Tahun Lalu Dimo Dikabarkan Telah Diakuisisi Traveloka Group

Traveloka dikabarkan telah mengakuisisi startup sistem pembayaran berbasis kode QR Dimo Pay Indonesia (Dimo) awal tahun lalu. Sumber terpercaya yang tak mau disebutkan namanya kepada DailySocial mengungkapkan, proses pembelian dilakukan melalui perusahaan cangkang (special purpose vehicle / SPV).

Traveloka menggunakan modus yang sama ketika mengakuisisi Pegipegi dan dua startup OTA lain di bawah naungan Recruit Holdings pada awal 2018. Berbeda dengan Gojek, Traveloka memilih tidak memasukkan branding-nya untuk setiap perusahaan hasil akuisisi.

Informasi awal ini kami dapat dari SEAcosystem.com – sebuah worksheet kolaboratif yang diinisiasi sejumlah modal ventura di Asia Tenggara untuk membantu talenta yang terdampak layoff tahun ini. Seluruh data yang dicantumkan di situs tersebut diisi secara sukarela.

Di sana sejumlah pegawai Dimo yang terdampak layoff mengkaitkan nama perusahaannya dengan Traveloka Group. Kami pun mencoba menghubungi pihak Dimo, namun hingga berita diturunkan tidak ada respons yang diberikan.

Dimo berdiri sejak 2016 di bawah naungan Sinar Mas Group, khususnya SMDV. Saat ini Dimo dipimpin Grégory Soetrisnardi, sementara CTO Christoforus Yoga Haryanto berasal dari Traveloka.

Selain Dimo, di bawah badan hukum perusahaan ini ada dua produk lain yang masih beroperasi, yakni Uangku dan Cashbac. Seluruh produk tersebut bergerak di bidang fintech dengan segmen yang berbeda.

Akuisisi oleh Traveloka menjawab pertanyaan mengapa Uangku menjadi opsi pembayaran uang elektronik yang terdapat di aplikasinya. Meskipun demikian kami belum memperoleh konfirmasi apakah Cashbac juga telah diambil alih pengelolaannya oleh Traveloka.

Dimo bergerak di layanan sistem pembayaran berbasis kode QR dengan jargonnya Pay by QR. Mereka bergerak secara agnostik alias kode QR yang terdapat di merchant dapat menerima berbagai sumber dana (source of funds) dari aplikasi uang elektronik yang sudah bekerja sama.

Hubungan Traveloka dan anak usaha Sinarmas juga dilakukan untuk layanan PayLater bersama Danamas. Pihak Danamas mengonfirmasi bahwa hubungan kedua perusahaan adalah sebatas kesepakatan bisnis. Tidak ada penanaman saham dilakukan oleh Traveloka.

Di dalam aplikasi Traveloka, terdapat pemindaian kode QR yang digunakan di lokasi partner merchant Traveloka Eats, stan Traveloka di bandara dan pusat perbelanjaan, dan acara-acara yang digelar Traveloka. Tersedia pula akses cepat untuk masuk ke tempat wisata tanpa perlu mencetak tiket fisik.

Dampak pandemi yang masih berlangsung memukul sektor pariwisata dengan penurunan tertajam dibandingkan sektor lainnya. Selain pemutusan hubungan kerja di Dimo, Airy yang sering diasosiasikan dengan Traveloka telah mengumumkan penutupan operasional per akhir Mei mendatang.

Airy to Shut Down Business Permanently, Putting other OTAs in Jeopardy

Such unfortunate news came from the local OTA (Online Travel Agency) industry. Airy or Airy Rooms will terminate its operations permanently by the end of May 2020. We receive the news from a source involved in the company’s operations. It was later discovered that several property partners had received official notification emails regarding the service termination.

DailySocial has been trying to reach the management since Wednesday (5/6), yet the information still sealed – although they didn’t deny the rumor.

The layoff situation has gone wild in the Airy ecosystem, the number is monitored through SEAcosystem.com – a collaborative worksheet initiated by some Southeast Asia’s venture capitalists to help affected talents and startups due to Covid-19. A reliable source has confirmed the layoff.

In addition, as we observed, Airy is currently not displaying any property listings after May 31st, 2020.  It applies to the flight ticket, there will be no search results as per June 1st, 2020.

Since the beginning of the year, when the Covid-19 pandemic began to haunt the Southeast Asian region, there was a sharp decline for Airy service users. Exacerbated by the lockdown and physical distancing initiatives in almost all countries resulting in the declining number of traveling (out of town or abroad).

As general notes, in addition to offering low-cost lodging accommodations, Airy also provides a flight ticket booking feature.

Penurunan trafik kunjungan situs Airy, di platform dekstop dan mobile / Similarweb
The declining number of Airy’s traffic, in PC and mobile platform / Similarweb

Earlier this year, the company had a succession by appointing Louis Alfonso Kodoatie as the new CEO. With 30 thousand rooms spread across 100 cities, they are confident enough to continue to penetrate the market. Particularly, after launching Airy for Business at the end of last year as a new initiative offering online services for company official travel management.

All OTAs afflicted, no exception

Last month, a news spread regarding Traveloka’s significant staff reduction. The temporary halt of inter-city public transportation modes, such as planes and trains, certainly has an impact on the decline in company revenue. Nearly zero tourist visits also make bookings for accommodation services such as hotels or recreation tickets drop sharply.

Penurunan trafik kunjungan situs Traveloka, di platform dekstop dan mobile / Similarweb
The declining traffic of Traveloka’s site, in PC and mobile platform / Similarweb

Unlike Airy, Traveloka’s unicorn status ideally provides a longer runway. Particularly since last year, the company has been intensifying fundraising up to 7 trillion Rupiah. It was said by Co-Founder & CEO Ferry Unardi that the startup he founded was planned to take dual IPO listings in the next 2-3 years – it was before the pandemic.

Observing the current conditions, the Center of Reform on Economics (CORE) member, Yusuf Rendy Manilet told DailySocial that he believes all OTA players in Indonesia are devastated by Covid-19. However, Yusuf did not see this as hopeless.

“In my opinion, they can explore domestic tourists with more local potential, like culinary tourism,” Yusuf said.

A Traveloka representative, who was contacted separately, said he was concerned about the situation. But they refused to break down the whole impact. “Currently, our focus is to prioritize the safety and comfort of users in planning their trips,” Traveloka’s Head of Marketing, Transport, Andhini Putri said.

Pegipegi also facing a similar issue. The company’s response is not much different. They are still busy accommodating the needs of travelers who use their services, including in canceling reservations. “Currently, for customers who want to cancel their order, it can be done easily through the Pegipegi application using the Online Refund feature,” Pegipegi’s Corporate Communications Manager, Busyra Oryza told Dailysocial.

OTA in Indonesia

The local OTA business is filled with local and outside players, however, from the previous year’s trends, local players have a larger share of users. Of the many players, five of them have the biggest traction, including Traveloka, Pegipegi, Tiket, Airy, and Nusatrip.

