Desty Kantongi Pendanaan Awal dari East Ventures, Kembangkan Layanan Pendukung “Social Commerce”

Startup penyedia infrastruktur social commerce Desty mengumumkan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari East Ventures. Dana akan digunakan untuk pengembangan produk dan menggenjot akuisisi pengguna.

Desty baru didirikan pada Oktober 2020. Mereka adalah platform digital yang membantu kreator konten, influencers, dan pedagang di media sosial membuat destinasi online untuk memasarkan, menjual produk, dan konten mereka.

CEO dan Founder Desty Bill Wang menerangkan, Desty dirintis dalam kondisi pandemi yang menantang, namun ia percaya bahwa akselerasi digital memberikan kesempatan untuk berkembang. “Desty hadir sebagai solusi lokal, sederhana, dan gratis bagi bisnis online untuk membuat landing pages serta membangun online brand sendiri hanya dalam hitungan menit,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (1/12).

Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, dalam setahun terakhir jumlah pebisnis online di Indonesia tumbuh pesat karena berbondong-bondong membuka toko online. Ia melihat, tim Desty, yang menggabungkan keahlian global dan lokal, mampu membuat sebuah produk yang mampu menarik perhatian ribuan pengguna, hanya dalam beberapa minggu setelah diluncurkan.

“Kami sangat senang untuk bekerja sama dengan Desty dalam membantu jutaan pedagang online dan kreator konten di Indonesia mengintegrasikan bisnis mereka lintas berbagai platform e-commerce dan media sosial,” imbuh Willson.

Desty memiliki dua produk, yaitu Desty Page dan Desty Store. Desty Page adalah layanan penyedia landing page yang dioptimasi untuk tautan di akun media sosial, khususnya Instagram — konsepnya mirip Linktree atau Oneblink yang dikembangkan MTARGET. Sementara Desty Store menyediakan platform untuk buka toko online dengan mudah, sebagai pelengkap marketplace.

Meski baru seumur jagung, diklaim Desty berhasil menggaet ribuan pengguna, termasuk online brands (Alowalo, Babycare, Notbad), kreator konten (Mindblowon Studio/Tahilalat), dan influencer dari industri kuliner, travel, gaya hidup, dan fesyen. Perusahaan telah terintegrasi dengan beberapa rekanan penting untuk menambahkan fitur pembayaran dan logistik di dalam platform Desty Store.

“Tidak hanya pedagang online, Desty digunakan oleh beragam pengguna untuk meningkatkan engagement dengan followers mereka. Kami juga menyediakan fitur terbaik untuk pengguna, mulai dari customizable templates hingga alat analisis yang lengkap.”

Bill menuturkan, pihaknya akan menggunakan dana tahap awal ini untuk mempercepat pengembangan produk dan menggenjot akuisisi pengguna. Ia menargetkan Desty mampu menarik 100 ribu pengguna hingga semester pertama tahun depan.

Bill Wang merintis Desty bersama Eric Natanael. Keduanya memiliki pengalaman panjang di perusahaan lokal dan global, mulai dari industri e-commerce, B2B, hingga telekomunikasi. Bill sebelumnya bekerja selama 17 tahun di Alibaba, ia terlibat dalam perjalanan raksasa teknologi tersebut berevolusi menjadi AliExpress.

Momentum social commerce

Menurut laporan Econsultancy bersama Magento dan Hootsuite pada bulan Oktober 2019 berjudul “The State of Social Commerce in Southeast Asia”, industri social commerce diproyeksikan akan bertumbuh signifikan. Asia Tenggara memiliki lebih dari 350 juta pengguna internet dan 90% dari mereka sudah terhubung dengan smartphone, alhasil kesempatan ini begitu menjanjikan untuk digarap.

Kue tersebut semakin signifikan pertumbuhannya selama pandemi dan sudah dibahas sebelumnya oleh DailySocial.

Di Indonesia, para pemain ini menawarkan berbagai solusi teknologi simpel yang memudahkan penjual masuk ke ranah digital. Pemain-pemain tersebut adalah Woobiz, TapTalk.io, Storie, Super, Chilibeli, Halosis.

Bahkan, Moka merilis GoStore yang memudahkan merchant membuat situs toko online. Sebelum berinvestasi ke Desty, East Ventures juga berinvestasi ke startup social commerce bernama KitaBeli pada Agustus kemarin.

Pemain lainnya, Kata.ai, platform teknologi percakapan bertenaga AI dan NLP, merilis platform khusus social commerce dan mengelola bisnis bernama QIOS. Melalui platform ini, pelaku UMKM bisa membuat asisten virtual via WhatsApp untuk melayani pertanyaan, pembayaran, hingga pengiriman.

