Sah, GoTo dan TikTok Resmi Gabungkan Bisnis E-commerce

Satu hari menjelang Harbolnas 12.12, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (IDX: GOTO) dan TikTok akhirnya resmi mengumumkan kemitraan strategis mereka yang dipastikan akan memboyong kembali layanan TikTok Shop. Kemitraan ini disebut akan memperkuat pertumbuhan ekonomi digital, terutama UMKM di Indonesia.

Dalam kesepakatan tersebut, bisnis Tokopedia dan TikTok Shop Indonesia akan bergabung dan beroperasi di bawah naungan PT Tokopedia. Transaksi ini ditargetkan rampung pada kuartal I 2024. Adapun, dalam transaksi ini, Goldman Sachs bertindak sebagai penasihat keuangan untuk Grup GoTo.

Berikut rangkuman poin utama dari kemitraan strategi GoTo dan TikTok:

  • TikTok akan berinvestasi sebesar $1,5 miliar (sekitar Rp23,4 triliun) sebagai komitmen jangka panjang untuk mendukung operasional PT Tokopedia, tanpa ada dilusi pada kepemilikan GoTo di Tokopedia.
  • Dalam keterbukaan informasi di BEI, disepakati perjanjian pengambilbagian saham pada 10 Desember 2023 terkait investasi TikTok di Tokopedia senilai $840 juta (sekitar Rp13,8 triliun). Investasi ini akan digunakan untuk mengambil bagian dan membayar penuh saham baru yang diterbitkan Tokopedia.
  • Apabila rencana investasi tersebut rampung, TikTok akan menguasai kepemilikan saham hingga 75,01% atas Tokopedia, sedangkan GoTo mempertahankan kepemilikan saham sebesar 24,99% di Tokopedia.
  • Fitur layanan belanja dalam aplikasi TikTok di Indonesia akan dioperasikan dan dikelola oleh PT Tokopedia.
  • Penggabungan bisnis Tokopedia dan TikTok Shop menjadi strategi untuk membawa keuntungan finansial bagi induk usaha, termasuk menjangkau pasar lebih luas bagi anak usaha lainnya, yakni GoTo Financial dan Gojek (on-demand).

 

“Kesepakatan ini sejalan dengan langkah Grup GoTo untuk memperkuat posisi keuangan dan memperluas cakupan pasar (total addressable market). GoTo juga akan menerima aliran pendapatan dari Tokopedia sejalan dengan skala dan pertumbuhan perusahaan tersebut,” demikian pernyataan resmi GoTo yang diterima pada Senin (11/12).

Uji coba kemitraan strategis

Sebagai tahap awal, kemitraan strategis ini dimulai lewat program uji coba Beli Lokal dimulai pada 12 Desember 2023 bertepatan dengan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas). Periode uji coba ini dilaksanakan dengan konsultasi dan pengawasan dari kementerian serta lembaga terkait.

Lewat penggabungan kedua bisnis tersebut, lebih dari 90% merchant yang merupakan UMKM ini dikatakan akan mendapat dukungan dari kombinasi berbagai program TikTok, Tokopedia, dan Grup GoTo antara lain:

  1. Promosi produk-produk Indonesia serta huluisasi UMKM yang dapat meningkatkan kapasitas dan kompetensi pelaku UMKM Indonesia melalui program komprehensif mulai dari hulu (tahap produksi) sampai ke hilir.
  2. Dukungan pemasaran, branding, dan praktik bisnis berkelanjutan bagi pedagang, serta mendukung pelaku usaha lokal untuk mempromosikan produknya di pasar internasional.
  3. Membuka pusat pengembangan talenta digital dan memastikan lokapasar yang memungkinkan persaingan bisnis yang sehat.

Untuk memastikan keberlanjutan langkah PT Tokopedia dalam mendorong perkembangan ekonomi digital nasional, akan dibentuk komite untuk memfasilitasi transisi dan integrasi yang diketuai oleh Patrick Walujo, dengan dukungan dari perwakilan PT Tokopedia dan TikTok.

“Ke depannya, TikTok, Tokopedia, dan Grup GoTo berkomitmen memberikan manfaat lebih luas bagi para pelaku UMKM di Indonesia dengan memanfaatkan platform e-commerce, dan mendorong penciptaan jutaan lapangan kerja baru dalam lima tahun mendatang.”

Application Information Will Show Up Here

Startup Cleantech Neutura Umumkan Pendanaan Pra-Awal

Bersama dengan pagelaran COP 28 di Dubai, Neutura selaku startup di bidang carbon removal lokal, mengumumkan pendanaan angel round atau pra-awal dengan investor dan nilai yang tidak disebutkan. Investasi tersebut difokuskan untuk pengembangan proyek penyerapan karbon berbasis biochar, yang dinilai dapat menghadirkan loncatan besar dalam menghambat laju perubahan iklim.

Cara kerjanya dengan mengubah limbah pertanian menjadi biochar yang memiliki nilai tambah dan diklaim mampu mengunci karbon dalam tanah selama lebih dari 500 tahun.

Dalam waktu dekat Neutura bersiap meluncurkan dua proyek mercusuar pada tahun 2024 ini. Proyek yang akan diluncurkan berfokus pada pemanfaatan limbah tanaman dari industri pertanian untuk menyerap karbon dari atmosfer, dengan mengubah hasil limbah menjadi biochar dan cuka kayu.

Targetnya proyek ini akan dijalankan di Indonesia dan Eropa Selatan. Proyek di dua wilayah ini tidak hanya sekadar bertujuan untuk mengurangi emisi secara holistik, melainkan juga mengubah paradigma masyarakat terkait carbon removal dan manajemen limbah agrikultur yang bertanggung jawab.

Lokasi uji coba yang akan dikerjakan di Indonesia berkapasitas 30 ribu ton untuk limbah per tahunnya, dengan perkiraan karbon yang dihilangkan melalui Biochar Carbon Removal (BCR) sekitar 18 ribu ton per tahun.

Untuk lokasi uji coba kedua di Eropa Selatan, kapasitas potensial maksimumnya sekitar 12 ribu ton limbah yang akan diproses setiap tahunnya, perkiraan karbon yang dihilangkan melalui BCR akan sekitar 6 ribu ton per tahun.

