Dua Co-Founder Startup Umumkan Berhenti: COO Modalku Iwan Kurniawan dan CMO Octopus Hamish Daud

Petinggi di startup Modalku dan Octopus, yakni Iwan Kurniawan (Chief Operating Officer) dan Hamish Daud (Chief Marketing Officer), baru-baru ini mengumumkan pengunduran dirinya.

Sebetulnya, Iwan telah melepas jabatannya sebagai COO sejak Juni 2023, tetapi tetap berlanjut sebagai Advisor hingga Oktober 2023. Saat ini, Iwan diketahui tengah mengambil gelar S2 di AS. Dari laman LinkedIn-nya, Iwan juga tercatat menjadi rekan (fellow) Owl Ventures, VC asal AS yang berfokus pada investasi edtech.

“Setelah hampir delapan tahun memulai dan memimpin Modalku (2015-2023), saya mengambil jeda karier untuk mengeksplorasi passion baru. Sejak tahun lalu, saya mulai menekuni minat lama saya di bidang pendidikan dan pengembangan SDM, dimulai dengan mengambil gelar S2 Pendidikan di Harvard. Saya menginvestasikan waktu untuk memahami human learning benar-benar efektif,” tulisnya dalam laman LinkedIn resminya.

Co-Founder dan COO Modalku Iwan Kurniawan dan Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya / Modalku

Iwan merupakan salah satu pendiri Modalku bersama Reynold Wijaya pada 2015. Modalku sempat melakukan efisiensi karyawan pada tahun lalu, kemudian mengantongi tambahan fasilitas pinjaman (debt) sebesar Rp117 miliar dari Norfund untuk memperluas akses pendanaan ke UMKM. Pihaknya juga tengah mendorong kualitas pembiayaan di tengah tingginya kredit macet industri P2P.

Dalam perjalanannya selama 8 tahun terakhir, Modalku tercatat telah menyalurkan total akumulasi pendanaan sebesar Rp7,24 triliun kepada borrower sejak pertama kali berdiri hingga saat ini (year-to-date). Adapun, total outstanding pinjaman per akhir Januari 2024 sebesar Rp120,6 miliar.

Sementara itu, Hamish memutuskan hengkang dari Octopus dikarenakan alasan pribadi usai perusahaannya sempat tersandung kasus keterlambatan pembayaran tahun lalu.

“Selama empat tahun terakhir, saya terjun di Octopus untuk memberikan dampak positif terhadap lingkungan. Dengan berat hati saya mengumumkan hari ini adalah hari terakhir saya sebagai CMO/Co-Founder. Saya mengundurkan diri dari posisi saya di Octopus karena alasan pribadi. Saya yakin perusahaan ini akan bangkit kembali dan memberikan dampak lingkungan yang besar lagi dalam waktu dekat,” tulisnya di akun Instagram pribadi.

Sebagai informasi, Octopus adalah platform agregator untuk mengumpulkan sampah dari pemulung dan pengepul untuk didaur ulang yang didirikan pada 2021 oleh Dimas Ario, Hamish Daud, Niko Adi Nugroho, dan Moehammad Ichsan. Octopus sempat menjadi peserta terpilih Batch 4 di Grab Velocity Ventures dan Batch 1 program “Google for Startups Accelerator: Circular Economy”.

OCTOPUS Aplikasi Daur Ulang
(ki-ka) Co-founder OCTOPUS: Dimas Ario Rubianto, Hamish Daud Wyllie, Niko Adi Nugroho, Moehammad Ichsan / OCTOPUS

Pada Desember tahun lalu, Octopus viral usai dugaan keterlambatan pembayaran gaji karyawan yang dicuitkan karyawannya di platform X. Manajemen Octopus pun baru mengklarifikasi kabar tersebut pada Januari 2024, menyatakan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh transisi fokus bisnis perusahaan ke B2B.

Mengutip pemberitaan TechInAsia, CEO Octopus Moehammad Ichsan mengungkap bahwa, “Transisi ini menyebabkan anjloknya segmen bisnis B2C dan berdampak pada arus kas, menyebabkan keterlambatan gaji [karyawan].”

DailySocial.id sempat mencoba mengontak Moehammad Ichsan untuk menggali informasi lebih lanjut perihal transisi ini. Namun, menurut perwakilannya, pihaknya baru akan menjelaskan transisi dan perkembangan bisnis Octopus usai Pemilu 2024.

Maxi Kantongi Pendanaan Pra-Awal, Hadirkan Layanan “Mental Wellbeing” untuk Pekerja Profesional

Startup penyedia employee asisstance platform Maxi mengantongi pendanaan pra-awal (pre-seed) dengan nominal yang dirahasiakan. Putaran ini disuntik oleh Co-founder Modalku Iwan Kurniawan, General Partner Javas Venture Alexander Sie To, Founder WeNetwork Antonia Mazza, dan Country Manager LingoAce Emili Nirmala.

Maxi didirikan oleh Julia Erica dan Hariadi Tjandra pada Maret 2022. Misinya mendemokratisasi layanan mental wellbeing dan produktivitas pekerja profesional melalui employee wellbeing program dengan target pasar di Asia Tenggara. Beberapa perusahaan yang telah menggunakan Maxi di antaranya adalah EVOS, Bank Sampoerna, Keyta, dan Amanco.

