Adaptasi dan Peluang Pertumbuhan Bisnis Logistik di Tengah Pandemi

Bisnis logistik sempat mengalami masa surutnya di awal pandemi Covid-19 melanda tanah air. Ketidakpastian pada sektor transportasi dan pembatasan aktivitas sosial sempat menjadi penghalang untuk industri ini bisa bertumbuh pesat. Namun seiring waktu, para pemain mulai bisa beradaptasi dan menemukan peluang di tengah situasi pandemi.

Budi Handoko, selaku Co-Founder dan COO Shipper, startup pengembang platform agregator logistik, mengakui timnya cukup kewalahan menghadapi keterbatasan yang tercipta karna pandemi, yang juga dipengaruhi oleh pemangku kebijakan. Di samping itu juga harus menjaga kelangsungan bisnis tanpa melanggar peraturaan serta kesehatan para karyawan.

Di tengah tantangan yang terus bermunculan, berbagai inovasi diciptakan demi beradaptasi dan mencari peluang untuk bisa tetap bertumbuh di tengah kondisi “yang tidak pasti. Dalam sesi #SelasaStartup, Budi berbagi beberapa insights menarik tatkala pandemi menggangu bisnis logistik di Indonesia.

Mutualisme di tengah pandemi

Semakin berkembang industri e-commerce di suatu negara, akan berdampak juga bagi pertumbuhan bisnis logistik di negara tersebut. Dari sisi ritel, banyak sekali penjual tradisional yang beralih ke pangsa pasar “online” untuk beradaptasi dengan situasi pandemi. Kesuksesan e-commerce pun erat kaitannya dengan dukungan dari industri logistik.

Hubungan timbal-balik ini juga menciptakan lingkaran konsumen yang beririsan antara e-commerce dan logistik. Maka dari itu, ketika perilaku konsumen di e-commerce mengalami pergeseran, industri logistik pun juga akan mendapat “feeling” yang tidak jauh berbeda.

Budi mengungkapkan, tiga hal menarik yang ia temukan ketika mengamati perilaku konsumen di masa pandemi. Pertama, banyak penjualan di sektor tersier yang anjlok pada masa awal pandemi. Hal ini menciptakan animo penjualan alat kesehatan. Kedua, banyak para penjual online yang cenderung memilih untuk membatasi interaksi dengan kurir. Terakhir, banyak yang mulai melirik bisnis di food industry. Ketiga hal tersebut menciptakan peluang yang bisa dimanfaatkan oleh bisnis logistik tanah air.

Pengembangan SDM

Pertumbuhan yang pesat pada industri logistik akan  menciptakan kebutuhan yang semakin banyak akan talenta di bidang terkait. Pihak Shipper menyadari hal itu dan sudah menyiapkan inisiatif untuk mendukung pengembangan SDM logistik di Indonesia.

Terdapat tiga skenario yang ditawarkan, yaitu Shipper Trainee Program, pihaknya akan merekrut intern/fresh graduate yang akan diberi pelatihan mengenai industri logistik. Kedua, Shipper Academy, merupakan program beasiswa untuk pihak-piak yang tertarik di bidang logistik untuk diberi pelatihan selama 3 minggu mengenai teori dan praktik. Untuk hasil terbaik akan disertakan penawaran kerja di perusahaan. Terakhir, ada Shipper Hack, diperuntukkan bagi talenta IT yang tertarik bekerja di bidang logistik dan menciptakan inovasi terkait.

Selain itu, Shipper juga memaparkan rencana bisnisnya di 2021 yang ingin mengembangkan jaringan pergudangan dan first-mile atau proses penjemputan barang dari customer.

Pendanaan sektor logistik

Terkait investasi, sudah banyak investor yang melirik industri logistik dengan harapan bisa memecahkan masalah e-commerce. Tahun lalu, sudah ada beberapa nama yang mengumumkan perolehan pendanaan, termasuk Shipper, Logisly, dan Andalin. Budi berpendapat tahun ini akan tidak jauh berbeda melihat pertumbuhan industri logistik yang akan terus naik di tahun 2021.

Selain itu, Shipper merupakan alumni dari program akselerator Y Combinator yang berbasis di AS. Dalam diskusi ini, Budi turut membagikan beberapa tips untuk startup early-stage yang juga ingin ikut mengakselerasi pertumbuhan bisnisnya dengan mengikuti program seperti ini.

Sebelumnya, Budi menegaskan bahwa para penggiat startup dianjurkan untuk fokus terlebih dahulu dengan produknya, serta seberapa besar masalah yang ingin diselesaikan. Bahwa semua hal yang diperoleh dari program akselerator merupakan “ekstra” yang bisa mempercepat pertumbuhan bisnis, bukan semata-mata sebagai jalan keluar dan sebuah pencapaian.

