Pintaria Berganti Nama Jadi “Pintar”, Fokus Berdayakan Angkatan Kerja Lewat Teknologi

Berubahnya dunia kerja seiring perkembangan teknologi menyebabkan adanya kesenjangan demand dan supply dalam pasar tenaga kerja. Pintar (sebelumnya Pintaria, bagian dari  HarukaEDU) hadir untuk menutup celah tersebut dengan mengembangkan sebuah platform pengembangan diri. Ini juga jadi pengajawantahan visi perusahaan untuk memberdayakan angkatan kerja Indonesia lewat akses belajar tanpa kenal usia.

Pintar memiliki 3 produk pembelajaran utama, yaitu Kuliah, Kursus, dan Korporasi. Pada produk Kuliah ini, mereka bekerja sama dengan mitra universitas lokal untuk menyediakan Sistem Manajemen Pembelajaran (LMS) dan membantu menjalankan digitalisasi dalam proses pembelajaran.

Selain itu, ada juga Kursus yang menawarkan kelas-kelas untuk pengembangan diri dan karier. Lalu pada produk Korporasi, Pintar bermitra dengan para korporasi yang ingin berinvestasi pada para pekerja untuk membantu menyediakan pembelajaran yang fleksibel sesuai kebutuhan untuk upskilling dan reskilling para pekerja.

Ragam layanan yang disediakan Pintar lewat platformnya

 

CEO Pintar Ray Pulungan menyatakan bahwa keputusan rebranding dari nama “Pintaria” ke “Pintar” ini mempertegas misi perusahaan untuk membuka akses kepada pendidikan berkualitas di era digital sebagai bagian dari proses pembangunan ekonomi yang inklusif, berdaya saing tinggi, dan berkelanjutan.

Pendidikan yang ditawarkan oleh Pintar tidak cuma berupa pendidikan formal tetapi pendidikan yang dinamis dan peka terhadap perubahan zaman.

“Pendidikan ini sesuatu yang tidak mengenal ruang dan waktu. Ini yang kami perjuangkan. Pintar hadir untuk memberikan kesempatan yang setara bagi setiap pembelajar di usia produktif. Kami ingin memberdayakan angkatan kerja lewat akses pendidikan tanpa kenal usia,” jelas Head of Learning Pintar Grace Gunawan.

Dalam acara soft-launching Pintar yang diikuti oleh diskusi bertajuk “Empowering Indonesia’s Workforce through Upskilling”, salah satu isu yang turut diangkat adalah fenomena horizontal mismatch atau ketidakselarasan output pada dunia kerja. Ditengarai banyaknya tenaga kerja yang bekerja pada bidang yang tidak sesuai dengan latar belakangnya.

“Menurut penelitian LIPI, 4,6% tenaga kerja Indonesia undereducated, 27,9% tenaga kerja overeducated, dan 68,4% mengalami field of study mismatch. Berbagai mismatch ini menimbulkan konsekuensi berupa kesenjangan keterampilan, rendahnya kepuasan kerja, tingginya angka pengangguran, sampai kesenjangan gaji/upah,” tutur Shinta Kamdani selaku Chair of B20 Indonesia 2022 sekaligus Wakil Ketua Kadin Indonesia dan CEO Sintesa Group.

Pintar mencoba menjawab dan menangani kesenjangan antara supply dan demand tenaga kerja di Indonesia tersebut. Selain itu, juga menjembatani skill gap di dunia kerja lewat kolaborasi dengan berbagai institusi. “Kami percaya pendidikan itu bukan cuma persoalan individu. Hal ini membutuhkan sinergi dari banyak pihak untuk bisa meningkatkan sumber daya manusia,” ucap Grace.

Incoming Dean for School of Professional Studies Shankar Prasad yang juga hadir dalam sesi ini, mengungkapkan pentingnya kolaborasi dengan edutech bagi institusi pendidikan tradisional seperti universitas demi menciptakan konten-konten yang lebih relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Selain itu, platform teknologi juga dinilai mampu menjangkau lebih banyak pembelajar dibanding institusi pendidikan tradisional.

“Saat ini adalah waktu yang sangat tepat untuk berinvestasi dalam keterampilan karyawan. Secara global teknologi sudah cukup maju, apa pun bisa dipelajari karena platform pembelajaran bisa diakses dengan mudah. Keberadaan platform-platform ini membuat para pekerja bisa terus mengembangkan
diri dengan tidak terhambat oleh pendidikan formal,” tambah Vice President Samator Group Imelda Harsono yang turut hadir mengisi sesi diskusi.

Perjalanan Bisnis Pintar

Didirikan pada tahun 2014, HarukaEDU — yang kemudian rebranding menjadi Pintaria— lalu sekarang resmi menggunakan identitas Pintar, memulai bisnis sebagai mitra universitas yang ingin meluncurkan pembelajaran online. Beberapa di antaranya adalah Universitas Kristen Indonesia dan Universitas Al Azhar Indonesia, untuk mendigitalkan konten mereka dan mengelola sisi teknologi dari proses pembelajaran.

