EV Hive Umumkan Perolehan Pendanaan Seri A 277 Miliar Rupiah

Layanan co-working space EV Hive mengumumkan perolehan pendanaan Seri A senilai $20 juta (277 miliar Rupiah) yang dipimpin Softbank Ventures Korea, H&CK Partners, dan Tigris Investment. Ketiganya berbasis di Korea. Investor baru yang juga masuk dalam pendanaan ini adalah Naver, LINE Ventures, dan STIC Investment. Juga berpartisipasi adalah investor terdahulu, yaitu East Ventures, SMDV, Sinar Mas Land, Insignia Venture Partners, Intudo Ventures, dan angel investor Michael Widjaya dan Chris Angkasa.

Perusahaan berencana menggunakan dana tersebut untuk berekspansi, termasuk membuka peluang secara regional, ke 100 lokasi baru. Disebutkan mereka saat ini memiliki lebih dari 3000 anggota aktif.

Sebelumnya EV Hive memperoleh pendanaan Pra-Seri A sebesar $3,5 juta atau sekitar 46 miliar Rupiah di bulan September 2017.

EV Hive awalnya didirikan di bulan Juni 2015 oleh East Ventures sebagai sebuah “proyek kecil-kecilan” dan di bulan Mei 2017 menjadi sebuah perusahaan tersendiri. Perusahaa saat ini memiliki 21 lokasi co-working space di Jabodetabek dan Medan. Secara total, luasan tempat kerja EV Hive saat ini mencapai 30 ribu meter persegi.

Kepada DailySocial, CEO EV Hive Carlson Lau mengatakan, “Bisnis co-working memiliki potensi besar di Indonesia karena jumlah UKM yang banyak. Co-working adalah platform yang hebat untuk secara efektif menurunkan biaya berbisnis bagi startup dan UKM. Co-working saat ini hanya kurang dari 1% dari total segmen real estate komersial dan kami pikir di masa depan co-working akan menjadi bisnis mainstream dengan lebih dari 20% segmen real estate komersial akan ditempati co-working space.”

Di Indonesia co-working space masih merupakan bisnis yang relatif baru dan cenderung belum memperoleh keuntungan. Meskipun demikian para pemain raksasa sudah menancapkan kukunya di sini. Raksasa co-working space Amerika Serikat WeWork telah memastikan kehadirannya di Indonesia, sementara raksasa co-working space Tiongkok UrWork berinvestasi di layanan lokal Go-Rework.

Meskipun fokus layanannya masih di kawasan Jabodetabek, Carlson memastikan  akan merambah kota-kota besar lainnya di Indonesia. Carlson mengatakan, “Di luar Jabodetabek, kami telah tersedia di Medan dan kami berencana membuka co-working space di semua kota-kota besar di Indonesia. Kami berekspansi ke kota-kota dengan komunitas kewirausahaan yang kuat yang membutuhkan akses ke layanan [co-working space] ini dan tempat yang mendukung peluang kolaborasi antar kota dengan anggota-anggota kami.”

Tentang rencana ekspansi regional, Carlson memastikan pihaknya masih akan fokus ke Indonesia tahun ini, tetapi tetap membuka peluang ekspansi ke negara-negara tetangga.

“Kami telah mendapatkan permintaan dari sejumlah pemilik lahan dan mitra bisnis untuk berekspansi ke kota-kotanya di kawasan Asia Tenggara. Kami melihat potensi besar di Filipina, Vietnam, Thailand, dan Malaysia ketika kami menyaksikan sendiri banyaknya aktivitas startup. Bahkan sejumlah anggota kami telah memiliki rencana berekspansi ke negara-negara tersebut dan kami berencana mengikuti konsumen kami dalam rencana ekspansi regional mereka,” tutup Carlson.

Sociolla Receives 169 Billion Rupiah Investment from EV Growth

Sociolla, an e-commerce platform for beauty products, announces investment worth of $12 million (about Rp169 billion) led by EV Growth, istyle Inc. (Japanese beauty platform), and Singapore’s big institution (undisclosed).