Selain itu, proporsi saham, susunan perusahaan [founder & team member] serta potensi pasar juga menjadi salah satu yang sangat dipertimbangkan untuk bisa mengikuti program akselerator.

Terkait pendanaan, Shipper masih aktif berkomunikasi dengan investor hingga saat ini. Budi menegaskan bahwa menjalin relasi yang baik dengan investor tidak hanya ketika mencari pendanaan, karna tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

Shipper Acquires Porter and Pakde

Shipper, a logistics aggregator platform developer startup, announced to complete its acquisition of Porter and Pakde. Details of the agreement value is undisclosed. Porter is a startup with short-distance delivery solutions, similar to services offered by GoSend or GrabExpress. While Pakde is known as a fulfillment service provider, they operate warehouses to provide logistics solutions for businesses.

Yesterday (29/9) we just spoke with Shipper’s Co-Founder & COO, Budi Handoko regarding his company’s initiative to enter the warehousing business. He said Shipper has the ambition to be a provider of logistics technology from upstream to downstream. To date, his team still finds challenges in the warehousing system and its role in supporting the growth of the e-commerce industry. These challenges are structural in nature, some are behavioral, and some are caused by technology.

The acquisition of Porter and Pakde is clearly in line with that vision. Moreover, the three companies, including Shipper, have the same customer segmentation. Budi said, “Porter’s joining Shipper will strengthen the Shipper network, therefore, we can get closer to consumers. On the other hand, Pakde’s presence allows us to serve all the needs of consumers in Indonesia, not only in terms of shipping but also in warehousing services.”

Business growth

The pandemic serves its own blessings for logistics startups in Indonesia. Consumers who increasingly rely on online buying/selling and ordering are directly contributing to increasing traction in the logistics business. With this foundation, several startups in related fields received funding this year, including Shipper.

June 2020, Shipper announced a series A funding led by Prosus Ventures (formerly Naspers Ventures) with the participation of Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, and AC Ventures. The value raised is estimated to be around $20 million or around 283 billion Rupiah. The company closed its seed round in September 2019, securing $5 million in funding.

Pakde (Paket Delivery) debuted in 2016, just received seed funding in October 2018 worth of around 6 billion Rupiah. Since its inception, it has provided operational services for online merchants, including inbound services such as stock reports and stock management. Pakde also provides warehousing services at its own warehouse and outbound services in the form of packaging and delivery of goods to partners from clients.

Meanwhile, Porter has been operating since 2015. They had a pivot a year later, focusing their target market on small business owners or merchants. The business then developed, not only serving food orders from restaurants but also facilitating the delivery of groceries from retailers and e-commerce.

Logistics potential

In terms of geography, the Indonesian market requires a unique approach. Online consumers always demand to get fast logistics services that yet affordable.

The transformation also occurred in the logistics sector, service providers do not only provide conventional delivery models – sellers deliver goods to logistics kiosks, then deliver them – now the fulfillment concept is starting to be more popular.

Fortunately, in today’s digital era, every business can use data to see trends in user consumption patterns. As an example of its use, this data can be a valuable insight for merchants or brands selling their products in e-commerce, so that they can find out which specific items are in-demand by users in which areas.

Based on this data, merchants or brands can take advantage of warehousing services provided by startups such as Shipper to accommodate fulfillment in cities that are far from their business area. Therefore, when consumers order, the delivery of goods is closer and costs tend to be cheaper.

Such solutions have also been developed by other companies; some came from logistical players, e-commerce, and e-commerce enablers. For enabler players who have expanded their services to fulfillment systems, there are TokoTalk, Sirclo, GudangAda, and Jet Commerce. Of the e-commerce players, such as TokoCabang from Tokopedia, Dikelola Shopee, following the footsteps of JD.id, and Lazada which have first developed a similar solution.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Shipper Akuisisi Porter dan Pakde

Shipper, startup pengembang platform agregator logistik, mengumumkan telah merampungkan akuisisinya terhadap Porter dan Pakde. Tidak diumumkan terkait detail nilai kesepakatan. Porter sendiri merupakan startup dengan solusi pengiriman jarak dekat, mirip layanan yang dijajakan GoSend atau GrabExpress. Sementara Pakde dikenal sebagai penyedia layanan fulfillment, mereka mengoperasikan gudang untuk memberikan solusi logistik bagi bisnis.

Kemarin (29/9) kami baru berbincang dengan Co-Founder & COO Shipper Budi Handoko terkait inisiatif perusahaannya masuk ke bisnis pergudangan. Ia mengatakan Shipper berambisi untuk menjadi penyedia teknologi logistik dari hulu ke hilir. Sejauh ini pihaknya masih melihat ada tantangan dalam sistem pergudangan dan peranannya dalam menyokong pertumbuhan industri e-commerce. Tantangan tersebut ada yang bersifat struktural, beberapa bersifat perilaku, dan beberapa disebabkan oleh teknologi.

