Layanan P2P Lending Crowdo Luncurkan Fasilitas Pembelian Mobil untuk Perorangan dan Perusahaan

Startup asal Singapura penyedia layanan pinjaman peer-to-peer (P2P), Crowdo sejak akhir November 2016 lalu telah meluncurkan layanan terbaru untuk masyarakat Indonesia, yaitu pembelian mobil dengan pinjaman P2P. Layanan terbaru yang secara khusus menargetkan kalangan millennial ini, merupakan pilihan baru yang ditawarkan oleh Crowdo sebagai layanan finansial ‘one stop service‘ di tanah air.

“Targetnya adalah masyarakat Indonesia usia produktif itulah yang kemudian kami incar untuk menjadi debitur Crowdo yang ingin memiliki aset dalam hal ini adalah mobil,” kata Senior Business Development Lead Crowdo Cally Alexandra kepada DailySocial.

“Kami membuka kesempatan untuk kalangan perorangan atau perusahaan yang ingin memiliki aset dalam hal ini mobil operasional perusahaan,” lanjutnya.

Lancarkan akuisisi kreditur dan debitur

Jelang akhir tahun 2016 Crowdo mengklaim telah memiliki 1200 debitur di seluruh indonesia dan 20 ribu kreditur secara global. Untuk kreditur lokal, Crowdo mencatat telah memiliki sekitar 5 ribuan kreditur di Crowdo.

“Hingga kini kami masih aktif melakukan pertemuan dengan calon debitur dan calon kreditur agar bisa mengakuisisi lebih banyak lagi investor dan peminjam yang potensial di Crowdo,” kata Cally.

Di Indonesia, Crowdo terdaftar dengan nama PT Mediator Komunitas Indonesia. Terkait rencana pemerintah yang segera merilis Rancangan POJK tentang Fintech Lending, Crowdo dalam hal ini menyambut baik regulasi tersebut. Alasan utama adalah untuk meyakinkan kepada kreditur bahwa Crowdo adalah perusahaan finansial yang valid dan terpercaya menuruti peraturan yang ditetapkan oleh regulator, dalam hal ini OJK.

“Diharapkan tahun depan OJK sudah bisa mengeluarkan peraturan tersebut. Dalam hal ini Crowdo butuh peraturan dari OJK untuk mendukung bisnis kami sekaligus meyakinkan calon kreditur dan debitur,” kata Cally.

Saat ini Crowdo hanya bisa diakses melalui web, namun rencananya awal tahun 2017 aplikasi mobile di platform Android dan iOS akan segera dirilis untuk memudahkan kreditur memilih portofolio calon debitur yang tepat dan memudahkan debitur mengajukan pinjaman.

“Tentunya di tahun 2017 Crowdo berharap bisa menambah jumlah kreditur sekaligus debitur yang berkualitas agar bisa membantu kalangan pengusaha yang baru merintis usaha dan juga pelaku usaha yang berencana untuk mengembangkan usahanya melalui pinjaman peer-to-peer Crowdo,” tutup Cally.

KoinWorks Berharap Peroleh Pendanaan Lanjutan dan Perluas Wilayah Layanan Tahun Depan

Menjelang akhir tahun 2016 layanan peer-to-peer lending KoinWorks mengklaim telah mengalami peningkatan dari jumlah lender dan borrower. Startup yang didirikan bulan Maret 2016 ini telah memiliki sekitar 3000 lender dan 80 borrower yang telah melalui proses penyaringan hingga bulan Desember 2016.

“Jumlah borrower yang mendaftarkan sudah cukup banyak jumlahnya sekitar 7 ribu, namun kami ingin memastikan borrower sesuai dengan kategori dan tentunya standar dari KoinWorks,” kata Co-Founder KoinWorks Benedicto Haryono kepada DailySocial.

Sepanjang tahun 2016 Koinworks fokus mencari borrower dari mitra yang kebanyakan adalah merchant layanan e-commerce. Potensi layanan peer-to-peer lending tidak hanya dimanfaatkan pelaku UKM, tetapi juga kalangan individu yang membutuhkan dana untuk edukasi dan kebutuhan lainnya.

“Selama menjalankan usaha kami banyak menerima borrower yang membutuhkan dana untuk kuliah atau melanjutkan studi. Ke depannya kami akan terus menerima kategori borrower tersebut,” kata Benedicto.

Uji coba perluasan wilayah layanan

Sepanjang tahun 2016 ini KoinWorks masih memasuki tahap promosi dan awareness kepada calon lender dan borrower. Dari proses perkenalan tersebut KoinWorks telah mendapatkan gambaran, produk, dan fitur apa yang ideal untuk masyarakat di Indonesia.

“Kami cukup surprise ternyata sejak Agustus, ketika KoinWorks mulai dipromosikan kepada publik, mendapatkan sambutan baik dari lender dan borrower, terutama di kawasan Jabodetabek,” kata Benedicto.

Hingga kini Koinworks masih enggan untuk melakukan ekspansi di luar pulau Jawa, meskipun sudah banyak menerima banyak permintaan dari masyarakat Indonesia yang tinggal di luar Pulau Jawa.

Terkait merchant dari mitra yang berasal dari Surabaya, Malang, Purwokerto hingga Kediri, KoinWorks masih melakukan uji coba untuk kemudian menentukan apakah pinjaman bisa diberikan atau tidak.

“Kita saat ini masih melakukan kontrol untuk wilayah di luar pulau Jawa dan keuntungan kami bermitra dengan layanan e-commerce besar, seperti Lazada, sudah bisa dipastikan merchant atau calon lender tersebut sudah divalidasi,” kata Benedicto.

Sejak awal Koinworks mengklaim model bisnis yang diterapkan adalah sepenuhnya mengandalkan kemitraan dengan pihak terkait yang terbilang sudah memiliki nama dan kredibilitas yang baik terutama dari kalangan pemain e-commerce.