HarukaEDU membantu universitas meningkatkan pendaftaran siswa baru dan meningkatkan pengalaman belajar siswa. Perusahaan meluncurkan platform Pintaria pada tahun 2018, menawarkan pelatihan teknis dan soft skill bagi mereka yang bersiap memasuki dunia kerja. Di tahun berikutnya, kembali meluncurkan CorporateEDU untuk mendukung perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah dalam memberikan pelatihan perusahaan yang fleksibel, efektif, dan terukur bagi karyawan.

Selama masa pandemi COVID-19, Platform ini juga membantu pemerintah Indonesia dengan inisiatif pelatihan ulang Program Kartu Prakerja. Perusahaan fokus pada pengembangan program dan pilihan untuk memastikan bahwa siswa memiliki sarana dan sistem pendukung yang mereka butuhkan untuk menyiapkan mereka agar sukses dalam karier dan kehidupan mereka.

Sejak berdiri di tahun 2014, platform ini telah memfasilitasi transformasi karier melalui pendidikan dan pengalaman dalam keterampilan yang paling dibutuhkan saat ini. Ketika pengguna memulai pembelajaran dalam platform, mereka dapat memilih berbagai format dan modul untuk membantu mereka mencapai tujuan, termasuk full-online, blended learning, dan opsi short-form — di kampus dan online.

Resmi menggunakan identitas baru, Pintar menggunakan pendekatan bisnis yaitu kemitraan. Perusahaan bekerja sama dengan banyak universitas khususnya lokal. “Namun, misi penting kami tidak hanya dengan universitas saja, melainkan juga melibatkan institusi pendidikan lainnya dan tentunya pelaku teknologi. Ke depannya kami akan membangun kerja sama yang lebih luas lagi dengan berbagai stakeholder baik lokal maupun global,” ujar Ray.

Hingga kini, perusahaan sudah memiliki jaringan yang luas dengan 700+ kursus online, kemitraan dengan 13 universitas dan lebih dari 50 mitra pelatihan. Platform ini juga telah menjadi mitra Prakerja sejak 2020. Pintar juga telah berhasil menggaet lebih dari satu juta pengguna untuk mengakses kursus singkat, pendidikan tinggi, dan program Prakerja.

Tjetak Ganti Nama Jadi “Manuva”, Perluas Cakupan Bisnis

Hampir dua tahun pasca-perolehan pendanaan seri A, startup Tjetak mengumumkan telah berganti nama menjadi Manuva. Langkah ini diambil untuk menandai ekspansi solusi yang tak hanya berfokus pada industri kemasan, tetapi juga elektrikal dan garmen di Indonesia.

Co-founder Manuva Anggara Pranaspati mengatakan, nama ‘Manuva’ menggambarkan manuver perusahaan untuk mengembangkan ekosistem manufaktur digital dari hulu ke hilir. Sejalan dengan perjalanan bisnisnya, Manuva meyakini pelaku manufaktur kecil dan menengah punya potensi untuk tumbuh. Apalagi, Indonesia masuk sepuluh besar negara manufaktur terbesar di dunia.

“Manuva fokus untuk berkolaborasi dengan perusahaan manufaktur skala kecil dan menengah yang belum mencapai utilisasi kapasitas maksimal atau rerata baru 60%. Kami bantu mengoptimalkan kapasitas mereka dengan memproduksi barang jadi untuk pasar retail atau menerima pesanan produksi dari brand lain,” tuturnya dalam keterangan resmi.

Tawarkan tiga layanan utama

Sebagai informasi, Tjetak atau Manuva didirikan oleh Anggara Pranaspati, Raffisal Damanhuri, dan Hasandi Patriawan pada 2018. Manuva menawarkan solusi untuk membantu proses jual-beli barang jadi, kustom, dan bahan baku melalui tiga layanan utama, yakni Manuva Retail, Manuva Procure, dan Manuva Supply.

Manuva Retail membuka jaringan distribusi agar pelanggan toko ritel Manuva bisa menjual produk jadi dari para mitra manufaktur di toko masing-masing. Jaringan distribusi Manuva telah mencapai ribuan gerai ritel di lima provinsi dan 48 kota/kabupaten.

Kemudian, Manuva Procure adalah sistem e-procurement yang mempertemukan pelaku bisnis dengan manufaktur untuk pengadaan barang kustom. Manuva berupaya menjangkau pelanggan B2B di seluruh Indonesia dengan menawarkan kredibilitas lebih pada proses penawaran harga, produksi, dan kontrol kualitas akhir.

Sementara, Manuva Supply melayani pelaku manufaktur untuk menerima pesanan, mengatur produksi, dan melakukan pembelian bahan baku. Saat ini, Manuva telah bermitra dengan lebih dari 250 pabrik manufaktur skala kecil dan menengah yang tersebar di lima hub di Pulau Jawa.

Ekspansi bisnis

Pada tahun ini, Manuva membidik strategi ekspansi distribusi ke pulau Jawa, Bali, Sumatera, dan sejumlah kota besar lainnya. Ekspansi ini juga sejalan dengan upaya masuk ke segmen industri baru, yakni manufaktur produk elektrikal dan garmen.

Untuk mendigitalkan ekosistem manufaktur serta rantai pasok di Indonesia, Manuva juga fokus untuk meningkatkan utilisasi kapasitas produksi melalui dua kanal penjualan mitra manufaktur, yakni toko ritel dan B2B. Menurutnya, mereka memberikan dukungan tak hanya pada peningkatan penjualan, tetapi juga efisiensi proses pembelian bahan baku mentah hingga akses kepada modal kerja dari mitra LJK (Lembaga Jasa Keuangan).