Akuisisi terhadap Porter dan Pakde jelas sejalan dengan visi tersebut. Terlebih ketiga perusahaan, termasuk Shipper, memiliki segmentasi pelanggan yang sama. Budi berujar, “Bergabungnya Porter dengan Shipper memperkuat jaringan Shipper sehingga kami dapat semakin dekat dengan para konsumen. Di sisi lain, hadirnya Pakde memungkinkan kami untuk melayani seluruh kebutuhan konsumen di Indonesia, tidak hanya terbatas dalam sisi pengiriman, namun juga dalam jasa pergudangan.”

Perkembangan bisnis

Pandemi memberikan berkah tersendiri bagi startup logistik di Indonesia. Konsumen yang semakin mengandalkan layanan jual-beli dan pemesanan online, secara langsung turut meningkatkan traksi bisnis logistik. Dengan landasan tersebut, beberapa startup di bidang terkait terima pendanaan di tahun ini, tak terkecuali Shipper.

Juni 2020, Shipper umumkan perolehan pendanaan seri A dipimpin oleh Prosus Ventures (sebelumnya Naspers Ventures) dengan dukungan Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, dan AC Ventures. Nilai yang berhasil dibukukan diperkirakan berkisar $20 juta atau sekitar 283 miliar Rupiah. Perusahaan menutup seed round mereka pada September 2019, bukukan dana senilai $5 juta.

Pakde (Paket Delivery) debut di tahun 2016, baru bukukan pendanaan awal di bulan Oktober 2018 dengan nilai sekitar 6 miliar Rupiah. Sejak awal mereka menyediakan jasa operasional untuk pedagang online, mencakup layanan inbound seperti stock report dan stock management. Pakde juga menyediakan layanan warehousing di gudang milik sendiri dan layanan outbound berupa pengemasan dan pengiriman barang ke partner dari klien.

Sementara Porter sudah hadir sejak tahun 2015. Mereka sempat pivot setahun kemudian, memfokuskan target pasarnya ke pemilik bisnis kecil atau merchant. Bisnisnya kemudian berkembang, tidak hanya melayani pengiriman pesanan makanan dari restoran, tapi juga memfasilitasi pengiriman belanjaan dari peritel dan e-commerce.

Peluang bisnis logistik

Dengan kondisi geografisnya, pasar Indonesia membutuhkan pendekatan yang unik. Konsumen online selalu menuntut untuk mendapatkan pelayanan logistik yang cepat, namun tetap terjangkau.

Transformasi pun terjadi di sektor logistik, penyedia layanan tidak hanya menyediakan model pengiriman konvensional –penjual mengantarkan barang ke kios logistik, lalu dilakukan pengiriman–kini konsep fulfillment mulai banyak digarap.

Untungnya, di era digital seperti saat ini, setiap bisnis dapat memanfaatkan data untuk melihat tren pola konsumsi pengguna. Contoh pemanfaatannya, data tersebut bisa menjadi insight berharga untuk merchant atau brand yang menjajakan produknya di e-commerce, sehingga mereka bisa mengetahui barang tertentu paling banyak diminati pengguna di daerah mana.

Berbekal data tersebut, lantas merchant atau brand dapat memanfaatkan layanan pergudangan yang disediakan startup seperti Shipper untuk mengakomodasi pemenuhan di kota-kota yang letaknya jauh dari basis bisnisnya. Sehingga saat konsumen memesan, pengiriman barang jadi lebih dekat dan biaya cenderung lebih murah.

Solusi seperti itu turut dikembangkan oleh perusahaan lainnya; ada yang datang dari pemain logistik, e-commerce, dan e-commerce enabler. Untuk pemain enabler yang sudah perluas layanan mereka ke sistem fulfillment ada TokoTalk, Sirclo, GudangAda, dan Jet Commerce. Dari pemain e-commerce ada TokoCabang dari Tokopedia, Dikelola Shopee, mengikuti jejak JD.id, dan Lazada yang sudah lebih dahulu.

Shipper Masuki Bisnis Pergudangan, Sasar Penjual Online

Startup agregator logistik Shipper melebarkan sayap bisnisnya ke area pergudangan (fulfillment) melalui unit barunya “Gudang Shipper”. Ekspansi ini sudah berjalan sejak tahun lalu dan sekarang sudah tersebar di 10 kota besar di Indonesia.

Kepada DailySocial, Co-Founder & COO Shipper Budi Handoko menerangkan, ekspansi ini merupakan ambisi perusahaan sebagai penyedia layanan teknologi logistik secara end-to-end, tanpa menghilangkan jati diri perusahaan sebagai agregator logistik. “Kami memulai menyiapkan solusi pergudangan ini pada tengah tahun lalu dan meresmikannya tepat pada akhir tahun,” katanya.

