Payable Software Startup Spenmo Obtains 484 Billion Rupiah Series A Funding

Spenmo fintech startup, a payment-for-business (payable software) SaaS solution provider, announced series A funding round of $34 million (over 484 billion Rupiah) led by Insight Partners, a VC from the United States. Other investors participating in this round include Addition, Salesforce Ventures, Alpha JWC Ventures, Global Founders’ Capital, Broadhaven, Operator Partners and Commerce Ventures.

Apart from institutional investors, several angel investors also participated. They are William Hockey (Plaid’s founder), Andy Cohen (Ex-SVP of Sales Bill.com), Ongki Kurniawan (Head of Stripe Indonesia), Kunal Bahl & Rohit Bansal (Snapdeal’s founder), Matt Doka (Fivestars’ founder), and John Kim (Sendbird’s founder).

It is said that this funding is one of the largest series A rounds that the Y Combinator-backed company has successfully closed in Southeast Asia.

The fresh funds will be used to build market penetration and access to more than 20 million SMEs and mid-sized markets in Southeast Asia. Most of the segment doesn’t use any software to manage their debts, previously using spreadsheets or human labor.

Spenmo is a fintech company that provides SaaS solutions for managing business payments through corporate credit card products aimed at SMEs and medium-sized enterprises as the target users. This credit card is intended to help businesses manage finances when paying bills, tracking, categorizing purchases, and bookkeeping on autopilot in 90% less time.

In Indonesia, Spenmo already has a local team and is actively recruiting new talents. The Spenmo website is available in Indonesian to target new users.

In an official statement, Spenmo’s Co-founder & CEO, Mohandass Kalaichelvan explained, Spenmo’s services were previously considered a back-office function, but finance and debt are an important part of running a business.

“The finance team that implemented our service got their hours back. On average, they save over 50 hours and $10K each month. Our goal is to return 10 billion man-hours every year to finance teams across the region,” he said.

Insight Partners’ Principal, Rebecca Liu-Doyle has joined the board of directors at Spenmo after this round. She said that the payment industry would be disrupted, especially in Southeast Asia, which Spenmo’s solution had not yet explored. “We are delighted to be able to play a part in Spenmo’s journey to continue to innovate and develop,” Rebecca said.

Since its launching in Singapore last year, Spenmo has expanded across Southeast Asia, bringing in several thousand customers representing a wide range of sectors, from high-growth startups to SMEs, mid-market companies and accounting firms.

Corporate credit card

Corporate credit card is an expensive item for SMEs in Indonesia as banks have a number of strict requirements for the application process. Almost all banks issue corporate credit card products as their target users, in addition to credit cards for retail.

Due to the gap, it finally opens up opportunities for fintech lending players exposed to finance business capital or KTA. At Spenmo, the physical and virtual credit cards they present allows companies to easily manage team expenses and lot of bills by providing invoice payment features and automatic bank transfers.

Spenmo provides virtual and physical credit cards to pay rent, invoices, and employee salaries on a scheduled basis in the dashboard. Also, you can easily integrate the API with accounting software (such as Xero, SAP, and myob) already used by the company.

It is claimed that SMEs can apply for a Spenmo account with a 30 minute process, control (freeze and cash out) spending with just one click, and prioritize security by setting pre-approved funds to avoid overspending.

B2B paylater trend

In addition to corporate credit cards or productive capital loans, B2B paylater services has been intensively implemented. According to a research publication released by DSInnovate entitled “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021”, currently there are several startup collaborations that offer these services.

Indonesia’s B2B paylater service provider / DSInnovate

The concept is that the fintech lending service acts as a partner in providing financing, synergizing with the owner of the procurement service — both goods and services. In contrast to lending services that provide cash capital loans, B2B paylater focuses on financing or purchasing business equipment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup “Payable Software” Spenmo Terima Pendanaan Seri A 484 Miliar Rupiah (UPDATED)

Startup fintech penyedia solusi SaaS pembayaran untuk bisnis (payable software) Spenmo mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $34 juta (lebih dari 484 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Insight Partners, VC asal Amerika Serikat. Investor lainnya yang turut serta dalam putaran tersebut adalah Addition, Salesforce Ventures, Alpha JWC Ventures, Global Founders’ Capital, Broadhaven, Operator Partners, dan Commerce Ventures.

Selain investor institusi, beberapa angel investor ikut berpartisipasi. Mereka adalah William Hockey (founder Plaid), Andy Cohen (Ex-SVP of Sales Bill.com), Ongki Kurniawan (Head of Stripe Indonesia), Kunal Bahl & Rohit Bansal (founder Snapdeal), Matt Doka (founder Fivestars), dan John Kim (founder Sendbird).

Diklaim pendanaan ini merupakan salah satu putaran seri A terbesar yang berhasil ditutup oleh perusahaan yang didukung Y Combinator di Asia Tenggara.

Dana segar yang diperoleh akan digunakan untuk membangun penetrasi pasar dan mengakses ke lebih dari 20 juta UKM dan pasar menengah di Asia Tenggara. Segmen tersebut sebagian besar tidak menggunakan perangkat lunak apa pun untuk mengelola hutang mereka, yang sebelumnya menggunakan spreadsheet atau tenaga kerja manusia.

Spenmo adalah perusahaan fintech yang menyediakan solusi SaaS untuk mengelola pembayaran bisnis melalui produk kartu kredit perusahaan yang ditujukan buat UKM dan perusahaan menengah sebagai target penggunanya. Kartu kredit ini diperuntukkan untuk membantu bisnis dalam mengelola keuangan saat pembayaran tagihan, melacak, mengkategorikan pembelanjaan, dan pembukuan secara autopilot dalam waktu 90% lebih singkat.

Di Indonesia, Spenmo sudah memiliki tim lokal dan mulai aktif merekrut talenta baru. Situs Spenmo telah tersedia dalam bahasa Indonesia untuk menyasar pengguna baru.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO Spenmo Mohandass Kalaichelvan menerangkan, layanan Spenmo sebelumnya dianggap sebagai fungsi back-office, tetapi keuangan dan hutang adalah bagian penting dalam menjalankan bisnis.

