Qoala Secures Seed Round Investment Over 21.6 Billion Rupiah, Ready to Offer Insurtech Product in All Sectors

Qoala insurtech startup recently secured funding in seed round of $1.5 million (around 21.6 billion Rupiah) from Sequioa Capital India (Surge). In addition, it was supported by some investors, including SeedPlus, MassMutual Ventures SEA, Golden Gate, MDI Venture, Central Capital Ventura and Genesia. However, the value is still undisclosed.

Tommy Martin, Qoala‘s Co-Founder and COO said this round is to be focused on insurtech in all industries, either digital or conventional. This technology and experience are expected to improve education and coverage of micro insurance, particularly in small towns in Indonesia.

He further explained the three main technologies on development. First, there is fraud detection system using artificial intelligence, it’ll improve risk management for fasten verification process. Next, data analytic and insight platform to help insurance company (partners) in creating more relevant product for consumers. Those three integrated aspects are to facilitate customers for management policy and product information.

“Qoala is currently in partnership with ACA and Simasnet related to train and flight insurance product with digital based claim. The company also partnered up with some travel agents, such as PegiPegi, Padiciti, AeroTravel, Golden Nusa, MNC Travel, and others,” he said.

The next business target is Qoala to expand product coverage to other industry outside travel, among those are smartphones and automotive. Some supported technology are being developed, such as image/video recognition feature to detect screen crack on device or vehicle.

“our recognition technology we develop intends to reduce insurance company requirements of physical exam of the broken device to fasten the claim process,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Rencana GoBear di Indonesia Pasca Pendanaan 1,15 Triliun Rupiah

Situs marketplace produk keuangan GoBear awal Mei 2019 lalu mengumumkan telah mendapatkan pendanaan dalam venture round yang dipimpin Aegon NV dan Walvis Participaties. Nilai yang didapatkan mencapai $80 juta atau setara dengan 1,15 triliun Rupiah. Pendanaan akan difokuskan untuk mengembangkan produk, perluasan jaringan mitra, dan peningkatan sumber daya manusia.

Startup bermarkas pusat di Singapura tersebut sudah menjangkau beberapa pasar di negara-negara Asia, tak terkecuali Indonesia. Di sini GoBear sudah memiliki kantor perwakilan dan tim khusus untuk menjalankan operasional. Terkait pendanaan ini, DailySocial menghubungi Country Director GoBear Indonesia Tris Rasika menanyakan langkah strategis yang akan dilakukan untuk pengembangan bisnis.

“Saat ini kami (di Indonesia) mulai dengan 4 produk, yakni pinjaman, kartu kredit, asuransi mobil, dan asuransi perjalanan. Ke depannya dengan penambahan pendanaan, kami ingin menjadi supermarket produk keuangan yang lengkap. Kami akan terus konsisten mengembangkan kemitraan dengan lebih banyak perbankan dan perusahaan asuransi,” ujar Tris.

Sejak debut di Indonesia pada Mei 2019 lalu, pertumbuhan penggunanya cukup signifikan. Secara global, pengguna GoBear sudah mencapai 40 juta orang. Ke depan rencana ekspansi pasar di luar Jawa juga akan digencarkan. Terlebih saat ini GoBear Indonesia sudah resmi terdaftar dan diawasi oleh OJK.

“GoBear Indonesia mengedepankan sistem smart targeting yang tidak hanya membantu user menemukan produk finansial sesuai kebutuhan, tetapi juga yang sesuai dengan profil finansial mereka. Artinya, kami hanya menampilkan produk yang memang sesuai dengan kriteria dan kemampuan finansial pengguna. Alhasil, peluang pengajuan mereka diterima oleh pihak bank menjadi lebih besar,” lanjut Tris.

Salah satu nilai yang ingin diberikan GoBear ialah akurasi informasi. Pada saat pengguna mencari produk keuangan yang dibutuhkan, informasi yang kami tampilkan sangat transparan. Sehingga pengguna bisa membandingkan produk yang ada dan terbantu untuk memutuskan produk yang diinginkan. Tidak hanya itu, mereka juga dapat mengajukan langsung produk yang diinginkan kepada bank yang bermitra dengan GoBear.