EV Growth is a new fund under East Ventures, Sinar Mas Digital Ventures (SMDV), and Yahoo Japan Digital, focused on Series B funding and higher. This fund is actively operating in the second quarter of 2018.

Willson Cuaca, EV Growth partner, said in the official release that East Ventures has been supporting Sociolla since 2015 through seed funding. They already see its worth and readiness to win the beauty tech category in Indonesia.

“Through the additional funding, we want to tighten Sociolla’s position as the leading beauty tech company in Indonesia including the support of strategic partnership with a global player, istyle,” he said.

Shinichiro Hori, EV Growth partner, added, “From the market’s point of view, we’re optimist the beauty sector will be very promising. Beauty technology has been proved by istyle Japan, and their support will earn big for Sociolla in the future. We’re thrilled about this partnership.”

Investment utilization

Chrisanti Indiana, Sociolla’s Co-Founder, explained company will use fresh funding for the development of a new platform Soco (Sociolla Connect) which just launched earlier this year. It is a digital beauty platform, combined with e-commerce and media.

This platform completes the two existing beauty platform, Sociolla and Beauty Journal (media), using single sign on technology to facilitate users in accessing various contents from Beauty Journal and UGC (User Generated Content).

Therefore, users can manage their purchases in Sociolla and join digital beauty community, get the relevant product recommendations that match their profile and interest.

“Users that already registered in Soco can also contribute as content creators and interact or share with the other fellow beauty enthusiasts,” she said.

She thinks of Soco presence as to complete Sociolla’s mission of helping and building the future of beauty industry using technology.

In addition to Soco, the company will use the fresh funding for marketing plan distributed through Sociolla. The company will partners with global’s most popular beauty brands interested to enter Indonesia’s market.

Currently, there are more than 150 international brands sell its products through Sociolla, also seven brands from Asia and Australia have signed a direct distribution agreement with the company.

The company also partners with one of istyle shareholders and gives access to 14 million beauty product’s reviews from Cosme and Make Up Alley (US’s beauty site). The site has been acquired by istyle last year.

istyle enters Sociolla through Series B funding in January 2017, previously, the company had received Series A funding from Venturra Capital in November 2015.

Cumulatively, Sociolla managed to collect more than 12 million visitors to enter the site last year, it’s about 1 out of 9 women in the target market located in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Sociolla Peroleh Investasi 169 Miliar Rupiah dari EV Growth

Layanan e-commerce produk kecantikan Sociolla mengumumkan perolehan investasi sebesar $12 juta (sekitar Rp169 miliar) dipimpin oleh EV Growth, platform kecantikan Jepang istyle Inc., dan institusi besar Singapura yang tidak disebutkan identitasnya.

EV Growth adalah sebuah fund baru yang dibentuk East Ventures, Sinar Mas Digital Ventures (SMDV), dan Yahoo Japan Digital khusus untuk pendanaan Seri B dan lanjutan. Fund ini mulai aktif beroperasi di kuartal kedua tahun 2018.

Partner EV Growth Willson Cuaca dalam keterangan resmi menyebutkan East Ventures telah mendukung Sociolla sejak 2015 melalui seed funding. Pihaknya melihat kemampuan serta kesiapan Sociolla untuk memenangkan kategori beauty tech di Indonesia.

“Melalui pendanaan tambahan ini, kami ingin mengukuhkan posisi Sociolla sebagai leading beauty tech company di Indonesia dan ditambah dengan dukungan kerja sama strategis bersama pemain global istyle,” ujarnya.

Partner EV Growth Shinichiro Hori menambahkan, “Dari sudut pandang peluang pasar, kami percaya sektor kecantikan sangat menjanjikan. Teknologi kecantikan sudah dibuktikan oleh istyle di Jepang dan dukungan mereka akan membuahkan hasil yang besar di masa depan bagi Sociolla. Kami sangat menantikan kerja sama dengan Sociolla.”

Penggunaan dana investasi

Co-Founder Sociolla Chrisanti Indiana menerangkan perusahaan akan menggunakan dana segar tersebut untuk mengembangkan platform terbaru Soco (Sociolla Connect) yang baru diluncurkan pada awal tahun ini. Soco merupakan platform digital kecantikan yang menggabungkan e-commerce dengan media.

