Grab Umumkan Kerja Sama dengan Yummy Corp, Perluas Cakupan Cloud Kitchen

Grab mengumumkan kerja sama dengan Yummy Corp untuk perluas cakupan bisnis para pelaku usaha kuliner di Indonesia. Bila digabungkan kini kedua perusahaan mengoperasikan lebih dari 80 cloud kitchen di seluruh Indonesia.

Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada hari ini (8/2), Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi menegaskan dalam kerja sama ini tidak ada komitmen investasi yang diberikan Grab untuk Yummy Corp. Hanya berbentuk MoU sebagai bentuk komitmen dari kedua perusahaan untuk mendukung kuliner di Indonesia.

“Kerja sama dengan Yummy Corp didasari kesamaan visi untuk menawarkan konsep baru di industri kuliner sebagai bentuk dukungan Grab terhadap industri ini di Indonesia,” terangnya.

Secara terpisah, dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO Yummy Corp Mario Suntanu mengatakan, “Misi kami adalah mendukung para pelaku usaha kuliner untuk tumbuh di era digital baru dengan menyediakan solusi ekspansi yang terkelola melalui cloud kitchen. Kami sangat senang bisa bekerja sama dengan Grab untuk membawa misi kedua perusahaan ke tingkat selanjutnya, di mana kecepatan ekspansi, kualitas makanan, dan kepuasan pelanggan akan selalu menjadi fokus utama kami.”

Implementasi selanjutnya dari kerja sama tersebut adalah Yummy Corp akan menyediakan manajemen operasional termasuk merekrut lebih banyak staf di GrabKitchen, merchant Yummy Corp tergabung ke dalam platform GrabFood dan mengakses fitur-fitur di dalamnya, sehingga mereka dapat menerima keuntungan maksimal.

Terakhir, mendorong inovasi di industri kuliner melalui kolaborasi dengan brand dan chef. Grab dan Yummy Corp berencana untuk bekerja sama dengan pelaku usaha kuliner untuk menciptakan konsep baru, mengujinya di platform GrabFood, dan mengembangkannya di jaringan cloud kitchen Grab dan Yummy Corp.

Hal ini memungkinkan pelaku usaha kuliner untuk mengambil pendekatan berbasis data guna bereksperimen dan menguji konsep baru secara langsung, dengan biaya minim. “Sinergi ini akan memberi keleluasaan bagi konsumen dan mitra resto yang ingin ekspansi, atau sekadar test the water di lokasi cloud kitchen Grab dan Yummy.”

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi dan Head of Marketing GrabFood Hadi Surya Koe / Grab
Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi dan Head of Marketing GrabFood Hadi Surya Koe / Grab

Konsep cloud kitchen sendiri sekarang memang sedang banyak digandrungi penyedia layanan food delivery. Gojek selaku kompetitor utama Grab di Indonesia juga mengusung pendekatan yang sama. Melalui investasinya ke startup cloud kitchen asal India, yakni Rebel Foods, Gojek memboyong layanan tersebut ke Indonesia melalui PT Rebel GoFood Indonesia (Dapur Bersama GoFood).

Riset dari Momentum Works mengatakan, di Indonesia GMV layanan pesan-antar makanan telah mencapai 52 triliun Rupiah di tahun 2020. Perolehan tersebut didominasi oleh Grab dan Gojek, masing-masing memegang 53% dan 47% dari total pangsa pasar.

Kontributor bisnis terbesar

Neneng juga menuturkan, bisnis GrabFood menopang 50% terhadap keseluruhan bisnis Grab secara keseluruhan. Tidak dirinci lebih lanjut bagaimana kontribusi dari Indonesia, atau lainnya. “Kami bangga mengatakan Grab itu adalah super app company karena 50% bisnis kami, baik itu transaksi, revenue, dan sebagainya, disumbang oleh GrabFood.”

Grab mengubah strategi tak lagi mengandalkan bisnis transportasi, apalagi di tengah pandemi yang masih berlangsung. Sejak tahun lalu perusahaan banyak berinvestasi untuk layanan food delivery, termasuk mengantar kebutuhan sehari-hari dengan GrabMart dan GrabAsisstant.

Meski tidak disebutkan dengan angka, diklaim pertumbuhan mitra merchant di GrabFood yang aktif beraktivitas di platform Grab sepanjang tahun lalu bertambah signifikan. Merchant GrabMart juga terus bertambah, mulai dari supermarket, convenience store, apotek, dan startup seperti Sayurbox, TaniHub, dan WarungPintar. Berkat kemitraan tersebut GrabMart telah menjangkau 19 kota.

Tak hanya itu, menyediakan GrabMart Daily untuk memenuhi kebutuhan harian berkat kerja sama dengan sejumlah brand FMCG. Layanan ini baru tersedia di sembilan lokasi di area Jakarta, misalnya Duren Sawit, Kemayoran, Lebak Bulus, Setiabudi, Daan Mogot, Tendean, dan Kebayoran Lama.

Adapun untuk lokasi GrabKitchen telah tersebar di 46 lokasi di tujuh kota, di antaranya Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar. Terdapat lebih dari 200 brand yang tergabung dalam jaringan cloud ini.

Tidak fokus memperbanyak mitra merchant saja, perusahaan juga banyak mengembangkan sejumlah fitur untuk mempermudah konsumen. Di antaranya Ambil Sendiri, Pemesanan Terjadwal, Pesan Bareng Teman, Multi Order, Pesan Ulang.

Lalu, Pesan Sekaligus dari berbagai merchant yang berlokasi di satu gedung/jalan; Promosi Terbaik untuk menyaring daftar merchant yang berpartisipasi dalam promosi tertentu; perbanyak opsi pembayaran non tunai untuk GrabFood; memberi tip sebelum transaksi selesai.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Tren “Same Day Delivery” Diprediksi Meningkat, Persaingan Jasa Logistik Semakin Ketat

Pertumbuhan pasar logistik di Indonesia diprediksi semakin membaik di 2021. Prediksi tersebut sudah mempertimbangkan pada faktor situasi Indonesia saat ini dengan pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial di sejumlah wilayah.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengungkap sejumlah prediksi dan tren logistik yang bakal terjadi di Indonesia di tahun ini. Pertama, ia mengamati bahwa pelaku jasa logistik sudah mulai beradaptasi selama masa pandemi. Hal ini terlihat dari kemunculan layanan baru dan kolaborasi antara startup dan perusahaan logistik besar, terutama untuk mengakomodasi kebutuhan layanan kurir instan (on-demand).

“Di kuartal IV 2020, logistik sudah mulai naik karena spending masyarakat sudah mulai jalan. Di kuartal pertama 2021, memang agak mengkhawatirkan karena ada pemberlakuan pembatasan sosial kembali. Tetapi, kami optimistis karena selama enam bulan terakhir, [pelaku logistik] sudah terlatih untuk beradaptasi. Kami prediksi puncak [kenaikan] logistik terjadi di kuartal III dan IV 2021 sejalan dengan semakin banyak orang yang divaksin,” tuturnya dihubungi DailySocial.

Berdasarkan laporan Ken Research, pasar logistik Indonesia diestimasi mencapai nilai $200,3 miliar dengan CAGR 7,9% pada 2024. Nilai ini sudah termasuk untuk bisnis angkutan barang, pengiriman barang, warehouse, express and parcel (CEP), hingga cold chain logistic.

Kedua, ia memperkirakan kenaikan bisnis logistik di tahun ini akan banyak didongkrak oleh layanan same day delivery. Dengan situasi saat ini, ia memperkirakan tren tersebut dapat memacu pelaku industri logistik untuk mengevaluasi apakah durasi waktu pengiriman same day delivery yang sudah ada saat ini telah memenuhi ekspektasi pelanggan dan kompetitif secara bisnis.

Zaldy yang juga Direktur Utama Paxel bahkan mengaku akan mempertimbangkan temuan tersebut. Terlebih, Paxel yang merupakan startup platform jasa pengiriman logistik berbasis teknologi ini awalnya memulai layanan same day delivery dengan durasi pengiriman hingga 10 jam.