Rencana KoinWorks tahun depan dan pendanaan Pra-Seri A di Q1 2017

Tahun 2017 mendatang KoinWorks ingin memasuki ke tahap scaling up, terutama dalam hal penambahan lender dan proses penyaringan yang ketat dengan calon borrower. Sedikitnya 3 borrower telah berhasil melunasi pinjaman dengan lender di KoinWorks. Semua kisah sukses proses peminjaman di Koinworks kemudian dikumpulkan menjadi Borrower Story oleh Koinworks.

“Kami ingin memastikan pinjaman yang telah didapatkan oleh borrower memiliki impact yang positif untuk para borrower kami dan bukan sifatnya finansial saja. Jadi bukan hanya meminjam uang saja namun tidak membuahkan hasil yang positif,” kata Benedicto.

KoinWorks juga berencana menggalang dana segar untuk tahap pendanaan Pra-Seri A dan Seri A dari investor lokal. Masih dalam tahap perbincangan dan negosiasi,  jika sesuai dengan rencana dana segar akan didapatkan kuartal pertama tahun 2017 hingga akhir tahun 2017 mendatang.

“Saat ini kita sudah pre-seed round dan sekarang sedang diskusi untuk second seed round jadi Pre-Series A. Nantinya dana tersebut akan kita gunakan untuk pengembangan produk dan akuisisi lender serta borrower,” kata Benedicto.

Perjalanan Panjang Rancangan POJK tentang Fintech Lending

DailySocial baru saja mendapat draft rancangan Peraturan OJK untuk Fintech Lending. Dalam draft RPOJK, sementara ini masih dinamai “POJK tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi”, fokus aturannya hanya mengatur perusahaan fintech yang menjalani bisnis meminjam uang antar personal atau lebih dikenal peer-to-peer lending (P2P lending). Karena pembahasan yang molor, RPOJK ini berpotensi tidak jadi disahkan akhir tahun ini.

Bisnis peminjaman online di luar P2P lending tidak akan diatur OJK. Ada 59 pasal dan terbagi menjadi 12 bab yang termuat dalam draft rancangan POJK ini.

Semua isi dalam draft membahas mulai dari penyelenggara fintech lending, kegiatan usaha, perizinan, pengguna jasa fintech lending, perjanjian, mitigasi risiko, tata kelola sistem teknologi informasi, tanda tangan elektronik, laporan, hingga laporan tata kelola.

Hendrikus Passagi, Peneliti Eksekutif Senior Departemen Kebijakan Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerangkan draft judul RPOJK sedang diupayakan untuk menjadi “Layanan Pinjam Meminjam Online Secara Langsung Berbasis Teknologi Informasi”.

“Kita akan menuju ke judul ini agar lebih pas dengan model binis yang akan diatur dan tidak bertentangan dengan peraturan yang lain, serta tidak melampaui UU OJK,” ucapnya.

Dia melanjutkan, ada kata “langsung” disematkan di antara judul. Hal ini bertujuan untuk memberi identifikasi yang jelas kepada penyelenggara jasa peer-to-peer lending atau pinjaman langsung bertindak sebagai marketplace atau fasilitator yang mempertemukan pemberi pinjam (lender) dengan penerima pinjaman (borrower).

Mereka itu sifatnya off balancing sebab penyelenggara tidak mencatatkan penyaluran pembiayaan tersebut ke dalam neraca keuangan untuk dihitung sebagai aset atau kewajibannya. Beda halnya dengan on balancing, di mana sudah lumrah dilakukan oleh perbankan.

“Harus ditambahkan kata “langsung” karena penyelenggara hanya bisa memfasilitasi tidak bisa ikut meminjamkan dana. Sifatnya benar-benar off balancing tidak masuk aset atau kewajiban perusahaan.”

Diberi limitasi agar tidak bertabrakan dengan aturan sebelumnya

Hendrikus mengatakan, dalam proses pembuatan RPOJK ini diusahakan untuk tidak terlalu rigid aturannya, bersifat global, sekaligus tidak bertentangan dengan aturan yang sudah ada sebelumnya. Agar nantinya dalam pengembangan berikutnya tinggal diatur dalam penerbitan Surat Edaran OJK saja.

Ada beberapa aturan acuan yang bakal dikaitkan dengan POJK, diantaranya untuk pencucian uang akan mengikuti pedoman dan prosedur standar terkait penerapan program anti cuci uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU-PPT).

Untuk hal yang terkait stabilitas sistem keuangan akan mengacu ke UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), sementara untuk penyalahgunaan data akan mengacu ke UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Selain itu, ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan oleh penyelenggara jasa fintech. Seperti tertuang dalam pasal 54, disebutkan penyelenggara tidak bisa bertindak sebagai pemberi pinjaman.

Juga penyelenggara tidak bisa memberikan jaminan dalam segala bentuknya atas pemenuhan kewajiban pihak lain. Caranya dengan menerbitkan surat hutang, sebagai strategi untuk perkuat permodalannya.

“Intinya penyelenggara jasa fintech tidak bisa menggunakan dananya sendiri untuk disalurkan ke publik sebagai pinjaman. Juga, tidak bisa menerbitkan surat berharga apapun untuk memperkuat permodalannya. Kami persempit cakupannya agar tidak bertabrakan dengan multifinance. Jadi untuk perkuat modalnya, caranya hanya satu yakni cari investor baru.”

Usulan modal disetor untuk fintech lending sebesar Rp2,5 miliar

Para pendiri Modalku (salah satu pemain P2P lending) dalam peluncuran platfrom mereka di Januari 2016 silam / DailySocial
Para pendiri Modalku (salah satu pemain P2P lending) dalam peluncuran platfrom mereka di Januari 2016 silam / DailySocial

Dalam draft Pasal 2 hingga 6, cukup detil menerangkan bagaimana proses penyelenggara fintech lending bisa mendapat lisensi izin penuh dari OJK. Mereka harus berbentuk badan hukum lokal (PT maupun koperasi) yang bisa dikuasai sahamnya maksimal 85% oleh asing.

Adapun sebelum mendapat lisensi, semua penyelenggara (baik existing maupun baru) harus melewati proses pendaftaran dengan memiliki modal disetor minimal Rp1 miliar. Sebab, pada saat itu pihak OJK akan mengevaluasi model bisnis penyelenggara mulai dari kesiapan bisnis, status direksi, hingga bagaimana melakukan mitigasi risikonya.

