Kemenkes Terbitkan Peta Jalan Transformasi Digital Kesehatan Indonesia 2024

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi menerbitkan peta jalan (roadmap) yang tertuang dalam cetak biru (blueprint) transformasi dan digitalisasi sektor kesehatan Indonesia pada periode 2021-2024. Ada tiga agenda utama yang menjadi prioritas Kementerian, yaitu integrasi dan pengembangan pada sistem data, aplikasi pelayanan, dan ekosistem di bidang teknologi kesehatan (healthtech).

Pada peluncuran yang digelar secara offline dan online ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa transformasi sektor kesehatan Indonesia merupakan salah satu tugas besar yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo. Maka itu, Kemenkes harus membangun platform yang menghubungkan berbagai data dan sistem di ekosistem kesehatan dalam satu kesatuan.

“Kami ingin melakukan transformasi yang fokus pada healthtech, mulai dari layanan primer dan sekunder, ketahanan sistem kesehatan, sistem pembiayaan, hingga SDM. Dengan begitu, transformasi ini tak cuma [menghasilkan] sesuatu yang sifatnya pelaporan ke pejabat tetapi menjadi sebuah pelayanan,” ujar Budi.

Ia menilai, sebagai pemilik posisi tertinggi di industri kesehatan, Kemenkes ingin memberikan kesempatan kepada startup dan inovator untuk menciptakan inovasi yang dapat dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan (stakeholder), baik itu Rumah Sakit, farmasi, laboratorium, pemerintah, dan startup .

“Untuk membangun platform yang baik, perlu ada cetak biru ekosistem teknologi kesehatan. Krisis besar ekonomi dan kesehatan di dunia telah memberikan kesempatan untuk melakukan major reform,” tambahnya.

Situasi dan tantangan

Dalam kesempatan sama, Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan Setiaji mengatakan pandemi Covid-19 menjadi momentum yang tepat untuk bertransformasi karena memunculkan permasalahan sistemik yang perlu diperbaiki. Di antaranya adalah tantangan pada sistem data serta tidak seimbangnya rasio jumlah tenaga kesehatan dan kapasitas kamar dengan jumlah penduduk.

Saat ini, terdapat ratusan aplikasi yang pengelolaan datanya masih berbasis informasi individu. Di pemerintahan, ada lebih dari 400 aplikasi di bidang kesehatan, dan jumlah ini belum termasuk di tingkat daerah. Ini belum lagi bicara rekam medis milik 270 juta penduduk Indonesia yang belum sepenuhnya berbasis digital.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan 2020 mencatat rasio dokter mencapai 03,8 per 1.000 populasi, sedangkan rasio tempat tidur RS berkisar 1,2 per 1.000 populasi di Indonesia.

“Kita telah melihat bagaimana pandemi Covid-19 berdampak signifikan pada berbagai hal, termasuk mengubah cara masyarakat berkonsultasi. Kami harus mulai transformasi ini dan fokus pada pengembangan platform serta pelaksanaan insiatif yang kolaboratif dengan para pemangku kepentingan. Kami harap bisa wujudkan Indonesia sehat dan membuat platform kesehatan terintegrasi,” paparnya.

Agenda prioritas

Peta jalan bertajuk “Strategi Transformasi Digital Kesehatan Indonesia 2024” memuat sejumlah kegiatan prioritas yang akan dilakukan secara bertahap dan melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholder).

Ada tiga agenda utama transformasi yang fokus pada integrasi dan pengembangan, yaitu sistem data, sistem aplikasi pelayanan, dan ekosistem di teknologi kesehatan (healthtech)

Dari ketiganya, transformasi yang akan dilakukan di 2022 adalah mengembangkan sistem big data berbasis integrated electronic health record, platform sistem fasyankes terintegrasi, dan memperluas telemedicine dan implementasi regulatory sandbox.

Peta Jalan Transformasi Digital Kesehatan Indonesia 2021-2024 / Sumber: Kementerian Kesehatan

“Kemenkes telah meluncurkan sandbox regulatory sebagai inisiatif awal untuk mengakselerasi industri startup, termasuk memastikan keamanan seluruh platform yang dikembangkan oleh para inovator sesuai regulasi,” tuturnya.

Selain itu, Pemerintah juga akan menyiapkan platform Indonesia Health Services (IHS) yang menjadi payung ekosistem digital kesehatan terintegrasi masyarakat Indonesia. IHS akan menyediakan konektivitas data, analisis, dan layanan untuk mengintegrasikan berbagai aplikasi kesehatan di Indonesia.

Sesuai peruntukkannya, IHS akan dikembangkan dalam dua jenis aplikasi. Pertama, Partner Systems yang ditujukan bagi pelaku industri kesehatan, seperti RS, Puskesmas, klinik, dan laboratorium. Kedua, CitizenHealth atau platform terintegrasi yang menyimpan data kesehatan pribadi secara lengkap untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Contoh penggunaannya, masyarakat dapat mengakses laporan kesehatan pribadi dan mendapatkan rekomendasi secara personal (electronic personal health record, pelayanan dan penggunaan obat, profil asuransi, tracing & testing) melalui CitizenHealth.

Setiaji juga menambahkan, Pemerintah juga berupaya me-nurture ekosistem healthtech di Indonesia melalui Health Tech Space. Wadah ini akan menghadirkan sejumlah program, yakni launchpad (inkubator), creative space, dan pusat bisnis (akselerator).

Tukang.com Bersiap Ekspansi Layanan ke Empat Kota dan Galang Pendanaan Baru

Platform on-demand untuk jasa  pertukangan Tukang.com berencana untuk melanjutkan kembali ekspansi yang sempat terhenti akibat Covid-19. Ekspansi ini rencananya terealisasi pada kuartal II 2022 ke beberapa kota, yaitu Bandung Raya, Semarang, Surabaya, dan Denpasar.

Hingga saat ini, Tukang.com sudah memiliki 102.824 pengguna dengan 2.080 mitra. Platform ini telah mengantongi jumlah transaksi sebesar Rp21 miliar.

Sebetulnya, Tukang.com telah melebarkan akses ketersediaan layanannya ke kota-kota tersebut, termasuk Yogyakarta. Namun, perusahaan terpaksa menutup sementara layanan pertukangan di sana karena pandemi. Pihaknya juga terpaksa menunda sejumlah program kerja sama dan kegiatan pemasaran sebagai langkah efisiensi

Co-founder Tukang.com Rommy Adams mengungkap, pihaknya sempat kesulitan dalam menangani hal tersebut. Pelanggan mengurangi pengeluaran untuk menjaga keuangannya yang berdampak terhadap penurunan pesanan dan pembatalan proyek renovasi. Dengan berkurangnya jumlah pesanan, mitra Tukang.com pun menjadi tidak aktif. Ketika pelanggan ingin memesan kembali, pekerjaan tukang banyak yang tidak tersedia.

“Padahal, tren renovasi dan perbaikan cukup besar di era sebelum Covid-19, terutama kebutuhan dari kelompok muda yang baru memiliki properti sendiri. Karena pandemi ini, kami juga kehilangan potensial investor yang ingin masuk,” ungkapnya.