Platform OTA lokal populer di Indonesia / DSResearch
Most popular local OTA platforms in Indonesia / DSResearch

The e-Conomy SEA 2019 report also shows that online travel is still the second most influential digital sector after e-commerce. In 2019 the industry recorded GMV at US$10 billion and is projected to grow to US$25 billion in the next five years.

The situation could change, after the end of the pandemic, “new normal” will be a challenge in all business sectors. In order to stay in the game while reaching its highest potential, every business must be able to adapt and innovate, including travel. The good thing is that this industry has grown rapidly, OTA players are no longer just about ticketing. More than that, each is transformed into a service with a variety of integrated features.

This is about how companies survive. Basically, traveling is a necessity, both for personal and business interests. When the dust settles, sooner or later, this sector will return to its pace.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Airy akan Tutup Bisnis secara Permanen, OTA Kalang Kabut Akibat Pandemi

Kabar buruk datang dari industri OTA (Online Travel Agency) lokal. Airy atau Airy Rooms akan menghentikan operasionalnya secara permanen per akhir Mei 2020. Kabar tersebut awalnya kami dapatkan dari seorang yang terlibat dalam operasional perusahaan. Belakangan diketahui, beberapa mitra properti telah mendapatkan email pemberitahuan resmi mengenai rencana penutupan layanan.

DailySocial mencoba menghubungi jajaran manajemen sejak Rabu (06/5), pihaknya masih belum bisa memberikan informasi – kendati tidak menampik kabar tersebut.

Badai PHK juga terus berlangsung di Airy, perkembangan jumlahnya terpantau melalui situs SEAcosystem.com – sebuah worksheet kolaboratif yang diinisiasi sejumlah pemodal ventura Asia Tenggara untuk membantu talenta dan startup yang terdampak layoff karena Covid-19. Narasumber kami pun membenarkan adanya PHK yang dilakukan secara bertahap.

Selain itu, dari percobaan kami, saat ini platform Airy sudah tidak menampilkan lagi daftar properti untuk pencarian di atas tanggal 31 Mei 2020. Pun untuk pemesanan tiket pesawat, jika memasukkan tanggal 1 Juni 2020 ke atas, tidak akan menampilkan hasil pencarian rute.

Sejak awal tahun, saat pandemi Covid-19 mulai menghantui kawasan Asia Tenggara, terjadi penurunan yang cukup tajam untuk pengguna layanan Airy. Diperburuk dengan insiatif lockdown dan physical distancing di hampir semua negara yang menjadikan kegiatan bepergian (ke luar kota atau luar negeri) nyaris tidak dilakukan oleh orang-orang.

Seperti diketahui, selain menawarkan akomodasi penginapan berbiaya rendah, Airy juga menyediakan fitur pemesanan tiket pesawat.

Penurunan trafik kunjungan situs Airy, di platform dekstop dan mobile / Similarweb
Penurunan trafik kunjungan situs Airy, di platform dekstop dan mobile / Similarweb

Awal tahun ini perusahaan juga baru lakukan suksesi dengan menunjuk Louis Alfonso Kodoatie sebagai CEO baru. Beberbekal 30 ribu kamar yang tersebar di 100 kota, mereka cukup percaya diri bisa terus melanjutkan penetrasi pasar. Terlebih akhir tahun lalu Airy for Business juga baru diluncurkan, sebagai layanan yang menawarkan pelayanan online untuk manajemen perjalanan dinas perusahaan.

Semua OTA terdampak, tak terkecuali

Bulan lalu juga tersiar kabar mengenai pengurangan pegawai dengan jumlah yang cukup signifikan oleh Traveloka. Berhentinya operasional moda transportasi umum antarkota seperti pesawat dan kereta api tentu berimbas pada turunnya pemasukan perusahaan. Kunjungan wisata yang nyaris nol juga membuat pemesanan layanan akomodasi seperti hotel atau tiket rekreasi menurun tajam.

Penurunan trafik kunjungan situs Traveloka, di platform dekstop dan mobile / Similarweb
Penurunan trafik kunjungan situs Traveloka, di platform dekstop dan mobile / Similarweb

Berbeda dengan Airy, dengan status unicorn Traveloka idealnya memiliki runway yang lebih panjang. Terlebih sejak tahun lalu perusahaan juga tengah gencarkan fundraising hingga 7 triliun Rupiah. Disampaikan juga dalam sebuah kesempatan oleh Co-Founder & CEO Ferry Unardi bahwa startup yang didirikannya direncanakan tempuh dual-listing IPO dalam 2-3 tahun mendatang – kala itu belum ada asumsi worst case akibat pandemi.

Mengamati kondisi yang terjadi saat ini, kepada DailySocial ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet yakin pelaku OTA di Indonesia pasti terpukul akibat Covid-19. Akan tetapi Yusuf melihat mereka bukan tanpa harapan dalam situasi genting seperti sekarang.

“Menurut saya mereka bisa memanfaatkan potensi wisatawan domestik tapi yang sifatnya lebih lokal, seperti wisata kuliner,” ucap Yusuf.

Perwakilan Traveloka, yang dihubungi secara terpisah, mengaku prihatin atas situasi yang terjadi. Namun mereka menolak menjelaskan sejauh apa dampak yang mereka terima. “Saat ini fokus kami adalah mengutamakan keamanan dan kenyamanan pengguna dalam merencanakan perjalanannya,” ujar Head of Marketing, Transport, Traveloka Andhini Putri.

Pegipegi juga rasakan hal yang sama. Respons perusahaan tak jauh berbeda. Mereka masih sibuk mengakomodasi kebutuhan para pelancong yang menggunakan jasa mereka, termasuk dalam pembatalan reservasi. “Saat ini, bagi pelanggan yang ingin membatalkan pemesanan mereka, dapat dilakukan dengan mudah melalui aplikasi Pegipegi dengan menggunakan fitur Online Refund,” terang Corporate Communications Manager Pegipegi Busyra Oryza kepada Dailysocial.

OTA di Indonesia

Bisnis OTA lokal dipenuhi oleh pemain lokal dan luar, kendati demikian dari tren-tren di tahun sebelumnya pemain lokal mendapatkan porsi pengguna yang lebih besar. Dari banyaknya pemain, lima di antaranya miliki traksi yang paling besar, meliputi Traveloka, Pegipegi, Tiket, Airy, dan Nusatrip.

Platform OTA lokal populer di Indonesia / DSResearch
Platform OTA lokal populer di Indonesia / DSResearch

Laporan e-Conomy SEA 2019 juga menunjukkan, online travel masih menjadi sektor digital yang paling berpengaruh nomor dua setelah e-commerce. Tahun 2019 industri tersebut catatkan GMV mencapai US$10 miliar dan diproyeksikan tumbuh jadi US$25 miliar dalam lima tahun ke depan.

Situasinya bisa jadi berubah, pasca pandemi berakhir pun “new normal” akan menjadi tantangan di semua sektor bisnis. Untuk tetap on-track mencapai potensi tertingginya, setiap bisnis harus mampu beradaptasi dan berinovasi, pun untuk travel. Baiknya, industri ini sudah berkembang pesat, para pemain OTA tak lagi hanya jajakan tiket. Lebih dari itu, masing-masing menjelma menjadi layanan dengan beragam fitur terpadu.