Menurut catatannya, mitra manufaktur Manuva dapat meningkatkan utilisasi mesin produksi hingga 25% lebih tinggi. Angka ini dinilai secara tidak langsung membuat harga jual produk mitra menjadi lebih kompetitif. Adapun, Manuva menyebut telah membukukan pertumbuhan bisnis dengan margin kontribusi positif di paruh 2022.

“Melihat potensi pertumbuhan bisnis manufaktur skala kecil dan menengah di Indonesia, kami optimistis dapat menghadirkan inovasi untuk meningkatkan produktivitas ekosistem manufaktur secara digital.” Tutup Anggara.

Manuva terakhir kali menerima pendanaan seri A dari Vertex Ventures dengan nominal yang dirahasiakan. Adapun, Vertex Ventures berinvestasi utamanya di Asia Tenggara dan India. Sejumlah portofolionya di Indonesia, termasuk Dailybox, HappyFresh, dan Payfazz.

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Secures 1.1 Trillion Rupiah Series C Funding; to Rebrand into Lummo

The bookeeping app developer for MSMEs, BukuKas, announced Series C funding of $80 million (over 1.1 trilllion Rupiah). Tiger Global and Sequoia Capital India have led this round, followed by CapitalG, an investment arm of Google’s parent company. Alphabet Inc, and several angel investors, including Santiago Sosa (Nuvemshop) and Maximilian Bittner (Lazada); also the previous investors, including Hedosophia.

BukuKas’ total investment since two years of operation is estimated to exceed $150 million. The company’s valuation is projected to reach $500 million. Since the series B round announced in May 2021, BukuKas has listed as a centaur.

Rebranding into Lummo

On the occassion, the company also announced the rebranding into Lummo. The TOKKO under BukuKas, was also rebranded into LummoSHOP.

Lummo is taken from the Latin “lumen” which means “light”. This name is said in line with the company’s ambition to be a light for entrepreneurs and brand owners, and make it easier for those with various potentials to build businesses through business-to-customer liaison software (D2C SaaS) services.

Lummo’s Co-founder & CEO, Krishnan Menon said, this rebranding signifies the company’s serious ambition to become a top-of-mind solution for MSMEs. The previous name, BukuKas, was considered less aspirational for the company’s ambitions to reach more MSME business segments.

“We have built a lot of SaaS targeting many merchant segments, considering our users come from various business levels. Thus, our role is to highlight all needs of merchants and brands, previously many apps only focused on consumers. We believe Lummo will grow bigger than BukuKas and TOKKO,” he said in a virtual press conference today (19/1).

Regarding the investment funds, Lummo’s Co-founder & COO, Lorenzo Peracchione said to use it for expanding product offerings in order to serve more MSME entrepreneurs and brands. This strategy can certainly be achieved with more digital talent. Not only that, the company is starting to target expansion into the ASEAN market, which has the same problems as Indonesia.

“ASEAN has great potential and similar needs to Indonesia. However, Indonesia is still our main market, there are still many MSMEs have yet to be explored,” Peracchione said.

LummoSHOP

Lummo was first launched in December 2019 as BukuKas, a bookkeeping app for MSMEs aiming to empower and support more MSMEs towards digitization. Furthermore, in November 2020, the company launched TOKKO, an online store  enabler that allows businesses to build direct relationships with customers.

Amidst the high demand of online business competition, MSMEs gain benefits to manage its business better by utilizing the technological solutions by TOKKO, therefore, TOKKO’s (now LummoSHOP) Gross Merchandise Value (GMV) grows up to 11 times from December 2020 to December 2021.

In order to strengthen commitment in driving regional MSMEs digitization, the company also presents TOKKO Semesta, a community program for MSMEs by providing assistance, mentorship, and online business training with a personalization approach that adapts to the needs of MSME business scale online and offline.

The evolution of LummoSHOP strengthens the company’s advantage in technological innovation solutions that connect businesses directly with customers such as chat commerce, catalog integration, custom domains, multi-platform store management, personalization features for business branding, and various other exciting innovations.

The multi-platform store management feature in LummoSHOP makes it easier for MSMEs to manage customer orders from several shopping platforms at once and put LummoSHOP as the center of their online business operations. The service also helps MSMEs to create an official store website, therefore, they can build a brand and unique identity for their online business.

With LummoSHOP’s D2C approach, MSMEs can take advantage of technology solutions such as accessing purchase history, customer base management, and other important analytics to build and develop a strong customer base, without any hindrance from third parties.

After rebranding into LummoSHOP, the company will intensify efforts to support business through a D2C online trading approach, and enable local Indonesian entrepreneurs to manage and develop their business independently and optimally in order to be more competitive.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

BukuKas Tutup Pendanaan Seri C 1,1 Triliun Rupiah; “Rebranding” Menjadi Lummo

BukuKas, startup pengembang aplikasi pencatatan keuangan untuk UMKM, mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $80 juta (lebih dari 1,1 triliun Rupiah). Tiger Global dan Sequoia Capital India menjadi pemimpin dalam putaran ini, turut diikuti oleh CapitalG selaku arm investing dari induk Google Alphabet Inc, dan sejumlah angel investor, seperti Santiago Sosa (Nuvemshop) dan Maximilian Bittner (Lazada); serta investor sebelumnya seperti Hedosophia.

