Laporan iPrice: GoPay Jadi E-wallet dengan Pengguna Bulanan Tertinggi di Indonesia

iPrice Group berkolaborasi dengan App Annie merangkum perkembangan layanan e-wallet di Indonesia mulai dari kuartal keempat 2017 hingga kuartal kedua 2019. Gojek, termasuk GoPay dan seluruh layanannya, menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh dan digunakan tiap bulannya. Disusul Ovo, Dana, LinkAja dan Jenius.

Gojek sendiri cukup konsisten memimpin sebagai aplikasi yang paling sering digunakan sejak akhir tahun 2017 hingga sekarang. Sementara itu di posisi lima besar terus terjadi perubahan, efek dari strategi yang diterapkan oleh masing-masing perusahaan penyedia aplikasi.

LinkAja, yang kala itu masih tercatat sebagai TCash sempat membuntuti Gojek di posisi kedua. Kemudian bergantian dengan Ovo mengisi posisi kedua dan ketiga, hingga pada akhirnya Ovo menempel ketat Gojek mulai dari kuartal ketiga hingga kuartal kedua tahun ini.

E-wallet dengan pengguna aktif bulanan terbanyak di Indonesia

Konsistensi Ovo dalam mempertahankan jumlah pengguna tidak terlepas dari strategi kerja sama yang mereka lakukan. Dampak cukup terasa ketika mereka resmi menjadi layanan pembayaran untuk Grab dan menjadi opsi pembayaran di Tokopedia hingga akhirnya menggantikan posisi TokoCash. Tak dapat dimungkiri Ovo berhasil mengakuisisi basis pengguna Grab dan Tokopedia untuk menggunakan layanannya.

Cerita cukup berbeda dilalui oleh LinkAja. Setelah tersalip Ovo mereka juga akhirnya ketinggalan dari Dana, pemain baru yang muncul di kuartal keempat tahun 2018. Layanan hasil kerja sama Emtek Group dan Ant Financial ini berhasil unggul dari LinkAja di kuartal kedua tahun 2019. Momen ini juga tak lepas dari strategi mereka menjadi salah satu pilihan pembayaran di Bukalapak, hingga pada akhirnya jadi platform pembayaran digital utama menggantikan BukaDompet. Termasuk juga kampanye diskon di banyak merchant yang sering bisa dijumpai di kota-kota besar.

Dari data yang dipaparkan iPrice Group LinkAja saat ini masih menduduki peringkat keempat aplikasi e-wallet untuk kategori pengguna aktif bulanan. Upaya e-wallet hasil “kolaborasi” BUMN ini pun mulai terlihat sejak awal tahun, strategi kerja sama dengan penyedia layanan, pemerintah bahkan sesama e-wallet pun dijajaki.

LinkAja Jadi Opsi Pembayaran Primer di Aplikasi Ayopop, Menggantikan AyoSaldo

Startup agregator pembayaran tagihan online Ayopop hari ini (08/8) mengumumkan kerja sama strategis bersama perusahaan e-wallet LinkAja. Kemitraan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan terkait integrasi kedua platform.

Kepada LinkAja, Ayopop akan memberikan akses 1000 produk tagihan yang dimiliki melalui mekanisme Open API. Nantinya memungkinkan pengguna melakukan pembayaran berbagai produk dan/atau tagihan yang sebelum ada di Ayopop lewat aplikasi LinkAja.

Ayopop Open API yang baru saja diluncurkan merupakan sebuah inisiatif baru untuk membuka akses ke lebih dari 1000 produk/tagihan yang saat ini dimiliki kepada mitra. LinkAja adalah mitra pertama untuk Ayopop Open API. Saat ini ada 33 mitra lainnya dalam proses penyelesaian kerja sama.

Sistem e-wallet LinkAja juga akan diintegrasikan ke aplikasi Ayopop sebagai metode pembayaran primer, menggantikan AyoSaldo. Model ini mirip yang dilakukan Tokopedia dan Ovo dalam kerja sama strategisnya, menggantikan TokoCash.

“Dalam tiga tahun terakhir Ayopop telah memfasilitasi pembayaran tagihan untuk lebih dari 5 juta masyarakat Indonesia. Kami sangat senang dapat berbagi teknologi dengan mitra terpilih yang ingin mengintegrasikan pembayaran tagihan ke ekosistem mereka. Kami merasa terhormat dapat bekerja sama dengan LinkAja dan melihat ini sebagai langkah kami untuk menjadi lebih baik,” ujar Founder Ayopop Chiragh Kirpalani.

Ayopop diluncurkan pada tahun 2016 sebagai aplikasi pembayaran tagihan. Saat ini Ayopop menjadi agregator pembayaran tagihan online terbesar di Indonesia. Misi Ayopop adalah mengubah pembayaran tagihan dengan uang tunai menjadi online dengan pendekatan teknologi dan kerja sama. Beberapa sektor yang menjadi fokus adalah residensial dan institusi pendidikan.