“Melihat besarnya potensi pasar Indonesia, kami percaya bahwa GoBear Indonesia akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan GoBear secara global,” tutup Tris.

Qoala Bukukan “Seed Round Investment” Lebih dari 21,6 Miliar Rupiah, Siap Hadirkan Produk Asuransi Digital di Berbagai Sektor

Startup insurtech Qoala belum lama ini mendapatkan pendanaan dalam seed round sebesar $1,5 juta (atau setara 21,6 miliar Rupiah) dari Sequioa Capital India (Surge). Tidak hanya itu, putaran pendanaan tersebut dilanjutkan dengan keterlibatan beberapa investor meliputi SeedPlus, MassMutual Ventures SEA, Golden Gate, MDI Venture, Central Capital Ventura dan Genesia. Hanya saya nominal pendanaan lanjutan tidak disebutkan.

Co-Founder & COO Qoala Tommy Martin mengatakan, pendanaan tersebut akan difokuskan untuk inovasi teknologi asuransi di berbagai industri, baik digital maupun konvensional. Harapannya dengan teknologi dan pengalaman klaim yang mudah tersebut dapat meningkatkan edukasi dan jangkauan produk asuransi mikro terutama pada kota kecil di Indonesia.

Lebih lanjut Tommy menjelaskan tiga teknologi utama yang dikembangkan. Pertama ada sistem fraud detection menggunakan kecerdasan buatan, memungkinkan peningkatan aspek manajemen risiko sehingga proses verifikasi klaim bisa lebih cepat. Kemudian platform data analytic and insight yang akan membantu perusahaan asuransi (mitra) dalam membuat produk yang lebih relevan untuk konsumen. Dan ketiga aplikasi terpadu yang memudahkan pelanggan mengelola berbagai polis dan mendapatkan informasi produk.

“Qoala saat ini sudah bekerja sama dengan ACA dan Simasnet terkait produk asuransi penerbangan dan kereta api dengan proses klaim berbasis digital. Perusahaan juga bekerja sama dengan berbagai agen perjalanan seperti PegiPegi, Padiciti, AeroTravel, Golden Nusa, MNC Travel, dan sebagainya,” terang Tommy.

Target bisnis selanjutnya, Qoala akan mengembangkan cakupan produk ke industri lain di luar travel, di antaranya untuk asuransi pada produk ponsel pintar dan otomotif. Beberapa teknologi penunjang tengah dikembangkan, salah satunya fitur image/video recognition untuk mendeteksi layar retak pada kerusakan perangkat ponsel dan kendaraan.

“Teknologi recognition yang kami kembangkan bertujuan untuk mengurangi kebutuhan perusahaan asuransi untuk pemeriksaan fisik atas kerusakan tersebut sehingga dapat mempercepat proses klaim,” ujar Tommy.

Bukalapak Rilis Fitur BukaAsuransi, Gaet Allianz Sebagai Mitra Perdana

Bukalapak meresmikan fitur BukaAsuransi sebagai produk fintech berikutnya yang bergerak di bidang asuransi. Allianz Indonesia menjadi mitra pertama dengan merilis produk khusus BukaProteksi Diri yang dijual melalui Bukalapak.

“Melalui kerja sama ini, kami percaya inovasi teknologi kami dapat bermanfaat bagi jutaan masyarakat sehingga proses memiliki asuransi jadi semakin mudah,” ujar Co-Founder dan President Bukalapak Fajrin Rasyid, Kamis (2/5).

BukaProteksi Diri adalah produk asuransi kesehatan pertama yang ditawarkan untuk memberikan pengalaman digital terbaik. Produk ini menawarkan asuransi kesehatan dengan harga terjangkau dengan premi tahunan mulai dari Rp236.250 hingga Rp945.000. Ekuivalen dengan Rp19 ribu per bulan.

