Flip Dapat Pendanaan Seri B+ Senilai 811 Miliar Rupiah

Flip mengumumkan perolehan pendanaan tambahan untuk putaran seri B senilai $55 juta atau setara 811 miliar Rupiah. Kali ini Tencent berperan memimpin pendanaan, diikuti Block (sebelumnya Square) dan Insight Partners. Sejumlah angel investor turut terlibat, di antaranya Guillaume Pousaz (CEO Checkout.com); Gokul Rajaram (eksekutif Doordash sekaligus komisioner Coinbase, Pinterest), dan Michael Vaughan (ex-COO Venmo).

Investasi baru ini melanjutkan perolehan seri B yang diumumkan Flip akhir tahun 2021 lalu, senilai $48 juta dipimpin Sequoia Capital India, Insight Partners, dan Insignia Venture Partners. Menurut sumber kami, Jika ditotal dana ekuitas yang berhasil didapat startup ini telah mencapai $120 juta atau setara 1,7 triliun Rupiah.

Modal tambahan ini akan difokuskan untuk memperkuat tim, khususnya di divisi teknis dan produk. Saat ini Flip telah memperkerjakan lebih dari 400 karyawan. Ini dilakukan untuk mengakselerasi pengembangan produk dan teknologi baru.

COO Flip Gita Prihanto mengatakan bahwa per Mei 2022 mereka telah melayani lebih dari 10 juta pengguna — meningkat dari sebelumnya di Desember 2021 baru 7 jutaan. Layanan utama mereka membantu pengguna melakukan transfer antarbank, top-up, dan remitansi.

Di sisi lain, layanan B2B mereka juga berkembang pesat. Flip B2B telah digunakan ratusan perusahaan untuk membantu proses penggajian karyawan, pengembalian uang pelanggan, pembayaran faktur, dan remitansi. Total setiap tahun mereka membukukan transaksi sampai $12 miliar.

Layanan transfer antarbank

Flip hadir untuk mengatasi isu terkait biaya transfer antarbank yang cukup mahal — terutama dirasakan kalangan menengah ke bawah dan pelaku UMKM. Teknologi Flip mampu menjadi “forwarder”. Misalnya pengguna dari bank A ingin mentransfer ke bank B, maka ia dapat mentransfer terlebih dulu ke rekening bank A milik Flip untuk kemudian diteruskan ke rekening tujuan bank B calon penerima oleh rekening bank B milik Flip secara otomatis.

Konsep tersebut diterima baik oleh masyarakat Indonesia. Apalagi model bisnis Flip adalah freemium, hingga batas tertentu pengguna dapat menggunakan layanan tersebut secara gratis.

Pemain lain juga mulai menghadirkan layanan ini sebagai salah satu fitur unggulan. Misalnya dilakukan oleh platform e-money DANA, layanan tersebut sempat mengokohkan mereka di peringkat tertinggi untuk platform sejenis. Per Desember 2021, tercatat lebih dari 350 juta transaksi dengan menggunakan fitur “Kirim Uang” di DANA, rata-rata 30 juta transaksi per bulan.

Strategi serupa kini diterapkan banyak fintech, termasuk platform bank digital yang baru-baru ini bermunculan.

Di sisi lain, Bank Indonesia juga telah merilis BI Fast Payment (BI-FAST), mereduksi biaya transfer antarbank menjadi Rp2.500. Menanggapi ini, dalam sebuah wawancara dengan DailySocial.id, Co-founder dan CEO Flip Rafi Putra Arriyan menuturkan pihaknya senantiasa menyambut baik kebijakan yang dibuat oleh Bank Indonesia karena selaras dengan visi Flip dalam menghadirkan solusi teknologi keuangan yang adil bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

“Untuk mendukung inisiatif tersebut, kami berkomitmen untuk melanjutkan upaya dan inovasi kami dengan memanfaatkan teknologi guna memberikan kualitas terbaik, baik untuk kepraktisan, kemudahan, maupun kecepatan dalam bertransaksi bagi para pelanggan di seluruh Indonesia.”

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Pimpin Pendanaan Seri A Startup “Coffee-Tech” Morning

Startup coffee-tech “Morning” mengumumkan pengumpulan pendanaan seri A senilai $5 juta (lebih dari 73,5 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh East Ventures. Investor sebelumnya, zVentures (modal ventura milik Razer) dan Wee Teng Wen (Grup Lo & Behold), serta investor baru P9 Capital turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Morning akan memanfaatkan dana segar tersebut untuk mengembangkan dan mendiversifikasi penawaran produk, serta memperluas kehadiran Morning secara global. Sebagai informasi, pengumuman investasi ditandai oleh penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) yang berlangsung pada acara Indonesia – Singapore Business Forum pada hari ini (14/6) di Hilton Singapore Orchard, Singapura.

Morning adalah perusahaan teknologi kopi dengan visi ingin membuat specialty coffee lebih mudah diakses di lingkungan rumah. Mesin Morning didukung oleh IoT menggunakan fitur presisi penyeduh yang dikombinasikan dengan ekosistem yang digerakkan oleh resep untuk menghasilkan setiap cangkir kopi persis seperti yang diinginkan oleh sang pemanggang.

Pengalaman Mesin Morning dilengkapi dengan Morning Marketplace, sebuah platform yang menampilkan kopi kapsul dari pemanggang kopi terkemuka di dunia. Startup ini didirikan pada pertengahan tahun lalu oleh Leon Foo (CEO) yang memiliki keahlian di bidang kopi.

“Budaya kopi telah berkembang pesat di seluruh dunia dalam dekade terakhir. Ditambah dengan permintaan yang meledak untuk solusi kopi rumahan yang lebih nyaman, didorong oleh pandemi dan tren kerja jarak jauh. Kami percaya bahwa Morning diposisikan secara optimal untuk memanfaatkan tren ini,” ucap Foo dalam keterangan resmi.

Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, “Kami percaya bahwa pengalaman menikmati kopi yang baik adalah kombinasi dari biji kopi terbaik, roaster, dan kemampuan untuk menyajikannya tepat waktu. Investasi ini akan meningkatkan kolaborasi Asia Tenggara dan memamerkan ekosistem SEA ke pasar global dengan mengintegrasikan biji kopi terbaik Indonesia dengan kemudahan teknologi kopi yang dirancang Singapura dan mesin Morning.”

Sejak peluncuran resminya, Morning telah menjual ribuan Mesin Morning berkemampuan IoT yang ikonik di hampir 30 negara. Cakupan bisnisnya tak hanya di Singapura dan Asia Tenggara saja, tapi akan diperluas ke Inggris dalam rangka melanjutkan ekspansi globalnya selama 12 hingga 18 bulan ke depan.