Alasan perusahaan terjun ke sektor ini karena dinilai ada banyak tantangan dalam sistem pergudangan dan peranannya dalam menyokong pertumbuhan industri e-commerce. Tantangan tersebut ada yang bersifat struktural, beberapa bersifat perilaku, dan beberapa disebabkan oleh teknologi.

Budi cukup percaya diri bahwa solusi yang ditawarkan Shipper dalam menyelesaikan tantangan tersebut. Kendati, ia tidak merinci lebih jauh seperti apa layanan yang ditawarkan. “Industri pergudangan dan logistik secara keseluruhan akan melihat pertumbuhan yang sangat positif dan kami bersemangat untuk berperan di dalamnya.”

Dalam blog perusahaan, diterangkan Gudang Shipper adalah solusi bisnis bebas repot untuk memudahkan operasional bisnis online dari berbagai skala bisnis, dari UKM sampai perusahaan. Semakin tumbuhnya suatu bisnis, umumnya proses logistik akan menjadi tantangan tersendiri.

Konsep yang ditawarkan ini tidak jauh berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh pemain fulfillment kebanyakan. Shipper akan mengurus aktivitas logistik, mulai dari penyimpanan barang, pengepakan barang sesuai order, sampai pengiriman barang melalui ekspedisi yang dipilih semua sudah diurus sekaligus.

Buat pebisnis, tentunya mereka dapat mengurangi biaya operasional tanpa harus berinvestasi besar di awal untuk menyewa gudang atau menambah karyawan. Selain praktis, pebisnis dapat memanfaatkan platform reporting untuk memantau stok dan penjualan demi meminimalisir kesalahan perhitungan stok atau keterlambatan pengisian stok.

Lokasi Gudang Shipper telah tersebar di Jadetabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Solo, dan Medan. Menurut Budi, Shipper bermitra dengan mitra penyedia gudang untuk pengadaan lokasinya, namun seluruh teknologi dibangun sendiri oleh perusahaan.

Solusi pergudangan ini juga dilakoni oleh perusahaan lainnya ada yang datang dari pemain logistik, e-commerce, dan e-commerce enabler. Untuk pemain e-commerce enabler yang sudah perluas layanan mereka ke sistem fulfillment, ada TokoTalk, Sirclo, GudangAda, dan Jet Commerce. Dari pemain e-commerce ada TokoCabang dari Tokopedia, Dikelola Shopee, mengikuti jejak JD.id, dan Lazada yang sudah lebih dahulu.

Ekosistem bisnis logistik penyokong e-commerce
Ekosistem bisnis logistik penyokong e-commerce

Terkait inovasi selama pandemi, perusahaan baru saja digandeng oleh DANA sebagai mitra agregator logistik untuk solusi DANA Delivery. Di samping itu, Budi mengaku saat ini terjadi peningkatan permintaan logistik selama beberapa bulan terakhir. Meski tidak disebutkan dalam angka, ia mengklaim secara keseluruhan ada pertumbuhan yang lebih cepat dari perkiraan dalam situs e-commerce untuk kategori existing dan baru.

Shipper sendiri sudah berdiri sejak 2017 dan bekerja sama dengan belasan perusahaan logistik, mulai dari JNE, SiCepat, RPX, Popbox, DHL, Aramex, Grab, Gojek, J&T Express, Wahana, Pos Indonesia, TIKI, Lalamove, dan masih banyak lagi.

Pada Juni lalu, perusahaan baru mengumumkan pendanaan Seri A dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin oleh Prosus Ventures, diikuti Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, dan AC Ventures.

Dana Masuk ke Solusi Logistik, Rilis Layanan “Delivery” Bersama Shipper

Dana memperluas fungsinya sebagai dompet digital dengan merambah layanan logistik “Dana Delivery” untuk melayani para penggunanya yang terdiri dari pengusaha online dan masyarakat umum. Dalam menyediakan layanan tersebut, perusahaan ini menggaet startup agregator logistik Shipper.

Co-Founder & CEO Dana Vincent Iswara menjelaskan, inisiasi ini adalah bentuk lanjutan komitmen perusahaan untuk mendukung masyarakat dan pelaku usaha online beradaptasi dengan kondisi tatanan baru di saat pandemi. Di satu sisi, kemitraan dengan Shipper ini memperkuat misi perusahaan untuk menjadi delivery hub bagi perusahaan logistik dalam memberikan layanan yang sifatnya B2B dan C2C.

Pengguna dapat melakukan pengiriman barang secara praktis dan terintegrasi melalui satu platform. Mereka dapat melakukan order pengiriman sesuai dengan penyedia jasa logistik maupun jenis pengiriman yang dipilih.