Setelah evaluasi selesai, OJK akan mengeluarkan keputusan apakah penyelenggara bisa langsung mengajukan lisensi penuh dengan memenuhi modal disetor jadi Rp2,5 miliar. Bila penyelenggara dinilai OJK belum siap, artinya mereka akan menempuh masa uji coba selama satu tahun untuk belajar bersama dengan OJK untuk pendampingannya.

“Semua penyelenggara fintech yang sudah beroperasi pun harus menempuh proses pendaftaran. Bila bisnis sudah matang, tidak harus menunggu satu tahun, bisa jadi sebulan kemudian [lisensi diberikan]. Untuk yang belum [matang], OJK akan beri coaching, untuk dikawal terus selama satu tahun lamanya.”

Mitigasi yang diwajibkan OJK ada empat cara pengalihan. Hal ini tertuang dalam Pasal 19, melalui mekanisme asuransi kredit, penjaminan kredit, diversifikasi portofolio pinjaman, atau mitigasi risiko sesuai dengan rencana bisnis penyelenggara.

Peranan penyelenggara fintech lending diperluas

Draft juga menyebutkan, peranan penyelenggara fintech lending tidak hanya sekadar fasilitator antara lender dengan borrower saja. Tetapi juga dengan pertukaran data penyelenggara fintech scoring, informasi kredit, sertifikat elektronik, dan fintech pendukung lainnya yang terdaftar di OJK.

Hendrikus mencontohkan, lewat kolaborasi dengan fintech aggregator yang bergerak di bidang pemotretan lokasi dari satelit untuk memeriksa cuaca dan prediksinya di masa mendatang. Fintech lending nantinya akan mendapat rekomendasi yang bisa diberikan ke lender bagaimana cuaca dan iklim bila berinvestasi di sektor perkebunan dan bagaimana kondisi ke depannya.

“Dengan demikian, peran fintech lending bisa lebih luas lagi. Sekilas memang mirip perannya modal ventura (VC) karena memberikan insight ke investor. Tapi ini berbeda, sebab VC masuk akibat adanya intervensi. Beda dengan fintech lending, hanya memberi rekomendasi. Ini adalah value yang tidak bisa diberikan oleh bank,” pungkas dia.

Menakar Keseriusan Investor Asing di Sektor Fintech Indonesia

Seiring dengan ancaman perlambatan ekonomi global yang terus terjadi, mau tak mau negara maju harus terus mencari peluang dari negara-negara berkembang. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki banyak potensial yang dapat menjadi magnet, rupanya berhasil menarik minat negara maju untuk masuk ke Indonesia untuk berinvestasi.

Apalagi ketika membahas financial technology (fintech), Indonesia saat ini sedang giat membangun berbagai infrastruktur untuk mendukung ekosistemnya. Peranan fintech pun sangat luas, tidak hanya sebagai transaksi keuangan online, juga telah merambah ke uang elektronik, virtual account, aggregator, lending, crowdfunding, asuransi elektronik, dan lainnya.

Secara global, industri fintech terus tumbuh pesat dalam satu dekade terakhir. Lanskap industri perbankan digital mencatat Asia sebagai yang terdepan dalam proses adopsi teknologi ini.

Korea Selatan merupakan salah satu negara maju di Asia yang mengalami pertumbuhan jumlah penggunaan teknologi keuangan tertinggi (63%), sementara Indonesia mengalami pertumbuhan sebanyak 28% (data McKinsey Asia PFS survey 2007-2014). Data ini menunjukkan kesempatan tumbuh untuk inovasi fintech di Indonesia masih terbuka lebar.

Hendrikus Passagi, Peneliti Eksekutif Senior Departemen Kebijakan Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menerangkan sejauh ini sudah ada beberapa delegasi dari luar negeri yang datang ke Indonesia khusus untuk observasi kondisi fintech di Tanah Air. Beberapa diantaranya, Amerika, Singapura, Hong Kong, Tiongkok, dan yang terbaru Korea Selatan.

Namun, sambungnya, dari seluruh delegasi tersebut yang menunjukkan keseriusan dan niatan yang tinggi adalah Korea Selatan. Terlihat dari kunjungan perwakilan industri fintech Korea yang terdiri dari pejabat Ministry of Science, ICT dan Future Planning Korea, Korea Internet & Security Agency (KISA), serta 10 perusahaan fintech Korea melakukan lawatan selama tiga hari pada 30 November – 2 Desember 2016.

“Semua negara maju pasti punya kepentingan soal ini [investasi fintech]. Amerika [Serikat] dan Singapura yang paling paling dekat juga sudah merealisasikannya. Bisa dibilang lawatan delegasi Korea [Selatan] adalah terniat dan paling serius dibandingkan negara lainnya. Mereka melakukan roadshow ke kawasan Asia, Indonesia adalah negara pertama yang dikunjungi,” terangnya, Kamis (1/12).

Selain menyuntikkan dana investasi untuk pengembangan usaha, negara maju tersebut juga berniat untuk mengalirkan dananya sebagai lender atau pemberi pinjaman kepada fintech yang bergerak di jasa peer-to-peer lending atau pinjaman langsung.

Menurut dia, fintech jadi sarana tercepat bagi negara maju untuk mengalirkan dana ke negara berkembang, ketimbang melakukan jasa keuangan lainnya karena terbentur masalah aturan.

Dari kegiatan lawatan ini, delegasi Korea menekankan pihaknya membuka kesempatan yang lebar bagi dengan pemain lokal untuk bermitra demi mencapai berbagai tujuan. Seperti, peningkatan akses pasar, peningkatan produk, dan peningkatan operasional.

“Indonesia dan Korea perlu mengembangkan eksosistem yang kuat dan terintegrasi lewat hubungan kerja sama kolaboratif, baik di dalam ekosistem fintech maupun antar eksistem yang berbeda,” ucap Lee Keunjoo selaku Sekjen Korea Fintech Industry Association.