Morning memberikan pengalaman baru berupa ekosistem IoT dengan resep yang memengaruhi parameter minuman tertentu yang dapat digunakan para pelanggan untuk menyeduh kopi berkualitas kafe dengan satu sentuhan di rumah mereka. Meski praktis, perusahaan menjamin soal kualitas yang tetap terjaga. Saat ini, aplikasi Morning memiliki lebih dari 1.000 resep roaster yang dikembangkan oleh komunitas Morning yang terdiri dari 60 roaster kopi terkemuka.

Sebelumnya, dalam portofolio East Ventures juga terdapat startup yang bermain di gerai ritel kopi bernama Fore Coffee. Asal-muasalnya, Fore Coffee adalah proyek inkubasi dari salah satu portofolio East Ventures, yakni Otten milik Robin Boe. Otten sendiri adalah perusahaan yang menjual alat-alat perkopian, seperti penggiling, mesin espresso, dan penyeduh.

Dalam berjalannya waktu, Fore Coffee kini berhasil memiliki 110 gerai per Februari 2022. Lokasinya tersebar di 18 kota metropolitan, seperti Jabodetabek, Denpasar, Palembang, Yogyakarta, Malang, hingga Batam. Diklaim pula, Fore Coffee menyebut telah menjual 5 juta cup kopi di sepanjang 2021. Salah satu produk musimannya, Almond Cocoa Series yang dirilis akhir November 2021, tercatat menjadi menu terlaris dengan penjualan lebih dari 300 ribu gelas.

Menilik Proposisi Nilai dan Strategi Bisnis USS Networks sebagai Brand Aggregator

Berawal dari sebuah pagelaran “Urban Sneaker Society”, USS Networks didirikan pada tahun 2019. Kini mereka berkembang menjadi sebuah group holding yang mengelola 15 IP (intellectual property) & brand menargetkan kalangan Gen Z. Beberapa merek yang dipegang di antaranya Urban Sneaker Society, USS Feed, Outbrake, Cretivox, Menjadi Manusia, dan Sonderlab.

Meskipun cara kerjanya serupa dengan brand aggregator lainnya, namun USS Networks mengklaim memiliki perbedaan cukup mencolok.

Co-founder & CEO USS Networks Sayed Muhammad mengungkapkan, pengalaman dan jaringan yang sudah mereka miliki sejak awal berdiri menjadi salah satu kunci sukses mereka untuk bisa mengembangkan brand yang telah mereka akuisisi.

“Kami memiliki tujuan untuk bisa memperluas jaringan. Dimulai dari sisi pemasaran memanfaatkan jaringan kami, karena secara ekosistem telah memiliki event yang besar, bukan hanya di Indonesia namun di Asia Tenggara yang bisa dimanfaatkan oleh brand sebagai distribution channel. Kami juga memiliki relasi dengan media sampai komunitas dari industri fesyen. Hal tersebut yang membedakan kami dengan platform lainnya,” kata Sayed.

Konsep brand aggregator berkembang cukup pesat dewasa ini. Sudah ada beberapa pemain serupa seperti Hypefast, Tjufoo, Open Labs, dan lainnya. Tidak sekadar fesyen, sektor lain pun juga memiliki brand aggregator-nya sendiri, misalnya Hangry yang masuk di area kuliner.

Tidak berhenti di brand fesyen

Dari sisi produk, USS Networks tidak akan berhenti di produk fesyen saja, ke depannya mereka juga ingin mengakuisisi IP media hingga NFT lebih banyak lagi

Di awal tahun 2022, mereka mengakuisisi pengembang proyek NFT Karafuru. Karafuru sendiri saat ini menduduki peringkat 40 all time transaction di Open Sea dengan total transaksi lebih dari 1,5 triliun Rupiah. Di luar ini, USS Networks masih punya target untuk bisa mengakuisisi 3 s/d 4 brand lain tahun ini.

Selain itu, sejak awal komunitas masih menjadi prioritas bagi USS Networks untuk bisa mengembangkan bisnis. Di sisi lain, proses kurasi memanfaatkan riset juga terus dilakukan  untuk mengakuisisi brand hingga IP yang tepat.

“Kami adalah perusahaan yang profitable dari hari pertama dan terus bertumbuh setiap tahunnya. Pada tahun 2021 kami tumbuh lebih dari 100% YoY dan pada tahun 2022 ini kami perkirakan bisa bertumbuh lebih dari 200% YoY, baik secara revenue maupun profit,” kata Sayed.

Rencana bisnis setelah pendanaan

Bertujuan untuk mengakselerasi bisnis, USS Networks telah mengantongi pendanaan pra-seri A dengan jumlah yang tidak disebutkan. Pendanaan tersebut dipimpin oleh SALT Ventures. Selain itu, Tokopedia dan OCBC NISP Ventura turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Bagi SALT Ventures, sektor digital media dan IP merupakan salah satu fokus investasi karena sektor ini sedang bertumbuh besar di Indonesia.

“Kedua founder sangat jeli dalam melihat upcoming trend dan bahkan bisa menciptakan sebuah tren. Itu adalah resep USS Networks dapat bertumbuh sangat cepat dalam 3 tahun terakhir,” kata Managing Partner SALT Ventures Danny Sutradewa.

Dana segar tersebut nantinya akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengakuisisi perusahaan IP & brand D2C yang cocok dengan ekosistem USS Networks. Bukan hanya brand asal Indonesia, cakupan mereka telah diperluas hingga pasar regional.

“Karena pengalaman dan jaringan yang kami miliki, proses akuisisi terhadap brand dan IP selama ini tidak menjadi kendala bagi pemilik brand. Mereka sudah memahami konsep yang kami tawarkan, yang pada akhirnya bisa membantu menambah pendapatan brand menjadi lebih besar lagi,” kata Sayed.

Tokobay Hadirkan Layanan “Social Marketplace” untuk Pebisnis Kuliner

Belum lama ini salah satu platform penyedia layanan pesan-antar makanan sempat dikecam oleh beberapa merchant juga penggunanya. Pasalnya, skema komisi standar yang diterapkan bagi mitra usaha dianggap kurang terjangkau. Tingginya harga yang dipatok untuk menu pesan-antar kemudian memantik opini para pengguna yang merasa tidak puas. Hal ini sempat menjadi pembahasan pelik di media sosial.

Berawal dari sebuah keresahan terhadap perbedaan harga menu di restoran yang cukup signifikan di aplikasi pesan-antar makanan, Fenny Herianto melihat sebuah celah yang bisa dimanfaatkan sebagai peluang bisnis. Di Maret 2022, ia mulai menjalankan sebuah inisiatif baru yang dinamakan “Tokobay”, sebuah startup penyedia platform social marketplace di bidang kuliner.