“Kami melihat limbah pertanian bukan sebagai masalah tetapi sebagai solusi. Dengan mengubah limbah ini menjadi biochar, kami mengatasi beberapa tantangan sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan kesehatan tanah, dan menciptakan praktik pertanian yang berkelanjutan,” ujar Co-Founder Neutura Laksamana Sakti atau yang akrab dipanggil Alif.

Mengenal Biochar

Biochar merupakan hasil produk berbentuk arang yang dihasilkan oleh Neutura melalui proses pirolisis. Salah satu kemampuan utamanya untuk meningkatkan kesuburan tanah. Selain itu, biochar ini bisa dimanfaatkan sebagai material industri metalurgi dan semen rendah emisi.

“Material ini dapat meningkatkan retensi air dan struktur tanah, menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih sehat, dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Produksi biochar dapat menjadi katalis perubahan yang cukup signifikan untuk memulai praktik pertanian berkelanjutan,” jelas Alif.

Secara bersamaan, cuka kayu produk sampingan dari proses ini, dapat berfungsi sebagai pestisida dan pupuk alami. Menurut Alif, cuka kayu adalah solusi organik untuk perawatan tanaman. Cara ini dinilai efektif, ramah lingkungan, dan sejalan sepenuhnya dengan visi masa depan pertanian yang berkelanjutan.

Proyek pilot yang dikerjakan Neutura menggunakan peralatan pirolisis khusus yang dirancang menggunakan energi yang efisien dan terintegrasi dengan pabrik. “Kami berinvestasi dalam teknologi yang tidak hanya mendukung berjalannya kegiatan operasional, tetapi juga menetapkan standar rendah emisi yang berkelas dunia,” ujar Alif.

Dengan menjual biochar dan kredit penyerapan karbon, Neutura ingin memastikan kelangsungan profitabilitas perusahaan sedari awal. “Model bisnis kami mencerminkan komitmen kami terhadap keberlanjutan dan profitabilitas,” kata Alif.

Selain Alif, startup ini turut didirikan oleh Glory Sihombing. Sebelumnya Alif dikenal sebagai Co-Founder Siklus, salah satu startup berdampak yang fokus pada layanan isi ulang aneka kebutuhan harian. Ia juga terlibat sebagai dewan direksi di proyek berdampak REDD+ dan ARR yang fokus ke solusi penanganan iklim. Alif juga menjadi salah satu delegasi Indonesia pada KTT Pemuda G20 2023 lalu.

Sementara Glori juga merupakan anggota Global Green Capital dan Carbon Offset AsiaCarbon. Dengan enam proyek penghapusan karbon yang sedang berjalan di seluruh Indonesia, pengalamannya dinilai akan signifikan dalam mengakselerasi Neutura.

Startup Insurtech Igloo Raih Pendanaan Pra-Seri C Rp555 Miliar dari Eurazeo dan BNP Paribas Cardif

Startup insurtech Igloo mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri C senilai $36 juta (lebih dari Rp555 miliar) yang dipimpin perusahaan investasi global Eurazeo dan perusahaan asuransi BNP Paribas Cardif. Investor sebelumnya dalam Seri B seperti Openspace Ventures dan La Maison juga turut serta dalam putaran ini.

Investasi dari Eurazeo ini berfokus pada perkembangan teknologi inovatif dan ide bisnis yang mendisrupsi industri asuransi. Sementara investasi dari Openspace dilakukan melalui OSV+ fund, yakni dana  kelolaan khusus pendanaan tahap menengahnya berfokus pada putaran seri C dan D startup di Asia Tenggara.

Dana tambahan ini memungkinkan perusahaan untuk membuka peluang merger dan akuisisi di level horizontal dan vertikal, setelah menambah lisensi sebagai broker di seluruh kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia (bekerja sama dengan PT Solusiutama Tekno Broker Asuransi).

Perusahaan akan meningkatkan jumlah talenta hingga 20% di bidang teknologi, komersial, strategi, dan produk asuransi. Produk asuransi dan nilai rantai juga turut diperluas, dengan merambah produk asuransi kendaraan bermotor, kesehatan, berhubungan dengan iklim, digitalisasi penjaminan dan klaim, serta teknologi AI dan blockchain.

“Kami telah memantau performa Igloo dan terkesan dengan evolusi mereka menjadi platform berbagai asuransi dalam berbagai jalur distribusi dan produk. Kami yakin Igloo berada dalam posisi yang kuat untuk membantu mengatasi penetrasi pasar asuransi yang rendah di Asia Tenggara dengan membuat asuransi lebih mudah diakses dan dipahami oleh konsumen,” ujar Albert Shyy, Managing Director Eurazeo dalam keterangan resmi, Senin (4/12).

Pendanaan ditutup selang 10 bulan setelah mengumumkan seri B+ yang dipimpin InsuResilience Investment Fund II yang dikelola oleh BlueOrchard pada tahun lalu. Secara keseluruhan, Igloo sukses mengumpulkan dana investasi sebesar $100 juta.

Diklaim dalam putaran seri C ini, Igloo mampu meningkatkan valuasi perusahaan sebesar 50%. Faktornya dipengaruhi oleh kemampuan untuk menggandakan nilai Gross Written Premium (GWP) dengan tingkat burn rate rendah, dan model bisnis perusahaan yang berfokus pada engineering dan data. Pencapaian tersebut membuat Igloo selangkah lebih dekat menuju profitabilitas pada 2024.

Pangsa pasar asuransi

Co-founder & CEO Igloo Raunak Mehta menyampaikan, dukungan dari para investor merupakan bukti dari pertumbuhan stabil dan ketangguhan Igloo di tengah-tengah tantangan industri. Babak pendanaan ini merupakan hasil validasi dari strategi dan performa bisnis perusahaan.

“Igloo adalah satu-satunya perusahaan insurtech di Asia Tenggara yang memiliki laporan laba-rugi yang menjanjikan, portofolio multi-produk yang beragam, dan jalur distribusi yang jelas,” terang Mehta.

Country Manager Igloo Indonesia Henry Mixson menambahkan, dukungan dari para investor akan membantu perluas kemampuan Igloo untuk menyediakan layanan asuransi di seluruh Indonesia, dan kemudian memberikan lebih banyak perlindungan kepada para pelanggan kami. Hal ini akan dilakukan melalui peningkatan kemitraan dengan para pelaku industri, perluasan penawaran B2C melalui situs, dan pertumbuhan vertikal baru.

