Shipper Masuki Bisnis Pergudangan, Sasar Penjual Online

Startup agregator logistik Shipper melebarkan sayap bisnisnya ke area pergudangan (fulfillment) melalui unit barunya “Gudang Shipper”. Ekspansi ini sudah berjalan sejak tahun lalu dan sekarang sudah tersebar di 10 kota besar di Indonesia.

Kepada DailySocial, Co-Founder & COO Shipper Budi Handoko menerangkan, ekspansi ini merupakan ambisi perusahaan sebagai penyedia layanan teknologi logistik secara end-to-end, tanpa menghilangkan jati diri perusahaan sebagai agregator logistik. “Kami memulai menyiapkan solusi pergudangan ini pada tengah tahun lalu dan meresmikannya tepat pada akhir tahun,” katanya.

Alasan perusahaan terjun ke sektor ini karena dinilai ada banyak tantangan dalam sistem pergudangan dan peranannya dalam menyokong pertumbuhan industri e-commerce. Tantangan tersebut ada yang bersifat struktural, beberapa bersifat perilaku, dan beberapa disebabkan oleh teknologi.

Budi cukup percaya diri bahwa solusi yang ditawarkan Shipper dalam menyelesaikan tantangan tersebut. Kendati, ia tidak merinci lebih jauh seperti apa layanan yang ditawarkan. “Industri pergudangan dan logistik secara keseluruhan akan melihat pertumbuhan yang sangat positif dan kami bersemangat untuk berperan di dalamnya.”

Dalam blog perusahaan, diterangkan Gudang Shipper adalah solusi bisnis bebas repot untuk memudahkan operasional bisnis online dari berbagai skala bisnis, dari UKM sampai perusahaan. Semakin tumbuhnya suatu bisnis, umumnya proses logistik akan menjadi tantangan tersendiri.

Konsep yang ditawarkan ini tidak jauh berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh pemain fulfillment kebanyakan. Shipper akan mengurus aktivitas logistik, mulai dari penyimpanan barang, pengepakan barang sesuai order, sampai pengiriman barang melalui ekspedisi yang dipilih semua sudah diurus sekaligus.

Buat pebisnis, tentunya mereka dapat mengurangi biaya operasional tanpa harus berinvestasi besar di awal untuk menyewa gudang atau menambah karyawan. Selain praktis, pebisnis dapat memanfaatkan platform reporting untuk memantau stok dan penjualan demi meminimalisir kesalahan perhitungan stok atau keterlambatan pengisian stok.

Lokasi Gudang Shipper telah tersebar di Jadetabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Solo, dan Medan. Menurut Budi, Shipper bermitra dengan mitra penyedia gudang untuk pengadaan lokasinya, namun seluruh teknologi dibangun sendiri oleh perusahaan.

Solusi pergudangan ini juga dilakoni oleh perusahaan lainnya ada yang datang dari pemain logistik, e-commerce, dan e-commerce enabler. Untuk pemain e-commerce enabler yang sudah perluas layanan mereka ke sistem fulfillment, ada TokoTalk, Sirclo, GudangAda, dan Jet Commerce. Dari pemain e-commerce ada TokoCabang dari Tokopedia, Dikelola Shopee, mengikuti jejak JD.id, dan Lazada yang sudah lebih dahulu.

Ekosistem bisnis logistik penyokong e-commerce
Ekosistem bisnis logistik penyokong e-commerce

Terkait inovasi selama pandemi, perusahaan baru saja digandeng oleh DANA sebagai mitra agregator logistik untuk solusi DANA Delivery. Di samping itu, Budi mengaku saat ini terjadi peningkatan permintaan logistik selama beberapa bulan terakhir. Meski tidak disebutkan dalam angka, ia mengklaim secara keseluruhan ada pertumbuhan yang lebih cepat dari perkiraan dalam situs e-commerce untuk kategori existing dan baru.

Shipper sendiri sudah berdiri sejak 2017 dan bekerja sama dengan belasan perusahaan logistik, mulai dari JNE, SiCepat, RPX, Popbox, DHL, Aramex, Grab, Gojek, J&T Express, Wahana, Pos Indonesia, TIKI, Lalamove, dan masih banyak lagi.

Pada Juni lalu, perusahaan baru mengumumkan pendanaan Seri A dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin oleh Prosus Ventures, diikuti Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, dan AC Ventures.