Untuk para merchant yang ingin memasarkan produknya di platform Tokobay, saat ini tidak dikenakan biaya apa pun. Sementara, sebagai merchant official akan dibebankan biaya administrasi sebesar 2%, tentunya dengan fitur yang lebih mumpuni. Perusahaan juga mengklaim bahwa harga yang dipatok jauh lebih rendah dibandingkan platform sejenisnya.

Selain menawarkan biaya admin yang lebih murah, Tokobay turut memfasilitasi promosi para merchant melalui kampanye media sosial, publikasi blog, dan video. Berbagai fitur dihadirkan untuk bisa digunakan secara optimal oleh para merchant, termasuk “ulasan” yang memungkinkan pelanggan memberi penilaian terhadap pengalamannya membeli produk tersebut.

Hingga saat ini, sudah ada ratusan merchant yang terdaftar di Tokobay termasuk beberapa merek  seperti Acaraki, Ayam Geprek Goldchick, Bistogram, Foodpedia, dan Sop Ikan Batam. Untuk pengantarannya sendiri, Tokobay sudah bekerja sama dengan 3 penyedia jasa logistik, termasuk Borzo, Lalamove, dan Grab Shipping. Layanan ini sudah menjangkau seluruh area Jabodetabek dengan rencana ekspansi ke area lain dalam waktu dekat

Tersedia beberapa opsi pembayaran yang dapat digunakan dalam platform. Tokobay sendiri juga mengoperasikan dompet digital sendiri bernama “Bay Wallet”. Semua pengguna aplikasi Tokobay dapat langsung menggunakan atau mengoperasikan Bay Wallet sendiri.

“Kami berharap dengan kehadiran Tokobay dapat secara aktif membantu perkembangan merchant di era ekonomi digital seperti saat ini. Tentunya termasuk mereka yang berasal dari kalangan UMKM untuk dapat mengembangkan bisnisnya. Selain itu, kami juga berharap kehadiran Tokobay bisa membantu para pelanggan mendapatkan harga yang sama seperti di restoran dari rumah masing-masing,” tutur Fenny.

Ketika disinggung mengenai pendanaan, timnya mengungkapkan bahwa hingga saat ini Tokobay sudah menerima dengan detail undisclosed.

Layanan pesan-antar makanan

Pandemi telah menjadi momentum menarik bagi pelaku UMKM di sektor F&B Indonesia serta startup dan perusahaan teknologi sebagai enabler dan pendukung sektor ini. Tidak hanya itu, kondisi ini juga telah mendorong peningkatan kebutuhan masyarakat akan layanan digital, termasuk layanan pesan antar makanan online.

Laporan “Food Delivery Platforms in Southeast Asia” yang diterbitkan oleh MomentumWorks di awal tahun ini mengungkapkan bahwa total nilai GMV industri ini di Asia Tenggara telah mencapai $15,5 miliar, meningkat 30% dari yang tertinggi sebesar $11,9 miliar pada tahun 2020. Pertumbuhan ini menunjukkan fakta bahwa orang Asia Tenggara semakin mengandalkan layanan pengiriman makanan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam pernyataan resmi terkait laporan tersebut, Jianggan Li selaku Founder & CEO Momentum Works mengungkapkan, “Pengiriman makanan adalah pasar yang menarik terutama dengan sektor e-commerce yang stagnan. Seiring para pemain berekspansi ke lebih banyak kota dan layanan baru, dan industri restoran menjadi lebih aktif secara digital, kami mengantisipasi pertumbuhan pengiriman makanan yang berkelanjutan hingga tahun 2022.”

Di Indonesia sendiri persaingan ketat aplikasi pesan antar makanan tidak hanya sebatas duopoli Grab Food dan GoFood. Beberapa pemain besar yang juga sudah melebarkan sayap ke ranah ini seperti TravelokaEats, ShopeeFood, bahkan AirAsia dengan bisnis inti maskapai, saat ini juga menawarkan layanan serupa dengan ambisi superapp-nya.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures dan Beenext Pimpin Pendanaan Awal Biteship

East Ventures dan Beenext memimpin pendanaan tahap awal untuk startup Biteship dengan nominal dirahasiakan. Biteship merupakan startup agregator logistik yang fokus menyederhanakan proses pengiriman untuk UMKM dan perusahaan, menghubungkan bisnis dengan semua jasa ekspedisi ke dalam satu platform.

“Kami senang bermitra dengan East Ventures dan Beenext untuk putaran pendanaan ini. Investasi ini akan mempercepat misi kami untuk mengintegrasikan teknologi yang semakin baik pada solusi logistik yang kami hadirkan dalam melayani para pelanggan kami,” ucap Co-founder dan CEO Biteship Mirsa Sadikin dalam keterangan resmi, Jumat (10/6).

Principal East Ventures Devina Halim menyampaikan, “Kami percaya pada misi Biteship untuk memberikan solusi logistik yang lebih baik dari sudut pandang developer, yang akan mengarah pada efisiensi melalui penggunaan teknologi dan integrasi jaringan 3PL. Kami percaya investasi ini akan mendorong Biteship untuk terus meningkatkan layanannya dalam mengatasi kesenjangan logistik di pasar, memberikan dampak langsung pada pertumbuhan industri perdagangan di Indonesia.”

Managing Partner BEENEXT Dirk van Quaquebeke turut menambahkan, “Biteship menggambarkan tim, tema, dan perusahaan yang siap bersaing, mereka memiliki modal yang efisien dan sangat mungkin untuk berkembang dalam pasar yang sangat besar. Kami telah mengenal tim Biteship selama bertahun-tahun, melihat bagaimana mereka membangun perusahaan dan kami bersemangat untuk menjadi partner dalam perjalanan mereka.”

Solusi Biteship

Biteship didirikan oleh Mirsa bersama Afra Sausan (CMO) sejak 2019. Mereka berdua melihat akan kesenjangan teknologi yang besar antara penyedia jasa pengiriman (shipping providers) dan penyedia gudang (warehouse providers) dalam pemanfaatan solusi teknologi untuk UKM dan perusahaan dalam melakukan perdagangan.

Lalu dengan inovasinya, Biteship menyederhanakan proses pengiriman yang kompleks dan memberdayakan semua pemangku kepentingan dalam rantai pasokan melalui pendekatan 4PL. Perusahaan membuat API yang menghubungkan dan bertindak sebagai satu pintu untuk mengakses logistik pihak ketiga (3PL) dan penyedia gudang dalam memudahkan operasi perdagangan. Solusi yang sama juga ditawarkan oleh Shipper.