Guna memperluas ekosistem pembayaran tagihan online dengan lebih mudah, Ayopop mengembangkan Ayopop Smart Dashboard sebagai solusi digitalisasi untuk UKM serta untuk pembayaran tagihan indekos dan institusi pendidikan. Dasbor ini membantu pemilik bisnis dan juga pelanggan tidak hanya dalam hal pembayaran, tapi juga dilengkapi dengan berbagai fitur, seperti pengingat tagihan.

“Kami berharap LinkAja dapat memberikan akses layanan keuangan yang efisien kepada seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, serta membantu meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia hingga 75% pada akhir tahun 2019 sesuai target pemerintah. Kami pun menyambut baik kerja sama dengan Ayopop untuk memperkaya jumlah produk tagihan dan kegunaan LinkAja kepada para pengguna,” ujar CEO LinkAja Danu Wicaksana.

Application Information Will Show Up Here

Hegemoni GoPay-Ovo dan Potensi Duopoli Pembayaran Digital di Indonesia

Kondisi pasar pembayaran digital di Indonesia semakin terlihat bentuknya. Kita bisa lihat dari banyaknya papan promosi dari tiap aplikasi pembayaran digital di pusat-pusat perbelanjaan yang gambarnya sudah itu-itu saja. Hampir bisa dipastikan papan diskon GoPay dan Ovo ada di sana menghiasi wajah gerai tersebut.

Memang kedua entitas itulah yang punya riwayat rajin “bakar uang” dengan menerbitkan diskon-diskon atraktif di berbagai tempat. Di mana ada Ovo, di sana ada GoPay. Meski tak bisa dikesampingkan juga di luar dua jenama itu ada pemain lain seperti Dana atau LinkAja, namun merujuk dari sejumlah riset, keduanya masih sulit menandingi keperkasaan GoPay dan Ovo.

Cerita dari sejumlah kawan yang bekerja di berbagai daerah jadi sekelumit contoh hegemoni GoPay dan Ovo di Indonesia. Seorang kawan di Pekanbaru, Riau, misalnya, bercerita bagaimana popularitas GoFood di sana mendorong orang-orang menggunakan GoPay, sementara Ovo jadi pilihan warga ketika mereka berbelanja di gerai Matahari.

Seorang kolega yang bermukim di Rembang, Jawa Tengah, menuturkan keberadaan Grab sebagai satu-satunya layanan ride hailing di sana efektif mendorong Ovo sebagai digital payment, baik untuk transportasi maupun pengantaran makanan, GrabFood. Sementara penerimaan GoPay masih terbatas di gerai-gerai Alfamart.

Riset Alvara yang dipublikasikan pada 9 Juli 2019 memvalidasi cerita-cerita di atas. GoPay dipilih mayoritas responden dengan skor 67,9 persen, disusul oleh Ovo sebesar 33,8 persen. Sementara temuan DSResearch dalam Fintech Report 2018 menunjukkan GoPay dipakai oleh 79,3 persen responden, disusul oleh Ovo yang dipilih 58,42 persen responden. Teranyar, dalam survei lembaga riset berbasis aplikasi Snapcart yang dipublikasikan pada 15 Juli 2019, giliran Ovo yang disebut menguasai pasar. Perusahaan pembayaran digital milik Lippo itu dipakai 58 persen total responden, disusul oleh GoPay  sebanyak 23 persen.

Ketiga riset ini menjustifikasi bahwa saat ini GoPay dan Ovo merupakan pemain paling dominan dalam pasar pembayaran digital. Paduan antara ekosistem layanan yang dibangun kedua pihak, diskon yang menggiurkan, hingga agresivitas menggandeng mitra merchant, membuat GoPay dan Ovo merajai bisnis ini. Jika kondisi demikian terus berlanjut, maka pasar pembayaran digital di Indonesia akan mengalami sistem duopoli.

Lalu apakah keperkasaan Gopay dan Ovo sebagai alat pembayaran digital tak akan terbendung di masa depan? Jawabannya belum tentu.

Duopoli di Tiongkok

Kita bisa sedikit menyingkap potensi duopoli GoPay-Ovo ini dengan menengok riwayat persaingan pembayaran digital di Tiongkok antara AliPay milik Alibaba dan WeChat Pay milik Tencent. Pada 2004, Alibaba menciptakan Alipay untuk memecahkan isu kepercayaan antara penjual dan pembeli di Taobao. Tak hanya alat pembayaran di marketplace, Alibaba kemudian mengadopsi kesuksesan AliPay ini ke jenis transaksi lain di luar Taobao sehingga menjadi alat pembayaran terpopuler di Tiongkok seperti sekarang.

