Warunk Upnormal Rilis “Pay at Table”, Pembayaran dengan Kode QR Berbasis Aplikasi

Gerai makanan dan minuman asal Bandung Warunk Upnormal menghadirkan inovasi pembayaran non tunai dengan pemindai kode QR “Pay at Table” yang dapat diakses lewat aplikasi Upnormal. Inovasi ini untuk menjawab kebutuhan konsumen yang banyak berasal dari kalangan milennial dan generasi Z yang adaftif terhadap perkembangan teknologi.

Konsumen tidak perlu mengantre di depan mesin kasir setiap kali memesan menu. Cukup mengunduh aplikasi Upnormal, tersedia di Google Play dan iOS, dan melakukan registrasi. Di tiap meja tersedia kode QR yang dapat dipindai lewat aplikasi, secara otomatis akan terhubung ke layar menu makanan dan siap dipilih.

Dalam aplikasi ini tersedia opsi pembayaran dengan tunai di kasir atau dengan Go-Pay. Apabila memilih dengan Go-Pay, akan diarahkan langsung ke halaman Go-Pay untuk menyelesaikan pembayarannya. Metode ini dianggap lebih efisien daripada sebelumnya, konsumen memasukkan secara manual lewat secarik kertas berisi menu dan mengantre di depan kasir sebelum pesanan diantar.

“Dalam CRP Group ini kami selalu berinovasi dan fokus menciptakan consumer experience yang reliable. Ada keinginan dari target market kita yaitu kelompok milennial yang butuh sesuatu yang keren dan kekinian. Akhirnya kita jawab itu dengan fitur Pay at Table untuk mengakomodir mereka yang tidak ingin beranjak dari kursi,” terang Deputy Director Corporate Communication CRP Group Sarita Sutedja, Rabu (20/3).

Warunk Upnormal adalah salah satu dari sembilan brand yang ada di bawah naungan Cita Rasa Prima (CRP Group). Brand lainnya adalah Nasi Goreng Rempah Mafia, Bakso Boedjangan, Sambal Khas Karmila, Fish Wow Cheese, Ayam Bersih Berkah, Bakso Abang Sayang, Martabak Maskulin, dan Juice Kidding.

Tak hanya memudahkan dari sisi konsumen, inovasi tersebut juga memudahkan tim dalam memberikan pelayanan yang optimal. Waktu tunggu pun dipersingkat, sehingga pada akhirnya tim dapat mengirimkan pesanan dalam waktu tidak lama.

Untuk sementara fitur ini baru bisa dimanfaatkan di gerai Warunk Upnormal yang berlokasi di Indofood Tower (Jakarta) dan Dipati Ukur (Bandung). Implementasi di gerai lainnya akan secara perlahan digulirkan sepanjang tahun ini.

Gerai baru yang siap beroperasi, sambungnya, kemungkinan besar akan mengadopsi fitur ini lebih dahulu. Bila ditotal saat ini ada 97 gerai Warunk Upnormal tersebar di seluruh Indonesia. Ditargetkan bakal ada tambahan 100 gerai baru sepanjang tahun ini.

Ke depannya, perusahaan akan membuka opsi pembayaran non tunai lainnya agar konsumen memiliki semakin banyak pilihan. Hanya saja, untuk tahap awal ini dimulai dari Go-Pay, lantaran memiliki basis pengguna aktif yang cukup tinggi.

Sarita melanjutkan, terkait pengembangan fitur di aplikasi, akan lebih difokuskan untuk program loyalitas. Konsumen akan diajak untuk mengumpulkan poin setiap kali bertransaksi dan bisa ditukar dengan sejumlah keuntungan. Aplikasi ini sudah dirilis sejak Oktober 2018 dan telah menjaring sekitar 30 ribu pengguna aktif.

Adopsi teknologi lainnya

Tak hanya untuk kebutuhan eksternal, secara internal grup juga mulai memanfaatkan teknologi terkini agar tetap sejalan dengan perkembangan teknologi. Sarita menyebutkan, perusahaan bekerja sama dengan studio game Agate untuk pengembangan game interaktif untuk pelatihan karyawan.