Total capaian investasi yang berhasil diperoleh BukuKas sejak dua tahun berdiri ditaksir lebih dari $150 juta. Diproyeksikan valuasi perusahaan dapat mencapai $500 juta. Sejak putaran seri B yang diumumkan pada Mei 2021, BukuKas telah mencapai status centaur.

Rebranding jadi Lummo

Dalam kesempatan tersebut, perusahaan sekaligus mengumumkan perubahan merek menjadi Lummo. TOKKO yang berada di bawah BukuKas, juga ikut di-rebranding menjadi LummoSHOP.

Lummo diambil dari bahasa latin “lumen” yang berarti “cahaya”. Pemilihan nama ini sejalan dengan ambisi perusahaan untuk menjadi penerang bagi para pengusaha dan pemilik merek, dan memudahkan mereka dengan berbagai potensi untuk membangun bisnis melalui layanan perangkat lunak penghubung bisnis dengan pelanggannya (D2C SaaS).

Co-founder & CEO Lummo Krishnan Menon menjelaskan, perubahan nama ini menandakan ambisi yang serius dari perusahaan untuk menjadi top of mind sebagai solusi untuk UMKM. Nama sebelumnya, BukuKas, dianggap kurang mengaspirasi ambisi perusahaan yang ingin menjangkau lebih banyak segmen bisnis UMKM.

“Kami banyak membangun SaaS yang menyasar ke banyak segmen merchant, mengingat pengguna kami datang dari berbagai level usaha. Sehingga, peran kami adalah menyoroti semua kebutuhan merchant dan brands, sebelumnya banyak aplikasi yang hanya memfokuskan ke konsumer. Kita percaya Lummo akan jadi nama yang lebih besar dari BukuKas dan TOKKO,” ucapnya dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini (19/1).

Terkait penggunaan dana investasi, Co-founder & COO Lummo Lorenzo Peracchione menuturkan akan dipakai untuk memperluas penawaran produk agar dapat melayani lebih banyak pengusaha UMKM dan brand. Strategi tersebut tentunya dapat dicapai dengan diperlukannya merekrut lebih banyak talenta digital. Tak hanya itu, perusahaan mulai mengincar ekspansi ke pasar ASEAN yang memiliki permasalahan yang sama dengan Indonesia.

“Di ASEAN ada potensi yang besar dan punya kebutuhan yang sama dengan Indonesia. Tapi, kami masih menjadikan Indonesia sebagai pasar utama, masih banyak UMKM yang belum tergarap,” ujar Peracchione.

LummoSHOP

Lummo diluncurkan pertama kali di Desember 2019 dengan nama BukuKas, yaitu aplikasi pembukuan untuk UMKM yang memiliki misi memberdayakan dan mendukung lebih banyak UMKM menuju digitalisasi. Kemudian pada November 2020, perusahaan berekspansi meluncurkan TOKKO, layanan pembuat toko online yang memungkinkan pelaku usaha membangun relasi langsung dengan pelanggan.

Di tengah tingginya persaingan bisnis online, UMKM merasakan manfaat yang besar untuk mengelola bisnisnya lebih baik dengan memanfaatkan solusi teknologi yang dihadirkan TOKKO, sehingga Gross Merchandise Value (GMV) di TOKKO (sekarang menjadi LummoSHOP) tumbuh hingga 11 kali lipat dari Desember 2020 sampai dengan Desember 2021.

Untuk memperkuat komitmen mendorong digitalisasi UMKM daerah, perusahaan juga menghadirkan TOKKO Semesta yaitu sebuah program komunitas bagi UMKM dengan memberikan pendampingan, mentorship, dan pelatihan bisnis online dengan pendekatan personalisasi yang menyesuaikan dengan kebutuhan skala bisnis UMKM secara online maupun offline.

Evolusi LummoSHOP memperkuat keunggulan perusahaan dalam solusi inovasi teknologi yang menghubungkan bisnis langsung dengan pelanggan seperti chat commerce, integrasi katalog, custom domain, manajemen toko multi platform, fitur personalisasi untuk branding bisnis, dan beragam inovasi menarik lainnya.

Fitur manajemen toko multi-platform yang ada di LummoSHOP memudahkan UMKM untuk mengelola semua pesanan pelanggan mereka dari beberapa platform belanja sekaligus dan menjadikan LummoSHOP pusat pengelolaan operasional bisnis online mereka. Layanan tersebut juga membantu UMKM untuk membuat situs web resmi tokonya sehingga mereka dapat membangun merek dan identitas unik bisnis online-nya.

Dengan pendekatan D2C yang dimiliki LummoSHOP, UMKM dapat memanfaatkan solusi teknologi seperti mengakses riwayat pembelian, pengelolaan basis pelanggan, serta analitik lainnya yang penting untuk membangun dan mengembangkan basis pelanggan yang kuat, tanpa adanya halangan dari pihak ketiga.