“Tim keuangan yang mengimplementasikan layanan kami mendapatkan kembali jam kerja mereka. Rata-rata, mereka menghemat lebih dari 50 jam dan $10 ribu setiap bulannya. Tujuan kami adalah mengembalikan 10 miliar jam kerja setiap tahun untuk membiayai tim di seluruh wilayah,” kata dia.

Principal Insight Partners Rebecca Liu-Doyle kini bergabung sebagai dewan direksi di Spenmo pasca putaran ini. Dia menuturkan, industri pembayaran akan terdisrupsi, terutama di Asia Tenggara yang belum tergarap oleh solusi Spenmo. “Kami senang dapat berperan dalam bagian perjalanan Spenmo yang ingin terus berinovasi dan berkembang,” ujar Rebecca.

Sejak diluncurkan di Singapura tahun lalu, Spenmo telah berkembang di seluruh Asia Tenggara, membawa beberapa ribu pelanggan yang mewakili berbagai sektor, mulai dari perusahaan rintisan dengan pertumbuhan tinggi, hingga UKM, perusahaan pasar menengah, dan firma akuntansi.

Kartu kredit korporat

Memiliki kartu kredit korporat di Indonesia adalah barang mahal bagi UKM di Indonesia karena bank memiliki sejumlah persyaratan yang ketat untuk proses pengajuannya. Hampir semua bank mengeluarkan produk kartu kredit korporat sebagai target penggunanya, selain kartu kredit untuk ritel.

Karena ada gap tersebut, akhirnya membuka kesempatan bagi pemain fintech lending yang selama ini ditawarkan untuk membiayai modal usaha atau KTA. Di Spenmo sendiri, dengan kartu kredit fisik dan virtual yang mereka hadirkan, memungkinkan perusahaan yang ingin mengelola pengeluaran tim dengan mudah dan memiliki banyak tagihan dengan menyediakan fitur pembayaran invoice dan transfer bank otomatis.

Spenmo menyediakan kartu kredit virtual dan fisik yang dapat digunakan untuk membayar sewa, invoice, dan gaji karyawan secara terjadwal dalam dasbor. Serta, dapat dengan mudah integrasi API dengan software akuntansi (seperti Xero, SAP, dan myob) yang sudah digunakan perusahaan.

Diklaim, UKM dapat mengajukan akun Spenmo dengan proses 30 menit selesai, mengontrol (membekukan dan mencairkan) pengeluaran hanya dengan satu klik, dan mengutamakan keamanan dengan menetapkan dana yang telah disetujui sebelumnya untuk menghindari pengeluaran berlebih.

Mulai ada tren paylater B2B

Selain kartu kredit korporat atau pinjaman modal produktif, opsi lain yang mulai gencar diadakan adalah layanan paylater B2B. Menurut publikasi riset yang dirilis DSInnovate bertajuk “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021“, saat ini sudah ada beberapa kolaborasi startup yang menawarkan layanan tersebut.

Penyedia layanan B2B paylater di Indonesia / DSInnovate

Konsepnya, layanan fintech lending bertindak sebagai mitra penyedia pembiayaan, bersinergi dengan pemilik layanan pengadaan — baik barang ataupun jasa. Berbeda dengan layanan lending yang memberikan pinjama modal tunai, paylater B2B fokusnya pada pembiayaan atau pembelian perlengkapan bisnis.

*Kami mengubah judul berita dengan menambahkan terminologi bisnis Spenmo yang lebih tepat

Laporan DSInnovate: Pemberdayaan UMKM di Indonesia 2021

Selama bertahun-tahun, sektor UMKM terus memainkan peran pentingnya sebagai tonggak perekonomian nasional. Berbagai survei dan data telah memvalidasi besarnya sumbangsih nilai ekonomi yang dihasilkan dari sana, termasuk kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja dan pemberdayaan masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan dampak positif yang dihasilkan, tentu menjadi tugas bersama untuk menjaga agar pertumbuhan UMKM nasional tetap berkelanjutan.

Mengamati perkembangannya dalam dua-tiga tahun terakhir, digitalisasi menjadi salah satu aspek yang cukup menonjol. Upaya tersebut diadopsi untuk menghasilkan efisiensi proses bisnis dan memungkinkan terbukanya akses pasar yang lebih luas. Terlebih di saat pandemi UMKM skala mikro-kecil tergolong rawan terdampak gejolak ekonomi, digitalisasi dinilai dapat menjadi jalan tengah untuk menyelamatkan mereka.

Transformasi digital UMKM mendapatkan perhatian dari para inovator teknologi, khususnya pelaku startup digital. Ragam layanan aplikasi kemudian dihadirkan dan terus bermunculan, mulai dari solusi yang mendukung proses operasional, finansial, pemasaran, penjualan, sampai personalia. Adopsinya pun terlihat kencang, terbukti dengan traksi layanan aplikasi yang terus meningkat dari waktu dan waktu, di samping dukungan pemodal ventura untuk para startup terkait.

Untuk melihat tren adopsi teknologi di UMKM secara lebih mendalam, DSInnovate merilis laporan bertajuk “MSME Empowerment Report 2021: Revive and Thrive with Digitalization” yang didukung oleh Lazada, Sirclo, Xendit, dan Youtap.

Dalam prosesnya dilakukan riset kualitatif dan kuantitatif, melibatkan responden dari berbagai kalangan, mulai dari pelaku UMKM di berbagai daerah, founder startup teknologi, sampai pemerintah. Laporan ini terdiri dari lima bagian utama, sebagai berikut:

  • Lanskap UMKM di Indonesia; membahas tentang gambaran umum dan kondisi ekosistem UMKM di Indonesia saat ini, termasuk kategori bisnis dan dampak yang dihasilkan.
  • Tantangan umum UMKM di Indonesia; membahas terperinci tiga tantangan utama yang banyak diisukan, mulai dari finansial, operasional, dan ekspansi bisnis.
  • Adopsi teknologi oleh UMKM; mendalami teknologi yang diterapkan pelaku UMKM dan tingkatan adopsinya — termasuk manfaat yang didapat dari layanan digital yang diimplementasikan dalam bisnisnya.
  • Dampak pandemi bagi UMKM; melihat dampak pandemi pada bisnis UMKM dan bagaimana pandangan pelaku UMKM dalam menyongsong era normal baru.
  • Regulasi terkait UMKM; membahas aspek regulasi dan dukungan pemerintah untuk kemajuan industri UMKM di Indonesia.