Di dalam game ini karyawan akan diberi arahan terkait penyajian pesanan dan cara memasak sesuai takaran. Visualnya sama seperti saat bermain game masak memasak. Secara internal, metode ini sudah dipakai untuk melatih karyawan Warunk Upnormal, namun baru sebatas gerai milik sendiri, belum untuk gerai franchise milik mitra.

“Sebab gerai dari mitra ini cakupannya sudah sangat luas, sampai Gorontalo. Untuk mengadakan sesi pelatihannya itu butuh waktu dan biaya yang tidak sedikit, belum lagi kalau ada perubahan SOP. Kami masih menyempurnakan aplikasi game ini baru nanti dilepas untuk pelatihan mitra.”

Application Information Will Show Up Here

Warung Pintar Selenggarakan “Hackathon Pintar 1.0”, Bagian dari Ekspansi di Banyuwangi

Pasca perolehan pendanaan seri B awal tahun ini, startup new retail Warung Pintar menyegerakan ekspansi dimulai dari wilayah Jawa paling timur, yakni Banyuwangi. Sebagai bagian dari agenda ekspansi, Warung Pintar akan mengadakan berbagai rangkaian acara, salah satunya bertajuk “Hackathon Pintar 1.0”.

Hackathon Pintar 1.0 adalah kompetisi kolaboratif menciptakan produk digital untuk memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi dalam waktu 24 jam. Saat ini pendaftaran untuk peserta masih dibuka dan akan ditutup pada tanggal 15 Maret 2019 mendatang. Selanjutnya pada 22 Maret 2019 akan diumumkan 50 tim yang lolos dan berhak mengikuti Hackathon Day pada 29 Maret 2019 di Pendopo Sabha Swagata, Banyuwangi.

Sebagai awalan, pada 1 Maret 2019 lalu Warung Pintar telah menyelenggarakan acara Road to Hackathon Pintar 1.0 di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi. Acara ini dilaksanakan untuk memperkenalkan mekanisme kompetisi, cerita inspirasi tim teknologi Warung Pintar, membahas tantangan UMKM & Pariwisata di Banyuwangi serta solusi yang diharapkan. Acara ini turut dihadiri BRI sebagai salah satu sponsor yang menjelaskan pemanfaatan API di kompetisi ini.

Road to Hackathon Pintar 1.0
Road to Hackathon Pintar 1.0 di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi / Warung Pintar

“Banyuwangi dikenal sebagai salah satu destinasi wisata terbaik di Indonesia. Sektor pariwisata dan UMKM adalah salah satu tulang punggung pertumbuhan ekonomi di Banyuwangi. Revolusi Industri 4.0 mendorong usaha mikro hingga besar untuk turut memanfaatkan teknologi agar mampu bersaing,” ungkap CTO & Co-founder Warung Pintar Sofian Hadiwijaya.

Sofian menambahkan, “Hackathon Pintar 1.0 mengusung Pariwisata dan UMKM Pintar sebagai tema utama. Kami mengajak anak muda Banyuwangi dan sekitarnya untuk membawa perubahan dengan bersama-sama mencari solusi bagi permasalahan UMKM dan pariwisata di Banyuwangi.”

Acara puncak berlangsung pada 30 Maret 2019 di Festival Juragan Pintar, Banyuwangi untuk menyeleksi 3 pemenang dengan total hadiah 30 juta rupiah. Warung Pintar berharap Hackathon pertama di Banyuwangi ini dapat menjadi kesempatan anak muda mengasah kreativitas dan ikut terlibat langsung membawa perubahan untuk UMKM dan pariwisata di wilayah setempat.

Bagi yang tertantang untuk turut serta di Hackathon Pintar 1.0, informasi dan pendaftaran dapat ditemukan melalui tautan berikut: http://bit.ly/DaftarHackathonPintar.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Hackathon Pintar 1.0

Warung Pintar Acquired Limakilo

New retail startup Warung Pintar is making acquisition over Limakilo, a startup focused on solution to cut the supply chain of agricultural products by making transaction directly to the farmers. The further details will be announced on Wed (2/27) in the press conference held by Warung Pintar.