“Dana Delivery memberikan kemudahan bagi pelaku usaha, terutama UMKM yang belum terhubung dengan jasa ekspedisi, untuk melakukan pengiriman barang secara aman, mudah, dan terjamin. Ini selaras dengan komitmen Dana sebagai sahabat UMKM,” katanya dalam keterangan resmi.

Untuk tahap awal, layanan ini baru mencakup area Jakarta saja. Pengguna dapat memilih jenis pengiriman Instant dan Same Day. Untuk layanan Instant, pengiriman barang dengan berat maksimal 7 kg-20kg, tergantung ekspedisi yang dipilih. Sementara Same Day, berat maksimalnya antara 5 kg-7 kg.

Shipper sendiri sudah berdiri sejak 2017 dan bekerja sama dengan belasan perusahaan logistik, mulai dari JNE, SiCepat, RPX, Popbox, DHL, Aramex, Grab, Gojek, J&T Express, Wahana, Pos Indonesia, TIKI, Lalamove, dan masih banyak lagi.

Model bisnis Shipper seperti marketplace untuk logistik, pengguna dapat membuat order pengiriman melalui dasbor khusus. Lalu memilih jasa logistik yang diinginkan, dan mitra Shipper akan melakukan penjemputan untuk diserahkan ke mitra logistik yang dituju agar segera diproses pengirimannya. Pengalaman tersebut dibawa ke aplikasi Dana.

“Sesuai dengan misi Dana, kami ingin memberikan solusi yang terintegrasi. Ditambah dengan adanya masa pandemi seperti ini, kebutuhan akan jasa pengiriman semakin meningkat. Maka dari itu, Dana Delivery hadir untuk mengakomodasi kebutuhan pengguna agar semakin mudah menjalankan aktivitas maupun bisnisnya,” ujar Vincent secara terpisah kepada DailySocial.

Dia menuturkan, Dana Delivery sudah hadir pada awal September ini sebelum diperkenalkan secara resmi ke publik. Oleh karenanya, ia masih memantau jumlah pengguna dan merchant Dana yang menggunakan layanan tersebut. Sembari itu, pihaknya tetap berencana untuk memperluas area cakupannya, tidak terbatas di Jakarta saja.

“Hasil kerja sama dengan mitra saat ini batas pengirimannya masih di sejauh 40 km. Ekspansi mengenai jarak Dana Delivery tentu ada dalam rencana kami, tapi untuk saat ini kami tengah fokus untuk menyempurnakan layanan di area Jakarta dan menanti masukan dan saran dari pengguna.”

Dalam melanjutkan misinya untuk membantu pengusaha online, Dana akan terus menambah kemitraan dengan perusahaan lainnya. Vincent mengaku masih dalam tahap diskusi untuk membuka kemungkinan tersebut. “Dengan demikian, pengguna dan merchant Dana kelak akan memiliki berbagai pilihan layanan pengiriman dalam satu platform.”

Vincent juga menuturkan, meski saat ini dalam Dana Delivery belum tersedia asuransi untuk melindungi produk sampai ke konsumen dengan aman. Pengguna dapat memonitor proses pengiriman barang langsung lewat aplikasi. Selain itu, bila ada kerusakan/kehilangan barang dalam proses pengiriman, pengguna bisa mengajukan klaim tersebut ke mitra layanan ekspedisi.

Tanggung jawab penggantian klaim adalah senilai objek pengiriman berdasarkan nilai yang paling rendah antara 10 kali biaya pengiriman sampai dengan maksimal penggantian sebesar nominal tertentu. “Kami juga tidak menutup kemungkinan apabila kelak kami bisa menerapkan layanan asuransi pada fitur ini,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Lightspeed Venture Partners Ekspansi ke Asia Tenggara, Indonesia Jadi Target Utamanya


Dalam startup report yang dirilis oleh DailySocial awal tahun 2020 lalu terungkap, pada 2019 ada 113 pengumuman pendanaan startup. Dari 59 transaksi dengan nilai yang diungkapkan, dana yang terkumpul mencapai $2,9 miliar. Gojek mendominasi dengan investasi $ 2 miliar.

Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, jumlah transaksi terpantau meningkat meski nilainya cukup dinamis.Tercatat sedikitnya terdapat 11 venture capital yang cukup aktif melakukan investasi. Mulai dari East Ventures, Alpha JWC Ventures, Skystar Capital, hingga Intudo Ventures.

Tahun 2020 lanskap startup di Indonesia juga diwarnai dengan berbagai pendanaan. Meskipun diganggu pandemi, namun tidak menyurutkan niat investor untuk memberikan dana segar kepada startup logistik, edutech, aquaculture, agriculture, hingga healthtech. Kondisi tersebut membuktikan adanya potensi besar di pasar Indonesia. Tak heran investor dari berbagai negara berbondong-bondong mencoba peruntungan di ekosistem ini.

Salah satu venture capital global yang berencana melakukan ekspansi di Asia Tenggara saat ini adalah Lightspeed Venture Partners. Indonesia menjadi pasar terbesar yang kemudian diincar oleh mereka.