“Dengan begitu, kami dapat melayani lebih banyak pelanggan B2B dan B2C. Kami memahami bahwa pemilu yang akan datang akan mempengaruhi keputusan bisnis dan individu dalam hal pengeluaran. Namun, kami sangat bersemangat dengan berbagai kesempatan di Indonesia. Oleh karena itu, kami akan memanfaatkan peluang-peluang tersebut untuk menyediakan dan menawarkan lebih banyak lagi asuransi yang mudah diakses dan terjangkau untuk meningkatkan literasi dan penetrasi asuransi di Indonesia,” ujar dia.

Pasar asuransi Asia memiliki potensi yang luar biasa, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, Vietnam, dan Filipina. Kendati adopsi asuransi terus meningkat, namun masih banyak masyarakat yang belum tersentuh layanan asuransi.

Menurut Roadmap Perasuransian Indonesia 2023-2027 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat penetrasi asuransi di Indonesia yang berada di kisaran 3,5% pada 2021 telah menurun menjadi 2,7% pada 2022. Walaupun, hal ini dapat terjadi karena berbagai alasan, salah satunya adalah karena peningkatan PDB, yang berkorelasi dengan target pertumbuhan Indonesia untuk menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 pada 2045.

Igloo menargetkan untuk memanfaatkan peluang ini, dengan memperkuat sistem digitalisasi sebagai salah satu strategi utamanya, khususnya dalam lima tahun ke depan. Selain itu, perusahaan akan terus mengembangkan kemitraan dan model bisnis keagenan agar dapat meningkatkan proses yang ada di seluruh rantai nilai asuransi.

Pada 2022, perusahaan ini meluncurkan Ignite by Igloo, sebuah platform digital yang meningkatkan produktivitas mitra penjualan asuransi. Ignite telah bekerja sama dengan 22.000 mitra di Indonesia dan Vietnam, dan memiliki target untuk mencapai 50.000 mitra pada akhir 2023, seiring rencana ekspansi ke negara-negara lain.

Ignite sejalan dengan visi Igloo untuk meningkatkan inklusi keuangan bagi segmen masyarakat yang kurang terlayani, lebih dari 60 persen mitra Ignite adalah adalah perempuan.

Inovasi lainnya dari Igloo adalah Weather Index Insurance, sebuah asuransi parametrik berbasis teknologi blockchain yang dapat membantu kelompok petani. Produk ini berhasil menarik minat berbagai mitra di Vietnam karena potensi dan manfaatnya bagi sektor pertanian. Meskipun produk ini merupakan hal baru di sektor yang sangat tradisional, Weather Index Insurance telah diadopsi oleh ribuan petani Vietnam sejak diluncurkan November tahun lalu, dan melindungi setidaknya 20.000 hektar lahan pertanian kopi dan padi.

Disebutkan, Igloo telah memfasilitasi lebih dari 500 juta polis dan menargetkan untuk menggandakan Gross Written Premium (GWP) sejak 2022. Kini, perusahaan telah menjalin lebih dari 75 kemitraan di enam negara, memperluas penawaran produknya untuk mencakup pembiayaan konsumen, e-commerce, dan logistik.

Application Information Will Show Up Here

Startup Digitalisasi Konstruksi Gravel Dapat Pendanaan Rp216 Miliar

Startup teknologi konstruksi Gravel mengumumkan pendanaan $14 juta (sekitar Rp216 miliar) dari sejumlah investor, di antaranya New Enterprise Associates, Weili Dai (Co-founder Marvell Technology), Lip-Bu Tan (Executive Chairman Cadence Design System dan Chairman Ketua Walden International), SMDV, East Ventures, bersama dengan investor strategis lainnya.

Dukungan ini memperkuat posisi Gravel untuk memperluas eksistensinya di sektor teknologi konstruksi global. Perusahaan berencana untuk meluncurkan model prediktif yang dirancang untuk memantau perkembangan proyek secara efisien.

Gravel berdiri pada 2019 oleh Georgi Ferdwindra Putra, Fredy Yanto, dan Nicholas Sutardja. Mereka hadir sebagai aplikasi yang menghubungkan pelanggan dengan pekerja konstruksi terampil, mulai dari mitra tukang mencapai puluhan ribu orang (disebut Dulur), membentuk kerja sama yang kuat dengan kontraktor, arsitek, konsultan, pemasok material, serta pemerintah.

Seiring berjalannya waktu, Gravel memperluas layanannya dengan menyediakan jasa konstruksi yang terintegrasi. Teknologi Gravel tak hanya menghubungkan pelanggan dengan tukang berkualitas, namun juga membuka akses untuk mendapatkan peralatan konstruksi, bahan bangunan, dan tim yang ahli, membuat pembangunan, renovasi, perbaikan hunian, perkantoran dan ruang komersial semakin efisien.

Terdapat empat fitur di aplikasi untuk menjawab tuntutan industri akan layanan konstruksi holistik:

  • Gravel Harian untuk cari tukang bangunan, Gravel Borongan untuk proyek dengan kesepakatan anggaran,
  • Gravel Maintenance untuk perbaikan hunian, dan
  • Gravel Material untuk belanja bahan bangunan.
  • Semua fitur ini terhubung dengan SalamChat – aplikasi instant messaging yang dikembangkan Gravel untuk memfasilitasi kelancaran komunikasi dan kolaborasi antar pihak-pihak yang terlibat.

Dalam menjalankan prinsip fairness bagi konsumen (pengguna aplikasi) dan mitra usaha (pekerja konstruksi), Gravel menerapkan sistem penetapan harga yang layak dan standar yang adil bagi kedua belah pihak. Penetapan harga tukang Gravel masih berada di kisaran harga pasar dengan memastikan nilai yang diterima konsumen terukur dan berbanding seimbang dengan kualitas jasa yang diberikan.

Untuk itu, Gravel menyediakan tukang yang memiliki kualitas keterampilan sesuai standar industri konstruksi dan sudah berpengalaman. Setiap tukang yang ingin menjadi mitra harus melewati tahap seleksi keterampilan yang ketat.