Ada banyak temuan menarik yang dirangkum dalam laporan. Salah satunya, berdasarkan survei yang dilakukan ke 100 pelaku UMKM, 83% di antaranya sudah menggunakan produk atau layanan startup digital untuk memaksimalkan bisnisnya. Sebanyak 95% dari yang sudah mengadopsi layanan tersebut mengaku mendapatkan peningkatan produktivitas.

Untuk laporan selengkapnya, unduh gratis melalui tautan berikut ini: MSME Empowerment Report 2021.

Modalku Kini Sediakan Pinjaman Usaha Mikro untuk Pengguna BukuWarung

Modalku mengumumkan kemitraan dengan BukuWarung sebagai mitra penyedia pinjaman usaha mikro untuk 6,5 juta pengguna aplikasinya. Solusi ini diharapkan membuat lebih banyak pengusaha mikro yang mendapat akses produk keuangan yang beragam.

Seperti diketahui, usaha mikro adalah salah satu segmen usaha yang sulit mendapatkan akses ke pembiayaan. Berdasarkan laporan Modalku bertajuk “Dampak Ekonomi dan Sosial Pembiayaan UMKM Menggunakan Fintech P2P Lending” kepada 350 pelaku UMKM peminjam Modalku, menunjukkan sebanyak 50% dari mereka mengalami hambatan ketika mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan konvensional karena tidak memiliki laporan keuangan yang tersusun rapi.

Terkait kolaborasi kedua perusahaan, Co-Founder & COO Modalku Iwan Kurniawan mengatakan, kedua perusahaan memiliki kesamaan visi, yakni sama-sama ingin mendukung bisnis UMKM untuk terus berkembang. Salah satunya dengan memiliki arus kas yang lancar, serta didukung dengan pencatatan keuangan yang baik.

“Harapan kami, kolaborasi ini dapat menjadi salah satu solusi dari tantangan yang dihadapi para pelaku UMKM, serta bermanfaat untuk kemajuan bisnisnya,” kata Iwan dalam keterangan resmi, Kamis (9/9).

Co-Founder & Presiden BukuWarung Chinmay Chauhan menambahkan, layanan pembiayaan bersama Modalku ini melengkapi fitur pembayaran yang telah disediakan perusahaan sejak September 2020. Sebelumnya, perusahaan telah bekerja sama dengan sejumlah bank besar di Indonesia dan penyedia dompet digital untuk menghadirkan fitur pembayaran.

BukuWarung pertama kali hadir dengan menghadirkan solusi pencatatan keuangan digital yang mudah digunakan para pelaku UMKM. Seiring berjalannya waktu, inovasi berikutnya yang diluncurkan adalah etalase online dan pembayaran. Seluruh inovasi ini bertujuan untuk membantu UMKM dalam mengelola dan mengembangkan bisnis mereka secara efisien.

Plafon pinjaman yang disediakan Modalku dalam kolaborasi ini hingga Rp100 juta dengan tenor hingga 30 hari. Adapun untuk bunga disesuaikan dengan portofolio dan riwayat transaksi bisnis peminjam. Pengusaha yang memiliki bisnis dan telah berjalan selama lebih dari enam bulan bisa menggunakan fasilitas tersebut.

Pinjaman usaha ini dapat digunakan sebagai modal usaha untuk memenuhi berbagai kebutuhan bisnis, seperti menambah stok barang, membeli perlengkapan usaha, menyewa lokasi usaha, ataupun biaya pemasaran.

Digitalisasi UMKM yang beragam

Digitalisasi tidak hanya bicara tentang menjual produk secara digital. Lebih dari itu, banyak aspek yang bisa dioptimalkan melalui pendekatan digital, termasuk terkait rantai pasokan, logistik, pemasaran, sampai operasional bisnis. Menurut survei yang dilakukan Deloitte pada 2015, tingkat digitalisasi UMKM sebagian besar masih berada di tahap dasar dan menengah.

Umumnya di sini pemanfaatan teknologi baru terbatas pada satu-dua pemrosesan, seperti memanfaatkan online marketplace untuk menjual produk, menggunakan uang elektronik untuk menerima transaksi, atau memanfaatkan media sosial untuk memasarkan layanan.

Tingkatan digitalisasi UKM di Indonesia / Deloitte

Kesempatan tersebut dimanfaatkan para startup untuk menyasar UMKM sebagai target penggunanya. Menurut riset SME Empowerment 2020 oleh DSInnovate memetakan berbagai layanan startup lokal yang telah dirilis dan menyasar penyelesaian permasalahan finansial/permodalan, operasional, dan ekspansi.

Bentuknya bermacam-macam. Sebagian besar dibungkus berbentuk SaaS (Software as a Services), online marketplace, dan model keanggotaan lainnya. Jumlahnya cukup banyak dengan tipe platform yang unik dan spesifik.

Platform digital untuk UKM dari startup Indonesia / DSResearch
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

PAYFAZZ “Rebranding” Solusi UMKM, Sesuaikan Segmentasi Pasar

Fazz Financial Group hari ini mengumumkan rebranding terhadap dua produk finansialnya, PAYFAZZ Master Agen dan PAYFAZZ Buku. Kedua aplikasi ini ditenagai Safecash (PT Inklusi Keuangan Nusantara) dan Credibook. Di kesempatan yang sama, solusi PAYFAZZ berubah nama menjadi PAYFAZZ Agen.

Safecash dikabarkan merupakan startup yang diakuisisi PAYFAZZ sejak tahun 2019, bersama Kasir Pintar, tetapi belum ada konfirmasi resmi. Pimpinan Safecash saat ini juga memiliki posisi di PAYFAZZ , sementara berbagai laman di situs Safecash mengacu ke situs PAYFAZZ.

Kedua startup ini memiliki semangat yang sama dengan PAYFAZZ, yaitu ingin memperluas inklusi keuangan di pedesaan.