Dihubungi oleh DailySocial.id, Co-founder Maxi Julia Erica meyakini bahwa penerimaan pasar di Asia Tenggara terhadap produk employee asisstance platform sudah siap karena dapat disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

Dihimpun dari situs resminya, Maxi mencatat sebanyak 35% karyawan yang tidak bahagia berpotensi tidak produktif dalam pekerjaannya dan 64% pekerja stres berpotensi mengambil cuti sakit. Selain itu, karyawan yang mengabaikan mental wellbeing bisa berdampak terhadap turnover perusahaan yang tinggi. Sebanyak 4 dari 10 karyawan resign karena stres.

Ia juga menambahkan bahwa pendanaan ini akan digunakan untuk pengembangan aplikasi dan customer acquisition sehingga dapat mencapai product-market fit. “Saat ini kami fokus di B2B, sedangkan B2C [akuisisi] secara organik,” tambahnya.

Meningkatkan mental wellbeing dan produktivitas karyawan lewat  “employee wellbeing program”

Maxi menggunakan pendekatan unik dengan menggunakan anonimitas bagi para penggunanya. Mereka dapat saling terhubung, memberikan feedback, dan berbagi aktivitas. “Artinya, user identity dan activities di aplikasi dibuat secara anonim dari publik dan perusahaan. Dengan begitu, pengguna merasa nyaman untuk berbagi di forum komunitas,” tutur Julia.

Lebih lanjut, Maxi menawarkan sejumlah fitur mulai dari mood tracker, forum diskusi, hingga self-assessment. Ada pula dashboard yang berfungsi untuk mengelola wellbeing program karyawan dan menghasilkan insight mendalam. Modelnya berbasis langganan (subscription), tetapi pengguna dapat menikmati layanan gratis di dua bulan pertama.

Platform wellness profesional

Sekadar informasi, ini kali kedua Co-founder Modalku terlibat dalam pendanaan awal pada platform mental wellness bagi pekerja. Sebelum ini, tiga Co-founder Modalku, yakni Reynold Wijaya, Kelvin Teo, Koh Meng Wong berpartisipasi dalam pendanaan startup Ami.

Ami memiliki misi untuk mempermudah akses perawatan kesehatan mental bagi karyawan yang mengalami stres dalam pekerjaannya. Ami menggunakan model pencocokan karyawan dengan coach untuk berkonsultasi via WhatsApp, tanpa perlu membuat janji. Strategi ini dinilai untuk mempermudah akses dan meningkatkan kenyamanan pengguna seperti berbicara dengan teman.

Co-founder Ami Justin Kim mengaku optimistis dengan kehadiran Ami di Indonesia. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi yang cepat di Indonesia berpotensi memicu peningkatan stres di sebagian tempat kerja. Adapun, pekerja di Asia adalah pekerja paling stres di dunia dengan akses buruk terhadap sumber daya manajemen stres.

Di samping itu, muncul generasi baru karyawan yang lebih berorientasi pada nilai dibandingkan generasi pendahulu mereka. Generasi baru ini mencari lingkungan kehidupan kerja yang benar-benar holistik, otentik, dan seimbang.

Modalku Kini Sediakan Pinjaman Usaha Mikro untuk Pengguna BukuWarung

Modalku mengumumkan kemitraan dengan BukuWarung sebagai mitra penyedia pinjaman usaha mikro untuk 6,5 juta pengguna aplikasinya. Solusi ini diharapkan membuat lebih banyak pengusaha mikro yang mendapat akses produk keuangan yang beragam.

Seperti diketahui, usaha mikro adalah salah satu segmen usaha yang sulit mendapatkan akses ke pembiayaan. Berdasarkan laporan Modalku bertajuk “Dampak Ekonomi dan Sosial Pembiayaan UMKM Menggunakan Fintech P2P Lending” kepada 350 pelaku UMKM peminjam Modalku, menunjukkan sebanyak 50% dari mereka mengalami hambatan ketika mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan konvensional karena tidak memiliki laporan keuangan yang tersusun rapi.

Terkait kolaborasi kedua perusahaan, Co-Founder & COO Modalku Iwan Kurniawan mengatakan, kedua perusahaan memiliki kesamaan visi, yakni sama-sama ingin mendukung bisnis UMKM untuk terus berkembang. Salah satunya dengan memiliki arus kas yang lancar, serta didukung dengan pencatatan keuangan yang baik.

“Harapan kami, kolaborasi ini dapat menjadi salah satu solusi dari tantangan yang dihadapi para pelaku UMKM, serta bermanfaat untuk kemajuan bisnisnya,” kata Iwan dalam keterangan resmi, Kamis (9/9).

Co-Founder & Presiden BukuWarung Chinmay Chauhan menambahkan, layanan pembiayaan bersama Modalku ini melengkapi fitur pembayaran yang telah disediakan perusahaan sejak September 2020. Sebelumnya, perusahaan telah bekerja sama dengan sejumlah bank besar di Indonesia dan penyedia dompet digital untuk menghadirkan fitur pembayaran.

BukuWarung pertama kali hadir dengan menghadirkan solusi pencatatan keuangan digital yang mudah digunakan para pelaku UMKM. Seiring berjalannya waktu, inovasi berikutnya yang diluncurkan adalah etalase online dan pembayaran. Seluruh inovasi ini bertujuan untuk membantu UMKM dalam mengelola dan mengembangkan bisnis mereka secara efisien.

Plafon pinjaman yang disediakan Modalku dalam kolaborasi ini hingga Rp100 juta dengan tenor hingga 30 hari. Adapun untuk bunga disesuaikan dengan portofolio dan riwayat transaksi bisnis peminjam. Pengusaha yang memiliki bisnis dan telah berjalan selama lebih dari enam bulan bisa menggunakan fasilitas tersebut.