Layanan

Tarif Ja(bo)detabek

Durasi

GoSend Rp2.815/km (0-6km), Rp 18.000 (6-15km), Rp1.200/km (>15km) Max 4 jam terhitung setelah pick-up barang
Grab Express Dimulai dari Rp15.000 (0-5km) Max 6 jam (motor) terhitung setelah pick-up barang
Paxel Flat s/d 5kg Rp8.000 (dalam kota), Rp15.000 (luar kota) 6-8 jam (dalam kota), 10-12 jam (luar kota)
MrSpeedy Rp8.000 untuk 4km pertama Max 90 menit

Sumber: situs resmi Gojek, Grab, Paxel, MrSpeedy / Diolah kembali oleh DailySocial

“Sekarang, same day delivery di dalam kota hanya 2 jam. Selama beberapa tahun terakhir ini, ekspektasi customer naik signifikan. [Paxel] bahkan mengevaluasi lagi apakah same delivery berdurasi 8-10 jam masih bisa berkompetisi. Apalagi, ada yang lebih ekstrem dengan biaya lebih rendah. Ini berarti industri butuh inovasi lebih besar,” paparnya.

Tren same day delivery didorong oleh pengiriman makanan

Jika mengacu laporan The 2nd Series Industry Roundtable: Logistics Industry Perspective yang dirilis MarkPlus Inc pada Oktober 2020, frekuensi jasa kurir meningkat pesat selama masa pandemi. Peningkatan ini dipicu oleh sejumlah faktor utama antara lain kegiatan belanja online, harga, dan waktu pengiriman.

Sumber: MarkPlus Inc / Diolah kembali oleh DailySocial
Sumber: MarkPlus Inc / Diolah kembali oleh DailySocial

Selain itu, layanan same day delivery diekspektasi bakal meningkat lebih pesat penggunaannya pasca-pandemi (67,2%) dibandingkan layanan pengiriman regular (78,7%) meski porsinya masih lebih besar. Adapun riset ini diikuti oleh sebanyak 122 responden dari wilayah Jabodetabek (59,8%) dan non-Jabodetabek (40,2%).

Kemudian, responden juga memiliki ekspektasi utama terhadap pengiriman layanan yang tepat waktu (36,7%) dan penyedia jasa logistik dinilai perlu meningkatkan layanan pick-up di masa depan.

Sumber: MarkPlus Inc / Diolah kembali oleh DailySocial
Sumber: MarkPlus Inc / Diolah kembali oleh DailySocial

Ketiga, menurut pengamatan Zaldy, pasar logistik B2B sudah mulai berkurang porsinya dikarenakan terjadi shifting perilaku belanja dari offline ke online. Dorongannya semakin kuat ketika pandemi dan meningkatnya ekspektasi customer yang dinilai semakin ekstrem. Ia memperkirakan komposisi bisnis logistik di segmen B2C bakal naik porsinya dari 10% menjadi 25% di tahun ini.

Keempat, tahun ini sekaligus menjadi ajang pembuktian untuk melihat mana model bisnis logistik yang berhasil, mana yang tidak. Model bisnis baru mungkin akan lebih banyak bermunculan karena banyak pasar baru yang belum terbuka, misalnya jasa pengiriman makanan,” jelas Zaldy.

Beberapa startup raksasa, seperti Gojek (GoFood), Bukalapak (BukaFood), dan Shopee (ShopeeFood) sudah mulai bersiap untuk memperkuat posisinya di segmen pasar ini. Perusahaan logistik besar SiCepat juga bahkan mencaplok 51% saham platform pengiriman makanan DigiResto demi mendorong kontribusi pendapatan dari pasar pengiriman makanan di Indonesia.

Mengutip hasil riset Momentum Works, GMV layanan pengiriman makanan (food delivery) mengalami percepatan pertumbuhan selama pandemi. Laporan ini mencatat GMV layanan pengiriman makanan di enam negara di Asia Tenggara mencapai $11,9 miliar di 2020.

Untuk pasar Indonesia saja, angkanya mencapai $3,7 miliar atau setara Rp52 triliun yang didominasi dua pemain besar, yakni Grab dan Gojek dengan porsi masing-masing sebesar 53% dan 47% dari total pangsa pasar.

Tantangan bagi perusahaan logistik legacy

Kelima, lanjut Zaldy, ia memperkirakan perusahaan logistik konvensional yang sudah lama beroperasi bakal sulit mengejar tren ke depan. Hal ini karena tidak mudah bagi perusahaan untuk melakukan transformasi atau membangun infrastruktur dalam waktu singkat. Kuncinya ada pada kolaborasi.

Setidaknya, sepanjang 2020 terdapat banyak kolaborasi yang terjadi antara startup dan korporasi. Misalnya, Ninja Xpress bermitra dengan Grab dan Gojek bermitra dengan Paxel. Kemitraan keduanya dilakukan untuk memperkuat jasa pengiriman barang antar-kota (intercity).

Menurut Zaldy, pandemi menjadi pembuka mata agar perusahaan logistik konvensional mau berkolaborasi. “Banyak perusahaan legacy konvensional susah mengejar bisnis karena sekarang ekspektasi customer jauh lebih tinggi. Kita lihat beberapa perusahaan konvensional, service-nya mungkin terancam karena sudah ada same day delivery,” ujar Zaldy.

Bahkan ia juga melihat tren baru yang bakal muncul akibat pandemi, yakni perusahaan non-logistik masuk ke sektor logistik. Blue Bird merupakan salah satu yang sudah melakukannya.

Perusahaan melakukan manuver ke logistik sejak kuartal II 2020 yang diperkuat dengan dukungan aset armadanya. Blue Bird juga mulai memperluas cakupan layanan logistiknya dengan menggandeng Paxel untuk pengiriman paket berukuran besar dengan layanan same day delivery.

“Kami menggunakan armada existing jadi secara cost [efisien]. Intinya, kami ingin berkontribusi pada layanan logistik di masa pandemi, terutama soal higienis yang kami terapkan sesuai standar kami,” ungkap Chief Strategy Officer Blue Bird Paul Soegianto kepada DailySocial.

Zaldy juga mencontohkan bagaimana tantangan ini bakal dihadapi oleh PT Pos Indonesia. Ia menilai infrastruktur yang dimiliki sudah tidak memungkinkan untuk mengejar ketertinggalan dengan penyedia jasa logistik, SiCepat misalnya.

“Akan tetapi, [model seperti] PT Pos Indonesia bisa memanfaatkan infrastruktur dari platform lain, seperti Anteraja. Artinya, first mile dan middle mile bisa saling berkolaborasi, sedangkan kompetisinya ada di last mile,” tambahnya.

Dampak merger Gojek dan Tokopedia terhadap industri logistik

Keenam, ia memperkirakan rencana merger Gojek dan Tokopedia dapat memberikan dampak besar terhadap industri logistik Indonesia. Dan, menurutnya yang bakal terdampak signifikan adalah perusahaan logistik konvensional.

“Merger keduanya bakal membuat perusahaan legacy ‘berkeringat’. Kenapa? Susah membuat perusahaan legacy untuk mengubah model bisnis bisnis, apalagi yang sudah memiliki ribuan armada kurir dan hub. Kecuali mereka punya sistem IT atau teknologi yang bagus, ini bakal sulit. Blue Bird itu satu contoh perusahaan legacy yang sistemnya sudah siap. Pertanyaannya adalah apa mereka sudah mengerjakan ‘PR’-nya?” ucap Zaldy.

Dalam artikel terpisah, Founder dan CEO DailySocial Rama Mamuaya beropini bahwa merger keduanya dapat memberikan dampak besar bagi konsumen dan industri. Dikatakan Rama, kawin silang produk yang saling melengkapi akan menjadi sangat fantastis bagi konsumen. Terlebih, keduanya telah memiliki infrastruktur e-commerce, transportasi, hingga keuangan yang terintegrasi dalam satu aplikasi.

“Saat ini, kita sudah menikmati sistem pengiriman di hari yang sama.
Integrasi antara Gojek dan Tokopedia dapat menciptakan sesuatu yang lebih mengunggah, misalnya pengiriman instan ala Amazon Prime dalam hitungan jam, membantu mendorong transaksi ecommerce, hingga meningkatkan utilisasi pengemudi sehingga lebih ekonomis sebagai bisnis,” paparnya.