Mengenal Startup Logistik BiteShip, Berawal Pivot Kemudian Profit

BiteShip sebuah platform yang mengintegrasikan sejumlah layanan logistik mengklaim sudah berhasil mendapatkan profit di usianya yang belum menginjak satu tahun. Sering disebut sebagai layanan agregator, BiteShip adalah pivot dari layanan Noompang, aplikasi jasa nebeng. Memutuskan pindah haluan setelah melihat tren bisnis logistik membawa hal positif dalam bisnis mereka.

Model bisnis BiteShip pertama kali ditemukan ketika tim Noompang meluncurkan Noompang Coolinary. Dari sana mereka banyak bersentuhan dengan layanan logistik dan menemukan masalah ketika harus mengirimkan makanan dari satu kota ke kota lainnya dalam waktu beberapa jam. Melihat sektor logistik yang cukup potensial akhirnya mereka memutuskan membangun BiteShip.

“Ketika kami ngerjain Noompang Coolinary, kami melihat sektor logistik yang kami kerjakan bertumbuh dan jadi lebih seru untuk digali lebih dalam lagi. Kebetulan saat itu ada salah satu temen dari partnerku memiliki problem di supply chain yang perlu diselesaikan, kami jadi tertarik dengan model bisnis B2B dan jadi deh namanya Biteship,” terang CMO BiteShip Afra Sausan.

Secara sederhana layanan BiteShip bekerja dengan mengintegerasikan beberapa penyedia logistik menjadi satu tempat. Beberapa penyedia pengiriman seperti JNE, Wahana, GoSend, Paxel, SiCepat, J&T Express, Tiki, Deliveree, FedEx, Anteraja, Grab, JetExpress, SAP, Lion Parcel, Qrim, Pos Indonesia, dan RPX sudah tersedia di platform mereka.

Tim Pendiri BiteShip

Klaim profit dari modal bootstrap

Bisnis logistik saat ini memang sedang kondisi naik. Meski ada dalam masa pandemi aktivitas mengirim barang tampaknya tidak berkurang. Sebagai layanan agregator logistik Biteship bukan menjadi satu-satunya. Di segmen ini juga ada Shipper yang dalam waktu 6 bulan belakangan cukup agresif mengeksekusi rencana mereka.

Potensi segmen layanan logistik juga terlihat dari beberapa layanan yang mendapat kucuran pendanaan dalam satu tahun terakhir. Ada Kargo, Triplog, Ritase, Waresix, Logisly, Shipper, Finfleet, dan Waresix. Meski memiliki pendekatan dan model bisnis yang berbeda-beda. Semua layanan tersebut berada di sektor logistik.

Saat ini Afra mengklaim sudah berhasil mendapatkan profit dari modal operasional mandiri yang mereka jalankan. Tiga produk mereka Biteship Lite (mobile apps), Biteship Web, dan Biteship fo Business disebut diterima dengan baik oleh penggunanya.

Yang paling baru, BiteShip juga menyediakan layanan fulfillment. Sehingga pelanggan bisa mendapatkan layanan penyimpanan, pengemasan, dan pengiriman sekaligus. Ini menjadi salah satu layanan yang melengkapi ekosistem mereka, sesuai dengan taglinenya, “Menjadi layanan logistik e-commerce untuk UKM di Asia Tengara”.

“Inti dari Biteship adalah mempermudah klien kami untuk pesan berbagai kurir dalam satu platform dan juga gratis pick up tanpa ada minimal order. Biteship juga jadi go to platform untuk para developer yang ingin mengembangkan situs webnya menggunakan teknologi yang tersedia dari Biteship karena lebih sederhana dan ringkas,” terang Afra menjelaskan keunggulan BiteShip. 

Untuk saat ini pihak BiteShip masih enggan membagikan capaian mereka. Hanya saja Afra menjelaskan mereka mendapatkan 40% sampai 50% pertumbuhan setiap bulannya.

“Kami berencana untuk membawa Biteship di beberapa negara lainnya, dimulai dulu dari SEA. Karena kami melihat bahwa Biteship dengan solusi yang ditawarkannya bisa membantu bisnis bukan hanya di Indonesia tapi juga di negara lainnya. Kebetulan saat ini kami sudah memiliki 4 clients di SEA (selain Indonesia),” tutup Afra. 

Application Information Will Show Up Here

Waresix Berhasil Kumpulkan Dana 1,5 Triliun Rupiah

Platform smart logistic Waresix hari ini (09/9) mengumumkan penutupan putaran pendanaan seri B. Diinfokan, total dana keseluruhan dari semua round yang berhasil dikumpulkan senilai US$100 juta atau setara dengan 1,5 triliun Rupiah. Beberapa investor yang terlibat memberikan investasi termasuk EV Growth, Jungle Venture, SoftBank Ventures Asia, EMTEK Group, Pavilion Capital, dan Redbadge Pacific.

