500 Global Tutup Dana Kelolaan Tahap Awal untuk Startup Asia Tenggara Rp2,1 Triliun

500 Global mengumumkan penutupan dana kelolaan tahap awal ketiga 500 SEA III untuk kawasan Asia Tenggara dengan nilai sebesar $143 juta (sekitar Rp2,1 triliun). Dana kelolaan ini ditargetkan untuk mendukung founder startup Asia Tenggara dari tahap pra-awal hingga pra-IPO.

500 SEA III adalah dana kelolaan putaran ketiga yang berfokus pada investasi tahap awal di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. 500 SEA III menargetkan investasi ke sebanyak 100 startup pra-awal hingga seri A dengan kisaran awal $250 ribu-$500 ribu.

Dana kelolaan tahap awal hingga lanjutan ini melibatkan berbagai LP, yakni sovereign wealth fund, dana pensiun publik dan swasta–termasuk Khazanah Nasional Berhad, Kumpulan Wang Persaraan (KWAP), dan Employees Provident Fund (EPF)–hingga dana abadi universitas, kantor keluarga dari firma investasi global terkemuka, dan perusahaan bernilai lebih dari $1 miliar yang merupakan portofolio dana tahap awal pertama 500 Global di Asia Tenggara.

“Dengan portofolio global lebih dari 2.800 perusahaan di lebih dari 80 negara, kami yakin founder di Asia Tenggara akan mendapatkan manfaat dari salah satu dari keahlian mendalam kami di pasar. Kami yakin akses terhadap wawasan, koneksi, dan modal dapat membantu generasi founder selanjutnya di Asia Tenggara berikutnya untuk membangun raksasa teknologi global,” ujar Founding Partner dan CEO 500 Global Christine Tsai dalam keterangan resmi.

Lebih lanjut, dana ini akan difokuskan pada investasi di sektor bisnis dan teknologi berbasis AI dengan tujuan mengakselerasi digitalisasi di pedesaan, kota, produktivitas manusia, layanan kesehatan, ketahanan pangan, hingga inklusi keuangan.

“Kami yakin raksasa teknologi berikutnya tengah dibangun saat ini. Setelah berinvestasi di Asia Tenggara selama lebih dari satu dekade, kami belajar satu atau dua hal dalam mendukung para founder dan perusahaan untuk maju 10 tahun ke depan dan menghasilkan imbal hasil yang sangat kompetitif bagi investor institusi dan perusahaan portofolio kami.” Tutup Managing Partner 500 Global Khailee Ng.

Memperkuat kawasan Asia Tenggara

500 Global tercatat telah berinvestasi ke lebih dari 340 startup di Asia Tenggara selama satu dekade terakhir, termasuk Grab dan Bukalapak. Dalam beberapa tahun terakhir, 500 Global telah mengguyurkan investasi ke kawasan ini sebesar $5 juta-$20 juta untuk pendanaan seri C dan D, seperti Carsome (2021) dan eFishery (2023).

Untuk memperkuat cakupan investasi dan pertumbuhannya, 500 Global baru-baru ini menunjuk sejumlah mitra di Asia Tenggara, yakni Saemin Ahn, Shahril Ibrahim, dan Martin Cu. Ketiganya diketahui tengah memimpin pemerataan pertumbuhan 500 Global dan membina portofolio startup di seluruh wilayah.

Pada April 2023, 500 SEA III menggaet PT Bukalapak.com Tbk sebagai salah satu LP di Indonesia. Melalui kesepakatan ini, Bukalapak mengalokasikan dana sebesar $7,5 juta (sekitar Rp110 miliar) untuk berinvestasi ke startup tahap pra-awal hingga tahap awal (early stage) dengan memiliki ekuitas dan/atau sekuritas yang berorientasi ekuitas dari perusahaan swasta yang beroperasi secara langsung atau tidak langsung di Asia Tenggara.

Merah Putih Fund Siap Diinvestasikan ke Startup Soonicorn

Dana kelolaan patungan BUMN, Merah Putih Fund (MPF) akan segera dikucurkan ke startup soonicorn di Indonesia dengan komitmen investasi tahap pertama sebesar $300 juta (sekitar Rp4,5 triliun).

Hampir dua tahun direncanakan sejak 2021, MPF kini diresmikan lewat Penandatanganan Perjanjian Partisipasi pada Senin (04/9). MPF merupakan inisiatif pemerintah untuk mengakselerasi startup-startup Indonesia yang mendekati status unicorn atau soonicorn.

Pendirian MPF disebut memakan waktu lama untuk memastikan dana kelolaan tersebut telah memiliki tata kelola dan mengantongi restu dari OJK. Pihaknya menyebut telah menyusun tata kelola bersama dengan pihak independen untuk proses investasi dan pengelolaan MPF memenuhi persyaratan Good Corporate Governance.

Dana tahap pertama MPF dihimpun dari lima BUMN yang akan dikelola oleh lima Corporate Venture Capital (CVC), antara lain Mandiri Capital Indonesia (MCI), MDI Ventures, BNI Ventures, BRI Ventures, dan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). Pada penandatanganan ini, MCI telah disepakati menjadi Fund Manager, sedangkan Bank Danamon ditunjuk sebagai bank kustodian.

“Selama ini [BUMN] investasi jalan-jalan sendiri. Sekarang ada inisiatif untuk menghimpun dan mengelola bersama. Namun, butuh dana lebih besar untuk investasi ke calon unicorn. MPF akan mengincar growth dan late stage dengan harapan bisa melahirkan unicorn baru,” ujar Ketua Project Management Office (PMO) Eddi Danusaputro saat dijumpai di Penandatanganan Perjanjian MPF 2023 di Jakarta.

Turut diperkenalkan juga anggota Komite Investasi dari perwakilan masing-masing CVC antara lain Eddi Danusaputro (BNI Ventures), Donald Wihardja (MDI Ventures), Nicko Widjaja (BRI Ventures), Dennis Pratistha (MCI), dan Mohamad Ramzy (Telkomsel Mitra Inovasi). Kemudian dua Anggota Independen, yakni Rizal Gozali (eks Credit Suisse) dan Dyota Marsudi (CEO Bank Aladin).