Saat ini delegasi Korea Selatan masih dalam mempelajari pasar fintech di Indonesia, seperti yang terlihat dari rencana observasi 10 pemain fintech Korea Selatan saat berkunjung ke sini. Salah satunya, Paycock, sebuah aplikasi pembayaran mobile, berencana ingin menjajaki pasar mobile payment Indonesia dengan mitra terpercaya dan berpengalaman.

Berikutnya Crizen (P2P lending brokerage platform) berencana ingin kerja sama bisnis dengan lembaga atau perusahaan fintech Indonesia.

Ajisatria Suleiman, Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia menambahkan kedatangan delegasi dari Korea Selatan ini bisa menciptakan peluang bagi lokal untuk mengadopsti teknologi yang mereka miliki untuk produk yang dihasilkan.

Perusahaan fintech Korea Selatan bernama Fount adalah robo advisor yang dapat bertindak sebagai manajer investasi untuk menyarankan portofolio investasi kepada investor berdasarkan algoritma komputer.

Pihak asing berpotensi kuasai 85% kepemilikan perusahaan fintech Indonesia

Hendrikus melanjutkan, dalam draft regulasi yang mengatur fintech peer-to-peer lending, sudah ada peluang untuk asing dalam rangka mendukung perkembangan fintech di Tanah Air.

Hal ini tertuang dalam Pasal 3 Rancangan Peraturan OJK tentang Layanan Pinjam Meminjam Langsung Uang Berbasis Teknologi Informasi, menyebutkan saham Fintech Lending harus berbentuk perseroan terbatas dan dapat dimiliki warga negara asing dengan maksimal kepemilikan saham sebesar 85%.

Dia bilang, angka tersebut memang belum final dan pembahasan dengan industri masih terus bergulir. Namun, pertimbangan dari regulator mengenai angka 85% timbul karena ingin membesarkan sektor jasa yang menjadi alternatif dari industri jasa keuangan konvensional.

Belum lagi, layanan fintech yang didominasi oleh perusahaan startup sangat rentan dengan kegagalan yang cukup tinggi.

“Orang lokal banyak tidak mau investasi di startup karena tergolong sangat konservatif. Makanya untuk memajukan startup fintech Indonesia, butuh tenaga asing untuk masuk ke Indonesia. Jangan terlalu buru-buru bilang asing itu jelek untuk Indonesia.”

Menurutnya, bila asing masuk tanpa ada filter pun belum tentu mereka bakal berhasil di Indonesia. Pasalnya, untuk berbisnis membutuhkan adanya ekosistem yang mendukung industri pendukung lainnya. Lagipula, pihak lokal juga tidak bisa menampikkan kebutuhan modal yang sangat tinggi ketika bisnis fintechnya sudah mulai berjalan.

Investree Resmi Luncurkan Layanan “Employee Loan”

Bertempat di Midtown, Jakarta, hari ini (29/11) startup fintech penyedia layanan peertopeer lending Investree mengumumkan peluncuran layanan terbarunya, yakni Employee Loan atau Pembiayaan Karyawan. Melalui Employe Loan, Investree akan berperan sebagai mitra perusahaan untuk memberikan akses pembiayaan di luar gaji pokok bagi karyawan yang bekerja di perusahaan rekanan. Nominal pinjaman atau pembiayaan yang bisa diajukan dimulai dari Rp5 juta-Rp50 juta.

Chairman dan Co-Founder Investree Adrian Gunadi menjelaskan bahwa hadirnya layanan Investree dan juga Employee Loan dilatarbelakangi oleh rendahnya akses masyarakat Indonesia ke pembiayaan. Di sisi lain, ada banyak juga masyarakat yang memiliki kelebihan dana tetapi tidak tahu harus mengalirkan dana tersebut ke mana.

Berdasarkan survei internal Investree, ditemukan bahwa ada 57 persen masyarakat Indonesia yang mengajukan pinjaman dengan berbagai latar belakang dan dari berbagai sumber dalam 12 bulan ke belakang. Dari 57 persen tersebut, 42 persennya meminjam dari keluarga atau teman dekat. Sementara yang meminjam dari financial institution hanya mencapai 12 persen dan sisanya dari sumber lain seperti rentenir.

“[Employee Loan] Seperti halnya Kredit Tanpa Agunan [KTA]. Bantuan pembiayaan tersebut nantinya dapat dimanfaatkan oleh karyawan untuk berbagai keperluan. Mulai dari pendidiakn, kesehatan yang tidak tercakup asuransi, hingga renovasi rumah,” ujar Adrian.

Untuk memperoleh pinjaman, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh karyawan yang bersangkutan. Di antaranya, karyawan yang menjadi peminjam harus berusia minimal 21 tahun, terdaftar sebagai karyawan di perusahaan yang bekerja sama dengan Investree, berpenghasilan tetap dengan gaji minimal Rp 3,1 juta per bulan, dan memiliki kelengkapan dokumen seperti KTP, NPWP, Surat Keterangan Kerja, dan slip gaji.

Employee Loan dan Invoice Financing untuk UKM / DailySocial
Employee Loan dan Invoice Financing untuk UKM / DailySocial

Setelah pinjaman diajukan, prosedur verifikasi pinjaman akan dilakukan oleh Investree sedangkan verifikasi karyawan akan dilakukan oleh pihak HRD melalui dashboard khusus. Dari dashboard tersebut juga pihak perusahaan dapat memantau siapa saja  yang mengajukan pinjaman. Pengajuan pinjaman ini pun sifatnya terbuka untuk karyawan tetap atau kontrak dari perusahaan rekanan.

Adrian mengatakan, “Verifikasi dilakukan secara online. Peminjam kan nanti harus unggah slip gaji dan sebagainya, dari situ kami bisa verifikasi. Kami juga membukakan dashboard kepada HRD-nya, jadi nanti mereka juga ikut memverifikasi. […] Yang approved pinjaman Investree, HRD yang verified [status karyawan].”