“Saat ini kami fokus untuk melakukan kampanye kepada pengguna existing dan akuisisi pengguna baru untuk meningkatkan traction dan pendapatan. Kami juga mulai mencari pendanaan dan partner strategis untuk mendukung ekspansi bisnis dan produk ke depan,” ujar Rommy kepada DailySocial.id.

Menurutnya, kemajuan super app seperti Gojek dan Grab menjadi salah satu acuan Tukang.com untuk mengembangkan layanannya. Pada kesempatan ini, Tukang.com melakukan rebranding aplikasi dengan meningkatkan ekosistem layanan, mengubah sistem secara menyeluruh, dan menambah opsi pembayarannya.

Pada versi terbaru ini, Tukang.com memperkenalkan tiga layanan baru dirilis, yakni Home Maintenance, Build and Renovate, dan Design Inspirations untuk memudahkan pengguna merencanakan renovasi atau bangun rumah sesuai keinginan dan budget.

Tukang.com juga mengembangkan dan membangun ekosistem layanan jasa ke rumah, seperti perawatan kebersihan rumah, landscaping dan perkebunan, serta perawatan dan perbaikan kendaraan bermotor.

Perjalanan pengembangan Tukang.com

Tukang.com awalnya berdiri di 2015 sebagai penyedia layanan call center tukang harian, di mana saat itu pemesanannya masih berbasis web. Dalam perjalanannya selama enam tahun, Rommy mengungkap bahwa Tukang.com telah melalui berbagai pengembangan.

Ringkasnya, Tukang.com baru merilis aplikasinya di 2016, di mana saat itu pihaknya sekaligus menambah sejumlah pembaruan. Di antaranya, merilis 13 layanan spesialisasi pekerjaan tukang.

Kemudian, Tukang.com kembali menambah sejumlah fitur dan layanan pada versi terbaru aplikasinya, seperti fitur pekerjaan borongan (project based), Work Progress Disbursement System, sistem pembayaran proyek berdasarkan progress pekerjaan, dan kemitraan dengan kontraktor arsitek/desainer interior.

Barulah di 2018, Tukang.com memperluas layanannya ke marketplace jasa konstruksi dengan menghadirkan Official Brand produsen bahan bangunan. Selain itu, Tukang.com juga memperkuat sistem pembayaran dengan menggandeng sejumlah payment gateway provider.

Di 2019, Tukang.com merilis versi 4.0 dengan sejumlah pembaruan, mulai dari program kolaborasi Official Brand untuk menyediakan co-training dan co-branding oleh 18 principal produsen bahan bangunan. Pihaknya juga menghadirkan fasilitas pembiayaan Kredit Renovasi dari CIMB Niaga Syariah, BFI Syariah, Mandala Finance, Kredivo, dan Uangme untuk Paylater.

“Dalam proses akuisisi dan kurasi mitra kerja, kami menyempurnakannya dengan membangun sistem penerimaan berbasis online dan offline. Online untuk memudahkan pendataan dan verifikasi data pribadi calon mitra, sedangkan Offline untuk melakukan wawancara dan pengamatan langsung keahlian yang dimiliki oleh mitra,” paparnya.

Adapun, penentuan dan penetapan tarif pekerjaan pada tiap layanan dilakukan dengan metode Analisa Harga Satuan Pekerjaan. Rommy menyebut standardisasi harga dilakukan dengan mengintegrasikan data harga pekerjaan tiap layanan dengan front-end system/aplikasi sehingga customer dan mitra dapat menggunakannya sebagai acuan standar harga transaksi.

Application Information Will Show Up Here

Tantangan dan Pengalaman Saat Pivot Bisnis “Online Grocery” di Masa Pandemi

Salah satu perubahan cukup drastis yang kita lihat selama pandemi berlangsung adalah begitu derasnya permintaan konsumen terhadap layanan pesan-antar kebutuhan sehari-hari (grocery). Dan tren tersebut masih berlangsung hingga saat ini.

Bagi Co-founder dan COO Dropezy Nitesh Chellaram, hal ini menjadi sebuah kesempatan berharga untuk meningkatkan layanannya sekaligus mempelajari tren-tren menarik berdasarkan perubahan perilaku konsumen di Indonesia.

Apa saja pengalaman tersebut dan bagaimana Dropezy melalui tantangan yang ada? Selengkapnya, simak rangkuman sesi #SelasaStartup bersama Dropezy berikut ini.

Penyesuaian bisnis saat pandemi

Dropezy merupakan satu dari sekian pelaku startup yang melakukan penyesuaian bisnis ketika Covid-19 mewabah pertama kali. Awalnya, Dropezy menggunakan model marketplace untuk melayani kebutuhan grocery. Namun, ia kesulitan untuk beroperasi mengingat supermarket ditutup pada saat itu.

Pihaknya kemudian melakukan penyesuaian bisnis dengan pivot ke model stock-up inventory di mana Dropezy menyetok persediaan produk grocery. Menurutnya, model tersebut dirasa pas jika melihat perilaku belanja sebagian masyarakat Indonesia yang gemar belanja kebutuhan bahan makanan segar secara harian bukan bulanan.

“Awalnya kami memenuhi kebutuhan konsumen dengan mengirimkan tim untuk memproses pesanan di supermarket. Kemudian kami berganti ke inventory di mana siapapun bisa memesan dalam jumlah kecil. Ini menjadi value added yang coba ditawarkannya dibandingkan pemain sejenis lainnya.

“Memang ada tantangannya saat itu karena jika pesan ke principal, ada minimum of quantity (MoQ). Posisi kami belum besar saat itu. Tapi kami akhirnya dapat mengatasi isu tersebut karena masyarakat mulai shifting ke online dan orang-orang mulai pakai Dropezy,” ujarnya.

Belajar hal baru dari pivot

Dari penyesuaian bisnis ini, Nitesh mengaku menemui sejumlah pengalaman yang menjadi pelajaran berarti dalam membangun bisnis online grocery. Mengingat Dropezy mengubah model layanannya, ada hal-hal baru yang perlu mereka pahami.

Untuk memasok persediaan item, otomatis pihaknya memerlukan warehouse/inventory yang besar. Selain itu, pihaknya juga harus memahami bagaimana cara memasok item karena setiap barang punya ketahanan simpan yang berbeda-beda. Belum lagi, pihaknya harus memastikan item yang distok tidak rusak hingga waktu yang tepat untuk mengisi persediaan.

Pihaknya juga harus memastikan harga produk yang mereka pasang tidak bakal jauh berbeda dengan harga di pasaran. “Semua hal tersebut membantu kami untuk sampai ke pencapaian Dropezy saat ini,” tambahnya.

Tak sampai situ, ucap Nitesh, situasi pandemi mendorong Dropezy untuk dapat meningkatkan pengalaman berbelanja konsumen. Salah satunya adalah mengembangkan personalized experience berbasis analitik yang membantu konsumen untuk memesan item dengan melibatkan rekomendasi produk lain.