Ini adalah tentang bagaimana cara perusahaan bertahan. Pada dasarnya bepergian adalah sebuah kebutuhan, baik untuk pribadi maupun kepentingan bisnis. Saat situasinya mulai kondusif, cepat atau lambat, sektor yang tengah lunglai ini akan kembal bergas seperti sediakala.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Buat Platform Khusus Direktori Restoran “Manamana”

Sejak awal tahun ini, Traveloka mulai rilis layanan terbaru yang bergerak di direktori restoran, dinamai Manamana.

Platform ini menyediakan seluruh informasi terkait restoran, kafe, warung, atau tempat makan lainnya. Baik dari jenis makanan, menu, jam operasional, harga, lokasi, kontak, fasilitas, dan metode pembayaran yang disediakan. Dilengkapi pula dengan artikel pendukung sebagai referensi.

Pihak Traveloka belum bersedia memberikan komentarnya terkait produk barunya tersebut.

Sebagai direktori, proposisi Manamana kemungkinan besar akan dipersonalisasi agar bisa memberikan rekomendasi yang sesuai dengan selera konsumen. Dibantu pula dengan konten yang bisa memberikan inspirasi para pengguna ketika mereka ada di destinasi wisata.

Hal ini belum bisa dijawab oleh Traveloka Eats, meski informasi yang dipaparkan tidak jauh berbeda, fokus yang disasar adalah menawarkan potongan harga.

Traveloka Eats menawarkan harga promosi dari restoran yang sudah tergabung ke dalam merchant-nya berdasarkan lokasi terdekat konsumen. Untuk melekatkan konsumen, Traveloka menyediakan poin loyalitas khusus yang dapat ditukar.

Kehadiran Manamana, otomatis meramaikan dinamika pemain direktori restoran seperti Zomato, Qraved, dan Pergikuliner. Kendati tampilan masih sederhana dan direktori restoran yang terhubung belum sebanyak kompetitor, tapi Manamana punya kekuatan terhubung di platform Traveloka yang membuka lebih banyak kesempatan bisnis ke depannya.

Melihat dari kiprah Zomato, sebagai pemimpin pasar, semakin melengkapi direktorinya dengan berbagai fitur. Mereka menyediakan program berlangganan untuk konsumen yang ingin mendapat potongan harga dari merchant Zomato.

Perusahaan juga membuat konten video original yang membahas terkait wellness, resep makanan, ulasan makanan, dan sebagainya yang disadur dari berbagai sumber.

Industri kuliner memang selalu menarik untuk digeluti karena tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengutip data yang dihimpun Badan Ekonomi Kreatif dan Badan Pusat Statistik menunjukkan kontribusi sektor kuliner terhadap unit usaha ekonomi kreatif telah mencapai 41% atau Rp410 triliun pada 2017, tertinggi diantara 15 subsektor lainnya.

Pertumbuhan industri kuliner juga cukup stabil dalam beberapa tahun terakhir. Sektor ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar hingga 8,8 juta orang dan sekarang terdapat 5,5 juta pelaku industri kuliner.

Dari sisi pemodal pun dari modal ventura, mereka semakin melirik potensi dari sektor ini karena masih banyak bisnis F&B tradisional yang berpotensi untuk dikembangkan lebih jauh. Fore dan Kopi Kenangan sering menjadi contoh untuk melihat bagaimana kedai kopi bisa memanfaatkan platform digital untuk pacu bisnis. Alhasil, ini menciptakan suatu model bisnis baru dengan segmen yang dikenal sebagai new economy.

Membaca Peluang Traveloka Sebagai Perusahaan Fintech

Dikenal sebagai unicorn di vertikal online travel, Traveloka kini sudah melanglang buana di tujuh negara. Fokus layanannya tidak hanya akomodasi dan transportasi. Bisnis perusahaan kini sudah merambah ke gaya hidup dan finansial.

Sektor yang disebut terakhir bisa dikatakan sebagai payung utama melancarkan seluruh aktivitas transaksi di Traveloka. Traveloka kini menyediakan lebih dari 40 metode pembayaran, baik online maupun offline, termasuk produk jasa keuangan paylater dan produk asuransi.

Kebutuhan melancong, menurut berbagai riset, sudah menjadi bagian hidup kalangan muda. Faktor pendukungnya sangat beragam, termasuk membaiknya infrastruktur jalan dan jaringan internet, dorongan pemerintah daerah dan pusat untuk meningkatkan potensi ekonomi dari pariwisata, dan armada transportasi dan akomodasi yang beragam.

Dengan kata lain, memadukan pariwisata dengan ticket size yang besar dan kebutuhan finansial menjadi kunci yang tepat untuk menyediakan layanan “beli dulu bayar kemudian” ini.

Sejak diresmikan pada Juni 2018 hingga sekarang Traveloka tidak mengungkap pencapaian Traveloka PayLater, baik dari angka penyaluran, nasabah, dan kredit macetnya.

Meskipun demikian, kita bisa mendapat gambaran dari PT Pasar Dana Pinjaman (Danamas) selaku mitra perdana yang mereka gandeng. Danamas sendiri berada di bawah naungan Grup Sinar Mas dan menjadi startup p2p lending pertama yang mengantongi izin penuh dari OJK sejak 2017.

Dalam wawancara sebelumnya bersama DailySocial, Presiden Direktur Danamas Dani Lihardja mengungkapkan pada tahun pertama, total penyaluran Danamas menembus angka Rp1,4 triliun secara kumulatif. Kontribusi terbesarnya datang dari Traveloka sebesar Rp1 triliun dan sisanya adalah penyaluran komersil ke pedagang pulsa.

Namun, saat ini kontribusi PayLater semakin tergerus di Danamas. Bahkan ia menyebut sudah semakin minim, meski tidak disebutkan angka persisnya. Kondisi ini terjadi karena banyak faktor. Pertama, target pengguna Traveloka PayLater kebanyakan adalah sektor pekerja non formal, tidak sejalan dengan visi misi yang diusung perusahaan yang ingin menyasar segmen informal dan produktif. Alhasil, Danamas tidak bisa perluas nasabah untuk kebutuhan pinjaman yang lebih bersifat produktif.

“Pemakai Traveloka PayLater adalah nasabah yang sudah educated dan di sini tidak jalan unsur informalnya karena kebanyakan mereka adalah white collar. Jadinya ini beda dengan visi misi kita yang mau menaikkan yang unserved jadi served,” ujarnya.

Kedua, mitra sumber dana untuk Traveloka PayLater terus bertambah. Selain Danamas, sekarang ada Caturnusa, BRI, dan BNI. Kendati demikian, Dani tidak akan menyetop kesepakatan kerja samanya dengan Traveloka. “Dari awal memang kita tidak eksklusif, kita bersedia karena ekosistemnya sama dengan kita. Peminjam tidak terima uang, kalau ekosistemnya beda, ya kita tidak mau.”

Proposisi menarik

Sebagai suatu brand, Traveloka PayLater punya eksistensi yang cukup kuat. Pun diversifikasi produk dan fungsi penggunaan dana yang luas, menarik banyak pihak untuk berbondong-bondong buat kerja sama.