Adapun, startup yang diincar berasal dari sektor agnostik dengan pre-money valuation antara $50 juta-$300 juta. Kriteria lainnya, founder harus asli orang Indonesia dengan perusahaan berkedudukan di Indonesia. MPF tidak akan berinvestasi ke sektor tahap awal karena startup yang diinvestasi harus memiliki rencana exit di Indonesia.

MPF akan memanfaatkan ekosistem BUMN dengan nilai aset BUMN lebih dari $600 miliar di 12 klaster. Ekosistem ini termasuk sektor keuangan, kesehatan, telekomunikasi & media, infrastruktur, dan logistik,

Tawarkan ke LP swasta

Eddi melanjutkan, penggalangan dana MPF nantinya tidak hanya bersumber dari lima CVC saja, tetapi juga akan ditawarkan ke BUMN lain dan pihak swasta. Pihaknya menilai minat investasi dari pihak swasta maupun asing didorong oleh upaya mereka membangun kompetensi digital perusahaan.

“Rencananya, penggalangan dana kedua ditawarkan ke BUMN lainnya dan penggalangan dana ketiga ditawarkan ke pihak swasta,” tutur Eddi.

Selain itu, lanjut Eddi, pihaknya juga akan menempatkan sekitar 10% BUMN di startup untuk mengawal mereka menuju cash flow dan exit. Hal ini dilakukan mengingat industri teknologi tengah merosot dalam beberapa tahun terakhir. Alhasil, investor kian selektif dan startup dituntut untuk memiliki jalur profitabilitas yang jelas.

Namun, pihaknya belum dapat mengungkap kapan investasi pertama akan dikucurkan termasuk target startup yang diincar. “Target [ticket size] sekitar $20 juta hingga $25 juta untuk 1 atau 2 perusahaan. Tentu kami lihat pasarnya karena cukup banyak yang akan diinvestasikan dengan dana $300 juta ini,” tambah CEO MDI Ventures Donald Wihardja dalam kesempatan sama.

Sementara itu, CEO BRI Ventures Nicko Widjaja menambahkan, “target return harus ambil benchmark dari [investasi] di luar, yakni sekitar 14%-16%. Perlu ada best practice untuk tahu indikator kinerja per portofolio. Kami juga akan melihat potensi sinergi dengan BUMN. Sebetulnya sinergi ini sudah terjalin, tetapi MPF akan dorong untuk scale up sinergi yang sudah terealisasi. Kami akan lihat bagaimana BUMN lain mencari apa yang ditawarkan startup.”

CEO Pertamina NRE Dannif Danusaputro Paparkan tentang Energy Fund

Energy Fund, dana kelolaan bentukan PT Pertamina (Persero) melalui Subholding Power & New Renewable Energy (NRE), siap diinvestasikan ke startup tahap lanjut pada 2024. Perusahaan kini tengah mematangkan pendirian dana kelolaan tersebuttermasuk komitmen nilai investasinya.

Sekadar informasi, Energy Fund adalah satu dari tiga dana kelolaan yang telah diluncurkan oleh Kementerian BUMN pada September 2022, dan disepakati melalui penandatanganan Head of Agreement (HoA). Energy Fund nantinya akan dikelola oleh MDI Ventures.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id, CEO Pertamina NRE Dannif Danusaputro mengungkap Energy Fund sedang dalam tahap pendirian untuk memastikan proses administrasi dan tata kelolanya sesuai. Ia juga memastikan Pertamina belum melakukan investasi apapun ke startup hingga saat ini.

“Kami menunggu proses fund establishment selesai dengan komitmen dan tesis investasi yang direncanakan. Pertamina NRE mengestimasi deployment [Energy Fund] terealisasi pada 2024. Pada saat initial closing, Pertamina NRE masih bertindak sebagai Limited Partner (LP) utama. Namun, kami juga membuka akses terhadap LP lain untuk berinvestasi melalui Energy Fund ini,” tutur Dannif.

Pihaknya belum dapat mengungkap nilai investasi yang disiapkan dan perkiraan ticket size. Namun, Energy Fund membidik startup tahap pertumbuhan (growth stage) dan lanjutan (later stage). Ini menunjukkan bahwa Pertamina NRE mengutamakan startup yang telah memiliki sumber pendapatan, dan tidak mengincar startup dengan ide/produk yang masih diinkubasi.

Pertamina NRE diketahui kini tengah mengeksplorasi dan memproduksi sumber energi terbarukan (EBT) dengan cakupan usaha meliputi wilayah kerja geothermal, pembangkit listrik panas bumi, pembangkit listrik tenaga gas, dan pengembangan EBT.

Dannif menambahkan, terlepas dari situasi bubble yang menghantam industri teknologi sejak beberapa tahun terakhir, saat ini justru menjadi momentum yang tepat bagi perusahaan untuk melirik kembali ekosistem startup. Ia meyakini masih ada pertumbuhan di sektor teknologi.

“Upaya transisi energi tidak dapat dilakukan pemerintah dan korporasi saja, ekosistem juga dibutuhkan. Kami percaya investasi di perusahaan rintisan teknologi dan inovasi di sektor EBT akan mendukung pembentukan ekosistemnya dan mempercepat mempercepat transisi energi di Indonesia,” tambahnya.

Solusi rendah karbon hingga panel surya

Ada tiga kriteria utama yang diincar Pertamina NRE—juga diselaraskan dengan pilar bisnisnya—antara lain solusi rendah karbon, energi terbarukan, dan bisnis baru (new and future business). Prioritasnya, startup di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara dengan pengembangan ke pasar Asia, Eropa, Amerika Serikat, dan Australia.