Warung Pintar and Limakilo are supported by East Ventures. In its debut, Limakilo obtains seed funding from a venture capital led by Wilson Cuaca. They partnered up with farmers from various region, such as Brebes, Bandung, and Yogyakarta.

Collaboration of both startups hasn’t finalized, but seeing their capability, Limakilo might be potential to be the supplier of agricultural products to Warung Pintar outlets. Because the business system should be effective, Warung Pintar is to set more competitive prove to resell products to consumers without middlemen.

Last January 2019, Warung Pintar just secured a series B funding worth 390 billion rupiah. Currently, they also have around 1150 kiosks, including strategic partnership with some parties, particularly East Ventures’ portfolio. Wilson said, Warung Pintar is one of the fastest growing startup in East Ventures’ portfolios.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Warung Pintar Akuisisi Limakilo

Startup new retail Warung Pintar melakukan akuisisi terhadap Limakilo, startup yang berfokus pada penyediaan solusi untuk memotong rantai distribusi produk pertanian dengan bertransaksi langsung ke petani. Kabar ini baru akan diumumkan detailnya di hari Rabu (27/2) dalam acara konferensi pers yang digelar tim Warung Pintar.

Warung Pintar dan Limakilo sama-sama mendapatkan dukungan dari East Ventures. Pada debut awalnya, Limakilo mendapatkan pendanaan awal dari pemodal ventura yang dipimpin Willson Cuaca tersebut. Limakilo bekerja sama langsung dengan petani di berbagai daerah, mulai dari Brebes, Bandung, hingga Yogyakarta.

Kolaborasi antar dua startup belum diketahui secara pasti, namun jika melihat kapabilitas kedua perusahaan besar kemungkinan Limakilo akan menjadi penyetok barang produk pertanian ke gerai-gerai Warung Pintar. Karena secara bisnis sistem ini akan efektif, Warung Pintar akan mendapatkan harga yang lebih bersaing untuk dijual kembali kepada konsumen, karena tidak perlu melalui tengkulak.

Bulan Januari 2019 lalu Warung Pintar baru saja membukukan pendanaan seri B senilai 390 miliar Rupiah. Saat ini mereka juga telah memiliki sekitar 1150 kios mitra, termasuk menjalin kerja sama strategis dengan berbagai pihak, khususnya portofolio East Ventures. Dikatakan oleh Willson, Warung Pintar adalah salah satu startup yang paling cepat berkembang dalam portofolio East Ventures.

Sinergi Kopi dan Teknologi, Tak Sekadar Pengejawantahan Konsep “New Retail”

Industri coffee chain mulai tumbuh di Indonesia. Tak hanya merk internasional yang membanjiri kota-kota besar di Indonesia, nama-nama lokal pun mulai tumbuh. Beberapa menawarkan kopi dengan berbagai macam pilihan, sementara yang lain mulai menambahkan teknologi untuk memberikan pengalaman lebih dalam berinteraksi dengan kedai kopi.

Tanda-tanda teknologi mulai akan disematkan sudah mulai terlihat di tahun 2018 kedia dua nama pemain coffee chain berhasil mengamankan pendanaan dari venture capital dengan nafas teknologi. Fore Coffee mendapatkan suntikan dari East Ventures dan Kopi Kenangan mendapat suntikan dana dari Alpha JWC Ventures.

Ada juga Anomali Coffee yang sudah mulai menerapkan sistem pemesanan menggunakan aplikasi. Jalan terang menuju kedai kopi bernafaskan teknologi yang mulai dikenal sebagai konsep new retail.

“Semenjak investasi kami di Kopi Kenangan, mulai banyak pelaku bisnis F&B, termasuk kopi, yang mendekati VC [Venture Capital] untuk modal usaha, nampaknya kami telah membuka tren dan kesempatan baru untuk berkembang bagi pelaku bisnis serupa,” terang Co-Founder dan Manager Alpha JWC Ventures Jefrey Joe.

Alpha JWC Ventures Oktober silam menyuntikkan dana tak kurang dari Rp121 miliar untuk Kopi Kenangan. Tak hanya membantu mengenai finansial perusahaan modal ventura itu juga menjanjikan dukungan teknologi dan akselerasi bisnis untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan tentunya meningkatkan pengalaman pengguna.