Platform ini melengkapi dua platform kecantikan yang sudah ada Sociolla itu sendiri dan Beauty Journal (situs media), dengan memanfaatkan teknologi single sign on sehingga memudahkan user dalam mengakses berbagai konten dari Beauty Journal dan UGC (User Generated Content).

Dengan demikian pengguna dapat mengatur belanjaan mereka di Sociolla dan bergabung dengan digital beauty community, mendapatkan rekomendasi produk yang relevan dengan profil dan minat mereka.

“Pengguna yang sudah memiliki akun di Soco juga dapat berkontribusi sebagai pembuat konten dan berinteraksi atau berbagi dengan sesama pecinta kecantikan lain di Soco,” ujar Chrisanti.

Menurutnya, keberadaaan Soco itu sendiri akan melengkapi misi Sociolla untuk membantu dan membentuk masa depan industri kecantikan lewat teknologi.

Tak hanya untuk Soco, perusahaan juga akan memakai dana segar tersebut untuk biaya pemasaran mereka yang didistribusikan lewat Sociolla. Perusahaan akan bekerja sama dengan merek kecantikan populer dari luar negari yang tertarik untuk masuk ke Indonesia.

Terhitung saat ini di luar lebih dari 150 merek yang telah di jual lewat Sociolla, ada tambahan tujuh merek kecantikan dari Asia dan Australia telah menandatangi perjanjian distribusi secara langsung dengan perusahaan.

Perusahaan juga berkolaborasi dengan salah satu pemegang sahamnya istyle dengan memberikan akses kepada 14 juta ulasan produk kecantikan dari Cosme dan situs kecantikan dari Amerika Serika Make Up Alley. Situs ini sebelumnya sudah diakuisisi oleh istyle pada tahun lalu.

istyle masuk ke Sociolla lewat pendanaan seri B pada Januari 2017, sebelumnya perusahaan mendapat pendanaan seri A dari Venturra Capital pada November 2015.

Secara kumulatif, pada tahun lalu Sociolla berhasil mengumpulkan lebih dari 12 juta pengunjung masuk ke situs Sociolla atau sekitar 1 dari 9 wanita di dalam target market perusahaan ada di Indonesia.

Mengenal Investasi Cryptocurrency

Di artikel sebelumnya, DailySocial telah mengulas konsep dasar cryptocurrency (mata uang kripto) sebagai alat transaksi dan varian yang ada saat ini beserta kelebihan dan kekurangannya.

Komoditas mata uang kripto di Indonesia mulai diminati kalangan luas. Komunitas trader makin mudah dijumpai. Umumnya mereka melakukan jual-beli mata uang kripto untuk investasi, mengingat harganya saat ini cenderung sangat fluktuatif. Di lain sisi, blockchain sebagai fondasi dari mata uang kripto juga tengah menjadi teknologi yang disoroti sektor finansial.

Sementara blockchain sebagai platform digital masih terus dieksplorasi, mata uang kripto sebagai pengajawantahan blockchain, terus tumbuh subur di kalangan konsumen. Selain kaitannya dengan transaksi, ICO (Initial Coin Offerings) juga menjadi proses yang mulai bisa dijumpai di kalangan pebisnis. ICO adalah proses penggalangan dana untuk membangun aplikasi berbasis blockchain, bentuknya beragam mulai dari mata uang kripto baru, smart contract, hingga smart ledger.

Pundi X hadirkan platform Point of Sale yang terima transaksi Bitcoin / Pundi X
Pundi X hadirkan platform Point of Sale yang terima transaksi Bitcoin / Pundi X

Di Indonesia sendiri setidaknya sudah ada tiga bisnis yang mencoba melakukan ICO, di antaranya Tokenomy, Pundi X, dan Vexanium. Masing-masing menawarkan karakteristik yang berbeda, dengan proses bisnis yang berbeda pula.