Bank Mandiri dan Grab Teken Kerja Sama Strategis, Perluas Layanan Keuangan Digital

Bank Mandiri mengumumkan kerja sama strategis dengan Grab untuk perluasan layanan keuangan secara digital. Nantinya, Bank Mandiri akan mengembangkan sejumlah produk dan layanan keuangan, terkait layanan pembayaran digital dan pembiayaan produktif, di dalam platform Grab.

Baik Grab dan Bank Mandiri sama-sama menjadi pemegang saham di platform e-money LinkAja.

Nota Kesepahaman (MoU) ditandatangani secara virtual oleh Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi dan Direktur Jaringan & Retail Banking Bank Mandiri Aquarius Rudianto, disaksikan oleh jajaran direksi Grab Indonesia dan Bank Mandiri lainnya di Jakarta pada hari ini (19/1).

Direktur TI Bank Mandiri Rico Usthavia Frans menuturkan, kerja sama ini sangat strategis karena melibatkan dua pihak dengan pemahaman bisnis dan keunggulan yang nyata di bidangnya masing-masing. “Sinergi layanan ini akan melahirkan banyak peluang bisnis yang bisa dimanfaatkan, terutama oleh pelaku UMKM, dalam situasi penuh keterbatasan di masa pandemi ini,” kata Rico.

Dalam kerja sama ini, Bank Mandiri akan mengembangkan sejumlah produk dan layanan keuangan, terkait layanan pembayaran digital dan pembiayaan produktif, di dalam platform Grab untuk memberikan nilai tambah kepada mitra dan para pelanggan Grab yang datang dari sektor UMKM.

Rencananya, berbagai solusi pembayaran Bank Mandiri akan dapat diakses oleh mitra bisnis Grab, seperti pembayaran melalui scan QR dan Mandiri Direct Debit, melengkapi akseptasi kartu debit dan kartu kredit Bank Mandiri yang telah hadir lebih dulu di Grab. Hal lainnya, kerja sama ini juga memungkinkan pelanggan Grab membuka rekening Bank Mandiri secara online dan melakukan top up e-money.

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi menambahkan, pihaknya ingin mengembangkan Grab menjadi salah satu platform dengan akses keuangan terlengkap bagi para mitra dan pengguna, termasuk akses pembiayaan digital. Grab memiliki layanan yang sangat berkaitan erat dengan sektor UMKM, mulai dari GrabMart, GrabKios, GrabFood, dan GrabExpress.

“Grab berkomitmen membantu perkembangan dan pertumbuhan sektor riil ekonomi nasional, terutama pelaku UMKM yang belum terjangkau oleh akses perbankan dan layanan keuangan. Melalui sinergi dengan Bank Mandiri, Grab berupaya untuk terus menggerakkan ekonomi digital UMKM dengan menyediakan beragam layanan perbankan yang aman, nyaman, dan mudah diakses,” ujar Neneng.

Bersama Bank Mandiri, Grab berinisiatif melakukan sinergi penyaluran pinjaman mikro kepada jaringan mitra merchant GrabFood dan agen GrabKios. Pengusaha ini akan memiliki kemudahan dalam mengakses pembiayaan produktif secara digital dari Bank Mandiri melalui platform Grab. Plafon kredit yang dapat diajukan maksimal Rp100 juta dengan suku bunga bersaing.

Aquarius menuturkan, pembiayaan produktif mikro ini sangat potensial untuk dikembangkan mengingat Grab juga akan berperan sebagai pemberi referral. Kemudian pelaksanaannya pun akan tetap memenuhi prinsip kehati-hatian dan tata kelola perusahaan yang baik untuk memitigasi risiko pembiayaan.

Tak berhenti di situ, inisiatif lainnya yang akan dilakukan bersama kedua perusahaan adalah kerja sama keagenan branchless banking bagi mitra Grab, sehingga mereka bisa mendapat penghasilan tambahan.

“MoU ini adalah langkah awal kerja sama Bank Mandiri dan Grab. Kami sudah membentuk forum koordinasi yang akan membahas lebih detail potensi kerja sama lain yang akan menguntungkan baik bagi pengguna Grab maupun nasabah Bank Mandiri. Kami juga berharap, hadirnya Bank Mandiri dalam ekosistem digital Grab akan menjadi daya tarik tersendiri bagi calon mitra, sehingga akan semakin banyak mitra bisnis yang bergabung dengan Grab,” tutup Aquarius.

Application Information Will Show Up Here

Perluas Ekosistem Bersama Pemegang Saham, LinkAja Berambisi Teruskan Capaian Positif

LinkAja akan terus memainkan perannya sebagai metode pembayaran untuk sektor esensial di Indonesia, dengan memanfaatkan ekosistem yang sudah dan akan dibangun bersama para pemegang sahamnya. Harapannya, perusahaan dapat mempertahankan capaian positif yang berhasil ditorehkan pada tahun lalu.

Dalam keterangan resmi, diungkapkan LinkAja berhasil mendongkrak angka pengguna hingga lebih dari 61 juta orang atau tumbuh 65% yoy, sebanyak 73% di antaranya adalah pengguna yang berada di area lapis dua dan tiga. Capaian ini juga terefleksi pada peningkatan transaksi dan volume hingga lebih dari empat kali.

Revenue LinkAja secara yoy meningkat lebih dari 250%. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan jumlah merchant lokal menjadi lebih dari 900 ribu atau tumbuh lima kali lipat, dan lebih dari 315 merchant nasional atau tumbuh dua kali lipat.

“Kami sangat berterima kasih terhadap kepercayaan para pengguna dan juta mitra yang percaya terhadap kinerja LinkAja. Pandemi dan berbagai tantangan lainnya tidak akan menyurutkan upaya LinkAja dalam memberikan kemudahan akses keuangan dan ekonomi digital yang merata kepada seluruh masyarakat Indonesia,” kata Direktur Utama LinkAja Haryati Lawidjaja dalam keterangan resmi, kemarin (13/1).

Ia juga menuturkan capaian perusahaan lainnya, di antaranya sebagai alat pembayaran digital terlengkap untuk layanan transportasi publik dan online di 230 moda transportasi, 5500 SPBU Pertamina, lebih dari 32 ribu partner donasi digital, dan lebih dari 5 ribu e-commerce, pembayaran dan pembelian kebutuhan sehari-hari seperti pulsa, token listrik, BPJS, dan layanan keuangan lainnya, yakni transfer ke semua rekening bank dan tarik tunai tanpa kartu.

“LinkAja dapat digunakan di lebih dari 1 juta titik transaksi untuk pengisian dan penarikan saldo, yang meliputi ATM, transfer perbankan, jaringan ritel, hingga layanan keuangan digital.”

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, Direkur Marketing LinkAja Edward Killian Suwignyo menambahkan, LinkAja juga telah memperluas kehadirannya sebagai metode pembayaran di GrabFood, setelah sebelumnya baru bisa digunakan untuk transportasi saja di Grab. Kehadiran tersebut cukup berpengaruh terhadap eksistensi LinkAja, apalagi kini Grab masuk sebagai jajaran pemegang sahamnya.

“LinkAja juga sudah masuk ke layanan keuangan lain seperti pembayaran asuransi, pengembangan paylater, hingga investasi. Semua ekosistem ini juga bisa diakses lewat Layanan Syariah LinkAja yang tersertifikasi DSN MUI,” katanya.

Terkait strategi LinkAja tahun ini, Edward enggan membeberkan lebih jauh. Ia hanya memastikan bahwa perluasan ekosistem menjadi kunci perusahaan dapat menorehkan kinerja positif pada tahun lalu. Oleh karenanya, fokus tersebut akan dilanjutkan pada tahun ini.

Adapun jajaran pemegang saham di LinkAja ada Himbara, Jasa Marga, Telkomsel, Taspen, KAI, Danareksa, Jiwasraya, dan Grab. “Selain itu, peningkatan user experience di dalam aplikasi LinkAja juga menjadi perhatian utama kami, untuk dapat memberikan customer experience yang terbaik. Harapan kami, LinkAja akan menjadi alat pembayaran utama untuk kebutuhan harian masyarakat Indonesia.”