Setelah rebranding ke LummoSHOP, perusahaan akan meningkatkan upayanya dalam mendukung kesuksesan pelaku usaha melalui pendekatan perdagangan online D2C, serta menjadikan pengusaha lokal Indonesia bisa mengelola dan mengembangkan bisnis mereka secara lebih mandiri dan optimal agar lebih siap bersaing.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech Lending KlikACC Lakukan “Rebrand”, Pertegas Komitmen ke Sektor Produktif

Startup fintech lending KlikACC mengumumkan rebranding menjadi KlikA2C (access to credit) untuk mempertegas komitmen perusahaan dalam memberikan akses kredit produktif UMKM. Perubahan nama ini sekaligus ditandai dengan berubahnya tampilan di laman situs dan aplikasi.

Dalam konferensi pers yang diselenggarakan perusahaan, CEO KlikA2C Djoemingin Budiono menjelaskan selama perusahaan beroperasi sejak lima tahun lalu, sektor produktif selalu menjadi sasaran karena sektor ini memiliki kebutuhan kredit yang paling besar dan belum masuk radar pemain konvensional.

Hal ini tercermin dari total portofolio penyaluran KlikA2C, sekitar 99% di antaranya menyasar sektor produktif. Dalam memperluas jangkauan pembiayaan ke UMKM, perusahaan merangkul mitra dari berbagai sektor bidang usaha untuk memajukan akses keuangan para pelaku UMKM. “Kami percaya bahwa inklusi keuangan dapat dibangun dengan semangat kemitraan,” ucapnya, Selasa (23/11).

KlikA2C berfokus pada pembiayaan produktif UMKM, termasuk untuk sektor otomotif, Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk petani, invoice financing, dan employee loan. Untuk pembiayaan KUR, perusahaan menjadi mitra channeling dengan BCA. Di produk ini, perusahaan berhasil meningkatkan pencairan pinjaman sebesar hingga lebih dari empat kali lipat sepanjang dua tahun terakhir.

Adapun untuk nominal penyaluran menyentuh angka Rp25 miliar per September 2021 dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp9 miliar. “Kelompok tani sangat membantu proses literasi baca dan digital para petani. Mereka mempermudah penyaluran KUR jadi lebih lancar.”

Sementara itu, untuk pembiayaan otomotif menyasar segmen mobil bekas. Penyaluran pembiayaan di produk ini melonjak hingga lebih dari 15 kali lipat. Menurut Djoe, sebelumnya pemilik mobil bekas kesulitan mendapatkan biaya dari bank karena kebutuhan kredit mereka jangka pendek, sekitar dua sampai tiga bulan. Hal inilah yang tidak masuk kriteria bank karena minimal tenor yang tersedia berdurasi minimal satu tahun.

“Kita coba masuk ke sini sejak 2019, ternyata tumbuh 15 kali lipat. Lalu saat pandemi, masyarakat cenderung enggan beli mobil baru, namun kebutuhan untuk beli mobil masih ada. Ini terbukti dari mitra kami, dan saya rasa produk kami menyesuaikan kebutuhan mereka. Waktunya pun pendek, hanya tiga bulan.”

Djoe menjelaskan, total penyaluran pinjaman secara akumulatif sebesar Rp529,87 miliar kepada total 3.014 peminjam dan outstanding pinjaman Rp86,65 miliar. Adapun untuk pemberi pinjaman, didominasi dari kalangan ritel dengan perbandingan 65-35 dibandingkan institusi. Secara keseluruhan, capaian ini menghantarkan perusahaan tumbuh sebesar 11% per kuartalnya selama 10 kuartal terakhir.

Untuk strategi berikutnya, perusahaan akan mengembangkan lebih jauh produk invoice financing. Ada beberapa sektor industri yang akan dibidik, di antaranya FMCG, transportasi, dan logistik. “Tahun depan kami sedang mempersiapkan produk pembiayaan motor listrik untuk konsumen yang tertarik membeli motor ini,” tutup Djoe.

Industri fintech lending tahun ini

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, turut hadir Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah. Dia mengestimasi pertumbuhan penyaluran pinjaman industri fintech lending sampai akhir tahun ini akan tumbuh lebih dari 75% dibandingkan tahun lalu. Dengan kata lain, diprediksi penyaluran akumulasi akan mencapai Rp140 triliun dari Rp74 triliun di 2020.

“Artinya, solusi yang ditawarkan fintech lending ini sudah on track karena menyalurkan pendanaan alternatif. Meski selama pandemi, pertumbuhan di lembaga konvensional ada yang nol bahkan negatif, tapi di fintech tetap bisa tumbuh karena pakai teknologi dan data alternatif,” ucap Kus.

Di sisi lain, potensi masyarakat unbanked di Indonesia masih sangat besar, sehingga memberi ruang tumbuh bagi industri fintech lending. Dalam berbagai riset disampaikan bahwa kebutuhan pendanaan segmen UMKM sebesar Rp2.650 triliun pada 2019. Dari kebutuhan tersebut, baru sekitar Rp1.000 triliun yang dilayani lembaga keuangan konvensional. Dengan demikian, ada gap sebesar Rp1.650 triliun yang bisa menjadi potensi untuk industri fintech lending.

Adapun, berdasarkan data OJK, akumulasi pinjaman yang telah disalurkan industri sejak berdiri mencapai lebih dari Rp260 triliun. Sekitar 58% di antaranya disalurkan kepada sektor produktif.

iStyle Business Strategy and Growth Post Rebranding

The large demand for beauty and lifestyle products becomes iStyle’s current focus, as an e-commerce platform with an online mall concept. After last year rebranding, they continue to focus on expanding the product line by presenting Korean fashion brands such as Marhen J & Find Kapoor followed by various merchandise and K-Pop albums.