Berinvestasi pada mata uang kripto

Popularitas investasi mata uang kripto didorong oleh kemudahan transaksi. Setiap orang kini bisa membuat “dompet mata uang kripto”, sebutan untuk rekening digital yang digunakan dalam menampung dan berjual-beli. Di Indonesia sudah ada beberapa platform yang melayani proses pembuatan dompet kripto tadi. Termasuk untuk mempermudah pengguna menghubungkan dompet tersebut dengan rekening bank seperti PayPal guna proses pembayaran atau penukaran.

Proses di atas dapat dikatakan sebagai mekanisme registrasi awal sebelum pengguna dapat melakukan transaksi pada mata uang kripto populer seperti Bitcoin. Dengan memberikan identitas yang detail, biasanya prosesnya hanya memakan waktu beberapa menit saja. Selanjutnya pengguna dapat dengan leluasa melakukan transaksi pembelian aset digital tersebut.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan

Jika mengikuti tren Bitcoin atau mata uang kripto populer lainnya, maka terlihat jelas bagaimana fluktuasi nilai terjadi dengan sangat liar, tidak terprediksi. Di satu waktu bisa saja harga turun, di waktu lainnya harga meningkat derastis. Para investor mata uang kripto mencoba memanfaatkan gejolak nilai ini dengan harapan mendapatkan untung saat melakukan pembelian dengan nominal yang lebih sedikit. Sayangnya untuk mata uang kripto populer nilainya sudah sangat tinggi, sehingga untuk investasi membutuhkan banyak kejelian.

Disarankan untuk investor awal mulailah dari nilai yang kecil dan membeli mata uang kripto yang memiliki kredibilitas baik. Memantau harga dan perkembangan pasar mata uang kripto juga harus menjadi makanan sehari-hari para investor. Hal ini sekaligus membawa para investor untuk memahami target yang harus ditentukan, misalnya menargetkan nilai investasinya pada titik tertentu, untuk selanjutnya kembali ditarik atau menambah modal dengan melakukan pembelian aset baru.

Di banyak platform jual beli mata uang kripto, menyediakan layanan limit nominal pembelian. Pengguna bisa menyetel dompet digital untuk melakukan pembelian ataupun penjualan secara otomatis pada batas nilai tertentu. Otomasi ini juga membantu investor pemula dalam melakukan pengamatan terhadap gejolak pasar. Yang perlu dipahami sejak awal, proses penjualan aset digital jauh lebih sulit ketimbang proses membelinya. Namun dengan menjamurnya platform jual-beli aset digital, membuat transaksi tersebut jauh lebih mudah.

Cryptocurrency dari sudut pandang investasi / DailySocial
Cryptocurrency dari sudut pandang investasi / DailySocial

Tentang ICO dan investasi di dalamnya

Pada proses penggalangan dana, pengusung ICO biasanya menawarkan sejumlah token yang dihargai dengan satuan mata uang kripto. Kepada investor, pebisnis meyakinkan token ini akan bernilai tinggi seiring dengan keberhasilan proyek yang sedang dikerjakan. Secara regulasi di Indonesia belum ada aturan yang pasti terkait ICO, umumnya investor yang tertarik hanya berbekal spekulasi dan keyakinan terhadap proyek blockchain di masa mendatang. Ethereum adalah salah satu contoh keberhasilan proyek berbasis ICO, menawarkan implementasi blockchain untuk fitur smart contract.

Seperti layaknya investasi, tidak ada yang menjamin kesuksesan kampanye ICO sebuah bisnis. Bahkan untuk beberapa penawaran, justru terindikasi sebagai scam, karena produknya terlihat tidak jelas atau tidak mungkin diwujudkan. Tidak sedikit proyek ICO yang gagal memenuhi pendanaan sampai tahap waktu yang ditentukan. Namun demikian, melihat potensi blockchain banyak yang meyakini beberapa platform dapat menjadi penopang bisnis untuk masa mendatang.

Sehingga dapat disimpulkan beberapa tips sederhana jika ingin terlibat dalam investasi melalui ICO:

  • Pahami dan teliti secara detail produk yang akan dikembangkan. Baca referensi mengenai masa depan produk tersebut dari sisi pangsa pasar dan kemungkinan realisasi.
  • Pelajari tentang founder yang melakukan kampanye ICO, pastikan memiliki pengalaman dan track-record yang jelas. Diutamakan memang founder berpengalaman di bidang yang tengah digarap.