Pinjaman usaha ini dapat digunakan sebagai modal usaha untuk memenuhi berbagai kebutuhan bisnis, seperti menambah stok barang, membeli perlengkapan usaha, menyewa lokasi usaha, ataupun biaya pemasaran.

Digitalisasi UMKM yang beragam

Digitalisasi tidak hanya bicara tentang menjual produk secara digital. Lebih dari itu, banyak aspek yang bisa dioptimalkan melalui pendekatan digital, termasuk terkait rantai pasokan, logistik, pemasaran, sampai operasional bisnis. Menurut survei yang dilakukan Deloitte pada 2015, tingkat digitalisasi UMKM sebagian besar masih berada di tahap dasar dan menengah.

Umumnya di sini pemanfaatan teknologi baru terbatas pada satu-dua pemrosesan, seperti memanfaatkan online marketplace untuk menjual produk, menggunakan uang elektronik untuk menerima transaksi, atau memanfaatkan media sosial untuk memasarkan layanan.

Tingkatan digitalisasi UKM di Indonesia / Deloitte

Kesempatan tersebut dimanfaatkan para startup untuk menyasar UMKM sebagai target penggunanya. Menurut riset SME Empowerment 2020 oleh DSInnovate memetakan berbagai layanan startup lokal yang telah dirilis dan menyasar penyelesaian permasalahan finansial/permodalan, operasional, dan ekspansi.

Bentuknya bermacam-macam. Sebagian besar dibungkus berbentuk SaaS (Software as a Services), online marketplace, dan model keanggotaan lainnya. Jumlahnya cukup banyak dengan tipe platform yang unik dan spesifik.

Platform digital untuk UKM dari startup Indonesia / DSResearch
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Modalku Is Now Available for Online Business in Social Media and Chat Messaging

Modalku developed a specific financing product targeting online entrepreneurs. Not only businesses on e-commerce platforms, but also social media and chat messaging. Previously, Modalku collaborated with e-commerce platforms such as Tokopedia, Bukalapak, Shopee, and Zilingom in channeling loans to online entrepreneurs.

As quoted from the Central Statistics Agency report “Statistics E-Commerce (2019)” last year, there are 15.08% of the total number of entrepreneurs in Indonesia were online entrepreneurs, the rest were offline entrepreneurs at 84.92%. However, during this pandemic, also stated in other reports by the Coordinating Ministry for Economic Affairs, there was an increase of over 300 thousand.

Modalku’s Co-Founder and COO Iwan Kurniawan said, in the time of pandemic more people are doing their activities through digital platforms, including buying and selling goods. The increase rate should be balanced with on-demand funding accessibility and the characteristics of online entrepreneurs.

“During this pandemic, we continue to grow [channeling financing] at more selective steps. The most commonly used digital services during Covid-19 are e-commerce, digital wallet, health, education, and transportation. We want to serve those segments that need financing,” Iwan said in an online press conference on Wednesday (29/7).

Ensuring Modalku’s strategy before introducing it to the public, the company has surveyed 200 online sellers as respondents last month. These respondents involved are 40% women and 60% men, dominated by people at the age 30-35 years (32%) and 26-29 years (27%). They are located in Jakarta, West Java, East Java and Banten.

The result shows that the online digital platform mostly used by the respondents is dominated by Shopee (77.5%) and Tokopedia (70.5%). However, in the third position is chat messaging applications such as WhatsApp and Line (62%). It is followed by Bukalapak, Facebook, Instagram, Lazada, Blibli, personal sites, JD.id, and others.

The survey also showed 70% of respondents attracted to online loans. The reason is to increase the stock of goods, try new business opportunities, do online marketing, business expansion, maintain cash flow, and other reasons.

“The result shows that every entrepreneur is at least uses three platforms for online business. It is quite difficult for this segment to get access to funding without collateral, even though they are part of the sector that drives the digital economy,” Modalku’s Digital Marketing Director, Alexander Christian said.

Modalku online pers conference today (7/29)
Modalku online pers conference today (7/29)

Loan products

In the latest product, Modalku is targeting all online entrepreneurs selling online in any channel. They can get loans without collateral up to 250 million Rupiah with a maximum tenor of 12 months. Interest charged, starting from 2% per month or 24% per year, depending on the risk profile of each seller.

In terms of submission, prospective borrowers only need a checking account for the past three months and a business owner’s ID. In addition, they are required to have been operating at least more than six months and have a business and are domiciled in Greater Jakarta, Bandung, and Surabaya.

According to Modalku’s Micro Business Project Manager Yuliana Prabandari, this method is quite effective for Modalku in ensuring all online transactions. When you join an e-commerce platform, credit scoring will be far more practical because the company can get all transaction and revenue data in the seller’s account.

“We find that even though this online seller already has a bank account, their businesses are yet to be eligible for credit from banks because they are required to have collateral. In addition, by selling stuff on many platforms, we can picture it as credit scoring,” said Yuliana.

Since three to four years ago working on online entrepreneurs, Modalku claimed to have distributed millions of loan transactions worth hundreds of billions of Rupiah. These borrowers come from various cities in Java, and outside Java, such as Medan, Batam and Makassar. This achievement is a strong foundation for the company to develop widely.

In total, from the beginning up until the first semester Modalku has disbursed loans worth more than 15 trillion Rupiah in Indonesia, Malaysia, and Singapore. The number of transactions reaches more than 2.5 million loans. The increase is quite significant compared to last December at 11 trillion Rupiah.