Kondisi tidak jauh beda juga dilakukan oleh East Ventures. Mereka berinvestasi ke Fore Coffee, coffee chain yang didukung oleh Otten Coffee ini menjanjikan pelayanan pembelian kopi yang lebih baik, tentunya dengan pendekatan teknologi. Terbaru, Fore Coffee baru saja mengantongi pendanaan senilai 118 miliar Rupiah dari sejumlah investor, termasuk East Ventures dan SMDV. Setelah pendanaan ini, Fore Coffee juga berusaha menerapkan sejumlah inovasi teknologi dalam bisnisnya.

“Kami memilih artisan kopi karena pentingnya menumbuhkan demand dan mendidik pasar untuk konsumsi kopi jenis Arabica, dibanding kopi Robusta. Karena dengan begitu, Indonesia akan mampu meningkatkan kesejahterahan petani kopi lokal berlipat- lipat dengan effort yang sama,” ujar Partner East Ventures Melisa Irene.

Ia melanjutkan, “Tujuan utama pendekatan new retail adalah agar mempermudah customer untuk mendapatkan produk atau jasa yang mereka inginkan. Sekian tahun perusahaan- perusahaan berbasis platform digital sudah membangun dasar yang kuat hingga kami rasa infrastuktur digital Indonesia sudah cukup kokoh untuk kita mulai menyusun kategori pokok di atasnya. Kategori kopi, kami rasa strategis, karena ini adalah produk dengan nilai tinggi yang berpotensi untuk dikonsumsi setiap hari oleh kalangan middle class.

New retail tak hanya soal teknologi

Konsep new retail tidak hanya berkaitan dengan teknologi. New retail adalah sebuah konsep yang menyeimbangkan antara pelayanan dan pengalaman pembeli. Tak hanya soal memesan atau membayar melalui aplikasi, tetapi juga menyediakan kebutuhan pengguna.

Hal ini diamini Founder Kopi Kenangan Edward Tirtanata. Ia menyampaikan bahwa konsep new retail setidaknya harus memiliki skala distribusi yang sesuai. Karena akan sangat sulit membuat ekosistem new retail di Jakarta tanpa distribusi yang sesuai.

Jefrey kepada DailySocial lebih jauh juga menjelaskan bahwa menerapkan sistem new retail tidak semudah menciptakan sistem jual beli. Ada aspek-aspek lain yang juga harus dipenuhi seperti penerimaan masyarakat dan ketersediaan gerai yang mumpuni.

“Tidak seperti kebanyakan orang pikir, untuk mewujudkan konsep ‘new retail’ itu tidak semudah menciptakan aplikasi jual beli, ada banyak hal yang harus diperhatikan, seperti jumlah toko yang memadai, produk yang dapat diterima berbagai lapisan masyarakat, serta sistem dan tim yang memadai untuk melayani puluhan ribu pelanggan setiap harinya. Apakah semua pelaku F&B (termasuk kopi) bisa melakukannya? Tidak. Inilah mengapa kami memutuskan untuk mendukung Kopi Kenangan: visi besar mereka didukung oleh kapabilitas yang memadai,” imbuh Jefrey.

Kopi Kenangan dan Fore Coffee yang berencana menuju moderanisasi untuk coffee chain tengah mencoba memperbanyak ketersediaan mereka. Hingga kini Kopi Kenangan sudah memiliki 29 gerai dari 100 gerai yang ditargetkan di tahun ini. Demikian juga Fore Coffee yang saat ini sudah memiliki 12 gerai dan berusaha untuk terus menambahkannya.

“Fokus inovasi Fore Coffee adalah memberikan online to offline customer experience yang berkualitas tinggi dan seamless– kopi enak, mudah ditemukan, layanan cepat, dan harga bersahabat. Inovasi minuman akan jalan terus, ekspansi outlet sudah mencapai lebih dari 12 outlet dan terus bertambah,” terang Melisa.

Tahun ini setidaknya bisa menjadi awal baru bagi industri coffee chain. Dengan apa yang sudah dilakukan oleh Anomali Coffee dan rencana-rencana inovatif dari Fore Coffee dan Kopi Kenangan yang dipaparkan investor mereka.