Persaingan platform e-money

Awal tahun ini menjadi momen yang cukup seru di tengah gencarnya manuver raksasa teknologi di Indonesia, mulai dari Grab, Gojek, Tokopedia, dan Shopee. Semuanya sama-sama memiliki platform e-money yang melekat di dalamnya. Posisi LinkAja cukup menarik karena hadir di seluruh platform besar tersebut, kecuali Shopee, untuk perluas akseptasinya sebagai e-money.

Segmen ini berpotensi akan tumbuh lebih kencang pada tahun ini. Menengok dari catatan Statistik Bank Indonesia, dari awal tahun hingga Oktober 2020, terjadi 3,8 juta transaksi dengan uang elektronik atau senilai Rp163,4 triliun. Angka tersebut tumbuh melesat dibandingkan pencapaian di 2019 sebesar 5,2 juta transaksi senilai Rp145 triliun.

Application Information Will Show Up Here

SPAC Melejit: Unicorn Asia Tenggara Enggan Melirik IPO Tradisional

Ketika ekonomi digital China semakin matang, perusahaan teknologi telah memiliki sumber penawaran umum perdana (IPO) yang stabil di bursa AS dan bursa domestik di Hong Kong, Shanghai, dan Shenzhen.

Di Asia Tenggara, IPO Sea Group 2017 di Bursa Efek New York menjadi contoh bagi perusahaan teknologi di kawasan sekitarnya yang bercita-cita menjadi perusahaan publik, termasuk unicorn bernilai tinggi seperti aplikasi perjalanan Indonesia Traveloka, platform e-commerce Bukalapak, dan Tokopedia, bersama dengan raksasa layanan digital yang berbasis di Singapura, Grab.

Namun, sampai perusahaan-perusahaan ini beranjak dewasa dan mempertimbangkan untuk melakukan penawaran umum, IPO konvensional telah kehilangan pamornya. Sekarang, akuisisi perusahaan dengan tujuan khusus, atau SPAC, menjadi solusi. Juga dikenal sebagai perusahaan cek kosong, SPAC adalah perusahaan cangkang yang mengumpulkan dana melalui penawaran umum untuk mengakuisisi perusahaan yang tidak ditentukan. Jenis perusahaan ini tidak memiliki model bisnis independen selain transaksi keuangan ini.

Dengan karakter tersebut, ketua Komisi Sekuritas dan Bursa AS, Jay Clayton, menyarankan investor untuk mengukur motivasi sponsor SPAC. Sering kali merupakan perusahaan ekuitas swasta (PE) terkemuka yang menggunakan SPAC untuk melewati bank investasi dan biaya emisi mereka untuk membawa perusahaan swasta ke pasar publik.

Proses IPO konvensional itu rumit, mahal, dan memakan waktu. Untuk startup teknologi di Asia, SPAC adalah opsi penggalangan dana yang lebih murah dan lebih efisien.

SPAC telah mendapatkan momentum besar di AS pada tahun 2020. Lebih dari 200 SPAC mengumpulkan sekitar USD 70 miliar, memberikan referensi pada pasar Asia untuk tahun 2021.

Unicorn di Asia Tenggara

Tokopedia menjadi salah satu target Bridgetown Holdings, yang didukung oleh Peter Thiel dan Richard Li, untuk penggabungan cek kosong pada Desember 2020. Jika kesepakatan berlanjut, hal ini bisa menjadi trendsetter di regional.

Grab, yang menjadikan SoftBank, Uber, dan Didi Chuxing sebagai investornya bernilai sekitar USD 14 miliar.
Grab, dimana SoftBank, Uber, dan Didi Chuxing berperan sebagai investornya bernilai sekitar USD 14 miliar.

“Sebagai gambaran, SPAC telah hadir selama beberapa dekade. Mereka sangat populer di pertengahan hingga akhir tahun sembilan puluhan, tetapi menjadi ketinggalan zaman ketika investor kehilangan uang,” ungkap Joel Shen, pengacara perusahaan di firma hukum global Withers kepada KrASIA. Dia percaya bahwa kebangkitan popularitas SPAC dapat dikaitkan dengan suku bunga rendah, likuiditas yang melimpah di pasar karena stimulus dari sistem bank sentral AS, dan peningkatan jumlah target akuisisi, terutama di bidang teknologi.

SoftBank, salah satu investor Tokopedia, mengajukan IPO SPAC pada bulan Desember dengan tujuan untuk mengumpulkan USD 525 juta. SoftBank telah berinvestasi di lebih dari 100 perusahaan tahap pertumbuhan di seluruh dunia, dan beberapa di antaranya mungkin menjadi target yang menarik untuk SPAC-nya, SVF Investment Corp.

Dengan SoftBank — raksasa dalam investasi teknologi — memasuki ruang SPAC, perusahaan portofolionya seperti Grab dapat menemukan rute cepat ke simbol saham New York. “SPAC memungkinkan target mereka untuk mendaftar tanpa terlebih dahulu melalui proses IPO yang mahal dan memakan waktu, dan berpotensi menawarkan pemegang saham target, termasuk investor institusional seperti VC, jalan keluar yang lebih cepat daripada IPO tradisional,” kata Shen .

Jika unicorn Indonesia bisa melalui model ini, maka hal ini akan menjadi barometer yang baik untuk menjawab pertanyaan apakah perusahaan Asia Tenggara dengan fokus pasar lokal akan diterima di bursa asing.

Namun demikian, SPAC memiliki kelemahan. Karena mereka adalah perusahaan cek kosong, investor bertaruh pada sponsor SPAC daripada kualitas bisnis, kata Shen.

Selain itu, merger SPAC harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu — biasanya antara 18 dan 24 bulan. Jika tidak ada akuisisi yang dilakukan sebelum akhir jangka waktu, sponsor dapat mempertimbangkan kualitas aset dan daya tawar.

Sementara pasar modal China di Shanghai dan Shenzhen menawarkan rute alternatif ke perusahaan teknologi dalam negeri untuk penggalangan dana yang signifikan, perusahaan rintisan teknologi Asia Tenggara tidak memiliki opsi yang sama di dalam negeri, hal ini mendorong mereka ke arah merger SPAC di valuta asing.

Menurut seorang analis yang akrab dengan subjek tersebut, ledakan SPAC pada tahun 2020 menandai awal dari era baru di mana investor institusional teratas, biasanya perusahaan PE swasta terkemuka, menjadi kekuatan pasar yang lebih berperan dalam penetapan harga IPO. “Secara tradisional, harga IPO ditentukan oleh bankir investasi yang membangun pembukuan melalui serangkaian pembicaraan tertutup dan berturut-turut dengan perusahaan PE. Namun, dengan SPAC di tangan, manajer PE bisa menanggalkan peran bankir ini dan mencapai kesepakatan langsung dengan pemilik aset,” ujar analis.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Grab dan Gojek Berpotensi Menjadi Merger Terpelik di Asia Tenggara

Sepanjang tahun 2020, rumor tentang merger antara Grab dan Gojek yang ditengahi oleh Masayoshi Son dari SoftBank telah menggema dan menjadi bahan perbincangan.

Jika kedua perusahaan menjadi satu entitas, ini akan menjadi konsolidasi perusahaan teknologi dengan nilai tertinggi di Asia Tenggara — sebuah langkah regional dengan potensi implikasi global. Ini juga akan menjadi plot twist terbesar bagi ekonomi internet regional, mengingat kedua perusahaan tersebut telah bersaing ketat selama bertahun-tahun. Sementara investor tampak bersemangat untuk menyatukan kedua perusahaan ini, kemungkinan merger menimbulkan pertanyaan tentang konsentrasi pasar dan dampaknya pada konsumen dan mitra pengemudi.

Baik Grab dan Gojek sangat diminati oleh para pemodal. Pada bulan Februari, Grab mengumpulkan USD 856 juta dari investor Jepang. Sebulan kemudian, Gojek meraup USD 1,2 miliar dalam putaran Seri F dari investor yang tidak disebutkan. Kemudian, di bulan Juni, Facebook dan PayPal juga menggelontorkan uang ke super-app Indonesia ini. Detail perjanjian tidak disebutkan, namun menurut Crunchbase, Gojek berhasil mengumpulkan USD 375 juta dari investor Amerika. Dan pada bulan Agustus, Grab mengantongi USD 200 juta dari perusahaan ekuitas swasta Korea Selatan Stic Investments, kemudian Gojek mengumpulkan USD 150 juta lagi dari perusahaan telko Indonesia, Telkom pada bulan November.