“Modal segar ini akan diinvestasikan dalam pengembangan infrastruktur teknologi logistik yang paling andal di Asia Tenggara dan untuk terus memperkuat tim kelas dunia Waresix, untuk membantu kami menangkap peluang pasar yang lebih besar,” ujar Co-Founder & CEO Waresix Andree Susanto.

Sebelumnya pada awal tahun lalu, perusahaan umumkan tambahan pendanaan seri A senilai $25,5 juta dari EV Growth dan Jungle Ventures. Untuk pendanaan seri A-nya sendiri sudah diumumkan sejak Juli 2019, bukukan dana $14,5 juta dipimpin EV Growth dengan partisipasi dari SMDV dan Jungle Ventures.

Waresix punya dua layanan utama, yakni manajemen truk logistik dan pergudangan; mengawali debutnya sebagai marketplace yang menghubungkan pemilik armada truk logistik dengan pebisnis. Waresix kini telah melayani lebih dari 250 perusahaan dari berbagai bidang usaha termasuk komoditas, FMCG, perlengkapan industri, infrastruktur, dan ritel. Ekosistem logistiknya kini terdiri dari 40 ribu truk dan 375 gudang yang tersebar di sekitar 100 kota di penjuru Indonesia.

Pada dasarnya, Waresix mengembangkan platform logistik tunggal yang bekerja seperti sebuah sistem operasi untuk para mitranya. Platform tersebut dibangun untuk memperbaiki operasional harian pelanggan dan vendor, serta menyediakan jendela untuk memantau muatan di seluruh jalur transportasi dan gudang transit.

Untuk lanskap bisnis yang sama, Waresix bersaing dengan beberapa pemain lokal lainnya. Dua di antaranya Kargo Technologies dan Webtrace. Terkait pendanaan, Kargo Technology baru saja mengumumkan penutupan putaran seri A $31 juta pada April 2020 lalu. Sementara Webtrace belum lama ini mengumumkan perpanjangan seed funding-nya dengan nilai yang dirahasiakan.

Potensi bisnis logistik

Logistik memang tengah menjadi vertikal bisnis yang menarik – apa pun bentuknya, baik pengiriman satu hari sampai, antarkota, hingga antarpulau. Layanannya menjadi unjung tombak banyak bisnis digital, khususnya e-commerce. Di Asia Tenggara sendiri, bisnis ini terlihat pada “track” pertumbuhan yang baik.

Di Singapura ada Ninja Van, dalam putaran seri D-nya mereka berhasil bukukan dana sekitar $400 juta, diperkirakan membawa valuasi perusahaan di angka $750 juta. Sejak tahun 2016 mereka juga telah mengoperasikan bisnis di Indonesia.

Pemain lain, misalnya AnterAja dan SiCepat, juga terus upayakan perluasan dan pertumbuhan bisnis. Terakhir mereka dikabarkan telah diinvestasi oleh Tokopedia, dalam rangka mendukung visi pengembangan “Infrastructure as a Services” bisnis ritel di Indonesia.

Dalam ulasan sebelumnya, DailySocial mengategorikan beberapa jenis layanan logistik yang saat ini beroperasi di Indonesia:

Bisnis Logistik di Indonesia

Waresix sendiri sudah terkonfirmasi menggaet status centaur sejak tahun lalu, mereka telah mencapai valuasi di atas $100 juta. Dengan pendanaan baru ini, tentu secara matematis terjadi peningkatan valuasi yang signifikan dan bukan tidak mungkin akan segera mengantarkan perusahaan ke status berikutnya: unicorn. Kebutuhan dan tantangan unik bisnis logistik di Indonesia memberikan peluang kepada pemainnya (terlebih lokal) untuk mendominasi pasar.

Corin Capital Invests in Webtrace’s Extended Seed Round

It only took five months, Webtrace announced another fresh fund from investors. It is Corin Capital’s venture capital that invests in Webtrace.

It was in early April that Webtrace received seed funding from Prasetia Dwidharma and Astra Ventures. The round has closed. However, Webtrace’s CEO & Co-Founder, Erwin Subroto explained that today’s announcement is an extension of yesterday’s seed funding.

“Actually it has [closed], but Corin Capital is just an extension round considering the strategic value given to Webtrace,” Erwin told DailySocial.

As the previous ones, Webtrace is also planning to use this new fund for three things: pursuing more aggressive marketing, acquiring more customers, and boosting sales.