Selama bertahun-tahun, Alipay otomatis nyaris tak memiliki pesaing, sampai akhirnya WeChat memperkenalkan fitur pembayaran WeChat Pay. Kondisinya saat itu WeChat merupakan aplikasi messenger terpopuler di Tiongkok. Integrasi sistem pembayaran itu sukses menjadikan WeChat sebagai super app, memudahkan pengguna melakukan hampir segala jenis transaksi lewat satu aplikasi. Terobosan teknologi  dan didukung basis pengguna yang masif mengantar WeChat ke peta persaingan teratas di Tiongkok.

Meski WeChat muncul jauh belakangan, pasar yang mereka kuasai langsung menempel ketat AliPay. Pada laporan keuangan Q4 2018, pangsa pasar AliPay sebesar 53,8 persen, sementara Wechat memiliki 38,9 persen. Besaran ini juga menasbihkan bahwa pasar pembayaran digital di Tiongkok bersifat duopoli.

Meski secara teknis ada lebih dari dua perusahaan pembayaran digital di Tiongkok, tak berlebihan mengatakan bahwa hanya AliPay dan WeChat Pay yang mengendalikan pasar di sana. Meski sulit, kondisi ini memaksa pemain lain memutar otak dalam berinovasi seperti halnya WeChat Pay saat berhasil merusak hegemoni tunggal AliPay.

Apa yang terjadi di Tiongkok itu berpotensi terulang di Indonesia. GoPay dapat dikatakan sukses memfasilitasi ekosistem layanan Gojek yang besar dengan pembayaran digital yang andal. GoRide dan GoFood adalah pendorong utama lakunya GoPay. Hasilnya, transaksi menggunakan GoPay sepanjang 2018 diklaim mencapai $6,3 miliar, penyumbang terbesar dari total transaksi Gojek senilai $9 miliar.

Modal serupa juga dikantongi Ovo yang dapat diakses melalui layanan Grab dan jaringan komersial Lippo Group. Dengan 60 juta pengguna saat ini, angka tersebut masih bisa bertambah signifikan setelah Ovo menjalin kerja sama dengan Tokopedia yang mempunyai hampir 80 juta pengguna aktif dan 4 juta penjual.

Namun, GoPay dan Ovo belum tentu tidak tersentuh sama sekali.

Belum tentu duopoli

Ada kemungkinan situasi persaingan di Tiongkok antara AliPay-WeChat Pay tak akan terulang di Indonesia. Menilik pemain lain seperti Dana dan LinkAja, modal dan strategi yang mereka miliki saat ini sama sekali tidak buruk. Dana bisa jadi contoh. Kerja sama strategis dengan Bukalapak mendekatkan mereka langsung ke 50 juta pengguna aktif bulanan dan 4 juta pelapak di sana. Untuk saat ini, Dana menyebut jumlah pengguna layanannya sudah mencapai 15 juta orang dengan 1,5 juta transaksi per hari. Mereka juga rajin menebar promo untuk merebut pengguna baru.

Sementara LinkAja sudah memiliki basis pengguna yang cukup besar sejak masih berwujud TCash. Fintech Report 2018 yang dipublikasi DSResearch mencatat TCash menjadi pilihan 55 persen dari 825 pengguna fintech e-money, hanya kalah dari GoPay dan Ovo. LinkAja mengklaim sudah mengantongi 26 juta pengguna sejak diperkenalkan ke publik pada 30 Juni lalu.

Menjadi alat pembayaran di moda transportasi umum seperti MRT, LRT, dan Commuter Line, serta opsi pembayaran di platform Gojek jadi dua rencana yang cukup strategis untuk mendongkrak jumlah pengguna LinkAja.

GoPay dan Ovo saat ini boleh berstatus sebagai dua kuda pacuan tercepat di arena. Diskon besar-besaran, kecepatan penetrasi ke daerah-daerah, serta ekosistem layanan yang luas merupakan atribut utama mereka dalam mendominasi pasar.

Namun, hal ini tak berarti dominasi GoPay dan Ovo akan bersifat absolut. Modal serta manuver dari Dana dan LinkAja cukup membuktikan bahwa persaingan masih jauh dari usai. Perlu diingat ruang persaingan dalam pasar pembayaran digital di Indonesia masih terbuka lebar. Laporan Morgan Stanley memprediksi jumlah transaksi pembayaran digital di Indonesia akan mencapai $50 miliar atau sekitar Rp700 triliun pada 2027 nanti. Sementara data Bank Indonesia menunjukkan jumlah transaksi yang terjadi sepanjang 2018 masih di kisaran Rp47 triliun.

Konsumen sesungguhnya menjadi pihak paling diuntungkan dalam kondisi pasar seperti ini. Kehadiran Dana, LinkAja, dan platform pembayaran digital lain akan memaksa GoPay dan Ovo sebagai pemimpin pasar untuk tetap berinovasi dan memberikan penawaran yang terbaik. Selama mereka dapat menawarkan layanan yang berkualitas ke konsumen, akan selalu ada kesempatan bagi platform lain untuk merusak duopoli GoPay dan Ovo.

