitar 95 juta orang dewasa yang belum memiliki akses ke layanan keuangan.

Layanan UangMe

Melalui UangMe, SuperAtom menyediakan akses pembiayaan kepada pengguna lokal. Selain fitur pinjaman tunai, telah tersedia fitur BNPL sejak tahun lalu yang memungkinkan konsumen untuk memperoleh barang/jasa terlebih dulu dan membayarnya pada waktu yang telah disepakati. Diklaim saat ini UangMe telah menarik jutaan pengguna dan menyalurkan pinjaman hingga ratusan kali sejak awal diluncurkan.

Mengutip dari situs perusahaan, secara akumulasi UangMe telah melayani satu juta peminjam (individu dan institusi) dengan menyalurkan pinjaman sebesar Rp10,1 triliun. Perusahaan disebutkan berhasil menjaga TKB 90 di angka 100%. Produk utama UangMe adalah pinjaman konsumer dengan limit maksimal Rp20 juta dengan pembayaran dalam 30 hari atau cicilan antara 3-6 bulan.

Presiden Direktur Uangme Vincent Jaya Saputra turut menambahkan, dukungan dana segar yang diterima dapat mengakselerasi pertumbuhan inklusi keuangan bagi masyarakat yang tidak terpapar akses perbankan, serta membangun ekosistem yang lebih baik lagi.

“UangMe Fintek Indonesia juga sangat senang dan berterima kasih karena SuperAtom telah memilih Indonesia sebagai pusat pengembangan fintech Asia Tenggara dan tentunya kami akan memaksimalkan upaya dalam menjadikan UangMe sebagai fintech terpilih bagi masyarakat yang kesulitan dalam akses perbankan,” ujarnya.

Pada bulan lalu, perusahaan mengumumkan kemitraan dengan McDonald Indonesia. Sebanyak 197 gerai McDonald kini dapat menerima fitur pembayaran BNPL UangMe sebagai metode pembayaran. Ke depannya, disebutkan SuperAtom akan mengenalkan lebih banyak produk baru lainnya, termasuk produk wealthtech.

Sebelum mengumumkan pendanaan teranyar ini, SuperAtom terakhir kali mengumumkan pendanaan sebesar $24 juta yang dipimpin Gobi Partners melalui Meranti ASEAN Growth Fund dan sebuah konsorsium investor pada September 2019.

Kompetisi pasar

Di Indonesia, UangMe berkompetisi langsung dengan sejumlah kompetitor. Untuk fintech lending yang sifatnya cashloan, jumlahnya ada puluhan. Pun demikian untuk layanan paylater yang jumlah pemainnya ada belasan. Sementara untuk fintech yang memiliki dua lini sekaligus (lending dan paylater) juga ada beberapa, salah satu yang terbesar adalah Kredivo.

Menurut data yang dihimpun Statista, layanan pinjaman alternatif di Indonesia, khususnya berbasis teknologi, nilai transaksinya akan mencapai $46,61 juta pada 2022. Capaian ini juga diproyeksi akan bertumbuh dengan CAGR 5,38% sampai 2027 mendatang, dengan prakiraan nilai akan mencapai $60,56 juta.

Application Information Will Show Up Here

Investree Akuisisi Hampir 19% Saham Amar Bank

Investree Singapore Pte Ltd (Investree Group) mengumumkan akuisisi saham minoritas di Amar Bank sebesar 18,84%, bagian dari Tolaram Group, pasca penandatanganan perjanjian transaksi. Langkah strategis tersebut dipercaya dapat mempercepat inklusi keuangan di Indonesia.

Ke depannya, kedua belah pihak akan melakukan sinergi bisnis untuk menyediakan ragam produk pembiayaan dan menawarkan solusi bisnis digital untuk meningkatkan operasi UMKM secara nasional. Selaras dengan ambisi Investree Group, yang beroperasi di Indonesia di bawah PT Investree Radhika Jaya (Investree), berkomitmen untuk memperluas akses layanan keuangan bagi UMKM melalui solusi perbankan digital.

Pasalnya, ada sekitar 92 juta dan 47 juta orang dewasa yang tidak memiliki rekening bank dan tidak memiliki rekening bank di Indonesia masing-masing, dan segmen UMKM yang tidak memiliki rekening bank serta berkembang pesat menyumbang sekitar 60% dari PDB.