Kepuasan pelanggan

Ketika memutuskan untuk mendirikan Dropezy, Nitesh mengaku tidak banyak melakukan riset pasar. Pihaknya langsung terjun mengembangkan bisnis online grocery berbekal pengalaman pribadi yang ia rasakan saat berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Tanpa mengecilkan pentingnya riset pasar, ia menilai pengalaman personal dapat membantunya untuk menyelesaikan masalah yang ada di industri online grocery. “Dari sini, kami mulai belajar tentang perilaku konsumen grocery di Indonesia,” ungkapnya.

Misalnya, perihal kepuasan konsumen. Ia menilai aspek ini bukan hanya sebatas pada kualitas produk saja, tetapi layanan secara menyeluruh. Maka itu, pihaknya lebih memilih untuk menangani pesanan secara end-to-end, mulai dari pemesanan, pengambilan, hingga pengiriman barang sampai ke konsumen.

“Kami juga melihat fulfillment sebagai aspek terpenting bagi konsumen online grocery. Kalau kamu pesan sepuluh item, tetapi tidak terima semuanya pasti kecewa juga dan akan komplain. Makanya, kami berusaha untuk menangani ini secara end-to-end karena kami paham bagaimana rasanya memesan, menunggu, dan menerima barang tapi tidak sesuai.”

Kompetisi dan kolaborasi

Persaingan pasar tidak akan pernah lepas dalam suatu bisnis. Nitesh menilai kompetisi ini justru membantunya untuk mengevaluasi bisnis yang mereka jalankan, baik itu strategi maupun target yang mereka incar. Apalagi Indonesia merupakan pasar grocery terbesar keempat di Asia Tenggara sehingga satu-dua pemain saja dirasa tidak cukup untuk melayani permintaan online grocery. 

Di sisi lain, ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi pemain online grocery dengan para petani yang selama ini kesulitan mendapat akses ke pasar. Tantangan lainnya, para petani juga kalah saing dengan tengkulak sehingga sulit untuk memasarkan hasil panennya.

“Kolaborasi ini penting bagi kami karena ini the kind of community yang ingin kami bangun di masa depan. Kami ingin membantu petani untuk mendapat akses pasar dengan memasarkan produk dengan harga berkualitas, dan yang paling penting adalah akses mendapatkan guaranteed buyer.”

Digital Marketing Platform Shoplinks Bags 12.8 Billion Rupiah Funding

Singapore-based FMCG marketing platform Shoplinks received seed funding worth of $900 thousand or around 12.8 billion Rupiah. The funding was led by venture capital firm Cocoon Capital with participation from the Indonesian Women Empowerment Fund (IWEF).

Recently, Cocoon Capital also invested in local logistics startup TransTRACK.id. Meanwhile, the Indonesia Women Empowerment Fund, jointly managed by Moonshot Ventures and YCAB Ventures, has announced its debut portfolio for Titik Pintar startup earlier this year.

In an official statement, Cocoon Capital’s Managing Partner and Shoplinks’ Director Michael Blakey said, “We believe this platform can accelerate the digital transformation of retailers in Southeast Asia.”

“We are impressed with the Shoplinks team and their ability to execute. Shoplinks solves the billion dollar problem that exists between FMCG promotions and consumers in Southeast Asia. This will significantly streamline FMCG marketing spending,” he added.

Shoplinks offers digital marketing services by simplifying coupon distribution and personalizing coupons for FMCG brands and retailers. The platform seeks to optimize brand promotion activities, therefore, consumers can get attractive offers, both online and offline.

It is due to Southeast Asia’s FMCG brands are considered difficult to distribute promotional activities to buyers. According to company data, Southeast Asia’s FMCG brands spend $28 billion on promotion every year, but 70% of this total budget is considered wasted because it is not right on target and lacks personalization.

Also, the impact of the Covid-19 pandemic which resulted in the loss of potential retailer income. Sharing shops and supermarket outlets is difficult to promote because the services are yet to be digitized.

Strengthen its position in Indonesia

Furthermore, Shoplinks’ Co-founder & CEO, Teresa Condicion said that she would use this funding to strengthen its position in Indonesia before expanding to other markets in the Southeast Asia region. She also plans to add more teams and expand the partnership networks, both retail companies and stalls, which currently account for 70% of total retail spending in Indonesia.

“We want to democratize Southeast Asia’s retail technology and create a win-win solution for brands, retailers and buyers. This industry is ripe for technological evolution, especially if you look at retailers in developed countries, such as the United States and Europe, which have grown rapidly thanks to technology,” Teresa said.

In general note, Shoplinks was founded by Teresa Condicion and JD Lee. Teresa is Snapcart’s Co-founder, and has served as CEO for four years. She has a strong background of 17 years at P&G. Meanwhile, JD is a techpreneur who is also the co-founder of venture builder Pulsar Ventures.

Was founded in 2020, Shoplinks has proceed thousands of monthly shopping coupons from major FMCG partners, such as Unilever, Johnshon & Johnson, and P&G. It is said to have doubled the use of coupons every month, where these FMCG brands have doubled the profit from its investment in promotions. In addition, Shoplinks said it had contributed to the growth of buyer transactions at the TipTop supermarket chain by up to 30%.

Marketing personalization

Digital transformation in the FMCG sector is taking place although it has not been fully realized at various levels. The world’s major retail brands are starting to focus on consumer data, using analytics to make strategic decisions

In its publication on marketing personalization, the McKinsey report states that advances in technology, data and analytics will greatly enable marketers to create personalized and more ‘human’ marketing across a wide variety of channels to shopping experiences.

Despite the great opportunity, most marketers feel they are not ready to provide such a personalized experience. A McKinsey survey of senior marketing leaders found only 15% of CMOs believe their company is on the right track with personalization. They believe this strategy is proven to drive revenue by 5%-15% and marketing budget efficiency by 10%-30%.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Platform Pemasaran Digital Shoplinks Memperoleh Pendanaan 12,8 Miliar Rupiah

Platform pemasaran FMCG asal Singapura Shoplinks memperoleh pendanaan tahap awal sebesar $900 ribu atau sekitar 12,8 miliar Rupiah. Pendanaan ini dipimpin oleh perusahaan modal ventura Cocoon Capital dan partisipasi dari Indonesian Women Empowerment Fund (IWEF).

Belum lama ini, Cocoon Capital juga berinvestasi ke startup logistik lokal TransTRACK.id. Sementara untuk Indonesia Women Empowerment Fund, yang dikelola bersama oleh Moonshot Ventures serta YCAB Ventures, juga sudah mengumumkan portofolio perdananya pada startup Titik Pintar di awal tahun ini.

Dalam keterangan resminya, Managing Partner Cocoon Capital sekaligus Dewan Direksi Shoplinks Michael Blakey mengatakan, pihaknya meyakini platform ini dapat mengakselerasi transformasi digital pada peritel di Asia Tenggara.