“We are financing a lot of sectors that grew green during the pandemic, such as health, ICT, e-commerce, and FMCG. This form of financing is divided into supply chain financing, BPJS invoice financing, and employee capital,” Iwan concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Modalku Kini Biayai Pengusaha Online di Media Sosial dan Chat Messaging

Modalku mengembangkan produk pembiayaan yang khusus menyasar pengusaha online. Tidak hanya yang berjualan di platform e-commerce saja, tapi juga media sosial dan chat messaging. Sebelumnya, Modalku bekerja sama dengan platform e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan Zilingom dalam menyalurkan pinjaman kepada pengusaha online yang tergabung di sana.

Mengutip dari hasil laporan Badan Pusat Statistik “Statistik E-Commerce (2019)” mengungkapkan pada tahun lalu, sebanyak 15,08% dari jumlah pengusaha di Indonesia adalah pengusaha online, sisanya adalah pengusaha offline sebanyak 84,92%. Namun akibat dari pandemi ini, mengutip dari hasil laporan lainnya yang diungkap Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, tercatat ada peningkatan hingga lebih dari 300 ribu.

Co-Founder dan COO Modalku Iwan Kurniawan mengatakan, pada kondisi pandemi semakin banyak masyarakat yang melakukan aktivitasnya melalui platform digital, termasuk transaksi jual beli barang. Kenaikan ini perlu diimbangi dengan ketersediaan akses pendanaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik pengusaha online.

“Selama pandemi ini kami tetap tumbuh [penyaluran pembiayaan] dengan langkah yang lebih selektif. Layanan digital yang paling sering digunakan selama Covid-19 adalah e-commerce, dompet digital, kesehatan, pendidikan, dan transporasi. Kami ingin melayani segmen-segmen tersebut yang membutuhkan pembiayaan,” kata Iwan dalam konferensi pers online, Rabu (29/7).

Untuk memantapkan strategi Modalku sebelum memperkenalkan produk ini ke publik, perusahaan melakukan survei kepada 200 penjual online sebagai responden pada akhir bulan lalu. Responden ini terdiri dari perempuan 40% dan laki-laki 60%, didominasi usia 30-35 tahun (32%) dan 26-29 tahun (27%). Mereka tersebar di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten.

Hasilnya menunjukkan platform digital yang digunakan untuk berjualan online didominasi oleh Shopee (77,5%) dan Tokopedia (70,5%). Menariknya, posisi ketiga adalah aplikasi chat messaging seperti WhatsApp dan Line (62%). Selanjutnya disusul oleh Bukalapak, Facebook, Instagram, Lazada, Blibli, situs pribadi, JD.id, dan lainnya.

Survei tersebut juga memperlihatkan 70% responden merasa tertarik pada pinjaman online. Alasan dari mereka adalah untuk meningkatkan stok barang, mencoba peluang usaha baru, melakukan pemasaran online, ekspansi bisnis, menjaga arus kas, dan alasan lainnya.

“Setidaknya dari hasil survei ini memperlihatkan bahwa setidaknya setiap pengusaha menggunakan tiga platform saat berjualan online. Seringkali segmen ini terkendala mendapatkan akses pendanaan karena tidak punya agunan, padahal mereka adalah bagian dari sektor yang menggerakkan ekonomi digital,” ujar Digital Marketing Director Modalku Alexander Christian.

Konferensi pers online Modalku yang digelar hari ini (29/7)
Konferensi pers online Modalku yang digelar hari ini (29/7)

Produk pinjaman

Dalam produk teranyar ini, Modalku menyasar semua pengusaha online yang berjualan di semua kanal online. Mereka bisa mendapatkan pinjaman tanpa agunan hingga 250 juta Rupiah dengan tenor maksimal 12 bulan. Bunga yang dikenakan, dimulai dari 2% per bulan atau 24% per tahun, tergantung dari profil risiko masing-masing penjual.

Untuk pengajuannya, calon peminjam hanya memerlukan rekening koran tiga bulan terakhir dan KTP pemilik usaha. Selain itu, mereka diharuskan minimal sudah menjalankan usahanya lebih dari enam bulan dan memiliki bisnis dan berdomisili di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya.

Menurut Project Manager Micro Business Modalku Yuliana Prabandari, dengan cara ini cukup efektif buat pihak Modalku dalam memastikan seluruh transaksi yang terjadi secara online. Bila sudah bergabung dengan platform e-commerce, skoring kreditnya akan jauh lebih praktis karena perusahaan bisa mendapat seluruh data transaksi dan pendapatan dalam akun penjual tersebut.

“Kami melihat meski penjual online ini sudah memiliki rekening bank, tapi usaha mereka belum layak mendapat kredit dari bank karena diharuskan memiliki agunan. Di samping itu, dengan berjualan di banyak platform, kita bisa melihat banyak gambaran untuk skoring kreditnya,” kata Yuliana.

Sejak tiga sampai empat tahun lalu menggarap pengusaha online, pihak Modalku mengaku telah menyalurkan jutaan transaksi pinjaman senilai ratusan miliar Rupiah. Para borrower ini berasal dari beragam kota di dalam Pulau Jawa, dan di luar Jawa, seperti Medan, Batam, dan Makassar. Pencapaian ini menjadi landasan kuat perusahaan untuk mengembangkan secara luas.