Secara fungsi, limit pinjaman Traveloka PayLater kini bisa digunakan untuk membayar seluruh transaksi di dalam aplikasi, juga di gerai offline berkat realisasi kerja sama dengan BRI dalam bentuk kartu fisik. Seluruh kontrol transaksi lewat kartu akan terekam di aplikasi, pun saat membayar tagihan sudah disediakan fiturnya.

Cobranding kartu PayLater antara Traveloka bersama BRI / DailySocial
Cobranding kartu PayLater antara Traveloka bersama BRI / DailySocial

Sebelumnya, pada Oktober 2019, sempat ada wacana bahwa BRI menjajaki potensi untuk berinvestasi ke Traveloka. Hingga berita itu diturunkan, belum ada keputusan yang diumumkan ke publik.

Setelah BRI, bank BUMN lainnya berturut-turut kepincut buat kerja sama dengan Traveloka, khususnya menyasar Traveloka PayLater. Ada BNI sebagai sumber dana baru dan Bank Mandiri untuk co-brand kartu kredit tanpa dibubuhi embel-embel brand PayLater.

Fasilitas yang ditawarkan buat pengguna adalah kesempatan mengumpulkan lebih banyak poin loyalitas dari transaksi di Traveloka, diskon harian, dan penawaran lainnya dari merchant Bank Mandiri. Ini adalah co-brand pertama Traveloka dengan bank untuk merilis kartu kredit.

Traveloka PayLater berpeluang menjadi unicorn

Presiden Traveloka Group Henry Hendrawan, dalam wawancara dengan Reuters pada akhir 2019, menegaskan, “Layanan keuangan secara keseluruhan dimulai dari hampir nol awal tahun lalu dan kami berharap bahwa itu akan menjadi bisnis $1 miliar dengan mudah pada tahun depan.”

DailySocial mencoba mengelaborasi lebih jauh mengenai pernyataan Hendrawan, namun perwakilan Traveloka menolak menjawabnya.

Pernyataan Hendrawan mengindikasikan optimisme yang tinggi di bisnis fintech-nya, bahkan ada kabar berhembus perusahaan menggalang pendanaan khusus untuk lini ini saja. Bukan tidak mungkin, dengan proposisinya yang unik bisa membuat bisnis fintech Traveloka (baca: Caturnusa) ini menyandang status unicorn, menyusul induknya.

Co-Founder dan CEO Traveloka Ferry Unardi / Traveloka
Co-Founder dan CEO Traveloka Ferry Unardi / Traveloka

Lihat bagaimana Ovo kini sudah menjadi unicorn ke-5, bahkan tidak menutup kemungkinan Traveloka bisa menyusulnya.

Mengutip dari Fintech Report 2019, Traveloka menempati posisi keempat sebagai pemain paylater yang paling banyak digunakan responden. Posisi teratas dan secara berurutan ditempati oleh Ovo, Gojek, Shopee. Bila melihat secara awareness, Traveloka menempati posisi ketiga, posisi teratas ditempati oleh Ovo dan Gojek.

Menurut penelusuran DailySocial, di laman syarat dan ketentuan, dijelaskan peminjam dari Traveloka PayLater adalah PT Caturnusa Sejahtera Finance dan Danamas.

Caturnusa adalah rebrand dari perusahaan pembiayaan yang sebelumnya bernama PT Malacca Trust Finance. Mereka dimiliki oleh PT Batavia Prosperindo Finance Tbk sebelum dijual ke PT Hermes Global Ventures PTE, LTD pada September 2018.

Batavia menjual sahamnya sebanyak 25 ribu lembar dijual ke Hermes Global dengan nominal Rp1 juta per lembar saham. Nilai transaksinya mencapai Rp27,75 miliar. Pihak Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indoneesia (APPI) Suwandi Wiratno mengonfirmasi bahwa Hermes Global adalah sister company dari Traveloka.

“Traveloka sudah buka multifinance, namanya Caturnusa, dulu dia beli dari Malacca Trust. Secara tertulisnya PT Hermes Global Ventures, PTE LTD., sister company Traveloka,” ujarnya seperti dikutip dari Bisnis.com, (28/1/2019).

Dengan nama barunya, Caturnusa beroperasi di lokasi area yang sama dengan kantor pusat Traveloka.

Menjadi perusahaan pembiayaan

Caturnusa, dengan dasar bisnisnya sebagai perusahaan pembiayaan, memudahkan gerak Traveloka dalam mencari sumber dana karena harus berasal dari institusi. Bila menggunakan izin sebagai perusahaan lending, ada keterbatasan dalam mencari sumber pinjaman, yakni berasal dari peminjam individu.

Tidak ada informasi yang bisa didapat dari mana saja sumber dana yang dikumpulkan oleh Caturnusa. Itu tidak menyalahi aturan karena tidak ada kewajiban untuk mempublikasikannya, kecuali ia adalah perusahaan terbuka.

Ranah bisnis Caturnusa sebagai pemberi pinjaman untuk produk Traveloka juga tidak menyalahi aturan. Dalam POJK 35 Tahun 2018, OJK menjelaskan perusahaan pembiayaan diberi keleluasaan untuk menambah variasi produk pembiayaan yakni multiguna.

Multiguna adalah jenis pembiayaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha atau aktivitas produktif dalam jangka waktu yang diperjanjikan.

Di dalam pembiayaan ini, OJK mewajibkan bahwa wajib dilakukan dengan cara sewa pembiayaan, pembelian dengan pembayaran secara angsuran, fasilitas dana, dan/atau pembiayaan lain setelah terlebih dahulu disetujui OJK.

Selain multiguna, pada umumnya perusahaan pembiayaan juga punya ranah produk lainnya yakni modal kerja, investasi, dan kegiatan pembiayaan lain berdasarkan persetujuan OJK.

Sumber dana yang bisa dimanfaatkan perusahaan pembiayaan, tidak hanya dari bank saja. Ada opsi lain yang bisa dimanfaatkan, seperti channeling, joint financing, mengeluarkan surat hutang dari MTN (medium term notes), obligasi, sindikasi on/offshore, hingga IPO.

Karena Traveloka PayLater sudah punya model bisnis, Caturnusa tidak perlu repot mencari model bisnis yang biasa perusahaan pembiayaan konvensional lakukan. Semuanya proses bisnis dilakukan secara online. Lain ceritanya, bila ada perubahan strategi bisnis untuk diversifikasi produk.

Bermain di ranah online seharusnya bukan ladang baru buat perusahaan pembiayaan. Akulaku bisa menjadi contoh terdekat dalam menggambarkan potensi perusahaan pembiayaan yang membawa pendekatan digital di dalam proses bisnisnya.

Perusahaan ini mengantongi tiga lisensi, yaitu p2p lending (Asetku), e-commerce (Akulaku Silvrr dan Akugrosir), dan pembiayaan (Akulaku Finance). Bahkan, Akulaku juga telah menjadi salah satu pemegang saham di Bank Yudha Bhakti.