“Indonesia, secara khusus, adalah populasi internet terbesar ke-4 di dunia dan merupakan pasar yang bagus untuk pendekatan investasi kami karena banyaknya perusahaan rintisan teknologi yang menarik. Wilayah ini memiliki populasi muda yang paham digital, ekosistem startup yang tumbuh cepat, serta kebijakan dan platform yang mengutamakan digital yang hanya akan mempercepat digitalisasi dan inovasi,” kata Partner & Regional Head Lightspeed Venture Partners Akshay Bhushan kepada DailySocial.

Kategori startup dan rencana ekspansi

Chilibeli salah satu portofolio milik Lightspeed
Chilibeli salah satu portofolio milik Lightspeed

Sebelumnya Lightspeed telah berinvestasi pada beberapa startup asal Indonesia, di antaranya startup penyedia platform social commerce Chilibeli, aplikasi B2B marketplace Ula, serta perusahaan penyedia solusi pemenuhan gudang dan pengiriman barang Shipper.

Perusahaan yang berkantor pusat di Silicon Valley ini juga telah menanamkan modalnya pada Grab dan penyedia software kecerdasan buatan bagi sektor enterprise NextBillion.ai.

Bersifat agnostik, Lightspeed ingin memberi dukungan kepada para founder yang bisa memecahkan persoalan unik di Asia. Mulai dari sektor transformatif seperti perdagangan, fintech, edtech, dan SaaS. Lightspeed telah menyiapkan dana sebesar $4 miliar yang baru saja diraih dari pendanaan global.

“Kami terus fokus pada misi inti kami dalam membantu wirausahawan yang berani membangun perusahaan yang mendistrupt masa depan. Melalui semua siklus, naik dan turun, kami tetap setia pada misi ini dan ini adalah fokus kami. Kami tidak berkomentar tentang penggalangan dana sebagai kebijakan kami,” kata Akshay.

Saat pandemi tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi pendiri startup untuk tetap bisa bertahan menjalankan bisnisnya. Menurut Akshay belajar dari pengalamannya, idealnya semua startup harus kembali fokus kepada misi awal perusahaan. Kegiatan pivoting hingga diversifikasi lebih baik dihindari. Di Indonesia sendiri saat ini sudah banyak startup yang menghadirkan layanan baru hingga melakukan pivoting, agar tetap bisa bertahan menjalankan bisnis dan menjaga kesejahteraan pegawai.

“Selama periode ketidakpastian ini, bisnis perlu kembali ke dasar dalam hal kecintaan pelanggan dan pengelolaan arus kas. Perusahaan portofolio kami berfokus pada disiplin keuangan dan memperkuat bisnis inti mereka dan sebagai hasilnya, sebagian besar dari mereka menjadi lebih kuat. Byju adalah contoh bagus yang telah tumbuh secara signifikan selama beberapa bulan terakhir. Covid-19 telah mempercepat kebutuhan digitalisasi dan inovasi untuk memastikan kesinambungan bisnis, sehingga para pendiri harus bertujuan untuk beralih ke pergeseran digital di pasar mereka.” tutup Akshay.

Shipper Announces Series A Funding Led by Prosus Ventures

The logistics platform aggregator and marketplace, Shipper, today (18/6) announced the series A funding with undisclosed value, this investment was led by Prosus Ventures (formerly Naspers Ventures) with the participation of Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, and AC Ventures.

In fact, the rumor has been circulating since last month, a source says the value obtained is up to US$20 million or equivalent to 283 billion Rupiah. However, Shipper and its investors are reluctant to comment on this.

The company closed its seed round in September 2019, secured US$5 million from Lightspeed Ventures Partners, Floodgate Ventures, Insignia Ventures Partners, Convergence Ventures, and Y Combinator. Shipper is also part of the Y Combinator startup accelerator program for the 2019 Winter batch.

Debuted in 2017, Shipper was founded by Budi Handoko and Phil Opamuratawongse. The services enable SMEs to have a logistics dashboard, exploring the most efficient and cheapest shipping service based on the goods/destination. They also provide API-based services, to be integrated into a digital application.

“Using this investment, Shipper will continue to grow and look for local talents to join us in building strong data through technology to develop logistics and shipping requirements which has not been well structured,” Shipper’s Co-Founder & COO Budi Handoko said.

Shipper is to expand the coverage area and help consumers find the best shipping partner; without having to waste time comparing costs, orders, tracking, and insurance. To date, Shipper has worked with more than 100 express couriers.

Challenges in logistics

According to data summarized by ResearchAndMarkets.com, the Indonesian logistics market is projected to reach US$240 billion in 2021, it is quite similar to the logistics market projection in India of US$215 billion in 2020. It is also driven by the growth of the e-commerce business, especially the SME sector.