Safecash adalah perusahaan penyelenggara transfer dana yang sudah memiliki izin Bank Indonesia. Sementara, Kasir Pintar adalah aplikasi POS untuk membantu UMKM mengelola bisnisnya secara efisien. Kasir Pintar memanfaatkan solusi BILLFAZZ dan Modal Rakyat untuk membantu usaha para penggunanya.

Credibook sendiri adalah salah satu portofolio Payfazz yang masuk lewat putaran pendanaan tahap awal pada Agustus 2020.

Langkah rebranding ini dilakukan karena perusahaan ingin lebih mudah mendiferensiasi produknya demi menyesuaikan segmentasi pasar. Co-Founder dan CEO PAYFAZZ Hendra Kwik menuturkan, “[..] Kami berharap dengan adanya diferensiasi produk ini dapat lebih memudahkan para pelaku UMKM untuk menentukan produk yang dapat digunakan untuk mendukung usahanya.”

FFG itu sendiri terbentuk dari hasil investasi strategis PAYFAZZ sebesar $30 juta terhadap Xfers. FFG ingin mewujudkan misi gabungan kedua perusahaan dalam menyediakan akses dan inklusi keuangan melalui seluruh layanannya di Asia Tenggara. Di bawah FFG, terdapat sejumlah solusi/perusahaan. Di antaranya, Modal Rakyat, Xfers itu sendiri, dan aplikasi kasir POST.

Dua aplikasi baru

Aplikasi PAYFAZZ Agen, yang merupakan nama baru dari PAYFAZZ, tidak memiliki perubahan fitur dari sebelumnya. Aplikasi ini menyediakan fitur pembelian pulsa, token PLN, PPOB, pembelian barang grosir melalui PAYFAZZ Grosir, hingga pencatatan keuangan warung. Target penggunanya adalah agen pemula yang baru memulai bisnis, dengan proses pendaftaran dan KYC yang lebih sederhana, sehingga mereka bisa langsung memulai bisnis dengan cepat.

Sementara, PAYFAZZ Master Agen adalah aplikasi hasil kerja sama antara PAYFAZZ dengan PT Inklusi Keuangan Nusantara (Safecash), perusahaan penyelenggara transfer dana yang sudah memiliki izin Bank Indonesia. Aplikasi ini diperuntukkan buat para agen PAYFAZZ yang sudah memiliki nilai transaksi tinggi dan telah lolos verifikasi KYC yang lebih detail sesuai dengan aturan Bank Indonesia.

Hendra menerangkan aplikasi ini memiliki banyak fitur lengkap, seperti layanan PPOB dengan harga khusus, layanan transfer dana ke bank yang telah bekerja sama dan tarik dana di agen, serta transaksi perbankan lainnya yang sedang disiapkan. Fitur-fitur yang ada di PAYFAZZ Agen juga dapat dinikmati oleh pengguna PAYFAZZ Master Agen.

Menurutnya, PAYFAZZ Master Agen merupakan salah satu layanan champion perusahaan karena cikal bakal menjadi produk Digital Banking dari FFG. Selain Safecash, perusahaan telah bekerja sama dengan Modal Rakyat untuk layanan kredit agen, BRI Agro untuk layanan perbankan dan permodalan, serta Xfers untuk payment point.

“Harapan kami ke depannya bisa memberikan layanan keuangan digital yang menyeluruh melalui ekosistem yang ada di FFG, sehingga mencapai misi kami dalam memberikan inklusi keuangan bagi seluruh masyarakat di Indonesia dapat terwujud.”

Sementara, untuk aplikasi PAYFAZZ Buku, perusahaan bekerja sama dengan Credibook untuk menyediakan fitur pencatatan keuangan (buku kas) digital, baik itu transaksi utang, piutang, dan pembayaran kebutuhan usaha antar bank. Fitur tambahan lainnya adalah membantu UMKM mengelola keuangan usahanya, seperti pencatatan penjualan dan stok produk, laporan penjualan, manajemen hutang yang mencakup pencatatan, penagihan, terima pembayaran, serta kartu nama digital untuk sarana promosi usaha.

Baik PAYFAZZ Master Agen dan PAYFAZZ Buku menyasar masyarakat unbanked yang belum memiliki rekening bank. Sasaran utamanya meliputi UMKM, toko kecil, dan warung yang tersebar di daerah terpencil.

Saat ini, PAYFAZZ Agen sudah digunakan oleh lebih dari 700 ribu agen aktif dan melayani lebih dari 80 juta masyarakat Indonesia. “Dengan terciptanya ekosistem layanan keuangan digital ini FFG dapat menjadi salah satu pemain utama dalam meningkatkan literasi keuangan, serta mampu menyediakan layanan keuangan digital bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutupnya.

Upaya PAYFAZZ dalam mendigitalisasi UMKM di pedesaan ini cukup serius mengingat menurut sebuah data, baru sekitar 13 jutaan atau 21% UMKM di Indonesia yang sudah melakukan digitalisasi pada bisnisnya. Sementara itu, pemerintah menargetkan lebih dari 30 juta UMKM Go Digital pada 2023 mendatang.

Application Information Will Show Up Here

CrediBook Launches CrediMart and CrediStore, Targeting Warung Operational Digitization Solution

The digital bookkeeping application for warung CrediBook launched two new products, CrediMart and CrediStore, to help accelerate the digitization of wholesale stall operations amidst the pandemic situation. Both of these products can be used by all CrediBook users across second and third tier cities.

CrediBook‘s Co-Founder and CEO, Gabriel Frans said, CrediMart was developed to remove obstacles in the procurement process of merchandise stocks among SMEs. In addition to the financial record issues, MSMEs such as shops and stalls have faced obstacles in procuring merchandise stocks, from the long distance to wholesale centers, the hassle of carrying groceries, and the must-cash payment method.

“As a result, shops or stalls have fairly incomplete stock of merchandise. It has the potential to reduce their sales, therefore, we present CrediMart, an online wholesale store for MSMEs can shop for stock items without having to leave the place,” Gabriel said in an official statement.

CrediMart is accessible online via its website and orders will be delivered to the customer’s location 1×24 hours after the order is placed. In running CrediMart operations, the company plays a role in collaborating with conventional wholesale stores to enter as merchants. Currently, CrediMart is available in Greater Jakarta, West Java, and Central Java, focusing on second- and third-tier cities.