Pasar kargo dan logistik di Indonesia bernilai $81,3 miliar pada 2020 dengan pertumbuhan tahunan 9,2%. Angka ini didorong oleh pertumbuhan layanan pengiriman paket selama pandemi. Potensi yang besar dan kesenjangan yang belum terselesaikan, memicu Biteship agar dapat menjadi penyedia solusi untuk menghubungkan lebih banyak 3PL ke UKM. Dengan demikian, mereka dapat memberikan pengalaman penjualan yang lebih lancar ke konsumen.

Saat ini, Biteship memiliki lebih dari 30 3PL dalam jaringannya, sediakan layanan instan, pengiriman pada hari yang sama (same day service), pengiriman hari berikutnya (next day service), layanan reguler, dan layanan kargo ke dalam ekosistemnya. Selain itu, telah terhubung dengan ratusan bisnis di Indonesia di berbagai industri, termasuk makanan & minuman, fesyen, perawatan kesehatan, dan banyak lainnya.

“Kami bangga menjadi platform pertama yang melakukan pendekatan pengembangan produk rantai pasokan dari perspektif developer. Kami percaya bahwa setiap titik temu dari proses pengembangan produk rantai pasokan harus dirakit dengan hati-hati untuk keperluan perbaikan di masa mendatang. Dengan pemrograman yang lebih baik, kami dapat menghasilkan pengoperasian dan pengalaman yang lebih baik bagi bisnis dan para pelanggan,” kata Mirsa.

Biteship mengklaim telah mencatatkan pertumbuhan sebesar delapan kali lipat di kuartal I 2022 secara year-on-year dan menjaga profitabilitas dengan margin yang kompetitif.

Mirsa menuturkan, dana segar yang diterima perusahaan akan dialokasikan untuk mengembangkan tim, mulai dari divisi penjualan, pemasaran, operasi, produk, dan tim teknik untuk memastikan keunggulan operasional yang lebih baik serta meningkatkan adopsi platform. Serta, memperluas kemampuan teknologi, memungkinkan integrasi yang lebih dalam dengan para mitra di seluruh Indonesia, dan pada saat bersamaan terus memperkuat solusi e-commerce logistik.

Application Information Will Show Up Here

Willson Cuaca: Kita Sedang Menuju Era Keemasan Digital

Kabar kurang sedap tengah melanda ekosistem startup di Indonesia. Beberapa waktu terakhir, masyarakat dan media banyak menyoroti sentimen negatif terkait startup lokal, ditengarai kejadian seperti layoff, penutupan bisnis, sampai kabar pendanaan yang konon seret dikucurkan.

Menjadi buah bibir lantaran isu tersebut melibatkan nama-nama besar, di 2022 lalu mendapatkan pendanaan lanjutan dari sejumlah investor termasuk MDI Ventures. Belum lagi, tahun ini juga mereka mengakuisisi penuh perusahaan bimbingan belajar Primagama — untuk mengintegrasikan seluruh jaringan yang dimiliki menjadi konsep pembelajaran O2O.

Perspektif data: pendanaan startup meningkat

DailySocial.id baru saja meluncurkan Startup Report 2021-2022Q1 merangkum data perkembangan ekosistem startup di Indonesia. Salah satu yang menarik, laporan tersebut turut merangkum data putaran investasi sepanjang kuartal pertama tahun ini. Sekurangnya ada 76 pendanaan startup yang diumumkan ke publik. Dari 50 transaksi yang disebutkan nilainya, terkumpul $1,22 miliar. Tren positif, karena jika dibandingkan periode yang sama di tahun lalu nilainya naik 2x lipat.

Pun demikian saat berkaca dengan apa yang terjadi sepanjang tahun 2021. Ada sekitar 213 putaran pendanaan yang berhasil dicatat, mengumpulkan dana lebih dari $4,3 miliar dari 126 transaksi yang diumumkan nilainya. Capaian ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2020, yakni 113 transaksi dengan nominal $3,3 miliar dari 50 transaksi yang diumumkan nilainya. Dan yang paling menarik di tahun 2021 Indonesia telah memiliki 12 unicorn dan lebih dari 50 centaur.

Pendanaan memang bukan satu-satunya parameter untuk mengukur tingkat kecakapan ekosistem startup. Namun  di dalam proses pendanaan ada beberapa aktivitas yang turut mengukur level kematangan startup — dari hipotesis dan metrik yang diaplikasikan.

Dari data di atas, kesimpulan yang bisa ditarik adalah ekosistem startup di Indonesia secara umum masih on-track pada pertumbuhannya. Pendanaan yang ada juga menjangkau di berbagai model bisnis — termasuk yang menjadi rising star pada beberapa waktu terakhir seperti quick commerce, wealthtech, sampai SaaS untuk UMKM.

Investor pun masih menaruh kepercayaan tinggi terhadap founder startup lokal, terbukti dengan jumlah pendanaan awal yang masih banyak dan mendominasi dari 2021 sampai Q1 2022 ini. Diketahui pendanaan awal memiliki risiko lebih besar, karena investor bertaruh pada model bisnis baru dan kecakapan founder dalam mengeksekusi rencana-rencananya.

Pendanaan tahap akhir pun juga meningkat, untuk seri A ke atas — hal ini turut melahirkan lebih banyak startup centaur (bervaluasi lebih dari $100 juta).

Perspektif pemodal ventura: Willson Cuaca, East Ventures

Di startup report, dalam tiga tahun berturut-turut, East Ventures dinobatkan menjadi pemodal ventura paling aktif di Indonesia. Mereka berinvestasi di startup tahap awal dan tahap akhir, di berbagai sektor bisnis. Dengan perannya, kami rasa mereka cukup representatif untuk memberikan pandangan terkait apa yang terjadi di ekosistem startup Indonesia beberapa waktu terakhir.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, ada dua faktor yang menjadi penyebab ‘goncangan’ tersebut. Pertama adalah faktor eksternal, dilandasi oleh faktor ekonomi dunia yang mengantisipasi resesi dengan kenaikan suku bunga dan inflasi tinggi. Ini termasuk pengaruh perang Rusia-Ukraina yang mengakibatkan gangguan supply chain, pengetatan peraturan startup di Tiongkok, dan penjualan besar-besaran saham-saham teknologi di Amerika Serikat. Hal tersebut mengakibatkan investor growth stage lebih takut membayar valuasi yang tinggi.

Kemudian yang kedua adalah faktor internal. Willson bilang, karena di dua tahun sebelumnya terjadi akselerasi digital, selama pandemi, banyak startup yang terlalu percaya diri dan tidak prudent mengelola pengeluaran mereka. Asumsi mereka salah bahwa akselerasi ini terjadi terus-menerus. Jadi ada perbedaan antara ekspektasi dan kenyataan. Tapi tidak semua startup berpikiran demikian.