Di sini terlihat, Akulaku melakukan diversifikasi akses pendanaannya untuk disalurkan kembali melalui rangkaian produk pinjamannya. Tidak hanya pinjaman berbasis konsumer, Akulaku mengungkapkan kini menerima pinjaman untuk cicilan mobil dan modal kerja yang lebih bersifat produktif.

Secara industri, OJK melihat pemain petahana sudah mulai mengimplementasikan secara perlahan. Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W. Budiawan melihat dari 57 perusahaan yang terdaftar, mulai menandakan progres positif yang mulai mengarah ke digital. Mengingat, transformasi digital butuh biaya dan standar minimum.

“Bertahap [perkembangannya]. Kalau modal besar ya tidak masalah, kalau yang pas-pasan akan bertahap karena ini perlu biaya dan [memenuhi] standar minimum,” terang Bambang kepada DailySocial.

Menurutnya, antara fintech lending dan pembiayaan punya perbedaan segmen konsumen, meskipun ada beberapa produk yang saling beririsan. Memiliki perusahaan pembiayaan bukan hal mudah karena ada banyak persyaratan yang harus dipatuhi, termasuk harus mampu menjaga gearing ratio, yakni rasio antara jumlah pinjaman dibandingkan modal sendiri. Perusahaan juga harus punya modal besar dengan ekuitas minimal Rp100 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Imbas COVID-19 Terhadap Layanan OTA dan Industri Pariwisata

Penyebaran virus Corona (COVID-19) yang bermula di Tiongkok adalah kabar buruk untuk industri pariwisata dan industri penunjangnya. Dampak buruk ini menyebabkan pelaku industri mengencangkan ikat pinggang sambil menunggu kabar baik penanganan wabah ini.

Merebaknya COVID-19 di Wuhan, Tiongkok, pada akhir Januari lalu sudah dipastikan mengganggu industri pariwisata global, termasuk di Indonesia. Layanan penerbangan dan pemesanan hotel adalah dua pos yang paling terpukul akibat penyakit tersebut.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Desember 2019, wisatawan mancanegara secara berurutan paling banyak berasal dari Malaysia, Singapura, dan Tiongkok. Tiongkok sendiri menyumbang sekitar 2 juta turis sepanjang tahun lalu atau peringkat kedua dengan 12,8 persen total wisman. Sementara Malaysia, Singapura, dan wisman dari negara Asia Tenggara lainnya berjumlah 6,1 juta.

Laporan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memperjelas lebih detail pelemahan pariwisata di sejumlah daerah. PHRI menyebut Bali mengalami penurunan yang cukup drastis. Di beberapa titik wisata favorit warga Tiongkok seperti Nusa Dua, Tuban, dan Legian okupansinya anjlok 60-80 persen. Kedatangan penumpang internasional di Bandara Ngurah Rai tercatat stagnan di bawah 15.000 hingga di bawah 14.000 sejak akhir Januari hingga pertengahan Februari. Jumlah pesawat internasional ke Bali pun sempat terpuruk hingga 80-an saja. Padahal sepanjang Januari jumlahnya masih konstan di atas 100-an penerbangan.

Secara keseluruhan tingkat okupansi hotel di Bali hanya sekitar 30-40 persen. Hal yang sama terjadi di Manado yang didominasi wisman Tiongkok. PHRI menyebut okupansi hotel di sana turun 30-40 persen menjadi 30 persen saja.

Imbas terhadap OTA

Online travel agency (OTA) otomatis kena imbas dari situasi ini. Pegipegi melalui keterangan tertulisnya menitikberatkan penurunan pemesanan perjalanan domestik. Hal itu terjadi terutama ketika pemerintah mengumumkan kasus COVID-19 pertama pada Senin (2/3) lalu.

“Saat ini dapat kami lihat bahwa permintaan pemesanan perjalanan untuk destinasi domestik mengalami penurunan mengingat informasi kasus Corona di Indonesia baru saja diumumkan awal minggu ini,” ujar Corporate Communications Manager Pegipegi Busyra Oryza kepada Dailysocial.

Kontribusi OTA dalam ekonomi pariwisata Tanah Air tak bisa dianggap remeh. Databoks Katadata menunjukkan transaksi tiket online berada di angka US$8,6 miliar atau Rp125 triliun pada 2018. Angka itu diprediksi tumbuh hingga US$25 miliar atau Rp355 triliun pada 2025. Nominal ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara.

Sektor pariwisata menyumbang 5,25% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2018 yang sebesar Rp14.837 triliun. Ini artinya dari sekitar Rp779 triliun yang disumbangkan sektor pariwisata, sekitar 16 persen di antaranya berasal dari transaksi online.

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet yakin pelaku OTA di Indonesia pasti terpukul akibat COVID-19. Akan tetapi Yusuf melihat mereka bukan tanpa harapan dalam situasi genting seperti sekarang.

Yusuf berpendapat layanan OTA dapat menambal situasi yang ada dengan layanan sampingan mereka dan mengencangkan promosi untuk pasar domestik. Layanan OTA ternama, seperti Traveloka dan Tiket.com, sudah memiliki sejumlah layanan yang tak terkait dengan pemesanan penginapan maupun tiket pesawat seperti pemesanan makanan atau pemesanan tiket pusat rekreasi.

“Menurut saya mereka bisa memanfaatkan potensi wisatawan domestik tapi yang sifatnya lebih lokal. seperti wisata kuliner,” ucap Yusuf.

Bhima Yudhistira, ekonom Indef, mengatakan pukulan wabah terhadap OTA, terutama yang sudah beroperasi hingga ke mancanegara seperti Traveloka cukup besar. Hampir senada dengan pernyataan Yusuf, menurut Bhima harapan terletak pada kantong wisata domestik yang tinggal beberapa bulan lagi menyambut musim Lebaran.

“Setidaknya ini bisa menjaga situasi agar tak terlalu turun. Apalagi beberapa bulan lagi Lebaran jadi pasti akan ada kenaikan. Walau ada virus Corona, wisatawan domestik akan menyemaptkan pulang, jadi menurut saya masih akan cukup kuat [di domestik],” sambung Bhima.

Perwakilan Traveloka, yang dihubungi secara terpisah, mengaku prihatin atas situasi yang terjadi. Namun mereka menolak menjelaskan sejauh apa dampak yang mereka terima akibat kasus COVID-19. “Saat ini fokus kami adalah mengutamakan keamanan dan kenyamanan pengguna dalam merencanakan perjalanannya,” ujar Head of Marketing, Transport, Traveloka Andhini Putri.

Respons Pegipegi tak jauh berbeda. Mereka masih sibuk mengakomodasi kebutuhan para pelancong yang menggunakan jasa mereka, termasuk dalam pembatalan reservasi. “Saat ini, bagi pelanggan yang ingin membatalkan pemesanan mereka, dapat dilakukan dengan mudah melalui aplikasi Pegipegi dengan menggunakan fitur Online Refund,” imbuh Busyra.

Insentif pemerintah

Kontribusi pariwisata memang masih belum sebesar sektor manufaktur atau perdagangan, namun subsektor yang dinaunginya dan pertumbuhannya yang selalu positif cukup menjadi alasan bagi pemerintah untuk menelurkan sejumlah insentif.