Dalam beberapa bulan terakhir, Son dilaporkan berperan sebagai kingmaker dan memberi tekanan lebih pada dua raksasa Asia Tenggara itu untuk bergabung dan beroperasi di bawah satu payung. Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa Grab dan Gojek telah menyelesaikan sebagian besar perselisihan mereka dan memetakan struktur di mana salah satu pendiri Grab Anthony Tan akan menjadi CEO dari entitas gabungan tersebut, sementara eksekutif Gojek akan terus menjalankan bisnis di Indonesia dengan merek Gojek, menurut laporan Bloomberg.

Meski begitu, baik Grab maupun Gojek membantah kabar soal potensi merger tersebut.

Berawal dari startup transportasi, Grab dan Gojek telah mengembangkan bisnisnya masing-masing hingga memasuki banyak vertikal. Pertumbuhan itu membutuhkan guyuran dana dan perusahaan tetap tidak menguntungkan sampai sekarang.

Tahun lalu, Grab dan Gojek menunjukkan niat mereka untuk meraih profitabilitas dan go public — semua bagian dari rencana untuk menghasilkan keuntungan bagi investor seperti SoftBank. Tekanan meningkat tahun ini karena pandemi COVID-19, ketika transaksi untuk beberapa vertikal operasi Grab dan Gojek anjlok.

Berawal dari startup transportasi, kedua decacorn ini telah mengembangkan bisnisnya masing-masing hingga memasuki vertikal lainnya. Ilustrasi oleh KrASIA.
Berawal dari startup transportasi, kedua decacorn ini telah mengembangkan bisnisnya masing-masing hingga memasuki vertikal lainnya. Ilustrasi oleh KrASIA.

Tantangan pada layanan pembayaran

Langkah paling sulit dalam merger kemungkinan akan menggabungkan layanan pembayaran Grab dan Gojek. Di Indonesia, Grab bekerja sama dengan Ovo sebagai mitra pembayaran resminya, sementara Gojek mengoperasikan platform e-wallet miliknya sendiri, GoPay. Grab baru-baru ini memimpin investasi USD 100 juta di LinkAja, menjadikannya pemegang saham minoritas di platform milik negara. Ovo dan Dana telah lama dikabarkan berada dalam diskusi tentang kemungkinan merger untuk mencegah GoPay memperluas kepemimpinannya pada platform pembayaran.

Tidak seperti vertikal Grab dan Gojek lainnya, layanan pembayaran tunduk pada pembatasan ketat dari bank sentral, Bank Indonesia (BI).

“Jika Anda mempertimbangkan potensi ikatan antara Ovo dan Dana, dan konsolidasi lebih lanjut antara Grab dan Gojek, tiga platform teratas Indonesia — GoPay, Ovo, dan Dana — akan secara efektif dimiliki oleh kelompok yang sama, yang saat ini dilarang oleh Bank Indonesia,” kata Joel Shen, pengacara perusahaan dengan Withersworldwide yang mengkhususkan diri dalam merger dan akuisisi (M&A) dan teknologi di Asia Tenggara.

Regulasi BI bersifat wajib dan suspensori, yang berarti Grab dan Gojek membutuhkan izin dari bank sentral sebelum layanan pembayaran mereka dapat saling terkait, tambah Shen.

Baik Grab dan Gojek adalah perusahaan yang sangat berpengaruh di Indonesia. Co-founder Grab Anthony Tan dan Masayoshi Son dari Softbank diketahui memiliki hubungan baik, serta akses ke Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Sementara itu, salah satu pendiri Gojek Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di kabinet Jokowi.

“Saya bisa melihat ini bisa berhasil dengan salah satu dari dua cara ini,” kata Shen. “Pertama, mereka menggunakan pengaruh politik dalam pemerintahan Indonesia untuk mendapatkan persetujuan BI, dan lalu bergabung. Kedua, mereka memisahkan bisnis pembayaran dari vertikal lain, jadi mereka akan menggabungkan bisnis transportasi, pengiriman makanan, dan logistik, tetapi platform pembayaran akan tetap terpisah dan tidak digabungkan.”

Masih terlalu dini untuk menyimpulkan bagaimana hasil akhirnya, karena Grab dan Gojek belum menyelesaikan bagian komersial dari transaksi tersebut. Meskipun demikian, Shen yakin platform pembayaran akan menghadirkan satu-satunya rintangan regulasi yang paling sulit dalam merger untuk membentuk satu entitas bisnis.

Para investor berkumpul menjadi satu

Grab dan Gojek didukung oleh investor raksasa, dan persatuan mereka dapat menciptakan konvergensi yang tak terduga di antara baynaknya investor. Entitas yang telah memberi cek untuk Gojek termasuk Google, Tencent, Facebook, PayPal, Visa, dan JD.com. Sedangkan Grab didukung oleh Softbank, Uber, dan Didi Chuxing. Alibaba baru-baru ini dilaporkan sedang dalam pembicaraan untuk menggelontorkan USD 3 miliar di Grab; Meskipun hal ini tidak dikonfirmasi oleh salah satu perusahaan, Grab menandatangani kemitraan dengan Alibaba Lazada di Vietnam bulan lalu, menandakan kemungkinan kemajuan dalam diskusi.

“Jika Anda melihat tabel perbandingan antara Grab dan Gojek, kita akan melihat pesaing yang sangat tidak terduga seperti Alibaba dan Tencent, dimana merupakan situasi yang tidak biasa. Ini akan menjadi tabel yang sangat besar dan sesak jika merger benar terjadi,” kata Shen.

Seorang investor yang mengetahui situasi tersebut mengatakan kepada KrASIA bahwa merger akan menguntungkan dari sudut pandang pemangku kepentingan. Grab dan Gojek perlu segera fokus pada keberlanjutan untuk merasionalisasi penilaian mereka, sebutnya. Dan kedua perusahaan memiliki musuh bersama baru: Sea Group telah bangkit dari pandemi dengan angka yang semakin melejit.

Regulasi bisa melindungi merchant dan konsumen

Investor yang berbicara kepada KrASIA ini juga mengatakan merger akan merugikan pengguna, pengemudi, dan mitra merchant Grab dan Gojek. “Mereka [Grab dan Gojek] pasti akan mengurangi insentif dan daya tawar karena akan dimonopoli oleh entitas merger,” kata orang tersebut.

Jika merger terjadi, maka pengguna Grab dan Gojek dapat mengucapkan selamat tinggal pada promosi diskon perusahaan, karena tidak akan ada persaingan yang signifikan atau langsung di arena. Entitas baru juga bisa “menentukan harga secara sewenang-wenang”, ungkap Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI, kepada KrASIA.

Untuk saat ini, mitra pengemudi kedua perusahaan menentang merger antara Grab dan Gojek. Asosiasi pengemudi sepeda motor online Indonesia, atau Garda, mengatakan mereka akan melakukan protes jika perusahaan tersebut melanjutkan merger.

“Kami khawatir mega-merger ini akan berujung pada penghentian mitra pengemudi dengan alasan efisiensi perusahaan,” kata ketua dan juru bicara Garda Igun Wicaksono kepada KrASIA. Asosiasi berharap pemerintah turun tangan dan menghentikan konsolidasi.

Regulator dapat memainkan peran yang lebih kuat dengan memperketat aturan tentang penetapan harga dan hubungan platform pedagang. Komisi Persaingan dan Konsumen Singapura (CCCS), misalnya, membatasi pergerakan Grab setelah akuisisi perusahaan atas operasi Uber di Asia Tenggara pada Maret 2018, sehingga Grab tidak dapat mengubah rencana harga secara bebas atau memegang monopoli atas pengemudi.

Menurut investor yang tidak disebutkan namanya yang berbicara dengan KrASIA, perusahaan dapat menghindari monopoli pasar dengan melepaskan bagian-bagian bisnis mereka, seperti operasi angkutan atau pengiriman makanan. “Sebuah ‘perpisahan’ di antara kelompok mungkin diperlukan untuk mempertahankan persaingan,” tuturnya.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Laris Manis Bisnis “Food Delivery” Selama Pandemi

Industri jasa antar makanan (food delivery) mencatat kinerja yang memesona sepanjang pandemi karena anjuran pengurangan mobilitas keluar dari rumah. Meskipun, di sisi lain, secara langsung memengaruhi turunnya kinerja industri transportasi.