Pihak Alpha JWC Ventures bahkan dengan terbuka sudah menyebutkan bahwa berusaha mendukung Kopi Kenangan dari segala aspek, demi ekspansi yang lebih baik. Edward menyampaikan, saat ini menambah gerai menjadi fokus utama. Ketika semua itu terpenuhi kemungkinan besar konsep new retail akan benar-benar optimal diterapkan oleh Kopi Kenangan.

“Untuk tahun depan, kami akan terus mendukung Kopi Kenangan dalam ekspansi mereka. Seperti pada portofolio kami lainnya, Alpha JWC selalu siap memberikan dukungan dalam hal strategi bisnis dan operation, manajemen sumber daya manusia, dan tentu saja, dukungan finansial,” terang Jefrey.

Sedangkan pihak East Ventures menjelaskan, bahwa Fore Coffee akan memadukan aplikasi dengan ketersediaan gerai atau outlet sehingga memudahkan mereka menjangkau konsumen.

Key enabler Fore adalah perpaduan teknologi dalam bentuk aplikasi dan retail presence. Fore membuka outlet- outlet khusus delivery, sehingga customer dari berbagai tempat yang pesan lewat aplikasi Fore atau platform pengantaran lainnya bisa mendapatkan minumannya dengan lebih cepat. Dengan adanya aplikasi pula, customer akan bisa mendapatkan offer yang sesuai dengan preference masing- masing,” terang Melisa.

Aplikasi Anomali Coffee terinspirasi antrean

Anomali Coffee adalah salah satu merk coffee chain yang sudah menyediakan aplikasi untuk penggunanya. Mereka berangkat dari perasaan tidak nyaman melihat pelanggan mereka mengantre cukup panjang untuk mendapatkan beberapa gelas kopi.

Disampaikan oleh Head of Sales and Marketing Anomali Coffee Ryo Limijaya, pihaknya mengamati bahwa dari proses memesan sampai selesai proses pembayaran satu pelanggan mereka membutuhkan rata-rata 3 hingga lima menit.

Dari sana kemudian mereka mengembangkan aplikasi untuk memudahkan pelanggan mereka memesan kopi, dan datang hanya untuk mendapatkan kopi yang mereka pesan.

“Kami melihat hal ini sebagai salah satu jalan keluar atau hal yang dapat kami lakukan untuk membuat customer kami merasa nyaman dan aman untuk melakukan transaksi di Anomali Coffee karena seluruh data transaksi sudah terekam di dalam sistem. Misalnya jika muncul komplain dari customer, dari segi kami pun lebih mudah untuk mencari tahu kronologi serta langkah apa yang harus kami lakukan,” ujar Ryo mengomentari konsep new retail pada bisnis coffee chain.

Sejauh ini Anomali Coffee tercatat sudah memiliki 12 outlet yang tersebar di Jakarta, Bali, Makassar, dan Surabaya. Tahun ini rencananya selain menambah beberapa outlet baru Anomali Coffee juga berencana untuk memperbaiki kualitas sambil menjajaki teknologi apa yang bisa diterapkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

“Menurut kami, trend membeli kopi melalui aplikasi mungkin akan semakin meningkat. Namun semua itu kembali lagi kepada fokus perusahaan dalam memposisikan fungsi aplikasi berdasarkan kebutuhan konsumennya. Karena masing-masing perusahaan, walaupun dalam bidang bisnis yang sama, belum tentu kebutuhan konsumennya juga akan sama untuk diwujudkan ke dalam fitur aplikasi.”

“Mungkin ini adalah tantangan utama dalam trend itu sendiri, supaya jangan sampai aplikasi yang dirancang oleh perusahaan tidak menjawab kebutuhan customer sehingga pada akhirnya menjadi aplikasi yang gagal,” tutup Ryo.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Wujudkan IaaS, Tokopedia Segera Bangun Gudang Berbasis Teknologi untuk UKM

Tokopedia mengungkapkan akan segera membangun gudang berbasis teknologi di seluruh Indonesia pasca menerima pendanaan senilai $1,1 miliar (16 triliun Rupiah). Tokopedia mencari mitra yang berkompetensi di bidang logistik untuk mewujudkan ambisinya sebagai penyedia IaaS sampai 10 tahun mendatang.