Secara total, dari awal berdiri hingga semester pertama Modalku telah menyalurkan pinjaman senilai lebih dari 15 triliun Rupiah di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Jumlah transaksinya mencapai lebih dari 2,5 juta pinjaman. Kenaikan ini cukup drastis dibandingkan pada Desember tahun lalu sebesar 11 triliun Rupiah.

“Kami banyak membiayai sektor-sektor yang tumbuh hijau saat pandemi, seperti kesehatan, ICT, e-commerce, dan FMCG. Bentuk pembiayaan itu terbagi jadi pembiayaan supply chain, invoice financing BPJS, dan modal karyawan,” tutup Iwan.

Application Information Will Show Up Here

Meneropong Relasi Fintech dan UKM di Masa Pandemi

Teori dan pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa UKM kerap menjadi pelindung perekonomian Indonesia ketika musim paceklik menyergap. Contoh yang sering disertakan adalah krisis moneter pada 1998 dan resesi global pada 2008. Selama dua kejadian besar itu, UKM selalu disebut menjadi kekuatan ekonomi Indonesia yang bertahan ketika sektor lain ambruk.

Namun pandemi Covid-19 memberi pukulan yang berbeda. UKM tak bisa kebal menghadapi risiko-risiko ekonomi yang dibawa oleh wabah ini. Ketersediaan modal adalah salah satu faktor terpenting bagi bisnis UKM. Jika riwayat penjualan, arus kas, dan catatan pinjaman merupakan syarat kelayakan yang lazim berlaku bagi fintech lending sebelum menyalurkan kredit, maka itu semua mungkin tak lagi sepenuhnya berarti.

Co-founder & COO Modalku Iwan Kurniawan menjabarkan bagaimana peran fintech memperkuat eksistensi UKM dan apa saja yang terjadi pada industri ini selama pandemi berlangsung. Simak pandangan Iwan selengkapnya di edisi #SelasaStartup terbaru.

Sistem validasi anyar di masa pandemi

Situasi yang tidak pasti mengharuskan lembaga penyalur kredit termasuk fintech lebih cermat melakukan penilaian. Hal ini tak terkecuali bagi Modalku. Iwan menyebut ada perbedaan mencolok dalam mekanisme penyaluran kredit antara sebelum dan setelah Covid-19 merebak. Menurut Iwan umumnya stabilitas omzet jadi ukuran sebelum mereka memutuskan memberi kredit kepada UKM. Arus kas, aktivitas penjualan, dan riwayat kredit merupakan indikator yang mereka pegang teguh. Namun hal itu bergeser saat ini.

Ketidakpastian selama wabah menambah unsur kehati-hatian dalam melakukan scoring. Namun indikator yang dipakai pun bergeser banyak. Menurut Iwan pihaknya kini lebih mengedepankan prospek suatu bisnis terutama terkait dengan masa depan suatu sektor.

History itu jadi tidak penting, justru kita lebih ke future, apakah kami yakin di indisutri ini, prodok apa yang mereka jual, dan destinasi jualan mereka,” ucap Iwan.

Seperti yang kita ketahui sebelumnya, pandemi Covid-19 memukul banyak bisnis yang tersebar di sejumlah sektor. Manufaktur, perbankan, minyak dan gas, transportasi, serta pariwisata adalah contoh sektor-sektor yang dibuat hampir tak berdaya oleh Covid-19.

“Jadi cara penilaiannya ada pre-Covid-19 yang normal yang mana lebih fokus di cash flow daripada collateral. Tapi dengan adanya Covid-19 harus lebih hati-hati, forward looking dan sesuai dengan kondisi sekarang,” imbuhnya.

Memaksimalkan peluang yang ada

Meski ada banyak sektor yang tumbang sebagai dampak dari Covid-19, ada pula sektor yang terus tumbuh beberapa bulan terakhir. Sektor kesehatan dan e-commerce adalah dua contoh industri yang performanya meningkat. Ini juga terjadi pada Modalku.

Untuk sektor kesehatan, Modalku mengumumkan kerja sama mereka dengan BPJS Kesehatan. Menurut Iwan, kerja sama itu untuk menjembatani lebih banyak akses masyarakat ke layanan tersebut. Sementara di sektor e-commerce, mereka menggandeng dengan nama-nama besar seperti Bukalapak, Tokopedia, Lazada, hingga Zilingo.

Dengan langkah-langkah itu, Iwan mengklaim pihaknya mengalami lonjakan permintaan Modalku. “Ada kenaikan sekitar 10 kali lipat jumlah aplikasi untuk meminjam modal kerja atau personal,” tukas Iwan.

Kendati lonjakan permintaan akan modal naik tajam, Modalku tidak lantas lebih mudah memberi persetujuannya. Iwan mengakui persetujuan untuk permintaan pinjaman itu sangat sedikit yang mereka penuhi karena ada lebih banyak tolok ukur yang dipakai.

Di saat bersamaan, Modalku punya pekerjaan rumah agar kondisi ideal bagi mereka dapat tercapai. Pertama adalah soal edukasi. Edukasi menjadi penting karena menurut Iwan masyarakat kerap salah paham dalam menilai pinjaman modal kerja. Misalnya saja ada anggapan bahwa bunga fintech lebih mahal ketimbang bunga dari bank. Padahal bunga itu menurut Iwan relatif kecil dibandingkan untung yang bisa diperoleh UKM.