Despite the big number, according to Shipper, the logistics market in Indonesia is still classified as very inefficient. In tier 2 and tier 3 cities, shipping costs often add up to 40% of total transactions in e-commerce, thus becoming a major barrier for people in these cities to adopt e-commerce in whole.

“Shipper comes as a solution to the three main problems of logistics aspects in Indonesia, from shipping services options, complex warehousing, lack of price transparency, and the below-average ability to track routes,” Budi added.

In Indonesia, the e-logistics platform continues to develop. For the platform aggregator, besides Shipper, there is also Anjelo which was launched at the end of 2019. The types of logistics services offered include last-mile delivery, cargo via air and sea, customs services, and warehousing.

In addition, using a more integrated model into its platform, Bukalapak also launched BukaSend. It aggregates services from logistics partners registered in the company to make it easier for consumers to make shipments and order couriers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Shipper Umumkan Pendanaan Seri A, Dipimpin Prosus Ventures

Startup pengembang platform aggregator dan marketplace logistik Shipper hari ini (18/6) mengumumkan perolehan pendanaan seri A. Tidak disebutkan nilai yang diperoleh, investasi ini dipimpin oleh Prosus Ventures (sebelumnya Naspers Ventures) dengan dukungan Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, dan AC Ventures.

Sebenarnya rumor pendanaan ini sudah beredar sejak bulan lalu, sumber mengatakan nilai yang didapat hingga US$20 juta atau setara 283 miliar Rupiah. Kendati demikian pihak Shipper dan investor enggan untuk memberikan komentar tentang ini.

Perusahaan menutup seed round mereka pada September 2019, bukukan dana senilai US$5 juta dari Lightspeed Ventures Partners, Floodgate Ventures, Insignia Ventures Partners, Convergence Ventures, dan Y Combinator. Shipper juga tergabung dalam program akselerator startup Y Combinator untuk periode Winter 2019.

Debut sejak tahun 2017, Shipper didirikan oleh Budi Handoko dan Phil Opamuratawongse. Layanan mereka memungkinkan UKM memiliki dasbor logistik, untuk menemukan layanan pengiriman yang paling efisien dan murah sesuai dengan barang/tujuan. Mereka juga sediakan layanan berbasis API, untuk diintegrasikan ke dalam sebuah aplikasi digital.

“Dengan investasi ini, Shipper akan terus berkembang dan terus mencari talenta lokal berkualitas untuk bergabung dengan kami dalam membangun data yang kuat melalui teknologi untuk menyusun pemenuhan kebutuhan logistik dan pengiriman yang belum terstruktur dengan baik,” ungkap Co-Founder & COO Shipper Budi Handoko.

Dengan investasi terbaru ini Shipper akan memperluas jangkauan solusi mereka dan membantu konsumen dalam menemukan mitra pengiriman terbaik; tanpa perlu menghabiskan waktu dalam mempertimbangkan perbandingan biaya, pesanan, pelacakan, dan asuransi. Saat ini, Shipper telah bekerja dengan lebih dari 100 kurir ekspres.

Tantangan bisnis logistik

Menurut data yang dirangkum ResearchAndMarkets.com, pasar logistik Indonesia diproyeksikan akan mencapai US$240 miliar pada 2021, angka ini hampir sama dengan estimasi pasar logistik di India sebesar US$215 miliar di 2020. Salah satunya didorong oleh pertumbuhan bisnis e-commerce, terutama digerakkan sektor UKM.

Kendati besar, menurut Shipper, pasar logistik di Indonesia masih tergolong sangat tidak efisien. Di kota tier 2 dan tier 3, biaya pengiriman sering kali bertambah hingga 40% dari total transaksi di e-commerce, sehingga menjadi penghalang utama bagi masyarakat di kota-kota tersebut untuk mengadopsi e-commerce secara massal.

“Shipper hadir sebagai solusi atas tiga masalah utama aspek logistik di Indonesia, mulai dari pemilihan jasa pengiriman, pergudangan yang rumit, kurangnya transparansi harga, dan kemampuan pelacakan rute yang masih di bawah rata-rata,” tambah Budi.

Di Indonesia platform e-logistik terus berkembang. Untuk platform aggregator, selain Shipper ada juga Anjelo yang diresmikan akhir 2019 lalu. Jenis layanan logistik yang ditawarkan meliputi last mile delivery, kargo via udara maupun laut, layanan kepabeanan, hingga pergudangan.

Selain itu, dengan model yang lebih terintegrasi dengan platformnya, Bukalapak juga luncurkan BukaSend. Mengagregasi layanan dari mitra logistik yang telah tergabung ke perusahaan untuk memudahkan konsumen melakukan pengiriman dan pemesanan kurir.