Selain nilai yang seimbang dengan harga, konsumen juga mendapatkan transparansi harga dan informasi pekerja melalui aplikasi Gravel. Keahlian dan pengalaman tukang dapat dicek terlebih dulu sebelum melakukan pemesanan. Keterbukaan ini tak hanya membuat konsumen percaya, tapi juga memudahkan mereka karena perlu lagi negosiasi harga yang seringkali alot dan ketidakjelasan kualitas kerja yang sering terjadi saat mencari tukang dengan cara konvensional.

Aplikasi Gravel

Co-Founder & Co-Chief Executive Officer Gravel Georgi Ferdwindra Putra menyampaikan, di dalam ekosistem Gravel pelanggan bisa bertemu arsitek atau studio desain untuk pembuatan konsep dan gambar bangunan, menunjuk kontraktor berlisensi yang sesuai dengan jenis pembangunan dan anggaran mereka.

Kemudian, memperkerjakan tukang yang keterampilannya teruji hingga mendapatkan bahan bangunan dan alat konstruksi berkualitas. Setelah proyek selesai, pelanggan dapat memanfaatkan jasa perbaikan dan perawatan bangunan untuk memastikan kondisinya tetap prima.

“Jadi, pelanggan dan pelaku proyek konstruksi sama-sama berdaya di setiap prosesnya,” terangnya dalam keterangan resmi, Senin (4/12).

Untuk mendukung sektor konstruksi, perusahaan mengoptimalkan smart matching technology yang disebut Personalized Job Feed untuk menyederhanakan proses mempertemukan tukang dengan kebutuhan proyek. Teknologi ini memastikan pelanggan mendapatkan tukang berkualitas tinggi hanya dalam satu setengah menit.

Waktu ini sangat jauh dari proses pencarian tukang secara konvensional yang rata-rata butuh 5-14 hari. Teknologi ini tidak hanya mempercepat proses konstruksi namun secara substansial juga mengurangi biaya. Selain itu, platform data Gravel mempu menghadirkan analisis kegiatan proyek secara real-time yang berguna dalam pengambilan keputusan berbasis data.

Ke depannya, Gravel akan meluncurkan model prediktif berbasis AI yang dirancang untuk memantau perkembangan proyek secara efisien dan meningkatkan akurasi yang lebih tinggi.

Co-Founder dan Chairman Gravel Dr. Nicholas Sutardja menambahkan, “Strategi inovatif kami tidak semata merevolusi industri tetapi juga meningkatkan kehidupan pekerja konstruksi di seluruh Indonesia. Saya bangga dengan pencapaian Gravel karena ini lebih dari sekedar bisnis. Ada misi dengan dampak sosial yang tinggi dimana Indonesia hanyalah permulaan, karena impact-nya dapat menyebar secara global,” ujarnya.

Dalam waktu dua tahun, diklaim Gravel tumbuh hingga 45 kali lipat. Sebanyak lebih dari 6 ribu proyek tersebar di 20 provinsi telah ditangani. Portofolionya mencakup proyek besar, seperti LRT Jabodetabek, Jakarta International Stadium, RS Pelni, Theater IMAX Keong Mas, hingga beragam proyek pembangunan dan renovasi hunian.

Pangsa pasar konstruksi

Kinerja Gravel yang solid menjadi daya tarik bagi para investor yang masuk dalam putaran ini. NEA Partner, Chairman, dan Head of Asia Carmen Chang menyampaikan, Gravel adalah investasi pertamanya di Asia Tenggara. Pihaknya meyakini prospektifnya memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan industri konstruksi Indonesia.

“Kami yakin kekuatan tim Gravel akan membawa dampak bagi Indonesia dan industri konstruksi global. Kami harap dukungan kami dapat mendorong pertumbuhan dan perluasan bisnis Gravel ke depan,” kata Chang.

Principal SMDV Edward Judokusumo menambahkan, di tengah gencarnya Indonesia mengejar pemerataan pembangunan di penjuru nusantara, teknologi Gravel muncul sebagai pendorong yang dapat mendukung pertumbuhan pembangunan nasional. Gravel juga akan menjadi kolabolator kunci dalam mendukung pertumbuhan ekosistem Sinar Mas.

“Gravel menerapkan praktik konstruksi modern dan berkelanjutan yang dapat merespon bisnis Sinar Mas yang terus tumbuh. Kolaborasi ini tidak hanya sejalan dengan nilai-nilai Sinar Mas, tetapi juga sebagai katalisator untuk kemajuan di Sinar Mas di berbagai sektor.”

Saat ini, Gravel tengah menjalani proses diskusi dengan beberapa perusahaan terkemuka terkait potensi proyek konstruksi, termasuk Sinarmas Land, developer properti besar di balik proyek BSD City, Kota Deltamas, dan Grand Wisata. Kerja sama ini akan mencakup pembangunan di kawasan perumahan, ruang komersial, perhotelan, pusat konvensi, dan kawasan industri.

Terkait visi ekspansi global, Gravel meyakini bahwa solusi teknologi yang dimiliki mampu diimplementasikan lebih luas lagi secara global. Untuk itu, kini Gravel tengah memperkuat kesiapannya untuk masuki ranah teknologi konstruksi internasional.

Secara konsisten, Gravel menyambut kerja sama dari beragam proyek, mulai skala kecil hingga besar, seperti pembangunan fasilitas umum, jaringan restoran, area perbelanjaan, dan siap mengambil peran penting dalam proyek pembangunan Ibu Kota Nasional (IKN).

Application Information Will Show Up Here

Startup Logistik Fr8Labs Tutup Pendanaan Awal 23 Miliar Rupiah

Startup logistik berbasis di Indonesia dan Singapura, Fr8Labs, menutup putaran pendanaan awal sebesar $1,5 juta (sekitar 23 miliar Rupiah) dari East Ventures, FEBE Ventures, Kaya Founders, Mulia Sky Capital, Seedstars International Ventures, Venturra, dan sejumlah angel investor.

Fr8Labs adalah penyedia jasa freight forwarding (pengangkutan barang/muatan) berbasis AI dengan cakupan di Asia Tenggara. Pendanaan ini akan digunakan untuk mendukung pengembangan produk dan ekspansi pasar Fr8Labs.

“Dukungan ini memungkinkan kami meningkatkan solusi teknologi logistik sehingga dapat memberikan nilai tambah di sepanjang rantai nilai. Solusi kami dirancang khusus dan inovatif agar pelaku bisnis menjadi lebih efisien dan kompetitif. Kami sangat antusias untuk merevolusi cara para freight forwarder beroperasi,” ujar Co-Founder & CEO Fr8Labs Glenn Lai.