Persoalan kedua adalah keterjangkauan akses. UKM di Indonesia umumnya masih banyak yang belum menyentuh transaksi online. Beban yang harus ditanggung fintech untuk menjangkau UKM yang tradisional ini biasanya lebih mahal dan memakan waktu. Namun sedikit keberuntungan bagi mereka, kondisi wabah saat ini mengharuskan banyak usaha tetap berjalan dan artinya akan lebih banyak usaha yang berjalan secara online tanpa perlu mereka dorong.

“Saya lihat selama Covid-19 ini tantangan itu makin terpecahkan. Kita bisa lebih efisien menyentuh atau support mereka [UKM].”

Kondisi ideal setelah pandemi

Modalku saat ini masih salah satu fintech lending terbesar di Indonesia. Total kredit yang sudah mereka salurkan sejauh ini mencapai Rp14 triliun. Belum lama mereka juga mengumumkan penggalangan dana seri C senilai US$40 juta atau sekitar Rp625 miliar.

Dengan segala bentuk adaptasi yang terjadi selama wabah Covid-19 berlangsung, Iwan menuturkan pihaknya sedang bersiap segala bentuk normal baru yang akan terjadi. Ini meliputi menyaring sektor-sektor mana saja yang akan menguat di masa depan dan mencari mitigasi risiko yang paling tepat.

Industri kesehatan, online commerce, serta supply chain tampak akan menjadi sektor yang menjadi fokus Modalku mulai saat ini. Iwan menegaskan Modalku harus bersiap sejak sekarang untuk memenuhi kebutuhan modal UKM di sektor-sektor tersebut. Sementara dari manajemen risiko, mereka melakukan perombakan peran di tubuh perusahaan. Contoh perombakan peran itu adalah memindahkan sejumlah anggota tim sales dan marketing untuk membantu tim manajemen risiko untuk melayani kebutuhan layanan-layanan seperti memperpanjang tenor pinjaman ataupun mempercepat masa pelunasan.

“Kita sudah ada SOP yang jelas dengan UKM ketika di masa depan ada kebutuhan untuk bantu adjustment, kita bisa siap manajemen risikonya,” pungkas Iwan.

Paper.id Dapatkan Pendanaan Seri A dari Golden Gate Ventures dan Modalku

Paper.id sebagai startup pengembang SaaS untuk penagihan atau invoicing, hari ini (29/10) mengumumkan perolehan pendanaan seri A. Tidak disebutkan detail nilainya, namun dikatakan mencapai puluhan miliar Rupiah. Dana investasi baru ini didapat dari perusahaan fintech Modalku dan Golden Gate Ventures.

Sebelumnya Golden Gate Ventures juga memberikan pendanaan awal untuk Paper.id di awal tahun 2018 lalu. Dengan dana segar yang didapat, startup akan memaksimalkan pengembangan produk dengan fokus membantu jutaan UKM di Indonesia yang masih belum tersentuh layanan digital.

Salah satu fitur yang baru dirilis adalah Paper Finance Solution. Bekerja sama dengan layanan p2p lending Modalku, fitur tersebut menjembatani UKM dengan lembaga keuangan penyalur modal. Kendati bermitra strategis dengan Modalku, Paper.id mengaku akan memperluas kerja sama dengan lebih banyak p2p lending dan institusi keuangan lain, termasuk perbankan.

“Paper Finance Solution ini akan menjadi game changer dalam rangka meningkatkan daya saing UKM di Indonesia maupun luar negeri. Kami membukakan akses pendanaan kepada UKM tepat saat mereka membutuhkan berdasarkan data histori transaksi; dan di sisi lainnya membantu lembaga keuangan dalam memvalidasi serta memantau usaha UKM sehingga pendanaan menjadi tepat guna,” sambut Co-Founder & CEO Paper.id Jeremy Limman.

Sejak diluncurkan pada akhir 2016 oleh Jeremy Limman dan Yosia Sugialam (CTO), Paper.id kini sudah digunakan kurang lebih 100 ribu pelaku usaha, dengan total invoice yang dikelola mencapai sekitar 800 ribu transaksi.

“Kami melihat adanya kesamaan visi antara Modalku dengan Paper.id, kami ingin mendukung UKM untuk berkembang, salah satu caranya dengan memiliki arus kas yang lancar. Model bisnis dari Paper.id juga sejalan dengan salah satu produk Modalku yang berhubungan dengan penggunaan invoice sebagai dokumen utama bagi pengusaha dalam mengajukan pinjaman. Melalui kolaborasi ini, kami berharap bisa menjangkau lebih banyak UKM yang berpotensi untuk mendapatkan akses ke pendanaan tanpa memerlukan agunan,” sambut Co-Founder & COO Modalku Iwan Kurniawan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Modalku Salurkan Dana Pinjaman 7 Triliun Rupiah, Mulai Fokus Sasar Pebisnis Mikro

Setelah sebelumnya diberitakan tengah menggalang pendanaan lanjutan senilai $50 juta, CEO Modalku Reynold Wijaya enggan memberikan komentar. Ditemui di sela-sela acara temu media di Jakarta, mereka mengatakan masih memiliki dana untuk menjalankan bisnis. Kini startup fintech tersebut fokus pada pengembangan layanan dan peningkatan jumlah peminjam di Indonesia.

“Bisa kami pastikan Modalku masih terus menjalankan bisnis dengan sumber daya yang ada. Tentunya tidak menutup kemungkinan kalau ada investor yang ingin berinvestasi di Modalku.”

Modalku telah mengantongi pendanaan seri B senilai senilai 344 miliar Rupiah dipimpin oleh Softbank Ventures Korea dengan dukungan Sequoia India, Alpha JWC Ventures, Golden Gate Ventures, Qualgro dan LINE Ventures.