Platform ini terintegrasi dengan e-wallet (OVO, DANA, LinkAja), dan layanan logistik (GoSend dan GrabExpress). “Kata.ai sebagai enabler untuk membantu para pemain di industri ini bisa lebih thriving dengan adanya teknologi kecerdasan,” kata CEO Kata.ai Irzan Raditya.

Kerja.io Connects Companies to Recruit Indonesian Students in the US for Internship

With the aim to bridge the needs of startups and companies in Indonesia to recruit/provide internship opportunities to Indonesian students studying in the United States, Timothy Sam Wijaya then founded Kerja.io.

The platform officially launched this November and already has around 800 students from more than 150 universities on the waiting list, spread across the United States. Kerja.io has also established strategic partnerships with 40 companies in Indonesia ranging from Ovo, Tokopedia, Bukalapak, to Payfazz.

Timothy revealed to DailySocial that he currently sees most opportunities for internships in companies are still limited to recommendations or a small scope between partners and insiders. There are still many students who find it difficult to get internship opportunities at well-known startups and companies in Indonesia. After doing some testing, Timothy then validated the hypothesis and started building Kerja.io.

“Of all the companies that have had conversations with us, most of them are very enthusiastic about the opportunities we provide to reach more Indonesian talents who study abroad. With our approach, we have a fairly good existence in the best universities with Indonesian communities. with our relationship with PERMIAS Nasional (the Indonesian Student Association in the United States), it allows us to expand our network and reach more than 8 thousand students,” Timothy said.

Within 24 hours of the platform being launched, many Indonesian students from the Ivy League such as UCLA, UC Berkeley, Stanford, MIT immediately registered to join the Kerja.io platform. About the business model and monetization strategy, Timothy emphasized that currently the platform can be accessed for free. Kerja.io has not yet launched a monetization strategy for both users and companies at this time.

Fulfilling the needs of digital talents

Kerja.io
Kerja.io to connect students with companies open for internships

The increasing number of startups in Indonesia is not supported by the number of digital talents with the required skills and abilities. Seeing these opportunities, it is hoped that platforms such as Kerja.io can be an option for Indonesian companies to recruit fresh digital talents, graduates from well-known universities in the United States.

Timothy said, the current enthusiasm of students studying abroad for internships in Indonesia is also increasing, along with the growth of mature startups and the presence of technology companies in Indonesia.

“I see that now is a very good time. The pandemic has caused most students who are continuing their studies in the United States to rethink their plans, and we are seeing more students returning to their homeland after graduation. But not only because of the pandemic, most of them are they are very enthusiastic about the potential offered in this country, “said Timothy.

In particular, Kerja.io claims that most of the users on the platform are young talents who are quite tech-savvy who are then being targeted by many companies and startups in Indonesia.

There are still many targets that Kerja.io wants to achieve, besides focusing on growth, it also wants to add more companies from various industries. Kerja.io also wants to strengthen its position in the United States and strengthen the foundation to be able to expand into other markets.

What Kerja.io wants to highlight is that all people who are part of the team are undergraduate students aged 19-21 years with the exception of Alvin Salim who is a Magistrate student.

“We started our journey by helping companies recruit the best talent and helping students find the job opportunities of their dreams, and we will continue to help them. Kerja.io is a product of the goodwill of a group of students who want to help their peers,” Timothy said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Titik Pintar Introduces SahabatPintar, Educational Content Platform for Elementary Students

Titik Pintar’s interactive edutainment platform officially introduces SahabatPintar.id, an educational content platform designed for the primary school (SD) student segment in Indonesia.

SahabatPintar.id presents material monitored by elementary school teachers in Indonesia who have teaching experience for more than 10 years. Currently, the SahabatPintar.id platform is available for free access.

Titik Pintar’s founder & CEO, Robbert Deusing, said that his party wants to contribute to the quality of education in Indonesia. This is in line with World Bank recommendations regarding the impact of Covid-19, the education sector needs to pay attention to the quality of distance learning methods.

Based on data from the Ministry of Education and Culture, there are currently 25 million children currently studying at the elementary level. Meanwhile, the number of schools closed due to the Covid-19 pandemic has reached 530 thousand units.

“SahabatPintar wants to play a role in the world of education in the long term. When schools reopen, we believe teachers will be greatly helped by the availability of quality educational materials that are easily accessible such as those available by SahabatPintar.id and the Titik Pintar application,” Deusing said to DailySocial.