Source: CrediBook

Separately contacted by DailySocial, Gabriel explained that in performing his role as sales, his team connects existing conventional wholesale stores, not with brands or product principals. Thus, wholesalers are really helped by additional income, not replacing their role.

“For example, Wholesale Damai in West Jakarta, one of our partner wholesale stores, is getting an increase in turnover of up to 50% every day due to sales from CreditMart.”

Although this solution is not new in the industry, he continued, CrediMart operates with a light-asset approach because CrediBook alone does not have its own warehouse. It provides distribution facilities for delivering goods from partner wholesale stores to shop owners who buy through CrediMart.

Another added value for shop owners is that they can enjoy the flexibility of payment methods, from cash, CoD, to the schemes for customers with good credit scoring. This solution is expected to make it easier for shop owners to manage their business cash flow, therefore, they can survive and even continue to grow.

“We are partnering with Modal Rakyat in providing this payment method [payment due]. To ensure the payment runs smoothly, we always prioritize the performance assessment and transaction history of retail MSMEs.”

Both CrediBook and CrediMart will act as digital operating systems for wholesalers. CrediBook will play a role from the bookkeeping side, while CrediMart on the sales side.

Meanwhile, CrediStore is a social commerce application that allows shop traders to sell online via social media platforms. Users can provide the name of their online store, fill in information about the products being sold, such as photos, descriptions, and prices of goods. Next, users will get a link to their online store which can be shared on various social media platforms.

“All orders will be listed into the CrediStore application dashboard, therefore, users can monitor orders in one application without having to manually open each of their social media accounts.”

For Gabriel, the company is targeting two focuses through the application. First, helping SMEs onboard in e-commerce services by having their own online store easily and for free and then inviting them to engage in social commerce. Second, after the online store was established, CrediStore helped make it easier for MSME players to manage online orders came through their online stores.

CrediStore target audience is wider as it can be used by various MSME sectors, from grocery stores, credit agents, laundry, food and beverage, to the service sector.

“We want CrediStore to be used by various types of MSMEs. The simple and practical appearance is suitable for business beginners, housewives, to experienced sellers. This product is still in its early stages, there are still many feature developments that will complement this application in the future.”

SME empowerment solution

Withouth the detail number of users, Gabriel said that CrediBook’s MSMEs user profile in the retail and wholesale segments. They come from the categories of home businesses, shops and services, and agents. The locations are in second and third tier cities, including Surabaya, Sidoarjo, Cirebon, to Medan, Makassar, and Palembang.

In addition tobusiness strengthening, the company also participated in the government’s socialization program regarding the recording and bookkeeping of the financial reporting system for MSMEs. This program is part of the implementation of Government Regulation Number 7 of 2021 concerning Ease, Protection, and Empowerment of Cooperatives and MSMEs, especially in article 87.

“We are currently preparing collaborative activities with the government to increase the number of financial literacy and adoption by MSME players. This is also part of our strategy in developing our user base,” he said.

In the realm of digital bookkeeping for MSMEs, CrediBook competes with BukuKas, BukuWarung, and many more. Beyond that, more and more companies are providing a variety of digital solutions to make it easier for MSMEs to go digital from various business aspects.

Based on data from the Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises, out of 64.2 million MSME units, only 19% of them have entered the digital ecosystem. The government alone targets 30 million MSME units to enter the digital ecosystem by 2024. The following are MSME solutions provided by startups.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

CrediBook Rilis CrediMart dan CrediStore, Sasar Solusi Digitalisasi Operasional Warung

Aplikasi pembukuan digital warung CrediBook merilis dua produk sekaligus 一CrediMart dan CrediStore, untuk membantu digitalisasi operasional warung grosir terakselerasi lebih cepat meski masih di tengah pandemi. Kedua produk ini dapat digunakan seluruh pengguna CrediBook yang tersebar di kota lapis dua dan tiga.

Co-Founder dan CEO CrediBook Gabriel Frans menjelaskan, CrediMart lahir untuk menghilangkan hambatan dalam proses pengadaan stok barang dagang di kalangan pelaku UMKM. Selain isu pencatatan keuangan, UMKM seperti toko dan warung juga menghadapi hambatan dalam pengadaan stok barang dagang, seperti jauhnya jarak ke pusat grosir, repot membawa barang belanjaan, dan metode pembayaran yang harus tunai.

“Akibatnya stok barang dagang di toko atau warung jadi tidak lengkap. Ini berpotensi mengurangi penjualan mereka, sehingga kami hadirkan CrediMart, toko grosir online agar UMKM bisa belanja stok barang tanpa harus meninggalkan lokasi usaha,” tutur Gabriel dalam keterangan resmi.

CrediMart dapat diakses secara online lewat situsnya dan pesanan akan diantarkan ke lokasi pemesan 1×24 jam setelah pesanan dilakukan. Dalam menjalankan operasional CrediMart, perusahaan berperan berkolaborasi dengan toko grosir konvensional untuk masuk sebagai merchant. Saat ini CrediMart tersedia di Jabodetabek, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, berfokus di kota lapis dua dan tiga.

Sumber: CrediBook

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, Gabriel menjelaskan dalam melakukan perannya sebagai sales, pihaknya menghubungkan toko grosir konvensional yang sudah ada, bukan dengan brand atau prinsipal produk. Dengan demikian, para pengusaha grosir betul-betul terbantu dengan tambahan pemasukan, bukan menggantikan peran mereka.

“Contohnya Grosir Damai di Jakarta Barat, salah satu toko grosir rekanan kami, mendapatkan peningkatan omset hingga 50% setiap harinya karena adanya penjualan dari CreditMart.”

Kendati solusi ini bukan barang baru di industri, sambungnya, CrediMart beroperasi dengan pendekatan light-asset karena CrediBook sendiri tidak memiliki gudang sendiri. Pihaknya menyediakan fasilitas distribusi pengantaran barang dari toko grosir rekanan ke pemilik warung yang membeli lewat CrediMart.

Nilai tambah lainnya buat pemilik warung adalah mereka dapat menikmati fleksibilitas cara bayar, mulai dari tunai, CoD, hingga skema jatuh tempo untuk pelanggan yang memiliki riwayat pembelian baik. Solusi ini diharapkan memudahkan para pemilik warung dalam mengelola arus kas usahanya agar tetap bertahan bahkan terus tumbuh.