Terkait ekspansi, Reynold menegaskan saat ini belum memiliki rencana untuk menambah basis operasional di negara lain. Sejauh ini Modalku sudah memiliki basis operasional di Indonesia, Singapura, dan Malaysia.

Telah menyalurkan pinjaman 7 triliun Rupiah

Dalam kesempatan tersebut Reynold Wijaya bersama dengan COO Modalku Iwan Kurniawan menyampaikan beberapa capaian bisnis. Dikatakan mereka telah berhasil menyalurkan pinjaman modal usaha sebesar senilai 7 triliun Rupiah bagi UKM di wilayah operasionalnya. Sementara itu, hingga kuartal pertama tahun 2019, Modalku menyalurkan hingga 750 ribu pinjaman UKM.

“Targetnya hingga akhir tahun 2019 kami bisa meningkatkan penyaluran dana hingga 10 triliun Rupiah di Indonesia, Singapura dan Malaysia. Sementara untuk penambahan jumlah peminjam, diharapkan bisa meningkat lebih dari 1 juta borrower,” kata Reynold.

Disinggung tentang perolehan izin usaha dari OJK, pihaknya mengungkapkan masih dalam proses dan berupaya mematuhi semua permintaan yang ditentukan regulator. Sejauh ini Modalku baru berstatus terdaftar dan diawasi oleh OJK sebagai pemain fintech lending.

“Kami sudah submit semua persyaratan yang diminta dan masih menunggu antrean terkait dengan perolehan izin. Yang pasti kami berusaha untuk mematuhi semua ketentuan dan persyaratan yang diberikan oleh OJK kepada kami,” kata Reynold.

Hingga bulan Mei 2019 sedikitnya sudah ada tujuh perusahaan fintech lending yang sudah mengantongi izin usaha dari OJK. Mereka adalah Investree, Amartha, Dompet Kilat, Kimo, Danamas, TokoModal dan Uang Teman. Sementara per Mei 2019 sudah ada 113 perusahaan p2p lending terdaftar dan diawasi oleh OJK.

Menyasar kalangan pemilik toko sembako dan warung

Modalku telah menghadirkan layanan untuk bisnis mikro berupa pinjaman tanpa agunan. Sasarannya adalah pemilik warung dan toko sembako di pasar. Pinjaman yang bisa didapatkan oleh pelaku usaha tersebut mulai dari 1 juta Rupiah hingga 1,5 juta Rupiah. Sudah mulai dijalankan sejak tahun 2018 lalu.

“Untuk kegiatan pemasaran dan edukasi, saat ini sistem kami masih berupa ‘jemput bola’, artinya secara langsung perwakilan dari Modalku datang ke mereka dan menawarkan pinjaman dengan sistem cepat dan terpercaya,” kata VP of Micro Business & Operations Modalku Sigit Aryo Tejo.

Tahun ini Modalku akan lebih banyak menyasar segmen yang disebut masih underserved dan belum banyak dilirik oleh alternative player. Hingga kini Modalku telah merangkul sekitar 20 ribu pemilik usaha warung dan toko sembako di kawasan Jabodetabek. Untuk di luar Jabodetabek, juga telah tersedia di Bandung. Dalam waktu dekat menyusul di Surabaya.

Untuk mempermudah akses peminjam, tim Modalku juga secara aktif memberikan edukasi untuk penggunaan platform Modalku di desktop.

“Selama ini untuk pemberi pinjaman penggunaan aplikasi masih banyak dipilih, sementara untuk peminjam secara khusus kami sediakan akses melalui desktop atau mobile browser,” kata Reynold.

Sejauh ini Modalku juga telah menawarkan berbagai produk, termasuk pinjaman UKM dan Invoice Financing yang didasari oleh tagihan usaha. Reynold mengatakan saat ini Invoice Financing memberikan kontribusi yang cukup besar pada pemasukan bisnis.

“Bisa saya sebutkan Invoice Financing portofolio yang paling besar jumlahnya di Modalku, bisa hampir setengah kontribusinya. Namun awal tahun 2019 ini kami mulai aktif melayani segmen pedagang mikro yang membutuhkan pinjaman tanpa agunan yang cepat dan mudah,” tutup Reynold.

Application Information Will Show Up Here

Modalku Segera Umumkan Ekspansi Negara Berikutnya

Modalku segera mengumumkan ekspansi ke negara berikutnya dalam waktu dekat sebagai bagian dari peningkatan inklusi keuangan di Asia Tenggara.

Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya masih enggan menyebut negara mana yang akan disasar perusahaan. Namun ia memastikan masih di kawasan Asia Tenggara. Rencananya pada awal Februari 2019 mendatang dapat memulai bisnisnya secara soft launching.

“Sekarang kita sudah hadir di empat negara, belum di-announce dulu. Tapi negaranya masih di Asia Tenggara,” ucapnya, Rabu (23/1).

Reynold melanjutkan, ekspansi ini menggunakan dana yang didapat perusahaan lewat putaran pendanaan seri B tahun lalu. Perusahaan sudah memproses semua kebutuhan, seperti berbicara dengan regulator setempat, membangun tim lokal, dan sebagainya.

“Kami upayakan untuk selalu comply dengan aturan yang berlaku, sudah bicara dengan regulator. Kapasitas kami menyiapkan tim lokal yang baik karena bangun budaya perusahaan itu tidak mudah.”