Webtrace is a startup engaged in the logistics sector. Its service provides a platform to help truck fleet managers operate efficiently.

Webtrace implements its services through the installation of sensors and the internet of things (IoT) solutions. With this technology, truck managers can explore various data and analyses in real-time. Eventually, they will be able to manage and maximize the utility of the vehicle, driver, and eliminate unnecessary costs.

In April, Webtrace announced to acquire 3500 trucks in the onboarding process. Those who join Webtrace are said to have come from Sumatra, Java, Kalimantan, Madura, to Sulawesi. Erwin also said that the number of trucks listed on the platform has reached 2.5 times since then.

In terms of the target at the end of this year, Erwin said he was determined to grow to two times the current achievement. He also hopes that Webtrace can expand the solutions they offer especially for heavy equipment, agricultural machinery, as well as an integrated platform for cargo insurance.

“Webtrace is ready to lead the industry with unique solutions and comprehensive case studies, ensuring that existing solutions are effective in solving problems and challenges experienced by customers,” concluded Erwin.

Aside from Webtrace, there are several local startups working on similar solutions, democratizing logistics fleets with a touch of technology. One of those is Ritase, besides connecting companies with truck vendors, they are also offering SaaS for transportation and logistics management.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Corin Capital Beri Pendanaan Webtrace dalam Perpanjangan “Seed Funding”

Hanya berselang lima bulan, Webtrace kembali umumkan perolehan dana segar dari investor. Kali ini adalah modal ventura Corin Capital yang berpartisipasi menyuntikkan dananya ke Webtrace.

Baru awal April lalu Webtrace menerima pendanaan awal dari Prasetia Dwidharma dan Astra Ventures. Pendanaan itu sejatinya sudah ditutup. Namun CEO & Co-Founder Webtrace Erwin Subroto menjelaskan, pendanaan yang diumumkan hari ini adalah perpanjangan dari seed funding kemarin.

“Sebenarnya sudah [ditutup], tetapi Corin Capital ini sifatnya extension round saja mengingat strategic value yang diberikan ke Webtrace,” ucap Erwin kepada DailySocial.

Sama seperti waktu itu, Webtrace juga berencana memakai dana baru ini untuk tiga hal: menjalankan pemasaran yang lebih agresif, mengakuisisi lebih banyak pelanggan, dan menggenjot angka penjualan.

Webtrace sendiri adalah startup yang bergerak di sektor logistik. Layanannya menyediakan platform yang dapat membantu pengelola armada truk beroperasi secara efisien.

Webtrace mengimplementasikan layanannya itu lewat pemasangan sensor dan solusi internet of things (IoT). Dengan teknologi tersebut, pengelola truk dapat mengetahui berbagai data dan analisis secara real time. Pada akhirnya mereka nanti bisa mengatur dan memaksimalkan utilitas kendaraan, sopir, dan menghapus biaya-biaya yang tak perlu.

Pada April lalu, Webtrace mengaku sudah memiliki sekitar 3500 truk yang sudah berkomitmen dan dalam proses onboarding. Mereka yang bergabung dengan Webtrace pun disebut berasal dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Madura, hingga Sulawesi. Erwin menambahkan saat ini jumlah truk yang bergabung sudah 2,5 kali lipatnya sejak itu.

Untuk target di akhir tahun ini, Erwin mengatakan bertekad tumbuh hingga dua kali lipat dari pencapaian saat ini. Ia juga berharap Webtrace dapat memperluas solusi yang mereka tawarkan terutama untuk kendaraan alat berat, mesin pertanian, serta platform yang terintegrasi kepada asuransi kargo.

“Webtrace siap memimpin industri dengan solusinya yang unik dan studi kasus yang komprehensif, memastikan solusi yang ada efektif dalam memecahkan permasalahan dan tantangan yang dialami pelanggan,” pungkas Erwin.

Selain Webtrace, sebelumnya sudah ada beberapa startup lokal yang garap solusi serupa, mendemokratisasi armada logistik dengan sentuhan teknologi. Salah satunya Ritase, selain menghubungkan perusahaan dengan vendor truk, mereka juga menjajakan SaaS untuk manajemen transportasi dan logistik.

Paxel Tengah Rampungkan Pendanaan Baru, Genjot Layanan “Smart Locker” dan “Same Day Delivery”

Startup logistik Indonesia, Paxel, tengah menjajaki penggalangan dana baru. Seperti dikutip Katadata, awalnya Paxel berencana menghimpun dana di kuartal II 2020, tetapi terpaksa mundur karena situasi pandemi Covid-19.