Jumlah pinjaman yang dapat diajukan oleh karyawan adalah Rp 5 – 50 juta dengan jangka waktu mulai dari 3 bulan hingga 12 bulan. Sementara pembayaran pinjaman sendiri akan dilakukan dengan metode potong gaji. Sedangkan dari sisi pemberi pinjaman, minimum pinjaman yang diberikan untuk layanan Employee Loan adalah satu juta Rupiah.

Terkait realisasi produk, Adrian mengklaim bahwa layanan Employee Loan yang telah berjalan sejak bulan Mei ini telah bekerja sama dengan kurang lebih 10 perusahaan besar dengan total 8000-an karyawan. Beberapa di antaranya adalah Qerja, Jatis Group, JuvisK, dan CAS Group. Ke depannya, Investree akan terus membuka kesempatan  bagi perusahaan terdaftar lainnya untuk bekerja sama.

Sejauh ini, sejak melucur, Investree sendiri mengklaim telah berhasil memberikan 172 pinjaman dengan total dana yang diberikan mencapai Rp34.5 miliar. Adrian berharap angkanya akan menjadi Rp40 miliar di akhir tahun dan menargetkan layanan Employee Loan untuk berkontribusi setidaknya 30 persen dari pinjaman yang diberikan yang saat ini masih didominasi oleh pinjaman untuk UKM.

Enam Cara Mendapatkan Investor untuk Pendanaan Startup

Pertanyaan yang satu ini pasti sering dilontarkan oleh para pendiri startup yang berencana meluncurkan startup atau bersiap untuk melakukan penggalangan dana, bagaimana cara terbaik untuk bertemu dengan para investor?

Tidak semua pendiri startup memiliki jaringan hingga mentor yang cukup berpengaruh dan memiliki nama besar untuk mendukung bisnis yang akan dikembangkan, masih banyak pendiri startup yang bukan berawal dari lingkungan startup, tidak memiliki latar belakang bisnis hingga tidak mengenal jaringan investor lokal hingga asing. Artikel berikut ini membantu Anda pendiri startup yang hingga kini masih kesulitan untuk bertemu dengan para investor lokal hingga asing untuk mendanai startup.

Kompetisi startup

Saat ini sudah banyak kegiatan atau kompetisi yang diinisiasi oleh venture capital, korporasi hingga perusahaan. Manfaatkan acara tersebut untuk Anda pendiri startup berkenalan dan tentunya mempromosikan produk yang dimiliki. Jika startup Anda belum beruntung lolos sebagai finalis, tetap datang dan berkenalan dengan investor yang pastinya akan hadir di kegiatan tersebut.

Angel network 

Saat ini sudah banyak grup investor perorangan yang meluncurkan angel network atau jaringan angel investor untuk membantu startup baru yang membutuhkan modal usaha di awal berdirinya startup. Angel network di Indonesia yang bisa didekati di antaranya adalah Angel Investor Network Indonesia (Angin) yang secara aktif memberikan investasi kepada startup baru yang memiliki potensi menjadi besar.

Situs crowdfunding

Cara lain yang bisa dilakukan untuk startup mendapatkan modal awal adalah melalui situs crowdfunding. Saat ini sudah banyak situs crowdfunding lokal hingga asing yang memberikan kesempatan untuk startup baru mendapatkan modal dengan cara crowdfunding. Masing-masing situs crowdfunding memiliki sistem dan cara tersendiri bagaimana mereka mengelola proses crowdfunding. Idealnya pelajari dan temukan situs crowdfunding yang sesuai dengan startup Anda.

Inkunbator dan akselerator

Selain kompetisi cara lain yang bisa dicermati ketika waktunya menemukan investor yang tepat adalah dengan mengikuti program akselerator atau inkubator. Sebelum startup Anda bersiap untuk mengikuti program ini, pastikan produk dan model bisnis telah dimiliki dan pastinya memiliki potensi untuk tampil lebih unggul dengan startup lainnya yang juga berlomba-lomba ingin menjadi bagian dari program inkubator dan akselerator yang ada.

Platform pinjaman peer-to-peer

Dengan makin ketatnya peraturan yang diterapkan oleh bank juga venture capital, memanfaatkan platform lending peer-to-peer nampaknya bisa dijadikan pilihan utama. Saat ini sudah banyak startup hingga perusahaan keuangan yang menawarkan pinjaman dengan konsep peer-to-peer. Selain peraturan lebih mudah, proses peminjaman seperti ini juga lebih cepat untuk dilakukan.

Perusahaan ekuitas swasta

Banyak yang menganggap pilihan yang satu ini sebagai cara yang tradisional untuk mendapatkan pendanaan dari investor. Perusahaan ekuitas swasta biasanya akan memberikan akses berupa dana yang bervariasi, mulai dari jumlah ribuan hingga jutaan dollar, khususnya untuk startup baru yang masih dalam early stage dari berbagai industri dan memiliki potensi untuk berkembang.

Modalku Gandeng Bank Sinarmas Jadi Bank Kustodian

Modalku salah satu startup yang yang bergerak di sektor teknologi finansial (fintech), khususnya untuk peer-to-peer lending, mengumumkan kerja sama dengan Bank Sinarmas. Kerja sama kali ini menjadikan Bank Sinarmas sebagai bank kustodian yang akan berwenang untuk menampung dana pemberi pinjaman pada untuk Modalku sehingga bisa meningkatkan keamanan dan transparansi dana.

Seperti banyak diberitakan sebelumnya, pemerintah melalui OJK tengah menyiapkan regulasi yang akan mengatur industri fintech terutama masalah perlindungan konsumen. Salah satunya mengenai perlindungan data dan dana konsumen. Dengan kerja sama ini Modalku seolah mencuri start untuk memastikan pelanggan mereka merasakan keamanan berkat peran Bank Sinarmas yang berperan sebagai kustodian.

Seperti disampaikan Peneliti Eksekutif Senior Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi, salah satu hal yang menjadi perhatian utama regulator pada platformpeer-to-peer lending adalah perlindungan dan keamanan dana konsumen. Menurut Hendrikus tanpa bank kustodian, pengelola platformpeer-to-peer lending dapat menyalahgunakan dana seperti pada kasus ponzi scheme yang mengeluarkan pinjaman palsu dan bentuk penipuan lainnya.