The company’s focus on Korean products is supported by the Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE) research in 2021. Indonesia is a country with high interest in the Korean wave. Based on this research, Indonesia positioned in the 4th rank as a country with high interested in Korean culture. 1 of 2 Indonesians like Korean things, from movies, dramas, music, and other entertainment programs.

“This Korean wave also influences people’s product preferences and becomes an inspiration for them in daily life, and this is proven as Korean products are the most sought after by iStyle.id customers,” iStyle’s CEO, Steven Calvin Victory said.

The changes made by the company last year started from changes in the organizational structure and also from the lessons learned during the four years of operation.

Pandemi and plans in 2022

During the pandemic, iStyle saw a change in the lifestyle of most of their users. The pandemic has changed people’s shopping behavior in fulfilling their needs, proven by the significant increase in the groceries category at the beginning of the pandemic (March-May 2020).

iStyle’s CMO, Ardi Sudarto revealed to DailySocial that demographically, the platform’s main users are women aged 22-35 years. However, iStyle also targets users aged 18-22 and above 35 as it is in line with the products offered.

These users are mostly live in big cities in Indonesia such as Jabodetabek, Surabaya, Makassar, and Medan. Currently, iStyle has reached 1.5 million members with 2.5 million monthly visitors.

“In 2021, as people getting used to shopping online, there are also improvements in other categories such as beauty, Korean fashion, and sports, especially at certain times,” Ardi said.

Next year, the company is to launch several initiatives, including strengthening the Online-to-Offline (O2O) shopping experience through the iStyle.id Offline Store such as Marhen J x iStyle for K-Fashion located at Lotte Shopping Avenue, K-Point. which is a Korean Convenience Store located at Wisma 46, and other offline stores.

“This is necessary for customers can see directly the products sold on iStyle and can shop online and offline easily,” Ardi added.

Was founded in 2017, this site has adopted the mall in mall concept which provides alternative solutions for shopping products from Lotte Shopping Avenue, LotteMart grocery store, Planet Sports, Kidz Station, Lejel Home Shopping, K-Mall, Kinokuniya, and Best Denki. The various brands that are partnered with, move shopping habits at malls into one application and can be accessed anytime.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Perkembangan dan Strategi Bisnis iStyle Setelah Rebranding

Besarnya permintaan akan produk kecantikan dan gaya hidup menjadi fokus bagi iStyle, selaku platform e-commerce berkonsep online mall. Setelah melakukan rebranding tahun lalu, kini mereka terus fokus melakukan perluasan lini produk, termasuk dengan menghadirkan brand fashion Korea seperti Marhen J & Find Kapoor diikuti dengan berbagai merchandise dan album K-Pop.

Fokusnya perusahaan kepada produk asal Korea didukung dengan riset yang dirilis oleh Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE) di tahun 2021, Indonesia merupakan negara dengan minat yang tinggi akan Korean wave. Berdasarkan riset tersebut Indonesia merupakan negara ke-4 tertinggi di dunia yang paling tertarik dengan budaya Korea. 1 dari 2 orang Indonesia menyukai hal-hal yang berbau Korea, mulai dari film, drama, musik, dan acara hiburan lainnya.

“Tren Korean wave ini ikut memengaruhi preferensi produk masyarakat dan menjadi inspirasi bagi mereka untuk menjalani kehidupan sehari-hari, dan ini terlihat dari bagaimana produk-produk Korea menjadi yang paling banyak diminati oleh pelanggan iStyle.id,” ungkap CEO iStyle Steven Calvin Victory.

Perubahan yang dilakukan perusahaan tahun lalu, bermula dari perubahan struktur organisasi dan juga dari hasil pembelajaran selama empat tahun beroperasi.

Pandemi dan rencana tahun 2022

Selama pandemi, iStyle melihat telah terjadi perubahan gaya hidup dari kebanyakan pengguna mereka. Pandemi mengubah perilaku berbelanja masyarakat dalam memenuhi kebutuhan, dilihat dari peningkatan signifikan dari kategori groceries di awal pandemi (Maret-Mei 2020) silam.

Kepada DailySocial.id, CMO iStyle Ardi Sudarto mengungkapkan, secara demografi pengguna utama mereka adalah perempuan berumur 22-35 tahun. Namun pengguna di umur 18-22 dan di atas 35 juga menjadi target pengguna iStyle, karena sejalan dengan produk yang ditawarkan.

Pengguna tersebut pada umumnya tinggal di kota-kota besar di Indonesia seperti Jabodetabek, Surabaya, Makassar, dan Medan. Saat ini iStyle telah memiliki jumlah anggota mencapai 1,5 juta dengan pengunjung bulanan 2,5 juta.

“Di tahun 2021, karena masyarakat sudah terbiasa berbelanja online, peningkatan di kategori lain seperti beauty, Korean fashion, dan sports juga terlihat terlebih pada saat tertentu,” kata Ardi.