“Sekarang [penggalangan dana] sedang progress untuk kuartal 3 tahun ini,” ungkap Direktur Utama Paxel Zaldy Ilham Masita dalam pesan singkat kepada DailySocial.

Pada 2019, Paxel disebutkan telah mengantongi pendanaan seri A sebesar $10 juta yang dipimpin oleh Co-founder Paxel Johari Zein. Selain itu, sejumlah venture capital juga terlibat dalam pendanaan ini, yaitu East Ventures, Sinar Mas Digital Ventures, dan Susquehanna International Group.

“Pendanaan baru ini masih kelanjutan dari seri A. [Calon investor yang terlibat] campur, ada yang baru dan existing,” tambah Zaldy.

Seperti diketahui, pendanaan ini rencananya akan digunakan untuk mendorong ekspansi smart locker Paxel di seluruh Indonesia. Zaldy sempat menyebutkan bahwa ketersediaan lebih banyak smart locker menjadi kunci untuk menjalankan model bisnis baru di bidang logistik ini.

Menurutnya, smart locker dapat mengurangi biaya logistik tanpa harus mengorbankan service level. Targetnya, Paxel ingin menghadirkan setidaknya satu smart locker untuk setiap kode pos wilayah.

Fokus pada layanan “same day delivery

Zaldy mengaku bahwa pandemi mendorong peningkatan signifikan pada layanan logistik Paxel yang mengusung same day delivery. Menurutnya, selama tiga bulan terakhir, layanan same day delivery Paxel meroket hingga 250 persen. Kenaikan ini utamanya didorong dari jasa pengiriman makanan dan minuman.

Melihat tren kenaikan tersebut, ungkap Zaldy, Paxel akan tetap fokus mendorong layanan same day delivery ke depan. Menurutnya, jasa pengiriman antarkota belum pernah ada sebelumnya sehingga kehadirannya direspons positif oleh konsumen selama dua tahun terakhir ini.

Maka itu, perusahaan berupaya menghadirkan sejumlah inisiatif baru untuk menghadapi permintaan pengiriman antarkota selama masa pandemi. Misalnya, beberapa bulan lalu, Paxel resmi menjadi mitra Gojek untuk layanan pengiriman antarkota GoSend Intercity Delivery dari Jadetabek ke Bandung dan sebaliknya.

Baru-baru ini, Paxel juga memperkenalkan layanan Paxel Market pada Juli lalu. Paxel Market diluncurkan untuk membantu UKM agar dapat tetap berjualan antarkota di masa pandemi.

“Kami tidak ada perubahan target [bisnis] karena 85 persen customer Paxel adalah social commerce. Maka itu, Paxel Market menjadi platform untuk meningkatkan pasar mereka ke kota lain dengan biaya kirim yang cepat dan murah,” jelasnya.

Ia juga mengungkap bahwa Paxel akan merilis layanan baru dalam waktu dekat. Pihaknya enggan merinci layanan baru tersebut karena masih dalam tahap pengembangan.

Saat ini Paxel telah memiliki sekitar 1 juta pengguna, sementara untuk mitra sudah adalah lebih dari 50 usaha memenuhi kategori Charity, Beauty, Food, dan Others.

Berdasarkan laporan Paxel bertajuk Buy & Send Insights di 2019 menunjukkan bahwa hingga saat ini media sosial lebih banyak dimanfaatkan para UKM sebagai medium untuk berjualan dibandingkan platform e-commerce atau marketplace. Sebanyak 87 persen responden tercatat memakai lebih dari satu platform media sosial.

WhatsApp (84%) dan Instagram (81%) adalah aplikasi yang paling mendominasi pemakaian media sosial untuk berjualan online. Sisanya diikuti oleh Shopee (53%), Facebook (36%), Tokopedia (29%), dan Bukalapak (18%).

Application Information Will Show Up Here

Logistics Platform Prahu-Hub Provides Easy Cross-Island Delivery

The high cost of domestic shipping is one of the reasons why the Prahu-Hub digital logistics platform was established. Established in 2017, they exist as a marketplace designed to help Indonesians who want to send goods using containers.

Prahu-Hub’s Founder, Benny Sukamto told DailySocial that currently, domestic shipping costs are quite expensive and difficult than international shipping. The high cost of logistics will certainly affect the weakening of domestic trade power and increase dependence on foreign countries.

“Prahu-Hub exists as a marketplace that brings together domestic cross-island shippers (shippers) and shipping service providers (expedition, shipping, and trucking). From orders that occur in our marketplace, administrative fees will be charged to our partners, in case this is a delivery service provider,” Benny said.