“Dari sisi East Ventures, tidak banyak berubah. Hipotesa East Ventures berporos pada 2 hal utama, mendukung entrepreneur yang baik dan juga percaya kalau masih banyak kesempatan di ekonomi digital Indonesia. Malah menurut kami kita sedang menuju era keemasan digital. Beberapa berita kurang sedap dari startup tidak mengubah posisi tersebut karena masih banyak fundamental startup-startup yang baik,” ujar Willson.

Dengan kondisi yang ada, East Ventures mengaku masih akan terus melakukan investasi yang dianggap sesuai dengan filosofinya, yakni People dan Potential Market untuk startup dalam tahap seed; sedangkan pada pendanaan tahap lanjutan berfokus pada traction.

“Tetap bersifat tenang dan sigap dalam menghadapi situasi ini. Mencari dukungan dari para investor Anda, be more prudent in spending, dan jangan melakukan fundraising di saat perusahaan Anda memerlukan uang,” saran Willson untuk para founder.

Vida Confirms Series A Funding, Focusing to Ampllify System Security and Technology

Digital signature provider VIDA has confirmed its series A funding. In the release, there was no mention of the company’s fresh funding. However, this news confirms DailySocial.id’s previous reports regarding the funding.

From our sources, VIDA managed to raise fresh funds of $50.5 million or around 691 billion Rupiah. However, his party refused to comment on the nominal funding obtained.

The investors announced were actually less than what we’ve been informed. In an official statement, investors participating are include Alpha JWC Ventures, DST Global Ventures, Breyer Capital, Future Shape, AC Ventures, and Endeavor Catalyst.

Several investors will also hold advisory positions, including Jim Breyer (Breyer Capital) and Tony Fadell (Principal Future Shape LLC, known as the inventor of the iPod and iPhone and Founder & CEO of Nest Labs).

VIDA will use this new capital to deepen its expertise in information security and machine learning. Moreover, continuing the educational process to encourage  public trust in digital interaction and transaction.

“We will use this funding to continue investing in products and talent to provide a seamless verification and authentication experience for all users. In addition, we will continue to encourage acceleration of the company’s vision to deepen our position in various strategic industrial sectors, such as financial services, e-commerce, and also health services,” VIDA’s Founder & Group CEO, Niki Luhur said, yesterday (6/6).

VIDA’s Co-founder CEO Sati Rasuanto also said that this funding marks a new phase for the company’s growth, with the presence of experienced partners in the world-class digital industry. “Not only providing ammunition for VIDA to continue to grow but also strategic direction and support for VIDA’s business can push our position wider in the digital signature industry,” Sati said.

The investor’s representative also provide a statement. One of them is Jim Breyer of Breyer Capital. He said, “VIDA’s founders have demonstrated a solid understanding of the complexities and opportunities of the ever-growing digital signature market, and VIDA has deepened its expertise in artificial intelligence and cybersecurity to be able to produce reliable authentication and verification products. We believe VIDA will continue to disrupt new frontiers in Indonesia and globally, and provide world-class digital signature services and products to the customers.”

Founded in 2018 by Niki Luhur, Sati Rasuanto, and Gajendran Kandasamy, VIDA provides secure digital signature services for businesses and the public. Armed with a full license as an Electronic Certificate Operator (PSrE) under the Ministry of Communication and Informatics and various other global accreditations, VIDA provides world-class services such as certified electronic signatures, and online identity verification services (e-KYC), and other authentication services.

VIDA products have been used by millions of Indonesians through various popular digital services from various industries such as financial services, e-commerce, transportation, telecommunications, and health. Utilizing deep expertise in terms of information security, VIDA plays an important role in assisting business partners in reducing fraud, increasing trust in online transactions, and providing a secure digital environment for users to do business.

In order to make VIDA a world-class cybersecurity company, the management also announced the appointment of Hamilton-Turner as CTO. Turner is an Assistant Professor of Computer Science at Vanderbilt University, USA, with 12 years of experience in cybersecurity, authentication, distributed systems, cryptography, and optimization algorithms.

The development of digital signature industry

VIDA, Privy, TekenAja, and Digisign are currently capturing the huge market potential of digital/electronic signature products. According to Fortune Business Insight, the market size for digital signature services has reached $3 billion by 2021. This year it is expected to increase to $4.05 billion and grow to $35.03 billion by 2029 at a CAGR of 36.1%.

Meanwhile, according to DocuSign’s analysis, the total addressable market in Indonesia is still very wide open. The potential could be as high as $25 trillion. This is due to the use cases are getting wider. Moreover, crucial sectors such as banking have also adopted this service to support its online banking services. In addition, related services have also received attention from regulators, for example, digital signature products penetration in the PSrE at Kominfo and e-KYC’s implementation in the OJK regulatory sandbox.

The innovations carried out by TekenAja, for example, are developing E-Stamp integrated with API and to add up for business transactions process. Both are complementing the existing legal digital signature solutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Ami dan Caranya Membumikan Kesehatan Mental untuk Karyawan Startup

Hingga kini, kesehatan jiwa menjadi masalah yang belum sepenuhnya dapat diselesaikan, baik di tingkat global maupun nasional. Kondisi semakin diperparah sejak pandemi Covid-19 yang menyebabkan ekonomi masyarakat memburuk, yang secara langsung berakibat pada kehidupan, juga mental dalam menghadapi situasi di masa pandemi.

Terlebih, isu kesehatan mental masih menjadi hal yang tabu untuk masyarakat Indonesia. Stigma terhadap pengidap gangguan kesehatan mental di Indonesia masih sangat kuat. Riset Kesehatan Dasar (Riskerdas) 2018 menunjukkan, sebanyak lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Data ini menunjukkan bahwa negara ini belum dapat menyelesaikan masalah kesehatan mental secara tepat. Namun sayangnya, isu ini menjadi stigma yang dapat berdampak buruk pada penderita, misalnya, diskriminasi dan dikucilkan dari masyarakat yang dikhawatirkan menghambat kesembuhan dan pemulihan penderita kesehatan mental.

Fakta di atas turut didukung oleh temuan Google Trends. Di pasar global, tren pencarian “how to maintain mental health” disebutkan meningkat lebih tinggi pada tahun ini dari tahun sebelumnya.