Fr8Labs didirikan pada awal 2022 oleh Glenn Lai (eks COO Bizzy Indonesia) dan Felix Lu. Dengan latar belakang keluarga di freight forwarder, Lai menyadari adanya kesenjangan antara perkembangan industri kargo di Asia dengan di AS yang relatif telah terdigitalisasi.

Pasar logistik Asia Tenggara bernilai $389 miliar pada 2022 dengan CAGR 11.8% dalam 5 tahun ke depan berdasarkan studi OECD. Saat ini, Fr8Labs sudah beroperasi dengan pelanggan berbayar di Singapura, Malaysia, Indonesia, Taiwan, dan Australia.

“Penerapan teknologi sangat penting dalam industri logistik karena dapat meningkatkan efisiensi biaya dan produktivitas. Pelaku industri juga masih menghadapi tantangan mengembangkan logistik digital. Solusi teknologi inovatif Fr8Labs hadir untuk mengatasi tantangan yang dihadapi freight forwarder di Asia Tenggara,” kata Managing Partner East Ventures Roderick Purwana.

Digitalisasi jasa muatan

Disampaikan dalam keterangan resminya, freight forwarder punya peran penting dalam memfasilitasi perdagangan global. Menurut laporan DHL, perdagangan intra-Asia menyumbang terbesar dengan 30% dari total volume perdagangan TEU (unit ekuivalen dua puluh kaki) di dunia, dan dua kali lipat ukuran pasar AS. Namun, jasa ini masih beroperasi secara tradisional dan terfragmentasi,.

Adapun, kebanyakan pelaku freight forwarder internasional berskala besar telah terhubung secara digital demi meningkatkan efisiensi hingga ketahanan, yang disebut sebagai faktor penting menghadapi tantangan dan peluang abad ke-21.

Namun, situasi ini berbeda dengan pasar Asia yang didominasi oleh bisnis skala kecil dan menengah (UKM) di mana terdapat kesenjangan teknologi. Selain itu, proses backend secara offline mengakibatkan terjadinya banyak redudansi dan pengeluaran biaya yang dapat dihindari, misalnya denda demurrage. 

Fr8Labs mengembangkan berbagai solusi untuk freight forwarder di Asia, termasuk sistem operasional (OS) berbasis cloud dan bot asisten sebagai co-pilot AI. Solusi ini memungkinkan mereka mendigitalisasi industri kargo dengan menyederhanakan operasi.

Platform Fr8Labs juga memungkinkan pengiriman dan alur kerja secara otomatis, menghasilkan berbagai dokumen lengkap dalam satu langkah, dan mengurangi kesalahan manusia yang dapat menyebabkan keterlambatan seperti kesalahan dalam pengajuan ke pabean.

Fr8Labs akan memperluas pengalaman layanan dengan menawarkan beberapa produk pendukung yang relevan, seperti WMS, perdagangan FX, pembiayaan, asuransi kargo, visibilitas dan manajemen tarif, dan marketplace. Seluruhnya terintegrasi dalam satu platform agar dapat menawarkan pengalaman terpadu dalam satu interface.

Startup Cleantech Bioniqa Peroleh Pendanaan Awal dari Bali Investment Club

Startup cleantech Bioniqa mengumumkan perolehan pendanaan awal dengan nominal yang tidak disebutkan dari Bali Investment Club (BIC). Pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk kebutuhan riset dan pengembangan produk.

Bioniqa mengembangkan fotobioreaktor yang dapat mengonversi jejak karbon menjadi kredit karbon dan oksigen. Mereka mengadopsi pendekatan lokal yang diklaim belum pernah ada sebelumnya di Indonesia dalam memerangi isu polusi udara di pusat perkotaan.

“Fotobioreaktif unik yang kami miliki dapat menampung alga dalam lingkungan terkendali, yang dapat menyerap karbon dioksida dan melepaskan oksigen. Ini bukan hanya sebuah mesin, tetapi ekosistem yang dapat membersihkan udara yang kita hirup sehingga membuat kota menjadi lebih layak huni,” ujarnya Co-Founder dan President Bioniqa Andre Hutagalung lewat siaran resmi.

Bioniqa didirikan pada 2023 oleh RaMa Raditya dan Andre Hutagalung. Keduanya dikenal sebagai pendiri startup pengembang smart city Qlue. Saat ini, Bioniqa telah mengoperasikan instalasinya di tempat penitipan anak di wilayah Jakarta, dan targetnya akan dipasang secara agresif di sekolah-sekolah besar di sejumlah kota.

Bioniqa menyasar sektor B2C di segmen menengah ke atas, mencakup residensial mewah dan apartemen vertikal; sektor B2B, mencakup gedung perkantoran, ruang ritel; serta sektor B2G lewat kemitraan dengan fasilitas pemerintahan, dan ruang publik berlalu lintas tinggi.

Klaimnya, satu fotobioreaktor Bioniqa telah meningkatkan kualitas udara luar ruang sebesar 60%-80% pada area seluas 150 meter persegi dalam waktu 24 jam. Lalu, mesin ini dapat mengimbangi 165 hingga 240 kg emisi karbon setiap tahunnya, serta menghasilkan 6.800 liter oksigen setiap tahunnya.

Melalui pendanaan ini, Bioniqa akan mengembangkan laboratorium dan perkebunan alga, hingga meningkatkan kemampuan fotobioreaktor melalui teknologi IoT.

Nicolo Castiglione, Managing Partner Bali Investment Club mengatakan ini menjadi momentum tepat berinvestasi untuk merespons krisis polusi udara yang dihadapi Jakarta selama beberapa bulan terakhir.

“Per satu mesin saat ini setara dengan 80 pohon dalam produksi O2 dan 20 pohon untuk mengurangi CO2. Di kota padat seperti Jakarta, kita tidak bisa menanam pohon di sembarang tempat dan perlu waktu bertahun-tahun sebelum pohon itu tumbuh. Bioniqa hadir untuk memecahkan masalah ini dengan menggabungkan alam dan teknologi.”

Beberapa waktu lalu, pemerintah meluncurkan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), merespons target
Indonesia untuk mencapai pengurangan emisi karbon menjadi 31,89% pada 2030. Payung hukumnya juga telah diterbitkan melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 yang akan menjadi pedoman dan acuan perdagangan karbon.