Seluruh proses dilakukan secara online, mulai dari registrasi, pembayaran, menerima polis, hingga klaim cukup melalui aplikasi Bukalapak. Nasabah akan mendapat penggantian biaya rawat inap sebesar Rp200 ribu per hari dan maksimum limit klaim Rp6 juta, tergantung jenis manfaat yang diambil.

Bukalapak tergolong cukup aktif dalam merilis produk fintech, di antaranya reksa dana online (BukaReksa), tabungan emas (BukaEmas), dan cicilan online (BukaCicilan) dengan menggandeng berbagai mitra yang telah memiliki izin resmi dari OJK. Dari sisi merchant, mereka juga merilis produk cicilan untuk membantu permodalan bekerja sama dengan perbankan dan fintech lending.

Country Manager & Direktur Utama Allianz Life Indonesia Joos Louwerier menambahkan, strategi ini adalah upaya perusahaan dalam menambah kanal baru penjualan asuransi melalui digital, dari kanal yang sebelumnya telah digunakan yakni agensi dan bancassurance.

Ditambah pula, kanal digital membantu ambisi perusahaan untuk memberikan perlindungan kepada lebih banyak masyarakat, khususnya yang berasal dari kategori mass & emerging segment.

“Dengan basis nasabah yang sangat besar dari Bukalapak, BukaProteksi Diri akan menjangkau masyarakat Indonesia yang sangat luas. Produk ini didesain khusus untuk distribusi secara digital sehingga nasabah dapat membeli dengan mudah, cepat, dan aman,” ujar Chief Partnership Distribution Officer Allianz Life Bianto Surodjo.

Application Information Will Show Up Here

MDI Ventures Kucurkan Dana untuk Platform Asuransi Digital Singapura CXA Group

Akhir tahun lalu MDI Ventures mengucurkan pendanaan ke startup fintech remitansi asal Singapura, InstaReM. Di awal tahun 2019 ini, mereka kembali menambah daftar portofolio di negeri jiran dengan mengucurkan pendanaan baru untuk startup asuransi digital (insurtech) Singapura, CXA Group.

Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini investor lainnya, seperti Singtel Innov8, Sumitomo Corporation Equity Asia, Muang Thai Fuchsia Ventures, Humanica, dan Heritas Venture Fund.

Kepada DailySocial, CEO MDI Ventures Nicko Widjaja mengungkapkan, pendanaan kali ini diharapkan bisa disinergikan dengan jaringan yang ada di Telkom Group, terkait bisnis dan inovasi yang dimiliki CXA sebagai startup insurtech.

Dengan pendekatan yang cukup unik, CXA menawarkan pilihan yang lebih fleksibel terkait program kesehatan kepada karyawan perusahaan para kliennya. Lebih dari 1.000 program dan opsi menarik dapat dirancang yang memungkinkan karyawan memilih program kesehatan yang relevan atau menarik bagi mereka. Tujuan utamanya untuk memberikan nilai kepada karyawan agar mereka tetap sehat dan menurunkan premi bagi perusahaan.

“CXA adalah perusahaan yang sangat berbeda dalam industri teknologi kesehatan yang kerap diabaikan, yaitu menggunakan analisis data untuk mengalihkan pengeluaran kesehatan klien perusahaan dari pengobatan ke pencegahan,” kata Nicko.

Bersinergi dengan Telkom Group

Saat ini CXA mengklaim fokus ke pasar Tiongkok, Hong Kong, Asia Tenggara dengan jaringan 600 korporasi. CXA juga memiliki lebih dari 200 staf dan telah mengakuisisi dua broker asuransi tradisional di Tiongkok, mendapatkan lisensi yang diperlukan, dan meningkatkan logistik di berbagai bidang seperti pemeriksaan kesehatan.