Beberapa insentif itu misalnya dana Rp72 miliar untuk influencer (kemudian ditangguhkan); Rp860 miliar berupa diskon tiket peerbangan sebesar 50% untuk 10 destinasi wisata unggulan seperti Danau Toba, Yogyakarta, Bali, hingga Labuan Bajo; dan beberapa insentif lainnya. Nominal-nominal itu adalah insentif tambahan khusus untuk sektor yang berkenaan dengan pariwisata dengan total nominal Rp298,5 miliar. Sebelumnya pemerintah sudah memastikan mengguyur Rp10,3 triliun untuk berbagai sektor sebagai antisipasi pelambatan ekonomi.

Yusuf menilai sejumlah insentif itu patut diapresiasi meski ada beberapa hal yang masih harus dikritisi. Ia menganggap pemerintah belum terlalu rinci terkait penerapan insentif itu. Contohnya adalah diskon tiket penerbangan yang belum jelas berlaku untuk destinasi wisata unggulan saja atau untuk seluruh Indonesia.

Poin ini juga yang menjadi kritik PHRI. Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani menilai tidak terlalu fokus pada lima destinasi super prioritas, tapi juga ke daerah-daerah yang memiliki bisnis pariwisata mapan.

“Relaksasi pajak insentif jangan hanya ditujukan ke 5 Destinasi Prioritas dan destinasi yang memiliki wisman dari China saja, namun juga ditujukan ke
destinasi yang memiliki international direct flight dari negara negara lain yang kunjungan wisman juga menurun seperti Singapura, Vietnam, Korea Selatan dan
Malaysia,” tukas Hariyadi dalam paparannya.

Hingga tulisan ini dibuat sudah tercatat enam orang yang dinyatakan positif mengidap virus COVID-19 tanpa korban jiwa. Total di seluruh dunia, virus ini menyebabkan nyaris 99 ribu kasus, dengan korban jiwa sebanyak 3.390, dan korban yang pulih sekitar 56 ribu. Tiongkok, Korea Selatan, Italia, dan Iran merupakan empat negara yang saat ini paling menderita akibat wabah ini.

Airy Talks Future Plans After Appointed New CEO

Airy as an accommodation network operator (ANO) company, is officially announced Louis Alfonso Kodoatie as the new CEO on Monday (1/20). The succession followed by lists of targets, one is to improve its popularity among the accommodation industry, amidst the rapid development in Indonesia’s tourism sector.

The Airy team is confident to optimize the market’s momentum. They now have around 30 thousand rooms in 100 cities. New products keep coming, one of the latest is Airy For Business, a service that offers online service for management business trips.

Another new product is the Self Check-in Kiosk, a self-check-in machine to support receptionist. The service is to minimize time spent on queueing, especially the peak season. It’s better known as Airy Aura and it’s integrated with Airy’s property management Airy Ease to facilitate hotel for customer tracking.

Next, there is Airy Community. This service acts as a meeting place for the property owners and community partners. Airy Community will be the center for Airy Academy, a hospitality skills training for employees who work at Airy’s property partners.

“Indonesia has a potential market for the tourism industry, both foreign and domestic segments. Especially for the budget-friendly accommodation in which business is rapidly developed. Companies must be able to respond to the dynamic market. Technological innovation and network expansion are key. I expect to tighten Airy’s partnership with stakeholders,” Kodoatie said.

In Indonesia, Airy has direct competitors that also provide low-cost lodging services, RedDoorz and Oyo.

The new CEO considered this competition as a natural thing. He chose to focus on Airy’s improvement and growth strategies in various aspects.

“Airy is to focus more on what has been and is being developed. One of those is by improving quality and to guarantee a comfortable space with high standard, therefore, it can support the growth of low-budget accommodation,” he added.

Airy also intends to grow with property partners in terms of growing the tourism sector in Indonesia.

“In order to make it, technological innovation and network expansion are key. Airy continuously strives to create and develop various technology-based innovations to support our services, of course providing benefits and convenience, both for users, property partners, and other stakeholders,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Rencana Airy Selepas Penunjukkan CEO Baru

Airy sebagai perusahaan di bidang accommodation network operator (ANO), pada Senin (20/1) kemarin resmi menunjuk Louis Alfonso Kodoatie sebagai CEO baru. Suksesi dibarengi dengan sederet target, salah satunya ingin terus meningkatkan popularitas Airy di industri penginapan, di tengah pertumbuhan pesat sektor pariwisata Indonesia.

Pihak Airy sendiri cukup percaya diri bisa mengoptimalkan momentum pasar. Kini mereka telah memiliki sekitar 30 ribu kamar yang tersebar di 100 kota. Produk baru pun terus diperkenalkan, salah satunya Airy For Business, yakni layanan yang menawarkan pelayanan online untuk manajemen perjalanan dinas perusahaan.

Produk baru lainnya ada Self Check-in Kiosk, sebuah mesin check-in mandiri yang ditujukan untuk mempercepat penerimaan tamu. Layanan ini diharapkan bisa memangkas waktu antre, terlebih saat peak season. Layanan yang juga dikenal sebagai Airy Aura ini terintegrasi dengan sistem manajemen properti Airy Ease sehingga memudahkan pemantauan tamu bagi pihak hotel.

Selanjutnya juga ada Airy Community. Layanan ini diposisikan sebagai pusat bertemunya para mitra pemilik properti dan komunitas. Airy Community juga akan menjadi sentra pelaksanaan Airy Academy, pelatihan keterampilan di bidang hospitality kepada karyawan yang bekerja di mitra properti milik Airy.

“Indonesia merupakan pasar industri pariwisata yang potensial, baik di segmen  mancanegara maupun domestik. Terlebih pada ranah akomodasi ramah anggaran yang bisnisnya semakin menggeliat. Perusahaan harus mampu merespons cepatnya perubahan kebutuhan pasar yang sangat dinamis. Inovasi teknologi dan perluasan jejaring menjadi kunci. Saya berharap dapat memperkuat kemitraan Airy dengan para pemangku kepentingan,” papar Alfonso.

Infografik Hotel Budget / DailySocial

Di Indonesia Airy bersaing langsung dengan beberapa perusahaan yang juga menyediakan layanan penginapan berbiaya rendah, termasuk RedDoorz dan Oyo.

Alfonso menanggapi persaingan ini sebagai hal yang wajar. Ia memilih untuk fokus pada strategi peningkatan dan pertumbuhan Airy dalam berbagai aspek.

“Airy memilih untuk lebih fokus terhadap apa yang sudah dan sedang dikembangkan. Salah satunya dengan meningkatkan kualitas serta terus mempertahankan jaminan kenyamanan dengan standardisasi yang dimiliki, sehingga mampu menunjang pertumbuhan akomodasi beranggaran rendah,” lanjut Alfonso.

Airy juga memiliki ambisi untuk bisa tumbuh bersama mitra properti dalam bagian memajukan sektor pariwisata di Indonesia.

“Untuk mewujudkan hal ini, inovasi teknologi dan perluasan jejaring menjadi kunci. Airy terus berupaya menciptakan dan mengembangkan berbagai inovasi berbasia teknologi untuk menunjang layanan kami, tentunya memberikan manfaat dan kemudahan, baik bagi pengguna, mitra properti dan stakeholder lainnya,” tutup Alfonso.