“9 tahun pertama kami membantu orang [merchant UKM] jadi perusahaan e-commerce. 10 tahun mendatang kami akan mengubah mereka jadi perusahaan teknologi, tidak lagi jadi perusahaan e-commerce. Kami akan banyak investasi di infrastruktur yang berbentuk nyata,” terang Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwidjaja di Indonesia Economic Day 2019, Kamis (31/1).

Gudang tersebut nantinya akan disewakan kepada para merchant UKM untuk mengembangkan bisnis mereka sesuai kapasitas masing-masing tanpa harus membuka gudang sendiri. Lokasi yang bakal disasar adalah tidak terlayani dengan cukup baik oleh merchant besar berdasarkan big data yang dikumpulkan Tokopedia. William tidak merinci lebih lanjut kapan wacana tersebut dapat segera direalisasikan.

“Tadinya kalau mau beli keripik pisang di Aceh harus nunggu sampai beberapa hari, sekarang bisa lebih cepat. Penjual keripik pisang pun seakan-akan bisa punya cabang di seluruh Indonesia,” William mencontohkan.

Menurutnya, ambisi Tokopedia sedari awal adalah mewujudkan pemerataan ekonomi secara digital maka targetnya tidak selesai hanya dengan menggiring penjual memanfaatkan platform e-commerce, tetapi juga memikirkan solusi yang bisa dimanfaatkan lewat teknologi.

William kembali mencontohkan, di Indonesia hingga kini tidak semua orang mau hijrah ke ranah online. Ada yang sehari-harinya sudah nyaman dengan bisnis offline-nya. Salah satunya dialami langsung oleh Paman William, seorang pengusaha toko kelontong di Pematang Siantar.

Pamannya itu mengaku sangat nyaman dengan bisnisnya offline-nya tersebut karena dia bisa berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Dia tidak bisa serta merta mengalihkan bisnisnya ke Tokopedia.

Bila dikorelasikan dengan ambisi Tokopedia saat ini, mengalihkan toko kelontong milik pamannya tersebut menjadi perusahaan teknologi. Maka pengalaman konsumen tentu akan jauh lebih baik.

Pasalnya, isu toko kelontong saat ini adalah hanya bisa berjualan sesuai dengan stok yang mereka punya. Kalau stok suatu produk sedang kosong, mau tak mau harus menunggu agen tersebut untuk mendatangi toko mereka dan membelinya.

Masalah lainnya, jumlah stok produk yang bisa mereka beli itu tergantung cash flow kendati secara fakta bisnis mereka tetap tumbuh. Untuk itu, di era teknologi sebenarnya credit profiling sudah bisa dilakukan seperti halnya penjual online yang sudah bisa menerima fasilitas modal usaha lewat rekam jejaknya.

“Isu ini bisa disolusikan dengan stock now, pay later atau stock on demand. Toko kelontong bisa restock barang dalam waktu singkat dan bisa berjualan lagi. Solusi ini sudah menjadikan mereka sebagai perusahaan teknologi, meski bisnisnya offline.”

Gambaran Tokopedia 10 tahun mendatang

William juga berfilosofi tentang gambaran Tokopedia pada 10 tahun mendatang. Dari tahun pertama hingga tahun ke sembilan, Tokopedia sedang dalam perjalanan menuju dasar gunung. Di tahun ke-10 akan mulai mendaki gunung selama 10 tahun kemudian sampai akhirnya sampai ke puncak.

Selama perjalanan tersebut, dia berharap semua bisnis di Indonesia sudah berbasis teknologi. Tidak lagi membedakan antara e-commerce dengan commerce. Huruf e dalam e-commerce semata-mata adalah kanal dan core drive yang membantu commerce agar lebih efisien namun skala bisnisnya dapat tumbuh berkali-kali lipat lebih cepat.