“Kami percaya Telkom Group dapat membangun kemitraan yang bermanfaat dan sangat strategis dengan mengintegrasikan analitik kesehatan eksklusif milik CXA Group dengan repositori big data milik Telkom dan membantu pertumbuhan CXA Group di Indonesia. Salah satunya adalah dengan membangun bisnis melalui jaringan asuransi Telkom Group,” kata Nicko.

Bidik Empat Startup Baru, Mandiri Capital Lirik InsurTech dan Manajemen Investasi

Mandiri Capital Indonesia (MCI), anak usaha dari Bank Mandiri Group, mengungkapkan akan menambah empat startup baru untuk masuk ke dalam portofolio perusahaan. Secara spesifik, MCI akan membidik startup yang bergerak di ranah insurtech dan manajemen investasi (wealth management).

CEO MCI Eddi Danusaputro menuturkan pihaknya sedang dalam tahap penjajakan dengan dua startup yang bergerak di kedua ranah tersebut sehingga belum bisa dijelaskan secara rinci. Yang pasti, ketika sudah resmi nantinya kedua startup akan membantu Bank Mandiri Group dengan teknologi yang mereka miliki.

“Sekarang masih penjajakan, kami siap masuk ke tahap Seri A. Minimal mereka sudah punya traction,” katanya di sela-sela acara Indonesia PE-VC Summit, kemarin (24/1).

Dia menyebut MCI menyiapkan dana sekitar Rp40 miliar sampai Rp50 miliar untuk berinvestasi pada tahun ini. Pihaknya juga menyiapkan alokasi dana dari kantong sendiri untuk berpartisipasi dalam follow up funding dari portofolio existing sebesar Rp50 miliar-Rp60 miliar.

“Kantong [sumber dana] kita bedakan, mana yang buat startup baru, mana yang buat existing portofolio. Kalau Amartha atau Privy butuh pendanaan, kami sudah siapkan dana dari kantong sendiri.”

Selain menyasar ke dua ranah startup baru, Eddi mengaku ke depannya MCI akan menyasar startup yang bermain di ranah keamanan siber. Ranah ini dianggap paling dibutuhkan oleh semua institusi keuangan, tidak terkecuali bank saja. Terlebih, semakin canggihnya perkembangan teknologi, selaras dengan tingkat ancamannya.

Cyber security itu dibutuhkan karena kebutuhan dasar bagi semua institusi keuangan. Kami belum menemukan startup yang cocok, meski belum jadi prioritas tahun ini tapi kami prediksi ini akan dibutuhkan.”

Saat ini MCI memiliki 10 portofolio yang bergerak di sektor lending, payment, dan enterprise solution. Mereka adalah Jurnal, Cashlez, Amartha, Yokke, Moka, PrivyID, PT Penyelesaian Transaksi Elektronik Nasional (PTEN), Investree, PT DAM, dan KoinWorks.

Grab Partners with ZhongAn, Introducing Insurance Product in App

In order to provide insurance for customers and drivers, Grab Holdings Inc. (Grab) forms a strategic partnership by creating a joint venture with ZhongAn Online P&C Insurance Co., Ltd. Furthermore, there will be various categories in the Grab app.

The product will be available in Singapore earlier this year. Grab offers insurance products for drivers to protect them of losing income due to health problem or accident.

Later, the insurance product will arrive to other countries, including Indonesia. This platform is expected to create access to the insurance products for those uninsured and underinsured.

“The insurance platform launching is part of our commitment to be the top “everyday superapp” in Southeast Asia. With more than 130 million downloads in around 336 cities, our in-depth knowledge of customer’s behavior and demand makes it possible to provide innovative insurance products that could give additional value for customers.

Customers can purchase insurance in Grab app

This partnership is to bridge the issues often discovered in the search of insurance products, including unaffordable premium. Payment through GrabPay is allowed.

“We’re very pleased to announce comprehensive partnership with Grab. We ensure to overcome the Southeast Asian customer’s insurance demand, along with Grab and other leading insurance companies,” Wayne Xu, ZhongAn’s Vice General Manager said.