Application Information Will Show Up Here

Rambah Bisnis Indekos “KoolKost”, Strategi RedDoorz Menuju Profitabilitas

Startup hotel budget RedDoorz resmikan vertikal bisnis teranyarnya di bidang indekost KoolKost untuk melayani pengguna yang mencari hunian lebih dari satu bulan. Konsep bisnis ini diyakini bisa direplikasi untuk pasar RedDoorz di luar negeri, meski belum menjadi prioritas dalam jangka waktu dekat.

Kepada DailySocial, Business Head Coliving RedDoorz Ankit Lalwani menjelaskan, konsep KoolKost sebenarnya bisa direplikasi untuk negara lain. Namun, setidaknya sepanjang tahun ini, perusahaan ingin fokus pada perluasan KoolKost hingga 50 kota di Indonesia, dari posisi sekarang 14 kota dengan 100 properti.

“Cukup memungkinkan untuk ekspansi ke luar Indonesia, tapi di sini adalah negara dengan populasi tertinggi. Makanya, sekarang ini kami fokus ke Indonesia terlebih dulu, bukan ke pasar lain,” ujar Ankit, Kamis (23/1).

Menurutnya, KoolKost hadir karena kebutuhan teknologi dan solusi yang selama ini absen di industri indekos. Padahal, industri ini punya potensi yang besar, ada lebih dari 50 ribu properti indekos tersebar di Indonesia. Serta, belum ada operator yang dominan di industri ini.

Sasaran pengguna KoolKost adalah mahasiswa, first jobbe, dan middle level profesional. Mengutip dari data BPS, pada 2015 ada 9,3 juta orang yang memilih hidup migran untuk kerja dan menempuh pendidikan. Dari angka tersebut, sekitar 60% atau 5 juta orang memilih indekos sebagai tempat tinggal.

Sebelum diresmikan, Ankit menyebut KoolKost telah memasuki masa uji coba kurang lebih selama enam bulan sembari mempelajari masalah dan menyelesaikannya dengan pendekatan teknologi. Dari pembelajaran tersebut, pihaknya yakin dapat memberikan solusi nyata buat industri.

KoolKost memberikan jaminan layanan pelanggan 24 jam, koneksi internet berkecepatan tinggi, jasa pembersihan kamar dan air isi ulang. Semua kamar KoolKost dilengkapi dengan kamar mandi dalam, perabotan dan perlengkapan berkualitas, termasuk tempat tidur yang nyaman dan lemari pakaian dengan ruang penyimpanan cukup luas.

Di samping itu, sejumlah teknologi manajemen perhotelan dari RedDoorz juga disiapkan untuk menggaet lebih banyak mitra properti indekos. Misalnya, RedPartners yang dapat digunakan pemilik properti mengatur inventaris, melacak dan menggabungkan pesanan; mengelola dari awal sampai akhir; dan memberikan pengalaman tinggal jangka panjang yang baik untuk tamu.

Di dalam platform tersebut, mereka dapat mengikuti program uji coba KoolKost melihat lonjakan hunian ruangan yang signifikan, dengan rata-rata kenaikan lebih dari 30%. Berikutnya, RedFox sebuah platform untuk distribusi harga terkini secara langsung di seluruh OTA, memudahkan pemilik properti tanpa harus merekrut seorang revenue manager.

Perusahaan juga menjamin, hunian yang dipilih sesuai kriteria yang telah ditentukan dengan RedEagle. Ia adalah alat pendeteksi dan pengakuisisi properti, perusahaan dapat mengidentifikasi properti yang tepat untuk KoolKost sesuai dengan parameter pencarian yang spesifik.

Tidak ada tim khusus

Tidak seperti RedDoorz, sambung Ankit, KoolKost memiliki tiga jenis pilihan indekos yang dapat menjangkau semua pengguna. Yakni, hunian dengan konsep syariah, girls dan men only. Di samping itu, KoolKost termasuk dari bagian dari Coliving, unit bisnis dari RedDoorz untuk menyasar hunian jangka waktu lama.

“Kami membentuk kehidupan komunitas makanya kami membuat banyak jenis layanan KoolKost, agar menjangkau semua orang untuk saling berteman dalam satu komunitas yang sama.”

Selain KoolKost, ada Residences by RedDoorz yang menawarkan lebih banyak fasilitas dan standardisasi khusus, mencakup ruang game, Netflix ruang bersama, dapur, dan sarapan gratis tiap hari Minggu.

Terakhir, Residences by RedDoorz Apartment punya fasilitas paling atas dibandingkan layanan coliving lainnya. Disediakan kolam renang, area parkir, bebas biaya listrik dan area coworking.

Ankit memastikan seluruh properti yang berada di bawah payung KoolKost akan dikelola secara berkala. Ada tim yang khusus mendatangi setiap properti untuk menanyakan apakah ada keluhan, kerusakan atau sebagainya. Tim tersebut bekerja tidak hanya untuk KoolKost saja, tapi buat properti RedDoorz secara keseluruhan.

Sebelum bergabung pun, tim RedDoorz memastikan bagian apa saja dari properti tersebut yang harus ditingkatkan atau direnovasi. Paling lama dalam kurun waktu dua minggu, properti baru bisa masuk listing KoolKost.

“Sehingga semua listing properti yang ditampilkan, sudah melalui berbagai proses QC. Ada tim yang reguler cek kualitas properti, apakah propertinya di-manage dengan baik atau tidak, bagaimana kebersihan dan sebagainya.”

Di saat yang sama, dia juga menegaskan bahwa ke depannya KoolKost tidak akan mengelola properti apartemen karena ada perbedaan konsep pengelolaannya.

Sementara ini, KoolKost dapat dipesan melalui aplikasi dan situs RedDoorz. Aplikasi dan situs resmi untuk KoolKost sendiri sedang dalam tahap pengembangan, rencananya akan dirilis dua bulan dari sekarang.

Sebenarnya konsep serupa juga sudah ditawarkan beberapa startup lokal. Salah satunya dilakukan pengembang situs listing indekos MamiKos dengan meluncurkan MamiRooms.

Melaju ke arah profit

Vice President of Operations RedDoorz Adil Mubarak menjelaskan KoolKost adalah vertikal bisnis yang ditargetkan dapat membantu mewujudkan ambisi perusahaan menuju posisi profitabilitas.

“Kita fokus mau bawa negara di mana kita sudah ada, untuk profitable dan KoolKost ini sebagai segmen baru, untuk diferensiasi antara short dan long stay,” tuturnya.

Kantor RedDoorz di Bandung / RedDoorz
Kantor RedDoorz di Bandung / RedDoorz

Posisi perusahaan pada saat ini adalah mengambil jalur pertumbuhan perlahan dengan mengelola seluruh pengeluaran secara lebih sehat. Artinya, RedDoorz tetap mengambil strategi bakar duit namun lebih terkontrol, bukan sembrono karena ingin mengejar pertumbuhan.