Terkait inovasi, Energy Fund akan diinvestasikan ke startup yang menggarap solusi/produk yang berkaitan dengan ekosistem kendaraan listrik (EV) dan baterai, teknologi clean hydrogen, konservasi energi, panel surya, waste dan EBT, hingga energy audit platform.

Sebetulnya, ungkap Dannif, saat ini Pertamina tengah mengembangkan produk baru untuk mengebut transisi energi. Beberapa di antaranya adalah perdagangan karbon kredit, hidrogen bersih, serta ekosistem baterai dan EV. Sementara, bisnis berbasis EBT yang sudah beroperasi saat ini adalah energi panas bumi (Pertamina Geothermal Energy) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

Lewat dana kelolaan ini, pihaknya berharap dapat bersinergi dengan pelaku startup cleantech agar dapat mencapai efisiensi biaya operasi (cost efficiency), sumber pendapatan baru, hingga kolaborasi go-to-market. Sinergi ini dapat melengkapi kapabilitas masing-masing, baik pasar baru di lingkungan Pertamina maupun ekosistem BUMN.

“Perkembangan inovasi dan ekosistem EBT di Indonesia bisa dibilang cukup pesat meski startup yang berkecimpung di bidang masih di fase inkubasi dan tahap awal. Maka itu, sinergi dengan startup cleantech diperlukan untuk mengakses ke teknologi dan inovasi mereka,” ungkapnya.

Potensi energi terbarukan (EBT) di Indonesia tercatat mencapai lebih dari 3.000 GW. Dalam rangka transisi energi, Indonesia memerlukan teknologi dan inovasi baru untuk mengembangkan dan mendayagunakan potensi tersebut.

Kendati begitu, upaya transisi energi terhambat oleh sejumlah faktor, di antaranya akses ke pembiayaan yang kompetitif dan teknologi, pendanaan untuk pengembangan tahap awal, serta kapabilitas sumber daya manusia.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, bauran EBT baru mencapai 14,11% pada 2022, naik sedikit dari tingkat bauran di tahun sebelumnya yang sekitar 13,65%. Mayoritas bauran energi primer pembangkit listrik masih berasal dari batu bara dengan persentase 67,21%.

Ekosistem cleantech

Isu lingkungan, kebutuhan terhadap praktik bisnis berkelanjutan, dan permintaan pasar ikut mendorong kebangkitan ekosistem startup teknologi bersih (cleantech) di Indonesia yang ingin terlibat dalam upaya transisi energi, pengelolaan sampah, hingga dekarbonisasi.

Berdasarkan laporan teranyar New Energy Nexus Indonesia berjudul “Clean energy technology startups in Indonesia: How the government can help the ecosystem”, terdapat sekitar 300 startup cleantech di Tanah Air. Dari survei terhadap 50 startup cleantech Indonesia, laporan ingin merangkum sejumlah kendala terkait pengembangan produk dan bisnis di sektor tersebut.

Kendala finansial menjadi salah satu batu sandungan besar yang cukup disoroti. Laporan ini menyebutkan kendaraan investasi milik negara, baik Corporate Venture Capital (CVC) maupun dana kelolaan, masih fokus berinvestasi di sektor besar, seperti fintech, e-commerce, dan logistik.

Dalam temuannya, tiga CVC besar yang beroperasi saat ini, yakni MDI Ventures, MCI Ventures, dan BRI Ventures, belum memiliki rekam jejak portofolio di sektor cleantech. Selain itu, dana kelolaan khusus di sektor energi yang akan diluncurkan juga dinilai belum memiliki komitmen investasi dan implementasi yang jelas.

Sumber: New Energy Nexus Indonesia

Laporan ini merekomendasikan agar pemangku kepentingan terkait dapat menjembatani fasilitas pinjaman bank lewat skema venture debut atau pinjaman lunak untuk startup cleantech tahap lanjutan (later stage). Dukungan finansial dari pemerintah daerah juga diperlukan.

Korea Investment Partners dan Golden Equator Ventures Beri Pendanaan ke Baskit [UPDATED]

*Update 15.01: Kami menambahkan informasi terkait keterlibatan Golden Equator Ventures dalam pendanaan ini, sekaligus konfirmasi dari founder Baskit terkait pendanaan baru.

Korea Investment Partners (KIP) dan Golden Equator Ventures berpartisipasi dalam putaran pendanaan awal Baskit. Sebelumnya startup yang fokus mendigitalkan rantai pasok tersebut telah menutup pendanaan awal senilai $3,3 juta dari Betatron Venture Group, Forge Ventures, Investible, 1982 Ventures, DS/X Ventures, Orvel Ventures, Michael Sampoerna, serta beberapa angel investor.

Kabar ini pertama kali dimuat DealStreetAsia dan telah dikonfirmasi oleh salah satu pihak terkait.

“Saya mengenal Shane Ang dan Jonghyun Kim (Synclare) tahun lalu, saat kami baru memulai. Kami bertemu berkali-kali, membahas kemungkinan, berbagi pembelajaran, dan membangun ikatan yang kuat. Sungguh menghangatkan hati melihat bagaimana benih yang ditanam sebelumnya berkembang menjadi peluang dan hubungan yang luar biasa,” tutur Co-Founder & CEO Baskit Yann Schuermans dalam unggahan LinkedIn.

KIP sebelumnya telah berinvestasi ke beberapa startup Indonesia, di antaranya CekAja, Halodoc, dan Qraved. Sumber kami juga menyebutkan, KIP akan segera menyiapkan dana kelolaan (fund) khusus untuk berinvestasi ke startup Asia Tenggara.

Selain di Korea, sejauh ini KIP juga fokus berinvestasi ke startup di Eropa, Amerika Serikat, Israel, dan Asia Tenggara. Adapun lanskap bisnis yang menjadi perhatian adalah consumer tech, fintech, online media, healthtech, SaaS, dan industrial tech.

Baskit dinakhodai oleh tiga co-founder, yakni Yann Schuerman, Yoonjung Yi, dan Yasser Arafat. Mereka telah memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam menangani industri consumer retail dan distribution. Fokus utama Baskit adalah membuat sistem rantai pasok yang telah dibangun oleh pelaku industri selama berpuluh-puluh tahun menjadi lebih efisien dan efektif lewat digitalisasi.