Tantangan ini jadi menarik untuk diselesaikan oleh pihak swasta. Justin Kim dan Beknazar Abdikamalov menjadi orang dibalik berdirinya “Ami”, startup penyedia platform mental wellness dengan misi membuat perawatan kesehatan mental lebih mudah diakses oleh pekerja yang terlalu banyak bekerja dan stres di Asia.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Kim mengaku bahwa, baik dirinya maupun Abdikamalov, sudah terlalu akrab dengan budaya perusahaan yang sangat serba cepat. Kim sebelumnya adalah pemilik di Viva Republica, milik miliarder Korea Lee Seung-gun, yang mengoperasikan super-app keuangan Toss, sementara rekannya bekerja sebagai software engineer di Amazon.

“Setiap orang di Ami telah menghabiskan waktu bertahun-tahun di tempat kerja yang serba cepat dan mengalami langsung bagaimana rasanya mengabaikan kesehatan emosional kita. Ami dirancang untuk menjadi sumber kesejahteraan karyawan yang selalu kami inginkan. Kami sekarang bekerja dengan perusahaan untuk membuat pelatihan kesehatan mental 1:1 dapat diakses oleh karyawan di mana saja,” terang Kim.

Solusi Ami

Sumber: Ami

Ami bekerja sebagai platform online yang mencocokkan karyawan dengan pelatih kesehatan mental. Pengguna benar-benar dapat menelepon mereka, tanpa perlu membuat janji berminggu-minggu sebelumnya, untuk berbicara tentang tekanan mereka sehari-hari melalui platform WhatsApp. Langkah ini dimaksudkan, supaya bicara perawatan kesehatan mental itu semudah memeriksa cuaca dan senyaman berbicara dengan teman.

Kim melanjutkan, ada tiga karakteristik utama dari pengalaman Ami. Pertama, Ami beresonansi dengan rata-rata pengguna karena mereka memberikan pelatihan ringan yang dirancang untuk orang dan karyawan biasa. “Kami bukan layanan konseling klinis yang hanya melayani individu yang didiagnosis dan karena itu mencari pengobatan.”

Kedua, pengguna menikmati pengalaman interaktif 1:1 dengan pelatih yang dipilih sendiri dari tim Ami yang beragam agar cocok untuk mereka, sehingga pengalaman tersebut jauh lebih menarik dan dipesan lebih dulu dibandingkan solusi yang ada di industri. Akhirnya, pembinaan ditawarkan dengan cara yang dapat diakses sesuai permintaan.

“Pengguna di perusahaan mitra kami dapat menikmati pengalaman yang seamless di platform aplikasi kami, terhubung dengan pelatih dalam waktu kurang dari satu menit. Setelah itu, mereka dapat terus menikmati akses tak terbatas dan fleksibel ke sesi pelatihan Ami.”

Bagi perusahaan, dampak dari penerapan konsep ini diklaim mampu meningkatkan adopsi 10 kali lebih tinggi daripada solusi konvensional, dengan biaya yang lebih murah.

Dalam kurun waktu lima bulan, diterangkan lebih jauh oleh Kim, pihaknya telah membangun komunitas klien dan mitra yang kuat di seluruh Asia Pasifik. Permulaan awal yang positif ini membuat ia dan tim meyakini prospek yang cerah untuk membumikan literasi mengenai kesehatan mental.

Semua pelatih Ami dipilih sendiri dan bekerja bersama Ami secara internal. Perusahaan berkomitmen untuk mengembangkan tim pelatih yang paling beragam dan kuat di Asia -terlepas dari latar belakang- semua pengguna Ami akan dicocokkan dengan profil pelatih yang sesuai untuk kebutuhan mereka.

“Fokus utama kami terus memastikan bahwa pengguna kami memiliki pengalaman pelatihan yang luar biasa dan memungkinkan mereka untuk menjadi advokat alami dan menyebarkan berita ke rekan-rekan. Kami mendapat banyak dukungan pengguna dari komunitas startup di Asia, terutama dari perusahaan dengan demografi milenial yang lebih berorientasi nilai.”

Industri kesehatan mental dan rencana Ami

Ami sendiri berbasis di Singapura dan mulai ekspansi ke Jakarta. Dua lokasi ini dipilih lantaran memiliki basis startup dengan pertumbuhan yang cepat. Terlebih itu, mayoritas karyawannya berusia muda dan cenderung lebih terbuka terhadap kesehatan dan kesehatan emosional.

Menurut Kim, bekerja di startup cenderung lebih cepat stres karena selalu dituntut pada pertumbuhan yang sangat tinggi. Sementara, mempertahankan talenta terbaik adalah prioritas yang berkembang untuk startup. Kendati stigma seputar kesehatan mental di Asia masih sangat nyata, namun respons startup terhadap solusi yang ditawarkan Ami begitu positif.

Mereka menambahkan Ami sebagai bagian inti dari paket tunjangan karyawan, karyawannya pun secara terbuka merangkul dan secara proaktif berinvestasi dalam pembinaan kesehatan mental. “Covid-19 telah membantu mempercepat ini. Sekarang adalah waktu yang tepat bahwa kesehatan mental adalah percakapan yang sangat terkini untuk masyarakat dan tempat kerja Asia sekarang, dan ini juga menjadi agenda sebagian besar tim SDM.”

Kim menambahkan, “kesehatan mental” telah menjadi kata kunci. Kondisi tersebut sangat penting memberikan nilai yang otentik dan jelas seperti apa nilai tambah yang diberikan Ami. “Kami mendidik dengan menunjukkan bahwa kesehatan mental relevan untuk semua orang di seluruh siklus berproses, tidak hanya untuk individu yang mencari bantuan klinis, atau untuk situasi tertekan setelah kejadian.”

“Kesejahteraan mental dan ketahanan dapat dipupuk melalui gaya hidup sehari-hari Anda, mengetahui cara menjeda dan mengatur ulang, sehingga Anda dapat melangkah lebih jauh. Di Ami, kami percaya coaching dapat menjadi pengalaman transformatif yang memfasilitasi hal ini secara efektif. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang menginginkan hubungan manusia,” sambung dia.

Kim menuturkan, selama setahun ini perusahaan akan memperluas cakupannya ke Asia. Bagi dia, Asia adalah rumah bagi beberapa negara yang paling banyak bekerja di dunia. Rata-rata orang di Korea Selatan, misalnya, bekerja 1.908 jam pada tahun 2020, keempat terbanyak di antara negara-negara maju, menurut data yang dikumpulkan oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Sebagai perbandingan, rata-rata orang di AS bekerja 1.767 jam pada tahun yang sama.

Sementara di Jepang, jam kerja yang panjang begitu merajalela, hingga menjadi penyebab kematian —disebut “karoshi” dalam bahasa Jepang. Kenyataan ini telah diakui secara hukum sebagai penyebab kematian sejak tahun 1980-an. Kondisi yang tak jauh berbeda juga terjadi di Tiongkok.