Direktur Investree Group, Co-founder dan CEO Investree Adrian Gunadi menuturkan bahwa inisiatif tersebut dalam rangka menciptakan kolaborasi yang kohesif antara fintech dan bank serta melakukan inovasi produk untuk menyediakan layanan pembiayaan digital dan solusi bisnis yang lebih terintegrasi, sebagai perluasan jangkauan kepada calon debitur/UMKM di kota-kota yang masuk dalam jaringan Amar Bank.

“Selain itu, akuisisi akan semakin meningkatkan ekosistem yang kuat yang telah memungkinkan peningkatan potensi strategis Investree untuk memberdayakan UMKM di seluruh negeri. Komitmen ini sejalan dengan salah satu agenda prioritas Presidensi G20 Indonesia, yaitu mendorong inklusi keuangan khususnya bagi komunitas UMKM yang selama ini belum terlayani dengan baik oleh perbankan,” kata Adrian dalam keterangan resmi, Selasa (10/5).

Managing Director, Fintech & Infrastructure Tolaram Navin Nahata menambahkan, kehadiran Investree, sejalan dengan upaya perusahaan untuk membangun Amar Bank menjadi bank digital terkemuka yang berfokus pada konsumen dan UMKM.

Dia memercayai pengetahuan mendalam Investree tentang ruang pembiayaan UMKM lokal memungkinkan Amar Bank mempercepat inovasi diversifikasi produk untuk menangani segmen ekonomi Indonesia yang penting namun secara historis kurang terlayani. “Kami menantikan kemitraan yang sukses dan berjangka panjang dengan Investree,” ujarnya.

Presiden Direktur Amar Bank Vishal Tulsian turut memberikan pernyataannya, “Transaksi ini merupakan langkah maju yang signifikan bagi Amar Bank. Keterlibatan dan keahlian Investree akan memungkinkan kami untuk memperkenalkan penawaran produk baru dan lebih baik untuk UMKM di Indonesia, di samping produk pinjaman digital unggulan kami, Tunaiku dan bank khusus seluler, Senyumku. Bersama-sama, kami akan menghadirkan Digital Banking with an Impact.”

Kinerja Amar Bank

Berdasarkan paparan kinerja Amar Bank, bank meraih laba bersih sepanjang tahun lalu sebesar Rp4,1 miliar dan kenaikan total aset sebesar Rp5,2 triliun yang tumbuh 28,2% (yoy). Dari sisi pinjaman, tumbuh 40,1% secara tahunan atau sebesar Rp2,4 triliun. Mayoritas pinjaman datang dari platform pinjaman Tunaiku yang menyalurkan Rp2 triliun atau naik 63%.

Masuknya Investree, juga merupakan upaya Amar Bank untuk memenuhi ketentuan inti minimum sebesar Rp3 triliun di penghujung 2022, berdasarkan POJK Nomor 12 Tahun 2020 tentang konsolidasi bank umum. Bank telah menyelesaikan Rights Issue I pada 1 Maret 2022, dan tetap optimis bisa memenuhi ketentuan hingga akhir tahun ini.

Hal yang sama juga dilakukan oleh bank kecil lainnya. Sebelumnya, ada Xendit yang mengakuisisi saham Bank Sahabat Sampoerna, induk Kredivo yang resmi menguasai 75% saham Bank Bisnis Internasional, Grab dan Singtel sebagai investor strategis Bank Fama, Modalku dan Carro berinvestasi di Bank Index, dan Ajaib Group genggam 40% saham Bank Bumi Artha. Selebihnya masih sekadar rumor, tinggal tunggu kabar peresmiannya, seperti Amartha yang dikabarkan akan akuisisi Bank Victoria Syariah.

Application Information Will Show Up Here

Modalku Lanjutkan Ekspansi Regional ke Vietnam

Grup Modalku meresmikan ekspansi bisnisnya di Vietnam. Langkah ini menandai ekspansi kelima Grup Modalku di Asia Tenggara setelah Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand, untuk mengakomodasi pelaku UMKM yang memiliki keterbatasan akses permodalan.