Tahun depan ada beberapa rencana yang ingin dilancarkan oleh perusahaan, di antaranya adalah penguatan pengalaman belanja Online-to-Offline (O2O) lewat Offline Store iStyle.id seperti Marhen J x iStyle untuk K-Fashion yang berada di Lotte Shopping Avenue, K-Point yang merupakan Korean Convenience Store yang berada di Wisma 46, dan toko-toko offline lainnya.

“Hal ini dilakukan agar pelanggan bisa melihat langsung produk yang di jual di iStyle dan bisa berbelanja online dan offline dengan mudah,” kata Ardi.

Sejak dirilis pada 2017, situs ini mengambil konsep mall in mall yang memberikan solusi alternatif belanja produk dari Lotte Shopping Avenue, LotteMart grocery store, Planet Sports, Kidz Station, Lejel Home Shopping, K-Mall, Kinokuniya, dan Best Denki. Berbagai brand yang digandeng ini, memindahkan kebiasaan belanja di mal ke dalam satu aplikasi dan bisa diakses kapan saja.

Application Information Will Show Up Here

DOKU Introduces “Jokul”, Its New Payment Gateway Business Brand

DOKU announces rebrand for the payment gateway business into “Jokul” to increase its popularity among business users. This also intends to change DOKU’s position to public as a brand for the electronic wallet application.

DOKU’s CIO Rudianto Thong explained that DOKU’s payment gateway business is the company’s first and foremost business, which contributes 70% of the total service. Apart from that, DOKU has two other pillars, Collaborative Commerce (DOKU Wallet) and Transfer Service (remittances and disbursements).

However, these two businesses has not contributed as big as payment gateways, it’s 20% and 10%, respectively. Therefore, rebranding is a must-take step for the companies. Jokul as a word is a slang in the 90s which means “selling”.

“Philosophically, in terms of payment, the payment gateway for sellers is a sales process, while it is a buying process for consumers. “The two are different, Jokul is our affirmation to take the pain point of the merchants and want to accommodate all business levels of each of our solutions,” Rudy said in a virtual press conference with the media, Wednesday (7/4).

At the same time, DOKU also introduced some digital payment solutions under Jokul for all phases of business, corporations, startups, micro businesses, and individual sellers. Rudy believes, it is not only consumer convenience that deserves attention in online transactions, but also the entrepreneurs in controlling, managing and accepting consumer payments.

Therefore, Jokul provides a solution for each segment, including a dashboard to manage online payment business activities in a more transparent manner, easy and flexible integration without being charged a fee, and connecting with various payment methods.

DOKU alone has developed various payment solutions, such as virtual accounts (bank transfers), credit cards, e-money, O2O, direct debit, VA by DOKU, and WhatsApp Link, which can be integrated according to the business phase.

In fact, for enterprise customers, there’s a Split Settlement solution to facilitate funds channeling from one transaction to be split and transferred to several accounts. This feature is suitable for marketplace business models that requires to immediately transfer funds to seller accounts on a regular basis.

“The subscription scheme in Jokul is that merchants only pay when they have received payments from consumers. They can also add features in Jokul for free, only pay for these features if they have received payments from consumers as well. ”

Through Jokul, DOKU expects that this payment gateway solution can help more businesses to go digital. Moreover, in this pandemic, digitization is absolutely must-be-done step. Rudy said, since Jokul’s soft launch on February 18, 2021, there were 5 thousand businesses registered as merchants organically.

These merchants come across Jakarta (40%), Surabaya (13%), Bandung (12%), Depok (10%), Medan (7%), and the rest are scattered in Makassar, Palembang, Tangerang, and others. The plan is that the Jokul feature development process will continue until it is officially launched in early June.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

DOKU Kenalkan “Jokul”, Merek Baru Bisnis Payment Gateway Miliknya

DOKU mengumumkan rebrand untuk bisnis payment gateway menjadi “Jokul” agar semakin dikenal para pengguna dari kalangan bisnis. Perubahan ini juga ditujukan untuk mengubah posisi brand DOKU di kacamata masyarakat selama ini sebagai brand dari aplikasi dompet elektronik.

CIO DOKU Rudianto Thong menjelaskan, bisnis payment gateway DOKU adalah bisnis pertama dan utama perusahaan yang berkontribusi sebanyak 70% terhadap total keseluruhan layanan. Di luar itu, sebenarnya DOKU memiliki dua pilar bisnis lainnya yakni Collaborative Commerce (DOKU Wallet) dan Transfer Service (remitansi dan disbursement).

Hanya saja, kontribusi dari kedua bisnis ini tidak sebesar payment gateway, yakni 20% dan 10% secara berurutan. Oleh karenanya,rebranding menjadi suatu langkah yang perlu dilakukan perusahaan. Jokul sendiri adalah kata slang pada tahun 90-an yang memiliki arti “jualan”.

“Secara filosofis dari sisi pembayaran, payment gateway bagi penjual itu adalah proses penjualan, sementara bagi konsumen adalah proses pembelian. Yang mana kedua hal itu berbeda, maka Jokul jadi penegasan kami untuk mengambil sisi pain point dari para merchant dan ingin mengakomodasi dari semua level bisnis dari setiap solusi kami,” ucap Rudy dalam konferensi pers virtual bersama sejumlah media, Rabu (7/4).