As part of the partnership agreement, ZA International,for business development overseas created by ZhongAn Insurance, will bring technical assets in making platform and insights related to internet ecosystem in the established joint venture.

“As the only player in the digital payment industry with license in Southeast Asia’s six major countries, we’ll improve our regional network and partnered up with global insurance to grow rapidly in countries where our business run,” Ruben Lai, Head of Grab Financial said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gandeng ZhongAn, Grab Hadirkan Produk Asuransi di Aplikasi

Bertujuan untuk menghadirkan produk asuransi kepada pelanggan dan mitra pengemudi, Grab Holdings Inc (Grab) menjalin kerja sama strategis dengan membentuk joint venture dengan perusahaan asuransi ZhongAn Online P&C Insurance Co., Ltd. Selanjutnya perusahaan akan menghadirkan berbagai macam kategori melalui aplikasi Grab.

Di peluncuran awal, produk tersebut baru akan tersedia di Singapura awal tahun ini. Grab menawarkan produk asuransi bagi mitra pengemudi untuk melindungi mereka dari risiko kehilangan pendapatan karena penyakit atau kecelakaan.

Ke depannya produk asuransi tersebut juga akan tersedia di negara lain, termasuk Indonesia. Kehadiran platform ini diharapkan bisa membuka akses terhadap produk-produk asuransi bagi orang-orang yang termasuk dalam kategori uninsured dan underinsured.

“Peluncuran platform asuransi ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk menjadi everyday superapp terkemuka di Asia Tenggara. Dengan lebih dari 130 juta unduhan dan kehadiran di 336 kota, pengetahuan mendalam kami mengenai perilaku dan kebutuhan pelanggan memungkinkan untuk menyediakan produk asuransi inovatif yang memberikan nilai lebih bagi pelanggan,” sambut President Grab Ming Maa.

Pelanggan dapat membeli produk asuransi dari aplikasi Grab

Kerja sama ini ingin menjembatani permasalahan yang kerap ditemui dalam mencari produk asuransi, termasuk premi yang kurang terjangkau. Pembayaran dimungkinkan melalui potongan saldo di GrabPay.

“Kami sangat senang dapat mengumumkan kerja sama komprehensif bersama Grab. Kami yakin bahwa dapat menjembatani kebutuhan asuransi pelanggan di Asia Tenggara, bersama Grab dan perusahaan asuransi terkemuka lainnya,” kata Vice General Manager ZhongAn Wayne Xu.

Sebagai bagian dari kesepakatan kerja sama, ZA International, sebagai entitas untuk pertumbuhan bisnis luar negeri yang dibentuk oleh ZhongAn Insurance, akan membawa aset-aset teknis untuk menciptakan platform serta wawasan terkait ekosistem internet dalam joint venture yang didirikan.

“Sebagai satu-satunya pemain dalam industri pembayaran digital yang memiliki lisensi di enam negara besar Asia Tenggara, kami akan meningkatkan jangkauan regional dan bekerja sama dengan mitra asuransi global untuk tumbuh dengan pesat di berbagai negara tempat kami beroperasi,” kata Head of Grab Financial Ruben Lai.

Application Information Will Show Up Here

Memahami Kesiapan Investor Masuki Industri Fintech

Fintech merupakan salah satu contoh primadona dibandingkan industri lainnya karena terus bertransformasi. Fintech tidak melulu berbicara soal sistem pembayaran dan lending, tapi ada juga vertikal bisnis lainnya seperti insurtech, remitansi, regtech, blockchain, kripto, data analytics, dan lain sebagainya.

Besarnya peluang di industri fintech perlu dibarengi kesiapan investor, termasuk VC, untuk mempelajari pergerakan trennya. Terlebih investor harus memiliki pola pikir ke depan dibandingkan yang lainnya. Wawancara singkat DailySocial dengan Principal Cento Ventures Mark Suckling memberikan sejumlah pandangannya tentang isu ini.