Sejumlah fitur disajikan oleh Baskit, mulai modul salesforce untuk pengelolaan penjualan, B2B commerce produk dari principal, dasbor data harga dan wawasan, dukungan logistik 3PL, sampai dengan pembiayaan bisnis.

Segmen rantai pasok produk konsumer memang masih menjadi peluang besar digitalisasi. Dengan model bisnis B2B commerce yang unik, sejumlah pemain juga mulai masuk ke ranah ini termasuk GudangAda, Sinbad, hingga Ula.

Disclosure: DS/X Ventures merupakan unit ventura dari grup DailySocial.id

IFC Bergabung sebagai LP di Dana Kelolaan AC Ventures

International Finance Corporation (IFC) kembali bergabung sebagai limited partner (LP) untuk dana kelolaan terbaru milik AC Ventures. Dikutip dari situs IFC, total komitmen dana yang akan diberikan IFC mencapai $40,35 juta (lebih dari 605 miliar Rupiah).

Rinciannya, dana kelolaan pertama akan diberikan berbentuk ekuitas hingga $20,35 untuk Fund V. Kemudian dana terpisah hingga $20 juta untuk diinvestasikan bersama dana kelolaan ACV.

Dalam keterangannya, ACV Fund V menargetkan dana kelolaan senilai $200 juta yang akan digunakan untuk pendanaan tahap awal sampai Seri A dan investasi lanjutan (follow-on investment) untuk seri B. Sektor startup yang menjadi incaran bergerak pada sektor teknologi iklim, fintech, UKM, e-commerce, edtech, dan healthtech.

Dihubungi oleh DailySocial.id, pihak AC Ventures menolak untuk memberikan komentarnya terkait informasi ini.

Sebelumnya, penggalangan ACV Fund V sudah diumumkan sejak tahun lalu. Dalam keterangan yang disampaikan perusahaan, ACV telah mengumpulkan 65% atau sekitar $162,5 juta dari target sebesar $250 juta dalam dana kelolaan ini.

Ini adalah kedua kalinya IFC berpartisipasi sebagai LP untuk dana kelolaan AC Ventures. Sebelumnya, IFC pernah menaruh komitmen dana sebesar $16 juta untuk ACV Fund III pada 2021. Dana kelolaan ini berfokus menyuntikkan startup yang berfokus pada vertikal e-commerce, D2C, logistik, fintech, edtech, healthcare, dan B2B SaaS.

Selain IFC, Disrupt AD milik Abu Dhabi Developmental Holdings bergabung sebagai LP. Sebagian dari Fund III sudah diinvestasikan sejak penutupan pertama pada Maret 2020. Sementara, dana kelolaan keempat (Fund IV) dijalankan oleh tim berbeda dengan fokus pada Malaysia.

Secara keseluruhan, total portofolio ACV di Indonesia dan Asia Tenggara telah mencapai 120, termasuk Xendit, Shipper, Aruna, Carsome, dan Stockbit.

Selain menjadi LP, IFC turut berinvestasi secara langsung ke startup, baik dalam bentuk pendanaan ekuitas ataupun debt. Beberapa startup yang mendapatkan kuncuran dana dari IFC termasuk Evermos, Amartha, Kitabisa, AwanTunai, eFishery, AnterAja, dan PasarPolis.

Mantan Eksekutif Fave Dirikan First Move, VC untuk Startup Pra-Awal

Berangkat dari pengalaman kedua pendirinya sebagai entrepreneur, First Move resmi didirikan sebagau pemodal ventura yang akan turut berinvestasi ke startup Asia Tenggara. Didukung oleh 500 Global dan Consumer Tech Angel Syndicate, First Move menyediakan pendanaan pra-awal dengan tiket hingga $100 ribu dan mentoring untuk para pendiri startup.

Beri dukungan pendanaan dan mentoring

Joel Neoh (mantan pendiri Fave) dan Audra Pakalnyte, keduanya bukan orang baru di industri startup. Berkat pengalamannya, mereka mengklaim memahami tantangan menjadi seorang pendiri, sehingga selain berinvestasi juga ingin memberikan mentorship dan dukungan lainnya untuk menyukseskan founder startup tahap awal.

“Setelah memulai perjalanan sebagai pengusaha, saya merasa sangat terbantu dengan dukungan dari ekosistem startup. Sekarang, dengan First Move, kami berkomitmen untuk memberikan dukungan yang sama kepada para founder di Asia Tenggara, sehingga First Move mampu menjadi rekan pendukung dalam perjalanan mereka, khususnya pada tahap awal yang krusial,” kata Joel.

Selain menyediakan pendanaan langsung kepada startup tahap awal, First Move menganut pendekatan kolaboratif dengan bermitra bersama perusahaan modal ventura lainnya. Salah satu kolaborator dan pendukung awal inisiatif ini adalah 500 Global. Saat ini, First Move sendiri memiliki tujuh portofolio perusahaan yang tersebar di Indonesia, Singapura, dan Malaysia.

“Asia Tenggara adalah pusat inovasi teknologi konsumen yang dinamis, serta memiliki ekosistem dan infrastruktur yang siap untuk bertumbuh. Maka dari itu, First Move sangat senang dapat bermitra dengan berbagai pengusaha yang baru memulai perjalanan mereka untuk mendorong terciptanya perusahaan teknologi konsumen masa depan,” kata Audra.

Terkait dengan timeline pendanaan yang akan diberikan, disebutkan First Move bergerak cukup cepat dalam melakukan investasi dan penyaluran dana. Hal tersebut dilakukan karena mereka ingin memastikan para pendiri fokus pada operasional bisnis daripada menghabiskan berbulan-bulan dalam penggalangan dana. Penandatanganan persyaratan dan penyaluran modal dilakukan dalam waktu beberapa hari saja.