In particular, Prahu-Hub focuses only on domestic cross-island shipments. This is what distinguishes Prahu-Hub services from other logistics services.

To date, Prahu-hub has more than 400 shippers who have used the service, and every week the website is visited by 1500 potential shippers. Prahu-Hub delivery services cover Sabang to Merauke. Prahu-Hub has also served more than 900 users who have used the platform as their trusted freight service.

In order to accelerate business growth, the company is yet to plan for fundraising. However, Prahu-Hub is quite open for the right investors to join together to build the Prahu-Hub business.

“For fundraising, we have not specifically planned. But we are starting a discussion with investors who share our view and want to grow together,” he added.

Pandemic and Alibaba Netpreneur

Founder Prahu-Hub Benny Sukamto
Prahu-Hub’s Founder, Benny Sukamto

Being asked about what Prahu-Hub’s business growth was like during the pandemic, Benny emphasized that logistics is one of the sectors that can survive this pandemic. However, the availability of goods and demand for goods has indeed decreased outside the island, not only in Java during this pandemic. Therefore, it quite affects the volume of shipments between islands.

In 2019, Prahu-Hub was selected to join the Alibaba Netpreneur from Indonesia. Prahu-Hub has gained a lot of experience, a startup founded by Benny Sukamto, after ten years living and working in the United States in the business intelligence software sector, he returned to Indonesia and developed his logistics business.

“By participating in Netpreneur training class #1 from Indonesia at Alibaba’s head office, I gained a lot of experience building a startup and transforming a brick and mortar company into a digital company to survive in the long run,” Benny said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Platform Logistik Prahu-Hub Mudahkan Pengiriman Barang Antar Pulau

Masih besarnya biaya pengiriman dalam negeri menjadi salah satu alasan mengapa platform digital logistik Prahu-Hub didirikan. Berdiri sejak tahun 2017, mereka hadir sebagai marketplace yang didesain untuk membantu masyarakat Indonesia yang ingin mengirim barang menggunakan kontainer.

Kepada DailySocial Founder Prahu-Hub Benny Sukamto mengungkapkan, saat ini untuk biaya pengiriman dalam negeri biayanya cukup besar dan lebih sulit dibandingkan pengiriman barang ke luar negeri. Tingginya biaya logistik tentunya akan berpengaruh terhadap melemahnya kekuatan dagang dalam negeri dan meningkatkan ketergantungan kepada luar negeri.

“Prahu-Hub hadir sebagai marketplace yang mempertemukan pengirim barang domestik antar pulau (shipper) dan penyedia jasa pengiriman (ekspedisi, pelayaran, dan trucking). Dari pemesanan yang terjadi di marketplace kami, akan dikenakan biaya administrasi yang dibebankan kepada partner kami, dalam hal ini adalah penyedia jasa pengiriman,” kata Benny.

Secara khusus Prahu-Hub memfokuskan hanya kepada pengiriman domestik antar pulau saja. Hal ini yang membedakan layanan Prahu-Hub dari layanan logistik lainnya.

Saat ini Prahu-hub telah memiliki lebih dari 400 pengirim barang yang telah menggunakan layanan, dan setiap minggu situs web telah dikunjungi 1500 calon pengirim barang. Layanan Prahu-Hub mencakup dari Sabang sampai Merauke. Prahu-Hub juga telah melayani lebih dari 900 pengguna yang telah menggunakan platform sebagai jasa pengiriman barang kepercayaan mereka.

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, perusahaan belum memiliki rencana untuk melancarkan kegiatan penggalangan dana. Namun Prahu-Hub tidak menutup kemungkinan jika adanya investor yang tepat untuk bergabung bersama membangun bisnis Prahu-Hub.

“Untuk penggalangan dana, kami belum merencanakan secara spesifik. Tetapi kami membuka komunikasi dengan investor yang share our view and want to grow together,” kata Benny.

Pandemi dan Alibaba Netpreneur

Founder Prahu-Hub Benny Sukamto
Founder Prahu-Hub Benny Sukamto

Disinggung seperti apa pertumbuhan bisnis Prahu-Hub saat pandemi, Benny menegaskan logistik adalah salah satu sektor yang dapat bertahan di masa pandemi ini. Tetapi ketersediaan barang dan kebutuhan barang memang mengalami penurunan di luar pulau, tidak hanya di pulau Jawa selama masa pandemi ini. Sehingga banyak sedikit akan berpengaruh pada volume pengiriman antar pulau.