Peluncuran Bursa Karbon Indonesia juga merespons berkembangnya kebutuhan terhadap solusi di bidang teknologi hijau (cleantech), khususnya dekarbonisasi, yang diikuti oleh kemunculan pengembang inovasi di bidang karbon.

Beberapa di antaranya Fairatmos yang mengembangkan platform untuk mengakselerasi penyerapan karbon, juga Jejak.in yang memanfaatkan teknologi IoT dan satelit dalam menganalisis jejak karbon.

Startup Aquatech JALA Kantongi Pendanaan Seri A Rp202 Miliar Dipimpin Intudo Ventures

Startup aquatech untuk industri udang JALA mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $13,1 juta (sekitar Rp202,2 miliar) dipimpin oleh Intudo Ventures, dengan partisipasi dari SMDV serta investor terdahulu, yakni Mirova dan Meloy Fund (Deliberate Capital).

Dana segar akan dimanfaatkan JALA untuk memperluas operasionalnya di Sumatera, Sulawesi, dan Nusa Tenggara—tiga wilayah yang memiliki potensi unik bagi pertumbuhan industri budidaya udang. Serta, memperkuat teknologi di JALA App dengan fitur baru.

Perusahaan terakhir kali mengumumkan pendanaan pada November 2021 sebesar $6 juta. Sejumlah pemodal ventura yang fokus pada impact investment dari beberapa negara terlibat dalam putaran ini, di antaranya The Meloy Fund (dikelola Deliberate Capital dari Amerika Serikat), Real Tech Fund (dari Jepang), dan Mirova (dari Prancis).

Menurut keterangan resmi yang disampaikan hari ini (28/11), Co-founder dan CEO JALA Liris Maduningtyas menyampaikan, inti dari misi JALA adalah membuka jalan menuju industri udang Indonesia yang berkelanjutan di masa depan. Dukungan dari Intudo dan SMDV, menjadi amunisi tambahan untuk mewujudkan misi tersebut.

“Pendanaan ini memungkinkan kami untuk menghadirkan solusi ke daerah-daerah terpencil di Indonesia dan membekali petambak setempat dengan dukungan teknologi dan pendanaan yang mereka butuhkan untuk memajukan produksi udang Indonesia,” ujarnya.

Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip menuturkan, sebagai produsen udang terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki peran penting dalam rantai pasok seafood secara global. Seiring berkembangnya industri udang di negara ini, permintaan akan solusi budidaya udang modern juga meningkat.

“Rangkaian solusi digital JALA membantu petambak menciptakan nilai ekonomi yang nyata, meningkatkan hasil budidaya, dan menetapkan arah pada praktik budidaya yang berkelanjutan—membawa udang Indonesia ke pasar global. Kami sangat mendukung JALA dalam mewujudkan misi digitalisasi dan memperkuat budidaya udang di Indonesia,” imbuh Yip.

Perkembangan JALA

JALA didirikan pada 2017 oleh Aryo Wiryawan (Chairman), yang telah menjadi petambak udang sejak tahun 2001; dan Liris Maduningtyas (CEO), yang memiliki latar belakang teknik—keduanya mendirikan JALA setelah menemukan kendala dalam memantau budidaya udang di Indonesia dan ketergantungan pada cara tradisional.

Didasarkan pada aspek pemantauan, tim JALA menyusun solusi lengkap bagi petambak udang yang tidak hanya meningkatkan aspek ekonomi budidaya udang itu sendiri melainkan juga berkontribusi bagi keberlanjutan lingkungan.

JALA menyediakan solusi end-to-end untuk menyederhanakan proses budidaya udang—meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan keberlanjutan. Para petambak dapat menganalisis budidaya berdasarkan data real time dan alat yang terintegrasi, serta pendampingan tambak, pendanaan, saprodi berkualitas, dan akses jual untuk mendistribusikan hasil panen ke pasar.

Solusinya mulai dari JALA App, yakni alat yang penting bagi petambak udang karena dapat membantu mereka memantau proses budidaya secara efektif. Aplikasi ini memungkinkan penggunanya untuk mencatat, memantau, dan menganalisis setiap aspek budidaya udang secara real time, langsung dari perangkat mobile mereka.

Fungsi tersebut menyajikan data yang lengkap dan pelacakan progres, membantu petambak mengambil keputusan tepat dengan cepat. Melalui layanan credit scoring tambak dari JALA, petambak juga dapat membuktikan kredibilitas mereka dan memperoleh akses pilihan pendanaan yang terjangkau.

Bagi petambak di segala skala, JALA menyediakan layanan akses panen untuk membantu mendistribusikan produk mereka ke pasar. Petambak dapat terlibat dalam sistem yang membawa hasil panen mereka ke pasar, lengkap dengan pilihan pembayaran yang cepat dan aman. JALA juga menyediakan pendampingan tambak berupa bimbingan dan dukungan langsung dalam mengatasi tantangan sehari-hari di tambak.

Diklaim JALA telah dipercaya oleh lebih dari 20.000 pengguna. Melalui JALA App, perusahaan telah memantau udang di lebih dari 35.300 kolam, membantu petambak memanen udang dalam jumlah yang besar.

Ke depannya, JALA App akan dilengkapi dengan prediksi performa budidaya, kualitas air, dan penyakit udang yang lebih mendalam serta automasi input data, seperti data berat udang dan pakan. JALA juga bekerja sama dengan Conservation International untuk membangun Climate Smart Shrimp pertama sebagai upaya intensifikasi gabungan dengan restorasi mangrove untuk tambak udang tradisional.

Application Information Will Show Up Here

OCBC Ventura Dorong Penyaluran “Venture Debt”, Fokus di Area Kesehatan dan Ritel

OCBC NISP Ventura (ONV) melanjutkan strategi investasi beyond banking dengan memperkenalkan Vilo sebagai portofolio terbarunya. Vilo adalah perusahaan gelato Indonesia di segmen consumer retail, yang menerima pendanaan dengan nominal yang dirahasiakan dalam bentuk utang (venture debt).

Dihubungi DailySocial.id secara terpisah, Direktur Utama OCBC Ventura Darryl Ratulangi mengungkap bahwa perusahaan tengah dalam proses merampungkan kesepakatan pendanaan pada 2-3 portofolio baru menjelang akhir 2023.