“Pekerja di Asia adalah yang paling stres di dunia dengan akses yang buruk ke sumber daya manajemen stres. Meskipun demikian, terlepas dari geografi, apa yang kami lakukan akan relevan dan penting bagi organisasi mana pun yang mempekerjakan karyawan manusia, bukan robot. Kami menyambut baik untuk terhubung dengan perusahaan mana pun secara global yang mungkin ingin tahu lebih banyak tentang apa yang kami lakukan.”

Ia pun optimistis dengan kesempatan Ami di Indonesia. Alasannya, budaya kerja di negara ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh cepat. Bila diterjemahkan lebih lanjut, hal ini memicu intensitas dan stres yang meningkat di sebagian besar tempat kerja. Bersamaan dengan ini, muncul generasi baru karyawan yang telah berubah menjadi lebih berorientasi pada nilai daripada pendahulu mereka, dan mencari lingkungan kehidupan kerja yang benar-benar holistik, otentik, dan seimbang.

“Kami yakin bahwa Ami berada di posisi yang tepat untuk membantu pemberi kerja dan karyawan dalam hal ini menavigasi keseimbangan ini. Last but not least, banyak dari pengguna Indonesia kami berbicara Bahasa dan telah memberikan pujian yang tinggi kepada pengalaman Ami karena mampu memenuhi tuntutan multi-bahasa, multi-budaya. Kami bekerja keras bahu membahu dengan pelatih untuk memberikan pengalaman yang relevan secara sosial budaya untuk semua klien kami.”

Beberapa startup lokal yang telah bermitra dengan Ami, di antaranya adalah HappyFresh, Modalku, dan Sampingan.

Saat ini, Ami telah didukung dengan pendanaan sebesar $4 juta (lebih dari 57 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh New Product Experimentation Team, investing arm dari Meta. Investasi dari Meta ini tandai debut awalnya di Asia Pasifik. Kemudian, diikuti Collaborative Fund, Goodwater Capital, Strong Ventures, January Capital, dan Wisdom Ventures.

Selanjutnya, jajaran investor lainnya yang turut berpartisipasi juga datang dari kalangan angel investor. Nama-namanya adalah tiga co-founder Modalku (Reynold Wijaya, Kelvin Teo, Koh Meng Wong), Maudy Ayunda, Chinmay Chauhan (BukuWarung), MX Kuok (K3 Ventures), Steven Lee (SV Angel), Rajesh Venkatesh (Nium), dan lainnya.

VIDA Konfirmasi Pendanaan Seri A, Fokus Perkuat Teknologi dan Keamanan Sistem

Startup pengembang layanan tanda tangan digital VIDA mengumumkan perolehan pendanaan seri A. Dalam rilis, tidak disebutkan dana segar yang direngkuh perusahaan. Namun demikian, kabar ini mengonfirmasi pemberitaan DailySocial.id sebelumnya mengenai pendanaan tersebut.

Dari informasi yang kami dapat, VIDA berhasil mengumpulkan dana segar $50,5 juta atau sekitar 691 miliar Rupiah. Kendati demikian pihaknya enggan memberikan komentar terkait nominal perolehan pendanaan.

Nama-nama investor yang diumumkan pun lebih sedikit dari informasi yang kami terima. Dalam keterangan resmi, investor yang berpartisipasi dalam putaran ini di antaranya Alpha JWC Ventures, DST Global Ventures, Breyer Capital, Future Shape, AC Ventures, dan Endeavor Catalyst.

Pasca-pendanaan, beberapa investor akan memegang posisi sebagai advisor, di antaranya Jim Breyer (Breyer Capital) dan Tony Fadell (Principal Future Shape LLC, dikenal sebagai penemu iPod dan iPhone dan Founder & CEO Nest Labs).

VIDA akan memanfaatkan dana segar ini untuk memperdalam keahliannya di bidang keamanan informasi dan machine learning. Serta, melanjutkan proses edukasi untuk mendorong peningkatan kepercayaan masyarakat dalam berinteraksi dan bertransaksi secara digital.

“Kami akan menggunakan hasil pendanaan ini untuk terus berinvestasi pada produk dan talenta demi hadirkan pengalaman verifikasi dan autentikasi yang seamless bagi para seluruh pengguna. Tak hanya itu, kami akan terus mendorong akselerasi dari visi perusahaan untuk perdalam posisi kami di berbagai sektor industri strategis, seperti jasa keuangan, e-commerce, dan juga layanan kesehatan,” terang Founder & Group CEO VIDA Niki Luhur, kemarin (6/6).

Co-founder CEO VIDA Sati Rasuanto menambahkan, pendanaan ini menandai fase pertumbuhan baru bagi perusahaan, dengan kehadiran mitra yang berpengalaman di industri digital kelas dunia. “Tidak hanya menyediakan amunisi bagi VIDA terus tumbuh, tetapi juga arahan dan dukungan strategi bagi bisnis VIDA dapat mendorong posisi kami lebih luas di industri identitas digital,” ujar Sati.

Perwakilan dari investor juga turut memberikan pernyataannya. Salah satunya Jim Breyer dari Breyer Capital. Dia bilang, “Para founders di VIDA telah menunjukkan pemahaman yang kuat mengenai kompleksitas serta peluang yang ada dalam pasar identitas digital yang terus tumbuh, dan VIDA telah memperdalam keahlian mereka dalam artificial intelligence dan keamanan siber untuk dapat menghasilkan produk verifikasi dan autentikasi yang meyakinkan. Kami percaya VIDA akan terus mendisrupsi batas-batas baru di Indonesia dan global, serta menyediakan layanan dan produk identitas digital kelas dunia bagi para pelanggan mereka.”

Didirikan pada tahun 2018 oleh Niki Luhur, Sati Rasuanto, dan Gajendran Kandasamy, VIDA menyediakan layanan identitas digital yang aman bagi bisnis dan masyarakat. Berbekal lisensi penuh sebagai Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) berinduk di bawah Kementerian Kominfo serta beragam akreditasi global lainnya, VIDA hadirkan layanan kelas dunia seperti tanda tangan elektronik tersertifikasi, layanan verifikasi identitas online (e-KYC), dan layanan autentikasi lainnya.

Produk VIDA telah digunakan oleh jutaan masyarakat Indonesia melalui berbagai layanan populer digital dari berbagai industri seperti jasa keuangan, e-commerce, transportasi, telekomunikasi dan juga kesehatan. Memanfaatkan keahlian yang mendalam dari sisi keamanan informasi, VIDA berperan penting membantu para partner bisnis dalam mengurangi tindak penipuan (fraud), meningkatkan rasa percaya (trust) dalam transaksi online, hingga menyediakan digital environment yang aman untuk para penggunanya melakukan bisnis.