Alhasil, dalam setiap negara di ASEAN yang dimasuki RedDoorz sudah melalui keputusan strategis yang matang. Selain Indonesia, terhitung saat ini RedDoorz hadir di empat negara, Singapura, Vietnam dan Filipina sejak pertama kali beroperasi di 2015.

“Kita selalu memastikan pasar [yang akan kita masuki] itu sudah bagus, pasarnya terbentuk, konsumennya sudah baik, tidak asal saja.”

Kondisi ini kontras dengan ekspansi Oyo yang berusaha untuk hadir di negara manapun. Dalam waktu tujuh tahun, unicorn ini beroperasi di 80 negara, termasuk A.S, Tiongkok, Eropa, Inggris, India, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Jepang.

Seiring dengan target tersebut, sambungnya, perusahaan fokus pada pengembangan teknologi untuk memuaskan semua pihak. RedPartners, RedEagle dan RedFox adalah beberapa di antaranya. Ambisi yang sedang disiapkan adalah menyiapkan aplikasi yang lebih intuitif agar konsumen dapat terlayani lebih maksimal.

“Kami ingin interaksi dengan konsumen jauh lebih baik. Jadi saat mereka check-in, aplikasi bisa lebih pintar memberi notifikasi apakah ada keluhan dengan kamar mereka. Itu plan kita,” pungkas Adil.

Tercatat RedDoorz telah memiliki lebih dari 1200 properti di seluruh Indonesia yang tersebar di lebih dari 100 kota.

Application Information Will Show Up Here

Kunci Kesuksesan Ekspansi Regional adalah Penguatan Fondasi Bisnis Dalam Negeri

Ekspansi regional adalah suatu ambisi yang selalu ingin dicapai para founder startup. Namun, negara ini begitu luas dan menjadi incaran para pemain luar yang ingin masuk. Maka, kunci utama yang harus dilakukan sebelum mewujudkannya yakni memperkuat fondasi bisnis dalam negeri sebagai pemain dominan.

Topik ini dibahas dalam salah satu sesi Indonesia PE-VC Summit 2020 di Jakarta pekan lalu (15/1). Menghadirkan para panelis Hendrik Susanto (Traveloka), Winston Utomo (IDN Media), Ashish Saboo (General Atlantic), Jeffrey Yuwono (Sorabel) dan dimoderatori oleh Melisa Irene (East Ventures).

“Kita harus mendapatkan keuntungan di Indonesia sebelum mencari tempat lain atau mencari mesin (pertumbuhan bisnis) lalu mengakselerasinya? Menurut saya, pertumbuhan dari dalam negeri (lebih kami utamakan),” kata Co-Founder & CEO Sorabel Jeffrey Yuwono.

Menurutnya, Sorabel sudah mendekati posisi profitabilitas dan sedang dalam proses eksperimen ke sejumlah negara sebelum merealisasikan ambisinya tersebut pada tahun depan. Diklaim pertumbuhan bisnis Sorabel sepanjang tahun 2019 tumbuh hingga 3,5 kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

“Indonesia adalah pasar besar dengan banyak peluang, pertanyaannya hanyalah apakah kamu bersedia menempatkan ekspansi regional di sisi teratas (dibandingkan Indonesia)?,” tambah dia.

Chief Investment Officer of Traveloka Hendrik Susanto menambahkan, perluasan bisnis ke pasar yang berbeda di Asia Tenggara menjadi target yang menarik buat startup Indonesia. Akan tetapi, yang perlu ditekankan adalah membangun posisi yang kuat di dalam negeri.

Menjadi pemain yang dominan di Indonesia memudahkan Traveloka terutama saat membangun kebiasaan traveling para penggunanya. Seluruh insight tersebut menjadi kekuatan perusahaan untuk berkembang di regional.

“Menurut kami ini, (ekspansi) adalah sifat dari bisnis kami. Traveloka ekspansi pertama kali ke Malaysia, lalu Thailand, Vietnam, kami hanya ekspansi ketika kami menemukan formula bagaimana bisa (sukses),” ucap Hendrik.

Traveloka bisa menjadi salah satu contoh paling relevan buat startup lokal. Mereka tergolong startup lokal paling awal yang ekspansi ke Asia Tenggara pada 2015, sementara di saat yang bersamaan startup luar berbondong-bondong masuk ke Indonesia.

Akan tetapi, bukan menjadi jaminan meski sukses di Indonesia dapat menuai hal yang sama di negara lain. Managing Director General Atlantic Ashish Saboo menyebutkan kunci utama yang harus dipegang adalah menyesuaikan produk sesuai kebutuhan masyarakat di negara tersebut.

“Produk kamu dan layanan kamu perlu disesuaikan dengan berbagai kebutuhan pasar yang berbeda. Anda harus mulai dari awal (untuk itu),” terang Saboo.

General Atlantic adalah investor terbaru untuk Ruangguru. Mereka adalah perusahaan investasi yang tergolong memiliki minat tinggi terhadap startup edtech, portofolio-nya datang dari berbagai negara.

Sementara itu, IDN Media melakukan pendekatan yang berbeda. Mereka memilih untuk hyperlocal daripada memilih ekspansi regional. Founder & CEO IDN Winston Utomo menjelaskan pada tahun lalu perusahaan mengembangkan kantor hyperlokal di 10 lokasi untuk membuat konten yang hyperlocal sesuai kebutuhan pembaca di daerah masing-masing.

Strategi ini dilatarbelakangi oleh pangkal masalah, ternyata konten informasi yang disediakan oleh media mainstream terpusat mengenai Jakarta saja. Padahal, informasi tersebut tidak dibutuhkan oleh pembaca di Medan, misalnya.

“Bagaimana kita bisa menyediakan konten yang serelevan mungkin untuk tiap pembaca kita, caranya dengan hyperlocal dan UGC adalah kekuatan kami. Ini bukan soal personalisasi konten, tapi menyediakan suplai konten yang berkualitas tinggi dan relevan sesuai kebutuhan pembaca,” kata Winston.

Eksperimen Sorabel

Tampilan situs Yabel
Tampilan situs Yabel

Di saat yang sama, Jeffrey juga menjelaskan saat ini perusahaan sedang dalam proses eksperimen di Filipina (dengan merek Yabel), Malaysia dan Vietnam untuk melihat respons pasar sebelum mereka benar-benar terjun langsung. Dalam pipeline, Sorabel juga incar eksperimen di Taiwan, Australia dan Timur Tengah.

“Kami ingin mencari tahu negara mana yang akan kita pilih dan fokuskan, cara apa yang benar, bagaimana kami bisa belajar cukup ketika scale up bisnis, kami cukup yakin itu bisa bekerja.”

Oleh karena itu, pendekatan yang dipakai adalah melakukan rangkaian eksperimen dengan modal minim. Berbeda jauh dengan yang biasa dipakai perusahaan kebanyakan, menaruh banyak investasi di tahap awal.

“Pada dasarnya kami membangun kecerdasan tanpa menghabiskan uang karena saya pikir pembelajaran ini jauh lebih berharga pada tahap (pendanaan) ini daripada menghabiskan semua. [..] Kapital itu berharga untuk masa-masa seperti ini,” pungkasnya.