LinkAja Partners with the Government of Banyuwangi

LinkAja is making another penetration to increase its user growth. It is an e-money product supported by some state-owned enterprises, partnered up with the Government of Banyuwangi for SME’s regional income payment. LinkAja as a payment method is expected to improve the quality of public services.

The partnership of LinkAja with the Government of Banyuwangi happened at the same time with the launch of Micro Credit Program (KPR) of State-owned Banks (Himbara) in Banyuwangi. From now on, Banyuwangi’s regional income can be paid through LiankAja.

To date, LinkAja has acquired 100 agents in Banyuwangi and will keep counting along with the plan to acquire local SMEs, such as stall owners, phone counters, and others.

“A partnership for payment digitization with the government of Banyuwangi is a real deal on our mission to provide financial service for everyone in order to increase financial inclusion and the work of  National Non-Cash Movement (GNNT),” LinkAja’s CEO, Danu Wicaksana.

He added, “We expect the strategic partnership can help the merchants to start the digital economy innovation to meet the Banyuwangi people needs and preference for shifting through e-money service in daily transaction.”

LinkAja targets 40 million users this year. In the effort to achieve the target, they’re preparing new plans, including a pilot project for some basic needs, such as train ticket, toll, remittance, and gas bill.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Jalin Kerja Sama dengan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

LinkAJa kembali melakukan penetrasi guna meningkatkan pertumbuhan penggunanya. Kali ini produk e-money yang didukung beberapa BUMN tersebut menggandeng Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk pembayaran pendapatan daerah dan juga pembayaran untuk merchant UKM. Masuknya LinkAJa sebagai salah satu metode pembayaran juga diharapkan mampu meningkatan kualitas pelayanan publik.

Peresmian kerja sama LinkAja dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bertepatan dengan acara penyaluran Kredit Usaha Kredit (KUR) Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) di Kabupaten Banyuwangi. Dengan kerja sama ini pembayaran pendapatan daerah di Kabupaten Banyuwangi dan  pembayaran di merchant/UKM akan didukung LinkAja.

Sejauh ini LinkAJa sudah memiliki 100 agen pelayanan di Kabupaten Banyuwangi dan akan terus bertambah seiring dengan rencana untuk menggandeng UKM lokal seperti pedagang kelontong, outlet pulsa, dan semacamnya.

“Kerja sama digitalisasi pembayaran dengan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi merupakan bentuk nyata dari misi kami untuk memberikan akses layanan keuangan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia dalam rangka mendorong peningkatan inklusi keuangan dan suksesnya GNNT (Gerakan Nasional NonTunai),” terang CEO LinkAja Danu Wicaksana.

Lebih lanjut Danu mengatakan, “Kami harap kerja sama strategis ini dapat membantu mitra usaha untuk menerapkan inovasi ekonomi digital, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan preferensi masyarakat Banyuwangi untuk berpindah menggunakan layanan uang elektronik dalam bertransaksi sehari-hari.”

Tahun ini LinkAja menargetkan 40 juta pengguna. Dalam upaya memenuhi targetnya mereka sedang menyiapkan beberapa rencana, termasuk pilot project untuk sejumlah layanan dasar mulai dari kereta api, jalan tol, remitansi, hingga SPBU.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Aims for 40 Million Users This Year

LinkAja is officially launched per last week. It’s a collaboration of the red-plate companies amidst the tight competition of e-commerce dominated by Go-Pay of Gojek and Lippo Group’s Ovo.

After the migration of all e-money users of Himbara (State-owned Banks Association) and Tcash, LinkAja has now acquired 23 million users. They set for an additional 17 million new users to reach 40 million by the end of this year.

LinkAja run its operation under PT Fintek Karya Nusantara or Finarya, also the collaboration of four state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, Pertamina, Jasa Marga, and Jiwasraya.

Lots of issues to realize by the mid-year of 2019, particularly on the company’s main focus to develop public-based services.

What is the strategy? How the metamorphosis into LinkAja happened?

Acceleration using daily use case

In an interview with DailySocial, LinkAja’s CEO Danu Wicaksana is against the idea that LinkAja was built to interfere with Go-Pay and Ovo domination.

“LinkAja has come up as complimentary after the current market. We didn’t mean to make the same offering like more promo. We want to produce something different,” Wicaksana said.

In the Fintech Report 2018 published by DailySocial with OJK (Financial Service Authority) stated from 1,419 respondents, 79.4% are using Go-Pay. While the other 58.4% are using Ovo, and 55.5% are using Tcash.

Go-Pay and Ovo are the two biggest competitors for having a greater ecosystem. In addition, both already had collaborations with many offline and online merchants with various cashback, for accommodation, food, and lifestyle.

He said LinkAja has set the main focus on basic services instead of selling many promos on lifestyle. It also supported by State-owned enterprise ecosystem, such as banking networks and its ATM services.