“Keberadaan bank kustodian dapat meminimalisir kekhawatiran ini karena dapat memastikan bahwa dana pemberi pinjaman tidak disalahgunakan oleh pengelola portal,” ungkapnya.

Disampaikan CEO Modalku Reynold Wijaya, kerja sama ini merupakan bagian dari inovasi layanan konsumen oleh Modalku. Inovasi ini juga diharapkan mampu menciptakan ekosistem fintech yang lebih sehat dan aman di Indonesia.

“Implementasi kustodian bukanlah hal yang mudah, namun akan memaksimalkan kegiatan peer-to-peer lending di Modalku karena dana pemberi pinjaman terjamin aman. Standar tinggi kami akan menciptakan dunia fintech yang lebih sehat di Indonesia,” ujar Reynold.

Di sisi lain Direktur Utama PT. Bank Sinarmas Tbk. (BSIM) Freenyan Liwang menyampaikan bahwa perjanjian kustodian dengan Modalku akan memperluas kesempatan Bank Sinarmas di dunia finansial di tengah perkembangan industri keuangan digital.

“Ekosistem peer-to-peer lending sedang tumbuh pesat di Indonesia. Perjanjian kustodian ini akan membawa peer-to-peer lending di Indonesia ke tingkat selanjutnya, yaitu ke arah yang lebih ideal. Kami percaya bahwa dengan kerja sama ini, Bank Sinarmas akan menjadi salah satu bank terkemuka dalam keuangan digital,” tambahnya.

Sebelumnya hubungan baik antara Modalku dan Bank Sinarmas juga tertuang dalam bentuk kerja sama Bank Sinarmas sebagai escrow agent dan juga telah memberi pinjaman dana sebesar Rp10 miliar untuk membiayai pinjaman Modalku.

Layanan P2P Lending Koinworks Hadirkan KoinPintar dan KoinSehat

Di sela-sela acara Indonesia Fintech Festival & Conference 2016, layanan P2P Lending Koinworks mengumumkan dua layanan terbarunya yaitu KoinPintar dan KoinSehat. Dengan diluncurkannya dua fitur terkini tersebut diharapkan KoinWorks turut mengembangkan sektor pendidikan dan kesehatan di Indonesia.

Nantinya, pinjaman melalui KoinPintar dapat digunakan oleh individu untuk meneruskan pendidikan lebih lanjut ke lembaga atau institusi pendidikan rekanan KoinWorks. KoinPintar juga dapat digunakan institusi atau lembaga pendidikan tertentu untuk mengembangkan infrastruktur penunjang pendidikan seperti renovasi bangunan atau membangun fasilitas baru.

“Sejalan dengan misi KoinWorks, yaitu untuk bersama membangun Indonesia melalui platform peer-to-peer-lending. Kami berpikir bahwa edukasi dan kesehatan adalah faktor yang penting dalam misi ini, dan di kedua area ini masih ada kebutuhan yang belum terpenuhi, kata Co-Founder KoinWorks Benedicto Haryono kepada DailySocial.

Saat ini KoinWorks telah melakukan kerja sama dengan Hacktiv8 untuk KoinPintar. KoinWorks memfasilitasi pembiayaan pendidikan untuk masyarakat umum yang tertarik belajar menjadi web developer dengan skema pembayaran cicilan yang dapat dipilih sesuai kemampuan dan tingkat suku bunga yang rendah.

“Untuk KoinPintar, tanggapannya sangat baik. Beberapa dari pendana kami sangat antusias bisa membantu edukasi orang lain, sedangkan mayoritas menyetujui untuk mendanai sedikit pinjaman di KoinPintar,” kata Benedicto.

Bukan hanya menyasar kalangan pelajar, KoinPintar juga bisa dimanfaatkan oleh pekerja yang ingin melanjutkan edukasi melalui pinjaman KoinPintar. Cara pendanaan program ini sama dengan cara pendanaan pinjaman lainnya di KoinWorks. Pendana dapat menemukan pinjaman KoinPintar pada halaman “Telusuri” dengan mencari pinjaman dengan tujuan “Education Loan”.

KoinSehat membantu masyarakat mendapatkan dana untuk berobat

Layanan lain yang juga dihadirkan oleh KoinWorks adalah KoinSehat. KoinSehat menyediakan pembiayaan kesehatan dan mempertemukan pasien dengan lembaga atau institusi kesehatan rekanan KoinWorks, dengan metoda peminjaman yang lebih cepat dan bunga yang lebih rendah dibandingkan lembaga keuangan lainnya.

Bisa di prediksi layanan yang satu ini akan mendapat perhatian yang cukup besar dikalangan masyarakat umum, KoinSehat sendiri menawarkan bantuan pendanaan untuk beberapa kategori perawatan diantaranya perawatan kecantikan, kehamilan, fisioterapi, perawatan gigi, berbagai layanan scan dan check dan perawatan mata. Saat ini, KoinWorks bekerja sama dengan Klinik Mata Nusantara (KMN) untuk opsi pendanaan operasi mata yang murah dan mudah.

“Kami harapkan dengan hadirnya KoinPintar dan KoinSehat bisa memperluas kemitraan dengan rekan-rekan yang berpotensi dan memiliki misi yang sama,” kata Benedicto.

Mengalami peningkatan jumlah pengguna dan pemberi pinjaman aktif

Sejak resmi diluncurkan bulan Juli 2016 silam, KoinWorks mengklaim telah mengalami jumlah peningkatan pengguna yang melakukan pendaftaran hingga 3 ribu orang, dan 600 orang diantaranya adalah para pemberi pinjaman yang sudah aktif. Selain mendorong kemajuan UMKM, KoinWorks juga memiliki komitmen menghadirkan layanan dengan konsep peer-to-peer-lending yang juga sarat dengan misi sosial.

“Kerjasama yang telah terjalin merupakan langkah awal KoinWorks dalam industri fintech di Indonesia, kedepannya KoinWorks akan terus berinovasi dan bersosialisasi mengenai pembiayaan peer-to-peer lending dan crowdfunding yang tergolong masih baru di Indonesia” tutup Benedicto.