Pada saat yang bersamaan, DOKU juga memperkenalkan sejumlah solusi pembayaran digital yang berada di bawah Jokul untuk semua fase bisnis, baik itu korporasi, startup, usaha mikro, hingga penjual individu. Rudy percaya, bukan hanya kenyamanan konsumen saja yang patut diperhatikan dalam transaksi online, namun juga kenyamanan para pengusaha, dalam mengontrol, mengelola, dan menerima pembayaran konsumen.

Oleh karenanya, dari masalah tersebut Jokul menyediakan solusi untuk masing-masing segmen, di antaranya dasbor untuk mengelola aktivitas bisnis pembayaran online secara lebih transparan, integrasi mudah dan fleksibel tanpa dikenakan biaya, dan terhubung dengan berbagai metode pembayaran.

DOKU sendiri sudah mengembangkan berbagai solusi pembayaran, seperti virtual account (transfer bank), kartu kredit, e-money, O2O, direct debit, VA by DOKU, dan WhatsApp Link, yang dapat diintegrasikan sesuai fase bisnis.

Bahkan, untuk konsumen enterprise telah disediakan solusi Split Settlement untuk permudah pelimpahan dana dari satu transaksi dipecah dan ditransfer ke beberapa rekening. Sehingga fitur ini cocok untuk model bisnis marketplace yang butuh segera melimpahkan dana ke rekening seller secara rutin.

“Skema biaya di Jokul adalah merchant hanya bayar jika sudah mendapat pembayaran dari konsumen. Mereka pun dapat menambahkan fitur-fitur di dalam Jokul secara gratis, hanya bayar fitur tersebut jika sudah mendapat pembayaran dari konsumen juga.”

Lewat Jokul, DOKU berharap solusi payment gateway ini dapat membantu lebih banyak bisnis go digital. Terlebih, di masa pandemi ini beralih ke platform digital menjadi langkah mutlak yang harus dilakukan. Rudy menuturkan, sejak soft launch Jokul pada 18 Februari 2021 kemarin, tercatat ada 5 ribu bisnis telah terdaftar sebagai merchant secara organik.

Para merchant ini tersebar di Jakarta (40%), Surabaya (13%), Bandung (12%), Depok (10%), Medan (7%), dan sisanya tersebar di Makassar, Palembang, Tangerang, dan lain-lain. Rencananya, proses pengembangan fitur Jokul akan terus dilakukan hingga resmi diluncurkan pada awal Juni mendatang.

Benefide Berubah Nama Jadi Payuung, Perluas Cakupan Solusi “Employee Benefits”

Pergeseran manajemen kerja semenjak pandemi dari offline ke online, mendongkrak kinerja perusahaan SaaS di Indonesia. Tingginya antusiasme tersebut membuat Fast8 untuk melakukan rebranding salah satu layanan di bawahnya yakni Benefide yang kini menjadi Payuung.

Pemilihan nama Payuung dikarenakan untuk menggambarkan misi platform, yaitu membantu kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan menyediakan aneka solusi keuangan yang terjangkau, mudah dipahami, dapat diakses dan dibeli secara digital.

Dalam wawancara terpisah bersama DailySocial, CEO Fast8 Afia Fitriati menjelaskan Payuung pertama kali dirintis lewat uji coba untuk modul pinjaman karyawan di platform Gadjian sekitar 2018. Lalu diikuti dengan riset pasar lebih mendalam, dan iterasi pertama platform Payuung diluncurkan di awal 2020 kemarin.

Hasil dari peluncuran Payuung, mampu tumbuh melampaui produk existing di Fast8. Afia merinci bisnis SaaS perusahaan tumbuh 200% pada tahun lalu, sementara Payuung tumbuh hingga 1000%. Pertumbuhan signifikan ini terjadi karena perusahaan banyak menambah cakupan produk dan layanan, bekerja dengan berbagai lembaga jasa keuangan.

Beberapa mitra tersebut adalah KoinWorks, Capital Life, Prudential, dan Asuransi Sinarmas. Alhasil ada produk pinjaman karyawan, asuransi, jaminan pensiuan, serta investasi yang dapat diakses oleh pengguna Payuung.

Proposisi Payuung berbeda dengan kebanyakan platform employee benefits lainnya di industri SaaS. Payuung telah terintegrasi data secara otomatis dengan platform Gadjian dan Hadirr. Sehingga bagi pengguna kedua platform tersebut, memudahkan transaksi dan pengelolaan data transaksi. “Bagi para partner kami, integrasi ini membuat produk yang ditawarkan di platform bisa lebih tepat sasaran.”

Ke depannya, Payuung akan dilengkapi dengan lebih banyak aneka solusi financial wellness untuk karyawan. “Kami juga akan terus menambah varian produk keuangan yang dihadirkan di platform. Perkembangan platform inilah yang kami harap terwakili dalam pergantian nama dari Benefide menjadi Payuung.”

Terkait penggalangan dana segar seperti yang diberitakan sebelumnya, Afia hanya menuturkan bahwa proses tersebut masih berlangsung dan berhasil menarik beberapa investor. “Karena animo terhadap isu financial wellness terus meningkat di masa pandemi ini,” tutupnya.

Putaran dana segar terakhir yang diumumkan perusahaan terjadi pada 2016 lalu. Saat itu, Gadjian mendapat pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh Golden Gate Ventures, diikuti Maloekoe Ventures dengan nilai dirahasiakan.