Saat ini Tokopedia memiliki sekitar 5 juta merchant UKM, sekitar 70% diantaranya adalah pebisnis baru yang belum memiliki pengalaman sama sekali. Sebanyak 90 juta kunjungan tiap bulannya terjadi di dalam aplikasi dan situs Tokopedia.

Tahun lalu bisnis Tokopedia tumbuh hampir 4 kali lipat secara tahunan. Bahkan William mengklaim pertumbuhan tersebut lebih cepat dibandingkan tahun 2017. Percepatan ini menurutnya dikarenakan dorongan bisnis merchant yang sudah bergabung di awal tahun pertama sampai ke delapan mengalami pertumbuhan yang eksponensial.

“Di tahun tersebut [2017] ada 4 juta penjual, sekarang ada 5 juta penjual. Itu artinya kami tumbuh bersama dengan orang lain dan hasilnya luar biasa,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Warung Pintar Announces Series B Funding Worth of 390 Billion Rupiah

A startup of “new retail” platform developer, Warung Pintar, today (1/21) announced series B funding worth of $27.5 million, equivalent with 390 billion rupiah. Funding was acquired from the previous investors, SMDV, Vertex, Pavilion Capital, Line Ventures, Digital Garage, Agaeti, Triputra, Jerry Ng, and EV Growth. Participated also in this round, digital wallet developer under Lippo Group, Ovo.

Previously, Warung Pintar has received seed funding worth of 55 billion rupiah in early 2018. Later on, in the mid-year, they announce advanced funding worth of 57 billion rupiah. In 2018, the startup under East Venture has more than 1150 kiosk partners in all over Jabodetabek. Some strategic partnerships are held, with Ovo, Go-Pay, and Flock.

Agung Bezharie Hadinegoro, Warung Pintar’s Co-Founder and CEO said the company has vision to be a “golden standard” for micro entrepreneurs in Indonesia. Until now, Warung Pintar has increased partners income up to 41%.

OVO’s CEO, Jason Thompson added, Warung Pintar’s proposition resonates with OVO’s main focus to empower SMEs in Indonesia, it’s an important part of financial inclusion.

As Warung Pintar‘s Chairman, Willson Cuaca emphasized on the startup, as one with fastest development in East Ventures’ portfolio. The funding round is considered to close very fast.

Warung Pintar, after this round, intends to expand kiosk up to 5000 units in 2019. They’ll also expand network outside Jabodetabek, starts from Banyuwangi.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Warung Pintar Umumkan Pendanaan Seri B Senilai 390 Miliar Rupiah

Startup pengembang platform “new retail”  Warung Pintar hari ini (21/1) mengumumkan perolehan pendanaan seri B sebesar $27,5 juta, setara dengan 390 miliar Rupiah. Pendanaan diperoleh dari investor terdahulu mereka, yakni SMDV, Vertex, Pavilion Capital, Line Ventures, Digital Garage, Agaeti, Triputra, Jerry Ng dan EV Growth. Turut berpartisipasi dalam pendanaan kali ini, pengembang dompet digital di bawah naungan grup Lippo, yakni Ovo.

Sebelumnya Warung Pintar telah mendapatkan pendanaan awal senilai 55 miliar Rupiah di awal tahun 2018. Setelah itu di pertengahan tahun mereka mengumumkan pendanaan lanjutan senilai 57 miliar Rupiah. Di tahun 2018, startup besutan East Ventures ini telah memiliki lebih dari 1150 kios mitra yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Beberapa kemitraan strategis juga telah dijalin, di antaranya bersama Ovo, Go-Pay, dan Flock.

Co-Founder & CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro menyampaikan, perusahaannya memiliki visi menjadi “golden standard”  bagi pengusaha mikro di Indonesia. Sejauh ini Warung Pintar telah mendorong kenaikan pendapatan mitra hingga 41%.

CEO OVO Jason Thompson turut menambahkan, proposisi Warung Pintar beresonansi dengan fokus OVO untuk memberdayakan UKM di Indonesia, ini menjadi bagian penting dari inklusi keuangan.

Sementara Chairman Warung Pintar, Willson Cuaca menegaskan, bahwa Warung Pintar adalah salah satu startup yang paling cepat berkembang dalam portofolio East Ventures. Ronde pendanaan turut dinilai mampu ditutup dengan sangat cepat.