Cento Ventures adalah VC yang berbasis di Singapura sejak 2011, memfokuskan diri pada investasi seri A untuk berbagai industri di negara berkembang. Di Indonesia beberapa portofolionya adalah Kalibrr, Jirnexu, Migme, Ctrl/Shift, CodaPay, dan 2C2P.

Perkembangan industri fintech

Suckling menjabarkan, seiring matangnya perusahaan teknologi di ASEAN, semakin banyak solusi yang ditawarkan di tiap sektornya, termasuk fintech. Setidaknya ada 1000 perusahaan yang telah membangun teknologi baru untuk mengatasi masalah di industri fintech selama beberapa tahun belakangan.

Dari hasil riset Cento Ventures untuk fintech, vertikal fintech yang bergerak di pembayaran online dan kredit adalah dua sub fintech yang paling awal didirikan. Dua vertikal tersebut telah menarik sebagian besar anggaran tahunan investasi VC, sekitar US$200 juta.

Vertikal berikutnya yang kini mulai bermunculan adalah asuransi dan investasi, diikuti startup fintech dengan fokus B2B untuk bidang keamanan dan analitik data. Menurut laporan EY ASEAN Fintech Census 2018, jumlah perusahaan fintech di regional ASEAN terbanyak ada di Singapura sebanyak 490 perusahaan.

Kemudian disusul Indonesia dengan total 262 perusahaan, Malaysia (196), Thailand (128), Filipina (115), dan Vietnam (77). Sektor pembayaran mendominasi dengan total 269 perusahaan, lalu investasi (189), insurtech (86), consumer finance (83), dan alternative lending (75).

Menurut Suckling, meski Indonesia masih kalah jauh dari segi jumlah perusahaan dengan Singapura, namun apabila dilihat dari pertumbuhannya lebih drastis dibandingkan negara lainnya. Salah satu faktornya bisa dilihat dari kemajuan yang cepat dalam hal inklusi keuangan yang diukur dari meluasnya akses terhadap layanan keuangan digital.

Kendati akses ini tidak menyiratkan penerimaan berbagai jasa keuangan baik digital maupun tidak, namun jadi pertanda bahwa hambatan industri keuangan tradisional terhadap ekonomi digital akhirnya berkurang.

“Ini menjadi keputusan buat pemain fintech untuk merancang produk keuangan digital yang menarik dan relevan bagi orang Indonesia, apakah mereka pengguna baru layanan keuangan digital ataupun tidak,” terangnya.

Peluang baru

Platform digital merupakan tools terbaik untuk berinovasi layanan keuangan. Terlebih, ada nilai tambah yang ditawarkan yakni memberikan cara baru bagi orang untuk bertukar nilai, menawarkan pengalaman yang lebih baik, ada kepercayaan baru, dan menangkap volume data yang besar.

Salah satu contoh terdekat yang bisa dirasakan adalah layanan keuangan yang dihadirkan Gojek dan Grab. Keduanya sudah menawarkan layanan keuangan buat para penggunanya baik dari sistem pembayarannya, pinjaman online, dan asuransi, entah berbentuk kerja sama dengan mitra atau membentuk sendiri.

Di luar itu, sambung Suckling, masih banyak peluang lainnya yang bermunculan untuk melayani sektor industri utama yang belum tersentuh secara langsung oleh internet. Juga menawarkan layanan keuangan yang terkait dengan industri tersebut.

“Contoh lainnya, platform perangkat lunak yang bisa diadopsi secara luas oleh ritel demi menciptakan peluang untuk distribusi lending atau asuransi, mungkin tidak dianggap fintech namun sebagai sisi enabler-nya.”

Kesiapan investor

Semakin terdiversifikasinya aktivitas fintech ini menunjukkan waktu yang tepat untuk menambah modal, selain yang tersedia dari VC yang ada. Investor pun butuh tim yang bertugas untuk memonitor seluruh tren tersebut. Caranya dengan membuat tim khusus untuk tiap sektor niche dengan tahapan nilai investasi yang beragam.