Layanan P2P Lending Koinworks Gelar Program, Ajak Masyarakat Jadi Pemberi Pinjaman Secara Gratis

Untuk mengedukasi dan mempromosikan keberadaan layanan peer-to-peer lending di kalangan masyarakat umum, Koinworks akan menggelar program pemberian kredit gratis kepada calon lender atau pemberi pinjaman di situsnya. Pendaftaran akan dibuka pada tanggal 11 Juli 2016 dan menargetkan 1000 calon pemberi pinjaman baru. Kegiatan ini sendiri akan berlangsung selama dua minggu dan akan resmi diluncurkan pada akhir Juli 2016.

“Nantinya setelah melakukan proses registrasi calon lender atau pemberi pinjaman akan kami pilih dan jika sesuai dengan kriteria akan diberikan kredit dari Koinworks yang bisa langsung digunakan untuk berinvestasi,” kata Co-Founder Koinworks Benedicto Haryono kepada DailySocial.

Tujuan dilakukannya kegiatan ini adalah untuk memaksimalkan strategi pemasaran sekaligus mengedukasi secara langsung kepada masyarakat umum untuk lebih terbiasa menggunakan Koinworks. Koinworks menggelontorkan dana sekitar 2 miliar Rupiah untuk pemberian kredit gratis kepada calon pemberi pinjaman.

“Jika program Koin ini mendapatkan respon yang positif dari masyarakat umum, besar kemungkinan kegiatan ini akan kami teruskan dan kami lakukan secara berkala,” kata Benedicto.

Selama ini Koinworks telah memberikan invitation kepada kalangan teman dan keluarga untuk menjadi pemberi pinjaman. Hal ini dilakukan untuk mengumpulkan feedback dan melakukan koreksi terhadap layanan dan fitur di Koinworks.

“Saat ini kami telah memiliki pemberi pinjaman yang berasal dari kalangan umum, namun akun tersebut belum kami aktifkan,” kata Benedicto.

Peluncuran aplikasi mobile

Tim Koinworks di kantor pusatnya

Selain meluncurkan program Koin, akhir bulan Juli Koinworks juga berencana meluncurkan aplikasi mobile versi beta khusus untuk pengguna smartphone Android. Tidak berbeda jauh dengan fitur yang saat ini telah tersedia di mobile browser, aplikasi tersebut nantinya akan dilengkapi dengan dashboard dan push notification yang dilengkapi dengan informasi pinjaman terkini yang bisa secara langsung diinvestasikan oleh lender atau pemberi pinjaman.

“Selain itu kami juga akan memberikan launching tools untuk memudahkan lender melakukan investasi. Bentuknya seperti semi-automated, artinya setiap ada loan yang naik, lender bisa langsung investasi,” kata Benedicto.

Menargetkan pasar e-commerce dan marketplace

Merchant layanan e-commerce menjadi sasaran utama calon peminjam uang
Merchant layanan e-commerce menjadi sasaran utama calon peminjam uang

Saat ini Koinworks telah menjalin kemitraan dengan pelaku e-commerce seperti Berrybenka, Lazada dan Livaza. Kemitraan strategis ini sengaja dilancarkan oleh Koinworks untuk bisa menjangkau lebih banyak SME Lending yang merupakan merchant dari masing-masing e-commerce dan marketplace terkait.

Borrowers atau peminjam biasanya fokus kepada online bisnis, bisnis yang selling atau marketing online, Koinworks yang pertama meng-cater pasar tersebut. Sebelumnya tidak ada bisnis yang meng-cater online pasar tersebut sampai akhirnya [masuk] Tokopedia bersama bank,” kata Benedicto.

Koinworks juga tengah melakukan negosiasi dengan layanan e-commerce lokal lainnya. Rencananya sekitar pertengahan bulan Agustus 2016 akan diumumkan siapa saja e-commerce yang bermitra dengan Koinworks

“Target kita adalah untuk mendiversifikasi produk untuk pemberi pinjaman. Guiding principal di fase pertama adalah mencari peminjam yang memiliki online presence, karena kita berbasis data hal ini yang membedakan Koinworks dengan peer-to-peer lending lainnya,” kata Benedicto.

Dengan menerapkan metode yang tradisional namun diperkuat dengan analisis big data, Koinworks mengklaim menghasilkan credit scoring yang komprehensif dan tentunya berguna untuk pemberi pinjaman dan Koinworks.

Credit scoring di Koinworks target akhirnya adalah fully-automated namun saat ini yang diterapkan sepenuhnya augmented decisions making. Jadi orang yang menentukan namun augmented by data,” kata Benedicto.

Hingga kini Koinworks telah memiliki sekitar 1000 borrower atau peminjam, namun dari data yang telah masuk masih terus dilakukan proses penyaringan untuk menghindari terjadinya fraud. Saat ini baru sekitar 20 peminjam saja yang secara resmi telah mendapatkan persetujuan dari Koinworks, namun dari partner untuk approval rating telah mencapai 10 hingga 20%.

“Secara keseluruhan target pasar kita adalah productive loan dan harus mutually beneficial, artinya semua partner, borrower dan lender bisa mendapatkan keuntungan dari produk tersebut,” tutup Benedicto.

Modalku Hadirkan Peer-To-Peer Lending Untuk Pelaku UKM dan Startup

Seperti yang diprediksi oleh DailySocial sebelumnya dalam Tech Startup Report 2015, Fintech atau Financial Technology akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi di tahun 2016. Mengawali tahun 2016 salah satu startup yang mencoba untuk bermain di bidang keuangan adalah Modalku. Modalku yang berada di bawah nama PT Mitrausaha Indonesia Group merupakan perusahaan teknologi pinjam meminjam langsung (peer-to-peer lending) yang mengklaim sebagai perusahaan dengan model bisnis pertama di Indonesia yang meluncurkan produk bisnis alternatif dari investasi yang berbasis teknologi digital.