The team is still integrating LinkAja to be available in other state-owned banks. They currently handle eight product categories, data plan, bill payment, transportation, retail merchants, e-commerce, donation, remittance, and insurance. LinkAja is now available at 180 payment points and 150 thousand merchants.

“We just digitized middle to upper segment, not the basic services. It’s like a toll road, we’re now tapping, but still, have to go to the ATM for a top-up. We want it to be fully digitized,” he added.

Transportation trial and remittance

Wicaksana mentioned some features are available since the shifting from Tcash to LinkAja. The rest are getting into trial or pilot.

Remittance is one example. Currently, LinkAja has partnered up with Singtel as the local partner for money transfer from Indonesia’s Migrant Workers. He said to coordinate with Bank Indonesia (BI) and Singapore’s official authority for license.

In addition, he also explored remittance in three other countries, Malaysia, Hong Kong, and Taiwan. In terms of Singapore’s merchant transaction in Singapore, LinkAja partners with switching global VIA that also leads thousands of merchants.

“In terms of merchant transaction, we’re targeting Thailand and Saudi Arabia. Particularly for Saudi Arabia, we explore partnerships with a different switching party,” he added.

In the transportation category, the company has piloted in the train station’s gate. They’re to be introduced as customer presented mode (CPM) where’s no need for customers to scan a QR Code at the gate.

They only required to shake the phone and the QR Code will pop up. The service is currently made commercial in Palembang LRT for Asian Games 2018. When the license issued, the model is to be implemented in LRT, MRT, and Commuter Line by the end of 2019.

RFID stickers are to be available in some toll gate. The trials are just for 20 selected gates. For starter, LinkAja is to add 200 gates by the end of this year.

“Toll gates are an old issue. On the way of the digital transformation using QR Code and RFID, it requires to upgrade. We’re doing it. While the CPM model for trains is being verified by Bank Indonesia. The realization’s going to take time due to infrastructure upgrade and testing,” he explained.

Wicaksana also mentioned another use case on development, a transaction feature in 5,000 Pertamina gas stations in this year. Furthermore, LinkAja will automatically become the e-wallet source without having to top-up through Himbara.

There are other features named Agent App and Mini App to be launched in the Q4 this year. Both are going to be a different app with a different function.

Agent App was designed for merchants or stalls to monitor real-time finance and sales. While Mini App was developed facilitate B2B partners for service placement in LinkAja.

Tcash transformation to LinkAja

In addition to product development, LinkAja has internally prepared to adapt to the dynamic industry. They will increase resources in 2020 and build R&D for Yogya’s team.

In terms of organization, LinkAja’s team are pure professionals from external state-owned enterprise. Wicaksana made sure the shareholders aren’t investing only on LinkAja circle.

He also said all Tcash members are appointed to run LinkAja at the beginning based on evaluation and decision made by shareholders. To date, LinkAja has hired 200 employees, including 80 new talents from various industry background, such as technology, banking, and FMCG.

“LinkAja must be different from any other state-owned enterprises for there will be no representative of shareholders. With the great vision and mission, we hire professionals outside BUMN,” Wicaksana said as the former CEO of Tcash.

He thought LinkAja was initiated by Rini Soemarno. It was followed by a long discussion among Himbara and Telkomsel where Tcash is selected to be the “embrio” to unify all e-money services to one platform.

How to converse Tcash platform in order to migrate users and features from all e-money?

“Talking about payment, there must be a core platform. Himbara banks decided Tcash as the most scalable. Therefore, LinkAja is using Tcash as the core from the beginning, but we’re improving. Himbara has a different feature for each e-money, we tried to combine it,” he said.

He also said the company is still developing LinkAja’s UI/UX to show up all features as the shareholder’s demand.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Segera Tersedia di Gojek, LinkAja Jadi Alternatif Metode Pembayaran

LinkAja segera menjadi alternatif pembayaran dalam aplikasi Gojek, selain Go-Pay. Pengumuman ini menandakan pertama kalinya Gojek membuka ekosistemnya dengan gaet pihak ketiga, sekaligus mematahkan persepsi publik yang menganggap kehadiran LinkAja memanaskan peta persaingan uang elektronik di Indonesia.

President Gojek Andre Soelistyo mengatakan, fitur ini akan segera tersedia dalam waktu dekat tahun ini. Pihaknya menganggap dengan menerapkan ekosistem terbuka dan kolaborasi dengan semua pihak, maka akan lebih banyak masyarakat yang bisa merasakan dampak positifnya.

“Gojek mengucapkan selamat atas diluncurkannya LinkAja dan kami menyambut positif kehadiran LinkAJa dalam platform kami,” terang Andre dalam keterangan resmi.