“Kami bekerja sama dengan Modal Rakyat dalam penyediaan cara bayar ini [bayar tempo]. Untuk memastikan pembayaran tempo berjalan dengan lancar, kami selalu memprioritaskan assessment performa dan riwayat transaksi para UMKM ritel.”

Baik CrediBook dan CrediMart akan berperan menjadi digital operating system bagi para pengusaha grosir. CrediBook akan berperan dari sisi pembukuan, sementara CrediMart dari sisi penjualan barang.

Sementara itu, untuk CrediStore adalah aplikasi social commerce yang memungkinkan pedagang warung untuk berjualan online lewat platform media sosial. Di sana pengguna dapat memberikan nama toko online-nya, mengisi informasi tentang produk yang dijual, seperti foto, deskripsi, dan harga barang. Berikutnya pengguna akan mendapat tautan toko online-nya yang dapat disebar ke berbagai platform media sosial.

“Seluruh pesanan akan masuk ke dalam dasbor aplikasi CrediStore, sehingga pengguna dapat memantau pesanan di satu aplikasi tanpa harus secara manual membuka masing-masing akun media sosialnya.”

Menurut Gabriel, ada dua fokus yang dibidik perusahaan lewat aplikasi tersebut. Pertama, membantu pelaku UMKM onboard di layanan e-commerce dengan memiliki toko online sendiri secara mudah dan gratis lalu mengajak mereka terjun dalam social commerce. Kedua, setelah toko online established, CrediStore membantu memudahkan para pelaku UMKM mengelola pesanan online yang datang ke toko online mereka.

Target pengguna CrediStore lebih luas karena dapat digunakan oleh beragam sektor UMKM, mulai dari toko kelontong, agen pulsa, laundry, makanan dan minuman, hingga sektor jasa.

“Kami ingin CrediStore dapat digunakan oleh berbagai jenis UMKM. Tampilan yang simpel dan praktis cocok digunakan bisnis pemula, ibu-ibu rumah tangga, hingga penjual berpengalaman. Produk ini masih di tahap awal, masih banyak pengembangan fitur yang akan melengkapi aplikasi ini ke depannya.”

Solusi pemberdayaan UMKM

Meski tidak disebutkan secara rinci jumlah penggunanya, Gabriel mengatakan saat ini profil pengguna CrediBook adalah UMKM di segmen ritel dan grosir. Mereka datang dari kategori usaha rumahan, toko dan jasa, dan agen. Lokasinya tersebar di kota lapis dan dua, di antaranya Surabaya, Sidoarjo, Cirebon, hingga Medan, Makassar, dan Palembang.

Selain memperkuat CrediBook dengan dua produk di atas, perusahaan ikut serta dalam program sosialisasi dari pemerintah mengenai pencatatan dan pembukuan sistem laporan keuangan bagi UMKM. Program ini adalah bagian dari pelaksanaan PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM khususnya dalam pasal 87.

“Kami tengah menyusun kegiatan-kegiatan kolaborasi bersama pemerintah yang sifatnya dapat meningkatkan angka literasi keuangan dan adopsi oleh para pelaku UMKM. Ini juga bagian dari strategi kami dalam mengembangkan basis pengguna,” ujarnya.

Di ranah pembukuan digital untuk UMKM, CrediBook bersaing dengan BukuKas, BukuWarung, dan masih banyak lagi. Di luar itu, semakin banyak perusahaan yang menyediakan ragam solusi digital untuk permudah UMKM go digital dari berbagai aspek bisnis.

Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dari 64,2 juta unit UMKM, baru 19% di antaranya yang sudah masuk ke ekosistem digital. Pemerintah sendiri menargetkan 30 juta unit UMKM bisa memasuki ekosistem digital pada 2024. Berikut solusi UMKM yang telah disediakan para startup.

CICIL Expands to Close Loop Financing, Developing PayLater Product for Warung Pintar Partners

CICIL fintech lending platform expands its business to close loop financing for MSME productive loans. This is the first partnership for both companies in developing the financing product.

CICIL’s Co-Founder & CEO, Edward Widjonarko said this diversification strategy is part of the company’s innovation in developing its services. Although the company still focusing on education financing since it was first established in 2016.

“This step opens up an opportunity for us to be able to diversify our market segments and services to encourage inclusive and responsible productive financing,” Edward said to DailySocial.

In a series of education financing products, he continued, CICIL has four financing products, tuition fees (CICIL Tuition), college supplies (CICIL Barang), course financing and certification (CICIL Learning), in collaboration with various edtech platform services.

“Besides funding for students, we have also developed financing for institutions (CICIL Institutions), especially for university level, schools, and course institutions to fulfill the required cost of developing digitalization of campus infrastructure.”

Furthermore, to launch a non-financing feature, CICIL Jobs aiming to help students with side jobs that can help them pay off their education installments independently. Furthermore, CICIL Learns to provide a wide selection of course, training, and certification vouchers.

Currently, CICIL has distributed more than 85 thousand education funding for students across 260 universities in 57 cities by maintaining TKB90 at 97.8%. With a combination of all products, he attempts to achieve financing distribution of up to Rp300 billion by the end of 2021.

Bon Pintar (Smart Bill)

Smart Bill / Warung Pintar

Along with Warung Pintar, CICIL developed Bon Pintar, a payment method solution for shop owners to buy goods right away and make payments when they are due (buy now pay later) on the e-commerce platform.

By utilizing transaction history data and application usage, Warung Pintar facilitates its users to increase stock without having to seek additional capital from outside the ecosystem.

The mechanism is fairly simple, it’s through the Warung Pintar application, from submission, verification, to the use of the funds. After passing the verification, the shop owner can immediately restock and pay the bill 14 days later.

The shop’s business is said to be more efficient because the Warung Pintar application is getting more functional to provide all the needs of a warung, from stock fulfillment, product tracking, monitoring stall performance, and access to capital.