“Di tahun 2023, kami memang sedang mengembangkan venture debt dengan fokus pada area consumer retail–termasuk F&B–dan healthcare. Kami melihat ada peluang di mana sektor tersebut masih underbanked, tetapi [sektor ini] tidak terlalu cocok untuk investasi dengan skema venture capital,” ujar Darryl.

Sejak beroperasi di 2020, OCBC Ventura telah mengucurkan pendanaan ke 15 startup lainnya di berbagai vertikal, termasuk agritech (EdenFarm), e-commerce enabler (Sirclo), fintech (AwanTunai, GajiGesa), online media (IDN Media, USS Networks), dan proptech (99 Group, Dekoruma, Rukita).

Ia menambahkan, OCBC Ventura memiliki metrik berbeda-beda untuk mengukur sinergi portofolio dari ragam sektor yang dimasukinya. Ia meyakini tidak ada satu metrik sama yang dapat diaplikasikan ke seluruh portofolio, tetapi perusahaan terus mendorong kemitraan untuk menciptakan produk dan solusi bagi pelanggan.

Sekilas mengenai Vilo, perusahaan gelato ini didirikan oleh Vincent Kusuma, Christian Susilo, dan Tomi Lunardi pada 2017. Pendanaan ini akan digunakan untuk mendorong ekspansi outlet secara nasional hingga mempercepat inovasi produk dengan menghasilkan serangkaian rasa gelato baru.

Vilo telah memproduksi lebih dari 21 ton gelato per bulan dan mengoperasikan lebih dari 20 outlet di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Bali. Pihaknya ingin menghadirkan gelato lokal yang mampu bersaing dengan merek internasional.

“Kolaborasi kami dengan OCBC Ventura adalah suatu pencapaian penting dalam perjalanan kami dan kemitraan finansial ini akan memperkuat posisi kami di pasar gelato. Kami harap dapat memberikan nilai yang lebih besar kepada para pelanggan dan mitra kami,” ujar CEO Vilo Vincent Kusuma dalam keterangan resminya.

Skema venture debt menjadi instrumen keuangan baru yang diperkenalkan OCBC Ventura agar startup dapat mengoptimalkan modal dan mempercepat pertumbuhan bisnisnya.

Skema tersebut kini banyak digunakan oleh bank maupun pemodal ventura di Indonesia. Bagi founder, venture debt dinilai memiliki risiko lebih rendah dan lebih nyaman untuk diambil karena tidak mengurangi porsi kepemilikan saham perusahaan. Founder tetap dapat memegang kendali perusahaan.

Bank CIMB Niaga dan Genesis Alternative Ventures adalah salah satunya yang memiliki venture debt khusus untuk pembiayaan startup di bidang fesyen, ritel, F&B, kesehatan, hingga manufaktur.

Potensi healthtech dan consumer retail

Sektor healthtech dan consumer retail menjadi sektor yang cukup banyak dilirik oleh pemodal ventura selama beberapa tahun terakhir. Pandemi Covid-19 menjadi faktor signifikan yang ikut mendorong perubahan perilaku konsumen dalam mengonsumsi layanan kesehatan maupun barang.

Laporan DS/X Ventures mengungkap nilai industri healthcare di Indonesia diproyeksi mencapai $68 miliar pada 2030. Dari data yang dihimpun selama sepuluh tahun terakhir, total pendanaan yang mengalir ke startup healthtech di Indonesia sebesar $231,7 juta.

Sementara, kemunculan startup consumer retail memanfaatkan pendekatan direct-to-consumer (D2C) untuk memperkenalkan produknya. Ekosistem marketplace, pembayaran, hingga logistik memungkinkan pemain D2C untuk menjangkau konsumen langsung dengan memotong sejumlah rantai distribusi.

Antler Suntik Investasi Rp19 Miliar untuk 10 Startup Indonesia

VC tahap awal dan startup builder Antler menyuntik investasi awal sebesar $1,25 juta (sekitar Rp19,5 miliar) untuk sepuluh startup di Indonesia. Mereka antara lain Alter, Club Kyta, Hazana, Kamoo, Katalis, Loop, Plans, Safelog.AI, Sqouts, dan startup yang berstatus “stealth“.

Dalam keterangan resminya, nilai investasi tersebut termasuk putaran investasi dari total alokasi di Indonesia sebesar $5 juta untuk dikucurkan ke 40 startup. Penambahan dana ini menunjukkan komitmen Antler untuk memperkuat portofolio di Indonesia dan mendukung para founder dengan ide bisnis potensial, serta latar belakang dan pengalaman beragam.

Antler hadir di Indonesia pada 2021, dan saat ini memiliki 33 portofolio (belum termasuk tambahan 10 startup) mengacu pada data di situs resminya. Secara total, Antler telah berinvestasi ke lebih dari 900 startup dari berbagai sektor. Targetnya, Antler ingin mendukung sebanyak 6.000 startup pada 2030.

“Untuk menghadapi dinamika pasar yang menantang di 2024, kami melihat ini sebagai peluang untuk para pendiri yang berbakat dan menciptakan dampak positif bisnis di Indonesia,” ungkap Partner Antler Indonesia Agung Bezharie Hadinegoro.

Agung melanjutkan, posisi Antler sebagai investor dan penyedia program yang mendalam, bukan hanya menawarkan peluang ke calon pendiri, tetapi juga hadir dalam perjalanan intensif mereka, mengasah visi, dan menguji konsep bisnisnya secara cermat sebelum meluncurkan startup.

Sekilas mengenai beberapa portofolionya; (1) Alter adalah platform jejaring sosial dan kolaborasi bagi para gamer, (2) Plans adalah platform untuk layanan kesuburan dan perencanaan keluarga, dan (3) Sqouts adalah platform perekrutan talenta berbasis AI berbentuk percakapan.

Investor dalam mode ‘wait and see’

Berdasarkan laporan terbaru AC Ventures dan Bain & Company, tren investasi VC di Indonesia menunjukkan pertumbuhan stagnan (YoY) dengan total pendanaan sebesar $3,6 miliar pada 2023. Menurut laporan, stagnasi ini dipicu oleh kehati-hatian investor di tengah ketidakpastian ekonomi makro global.