Adapun, Grup Modalku sudah beroperasi di Vietnam sejak Desember 2021. Hingga saat ini, perusahaan telah mencairkan pinjaman lebih dari $20 juta, dan jumlahnya akan ditingkatkan menjadi $90 juta pada tahun ini.

Dengan ekspansi ini, Grup Modalku akan melayani UMKM di berbagai sektor, seperti pendidikan, ritel, teknologi, dan FMCG, dengan menawarkan produk pembiayaan perdagangan, pembiayaan inventaris, pembiayaan piutang dan utang di Ho Chi Minh, Hanoi, dan sekitarnya.

“Ini menjadi momentum yang tepat untuk membangun tim yang solid dan mengamankan pendanaan mengingat situasi pandemi mulai menurun di global. Kami yakin Vietnam akan menjadi salah satu pasar terbesar kami dengan melihat potensinya,” ucap Co-Founder & CEO Modalku Reynold Wijaya dalam keterangan resminya.

Sejak pandemi Covid-19, akses terhadap permodalan menghambat pertumbuhan UMKM di Vietnam. Berdasarkan data Kementerian Perencanaan dan Investasi Vietnam, UMKM mengambil porsi sebanyak 98% dari total bisnis di 2020. Namun, hanya 54% UMKM terdaftar yang aktif beroperasi di 2019. Padahal, UMKM telah memberikan lapangan pekerjaan terhadap 5,6 juta orang dan menyumbang lebih dari $241 miliar atau 40% dari PDB di Vietnam.

Menurut Country Director Funding Societies Vietnam Ryan Galloway, UMKM di Vietnam tidak punya akses ke badan usaha permodalan yang setara layaknya di kawasan Asia Tenggara lain. Kendati begitu, pelaku usaha di Vietnam memiliki daya saing kuat dengan sumber daya terbatas.

“Kami bersemangat untuk mendukung sektor UMKM yang sedang berkembang di sini sehingga kami dapat melayani kebutuhan jutaan UMKM di seluruh Asia Tenggara,” tambah Galloway.

Adaptasi pasar

Mengawali 2022, raksasa teknologi Vietnam, VNG Corporation menyuntik $22,5 juta di Grup Modalku sebagai bagian dari pendanaan seri C+ sebesar $144 juta dan fasilitas dana pinjaman $150 juta. Selain VNG, putaran pendanaan ini turut melibatkan investor lain, termasuk SoftBank Vision Fund 2, Rapyd Ventures, EDBI, Indies Capital, Ascend Vietnam Ventures, dan K3 Ventures.

Menurut Reynold, keterlibatan investasi VNG akan memampukan Grup Modalku untuk beradaptasi di pasar lokal sehingga dapat menciptakan solusi sesuai kebutuhan bisnis di Vietnam.

Lebih lanjut, menyusul kesuksesan Grup Modalku di negara lain, Galloway menyebut akan mempersingkat waktu penyelesaian proses pinjaman dengan melakukan otomatisasi pada proses operasional dan penilaian (underwriting) bagi para pelaku UMKM di Vietnam.

Selain itu, Grup Modalku juga berencana menghadirkan pendanaan digital secara nasional dengan mata uang lokal di pertengahan tahun ini. Grup Modalku juga membuka peluang kolaborasi dengan berbagai platform teknologi dan perbankan demi mendukung misi jangka menengah dan panjang menjadi neobank.

Sebagai informasi, baru-baru ini Grup Modalku bersama platform jual-beli otomotif Carro mengumumkan investasi saham bersama (co-investment) di PT Bank Index Selindo (Bank Index). Tidak disebutkan nilai investasi bersama ini.

Grup Modalku, atau dikenal sebagai Funding Societies, mengklaim sebagai satu-satunya platform pendanaan UMKM berbasis digital yang punya lisensi dan terdaftar di lima negara di Asia Tenggara. Di tahun ketujuh beroperasi, Grup Modalku telah menyalurkan pendanaan lebih dari Rp33,27 triliun ke lebih 5 juta pinjaman.

Modalku berupaya untuk mengatasi kesenjangan keuangan bagi pelaku UMKM di Asia Tenggara. Produk yang ditawarkan antara lain fasilitas pinjaman berjangka hingga berbagai opsi pembiayaan berbasis perdagangan, seperti invoice financing.

Application Information Will Show Up Here