Di negara tersebut, Modalku akan tetap menggunakan nama merek yang sama. Begitu pun fokus bisnisnya akan tetap menyalurkan pinjaman untuk sektor usaha produktif. Ekspansi Modalku ini akan menandakan layanan perusahaan yang sudah merambah ke Malaysia, Singapura, dan Indonesia.

Capaian bisnis dan rencana Modalku

Merayakan hari jadinya yang ke-3, Modalku mengumumkan telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp4 triliun di tiga negara untuk 140 ribu pinjaman ke UKM. Dari angka tersebut, lebih dari Rp2,2 triliun telah disalurkan untuk UKM di Indonesia saja.

Pencapaian tersebut tumbuh hingga 3 kali lipat dari 2017 atau sebesar Rp1 triliun. Co-Founder dan COO Modalku Iwan Kurniawan menerangkan, kenaikan ini terjadi karena produk Modalku sudah mencapai tahap market fit sehingga cocok dengan kebutuhan para borrower.

“Biasanya di tahun pertama dan kedua itu adalah masa trial and error. Produk sudah ada tapi belum begitu kompetitif, sehingga perlu di-tweak. Sekarang ada produk yang sudah punya fitur renewal, pencairan bisa dilakukan rutin setiap bulan. Dari situ kita dapat retain consumer,” kata Iwan.

Produk yang paling banyak dimanfaatkan oleh para borrower di Modalku adalah pinjaman UKM. Rata-rata peminjam berasal dari kalangan pedagang online maupun offline. Produk ini memiliki tenor yang cukup pendek, maksimal tiga bulan dan bunga yang kompetitif.

Untuk tingkat gagal bayar, Iwan mengaku secara regional mampu menekan hingga 0,9%. Bila dilihat per negara saja, di Indonesia tingkat NPL-nya 0,7%.

Pada tahun ini, perusahaan akan memfokuskan produk pinjaman UKM agar semakin banyak diterima oleh masyarakat. Untuk itu perusahaan akan perbanyak kemitraan dengan pemain e-commerce. Sebelumnya Modalku bekerja sama dengan Tokopedia untuk layanan Saldo Prioritas.

Reynold menyebut konsep produk tersebut tidak bersifat eksklusif sehingga dapat dimanfaatkan oleh pedagang online lainnya yang tergabung dalam platform marketplace yang lainnya.

“Kami berusaha untuk win-win ke semua pemain marketplace, agar semakin banyak pedagang online yang bisa memanfaatkan pinjaman dana dalam mengembangkan usaha mereka.”

Perusahaan juga terus berupaya untuk mempercepat proses pencairan dana untuk para borrower jadi 1-2 hari, dari proses pendaftaran sampai dana diterima. Sebelumnya borrower harus menunggu sampai 3-5 hari.

Speed itu unsur paling penting dalam perusahaan fintech. Nah itu yang mau kita fokuskan di tahun ini,” tambah Iwan.

Sebagai bentuk dukungan terhadap regulasi di Indonesia, Modalku tengah memproses perizinan izin usaha ke OJK, setelah mengantongi surat tanda terdaftar. Reynold mengaku pihaknya masih memproses seluruh persyaratannya ke OJK.

Unsur compliance atau kepatuhan hukum menjadi salah satu fokus yang ditekankan perusahaan agar industri p2p lending dapat lebih terorganisir dan berkomitmen terhadap perlindungan konsumen.

“Kami akan banyak investasi ke compliance karena banyak hal yang harus kita penuhi seperti ISO, audit eksternal itu effort-nya luar biasa,” pungkas dia.

Application Information Will Show Up Here

Modalku dan TaniHub Sajikan Solusi “Cashflow” untuk Petani Indonesia

Menyambut hari kemerdekaan Indonesia yang ke 70 dua startup tanah air mengumumkan kerja sama dalam rangka untuk mendukung sektor pertanian. TaniHub dan Modalku sepakat menjalin kerja sama untuk menyalurkan solusi cashflow agar petani Indonesia dapat mengembangkan usaha mereka lebih lanjut. Pengumuman ini berbarengan dengan diluncurkannya produk teranyar Modalku, Supply Chain Financing (SCF), di platform mereka.

Modalku adalah salah satu startup yang memberikan layanan peer-to-peer lending (P2P) di Indonesia, sedangkan TaniHub merupakan salah satu startup yang memiliki cita-cita untuk menyejahterakan para petani. Kombinasi keduanya diharapkan bisa memberikan dampak positif bagi sektor pertanian Indonesia.

COO Modalku Iwan Kurniawan menjelaskan kerja sama Modalku dan TaniHub mengemas solusi dalam bentuk aplikasi digital yang diharapkan lebih menguntungkan petani. Mereka tak lagi perlu bergantung pada tengkulak untuk memasarkan produk mereka.

CEO TaniHub Ivan Arie Sustiawan, di lain pihak, menyambut baik kerja sama ini. Menurutnya keberadaan dan dukungan Modalku sangat membantu pihak TaniHub dalam mengembangkan agribisnis digital, baik di pasar domestik maupun ekspor. Ivan juga berharap sinergi positif TaniHub dan Modalku bisa terus berlanjut dan meningkatkan kemajuan sektor pertanian Indonesia.

Berbarengan dengan pengumuman kerja sama ini, Modalku juga mengumumkan peluncuran produk supply chain financing (SCF). Sebuah solusi yang dapat membantu UMKM (kini juga mendukung petani, nelayan, dan peternak) untuk membayar tagihan supplier agar UMKM dapat lebih fokus mengatur usaha mereka.

Application Information Will Show Up Here