“Kami terkesan dengan tim Shoplinks dan kemampuan mereka untuk mengeksekusi. Shoplinks memecahkan masalah miliaran dolar yang terjadi antara promosi FMCG dan konsumen di Asia Tenggara. Ini akan mengefisiensikan pengeluaran pemasaran FMCG secara signifikan,” tambahnya.

Shoplinks menawarkan layanan pemasaran digital dengan menyederhanakan distribusi kupon dan membuat personalisasi kupon bagi brand dan peritel FMCG. Platform tersebut berupaya mengoptimalkan kegiatan promosi brand sehingga konsumen bisa mendapatkan penawaran menarik, baik online maupun offline.

Alasannya, brand FMCG di Asia Tenggara dinilai sulit untuk mendistribusikan kegiatan promosi kepada pembeli. Menurut data perusahaan, setiap tahunnya brand FMCG di Asia Tenggara menghabiskan $28 miliar untuk promosi, tetapi 70% dari total budget ini dinilai sia-sia karena tidak tepat sasaran dan kurang personalisasi.

Ditambah dampak dari pandemi Covid-19 yang mengakibatkan hilangnya potensi pendapatan retailer. Berbagi toko dan gerai supermarket sulit untuk melakukan promosi karena layanannya belum terdigitalisasi.

Memperkuat posisi di Indonesia

Lebih lanjut, Co-founder & CEO Shoplink Teresa Condicion mengatakan akan menggunakan pendanaan ini untuk memperkuat posisinya di Indonesia sebelum ekspansi ke pasar lain di kawasan Asia Tenggara. Pihaknya juga berencana menambah jumlah tim dan memperluas jaringan mitra, baik perusahaan ritel maupun warung yang saat ini menyumbang sebanyak 70% terhadap total pengeluaran ritel di Indonesia.

“Kami ingin mendemokratisasikan teknologi ritel di Asia Tenggara dan menciptakan win-win untuk brand, retailer, dan pembeli. Industri ini sudah matang untuk berevolusi secara teknologi, apalagi jika melihat retailer di negara maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa, telah berkembang pesat berkat teknologi,” ujar Teresa.

Sebagai informasi, Shoplinks didirikan oleh Teresa Condicion dan JD Lee. Teresa adalah Co-founder Snapcart, dan pernah menduduki posisi CEO selama empat tahun. Ia memiliki latar belakang kuat selama 17 tahun di P&G. Sementara JD adalah techprenuer yang juga Co-founder dari venture builder Pulsar Ventures.

Sejak berdiri di 2020, Shoplinks telah memproses ribuan penggunaan kupon belanja per bulannya dari sejumlah mitra FMCG besar, seperti Unilever, Johnshon & Johnson, dan P&G. Pihaknya mengklaim telah mengantongi penggunaan kupon dua kali lipat setiap bulannya, di mana para brand FMCG ini telah melipatgandakan laba dari investasinya di promosi. Selain itu, Shoplinks menyebut telah berkontribusi terhadap pertumbuhan transaksi pembeli di jaringan supermarket TipTop hingga 30%.

Personalisasi pemasaran

Transformasi digital pada sektor FMCG tengah terjadi meski belum terealisasi sepenuhnya di berbagai level. Para brand retail besar dunia mulai fokus terhadap data konsumen, hingga memanfaatkan analitik untuk membuat keputusan strategis

Dalam publikasinya terkait personalisasi pemasaran, laporan McKinsey menyebutkan bahwa kemajuan teknologi, data, dan analitik akan sangat memungkinkan marketer untuk menciptakan pemasaran yang bersifat personal dan lebih ‘manusiawi’ di berbagai macam kanal hingga pengalaman berbelanja.

AlteaCare Memperkenalkan Platform Telekonsultasi untuk Dokter Spesialis

AlteaCare resmi memperkenalkan platform telekonsultasi dokter spesialis berbasis aplikasi. Sebagai tahap awal, mereka menggandeng RS Mitra Keluarga sebagai rekanan fasilitas kesehatan pertama.

CEO AlteaCare Mikaela Oen mengatakan, pihaknya berupaya menghadirkan layanan kesehatan terintegrasi sehingga masyarakat dapat merasakan pelayanan menyeluruh rumah sakit secara virtual. Saat ini, hampir seluruh dokter RS Mitra Keluarga sudah berpraktik di platform AlteaCare.

Saat ini, AlteaCare menyediakan sejumlah layanan kesehatan, antara lain telekonsultasi, medical advisor, vaksinasi, pembelian dan pengiriman resep obat, hingga lab & radiologi. AlteaCare sudah dapat diunduh untuk perangkat Android dan iOS.

“Yang menjadi value proposition AlteaCare dari platform lain adalah mengutamakan telekonsultasi secara real-time dengan video call. Kami juga memiliki medical advisor dan Patient Relation Officer (PRO) untuk memberikan pengalaman lebih baik sebelum hingga sesudah melakukan telekonsultasi,” ujar Mikaela dalam konferensi pers virtual.

Adapun, medical advisor membantu pengguna memilih dokter spesialis yang tepat. Sementara, PRO membantu pengguna dalam menyelesaikan proses rawat jalan usai konsultasi dengan dokter spesialis. Pada layanan vaksin, AlteaCare menyediakan dari pendaftaran, screening, dan penjadwalan. Rekam medis tersimpan di RS, tetapi pasien bisa mendapat catatan ringkas.

Untuk memperkuat ekosistem layanan secara terintegrasi ke depan, pihaknya menargetkan dapat terus menambah mitra fasilitas kesehatan lainnya, mulai dari RS, farmasi, dan asuransi.

Sementara itu, COO AlteaCare William Suryawan menambahkan, pihaknya ingin menjadi gerbang digital bagi masyarakat yang belum terjangkau layanan kesehatan. “Ini berarti RS memiliki channel baru sehingga membantu mereka menjangkau pasien baru di masa pandemi. Jadi, [kehadiran telemedicine] bukan untuk bersaing dengan RS lainnya,” katanya.

Selain RS Mitra Keluarga, AlteaCare juga menjadi sebagai salah satu penyedia layanan telekonsultasi berbasis online yang digandeng oleh Kementerian Kesehatan. Wakil Menteri Kesehatan dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa pemanfaatan teknologi dan aplikasi mulai banyak dikembangkan di sektor kesehatan sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

“Kami sangat mengapresiasi langkah ini dengan mengintegrasikan layanan dengan rumah sakit. Kami harap semakin banyak RS bergabung sehingga masyarakat semakin banyak juga yang terjangkau layanan kesehatan,” ujarnya.

Healthtech di masa pandemi

Berdasarkan Startup Report 2020 yang dirilis oleh DSResearch, platform healtchtech di Indonesia memainkan peran signifikan di masa pandemi Covid-19. Dengan kebijakan pembatasan sosial, pandemi seolah ‘memaksa’ masyarakat untuk mengadopsi layanan telekonsultasi.