Suckling mencontohkan Start Today Ventures adalah sebuah contoh fund yang sengaja dibuat dan didedikasikan khusus untuk industri fesyen. Dalam fund ini, tim dapat mendalami lebih jauh proses manufaktur dan distribusi industri fesyen digital. Kemudian melakukan investasi untuk seluruh rantai proses di dalamnya.

“Kami percaya bahwa pada waktunya yang tepat pendekatan ini akan terjadi di sektor fintech yang dengan cepat telah berubah jadi industri yang kompleks.”

Dari tiga portofolio perusahaan fintech di Cento, ketiganya disebutkan telah memberikan masukan yang menarik tentang bagaimana setiap aspek yang berbeda di layanan keuangan digital bekerja dan bisa memberikan pembelajaran yang bagus untuk diterapkan kepada startup fintech generasi baru.

Sebuah tim yang berdedikasi dapat berkonsentrasi pada pemahaman peluang yang muncul, serta memberikan founder dukungan yang sangat relevan. Entah itu mengidentifikasi talenta yang tepat, terhubung dengan mitra, atau menarik lebih banyak investasi saat perusahaan mereka tumbuh.

Hasil survei terhadap lebih dari 125 investor di ASEAN menyebut secara rerata ada enam vertikal dari total 14 vertikal fintech yang telah difokuskan dengan membentuk tim khusus. Keenam vertikal tersebut adalah analitik data, blockchain, financing, payment solutions, regtech, dan insurtech.

Hal ini memperlihatkan tumbuhnya vertikal industri fintech perlu didukung pemahaman investor yang mendalam agar tidak selalu terpaku dengan definisi tradisional.

Rencana berikutnya di Indonesia

Tahun 2019 akan menjadi kelanjutan perusahaan untuk terus berinvestasi di ASEAN, seperti yang sudah dilakukan selama delapan tahun terakhir. Suckling enggan menjelaskan sektor apa yang menjadi incaran Cento, namun pihaknya memastikan akan tetap berhati memilih startup, mendukung visi misi founder, dan meniru kesuksesan dari portofolio perusahaan.

“Pendekatan industri demi industri akan kami jalankan dengan hati-hati, memastikan kami mengembangkan keterampilan dan wawasan yang dibutuhkan untuk membuat pemenang di kategori baru, seperti fintech dan sektor lainnya.”

Suckling juga menuturkan saat ini pihaknya sedang dalam proses pengumpulan fund terbaru dari investor yang sudah ada dan mitra strategis baru. Fund tersebut memungkinkan Cento untuk meningkatkan fokus di industri fintech. Saat ini Cento masih aktif mengelola fund dengan total US$60 juta.

Ovo Segera Perluas Layanan Finansial di Tahun 2019

Ovo segera perluas layanan finansial untuk para penggunanya, setelah mengawali bisnis sebagai platform pembayaran. Layanan finansial yang tengah dikembangkan adalah asuransi, cicilan online tanpa kartu kredit, dan pinjaman online. Rencananya seluruh layanan ini akan hadir secara paralel pada kuartal pertama tahun 2019.

CPO Ovo Albert Lucius menjelaskan, untuk menyediakan seluruh layanan ini perusahaan terbuka untuk menjalin kerja sama dengan berbagai mitra. Hal tersebut ditekankan mengingat konsep Ovo adalah open platform.

Ia enggan merinci seperti apa bentuk konkret dari layanan baru yang akan dirilis. Namun ia menggambarkan pengguna Ovo terdiri dari berbagai segmen, di antaranya kalangan UKM dan pengemudi Grab. Para pengguna tersebut nantinya bisa mengajukan pinjaman buat mengembangkan usaha mereka.

Khusus untuk cicilan online, Albert menuturkan saat ini baru berjalan uji cobanya dengan Tokopedia, bekerja sama dengan startup fintech lending Taralite. Produk tersebut dinamai OVO PayLater.