Managing Director Go-Pay Budi Gandasoebrata menambahkan, LinkAja membawa misi yang serupa dengan Gojek dan Go-Pay, yaitu mendukung akselerasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), memperkenalkan, dan mengedukasi masyarakat Indonesia tentang manfaat pembayaran non tunai.

Andre menambahkan, ke depannya baik Gojek dan Go-Pay akan selalu terbuka pada kolaborasi yang bertujuan untuk memberikan dampak positif kepada masyarakat, serta membangun ekonomi Indonesia dari piramida terbawah.

LinkAja sendiri baru diperkenalkan secara resmi pada 30 Juni 2019 sebagai uang elektronik dari sinergi Telkomsel dan tujuh BUMN. Beberapa hari yang lalu, CEO LinkAja Danu Wicaksana menjelaskan strategi LinkAja saat adalah fokus ke layanan yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, sehingga bukan memperbanyak promo pada layanan gaya hidup.

Ada sejumlah pilot project untuk penambahan layanan baru seperti remitansi, transportasi kereta api, tol, SPBU.

Salah satu layanan yang telah resmi tersedia adalah pinjaman. LinkAja bermitra startup lending Kredit Pintar untuk pengadaan layanan tersebut. Pengguna bisa meminjam dana cash loan mulai dari Rp600 ribu sampai Rp1,2 juta.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

LinkAja Targetkan 40 Juta Pengguna Hingga Akhir Tahun

LinkAja akhirnya resmi diluncurkan pekan lalu. Layanan hasil kongsi perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut hadir di tengah ketatnya persaingan uang elektronik yang saat ini didominasi Go-Pay milik Go-Jek dan OVO yang terafiliasi dengan Grup Lippo.

Pasca-migrasi seluruh pengguna e-money Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) dan Tcash, LinkAja kini telah mengantongi 23 juta pengguna. LinkAja mematok tambahan 17 juta pengguna baru sehingga di akhir tahun total penggunanya mencapai 40 juta.

LinkAja dikelola PT Fintek Karya Nusantara atau Finarya yang merupakan perusahaan kongsi dari empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, Pertamina, Jasa Marga, dan Jiwasraya.

Ada banyak hal yang perlu segera direalisasikan pada paruh tahun ini, terutatama yang mengacu pada fokus utama perusahaan untuk menggarap layanan basis masyarakat.

Apa saja strateginya dan bagaimana prosesnya bermetamorfosis menjadi  LinkAja?

Akselerasi dengan use case sehari-hari

Dalam wawancaranya dengan DailySocial, CEO LinkAja Danu Wicaksana menolak anggapan bahwa LinkAja hadir sebagai upaya melawan dominasi Go-Pay dan OVO.

“LinkAja hadir sebagai complimentary dari yang sudah ada di pasar. Kami tidak bermaksud memberikan offering yang sama, misalnya dengan more promo. Kami ingin memberikan sesuatu yang berbeda,” papar Danu.

Fintech Report 2018 yang diterbitkan DailySocial dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan dari 1.419 responden, sebanyak 79,4 persen menggunakan GoPay. Sementara, 58,4 persen menggunakan OVO dan 55,5 persen memakai layanan Tcash.

Go-Pay dan OVO menjadi pesaing kuat karena keduanya sama-sama bagian dari Go-Jek dan Grab yang punya ekosistem layanan yang lebih banyak. Di samping itu, keduanya juga telah berkolaborasi dengan banyak merchant offline dan online yang disertai dengan promo cashback, mulai dari transportasi, makanan, hingga lifestyle.

Menurut Danu, LinkAja telah menetapkan strategi utama untuk fokus terhadap layanan yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, ketimbang memperbanyak promo pada layanan lifestyle. LinkAja juga diperkuat dukungan ekosistem BUMN, seperti jaringan bank dan ATM Himbara.

Ia menyebut pihaknya masih terus mengintegrasikan LinkAja agar bisa digunakan di bank-bank BUMN. Saat ini LinkAja melayani delapan kategori produk, antara lain pulsa/data, tagihan, transportasi, merchant ritel, e-commerce, donasi, remitansi, dan asuransi. Kini LinkAja telah tersedia di 180 titik pembayaran dan 150 ribu merchant.

“Yang sudah terdigitalisasikan itu baru segmen menengah dan menengah ke atas. Justru layanan dasar belum sepenuhnya. Sama halnya dengan jalan tol, kita masih tap kartu, tapi top up-nya terkadang masih harus ke ATM. Kita ingin elevate itu menjadi full digital,” ungkapnya.

Uji coba transportasi hingga remitansi

Danu mengungkap beberapa fitur baru sudah bisa digunakan sejak Tcash berganti nama menjadi LinkAja. Sementara sisanya telah memasuki tahap uji coba atau pilot.

Misalnya, layanan remitansi. Saat ini, LinkAja sudah bekerja sama dengan Singtel sebagai mitra lokal untuk pengiriman uang dari Pekerja Migran Indonesia (PMI). Danu mengungkap telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan otoritas resmi Singapura terkait perizinan.