Alhasil, platform telekonsultasi mendulang pertumbuhan transaksi hingga berkali lipat sejak tahun lalu. Ini memberikan tren positif bahwa layanan telekonsultasi memiliki peluang pertumbuhan yang besar.

Kategori inovasi di healthtech / DSResearch

Pemerintah pun bekerja sama dengan platform healthtech untuk berupaya mendorong pembatasan sosial. Inovasi layanan yang dihadirkan pelaku healthtech dapat membantu masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan tanpa perlu keluar rumah.

Platform healthtech membantu pemerintah untuk menyediakan rapid test dan PCR. Beberapa layanan lain yang dapat diakses adalah chatbot untuk mengidentifikasi atau melakukan diagnosis awal serta pembelian dan pengiriman obat secara online.

Application Information Will Show Up Here

AXA Mandiri Meluncurkan Layanan Telekonsultasi Berbasis Aplikasi

PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri) resmi meluncurkan layanan telekonsultasi berbasis aplikasi, yaitu AXA Mandiri Telekonsultasi. Layanan ini merupakan kerja sama dengan perusahaan penyedia solusi kesehatan korporasi, PT Suprima Mitra Adihusada (Fullerton Health Group).

AXA Mandiri Telekonsultasi menjadi fasilitas tambahan yang dapat diakses secara gratis oleh para nasabah AXA Mandiri. Aplikasi ini tersedia di Play Store dan App Store. Melalui layanan ini, nasabah dapat berkonsultasi dengan dokter umum atau spesialis melalui fitur percakapan video (video call) maupun chat yang tersedia di dalam aplikasi.

Presiden Direktur AXA Mandiri Handojo G. Kusuma menyadari bahwa masyarakat cenderung takut untuk memeriksakan diri ke rumah sakit atau klinik terdekat selama masa pandemi Covid-19. Dengan fasilitas ini, nasabah dapat berkonsultasi dengan dokter umum selama 24/7 dan dokter spesialis selama hari kerja pukul 08.00-17.00.

“Fasilitas ini tidak dikenakan biaya kepada nasabah AXA Mandiri, sehingga tidak mengurangi premi nasabah juga karena ini adalah manfaat tambahan yang bisa mereka nikmati,” ungkap Handojo dalam konferensi pers virtual beberapa waktu lalu.

Handojo juga melihat bahwa penggunaan layanan telekonsultasi meningkat selama satu tahun terakhir. Dengan kenaikan tren tersebut, pihaknya mencoba mengembangkan terobosan baru agar konsultasi online memiliki nilai lebih bagi para nasabahnya.

Salah satunya adalah memberikan akses terhadap dokter spesialis sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan nasabah yang lebih personalized. Sejumlah dokter spesialis yang disediakan AXA Mandiri antara lain penyakit dalam, ahli jantung, THT, mata, gigi, hingga spesialis kesehatan kerja.

Nasabah tinggal memilih jadwal konsultasi. Kemudian, dokter sendiri yang akan menghubungi langsung nasabah. Tak hanya itu, Handojo juga menyebut platform ini juga memberikan akses bagi nasabah yang membutuhkan second opinion ke dokter spesialis lainnya, misalnya dokter di Singapura.

“Aplikasi ini menyimpan riwayat medical record secara aman setiap kali nasabah berkonsultasi. Di sini, nasabah bisa mengakses layanan konsultasi dengan dokter yang sama sebelumnya. Jika perlu, layanan ini bisa memfasilitasi rujukan. Semua terobosan ini mengapa kami menghadirkan AXA Mandiri Telekonsultasi. Kami bisa kasih confidence level yang tinggi,” paparnya.

Sementara, Medical Director PT Global Assistance & Healthcare dr. Rieny Stefanny Halim memastikan bahwa semua dokter yang berpraktik di platform ini telah melalui proses seleksi dan telah memiliki Surat Izin Praktik (SIP).

“Nasabah yang menggunakan layanan ini juga dapat meng-upload hasil cek lab, rontgen, dan lainnya yang dapat mendukung proses konsultasi. Dokter juga dapat meresepkan obat dan memprosesnya ke mitra apotek melalui online,” tambahnya.

Tren telekonsultasi saat pandemi

Pandemi Covid-19 telah mengubah sejumlah aspek kehidupan selama setahun terakhir. Tak cuma soal peralihan dari belanja offline ke online, Covid-19 juga mengubah cara orang mengakses layanan kesehatan, mulai dari telekonsultasi hingga membeli produk kesehatan (obat, suplemen, vitamin).

Mengutip riset Katadata di 2020, Menkominfo Johnny G. Plate mencatat terdapat lonjakan kunjungan telemedicine atau layanan kesehatan jarak jauh melalui aplikasi hingga 600% selama masa pandemi.

Menurutnya, para pemangku kepentingan tengah berupaya mengembangkan inovasi untuk meningkatkan kualitas dan kecepatan layanan telemedicine. Pengembangan ini turut melibatkan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI), IoT, hingga big data analytic untuk mendukung pengecekan hingga pendeteksian lebih dari 600 jenis penyakit secara digital.

Di Indonesia, tak cuma pelaku startup di bidang kesehatan, seperti Halodoc dan Alodokter saja, korporasi juga mengembangkan telemedicine sebagai salah satu upaya mitigasi di masa pandemi ini. 

Salah satunya, PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia yang menghadirkan layanan telekonsultasi Dokter Leo pada tahun lalu. Fasilitas ini juga dapat diakses secara gratis oleh para nasabah. Dalam menghadirkan Dokter Leo, perusahaan bermitra dengan startup telekonsultasi berbasis AI Prixa.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Paparkan Pemetaan Daya Saing Digital Indonesia di 2021

East Ventures (EV) kembali merilis edisi kedua laporan Digital Competitiveness Index (DCI) yang memetakan daya saing digital pada 34 provinsi dan 25 kota di Indonesia. Laporan ini banyak menyoroti bagaimana pandemi Covid-19 mengakselerasi digitalisasi di Indonesia secara signifikan.

Salah satunya adalah kenaikan penetrasi internet yang luar biasa. Dalam laporannya, EV-DCI menyebutkan bahwa pengguna internet Indonesia bertambah 25 juta hanya dalam kurun waktu delapan bulan (Mei-Desember 2020). Sementara, Indonesia membutuhkan 10 tahun sejak 2009 hingga 2019 untuk mendapatkan 30 juta pengguna internet menjadi 167 juta.

Menurut Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia akan sulit dikebut apabila infrastrukturnya tidak merata. Jika infrastruktur dan layanan digital tersebar di setiap provinsi, Indonesia dapat ‘menyetir’ ekonomi digital dengan baik.

“Ibarat dalam ketapel, ekonomi digital kita adalah bola. Gara-gara Covid-19, bola ketapel kita tertahan ke belakang. Di sini terjadi akumulasi power di mana pelaku startup disiplin dan merespons situasi dengan baik. Dengan infrastruktur yang dibangun bertahun-tahun dan populasi internet bertumbuh, potensi ekonomi digital kita terkumpul dalam peregangan ketapel. Artinya, bola ini akan melesat begitu situasi Covid-19 mereda,” ujarnya dalam paparan virtual EV-DCI.