Tahun 2019 lalu Prahu-Hub terpilih menjadi Alibaba Netpreneur dari Indonesia. Banyak pengalaman kemudian yang didapatkan oleh Prahu-Hub, startup yang didirikan oleh Benny Sukamto, setelah sepuluh tahun tinggal dan bekerja di Amerika Serikat di bidang software intelegensi bisnis, Benny kembali ke Indonesia dan mengembangkan bisnis logistiknya.

“Dengan mengikuti Netpreneur training class #1 dari Indonesia di kantor pusat Alibaba, saya mendapatkan banyak pengalaman memulai suatu startup dan mentransformasi perusahaan “brick and mortar” into digital company to survive in the long run,” kata Benny.

Gojek Sets Eyes on Intercity Delivery as The Next Big Target

There are probably very few Indonesians who weren’t aware of Gojek. Getting popular as a two-wheeled transportation option, Gojek is already present in 75 cities and is likely to continue to expand. The ride-hailing service is still top of many services it offers. However, one thing that is quite promising is logistics. Gojek has at least two businesses engaged in logistics, GoSend and GoBox.

In a general note, logistics have been directly affected by the Covid-19 pandemic. However, not all segments were hit, some actually gained positive results. Fortunately, Gojek’s logistics business is on the last stop of the supply chain.

“Go-Jek is lucky with the ecosystem that we have created in the last mile and we seek an increase in the demand for home delivery,” Junaidi said.

Junaidi is Gojek’s Head of Logistics. He also led JX, a fruit logistics company for the Gojek joint venture with JD.ID. Junaidi told DailySocial his views on the industrial situation during a pandemic, challenges, and strategies for dealing with it.

Significant increase

Basically, Gojek’s logistics business relies on GoSend and GoBox. Unlike passenger pick-up services, GoSend is already available in every city where Gojek is operating. There are three delivery options based on duration and distance. Meanwhile, GoBox has a wider range of services. It can be found in cities from Sumatra to Sulawesi.

As Junaidi said, there are so many challenges in the logistics industry. The problems that exist in this industry cost a lot even in regional areas. President Joko Widodo said that the logistics cost in the country has reached 24% of the Gross Domestic Product (GDP) or the equivalent of IDR 3,500 trillion.

Junaidi said that his team focused on the interests of micro, small and medium enterprises (UMKM). In addition to the large numbers, he also added, MSMEs have relatively smaller resources than corporations to take care of the expensive logistics.

During the pandemic, Junaidi noted a significant shift in the logistics business. Those who play in B2B, such as export-import to delivery from warehouses to shopping centers, have experienced declines in transaction. However, the delivery that serves the daily needs of the house continues to increase.

Junaidi avoids mentioning the growth number for his logistics business. However, Gojek previously announced that they had received around 120 thousand MSMEs during the outbreak. It’s no surprise that this pandemic seems like a level-up test.

“We see this as an opportunity to ensure comfort, reliability, trust, as well as an opportunity to accelerate innovation,” he added.

Connecting cities

One of the challenges Gojek keeps facing is intercity shipping. In fact, Gojek has come up with the GoSend Intercity feature. In this feature, Gojek collaborates with Paxel to ship goods from Jadetabek to Bandung and vice versa.

However, Junaidi added that this feature has also expanded the delivery range to other cities such as Solo, Yogyakarta, and Semarang. The ambition to deliver Gojek between cities has also begun to be implemented outside Java.

“In a simple way, for example, there are people going back and forth from Bandung to Jakarta, why not just collaborate,” said Junaidi.

Junaidi admitted that Gojek would not be able to realize this ambition alone. That’s why they created a special platform that allows middle mile players to form a connected network. That’s why Paxel involved in this feature.

This delivery system will allow delivery within Java in just one day. Gojek is also working on whether a delivery outside Java can take a day.

“For example to Manado or Sorong, it might possible to be delivered the next day. We are currently developing to realize that,” he concluded.

Junaidi emphasized thatintercity delivery is one of his division focuses until the end of this year. If the issue of intercity delivery, especially outside Java and vice versa, can be solved, Gojek can become a new game-changer.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gojek Menatap Bisnis Pengiriman Antarkota sebagai Target Besar Berikutnya

Di kolong langit Indonesia ini mungkin sangat sedikit orang yang tidak mengenal Gojek. Populer sebagai opsi transportasi roda dua, Gojek sudah hadir di 75 kota dan kemungkinan akan terus meluas. Layanan ride hailing tentu masih jadi primadona dari sekian banyak layanan mereka. Namun satu yang tak kalah menjanjikan adalah urusan logistik. Gojek setidaknya punya dua bisnis untuk menggarap logistik yakni GoSend dan GoBox.