Laporan tahunan e-Conomy SEA 2020 yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company mengungkapkan pertumbuhan GMV food delivery tidak cukup untuk mengimbangi kontraksi di sektor transportasi di enam negara Asia Tenggara. GMV yang tercatat dari jasa antar makanan pada tahun ini mencapai $6 miliar, sedangkan transportasi lebih rendah $1 miliar yakni $5 miliar.

Di tahun lalu, tercatat GMV jasa antar makanan mencapai $5 miliar dan transportasi $8 miliar. Dari berbagai faktor pemicu selama pandemi, kondisi tersebut mengubah industri pengantaran makanan menuju jalan yang lebih mulus. e-Conomy SEA memprediksi pada 2025, industri pengantaran makanan akan mendominasi dengan GMV $23 miliar, sementara transportasi $19 miliar.

Food delivery awalnya dianggap sebagai suatu kemewahan, tapi kini penyelamat buat banyak keluarga. Sementara transportasi masih menjadi perhatian buat banyak orang untuk mengurangi aktivitas. Sebagai hasilnya [GMV tahun ini] jasa antar makanan dan transportasi terjadi koreksi,” papar Partner and Leader Bain & Company Alessandro Cannarsi saat konferensi pers secara virtual, Selasa (24/11).

e-Conomy SEA juga menyoroti lonjakan volume pencarian untuk order makanan yang terjadi per negara selama lockdown diberlakukan. Keenam negara yang diriset memperlihatkan empat negara alami kenaikan yang signifikan lebih dari 10 kali dibandingkan pada empat tahun silam, kecuali Singapura dan Vietnam. Di Indonesia tercatat volume pencarian naik 13 kali dan Thailand hingga 20 kali.

Lonjakan ini bisa diartikan mulai timbulnya ketergantungan masyarakat terhadap layanan tersebut. Terlebih ada garis tipis yang memisahkan antara layanan online grocery dengan makanan.

e-Conomy SEA melaporkan, WFH membentuk kebiasaan baru untuk memasak dari dapur sendiri (selaras dengan kenaikan online grocery). Tren tersebut dijawab dengan perluasan vertikal bisnis para pemain jasa antar makanan. Tidak hanya siap santap (ready-to-eat), tapi juga kebutuhan sehari-hari.

Di Indonesia sendiri, pemain terdepan yang saling berkompetisi di segmen ini adalah GoFood dan GrabFood karena ekosistem food tech yang lengkap dan meng-cover area nasional.

Dapur Bersama GoFood / Gojek
Dapur Bersama GoFood / Gojek

Pemain lainnya, dengan cakupan lebih terbatas, punya armada sendiri, dan layanan yang lebih niche dihuni oleh Yummy Corp, Kulina, Gorry Holdings, Wakuliner dengan cakupan lebih dari satu kota, disusul pemain lokal DapurGo (Yogyakarta) dan Homade (Jakarta).

Cerahnya prospek ini juga diartikan secara luas sebagai kesempatan untuk bertahan. Menyambung tulisan sebelumnya, sejumlah pemain direktori dan review tempat makan (food directory) yang beroperasi di Indonesia melebarkan bisnisnya ke segmen ini agar tetap relevan dengan kebutuhan. Dari catatan DailySocial, mereka adalah Chope, Qraved, dan Traveloka Eats.

Mereka tidak menyediakan armada sendiri karena memerlukan kapital yang besar untuk bersaing. Pasar jasa antar makanan ini, khususnya buat Gojek dan Grab, dibentuk dengan subsidi gila-gilaan untuk menciptakan permintaan.

Strategi yang sama juga diambil Tabula. Pemain ini masih baru di Indonesia dan cakupan pengantarannya baru ada di sebagian Jakarta, Bekasi, Karawang, Tangerang, Depok, Bogor, dan Bandung. Tabula bermain sebagai direktori restoran berbagai brand dan membangun sistem back-end untuk kemudahan pesan antar dan terintegrasi dengan sistem pembayaran uang elektronik.

Model bisnis Tabula sedikit beririsan dengan Hangry yang mengoperasikan banyak brand makanan di bawah benderanya. Keduanya juga tidak memiliki armada sendiri untuk antar makanan, tetapi memanfaatkan kehadiran armada dari Gojek atau Grab.

Pertimbangan yang sama juga diambil Chope. Dalam wawancara bersama DailySocial, General Manager Chope Indonesia Karthik T. Shetty menjelaskan bermain di jasa antar makanan benar-benar menantang, juga mahal. Unit ekonominya sangat sulit untuk dibenarkan, kecuali perusahaan tersebut memiliki volume yang besar, terutama jika perusahaan menangani antar logistik juga.

“Beruntung bagi kami, di Indonesia kami tidak terlibat dalam bagian logistik pengiriman,” terangnya.

Dia melanjutkan, “Chope memberikan opsi untuk memilih dan memesan, tapi kami tidak melakukan pengiriman sendiri. Metode dengan WhatsApp ini banyak diapresiasi mitra restoran karena dianggap lebih mudah buat stafnya.”

Pemain food tech Direktori Jasa antar Cloud kitchen Voucher Dine-in / Takeaway / Pickup Cakupan layanan B2B
GrabFood X X X X Nasional
GoFood X X X  X Nasional
Kulina X X (armada sendiri) X Jadetabek X
Gorry Holdings X X (armada sendiri) Jakarta, Tangerang X
Yummy Corp X X (armada sendiri) X Jakarta, Tangsel X
Traveloka Eats X Pihak ketiga X X Nasional (terbatas)
Wakuliner X X (armada sendiri) Jadetabek, Surabaya X
DapurGo X X (armada sendiri) Yogyakarta X
Homade X X (armada sendiri) Jakarta X
Tabula X X (Pihak ketiga) X Jabodetabek, Bandung
Hangry X X (Pihak ketiga) X X Jabodetabek
Qraved X X (Pihak ketiga) Kota besar di Jawa, Bali, dan Medan
Chope X X (Pihak ketiga) X X Jabotabek
Eatigo X X X Jadetabek

Pemain dari luar Indonesia

Gambaran dari e-Conomy SEA memperlihatkan betapa besarnya ceruk foodtech di masa mendatang. Amerika Serikat punya DoorDash, UberEats, Postmates, dan lainnya, Inggris ada Deliveroo, Tiongkok ada Meituan, dan India punya Swiggy dan Zomato.

Dari diskusi singkat yang diadakan Tech In Asia beberapa waktu lalu, COO Swiggy Vivek Sunder bercerita, industri ini bisa tumbuh dengan cepat karena tiga faktor, yakni keberadaan teknologi, consumer centricity, dan timing yang pas.

Swiggy mengambil pendekatan yang revolusioner untuk eskalasi bisnisnya. Di 3,5 tahun pertama, perusahaan menerapkan cara umum setiap ekspansi ke kota baru dengan merekrut dan melatih kurirdan mendatangi tiap restoran untuk onboard ke dalam aplikasi.

Proses ini membuat ekspansi perusahaan lamban karena dalam 3,5 tahun baru masuk ke 10 kota. Bila dihitung secara manual, untuk masuk ke seluruh India butuh waktu bertahun-tahun. Bertahan dengan cara ini tentu tidak membuat perusahaan jadi kompetitif. Cara kerja akhirnya diubah menjadi disruptif.

“Cara ini tentu pada awalnya tidak membuat banyak orang di internal senang. Tapi kita ini adalah perusahaan database. Kita percaya teknologi dan sangat mengandalkan itu,” terang Vivek.

Sumber : Unsplash
Sumber : Unsplash

Cara disruptif akhirnya dipilih dengan masuk ke lima kota dengan merepresentasikan populasi tinggi di sana. Lalu crowdsource semua informasi yang konsumen mengenai apa yang mereka minta untuk dikerjakan Swiggy, mengingat perusahaan tidak mengenal baik bagaimana kondisi di sana.