Gambaran analogi ketapel yang disampaikan Willson dalam pemaparannya / East Ventures

Untuk memetakan daya saing digital tersebut, EV-DCI menggunakan pengukuran yang mengacu pada sembilan metode pada tiga pilar, antara lain input (sumber daya manusia, penggunaan TIK, pengeluaran TIK), output (perekonomian, kewirausahaan & produktivitas, ketenagakerjaan), dan penunjang (infrastruktur, keuangan, regulasi & kapasitas pemerintah daerah).

Skor daya saing digital Indonesia

Secara keseluruhan, indeks daya saing digital Indonesia di 2021 berada di angka tengah 32,05 atau meningkat dari skor sebelumnya 27,92 di 2020. Ada beberapa temuan yang disoroti dari capaian indeks ini.

Pertama, skor pada pilar SDM semakin melandai dari 77,3 poin di 2020 menjadi 58,4 poin di 2021. Artinya, daya saing ke-34 provinsi dalam menyiapkan SDM semakin merata. Pada pilar infrastruktur digital, laporan ini mencatat kenaikan signifikan hingga 7,5 poin dari semula 46,8 poin di 2020 menjadi 54,3 di 2021.

Secara keseluruhan, DKI Jakarta masih mengungguli provinsi dengan daya saing digital terbesar. Namun, kali ini Bali dan Riau sama-sama naik tiga peringkat dengan masing-masing ke posisi empat dan tujuh di tahun ini. Kenaikan ini dipicu oleh peningkatan infrastruktur internet yang semakin menjangkau pedesaan sehingga mendorong pertumbuhan usaha.

“Alasan kenaikan skor di Riau adalah karena konsentrasi di SDM semakin membaik. Kerja sama Indonesia dan Singapura untuk membangun Nongsa Digital Park di Batam otomatis memberikan spillover effect sehingga mendorong pertumbuhan talenta digital. Demikian juga di Bali yang kini menjadi destinasi digital nomad yang bekerja remote, baik di Thailand, Malaysia, atau negara lain. Makanya ada pergerakan ekonomi yang signifikan di sana,” jelasnya.

Kendati demikian, ketimpangan digital masih sangat terasa di luar Jawa. EV-DCI melaporkan bahwa hampir semua wilayah Indonesia, kecuali Jawa, terwakili dalam sepuluh provinsi dengan daya saing terendah. Ada tujuh provinsi non-Jawa di posisi ini antara lain Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Aceh, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Kalimantan Barat, Maluku Utara, Sulawesi Barat, dan Papua

Pentingnya akses dan SDM

Dari sejumlah laporan yang disoroti di atas, Willson menekankan bahwa akses dan SDM menjadi salah satu elemen penting dalam meningkatkan daya saing digital. Misalnya, daerah membuka akses investasi dari luar.

Di luar itu, ada juga variabel lain yang dapat mendorong daya saing digital per daerah, seperti pengembangan edukasi dan kapabilitas. Willson menilai bahwa penyerapan digital terhadap UMKM bisa lebih cepat apabila setiap wilayah di Indonesia memiliki SDM yang baik. Artinya, ada akselerasi yang membuat output menjadi lebih besar.

“Pemerataan digital itu tidak berkaitan dengan keharusan memiliki startup di setiap wilayah. Startup itu pasti terkonsentrasi di kota besar seperti Jakarta, tetapi mereka bisa membuka cabang tanpa harus menunggu di daerah itu ada startup baru. Apa yang dibangun di Jakarta dapat dipakai tempat lain, makanya jalannya harus dibangun supaya bisa kencang dan dinikmati,” jelas Willson.

Dampak pandemi

Transportasi dan travel online menjadi dua sektor yang terdampak signifikan akibat Covid-19. Dampak ini terlihat dari jumlah kunjungan per Januari 2020 yang mencapai 1,29 juta kunjungan, anjlok 89% menjadi 141.269 per Januari 2021.

Kendati demikian, perubahan pola masyarakat Indonesia ke perjalanan domestik diprediksi mendongkrak bisnis OTA hingga lima kali lipat di 2025. Terutama dengan distribusi vaksin lebih luas, confidence level terhadap bisnis OTA akan perlahan-lahan pulih.

Di sisi lain, dampak positif juga dialami pada sektor lain, seperti infrastruktur digital, e-commerce, dan edtech. Pada kasus Tokopedia, unicorn ini mengantongi sebanyak 2,5 juta merchant di sepanjang 2020. Padahal, Tokopedia membutuhkan waktu 10 tahun untuk mendapatkan 7 juta merchant.

“Semua bisnis dipaksa online karena tidak bisa jualan offline saat pandemi. Makanya pengeluaran pulsa juga turut naik. Di Indonesia, ada 30 juta pengguna internet baru yang pertama kali bertransaksi di e-commerce selama masa pandemi. Tetapi, apakah setelah go online, ekonomi digital bisa langsung melesat? Di sini mengapa O2O penting. Behavior akan tetap stay, begitu vaksin didistribusikan, offline dan online jalan, akselerasi akan lebih cepat,” katanya.

Tren digital selanjutnya

Willson juga mengungkap beberapa tren digital selanjutnya yang bakal semakin terakselerasi karena Covid-19. Pertama, sektor yang berkaitan dengan media (game, media sosial, video, etc) akan semakin meningkat dan mendorong terciptanya kategori baru, yakni creator economy.

“Semua orang bisa menciptakan konten sendiri ke depannya sejalan dengan tren perilaku konsumen yang beralih dari [konsumsi] TV. Eyeball semua tadinya di TV, kini konsumen bisa [menciptakan] konten mengikuti tren pasar,” tutur Willson.

Selanjutnya adalah tren investasi di dompet digital. Menurutnya, bisnis dompet digital sudah mendominasi pasar Indonesia. Jika bicara investasi ke dompet digital, tren ini dinilai tak lagi menarik. “Justru yang menarik adalah bagaimana isi dompetnya. Makanya, semua [pelaku startup] masuk ke bank digital,” ucapnya.

Terakhir, konsep remote working dan Work From Home (WFH) yang sudah mulai terbiasa diadaptasi perusahaan selama masa pandemi, akan semakin meningkatkan adopsi Software-as-a-Service (SaaS), misalnya cloud based computing.

Optimisme Home Credit Hadapi Pandemi dengan Memperkuat Inovasi Pembiayaan Nontunai

Home Credit baru-baru ini memperkenalkan layanan paylater kepada 4,6 juta pelanggannya. Layanan bernama “BayarNanti” ini rencananya bakal tersedia di lebih dari 15 ribu titik penjualan Home Credit di Indonesia.

BayarNanti merupakan salah satu strategi perusahaan untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses pembiayaan multiguna, terutama di masa pandemi Covid-19.

DailySocial berkesempatan mengulik lebih dalam mengenai BayarNanti, dampak pandemi, hingga rencana dan strategi pengembangan Home Credit ke depan. Berikut wawancara kami dengan Chief Marketing and Strategy Home Credit Indonesia Moin Uddin.