Selain Singapura, Danu juga menjajaki remitansi di tiga negara lainnya, yakni Malaysia, Hong Kong, dan Taiwan. Sementara untuk layanan transaksi merchant di Singapura, LinkAja bekerja sama dengan mitra switching global VIA yang juga menaungi ribuan merchant.

“Untuk transaksi merchant, kami juga incar Thailand dan Arab Saudi. Khusus Arab Saudi, kami menjajaki kerja sama dengan mitra switching yang berbeda,” tambahnya.

Dari kategori transportasi, perusahaan telah melakukan pilot di gate stasiun kereta api. Rencananya, LinkAja akan hadir dalam belum customer presented mode (CPM) di mana pelanggan tidak perlu lagi scan QR Code di setiap gate, melainkan sebaliknya. Pengguna tinggal melakukan shake pada ponsel, lalu akan muncul QR Code.

Saat ini, layanan tersebut baru komersial di LRT Palembang untuk perhelatan Asian Games 2018. Jika sudah mendapat izin dari pemerintah, model ini akan diimplementasikan di LRT, MRT, dan Commuter Line di akhir 2019.

Kemudian penggunaan sticker RFID di sejumlah gardu pintu tol. Uji coba ini baru diterapkan di 20 gardu pintu tol. Untuk tahap awal, LinkAja akan menambah ke 200 gardu lagi hingga akhir tahun ini.

Problem pintu tol itu infrastrukturnya sudah lama. Saat mau transformasi ke digital dengan QR Code dan RFID, butuh waktu untuk upgrade sekaligus. Itu yang sedang kami lakukan. Sedangkan, model CPM untuk kereta sedang dikaji oleh Bank Indonesia. Realisasinya butuh waktu juga karena pihak KAI harus upgrade infrastruktur dan testing,” jelasnya.

Danu juga menyebutkan use case lain yang tengah dipersiapkan, yakni fitur transaksi di SPBU yang akan diterapkan di 5.000 SPBU pada tahun ini. Kemudian, E-wallet yang akan menjadi sumber pendanaan otomatis LinkAja tanpa perlu top up melalui jaringan bank Himbara.

Fitur lainnya, yakni Agent App dan Mini App ditarget meluncur pada kuartal keempat tahun ini. Keduanya diperkirakan menjadi aplikasi terpisah dengan fungsi berbeda-beda.

Agent App dirancang bagi para merchant atau warung untuk dapat melacak dana dan hasil penjualan secara real time. Sementara Mini App dikembangkan bagi mitra B2B yang ingin menaruh layanannya di platform LinkAja.

Transformasi Tcash menjadi LinkAja

Tidak hanya pengembangan produk, LinkAja telah melakukan kesiapan internal agar cepat beradaptasi dengan dinamika industri. LinkAja akan melipatgandakan jumlah SDM di 2020 dan membangun R&D untuk tim di Yogyakarta.

Secara organisasi, ungkap Danu, LinkAja murni berisi tenaga profesional yang dipekerjakan dari luar BUMN. Danu memastikan setiap pemegang saham tidak menyuntik SDM ke dalam lingkup organisasi LinkAja.

Danu menyebutkan, seluruh karyawan Tcash dipilih untuk menjalankan LinkAja di awal pembentukannya berdasarkan evaluasi dan keputusan dari para pemegang saham. Hingga saat ini LinkAja telah memiliki 200 karyawan, termasuk 80 orang baru yang dipekerjakan dari berbagai latar belakang industri, seperti teknologi, perbankan, dan FMCG.

“LinkAja harus berbeda dari perusahaan BUMN lain sehingga mereka memberikan mandat agar tidak boleh ada penempatan [perwakilan] pemegang saham. Dengan visi dan misi yang besar, kita hire tenaga profesional di luar BUMN,” ucap Danu yang sebelumnya menjabat sebagai CEO Tcash.

Menurut Danu, pembentukan LinkAja terjadi melalui inisiasi Menteri BUMN Rini Soemarno. Inisiasi ini berlanjut pada diskusi panjang antara bank-bank Himbara dan Telkomsel, yang mana Tcash diputuskan menjadi “embrio” untuk menyatukan seluruh layanan e-money ke satu platform.

Lalu bagaimana mengonversikan platform Tcash agar bisa mengakomodasi migrasi pengguna dan fitur dari semua e-money?

“Bicara payment selalu ada core platform. Bank-bank Himbara memutuskan yang paling scalable itu Tcash. Makanya sejak awal LinkAja menggunakan core Tcash, tetapi terus kami improve. Fitur di e-money bank Himbara kan beda-beda, jadi kita kombinasikan,” ungkapnya. 

Di sisi lain, Danu menyebut bahwa perusahaan tetap merancang UI/UX LinkAja dari awal yang dapat menunjukkan dinamisme keseluruhan fitur sesuai aspirasi pemegang saham.