Warung Pintar’s Group CEO, Agung Bezharie said, Warung Pintar as a platform aims to view the needs from stall entrepreneurs standpoint, while in this challenging situation, getting additional capital to increase stock or widen stock options is a pain-point for almost all Warung Pintar partners.

“CICIL has the same vision to provide loan products for MSMEs. [..] Within a few weeks of being launched, thousands of shop owners have been helped by Bon Pintar’s services. We continue to bring the spirit of mutual cooperation to continue to grow this service, therefore, it is to rise with the half million shop owners on our platform,” Agung said in an official statement.

He explained, each stall gets a different capital size according to the shopping history data and activities in the Warung Pintar application. After obtaining permission from the shop owner, transaction data will be used as a credit score to be developed along with CICIL. Moreover, Warung Pintar can minimize the risk of late payments.

Warung Pintar is targeting 150 thousand active Juragan (stall owners in Warung Pintar) can use Bon Pintar services. In the future, Warung Pintar will continue to strengthen its strategic partnership to continue providing financial solutions that can broadly reach shop owner.

Edward agreed on this. He expects that Bon Pintar can be the beginning for CICIL to expand its close-loop financing services similar to other companies with intention to develop productive financing services for partners in its ecosystem.

“Especially in collaborating with Warung Pintar, we expect CICIL can continue to collaborate closely with Warung Pintar to provide more comprehensive financing service innovations for stall partners, not limited to Bon Pintar financing,” Edward said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

CICIL Perluas ke Pembiayaan “Close Loop”, Kembangkan Produk PayLater untuk Mitra Warung Pintar

Platform fintech lending CICIL memperluas bisnis ke pembiayaan close loop untuk pinjaman produktif UMKM. Warung Pintar menjadi rekan perdana perusahaan, baik satu sama lain, dalam mengembangkan produk pembiayaan tersebut.

Menurut Co-Founder & CEO CICIL Edward Widjonarko, strategi diversifikasi ini adalah bagian dari inovasi perusahaan dalam mengembangkan layanannya. Meski begitu, pembiayaan pendidikan masih menjadi fokus utama dari perusahaan sejak pertama kali berdiri di 2016.

“Langkah ini juga membuka kesempatan bagi kami untuk dapat mendiversifikasi segmen pasar dan layanan kami untuk mendorong pembiayaan produktif yang inklusif dan bertanggung jawab,” terang Edward kepada DailySocial.

Dalam rangkaian produk pembiayaan pendidikan, lanjutnya, CICIL memiliki empat produk pembiayaan, yakni uang kuliah (CICIL Uang Kuliah), perlengkapan kuliah (CICIL Barang), pembiayaan kursus dan sertifikasi (CICIL Belajar), dengan bekerja sama dengan berbagai layanan platform edtech.

“Di luar pembiayaan bagi mahasiswa, kami juga telah mengembangkan pembiayaan bagi institusi (CICIL Institusi), khususnya untuk pembiayaan bagi universitas, sekolah, dan lembaga kursus dalam memenuhi kebutuhan biaya pengembangan digitalisasi infrastruktur kampus.”

Berikutnya, meluncurkan fitur non-pembiayaan, yakni CICIL Jobs yang bertujuan untuk membantu mahasiswa pengguna CICIL untuk mendapatkan pekerjaan sampingan yang dapat mempermudah pelunasan cicilan pendidikan mereka secara mandiri. Selanjutnya, CICIL Belajar untuk menyediakan berbagai pilihan voucher kursus, pelatihan, dan sertifikasi.

Saat ini CICIL telah menyalurkan lebih dari 85 ribu pembiayaan pendidikan bagi mahasiswa yang tersebar di 260 universitas di 57 kota dengan mempertahankan TKB90 di angka 97,8%. Dengan gabungan dari keseluruhan produk, dia menargetkan sepanjang tahun ini dapat mencapai penyaluran pembiayaan hingga Rp300 miliar di akhir 2021.

Produk Bon Pintar

Bon Pintar / Warung Pintar

Bersama Warung Pintar, CICIL mengembangkan Bon Pintar, solusi metode pembayaran yang memudahkan pemilik warung membeli barang sekarang dan pembayaran dilakukan saat jatuh tempo (buy now pay later) di platform e-commerce.

Dengan memanfaatkan data riwayat transaksi dan penggunaan aplikasi, Warung Pintar memfasilitasi para penggunanya untuk meningkatkan stok tanpa harus mencari tambahan modal dari luar ekosistem aplikasi.

Mekanismenya terbilang simpel cukup melalui aplikasi Warung Pintar, mulai dari pengajuan, verifikasi, hingga penggunaan dananya. Setelah lolos verifikasi, pemilik warung dapat langsung memenuhi kebutuhan stok dan membayar tagihannya 14 hari kemudian.

Operasional bisnis warung diklaim semakin efisien karena aplikasi Warung Pintar semakin fungsional, memiliki semua kebutuhan bisnis warung, mulai dari pemenuhan stok barang, pelacakan produk, memantau kinerja warung, hingga akses ke permodalan.

CEO Warung Pintar Group Agung Bezharie mengatakan, Warung Pintar sebagai platform berusaha melihat kebutuhan dari sudut pandang pengusaha warung, yang di masa penuh tantangan seperti sekarang, mendapatkan tambahan modal untuk meningkatkan stok atau melebarkan pilihan stok merupakan pain-point yang dihadapi hampir seluruh mitra Warung Pintar.

“CICIL memiliki visi yang sama untuk dapat menghadirkan produk pinjaman bagi UMKM. [..] Dalam beberapa minggu diluncurkan, sudah ribuan pemilik warung yang terbantu oleh layanan Bon Pintar. Kami terus membawa semangat gotong royong untuk terus membesarkan layanan ini agar bisa bangkit bersama setengah juta pemilik warung yang ada di platform kami,” ucap Agung dalam keterangan resmi.

Dia menjelaskan, tiap warung mendapatkan kapasitas permodalan yang berbeda sesuai dengan data riwayat belanja dan kegiatan yang dilakukan dalam aplikasi Warung Pintar. Setelah mendapatkan izin dari pemilik warung, data transaksi digunakan sebagai credit scoring yang dibangun bersama dengan CICIL. Berkat hal ini, Warung Pintar dapat meminimalisir resiko keterlambatan pembayaran.