Kategori bisnis startup pilihan

Sebagai salah satu negara yang menjadi fokus, FirstMove mengklaim ingin menghadirkan solusi yang relevan melalui startup asal Indonesia. Bukan hanya di Jakarta saja, mereka  juga ingin mengatasi kebutuhan konsumen di luar wilayah metropolitan, karena pasar tersebut masih kurang dilayani oleh sebagian besar bisnis.

Adapun fokus vertikal yang dilirik di antaranya health tech, femtech, sustainability, dan inclusive fintech.

First Move juga telah mendirikan Consumer Tech Angel Syndicate, sebuah komunitas yang terdiri dari para pendiri dan eksekutif berpengalaman di bidang konsumen. Anggota Angel Syndicate, di antaranya pendiri dan eksekutif senior dari D2C, e-commerce, mobilitas, dan teknologi finansial di seluruh Asia Tenggara, akan berinvestasi bersama di berbagai kesepakatan First Move.

Selain itu, para pemimpin berpengalaman ini akan memberikan dukungan dan nasihat langsung kepada para perusahaan rintisan tahap awal.

“Kami melihat dari pengalaman para pendiri, ukuran pasar dan peluang untuk mengatasinya, ekonomi unit yang berkelanjutan, jalur menuju profitabilitas, dan strategi pemasaran.”

Mendalami Hipotesis Investasi DS/X Ventures untuk Startup B2B Tahap Awal

Belajar dari pandemi, sudah sepatutnya startup kembali pada khitahnya, yakni fokus membangun fundamental, tidak lagi mengejar pertumbuhan eksponensial yang niscaya sulit menjadikannya menjadi perusahaan keberlanjutan. Semangat inilah yang ingin digaungkan kembali oleh DS/X Ventures, lengan investasi bagian dari grup DailySocial.id.

Premis di balik kelahiran ‘si anak bungsu’ ini adalah untuk melengkapi ekosistem startup yang selama ini sudah dibangun DailySocial.id. Dalam perjalanannya, produk DailySocial.id adalah media online, riset, kemudian Startup.id (startup funding marketplace), dan program inkubator hingga hackathon. Keseluruhannya adalah bagian dari upaya perusahaan dalam mendukung ekosistem startup di Indonesia dari berbagai sisi.

“Sementara yang belum kita lakukan dukungan dalam bentuk kapital,” terang Founding Partner DS/X Ventures Amir Karimuddin kepada DailySocial.id.

Amir Karimuddin dan Rama Mamuaya adalah dua orang dibalik berdirinya DS/X Ventures yang secara badan hukum berdiri sejak akhir tahun lalu. Keduanya sekaligus menduduki posisi penting di DailySocial.id. Di satu sisi, Rama sebelumnya pernah berinvestasi ke sejumlah startup (sebagai angel) bersama rekan-rekannya di industri.

Walau begitu, sebelum mantap terjun ke dunia VC ini, keduanya direkomendasikan untuk ikut sekolah singkat yang diadakan oleh VC Lab, akselerator khusus fund manager.

Sembari menyelam minum air, mereka mulai belajar di VC Lab pada awal tahun lalu, sembari melihat situasi terkini mengingat masih belum menentu. Belum kunjung rezeki, situasi makin parah hingga terjadi startup winter, ditandai dengan gelombang PHK di berbagai startup.

“Kita sempat on hold selama beberapa bulan, sampai November [2022] mulai dapat komitmen dari super angels di lingkungan kita. Lalu Desember kita launch.”

Terbersit optimisme saat meluncurkan DS/X, bahwa founder startup tahap awal masih punya kesempatan bertumbuh karena Indonesia memiliki banyak masalah yang belum terselesaikan, walau saat itu kondisi sedang tidak bagus untuk sejumlah vertikal startup.

Timing-nya tidak ada yang better dari sekarang. Secara publik, kepercayaannya memang belum seperti beberapa tahun lalu. Tapi kesempatan untuk early stage yang bagus dengan mindset berbeda justru waktunya adalah sekarang.”

Kondisi demikian sebenarnya juga dialami East Ventures di 2009. Saat itu, dunia sedang dilanda krisis moneter, yang dampaknya juga begitu terasa di Indonesia. Ditandai dari penurunan tajam IHSG, tekanan di pasar obligasi, dan krisis likuiditas pada perbankan.

“Kondisinya tidak bagus, justru mereka buat fund dan eventually sukses hingga sekarang. Dari sisi kita melihatnya sekarang ada gelombang baru dari startup di Indonesia, ada reality check dari early stage itu enggak ada permasalahan, tetap ada potensi namun punya mindset yang berbeda.”

Saat ini, DS/X masih menggalang fund pertamanya. Perusahaan sudah mendapat sejumlah komitmen dari sejumlah super angel investor di kalangan startup. Mereka memercayai kapabilitas pengalaman Rama dan Amir, serta kontribusinya selama ini untuk ekosistem startup Indonesia melalui produk-produk DailySocial.id, entah itu publikasi pemberitaan, platform digital untuk startup, dan sebagainya.

“Dari awal kita punya network dan knowledge, walau kita first time fund manager. Jadinya itu yang kita jual, bagaimana cara pandang kita yang selalu kita cerminkan dalam editorial DailySocial.id, arahnya akan ke mana. Mereka juga paham bahwa tech itu ke depannya punya peranan penting di masa depan.”

Kendati begitu, pihaknya meyakini optimisme para investor dari kalangan nonteknologi bakal meningkat ke depannya. Menurutnya, saat ini mereka cenderung masih wait and see.

Tesis investasi

DS/X menganalisis prospek yang ditawarkan oleh model bisnis B2B begitu luas karena masih banyak pekerjaan rumahnya. Dari berbagai laporan yang dirangkum, disampaikan bahwa pasar e-commerce secara keseluruhan di Indonesia diestimasi bernilai $21,2 miliar pada tahun ini. Diproyeksikan bakal mencapai $104 miliar, didorong oleh tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 37,4%. Segmen B2B mewakili 26,4% dari keseluruhan pasar e-commerce.