Dalam rangka menjadikan VIDA sebagai perusahaan yang memiliki keamanan siber kelas dunia, manajemen sekaligus mengumumkan penunjukan Hamilton Turner sebagai CTO. Turner merupakan Asisten Profesor Ilmu Komputer di Universitas Vanderbilt, AS, dengan pengalaman 12 tahun di dunia keamanan siber, autentikasi, sistem terdistribusi, kriptografi, dan algoritma optimasi.

Perkembangan startup layanan tanda tangan digital

VIDA, Privy, TekenAja, hingga Digisign tengah merebutkan potensi pasar yang besar dari produk tanda tangan digital/elektronik. Menurut Fortune Business Insight, ukuran pasar untuk layanan tanda tangan digital telah mencapai $3 miliar pada 2021. Tahun ini diperkirakan akan meningkat menjadi $4,05 miliar dan bertumbuh hingga $35,03 miliar pada 2029 dengan CAGR 36,1%.

Sementara di Indonesia, menurut analisis DocuSign, total addressable market masih terbuka sangat luas. Potensinya bisa mencapai $25 triliun. Hal ini dikarenakan use case penggunaan yang semakin luas. Terlebih sektor krusial seperti perbankan juga sudah mengadopsi untuk mendukung layanan perbankan online-nya. Selain itu, layanan terkait juga sudah mendapatkan perhatian dari regulator, misalnya untuk produk tanda tangan digital masuk ke PSrE di Kominfo dan e-KYC masuk di regulatory sandbox OJK.

Inovasi yang dilakukan TekenAja misalnya, yang mengembangkan E-Materai yang terintegrasi dengan API dan E-Stamp untuk melengkapi kebutuhan dalam melakukan transaksi bisnis. Keduanya melengkapi solusi tanda tangan digital yang legal yang sudah hadir.

Application Information Will Show Up Here

PINTU Rampungkan Pendanaan Seri B Senilai 1,6 Triliun Rupiah

Platform jual-beli dan investasi aset kripto PINTU mengumumkan telah menyelesaikan putaran pendanaan seri B senilai $113 juta atau sebesar 1,6 triliun Rupiah. Pendanaan ini berasal dari Intudo Ventures, Lightspeed, Northstar Group, dan Pantera Capital.

Sebelumnya PINTU telah mengantongi pendanaan pendanaan seri A+ sebesar $35 juta atau setara 503 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Lightspeed Venture Partners, serta didukung oleh Alameda Ventures, Blockchain.com Ventures, Castle Island Ventures, Intudo Ventures, dan Pantera Capital.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan untuk meluncurkan fitur-fitur baru, menambah token yang diperdagangkan, mendukung teknologi blockchain, dan menghadirkan berbagai produk-produk baru.

Untuk meningkatkan literasi dan edukasi bagi investor, mereka akan berinvestasi secara besar-besaran dalam program edukasi Pintu Academy. Pintu Academy dirancang untuk memberikan edukasi bagi investor mengenai investasi aset kripto, dari mulai pemahaman secara dasar hingga informasi mengenai pengelolaan risiko yang baik dan berkelanjutan.

“Untuk memberikan kemudahan bagi pengguna kripto di Indonesia, kami membangun PINTU bagi investor aset kripto baru maupun investor berpengalaman. Kami percaya bahwa adopsi aset kripto di Indonesia baru memasuki tahap awal, dan mengedukasi masyarakat merupakan fundamental yang sangat penting untuk memastikan pertumbuhan ini berjalan dengan cara yang sehat,” ujar Founder & CEO PINTU Jeth Soetoyo.

Untuk mendukung pertumbuhan ini, PINTU secara agresif merekrut talenta terbaik untuk semua fungsi. Saat ini pertumbuhan staf di PINTU tumbuh hingga 2x lipat sejak tahun 2021 — per April 2022 terdapat lebih dari 200 pegawai.

Diluncurkan pada bulan April tahun 2020, PINTU merupakan platform  kripto lokal di Indonesia. PINTU menawarkan lebih dari 50 aset kripto yang diperdagangkan seperti Bitcoin dan Ethereum.

Tambah fitur unggulan

PINTU telah menghadirkan berbagai fitur baru yang sudah dapat digunakan di antaranya, Pintu Earn yang menawarkan pengguna mendapatkan imbalan dalam bentuk Annual Percentage Year (APY) yang dibayarkan per jam dan tanpa periode penguncian. Lalu, ada juga fitur Pintu Staking (PTU Staking) bagi pemegang Pintu Token (PTU) cukup dengan mengunci aset PTU Token yang dimiliki dan akan mendapatkan beragam benefit eksklusif.

“Kami akan terus membangun momentum ini dengan menawarkan lebih banyak fitur baru serta menginisiasi berbagai strategi yang tepat guna membawa aset kripto ke lebih banyak lagi masyarakat Indonesia,” kata Jeth.

Saat ini PINTU telah didukung banyak pilihan kanal pembayaran seperti rekening bank, hingga e-wallet yang terintegrasi langsung ke dalam aplikasi. Sejak diluncurkan, PINTU telah diunduh lebih dari 4 juta pengguna. Secara legalitas, PINTU merupakan platform investasi aset kripto yang terdaftar dan berlisensi resmi oleh lembaga Bappebti.

Di Bappebti, saat ini juga sudah ada beberapa aplikasi yang melayani transaksi/investasi serupa, di antaranya:

Entitas Perusahaan Platform Kunjungan Web* Peringkat App**
PT Indodax Nasional Indonesia Indodax 9 juta – 12,7 juta 82
PT Crypto Indonesia Berkat Tokocrypto 1,8 juta – 2,6 juta 100
PT Zipmex Exchange Indonesia Zipmex 2,9 juta – 5 juta 137
PT Indonesia Digital Exchange Idex n/a n/a (early access)
PT Pintu Kemana Saja Pintu 810 ribu – 1 juta 60
PT Luno Indonesia LTD Luno 1,2 juta – 1,7 juta 163
PT Cipta Koin Digital Koinku n/a n/a
PT Tiga Inti Utama Triv 241 ribu – 432 ribu n/a
PT Upbit Exchange Indonesia Upbit ID 52 ribu – 90 ribu n/a
PT Rekeningku Dotcom Indonesia Rekeningku 102 ribu – 362 ribu n/a
PT Triniti Investama Berkat Bitocto 17,9 ribu – 22,7 ribu n/a

*data statistik kunjungan di Similar Web Desember 2021 – Februari 2022; ** data statistik peringkat Playstore Indonesia di Appbrain per 6 April 2022

Application Information Will Show Up Here