Kendati demikian, laporan ini mengungkap pendanaan awal dengan kisaran investasi tak sampai $10 juta justru masih menunjukkan pertumbuhan sehat, dan mendominasi total kesepakatan pendanaan yang terjadi di sepanjang 2023.

Sumber: AC Ventures dan Bain & Company

Adapun, tren perlambatan investasi diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun 2024, terutama didorong oleh faktor Pemilihan Umum (Pemilu). Investor diprediksi memilih untuk lebih berhati-hati sebelum memutuskan investasi.

Venture Builder Terratai Dapat Pendanaan Rp31 Miliar dari UBS Optimus Foundation dan Swiss Re Foundation

Terratai, venture builder yang fokus pada sektor impact, mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai $2 juta (sekitar Rp31 miliar) dari UBS Optimus Foundation dan Swiss Re Foundation. Dana akan diarahkan untuk meluncurkan program cohort pertama di Indonesia, yang berpotensi diperluas ke Asia Tenggara dalam mendatang.

Terratai akan membuat program untuk membangun usaha-usaha baru tahap awal, yang dapat menunjukkan dampak terukur terhadap alam dan keanekaragaman hayati, dan memberikan dampak di berbagai metrik yang ditetapkan secara ketat. Termasuk di antaranya: mitigasi karbon dan penghindaran emisi, perlindungan keanekaragaman hayati dan pengelolaan spesies, perlindungan dan restorasi habitat, serta peningkatan jasa ekosistem.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO Terratai Matt Leggett menyampaikan, kemitraan antara Terratai dengan dua investornya ini memperlihatkan komitmen bersama dalam meninjau ulang bagaimana modal dapat disalurkan untuk Solusi Berbasis Alam (nature-based solutions). Serta, langkah penting dalam menutup kesenjangan pendanaan global sebesar $800 miliar yang diperlukan untuk melindungi dan memulihkan alam setiap tahunnya.

“Kemitraan dengan UBS Optimus dan Swiss Re Foundation kini memungkinkan kami untuk mempercepat misi kami dalam mengidentifikasi model bisnis baru yang berani dan dapat melindungi lahan dan bentang laut yang paling berisiko di Indonesia, serta memberikan dukungan yang sesuai dan fasilitasi investasi tahap awal yang diperlukan untuk membawa perusahaan-perusahaan rintisan berkembang, dan membuka jalan ke aktivitas ekonomi yang memperhatikan kelestarian alam,” ujar Leggett, Rabu (22/11).

CEO UBS Optimus Foundation Maya Ziswiler menambahkan, Indonesia berada di garis depan dalam perjuangan global melawan perubahan iklim. Lebih dari separuh daratannya ditutupi oleh hutan, dan sangat penting untuk melestarikan sumber daya alamnya dengan bantuan solusi berbasis alam.

“Kemitraan baru kami dengan Terratai untuk melindungi keanekaragaman hayati dan penghidupan yang layak bagi masyarakat Indonesia, dan seiring waktu di Asia Tenggara, adalah contoh sempurna bagaimana UBS Optimus Foundation menginkubasi usaha-usaha yang berdampak, membuat mereka menjadi lebih siap untuk menerima investasi dan terukur, sambil memastikan bahwa mereka tetap dapat mencapai hasil positif dalam perjuangan melawan perubahan iklim, keanekaragaman hayati, dan komunitas lokal,” imbuh dia.

Direktur Swiss Re Foundation Stefan Huber Fux menyampaikan, misi Terratai sejalan dengan komitmennya dalam membangun dunia yang lebih tangguh. “Kami sangat bersemangat untuk meningkatkan solusi berbasis alam, yang merupakan fokus utama dalam komitmen strategis kami untuk bersama-sama membangun ekosistem yang dinamis dengan peluang investasi untuk solusi yang mempunyai dampak positif, tidak hanya terhadap tantangan lingkungan, namun juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat lokal.”

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sistem pangan global – cara kita menanam, memanen, memproses, dan memperdagangkan apa yang dimakan – sangat bergantung pada alam. Namun sistem pangan global juga merupakan penyebab terbesar hilangnya alam dan keanekaragaman hayati, serta bertanggung jawab atas lebih dari 30% emisi gas rumah kaca global.

Diperkiraan populasi masyarakat di Asia Tenggara akan bertambah menjadi 770 juta pada tahun 2040, sehingga memberikan tekanan lebih lanjut pada ekosistem laut dan darat untuk produksi pangan. Berdasarkan kondisi saat ini, kawasan ini bisa kehilangan 70% habitat alami dan 40% spesies, kecuali ada tindakan tegas yang diambil.

Sayangnya, solusi berbasis alam masih kekurangan dana. Dari laporan yang disusun oleh The Paulson Institute bersama Nature Conservancy memperkirakan, pendanaan untuk konservasi dan restorasi ekosistem tidak mencukupi sebanyak $711 miliar per tahun.

Kesenjangan yang kian melebar ini tidak dapat diatasi hanya dengan pendanaan filantropis dan donor saja. Satu-satunya cara berkelanjutan untuk membiayai solusi berbasis alam adalah dengan memobilisasi lebih banyak modal dari investor swasta.

Program Terratai

Mengutip dari situs Swiss Re Foundation, Terratai akan mengidentifikasi, menciptakan dan mengembangkan perusahaan berbasis alam tahap awal yang mengatasi tantangan sistemik yang menyebabkan hilangnya alam dan keanekaragaman hayati di Asia.

Tim Terratai menyediakan sumber daya, keahlian, dan investasi yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan perusahaan-perusahaan ini hingga mereka dapat mencapai skala dan menarik modal institusional, biasanya dalam jangka waktu setidaknya dua tahun.

Terratai berinvestasi pada usaha melalui instrumen pembiayaan langsung, seperti pinjaman, ekuitas, dan bagi hasil dan/atau melalui “sweat equity” dan menawarkan akses ke model pengembangan usaha dan penyediaan layanan, yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik masing-masing usaha.

Dengan fokus di Asia Tenggara, Terratai dirancang untuk membangun peluang investasi yang dinamis, menunjukkan kelayakan model bisnis berbasis alam dan dampak positifnya terhadap tantangan lingkungan. Pendekatan yang dilakukan mencerminkan urgensi krisis lingkungan dan iklim, serta perlunya kesabaran dalam mengembangkan solusi kompleks yang diperlukan untuk mengatasinya.