Masih berisiko

Mata uang kripto menghadirkan berbagai perspektif, baik yang menyiratkan pandangan positif atau negatif. Sebagai pandangan subjektif dari penulis, saat ini investasi berbasis kripto masih terlihat kurang stabil. Memang, adanya demand-supply besar mengindikasikan bahwa di dalamnya mengandung pergerakan ekonomi yang kuat. Kesimpulannya tetap layak dijadikan sebagai komoditas investasi, dengan nilai yang terbatas dan bersifat sekunder.

Cara paling relevan untuk meningkatkan skalabilitas mata uang kripto salah satunya adalah dukungan regulator, dalam hal ini Bank Indonesia. Sampai tahap ini, pihak regulator masih terus mendalami berbagai kemungkinan yang dapat dihasilkan oleh blockchain. Potensinya besar, pembuktiannya yang masih terus menjadi tantangan oleh para pelaku. Meyakini sesuatu investasi bukan hal yang salah, karena tiap investasi selalu mengandung risiko. Untuk saat ini, risiko investasi mata uang kripto cukup besar dengan berbagai kemungkinan di pangsa pasar.

Travelio Targetkan 20 Ribu Daftar Properti Pasca Perolehan Pendanaan Seri A 56 Miliar Rupiah

Travelio, platform online penyewaan properti pribadi lokal, mengumumkan putaran pendanaan seri A senilai $4 juta (atau setara dengan 56 miliar Rupiah). Nilainya dua kali lipat jika dibanding pendanaan terakhir pra-seri A yang didapat pertengahan tahun 2016 silam. Investasi kali ini dipimpin oleh Vynn Capital, didukung Insignia Ventures Partners, Fenox Venture Capital, IndoGen Capital, dan Stellar Kapital.

Pendanaan ini akan difokuskan untuk akselerasi pertumbuhan, akuisisi talenta, inovasi produk dan membuka peluang vertikal baru. Sejak memutuskan untuk fokus sebagai platform penyewaan aset properti pribadi di Indonesia (seperti Airbnb), Travelio mengaku lebih banyak fokus untuk meningkatkan fungsionalitas aplikasi mobile dan web yang saat ini dimiliki. Sejauh ini belum ada fitur baru, kecuali pengalaman berbasis Virtual Reality (VR) untuk pelanggan.

“Untuk fitur VR sangat membantu customer kami, terutama untuk customer yang ingin tinggal sampai berminggu-minggu hingga bulanan. Sangat membantu memberikan look and feel property yang kami tawarkan,” ujar Managing Director Travelio Hendry Rusli kepada DailySocial.

Hendry melanjutkan, bersama pendanaan baru ini pihaknya belum terbesit untuk melakukan ekspansi layanan. Fokusnya kini meningkatkan jumlah properti di dalam platform Travelio. Saat ini setidaknya sudah ada lebih dari 4 ribu daftar properti di platform tersebut, Hendry dan tim menargetkan tahun 2018 akan tumbuh sekurangnya lima kali lipat, atau setara dengan 20 ribu daftar properti.

Strategi lain yang juga akan mulai dikuatkan oleh Travelio ialah menjalin kemitraan strategis dengan komunitas, otoritas, asosiasi dan pengembang properti.

Tim Travelio di Indonesia saat ini / Travelio
Tim Travelio di Indonesia saat ini / Travelio

Travelio sendiri optimis dengan layanan daftar properti yang diusungnya. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Hendro Gonodkusumo selaku CEO PT Intiland Development Tbk. Perseroan tersebut bermitra dengan Travelio untuk meningkatkan kebergunaan properti yang dimiliki. Menurut Hendro industri properti memang membutuhkan teknologi inovatif untuk memungkinkan properti menganggur bisa dimanfaatkan dan menghasilkan arus kas.