Selanjutnya, terjadi pergeseran tren B2C ke B2B e-commerce yang memberikan peluang bagi UMKM untuk terhubung langsung dengan pemasok bisnis, mengatasi tantangan rantai pasokan dan memfasilitasi penetapan harga yang transparan dan logistik yang lebih cepat.

B2B Marketplace di Indonesia / DS/X Ventures

Solusi-solusi yang dibutuhkan, mulai dari memberikan pengalaman omnichannel yang mulus, mengoptimalkan proses rantai pasokan, memanfaatkan potensi daerah pedesaan dan usaha mikro, serta menawarkan transparansi dan efisiensi melalui pasar B2B.

“Tantangan dalam lanskap B2B meliputi sumber, pengiriman, dan pengelolaan modal kerja, integrasi teknologi, masalah keamanan dan privasi, kepatuhan terhadap peraturan, volatilitas mata uang, dan manajemen risiko keuangan,” tulis rangkuman tesis DS/X.

Konteks yang dibahas ini tak terbatas pada solusi B2B e-commerce saja, tapi juga mencakup vertikal lainnya yang masuk ke solusi B2B sebagai model bisnis utamanya. Di antaranya, SaaS, fintech, logistik, healthcare, keamanan siber, AI, HRIS, dan climate tech.

Lanskap sektor bisnis startup B2B di Indonesia / DS/X Ventures

Terlebih itu, tambah Amir, dengan memfokuskan ke digitalisasi B2B, startup tersebut lebih berpeluang untuk bertahan lebih lama. Mengingat, mereka sudah berpikir dari hari pertama bagaimana monetisasinya. Kini DS/X memiliki delapan portofolio startup yang semuanya bergerak di model bisnis B2B. Di antaranya Finfra, Cards, YOBO, Fazpass, D3 Labs, Baskit, dan GoCement.

“Untuk GoCement, kita melihatnya e-commerce B2B secara umum belum banyak yang bisa di-cater oleh pemain dari B2C dan C2C. Market B2B itu beda, dari merchant-nya, konsumennya, dan dibutuhkan solusi yang lebih spesifik. Dari beberapa platform seperti GoCement, kita lihat solusinya, background founder-nya, go-to-market strategy-nya juga pas, makanya kita masuk ke GoCement.”

Selain hanya bermain di startup lokal dan B2B, DS/X memilih untuk agnostik, artinya melihat lebih jauh potensi dari vertikal bisnis startup. Makanya, dalam portofolio DS/X terdapat D3 Labs yang memanfaatkan teknologi web3 dalam solusinya.

Rama menjelaskan, saat melihat prospek jangka panjang dari suatu industri, maka metriks melihat kapabilitas latar belakang founding team jadi bentuk kontrol terbaik. D3 Labs itu sendiri diisi oleh tim awal eks Tokocrypto sebelum diakuisisi Binance. Alhasil, banyak pembelajaran berharga yang mereka petik dari sana dan melanjutkan petualangannya di D3 Labs.

Salah satu produk perdana D3 Labs adalah SeaSeed, platform programmable money yang dirancang untuk bisnis berbasis teknologi blockchain. Solusinya memungkinkan transaksi real-time antara perusahaan dan ekosistem terkait lainnya, sehingga dapat mengurangi biaya rekonsiliasi karena menghilangkan perantara dan memungkinkan transaksi peer-to-peer.

Blockchain adalah one way, jadi ketika orang sudah masuk, tidak bisa balik ke era sebelumnya karena blockchain itu incredibly life changing. Sekarang yang orang lihat blockchain itu NFT, kripto, sama kaya dulu orang pakai internet untuk fraud, sekarang teknologinya itu sendiri jadi samar-samar, jadi tidak akan ngomongin teknologinya sebagai jualan utama, tapi platformnya itu sendiri,” imbuh Rama.

Contoh menarik lainnya juga ditemukan dari Cards, startup asal Purwokerto. Model bisnisnya menarik karena belum tentu bisa sukses bila diterapkan di kota besar. Cards merupakan platform digitalisasi untuk pengelolaan pesantren, mulai dari administrasi, pengelolaan uang saku, hingga keuangan dalam dilakukan dalam satu sistem.

“Dengan keterbatasan mereka dari tim tech dan marketing, ternyata mereka mampu menghasilkan bisnis yang relatif sustainable, tapi bulan performanya selalu positif. Bisa tetap fit dengan kebutuhan pesantren, bahkan bisa meyakinkan bisnis yang konservatif bisa going digital. Kita percaya equal access terlepas dari gender bisa tetap dapat akses kapital,” tambah Amir.

Diungkapkan, setidaknya sampai akhir tahun ini akan incar tambahan dua startup baru ke dalam portofolionya.

Independensi

Rama menuturkan, independesi DailySocial.id sebagai media bakal tetap dipertahankan, tidak jadi kendaraan bagi DS/X untuk memenuhi kebutuhan para portofolionya. Terlebih itu, menurutnya, DailySocial.id bukanlah sekadar perusahaan media online saja. Dari rangkaian produk yang ditawarkan di luar media, tujuan akhirnya adalah membantu ekosistem startup Indonesia bertumbuh.

“Media adalah salah satu arm yang kita develop dari depan [sejak berdiri] karena simply kita lihat value informasi soal startup itu sangat dibutuhkan dan kebanyakan media mainstream belum mengerti soal startup.”

Salah satu bentuk independensi yang diterapkan editorial DailySocial.id adalah tetap transparan dengan memberitakan para pesaing dari portofolio DS/X. Uniknya, proposisi mencolok dari DailySocial.id sebagai grup daripada VC kebanyakan adalah banyak dari mereka yang bangun bisnis VC-nya terlebih dahulu, baru bangun awareness lewat membuat blog, event, dan podcast.

“Kita kebalikannya karena sudah punya itu semua, itu value yang kita tawarkan,” tutup Rama.