Pasca pendanaan ini, Warung Pintar berambisi dapat meningkatkan pertumbuhan kios mencapai 5000 unit pada tahun 2019. Pihaknya juga akan memperluas jangkauan di luar Jabodetabek, dimulai dari Banyuwangi.

Gojek Forms Strategic Collaboration with AEON Retail Company

After launching Gojek Thailand in beta version, the startup led by Nadiem Makarim has made a strategic move. It involves collaboration with Japan-based retail group, AEON. The partnership is done for visitors to make grocery delivery order and non-cash payment in AEON mall.

Gojek services will be available only in AEON mall Indonesia, which currently exists in BSD City and Cakung, Jakarta.

As informed by Asian Nikkei Review, Gojek and AEON have started to implement a non-cash payment system in mid-December 2018. In addition, AEON also provides grocery delivery service for buyers by driver partners. At AEON mall, Gojek drivers will standby waiting for grocery delivery order.

AEON is currently building a new location in Sentul, it’s to be launched in 2019. AEON also plans to build another mall in Deltamas city, Bekasi. Overall, there will be three new locations in Indonesia.

Gojek collaboration with AEON will be available in all AEON mall Indonesia. The “fun for family” concept is presented with the domination of Japanese products and various fashion brands.

The Japanese retail is said to focus on regional business expansion with a value up to 83.2 billion yen to the current investment, the increase has doubled during 2017.

A similar strategic partnership has occurred before between OVO and Grab. In terms of non-cash payment, OVO is widely available in Lippo Group malls, almost all tenants. Grab, is now available in many “shelter” specifically made for GrabCar and GrabBike in all Lippo Group malls.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gojek Jalin Kolaborasi Strategis dengan Perusahaan Ritel AEON

Setelah sebelumnya meluncurkan Gojek versi beta di Thailand, langkah strategis kembali dilakukan startup yang dipimpin Nadiem Makarim tersebut. Kali ini melibatkan kolaborasi dengan grup ritel asal Jepang, AEON. Kemitraan dilakukan untuk memudahkan pengunjung melakukan pemesanan jasa antar barang belanjaan dan pembayaran non-tunai di mall AEON.

Layanan Gojek rencananya akan tersedia secara khusus di mall Aeon di Indonesia yang saat ini sudah ada di kawasan BSD City dan Cakung, Jakarta.

Menurut informasi dari Asian Nikkei Review, pertengahan Desember 2018 ini Gojek dan AEON sudah mulai menerapkan sistem pembayaran non-tunai. Selain pembayaran dengan Go-Pay, AEON juga menyediakan layanan pengantaran barang ke rumah pembeli, memanfaatkan mitra pengemudi Gojek. Di mall AEON nantinya mitra pengemudi Gojek akan standby menanti pemesanan jasa transportasi untuk pengantaran barang.

AEON sendiri saat ini tengah membangun lokasi baru di Sentul, rencananya akan diresmikan pada tahun 2019. AEON juga memiliki rencana membangun lokasi mall di Deltamas city, Bekasi. Secara keseluruhan ditargetkan akan ada tiga lokasi mall baru di Indonesia.

Nantinya kolaborasi dengan Gojek dan Aeon akan tersedia di seluruh mall AEON di Indonesia. Konsep “fun for family” memang sengaja dihadirkan oleh mall AEON yang sarat dengan produk dari Jepang hingga fesyen dari brand beragam.

Dikabarkan ritel asal Jepang ini fokus untuk memperluas bisnis secara regional dengan nilai hingga 83,2 miliar Yen ke investasi baru saat ini, peningkatan tersebut naik hingga dua kali lipat selama tahun 2017.

Kerja sama strategis serupa juga telah dilakukan oleh OVO dan Grab. Untuk pembayaran non-tunai, OVO sudah banyak tersedia di mall milik Lippo Group di hampir semua tenant. Sementara untuk Grab sendiri, saat ini sudah banyak tersedia “shelter” khusus untuk GrabCar dan GrabBike di semua mall yang dimiliki oleh Lippo Group.

Application Information Will Show Up Here