Memperluas akses ketersediaan “BayarNanti”

Menurut Uddin, saat ini menjadi momentum yang tepat untuk meluncurkan layanan paylater setelah pihaknya melakukan riset dan analisis mendalam terhadap kondisi pasar. Upaya ini juga sejalan dengan komitmen Home Credit untuk berinovasi memberikan kemudahan kepada pelanggannya.

Untuk saat ini, layanan Home Credit BayarNanti baru tersedia bagi pelanggan terpilih yang memiliki kontrak pembiayaan di jaringan mitra retailer di lebih dari 15 ribu titik penjualan. Layanan BayarNanti juga dapat digunakan di lebih dari 5 juta merchant di Indonesia yang menggunakan QRIS.

“Home Credit selalu mengedepankan open ecosystem approach untuk mengembangkan bisnis dan produknya. Saat ini, kami sedang memperluas akses BayarNanti ke seluruh pelanggan existing dan platform lainnya. Kami telah berkolaborasi dengan beberapa bank terbesar di Indonesia untuk pembayaran tagihan BayarNanti dan pendanaan produk pembiayaan multiguna kami,” jelas Uddin dalam keterangan tertulisnya kepada DailySocial.

Adapun, pelanggan dapat bertransaksi dengan BayarNanti minimal Rp10.000 dan maksimal plafon hingga Rp1,2 juta. Namun, plafon tersebut dapat meningkat sejalan dengan pola penggunaan dari para pelanggan. Selain itu, setiap transaksi dengan BayarNanti juga tidak dikenakan biaya tambahan alias gratis.

Berdasarkan Fintech Report 2019 yang dirilis DailySocial, paylater (56,7%) berada di posisi ketiga setelah dompet digital (82,7%) dan aplikasi investasi (62,4%) sebagai layanan keuangan digital terfavorit.

Ada dua faktor yang membuat penetrasi paylater semakin berkembang. Pertama, pertumbuhan e-commerce setiap tahun meningkat di mana kapitalisasi bisnis belanja online telah menembus $21 miliar (setara Rp294 triliun) di 2019 menurut laporan McKinsey, dengan 90% pengguna internet pernah berbelanja online menurut temuan WeAreSocial.

Kedua, penetrasi kartu kredit yang diterbitkan perbankan masih rendah. Data Bank Indonesia mencatat 17,61 juta kartu kredit beredar per Februari 2020. Angka ini sangat kecil dibandingkan total populasi Indonesia. Sementara, penetrasinya rendah karena persyaratan mengajukan kartu kredit sulit dipenuhi oleh masyarakat.

Dampak pandemi terhadap Home Credit

Selama masa pandemi, Home Credit melakukan beberapa penyesuaian untuk menjaga kinerjanya dengan fokus utama meningkatkan transaksi produk dan engagement kepada para pelanggan. Perusahaan melakukan evaluasi ulang terhadap portofolio produk dan memperkenalkan produk digital terbaru, seperti Home Credit Card, Home Credit Pay, dan Home Credit BayarNanti.

Diungkapkan Uddin, pihaknya menjadi lebih selektif dalam menyalurkan pembiayaan selama pandemi Covid-19 di 2020. Hal ini sejalan dengan berkurangnya jumlah pengguna yang mengajukan pembiayaan ke Home Credit.

Menurut catatannya, volume penjualan di Home Credit turun 34% per Juni 2020 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Kendati begitu, dengan seleksi underwriting yang lebih ketat, Home Credit mengklaim telah berhasil menekan risiko gagal bayar dengan rasio Non Performing Financing (NPF) sebesar 2,17%. Tingkat NPF ini terbilang masih jauh di bawah batas maksimal yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu sebesar 5%.

Selain itu, Uddin mengungkap juga memperkuat kerja sama strategis dengan sejumlah bank untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan. Pada kuartal III 2020, Home Credit menyepakati perjanjian fasilitas pinjaman sindikasi luar negeri (offshore) $60,5 juta.

Beberapa kreditur yang tergabung dalam sindikasi ini antara lain ING Bank N.V. Hong Kong Branch dan Bank of China (Hong Kong) Limited sebagai Mandated Lead Arrangers dan Bookrunners, BNP Paribas sebagai Mandated Lead Arranger,
serta SinoPac Financial Holdings Company Ltd. (Bank SinoPac) dan Singapore Branch Malayan Banking Berhad (Maybank).

Dari sisi pelanggan existing, Home Credit memberikan keringanan pembiayaan yang memenuhi kriteria tertentu. Misalnya, pertama, keringanan ini berlaku bagi pelanggan yang terkena dampak langsung Covid-19 (baik secara medis maupun finansial).

Kedua, pekerja sektor informal atau pengusaha UMKM. Ketiga, pelanggan bekerja di sektor yang terpengaruh langsung oleh pandemi (transportasi online, pariwisata, perhotelan, perdagangan, pertanian, pertambangan, real estate, infrastruktur, dan F&B).

Keempat, keringanan ini berlaku pada pelanggan yang memiliki riwayat pembayaran cicilan lancar dan tidak memiliki tunggakan sebelum tanggal 2 Maret 2020 (dapat diperiksa di My Home Credit App). Dan kelima, barang yang dicicil sesuai dengan kontrak pembiayaan dan tidak berpindah tangan.

“Secara umum, tahun 2020 memang menjadi tahun yang sangat menantang. Hampir seluruh lapisan masyarakat terkena dampak dari pandemi Covid-19, termasuk industri pembiayaan dan Home Credit. Namun, kami memandang positif tahun 2021, di mana kami percaya 2021 akan menjadi masa pemulihan,” tambahnya.

Optimisme di industri pembiayaan dan penguatan jaringan merchant

Pihaknya mengaku optimistis 2021 bakal menjadi tahun pemulihan karena sejumlah faktor. Uddin, sebagaimana mengutip laporan pada webinar MarkPlus Inc, mengungkap bahwa data beli masyarakat menengah ke atas akan meningkat di 2022.

Dalam webinar MarkPlus Inc bertajuk “Actualizing The Post Normal: Year 2021 and Beyond Multifinance Industri Perspective”, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) juga menyebutkan bahwa kekuatan ekonomi akan bangkit kembali di 2022-2025.

Apalagi, pandemi turut berkontribusi terhadap akselerasi digital dan perubahan perilaku konsumen. Menurut Uddin, konsumen mempertimbangkan sejumlah faktor utama dalam berbelanja, antara lain pilihan produk beragam dan harga kompetitif yang memengaruhi pengambilan keputusan.

“Dalam hal ini, industri keuangan, termasuk Home Credit harus melakukan persiapan menghadapi 2021 dan seterusnya. Maka itu, kami akan terus mengembangkan teknologi dan inovasi digital untuk mengubah cara masyarakat berbelanja dan memudahkan mereka terhadap akses pembiayaan,” kata Uddin.