“Travelio memecahkan masalah kekosongan yang dihadapi oleh pengembang properti sambil menyediakan akomodasi yang terjangkau bagi pelanggannya. Tim telah menunjukkan kemampuannya untuk menyediakan operasional dan teknologi secara baik. Kami percaya bahwa model bisnis inovatifnya akan muncul sebagai pemenang dalam lanskap accomodation-sharing di Indonesia,” sambut Founding Managing Partner Insignia Ventures Partners, Yinglan Tan.

Application Information Will Show Up Here

Parkpine Capital Prepares $15 Million for Indonesian Startups

The U.S. based venture capital Parkpine Capital said to have prepared US$15 million (more than Rp200 billion) for debut investment in Indonesian startups.

“We’ve committed for the first funding round [in total] with $150 million. Around $15 million will be used through co-investing in Indonesia. This is our first time in Indonesia,” Ahmed Shabana, Parkpine Capital’s Managing Partner, said in the middle of Global Venture Summit 2018, on Thu (4/26).

He explained that the investment is taken from the company’s first funding round in late 2017. Their target is to raise $150 million from all the Limited Partner (LP). The process is planned to finish in April 2018, but being delayed to Oktober 2018.

There are two stages. The total US$75 million is for seed funding, and the rest is for further investment. There’s US$15 million ready for initial investment in Indonesia.

In his opinion, Indonesia has the potential market in population, dominated by millennials, high penetration of internet and smartphone, and huge interest in trying the new advanced technology. Therefore, Indonesia is considered as the perfect country for Parkpine Capital.

In terms of criteria, he added, there’s no specific sectors or product for startups. Companies are only required to make income and willing to expand into the global market.

Funding for SEA market, including Indonesia, is for the Series A round. It’s different its US market investments that are mostly for seed funding.

“We’re open for startup in any segment from Indonesia, as long as they’re already make money and willing to expand into the global market, such as Mexico and others.”

Previously, the company has eyeing SEA market, including Indonesia, through Global Venture Summit (GVS) held since last year. The event is first held in Bali, then this year in Jakarta.

GVS is one of Parkpine Capital portfolios specified to learn a country’s ecosystem and finding partners and potential startups to invest. In addition, GVS is also held in Mexico, LA, and Dubai.

“The plan is, next year we’ll come back to Bali for GVS in March before the election. It’ll be on the bigger scale and be targeting a lot more visitors,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Perusahaan Modal Ventura Amerika Serikat Parkpine Capital Siap Gelontorkan 200 Miliar Rupiah untuk Startup Indonesia

Perusahaan modal ventura asal Amerika Serikat Parkpine Capital mengungkapkan siap menggelontorkan dana sebesar US$15 juta (lebih dari 200 miliar Rupiah) untuk investasi perdana ke startup Indonesia.

“Kami sudah memberikan komitmen untuk penggalang dana putaran pertama [secara total] sebesar $150 juta. Sekitar $15 juta bakal ke Indonesia dan akan kami lakukan lewat co-investing. Ini investasi pertama kami ke Indonesia,” ucap Managing Partner Parkpine Capital Ahmed Shabana di sela-sela acara Global Venture Summit 2018, Kamis (26/4).

Shabana menerangkan, investasi tersebut diambil dari penggalangan dana putaran pertama yang dimulai perusahaan sejak akhir tahun lalu. Pihaknya menargetkan sebesar $150 juta dapat terkumpul dari berbagai Limited Partner (LP). Proses tersebut awalnya ditargetkan rampung pada April 2018, namun mundur jadi Oktober 2018.

Rencananya tahapannya akan dibagi menjadi dua bagian. Sebanyak US$75 juta untuk investasi awal, dan sisanya untuk investasi lanjutan. Untuk investasi awal, sebanyak US$15 juta akan dikhususkan untuk Indonesia.

Menurutnya, Indonesia dianggap sebagai pasar yang menjanjikan dari segi populasi yang didominasi kalangan millennial, penetrasi internet dan smartphone yang tinggi, dan tingginya ketertarikan untuk mencoba teknologi baru. Oleh karenanya, Indonesia dianggap sebagai negara tepat untuk dimasuki Parkpine Capital.