“Kami tidak menaruh satupun orang di kota tersebut, semua dilakukan secara remote. Kami bertanya ke konsumen, restoran mana yang ingin kami hadirkan untuk kamu. Jawaban ini kami kumpulkan secara crowdsource untuk mencari tahu lebih dalam. Ketika berhasil bisa langsung dieskalasi skalanya jadi lebih besar.”

Cara kerja disruptif ini sukses memboyong Swiggy, dalam kurun waktu 12-15 bulan, menambah 500 kota di India.

Baginya, kunci terpenting yang harus ada di perusahaan food delivery adalah memahami betul apa maunya konsumen. Oleh karenanya, perusahaan sangat mengandalkan penggunaan data analitik, data science, untuk mendapat lebih jauh insight mendalam secara real time mengenai konsumen, baik secara aspek perilaku dan kualitatifnya.

Untuk itu, perusahaan membuat tim baru “CTO”. Bukan kepanjangan dari Chief Technology Officer, melainkan Consumer Technology Operations. “Percuma kalau punya aplikasi bagus, tapi kalau makanan tidak sampai dalam 30 menit konsumen tidak akan pakai lagi. Jadi mau food delivery, grocery, atau layanan lainnya, operasional itu harus yang terbaik.”

Layanan Swiggy kini sudah berkembang luas. Selain pengantaran makanan, ada grocery, jasa pengantaran yang hiperlokal, dan produk dairy. “Banyak vertikal yang sudah kita masuki, ada yang sudah pilot. Jadi setelah Covid-19 kita bisa menjadi pemain food plus plus,” ujarnya.

Apakah pasar jasa antar makanan lebih cepat mature?

Meski pemain jasa antar makanan makan ramai, bukan berarti membuat pasar langsung jenuh. Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi menjelaskan, bisnis F&B, termasuk di dalam jasa antar makanan, amat besar ceruknya dan masih akan terus berkembang dengan cepat.

Potensi tersebut lebih dari cukup untuk menampung beberapa pemain besar di dalamnya. Terlebih dari sisi masyarakat sudah semakin nyaman untuk menggunakan layanan ini. Bisa dipastikan pasarnya terus bertambah setiap harinya.

“Di Amerika dan Eropa, misalnya, ada beberapa pemain besar di sektor ini [Deliveroo, UberEats] dan startup-startup baru sejenis terus bermunculan, sehingga industrinya tetap dinamis dan pemainnya harus terus berinovasi,” ujarnya.

Oleh karenanya, belum pas bila melihat industri ini sudah mature lebih cepat karena justru masih sangat muda. “Untuk menjadi saturated sepertinya masih butuh waktu yang cukup lama.”

Hal yang sama diamini Managing Partner AC Ventures Adrian Li. Menurutnya menyimpulkan pasar jasa antar makanan sudah mature itu terlalu dini, melihat adopsi teknologi oleh restoran masih dalam tahap awal.

Meskipun demikian, pemenang industri ini pada jangka panjang kemungkinan besar tidak akan muncul dari sisi B2C, tetapi B2B dengan produk yang terintegrasi — bekerja sama dengan para pemilik restoran.

Adrian melihat jasa antar makanan semakin mengakar sebagai bagian penting dari pendapatan restoran santapan kasual. Sementara startup direktori restoran, yang hanya mendukung bagian front end dari restoran untuk meningkatkan traffic, memerlukan integrasi sebagai nilai tambah. Terlebih bisnis direktori ini harus bersaing dengan pencarian di Google.

“Menyediakan pengalaman pelanggan yang terbaik berarti membuat arus transaksi yang lebih efisien. Namun, untuk melakukan hal ini tidak hanya memerlukan integrasi pembayaran tetapi juga sistem ERP untuk restoran karena mengelola pesanan akan menjadi bagian penting dalam menyiapkan pesanan takeaway atau jasa antar makanan.”

Dia mencontohkan, salah satu bisnis yang sudah mengembangkan sistem ERP tersebut adalah perusahaan SaaS lokal bernama ESB dengan layanan EZ Order, portofolio AC Ventures. Perusahaan ini menawarkan platform manajemen restoran full-stack, memungkinkan integrasi yang mudah dari semua plaform pemesanan online, entah itu situs atau dari media sosial.

Grab Resmikan Markas Kedua di Jakarta, Sekaligus Jadi Pusat Inovasi UKM

Grab meresmikan kantor pusat keduanya atau dual headquarter di Jakarta, setelah Singapura. Kantor tersebut sekaligus menjadi Tech Center atau pusat inovasi kawasan Asia Tenggara yang didedikasikan untuk mengembangkan berbagai solusi teknologi untuk UKM Asia Tenggara.

Dalam peresmiannya, turut mengundang jajaran menteri. Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Menteri Perhubungan, Menteri Koperasi dan UKM, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Keuangan, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Selain menteri, Ilham Habibie selaku perwakilan keluarga BJ Habibie turut hadir untuk meresmikan aula BJ Habibie Hall yang berlokasi di Tech Center.

Grab Tech Center ini bertempat di Gama Tower, di kawasan Kuningan (Jakarta) seluas lebih dari 12 ribu meter persegi, menempati sembilan lantai gedung.

Co-Founder dan Group CEO Grab Anthony Tan menerangkan, Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 64 juta UKM, baru 16% di antaranya yang telah terdigitalisasi. Artinya 8 dari 10 UKM belum memperoleh manfaat dari ekonomi digital.

“Pusat teknologi kami akan difokuskan pada pengembangan solusi “Buatan Indonesia” untuk para UKM, merchant, dan agen GrabKios. Kami akan membangun fitur-fitur yang disesuaikan dengan kebutuhan para pelaku usaha Indonesia,” terangnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (10/11).

Sesuai dengan tujuannya, Tech Center akan difokuskan untuk meriset, merancang, dan menguji coba berbagai perangkat dan teknologi yang ditujukan bagi para UKM di Indonesia terlebih dulu. Lalu, akan diekspor ke pasar berkembang lainnya di Asia Tenggara, di mana Grab beroperasi.

Ia akan menaungi tim yang fokus pada penelitian dan pengembangan (R&D) GrabKios, Merchant, dan GrabFood, dengan serangkaian divisi lengkap yang diperlukan untuk pengembangan produk yang menyeluruh. Hal ini mencakup manajemen produk, desain produk, analisis produk, software engineering, hingga quality assurance engineering.

Grab berencana untuk semakin memperkuat kapabilitas di backend engineering, mobile front-end engineering, serta site reliability engineering. Salah satu tanggung jawab utama tim Tech Grab Indonesia adalah mengembangkan platform berbagai produk digital Grab. Melalui itu, akan dibangun berbagai jenis produk guna menciptakan sumber pendapatan tambahan bagi para pengemudi dan mitra agen Grab.

Anthony mencontohkan, salah satu inovasi yang dikerjakan adalah bertambahnya 7 ribu pasar tradisional ke sistem pemetaan Grab sejak bulan lalu. Dengan demikian, kini pelanggan dapat menemukan pasar favorit dari lokasi terdekat dengan menggunakan Grab Assistant, layanan concierge pribadi.

“Para pemimpin dan tim kami di Indonesia telah melakukan banyak hal dalam delapan bulan terakhir, dan menunjukkan betapa pedulinya mereka terhadap mitra-mitra kami. Dengan pusat teknologi ini, kami akan berinvestasi lebih banyak untuk mengembangkan talenta teknologi lokal dan mendidik generasi pemimpin teknologi Indonesia berikutnya.”

Contoh inovasi lainnya adalah fitur aplikasi GrabMerchant yaitu Self-Onboarding (Pendaftaran Mandiri) yang memungkinkan pengusaha makanan untuk mendaftarkan diri dan menjalankan bisnisnya di Grab dalam waktu 24 jam. Fitur ini dibuat oleh tim Grab Indonesia dan diklaim berhasil mempercepat upaya perusahaan untuk mendigitalkan lebih banyak pelaku UKM selama pandemi.

Antara bulan Mei sampai September 2020, tercatat ada lebih dari 70 ribu merchant di Indonesia telah bergabung dengan Grab melalui fitur tersebut. Perusahaan berencana untuk meluncurkan fitur ini di pasar-pasar lain di kawasan Asia Tenggara.