A Logistics Aggregator Platform Shipper is Reportedly Securing 294 Billion Rupiah Worth of Series A Funding

Shipper, the logistics aggregator platform is reported to have secured Series A funding of $ 20 million or equivalent to 294.3 billion Rupiah. The round was led by Naspers with the participation of previous investors, AC Ventures, Insignia Ventures Partners, and Lightspeed Venture Partners.

This news was first released by DealStreetAsia; we have contacted Shipper’s Co-Founder Budi Handoko and AC Venture Managing Partner Adrian Li to get detailed confirmation, however, both are reluctant to comment on the news.

Previously the company closed its seed round in September 2019, raising funds worth $ 5 million or equivalent to 70.3 billion Rupiah. Investors involved included Lightspeed Ventures Partners, Floodgate Ventures, Insignia Ventures Partners, Convergence Ventures, and Y Combinator.

Since it was founded in 2017, Shipper has presented an integrated dashboard to help online sellers in e-commerce manage customer order shipments. In this dashboard, business people can easily get the most efficient logistics service recommendations, including pickup scheduling and integrated reporting.

Shipper’s internal data showed there are currently around 2500 logistic providers in Indonesia with various business scales. The Shipper service has also been used by around 25 thousand online merchants in Indonesia. This year they are targeting to have 1000 micro hubs for pick up and 20 logistics centers. The regional expansion has also been announced, targeting markets in Thailand, Vietnam, and the Philippines.

Shipper has other founder, besides Budi, he is Phil Opamuratawongse. Last year, the startup successfully joined the Y Combinator accelerator program in Silicon Valley, precisely in the Winter 2019.

In Indonesia, the “smart logistic” platform continues to develop. In terms of aggregator platform, besides Shipper, there is also Anjelo officially launched at the end of 2019. They offer logistics services, including last-mile delivery, cargo via air and sea, customs services, and warehousing.

In addition, with a model that is more integrated with its platform, Bukalapak also launched BukaSend. Aggregate services from logistics partners who have joined the company to facilitate consumers with shipments and courier orders.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Platform Agregator Logistik Shipper Dikabarkan Bukukan Pendanaan Seri A 294 Miliar Rupiah

Shipper, pengembang platform agregator logistik dikabarkan telah membukukan pendanaan seri A senilai $20 juta atau setara 294,3 miliar Rupiah. Putaran tersebut dipimpin Naspers dengan keterlibatan investor sebelumnya yakni AC Ventures, Insignia Ventures Partners, dan Lightspeed Venture Partners.

Kabar ini pertama kali dirilis oleh DealStreetAsia; kami telah menghubungi Co-Founder Shipper Budi Handoko dan Managing Partner AC Venture Adrian Li untuk mendapatkan konfirmasi lebih lanjut, hanya saja keduanya enggan berkomentar mengenai kabar tersebut.

Sebelumnya perusahaan menutup seed round mereka pada September 2019, kumpulkan dana senilai $5 juta atau setara 70,3 miliar Rupiah. Investor yang terlibat meliputi Lightspeed Ventures Partners, Floodgate Ventures, Insignia Ventures Partners, Convergence Ventures, dan Y Combinator.

Sejak didirikan pada tahun 2017, Shipper menyuguhkan sebuah dasbor terpadu untuk membantu online seller di e-commerce mengelola kiriman pesanan pelanggan. Dalam dasbor tersebut pelaku bisnis dapat dengan mudah mendapatkan rekomendasi layanan logistik yang paling efisien, termasuk untuk melakukan penjadwalan penjemputan dan pelaporan secara terpadu.

Dari data internal Shipper pun tercatat saat ini ada kurang lebih 2500 penyedia logistik di Indonesia dengan berbagai skala bisnis. Layanan Shipper juga sudah digunakan sekitar 25 ribu pedagang online di Indonesia. Tahun ini mereka menargetkan bisa memiliki 1000 hub mikro untuk penjemputan dan 20 pusat logistik. Ambisi ekspansi regional juga sudah disampaikan, targetnya juga bisa layani pasar Thailand, Vietnam, dan Filipina.

Selain Budi, Shipper turut didirikan oleh Phil Opamuratawongse. Tahun lalu, mereka berhasil tergabung dalam program akselerator Y Combinator di Silicon Valley, tepatnya pada periode Winter 2019.

Di Indonesia platform “smart logistic” terus berkembang. Untuk platform agregator, selain Shipper ada juga Anjelo yang diresmikan akhir 2019 lalu. Jenis layanan logistik yang ditawarkan meliputi last mile delivery, kargo via udara maupun laut, layanan kepabeanan, hingga pergudangan.

Selain itu, dengan model yang lebih terintegrasi dengan platformnya, Bukalapak juga luncurkan BukaSend. Mengagregasi layanan dari mitra logistik yang telah tergabung ke perusahaan untuk memudahkan konsumen melakukan pengiriman dan pemesanan kurir.