Untuk kriteria startup yang bakal dibidik, sambung Shabana, tidak ada yang spesifik harus bergerak di bidang tertentu dan produknya tidak rumit. Perusahaan juga diharuskan sudah memiliki penghasilan sendiri dan mau berekspansi ke pasar global.

Besaran dana yang dikucurkan untuk pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, adalah investasi Seri A. Hal ini cukup berbeda dengan besaran investasi untuk pasar Amerika Serikat yang kebanyakan adalah tahap awal (seed).

“Kami terbuka dengan startup segmen apapun dari Indonesia, asalkan mereka sudah memiliki penghasilan dan mau ekspansi ke pasar global seperti Meksiko dan lainnya.”

Sebelumnya perusahaan sudah mempelajari pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, lewat ajang tahunan Global Venture Summit (GVS) yang sudah digelar di Indonesia sejak tahun lalu. Pertama kali ajang ini diadakan di Bali, kemudian untuk tahun ini di Jakarta.

GVS adalah salah satu portofolio Parkpine Capital yang dikhususkan untuk mempelajari ekosistem di suatu negara sekaligus mencari mitra bisnis dan calon startup yang akan disasar. Selain di Indonesia, GVS juga diadakan di Meksiko, Los Angeles, dan Dubai.

“Rencananya tahun depan kami akan adakan kembali GVS di Bali, pada Maret sebelum pemilihan umum dilakukan. Nanti skalanya akan lebih besar dari sebelumnya dengan target pengunjung yang lebih banyak,” tutupnya.

Agritech Startup TaniGroup Receives Million Dollars Pre-Series A Funding

Agritech startup company TaniGroup, consists of TaniHub and TaniFund, announces Pre-Series A funding worth millions of dollars. The round is led by Alpha JWC Ventures and followed by some angel investors. It’s expected to help TaniGroup improve its capacity and expand its market, both domestic and export needs.

The objective is to help farmers improving life along with the farming industry.
TaniHub is an e-commerce connecting farmers and corporate consumers, while
TaniFund is the crowfunding platform that provides funding for farmers.

“What makes TaniHub and TaniFund special is the end-to-end service. We have field teams to monitor the process, experts to guide farmers, and e-commerce
platform to absorb the harvest. Therefore, we’re not only provide funding, but also full training to minimize business risk,” Ivan Arie, Co-Founder and CEO
of TaniGroup, said.

Eka Pamitra, Co-Founder and President of TaniGroup, added, “Up until now,
we’ve been supporting around 16,000 farmers in 600 farming groups. After improving efficiency in harvest distribution, their [the farmers] income is increasing up to 30% from the previous rate. Besides improving the farmers’
welfare and their family, we want to lead them to apply sustainable farming
that environment-friendly in all their cultivation processes.”

Farming is one of the captivating sectors in Startup Report 2017. As an agrarian
country, digital solution for this sector gives many opportunities. TaniGroup believes that there are too many issues in farming sector to solve alone. Therefore, the partnership of stakeholders, including regulators and all industry players, is an absolute necessity.

“Agriculture is a vital industry in Indonesia and TaniGroup succeed in providing
a solution that creates efficiency in the complex farming business. Keeping up with our focus to make the best out of Indonesia, Alpha JWC Ventures is ready to partner with TaniGroup for making additional value, accelerate innovation, and bring positive impact to Indonesia’s agriculture industry.” Jefrey Joe, Co-Founder and Managing Partner of JWC Ventures, explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Agritech TaniGroup Umumkan Perolehan Dana Pra-Seri A Jutaan Dollar

Startup agritech TaniGroup, yang terdiri dari TaniHub dan TaniFund, mengumumkan perolehan dana Pra-Seri A senilai jutaan dollar. Putaran pendanaan dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan juga diikuti beberapa angel investor lainnya. Pendanaan ini diharapkan membantu TaniGroup meningkatkan kapasitas dan memperluas pasar, baik secara domestik maupun untuk kebutuhan ekspor.

Fokus untuk membantu petani meningkatkan kualitas hidupnya sembari mendorong industri pertanian, TaniHub adalah layanan e-commerce yang menghubungkan petani dan konsumen korporasi, sementara TaniFund adalah platform crowdfunding yang memberikan pendanaan bagi petani meningkatkan usahanya.