“Jadi kan ada merchant, driver, dan agen; kalau mereka butuh capital bisa langsung dari partner-nya. Sementara partner-nya Ovo ada banyak, seperti Grab punya partner-nya sendiri misalnya Toyota. Nah kami bisa hadir di situ, intinya Ovo sebagai wadahnya,” terang Albert, yang dulunya memegang posisi sebagai Co-Founder dan CEO Kudo, Kamis (20/12).

Dengan jaringan pengguna yang besar, menurut Albert, inovasi ini merupakan nilai tambah yang bisa diberikan perusahaan kepada seluruh merchant, pengemudi, dan agen pengguna Ovo.

Tak hanya mengembangkan layanan finansial, sambungnya, Ovo juga bakal memperbaiki aplikasi untuk end-user. Menurut Albert, masih banyak hal dari aplikasi yang perlu diperbaiki agar memberikan nilai lebih.

Aplikasi Ovo sejauh ini sebatas digunakan apabila pengguna ingin melakukan pembayaran ke merchant. Padahal di dalam aplikasi ada voucher dan deals yang bisa dipakai, namun masih jarang yang memanfaatkannya.

“Sekarang kita ada akses jaringan ke merchant, banyak kesempatan bisnis yang bisa kita kembangkan buat mereka. Tujuan kita adalah mendukung bisnis ​merchant, khususnya dari sektor UKM untuk mengembangkan bisnis dan mencapai inklusi keuangan yang berkesinambungan.”

Perkembangan setahun Ovo

CEO Ovo Jason Thompson menerangkan, fondasi Ovo dibangun secara perlahan per kuartalnya. Pada kuartal pertama, mempelajari pasar Indonesia dan mulai membangun teknologi untuk strategi awal sebagai platform pembayaran offline di mall.

Kemudian pada kuartal kedua dilanjutkan dengan kemitraan strategis dengan Bank Mandiri, Grab, dan Moka untuk strategi O2O. Berikutnya, merambah kemitraan strategis lainnya dengan Alfamart, Kudo, dan Tokopedia untuk pembayaran online.

“Pada tahun pertama, Ovo tidak ingin menjadi platform pembayaran seperti kebanyakan. Kami ingin melayani pasar sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Jadi langkah yang kami ambil adalah menjadikan Ovo sebagai open platform yang bisa menghubungkan berbagai partner,” terang Thompson.

Dari data yang diumumkan, Ovo mengklaim memiliki 115 juta basis pengguna, sekitar 77% di antaranya berlokasi di luar Jabodetabek. Volume transaksi tembus lebih dari 1 miliar dalam setahun dengan pertumbuhan 400%, mayoritas berasal dari sektor transportasi, ritel, dan e-commerce.

Volume transaksi pembayaran yang telah diproses (Total Payments Value/TPV) naik 75x lipat. Adapun dana yang mengendap (stored value) tiap kuartalnya tumbuh 52%.

Ovo dapat dipakai sebagai platform pembayaran digital di lebih dari 500 ribu gerai offline. Berikutnya, hampir 180 ribu merchant UKM yang sudah bermitra dapat menerima pembayaran dengan kode QR.

Untuk top up dompet digital Ovo kini dapat dilakukan melalui lebih dari 1 juta top-up points, termasuk pengemudi Grab, ATM Mandiri, dan Alfamart. Cakupan layanan Ovo menjangkau 93% layanan di Indonesia.

Seluruh pencapaian tersebut membuat Ovo percaya diri untuk mengklaim sebagai platform pembayaran terbesar dengan jangkauan terluas se-Indonesia.

“Kini Ovo menjadi platform yang paling lengkap untuk semua use case. Ini sesuai dengan ambisi kami yang ingin hadir di setiap touch point para pengguna di kehidupan sehari-harinya dengan menganut konsep open platform. Kami juga bakal perbanyak kemitraan dengan pemerintah dan swasta untuk mewujudkan inklusi keuangan yang rata,” tutup Direktur Ovo Harianto Gunawan.

Application Information Will Show Up Here