Perihal perilaku belanja, Home Credit juga sebetulnya melakukan survei pada Agustus 2020 yang diikuti 2.500 responden di Indonesia. Hasilnya, pelanggan masih menyukai aktivitas belanja offline. Alih-alih sepenuhnya berbelanja online, responden justru lebih menyukai pola berbelanja offline dan online.

“Maka itu, implikasinya bagi bisnis [kami] adalah untuk [melakukan] diversifikasi pilihan metode pembayaran dan pembiayaan mereka, baik dalam platform belanja online maupun offline agar lebih mudah, nyaman dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan para konsumen,” ujarnya.

Dengan temuan tersebut, Home Credit akan memperkuat kehadiran pembiayaan offline di jaringan merchant di tahun ini. Fasilitas atau layanan transaksi nontunai merupakan salah satu strategi inovatif perusahaan untuk mencapai target, yakni melalui Home Credit Card, Home Credit Pay, dan Home Credit BayarNanti.

Saat ini, rata-rata ticket size pembiayaan pelanggan Home Credit berkisar Rp4,5 juta. Adapun, aplikasi My Home Credit telah mencapai hampir 10 juta download per Januari 2021.

Application Information Will Show Up Here

Fokus Bukalapak Ekspansi Merchant di 2021; Buka Opsi Pendanaan Lewat IPO

Bukalapak memaparkan pencapaiannya di 2020. Dalam jumpa media yang diadakan virtual, Bukalapak menyoroti bagaimana pandemi Covid-19 memicu tren baru dan pergeseran perilaku konsumen di sepanjang tahun ini.

Pandemi mengakselerasi pertumbuhan pengguna internet di Indonesia. Sebagaimana disampaikan CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin dalam paparannya, terdapat penambahan pengguna internet baru dengan pertumbuhan 37%, sebanyak 56% berasal dari luar perkotaan.

Dari krisis kesehatan global ini, ia menyimpulkan tiga tren baru, yakni (1) orang menjadi lebih sadar pentingnya kesehatan, (2) mobilisasi terpusat di daerah rumah (home-centric), dan (3) pandemi mengakibatkan resesi yang membuat masyarakat lebih berhati-hati mengeluarkan uang.

Tentu bagi Rachmat, sektor e-commerce termasuk satu dari sekian sektor yang diuntungkan karena pandemi. Ia mencatat ada pertumbuhan GMV signifikan pada periode 2018-2020, yakni sebesar 200%.

Selama periode tersebut, perusahaan mampu mencapai pertumbuhan EBITDA 80% sebagai hasil dari juga upaya mengurangi cashburn. Saat ini, Bukalapak telah mengantongi 100 juta pengguna dengan 7 juta Mitra.

Dengan meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia, ujar Rachmat, ini menandakan bahwa platform digital memiliki peran signifikan terutama di situasi saat ini. Ia mengaku optimistis dengan pertumbuhan dan pengembangan Bukalapak di 2021.

“Kami tetap berkomitmen untuk melayani segmen underserved, tidak hanya customer sophisticated atau mereka yang melek digital dan tinggal di kota tier 1. Fokus kami menjangkau segmen tersebut karena dua pertiga dari transaksi Bukalapak berasal dari luar kota tier 1,” papar Rachmat.

Fokus 2021, ekspansi merchant hingga pengembangan inovasi

Ada tiga pilar utama yang menjadi fokus Bukalapak di 2021 antara lain talent atau SDM, pertumbuhan bisnis, dan permodalan. Dari sisi bisnis online marketplace, fokus utama Bukalapak adalah memperbanyak jumlah merchant baik C2C maupun B2C.

Bukalapak mencatat pertumbuhan signifikan, terutama dari segmen B2C melalui Bukamall dengan pertumbuhan 17% setiap bulan di sepanjang 2020. Per Desember 2020, transaksi Bukamall tumbuh 3,1 kali dibandingkan tahun lalu.

VP of Marketplace Bukalapak Kurnia Rosyada mengatakan bahwa pandemi membuat tren pasar jauh lebih cepat berubah dibandingkan tahun lalu. Perubahan tren produk bisa berubah dalam rentang waktu satu minggu.

Untuk mengantisipasi tren ini sekaligus mempermudah akuisisi merchant, Bukalapak menawarkan merchant fee sebesar 0,5% yang diklaim terendah dibandingkan platform sejenis. Penawaran ini mulai berlaku pada 11 Januari 2021 melalui program Super Seller.

Selain itu, Bukalapak yang baru saja memigrasikan infrastrukturnya ke cloud juga akan meningkatkan fitur baik untuk pelapak maupun pembeli. “Kami berencana mengembangkan fitur untuk mempermudah mitra berjualan, mulai dari meningkatkan kapabilitas untuk manage pembeli hingga analytic dashboard yang lebih baik untuk profiling pembeli,” jelas Kurnia.

Sementara itu CEO Buka Mitra Indonesia Howard Gani mengaku optimistis untuk mendorong pertumbuhan bisnisnya di 2021. Ia melihat peluang besar untuk menginovasikan mitra warung ke digital, terutama jika mengacu pada penetrasi pasar yang selama ini masih didominasi oleh transaksi konvensional.

President BukaFinancial and Digital Victor Lesmana juga menyebutkan demikian. Peluang ini tercermin dari tingginya transaksi produk virtual dan finansial di sepanjang 2020.

“Ini menjadi strategi penting mengingat stickyness dan loyalitas dapat terbangun lewat satu aplikasi. Dengan begitu, ini dapat meningkatkan pendapatan mitra tanpa perlu repot mencari cara lain,” ujar Victor.

Adapun, perusahaan mencatat kenaikan jumlah Mitra Bukalapak hingga 50%. Dari kategori Digital Marketplace, Bukalapak mengantongi sebanyak 50 ribu pengguna dengan 100 ribu transaksi. Perusahaan juga mengalami peningkatan penggunaan QRIS untuk bertransaksi hingga dua kali lipat selama dua kuartal di 2020.

Soal IPO dan konsolidasi

Terkait isu konsolidasi yang tengah ramai dibicarakan, Rachmat menegaskan bahwa pihaknya belum terpikirkan untuk merealisasikan hal tersebut. Dengan target bisnis yang dimiliki tahun ini, pihaknya masih berkomitmen untuk tumbuh dan mengejar profitabilitas. “Kami masih ingin berdikari dan menjalankan Bukalapak sebagai stand alone company,” paparnya.

Kendati demikian, Rachmat menyebut bahwa pihaknya terbuka terhadap opsi IPO. “IPO adalah salah satu opsi untuk bisa mendapatkan dana dan memang perusahaan teknologi di masa tertentu ingin IPO. Kami terbuka dengan opsi itu dan sekarang sedang siapkan infrastrukturnya,” tuturnya.

Hal ini wajar mengingat Bukalapak berencana mengembangkan banyak inovasi di tahun ini. Rachmat mengakui bahwa pihaknya tengah fokus memperkuat basis permodalan dan infrastruktur sejak tahun lalu.

Application Information Will Show Up Here