“Yang membuat TaniHub dan TaniFund istimewa adalah layanan end-to- end kami. Kami memiliki tim di lapangan untuk mengawasi jalannya seluruh proses, tim spesialis yang mendampingi para petani, serta platform e-commerce yang siap menyerap seluruh hasil panen mereka. Jadi kami tidak hanya memberikan dana tapi juga pendampingan dari awal hingga akhir, sehingga risiko bisnis dapat diminimalkan.” ungkap Ivan Arie, Co-Founder dan CEO TaniGroup.

Co-Founder dan President TaniGroup Eka Pamitra menambahkan, “Sejauh ini, kami telah mendukung sekitar 16.000 petani yang tergabung dalam 600 kelompok tani. Berkat peningkatan efisiensi dalam distribusi hasil panen, pendapatan mereka [para petani] meningkat hingga rata-rata 30% dari sebelumnya. Selain membantu meningkatkan kesejahteraan petani mitra kami beserta keluarganya, kami ingin mengarahkan mereka untuk bisa menerapkan praktek sustainable farming yang ramah lingkungan dalam seluruh proses pembudidayaan mereka.”

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mendapatkan sorotan di Startup Report 2017. Sebagai sebuah negara agraris, solusi digital di sektor ini masih memberikan banyak peluang. TaniGroup sendiri percaya bahwa permasalahan di sektor pertanian terlalu banyak untuk diselesaikan sendiri. Untuk itu kolaborasi dari stakeholder, termasuk regulator dan berbagai pemain industri, mutlak diperlukan.

“Agrikultur adalah industri vital bagi Indonesia dan TaniGroup berhasil menyediakan solusi yang dapat menciptakan efisiensi dalam rangkaian bisnis pertanian yang kompleks. Sejalan dengan fokus kami untuk memajukan Indonesia, Alpha JWC Ventures siap untuk bekerja sama dengan TaniGroup untuk terus memberikan nilai tambah, mempercepat inovasi, serta membawa pengaruh positif bagi industri agrikultur Indonesia.” jelas Co-Founder dan Managing Partner JWC Ventures Jefrey Joe.

Modalku’s Parent Company Received Series B Funding Worth of 344 Billion Rupiah

Funding Societies, a p2p (peer-to-peer) lending developer, known as Modalku’s parent company in Indonesia, announces the acquisition of Series B funding worth of US$25 million or 344 billion Rupiah. This round is led by Softbank Ventures Korea. Other investors involved are Sequoia India, Alpha JWC Ventures, Golden Gate Ventures, Qualgro, and LINE Ventures.

The round becomes the biggest one for p2p platform in Southeast Asia. Funds will be used to build up the vision of financial inclusion service in the region. Since it was founded in 2015, the p2p lending platform has made over 60,000 loans by this year.

“We work in a trust-based industry, and we’re glad that the customer, SMEs, partners, regulators, and investors put their trust in us. We’ll continue in supporting SMEs development for borrower’s market focus and improving profit for lenders. It is not only business for us, but a mission to create a positive impact in Southeast Asia,” Kelvin Teo, CEO & Co-Founder of Funding Societies, said.

In the same occasion, Teo said that the key development for Funding Societies is focus and consistency in technology and the design of its services. It takes Funding Societies into the leading platform that introduces some sophisticated features, such as E-Signing Contract or Auto Investment Algorithm. The capability has managed the company to make numerous achievements, one of which is Modalku winning the Global SME Excellence Award.

The startup that was founded by Kelvin Teo and Reynold Wijaya has accommodated loans for SMEs in Singapore, Indonesia, and Malaysia. SG$100 million has been facilitated by crowfunding mechanism. Since 2016, the growth rate has reached 300%.

Pieter Kemps, Sequoia India Principal, commented, “In the beginning, we recommend them to focus on the fundamentals: technology, product, risk management, and the maintenance of high-quality loan books. They execute all sectors with vision and integrity. We’re optimist that this character will help them build the bigger and sustainable company.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here