Logistik memang secara umum terdampak langsung oleh pandemi Covid-19. Namun tak semua segmen terpukul olehnya, sebagian yang lain justru terdorong positif. Beruntung bagi Gojek, bisnis logistik yang mereka geluti ada di perjalanan terakhir rantai suplai.

“Gojek beruntung dengan ekosistem yang kita bentuk memang kita mainnya di last mile ini dan kami melihat ada lonjakan kebutuhan home delivery,” ucap Junaidi.

Junaidi adalah Head of Logistics Gojek. Ia juga mengepalai JX, sebuah perusahaan logistik buah joint venture Gojek dengan JD.ID. Kepada DailySocial, Junaidi berbagi pandangannya mengenai situasi industri di kala pandemi, tantangan, dan strategi menghadapinya.

Kenaikan signifikan

Pada dasarnya bisnis logistik Gojek bertumpu pada GoSend dan GoBox. Tak seperti layanan antarjemput penumpang, GoSend sudah hadir di semua kota Gojek berada. Ada tiga pilihan pengantaran berdasarkan durasi dan jarak pengantaran. Sementara GoBox punya jangkauan layanan yang lebih luas. Ia bisa diperoleh di kota-kota dari Sumatera hingga Sulawesi.

Menurut Junaidi, ada begitu banyak tantangan dalam industri logistik. Masalah-masalah yang ada dalam industri ini menyebabkan biaya logistik yang tergolong mahal bahkan untuk di kawasan regional. Presiden Joko Widodo menyebut biaya logistik di dalam negeri mencapai 24% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp3.500 triliun.

Junaidi menyebut, pihaknya fokus terhadap kepentingan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Di samping jumlahnya yang begitu besar, UMKM menurut Junaidi punya sumber daya yang relatif lebih kecil ketimbang korporasi untuk mengakali urusan logistik yang mahal tadi.

Selama pandemi, Junaidi mencatat ada pergeseran yang cukup signifikan di bisnis logistik. Mereka yang bermain di B2B seperti ekspor-impor hingga pengantaran dari gudang ke pusat perbelanjaan mengalamai penurunan. Namun pengantaran yang melayani kebutuhan rumah sehari-hari terus mengalami kenaikan.

Junaidi enggan menyebut angka pertumbuhan bisnis logistiknya. Namun Gojek sebelumnya mengumumkan bahwa selama wabah berlangsung, mereka sudah menerima sekitar 120 ribu UMKM. Maka tak heran bagi Junaidi masa pandemi ini sudah seperti ujian naik kelas.

“Kita melihat ini sebagai kesempatan untuk memastikan kenyamanan, reliability, trust, juga kesempatan untuk mempercepat inovasi,” imbuhnya.

Menghubungkan antarkota

Salah satu tantangan yang terus dihadapi oleh Gojek adalah pengiriman antarkota. Sejatinya Gojek sudah merintis solusinya dengan fitur GoSend Intercity. Dalam fitur tersebut, Gojek menggandeng Paxel untuk pengiriman barang dari Jadetabek ke Bandung dan sebaliknya.

Namun Junaidi menambahkan bahwa fitur ini juga telah memperluas jangkauan pengiriman hingga kota lain seperti Solo, Yogyakarta, dan Semarang. Ambisi pengantaran antarkota Gojek ini juga mulai diarahkan hingga luar pulau Jawa.

“Jadi sederhananya, misal ada yang bolak-balik dari Bandung ke Jakarta, kenapa tidak kolaborasi saja,” tutur Junaidi.

Junaidi mengaku, Gojek tidak akan bisa sendiri mengejar ambisinya tersebut. Itu sebabnya mereka membuat platform khusus yang memungkinkan pemain middle mile sehingga terbentuk conntected network. Itu sebabnya ada Paxel dalam fitur ini.

Dengan sistem ini pengantaran di dalam Jawa dapat terjadi hanya dalam sehari. Gojek juga sedang mengupayakan apakah pengantaran untuk ke luar Jawa dapat memakan waktu sehari.

“Anggap saja ke Manado atau Sorong, apakah mungkin sampai next day. Kita lagi develop untuk bisa melakukan itu,” pungkasnya.

Junaidi menegaskan bahwa pengantaran antarkota merupakan salah satu fokus divisinya hingga akhir tahun ini. Jika isu pengantaran antarkota, khususnya ke luar Jawa dan sebaliknya, dapat terwujud, maka Gojek bisa kembali menjadi game changer.

Application Information Will Show Up Here