Presiden of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata melanjutkan, Grab memiliki komitmen jangka panjang dan berkelanjutan di Indonesia. Grab Tech Center ditujukan untuk meningkatkan kapabilitas teknologi Grab di Indonesia dalam rangka membangun berbagai solusi yang dibutuhkan masyarakat Indonesia.

“Namun tidak terbatas pada itu saja. Kami juga ingin berkontribusi dalam mengembangkan potensi teknologi Indonesia dan berharap dapat memboyong teknologi Buatan Indonesia ke seluruh Asia Tenggara,” ujarnya.

Di Indonesia, Grab telah beroperasi di lebih dari 500 kota dan memberdayakan lebih dari enam juta pengusaha UKM. Perusahaan juga berhasil mendigitalisasi lebih dari 450 ribu UKM selama pandemi. Ridzki menyebut lewat Tech Center, pihaknya akan menambah 5 juta UKM yang dapat didigitalkan sampai lima tahun mendatang.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Announces 1.4 Trillion Rupiah Series B Funding Led by Grab

E-money platform LinkAja announced the Series B funding worth around $100 million (1.4 trillion Rupiah) led by Grab. Also participated in this round the previous investors, Telkomsel, BRI Ventures, and Mandiri Capital. There is no mention of LinkAja’s current valuation. This funding is the first funding for LinkAja from a company outside the BUMN.

This funding will be fully utilized to accelerate LinkAja‘s growth to become a national financial technology leader that focuses on middle-class consumers and SMEs in Indonesia.

Grab’s strategic investment includes a wide range of synergies and potential collaborations for both parties. This synergy and collaboration in terms of ecosystem access and technology will accelerate financial inclusion for the Indonesian people.

In an official statement, LinkAja President Director Haryati Lawidjaja said that his team is very enthusiastic on Grab’s involvement as a shareholder in the company. He believes this strategic partnership supported by investment and the power of Grab’s technology will strengthen LinkAja’s services in presenting effective solutions to provide financial and economic access for the Indonesian people.

“We are very grateful for the trust and support of all shareholders and the Ministry of BUMN. The Series B investment from Grab, Telkomsel, BRI Ventures, and Mandiri Capital is a form of trust in the business model and initial achievements that LinkAja has achieved in one fell swoop since its establishment,” he said, Tuesday (10/11).

Grab Indonesia’s Managing Director, Neneng Goenadi also said that the company decided to invest in LinkAja because the two companies could accelerate the goal of accelerating financial inclusion in Indonesia.

“The strategic collaboration between LinkAja and our digital ecosystem, including OVO and Tokopedia, allows us to provide a variety of cashless services for all levels of Indonesian society safely, comfortably and easily accessible,” said Neneng.

Previously, in November last year LinkAja was available as a payment option in the Grab application and also its competitor Gojek.

LinkAja achivements in 2020

Haryati continued that the success of raising investment in the midst of this pandemic has proven the investor’s trust in the LinkAja business with many of leading supports.

In terms of shareholders from state-owned boards; a unique business model resulting from strategic partnerships with state-owned enterprises, local, central and private governments, which come from multi-industry; hyperlocal knowledge base and distribution network with extensive coverage in second and third tier cities, plus more than 1 million cash in/cash out receiving points.

“An innovative product with a strong brand that is rapidly developing into an iconic local fintech platform, and a provider of daily necessities with payment methods that can be accepted across thousands of merchants, with a variety of e-commerce, and various means of transportation.”

LinkAja is claimed to be able to increase the gross transaction value (GTV) and the number of transactions in the third quarter of this year by 3 times compared to the same period in the previous year.

It is said that LinkAja now has 58 million registered users, with more than 80% of them coming from second and third tier cities. Last April, the company launched its sharia services and has received a Sharia Conformity certification license from DSN MUI and Bank Indonesia. This Sharia service is claimed to have more than one million users, within its six months operation.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

LinkAja Umumkan Perolehan Pendanaan Seri B 1,4 Triliun Rupiah yang Dipimpin Grab

Platform uang elektronik LinkAja mengumumkan perolehan pendanaan Seri B dengan nilai sekitar $100 juta (1,4 triliun Rupiah) yang dipimpin oleh Grab. Di putaran juga berpartisipasi investor terdahulu, yaitu Telkomsel, BRI Ventures, dan Mandiri Capital. Tidak disebutkan berapa valuasi LinkAja saat ini. Pendanaan ini adalah yang pertama untuk LinkAja dari perusahaan di luar BUMN.

Pendanaan ini sepenuhnya akan dimanfaatkan untuk mengakselerasi pertumbuhan LinkAja menjadi pemimpin teknologi finansial nasional yang berfokus pada konsumen kelas menengah dan UMKM di Indonesia.

Investasi strategis dari Grab meliputi berbagai sinergi dan potensi kolaborasi yang luas bagi kedua belah pihak. Sinergi dan kolaborasi baik dalam hal akses ekosistem maupun teknologi ini akan mempercepat inklusi keuangan bagi masyarakat Indonesia.

Dalam keterangan resmi, Direktur Utama LinkAja Haryati Lawidjaja menuturkan pihaknya antusias atas bergabungnya Grab sebagai salah satu pemegang saham di perusahaan. Ia yakin kerja sama strategis yang didukung oleh investasi dan kekuatan teknologi Grab ini akan memperkuat layanan LinkAja dalam menghadirkan solusi yang efektif untuk memberikan akses keuangan dan ekonomi bagi masyarakat Indonesia.

“Kami juga sangat berterima kasih atas kepercayaan dan dukungan dari seluruh pemegang saham dan Kementerian BUMN. Investasi tahapan Seri B dari Grab, Telkomsel, BRI Ventures, dan Mandiri Capital ini merupakan wujud kepercayaan atas model bisnis dan pencapaian awal yang telah diraih LinkAja dalam satu sejak berdirinya,” ujarnya, Selasa (10/11).

Managing Director of Grab Indonesia Neneng Goenadi menambahkan perusahaan memilih untuk berinvestasi di LinkAja karena secara bersama kedua perusahaan dapat mengakselerasi tujuan dalam mempercepat inklusi finansial di Indonesia.

“Kolaborasi strategis antara LinkAja dan ekosistem digital kami di dalamnya termasuk OVO dan Tokopedia memungkinkan kami untuk menyediakan beragam layanan cashless bagi semua lapisan masyarakat Indonesia dengan aman, nyaman, dan mudah diakses,” kata Neneng.

Sebelumnya, pada November tahun lalu LinkAja telah tersedia sebagai salah satu opsi pembayaran di aplikasi Grab dan juga kompetitornya Gojek.

Capaian LinkAja sepanjang 2020

Haryati melanjutkan keberhasilan penggalangan investasi di tengah pandemi ini merupakan bukti kepercayaan investor terhadap bisnis LinkAja yang ditopang oleh banyak keunggulan.

Dari sisi pemegang saham dari jajaran BUMN; model bisnis unik hasil kemitraan strategis dengan BUMN, pemerintah lokal, pusat, maupun swasta, yang datang dari multi industri; basis pengetahuan hiperlokal dan jaringan distribusi dengan cakupan luas di kota-kota lapis dua dan tiga, ditambah lebih dari 1 juta titik penerimaan cash in/cash out.

“Produk inovatif dengan merek kuat yang dengan cepat berkembang menjadi platform fintech lokal yang ikonik, dan penyedia kebutuhan sehari-hari dengan metode pembayaran yang dapat diterima di ribuan mrechant, dengan beragam e-commerce, dan berbagai alat transportasi.”

LinkAja diklaim mampu meningkatkan nilai transaksi bruto (GTV) dan jumlah transaksi di kuartal tiga tahun ini sebesar 3 kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Disebutkan LinkAja kini memiliki 58 juta pengguna terdaftar dengan lebih dari 80% di antaranya berasal dari kota lapis dua dan tiga. Pada April kemarin, perusahaan meresmikan layanan syariah dan telah mendapat izin sertifikasi Kesesuaian Syariah dari DSN MUI dan Bank Indonesia. Layanan Syariah ini diklaim memiliki lebih dari satu juta pengguna, sejak enam bulan diluncurkan.

Application Information Will Show Up Here