Disclosure: DS/X Ventures adalah bagian dari grup DailySocial.id

Go-Ventures Rebranding Jadi Argor, Umumkan Dana Kelolaan Baru

Lengan investasi dari GoTo, Go-Ventures, mengumumkan rebranding menjadi Argor Capital Management (Argor), sekaligus umumkan dana kelolaan senilai $240 juta (lebih dari 3,6 triliun Rupiah) dalam bentuk komitmen modal untuk dana kelolaan kedua, serta beberapa fasilitas yang dikelola secara terpisah.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (20/6), dana kelolaan tersebut berasal dari Sovereign Wealth Fund (SWF), investor institusi, korporasi, dan family office yang berasal dari Asia, Timur Tengah, Australia, Eropa, dan Amerika Serikat. Meskipun GoTo tetap menjadi investor di dana kelolaan Argor, strategi dan keputusan investasi Argor tetap dilakukan secara independen.

Argor merupakan nama unik yang berasal dari kombinasi kata ‘ardor (semangat)’, ‘rigor (tegas)’, dan ‘go (maju)’. Nama ini mencerminkan gairah serta semangat kemitraan yang tim kami miliki dalam berinvestasi dan membantu perusahaan-perusahaan portofolio kami di Asia Tenggara mengubah hidup jutaan orang menjadi lebih baik. Meskipun perubahan nama ini dilakukan pada masa ekspansi, kata ‘Go’ pada nama kami menjadi pengingat penting akan kesuksesan serta dukungan kuat yang telah kami terima dari GoTo serta para investor awal sejak perjalanan ini di mulai pada tahun 2018,” kata Partner Argor Aditya Kamath.

Dalam kiprahnya sejak 2018, perusahaan menutup dana kelolaan pertamanya pada 2020 dengan total komitmen sebesar $175 juta. Dana ini telah diinvestasikan di 19 startup regional, yang mana startup tersebut berhasil menggalang pendanaan lanjutan dari investor pihak ketiga dengan total mencapai $1,4 miliar.

Berdasarkan keberhasilan tersebut, Go-Ventures memutuskan untuk mengubah nama menjadi Argor agar memperkuat kemandirian perusahaan, serta memperluas kemampuannya untuk mendorong pertumbuhan perusahaan portofolionya. Meski demikian, Argor menegaskan tetap menjaga hubungan erat yang dimiliki dengan GoTo dan investor-investor perusahaan lainnya.

“Kami sangat berterima kasih kepada para investor yang telah mendukung langkah baru ini. Walau menghadapi tantangan makro secara global, kami tetap optimis dengan potensi yang dimiliki ekosistem teknologi di Asia Tenggara, yang mana didukung oleh konsumsi serta adopsi teknologi di kalangan konsumen dan juga bisnis. Kami akan tetap fokus dalam mencari dan memberikan dukungan kepada startup-startup terbaik di Asia Tenggara.”

Selama dua tahun terakhir, Argor telah secara cepat memperluas kemampuan investasi serta dukungan untuk portofolionya dengan bergabungnya Siddharth Pisharody dan Adrian Foo sebagai Partner. Selain itu, Argor mengalami pertumbuhan ukuran tim sebesar tiga kali lipat. Penambahan anggota tim baru ini termasuk eksekutif industri terkemuka di berbagai bidang seperti teknologi, produk, data science, talenta, dan pemasaran.

Dengan dirampungkannya penggalangan dana teranyar ini, Argor berencana untuk meningkatkan dampak yang diciptakannya terhadap ekosistem teknologi di Asia Tenggara dengan berinvestasi di startup-startup tahap awal dan menengah yang menyasar peluang-peluang pasar besar dan menarik sambil terus mendorong terciptanya dampak sosial yang signifikan.

“[..] Kami akan tetap agnostik dalam menyelusuri sektor industri, dan berfokus pada investasi ke perusahaan-perusahaan dengan jumlah terbatas namun memiliki tingkat keyakinan tinggi yang memberikan hasil bagi investor kami sekaligus mentransformasikan kehidupan masyarakat di Asia Tenggara,” pungkasnya.

Hingga kini, Argor telah mendanai tujuh perusahaan dari permodalan ventura keduanya yang menjangkau berbagai sektor, seperti marketplace B2B, bisnis konsumen berbasis teknologi, platform digitalisasi UKM, teknologi lingkungan, serta sistem keuangan.

Adapun portofolio perusahaan adalah sebagai berikut:

Pickup Coffee (Filipina) Juragan Material
Paper.id Segari
Fairatmos Pluang
AgriAku Food Market Hub (Malaysia)
KitaBeli NOICE
KitaLulus Skuad
Mobile Premier League (India) eFishery
Rebel Foods (India) SafeBoda (Uganda)
Narasi TV Kumparan
Vara (exit,  acquired di 2021) Vietcetera (Vietnam)
PasarPolis Mall91 (India)

Peak XV Partners, Wajah Baru Sequoia untuk Kawasan Asia Tenggara dan India

Pekan lalu, firma investasi terkemuka Sequoia India & Southeast Asia (SEA) mengumumkan perubahan namanya menjadi Peak XV Partners. Dengan wajah baru ini, Peak XV Partners bakal melanjutkan perluasan portofolionya dengan dana $2,5 miliar yang belum diinvestasikan.

Lewat situs resminya, Shailendra Singh mewakili Peak XV Partners mengungkap bahwa perkembangan bisnis, skala, hingga kepemimpinan Sequioa di berbagai belahan dunia selama beroperasi bertahun-tahun menimbulkan kebingungan terhadap brand dan konflik pada portofolionya.

Hal ini dikarenakan sejak awal Sequoia Capital (AS/Eropa), Sequoia China, dan Sequoia India/SEA dibangun sebagai bisnis terpisah dengan pengambilan keputusan investasi secara independen.

“Ini mendorong para pemimpin di setiap bisnis secara kolektif memutuskan untuk bergeser ke kemitraan yang sepenuhnya independen dengan brand yang lebih jelas demi melayani para founder dan LP kami dengan cara terbaik,” ujar Singh.