Warung Pintar menargetkan 150 ribu Juragan aktif (sebutan pemilik warung di Warung Pintar) dapat menggunakan layanan Bon Pintar. Ke depannya, Warung Pintar akan terus memperkuat kerjasama strategisnya dengan lebih banyak pihak untuk terus tumbuh menghadirkan solusi finansial yang dapat menjangkau pemilik warung lebih luas lagi.

Hal yang sama diungkapkan Edward. Dia berharap Bon Pintar dapat menjadi permulaan bagi CICIL untuk memperbanyak layanan close loop financing sejenis dengan perusahaan lainnya yang ingin mengembangkan layanan pembiayaan produktif bagi mitra di dalam ekosistemnya.

“Khususnya dalam kerja sama dengan Warung Pintar, kami berharap CICIL dapat terus berkolaborasi secara erat dengan Warung Pintar untuk menghadirkan inovasi layanan pembiayaan yang lebih menyeluruh bagi mitra warung, tak terbatas pada pembiayaan Bon Pintar saja,” tutup Edward.

Xendit Pertajam Solusi UMKM, Hadirkan SaaS untuk Inventori Produk

Startup fintech solusi pembayaran Xendit mengumumkan solusi SaaS teranyar “Xendit Inventory Sync” untuk menyasar penjual online yang berdagang di platform digital. Solusi tersebut merupakan bagian dari ambisi perusahaan yang ingin lebih banyak menggandeng UMKM.

Xendit Inventory Sync merupakan inovasi teknologi multi-channel untuk mengelola stok inventaris produk yang dijual secara online di Tokopedia, Shopee, maupun situs seperti Shopify dan WooCommerce. Dengan demikian, pelaku bisnis dapat lebih mudah memantau jumlah stok di masing-masing kanal dalam satu dasbor yang rapi dan terintegrasi.

Solusi ini hadir karena hampir semua pelaku bisnis di Indonesia menerapkan strategi pemasaran multi-channel agar dapat mengombinasikan saluran penjualan baik di marketplace maupun di website. Layanan e-commerce saat ini sedang dalam masa keemasan karena transaksi yang terus meningkat. Dari 2% di tahun 2016 menjadi 20% di tahun 2020. Diperkirakan, transaksi e-commerce pun bisa mencapai 40% dari total keseluruhan transaksi ritel di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

“Selama ini, pelaku bisnis masih harus melakukan pembaruan stok secara manual, satu per satu di setiap platform. Ini tentu memakan waktu yang tidak sedikit. Karena itulah, kami meluncurkan fitur terbaru Xendit Inventory Sync untuk membantu pelaku bisnis menghemat waktu dan tenaga operasional,” ucap Co-Founder dan CEO Xendit Moses Lo dalam keterangan resmi.

Secara terpisah saat dihubungi DailySocial.id, Lo menekankan meski inovasi ini bukanlah pertama kalinya di Indonesia, namun produk ini dirancang untuk meningkatkan infrastruktur keuangan digital di Indonesia dengan membantu bisnis terjun ke dunia digital.

Secara umum, sambungnya, yang membedakan Xendit dengan payment gateway lainnya adalah produk sederhana, karena mudah diintegrasikan dan digunakan oleh bisnis dari penjual perorangan, usaha kecil hingga perusahaan besar. Kemudian, kecepatan karena proses pendaftaran dan verifikasi yang mudah dan cepat untuk menggunakan fitur Xendit dan layanan pelanggan yang selalu tersedia 24/7.

Terkait alasan pemilihan situs marketplace Shopee dan Tokopedia. Tak lain karena keduanya merupakan dua platform terbesar di Indonesia, dengan total pengunjung website masing-masing mencapai 90 juta dan 80 juta sepanjang tahun 2020, menurut data iPrice Group & SimilarWeb.

Sementara Shopify dan WooCommerce, Lo menjelaskan bahwa keduanya adalah platform pihak ketiga pertama yang memungkinkan penggunanya berintegrasi dengan Xendit untuk menggunakan fitur gateway pembayaran.

Dengan API terbuka yang mereka sediakan, memungkinkan Xendit untuk membangun dan mengembangkan lebih banyak fitur yang akan meningkatkan pengalaman pengguna mereka. “Xendit mencatat lebih dari 200 pengguna Shopify dan 300 pengguna WooCommerce yang telah mengintegrasikan platform mereka ke fitur gateway pembayaran Xendit.”

Lo menjelaskan Xendit Inventory Sync merupakan produk SaaS independen yang diberikan sebagai nilai tambah untuk para pengguna Shopify dan WooCommerce dan calon pengguna solusi pembayaran Xendit. Pasalnya, calon pengguna yang tertarik dengan solusi ini bisa langsung menggunakan tanpa harus berlangganan fitur solusi pembayaran Xendit.

“Kami juga sedang membangun produk yang akan memberikan nilai tambah bagi proses bisnis bagi merchant dan calon pengguna kami. Yang pertama dari produk solusi non-pembayaran ini adalah Xendit Inventory Sync, yang sejauh ini tidak disediakan oleh payment gateway lain, dan berencana menambahkan lebih banyak platform yang disediakan untuk menjangkau lebih banyak bisnis dan membantu mempermudah proses bisnis mereka,” ucapnya.

Pihaknya juga akan terus memperluas jangkauan Xendit Inventory Sync untuk memfasilitasi integrasi ke lebih banyak platform e-commerce dan website. “Agar kami dapat menjangkau lebih banyak bisnis dan membantu mempermudah proses bisnis mereka”, tutup Lo.

Ragam solusi untuk UMKM

Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dari 64,2 juta unit UMKM, baru 19% di antaranya yang sudah masuk ke ekosistem digital. Pemerintah sendiri menargetkan 30 juta unit UMKM bisa memasuki ekosistem digital pada 2024.

Tak hanya Xendit, ada banyak perusahaan yang menyediakan ragam solusi untuk permudah jalan masuk UMKM go digital dari berbagai aspek bisnis, baik itu fintech, supply chain, logistik, e-commerce, pemasaran, dan lain-lain. Berikut solusi UMKM yang telah disediakan para pemain startup.

Ragam layanan SaaS untuk UMKM / DailySocial.id