Application Information Will Show Up Here

[Panduan Pemula] Cara Aktivasi Layanan LinkAja Melalui Aplikasi MyTelkomsel

Ovo, Dana, dan Go-Pay sudah sangat familiar di telinga masyarakat Indonesia karena memang kiprahnya dimulai sudah cukup lama. Kini muncul lagi sebuah layanan pembayaran berbasis digital bernama LinkAja besutan tujuh BUMN di Indonesia yang dulunya berjuluk TCASH.

Mengemban misi untuk menyaingi Ovo dan GoPay, LinkAja sudah bergerak spartan dengan menggandeng banyak pihak dan merchant. Jika Anda salah satu pengguna Telkomsel, maka sudah semestinya Anda mendapatkan banyak penawaran untuk segera menjajal layanan e-money ini.

Aktivasi LinkAja yang paling mudah adalah dengan menggunakan aplikasi MyTelkomsel yang bisa diunduh secara gratis di Play Store. Sebagian dari Anda malah barangkali sudah memilikinya.

Caranya sangat mudah.

  • Jalankan aplikasi MyTelkomsel di smartphone Anda.
  • Kemudian scroll dan temukan tombol Aktifkan LinkAja.

Cara Aktivasi Layanan LinkAja Melalui Aplikasi MyTelkomsel (1)

  • Sebelum mulai diaktifkan, Telkomsel akan menjelaskan secara ringkas apa itu LinkAja dan apa benefit yang diperoleh konsumen.
  • Jika sudah selesai membaca dan ingin melanjutkan, tap tombol Aktivasi Sekarang.

Cara Aktivasi Layanan LinkAja Melalui Aplikasi MyTelkomsel (2)

  • Selanjutnya Anda akan diminta memasukkan enam digit angka sebagai PIN digital.

Cara Aktivasi Layanan LinkAja Melalui Aplikasi MyTelkomsel (3)

  • Ulangi sekali lagi dengan angka yang sama lalu tap Kirim.

Cara Aktivasi Layanan LinkAja Melalui Aplikasi MyTelkomsel (4)

  • Selesai, akun LinkAja Anda sudah berhasil diaktifkan.

Cara Aktivasi Layanan LinkAja Melalui Aplikasi MyTelkomsel (5)

Sebagaimana layanan e-money lainnya, untuk bisa bertransaksi menggunakan LinkAja, Anda wajib melakukan top-up saldo terlebih dahulu. Top-up bisa dilakukan dengan banyak cara, bisa melalui internet banking, mobile banking dan sebagainya. Bank yang didukung juga sudah banyak.

LinkAja E-money Service Officially Launches, Available for Cross-Country Transaction

After being delayed for several months, LinkAja officially launched on Sunday (6/30). Participated also in the event, the Vice President of Republic Indonesia Jusuf Kalla, BUMN Minister Rini Soemarno, and Minister of Communication and Information Rudiantara at Gelora Bung Karno, Jakarta.

In his remarks, LinkAja’s CEO, Danu Wicaksana said that the product has created opportunities to improve the low rate of financial inclusion services in Indonesia. As of 2018, 76 percent of transactions in the country are still in cash.

LinkAja should be the national development agent in helping the government to improve Indonesia’s financial inclusion to 75 percent by the end of this year.

In this event, Wicaksana helped introduce LinkAja’s newest feature, the cross-country transaction. Currently, it’s only available in Singapore and having collaboration with Singtel telecommunications operators.

“There are two things related to LinkAja cross-country service. First, remittances from abroad. Second, cross-country merchant payments using the app,” he said to DailySocial.

Regarding remittance services, the company claimed to be the only e-money that provides it from Indonesia’s Migrant Workers (PMI) in Singapore.

He said no further details on the expansion strategy. However, LinkAja has good potential in acquiring the international market, particularly for Telkom remittance and Telkomsel users working abroad, also Indonesia’s Migrant Workers.

Another new feature is drawing money using smartphones. It allows users to draw money without debit card at more than 40 thousand ATM Link outlets of the red-plate banks.

As the previous information, LinkAja is a transformation from Telkomsel’s Tcash. The QR Code-based service has been announced since February and available since early March.

LinkAja was managed by PT Fintek Karya Nusantara or Finarya as the joint venture of four state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, Pertamina, Jasa Marga, and Jiwasraya. It’s a strategy against Go-Pay and OVO domination in the e-money market.

Currently, LinkAja has acquired 22 million users. In terms of the partnership, they’ve worked with more than 15,000 merchants, 400 payments, and  20 e-commerce in Indonesia. In addition, there’s also Cash in Cash Out (CICO) in over 100 thousand spots.

“We’re focused on the public’s essential affairs. One is to digitize SPBU with Pertamina, cashless payment for tolls with Jasa Marga, and digital payment for all public transportations like trains,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here