Maka itu, Peak XV Partners akan beroperasi sepenuhnya sebagai firma independen. Tim investasi di Peak XV Partners akan dipimpin oleh 11 Managing Director dengan pengalaman lebih dari 12 tahun di Sequioa.

Melanjutkan investasi

Singh menyatakan akan berfokus investasi di seluruh sektor, termasuk SaaS, AI, keamanan siber, cloud, fintech, climate tech, healthtech, hingga consumer. Peak XV juga akan menggandakan program-program unggulannya, seperti Surge dan Spark.

“Peak XV adalah nama awal yang diberikan untuk Gunung Everest. Bagi kami, ini menandakan upaya pengejaran sebuah tujuan yang berani tanpa henti oleh para pendiri sambil mengatasi tantangan di sepanjang jalan. Kami sangat percaya pada masa depan India dan SEA, serta potensi para pendiri di wilayah ini,” tuturnya.

Beroperasi 17 tahun di India dan 10 tahun di Asia Tenggara, perusahaan telah mengumpulkan dana sebesar $9,2 miliar melalui 13 dana kelolaan, dan telah berinvestasi di lebih dari 400 startup di kawasan tersebut. Tercatat lebih dari 50 startup telah melampaui lebih dari $1 miliar valuasi, termasuk 19 di antaranya melantai di bursa saham dan berkonsolidasi lewat aksi M&A: menghasilkan exit $4,5 miliar.

“Perusahaan kami akan terus dikelola oleh tim kepemimpinan saat ini dan akan terus berinvestasi lewat dana kelolaan baru yang berfokus pada India dan Asia Tenggara.” Tutupnya.

Sumber: Startup Report 2022 oleh DS/innovate

Pada pertengahan 2022, Sequoia SEA sempat mengumumkan dana kelolaan perdana untuk kawasan Asia Tenggara senilai Rp12,5 triliun di mana Indonesia menjadi negara prioritas investasinya. Perlu diketahui, perusahaan telah menyuntikkan investasi ke 22 startup di Indonesia–termasuk Gojek, Tokopedia, dan Kopi Kenangan–di mana 9 startup terlibat di program akseleratornya.

Berdasarkan laporan Startup Report 2022, Sequoia Capital India merupakan investor yang sering terlibat dalam pendanaan startup di Indonesia dalam tiga tahun terakhir. Di sepanjang 2022, Sequoia Capital India menempati urutan ketiga sebagai investor paling aktif dengan 15 kesepakatan investasi yang diumumkan. Sementara, di 2021, Sequoia berada di urutan keempat dengan berinvestasi ke 17 portofolio.

East Ventures Tutup Dana Kelolaan Growth Plus 3,7 Triliun Rupiah

Pada hari ini (16/5), East Ventures mengumumkan telah menutup penggalangan dana kelolaan baru dinamai Growth Plus sebesar $250 juta (lebih dari 3,7 triliun Rupiah). Dana tersebut secara khusus akan menargetkan pada pendanaan tahap lanjutan dalam ekosistem East Ventures yang menunjukkan potensi kuat.

Tidak disebutkan LP dalam dana kelolaan tersebut. Namun perusahaan menyampaikan, pendanaan ini memperlihatkan kepercayaan LP terhadap strategi investasi East Ventures. Dua dana kelolaan di Seed dan Growth telah menerima pengembalian yang baik dan telah diperpanjang hingga $585 juta (lebih dari 8,6 triliun Rupiah). Ini membuat total dana yang telah dihimpun East Venturese sejak tahun lalu menjadi $835 juta (lebih dari 12,3 triliun Rupiah).

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan, strategi kelas multi-aset East Ventures menggarisbawahi komitmennya untuk mendukung perusahaan teknologi di berbagai tahap perkembangan mereka.

“Dengan penutupan pendanaan terbaru ini, East Ventures berada di posisi yang tepat untuk mendorong inovasi, mendorong kewirausahaan, dan memberikan dampak positif bagi ekosistem startup yang dinamis di Indonesia dan sekitarnya,” tulis perusahaan.

Dipaparkan saat ini perusahaan portofolio East Ventures telah menunjukkan daya tarik yang menjanjikan. Sebanyak 60% dari portofolio berada dalam pertumbuhan EBITDA positif atau jalur yang sangat jelas menuju EBITDA positif, dan lebih dari 40% dari mereka memiliki runway setelah 2025.

“Perusahaan akan terus berinvestasi di perusahaan tahap awal dan tahap pertumbuhan melalui dana Seed and Growth, sementara dana Growth Plus akan memberi perusahaan portofolio East Ventures sumber daya untuk meningkatkan dan mencapai potensi penuh mereka,” tutup perusahaan.

East Ventures merupakan salah satu VC paling aktif berinvestasi di Indonesia. Dalam paparan sebelumnya, disampaikan hingga kuartal I 2023, sebanyak 20 startup yang telah didanai. Sebesar $6,7 miliar masuk ke dalam kategori investasi lanjutan (follow-on funding).

East Ventures juga sudah mengantongi $86 miliar annualized GMV dengan $1 miliar Asset Under Management (AUM). Tercatat sebanyak 90% portofolio mereka telah memiliki margin yang positif.

Sejak didirikan pada 2009, East Ventures telah bertransformasi menjadi sebuah platform holistik yang menyediakan investasi tahap awal hingga tahap lanjutan ke lebih dari 300 perusahaan teknologi di Asia Tenggara.

East Ventures merupakan investor pertama unicorn Indonesia, yaitu Tokopedia dan Traveloka. Perusahaan lainnya yang tergabung dalam portofolionya, di antaranya Ruangguru, SIRCLO, Kudo (diakuisisi oleh Grab), Loket (diakuisisi oleh Gojek), Tech in Asia, Xendit, IDN Media, MokaPOS (diakuisisi oleh Gojek), ShopBack, KoinWorks, Waresix, dan Sociolla.