“UKM saat ini memberikan kontribusi yang cukup besar untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kehadiran Modalku diharapkan dapat menjawab semua kesulitan para pelaku UKM, startup di Indonesia yang hingga kini masih kesulitan mendapatkan pinjaman atau penambahan dana untuk modal usaha,” kata CEO dan Co-Founder Modalku Reynold Wijaya.

Secara resmi hari ini Modalku diluncurkan dan siap untuk menerima investasi dari para pemberi pinjaman dan menampung semua kebutuhan dana dari para peminjam. Layanan berbasis teknologi digital ini berfungsi sebagai solusi yang dapat diandalkan bagi para pemberi pinjaman untuk pertukaran hasil, yang mampu mencapai lebih dari 12% per tahun, serta sebagai alternatif untuk pilihan investasi konvensional seperti saham, obligasi, reksa dana dan deposito. Produk ini terjangkau bagi para profesional kelas menengah, karena setiap orang dapat membuka akun di Modalku dengan jumlah pinjaman minimal Rp.10 juta hingga maksimal Rp.500 juta.

“Dengan konsep mirip seperti crowdfunding, para pemberi pinjaman dapat menyalurkan dananya dan berinvestasi di perusahaan UKM yang membutuhkan dana. Berdasarkan pengalaman kami, berapa pun jumlah yang ditawarkan proses peer-to-peer lending Modalku hanya berlangsung sekitar 7 hari dan peminjam sudah mendapatkan tambahan dana yang dibutuhkan. Tentunya dengan persyaratan yang berlaku,” kata Reynold.

Cara Kerja Modalku

Pelaku UKM yang ingin mengajukan modal melalui Modalku dapat mengakses situs Modalku. Langkah pertama yaitu mengisi aplikasi, nantinya secara otomatis Modalku akan melakukan profile screening dilanjutkan dengan verifikasi anti-fraud, psychometric testing, dan diakhiri dengan evaluasi bisnis dan keuangan. Nantinya secara otomatis sistem Modalku akan melakukan diversifikasi yang akan menghubungkan para pemberi pinjaman (dalam jumlah yang tidak ditentukan) untuk mulai mengakses informasi dari peminjam serta bersedia untuk memberikan pinjaman.

Idealnya para pemberi pinjaman tidak diperbolehkan untuk secara keseluruhan memberikan uang yang diminta oleh peminjam yang dipilih secara khusus, proses diversifikasi yang ada nantinya akan memberikan kesempatan kepada pemberi pinjaman yang lain untuk mengalokasikan dana yang mereka miliki kepada perusahaan peminjam.

“Nantinya baik peminjam dan pemberi pinjaman dapat mengakses dashboard masing-masing usai melakukan login di situs Modalku. Kami dari Modalku senantiasa mengedepankan transparansi kepada kedua belah pihak ketika kesepakatan telah ditentukan,” kata Reynold.

Jumlah pinjaman yang dapat diminta oleh peminjam mulai dari 50 juta Rupiah hingga 500 juta Rupiah, sedangkan tenor yang bisa dipilih adalah 3, 6 hingga 12 bulan. Suku bunga yang ditetapkan adalah 15-20 % per tahun dengan pencairan dana yang telah disetujui akan berlangsung dalam waktu 10 hari kerja.

Ketentuan yang ditetapkan kepada pemberi pinjaman adalah minimal pendanaan 1 juta Rupiah dengan tenor sama dengan pemberi pinjaman, yaitu 3, 6 dan 12 bulan. Bunga yang diharapkan diperoleh pemberi pinjaman adalah (expected return) 12-18% per tahun dengan konsep risk-based pricing.

Secara keseluruhan Modalku mengklaim menawarkan win-win solution bagi pemberi pinjaman dan peminjam, dengan metode underwriting pinjaman yang inovatif dan teruji kuat. Layanan berbasis teknologi yang ditawarkan Modalku disebut memiliki biaya operasional yang jauh lebih rendah dibandingkan institusi keuangan tradisional.

“Secara legalitas bisa dipastikan Modalku terjamin keberadaannya, Demikian juga dengan keamanan dan kecepatan dari sistem yang kami hadirkan. Diharapkan dapat membantu para pelaku UKM mempermudah mendapatkan alternatif penambahan modal,” tambah Reynold.

OJK mendukung keberadaan Modalku dengan syarat memberikan perlindungan yang menyeluruh

Turut hadir dalam acara peresemian Modalku adalah Peneliti Eksekutif Senior dari Departemen Pengembangan Kebijakan Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DR. Hendrikus Passagi. Dalam kesempatan tersebut Hendrikus mendukung kehadiran Modalku di Indonesia, sebagai alternatif bagi para pelaku UKM yang kerap kesulitan mendapatkan pendanaan.

Menurut Hendrikus, bank memiliki regulasi yang perlu dipatuhi terkait memberikan pinjaman (agunan) kepada para peminjam. Sementara KTA belum mampu memberikan nilai yang cukup tinggi untuk membangun usaha.

“Modalku bisa mengalirkan uang atau dana dari luar negeri untuk pelaku UKM di Indonesia, melihat lebih rendahnya suku bunga di Indonesia dibandingkan negara lain,” kata Hendrikus.

OJK mencatat saat ini ada sekitar 54 juta pelaku UKM di Indonesia. Diharapkan platform peer-to-peer lending seperti Modalku bisa mengakomodir permintaan dari para pelaku UKM.

Modalku secara intensif sudah melalukan dialog dengan OJK, terutama masalah perlindungan kepada konsumen atau hak konsumen. Karena belum ada regulasi yang secara khusus mengatur keberadaan Modalku, OJK akan senantiasa mengontrol, memberikan panduan, dan masukan kepada Modalku terkait dengan strategi bisnis dan peraturan yang berlaku.

“OJK berharap Modalku sebagai perusahaan berbasis teknologi bisa memberikan pilihan lebih bervariasi untuk proses pembayaran pinjaman dibandingkan dengan semua layanan yang telah dihadirkan oleh perusahaan keuangan hingga bank-bank di Indonesia,” tuntas Hendrikus.