He revealed that his team is currently integrating 100 materials into the SahabatPintar platform. The long-term goal of this platform is to bring together teachers, designers, and animators in Indonesia to create up to 10,000 quality content. The contents will be integrated directly on the Titik Pintar platform.

“Even though our team has made various educational content, it will still be difficult to catch up with the rapid development of children. At the same time, we are aware that there are many teachers and content creators in Indonesia who have the expertise to create educational content,” he told DailySocial.

Therefore, to achieve this target, his party is holding a competition for designer teachers and animators to produce educational content that is easily understood by children.

For your information, Titik Pintar is currently used by 12 thousand users in Indonesia. This platform provides various edutainment materials tailored to the government curriculum (Kurtilas).

Expecting breakthrough from edtech players in 2021

Not many edtech services have run in the gamification sector, like Titik Pintar. In fact, this content can actually be an interesting approach to provide a fun atmosphere for teaching and learning activities, especially during the pandemic.

With the plan of Minister of Education and Culture (Mendikbud) Nadiem Makarim to reopen schools in January 2021, this could be the right step to provide a temporary “break” for parents who have been accompanying their children to study during the pandemic.

This has also been acknowledged by a number of players we have interviewed. There are many issues experienced, one of which is that parents are overwhelmed with their children because they are not used to transitioning to online platforms.

The trend of edtech services began to skyrocket in the last few years. The peak occurred this year due to the Covid-19 pandemic. The policy of teaching and learning activities from home (KBM) is a tremendous momentum for online learning platform providers to gain new users and significant traffic.

In general, the government’s decision to reopen schools will present a further “test case” to prove whether edtech services remain relevant and credible in the next year. This is primarily to provide affordable internet access and content for user segments outside Java who are in rural and border areas.

In addition, next year can also be momentum for old and new edtech players to develop content with more varied types and costs. Moreover, there are currently not many edtech services that play in the realm of gamification, especially for elementary school children.

To date, edtech startups have various market segments ranging from elementary to high school lectures, or employee segments by offering free access for certain periods to premium access to interactive content, video-on-demand, and private tutors.

DSResearch through the Edtech Report 2020 reveals that internet connection is still the biggest challenge (81.2%) of users in learning, followed by access to paid content (49.4%), understanding of English (39.2%), and availability of devices (38,4%).

In addition, as many as 70 percent of respondents are willing to pay for edtech services ranging from IDR 50,000 / month (12.6%), IDR 50,000-1 million / month (35.3%), IDR 1 million-2.5 million / month (24, 6%), IDR 2.5 million-5 million / month (17.8%), and above IDR 5 million / month (9.7%).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Titik Pintar Memperkenalkan SahabatPintar, Platform Konten Pendidikan untuk Murid SD

Platform edutainment interaktif Titik Pintar resmi memperkenalkan SahabatPintar.id, yakni platform konten pendidikan yang ditujukan untuk segmen murid sekolah dasar (SD) di Indonesia.

SahabatPintar.id menghadirkan materi yang dipantau oleh para guru SD di Indonesia yang memiliki pengalaman mengajar selama lebih dari 10 tahun. Saat ini, platform SahabatPintar.id dapat diakses pengguna gratis secara terus-menerus.

Founder & CEO Titik Pintar Robbert Deusing mengatakan, pihaknya ingin berkontribusi terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan rekomendasi World Bank terkait dampak Covid-19, sektor pendidikan perlu memperhatikan kualitas metode pembelajaran jarak jauh.

Berdasarkan data Kemendikbud, saat ini terdapat 25 juta anak yang tengah menempuh pendidikan di jenjang SD. Sementara itu, jumlah sekolah yang tutup karena pandemi Covid-19 mencapai 530 ribu unit.

“SahabatPintar ingin mengambil peran di dunia pendidikan dalam jangka panjang. Saat sekolah kembali dibuka nanti, kami percaya para guru akan sangat terbantu dengan adanya materi-materi edukasi berkualitas yang mudah diakses seperti yang tersedia di SahabatPintar.id maupun aplikasi Titik Pintar,” ujar Deusing kepada DailySocial.

Ia mengungkap bahwa pihaknya saat ini sedang melakukan integrasi terhadap 100 materi ke platform SahabatPintar. Tujuan jangka panjang dari platform ini adalah mengumpulkan para guru, desainer, dan animator di Indonesia untuk membuat hingga 10.000 konten berkualitas. Adapun konten-konten tersebut nantinya akan terintegrasi langsung di platform Titik Pintar.

“Meski tim kami sudah membuat berbagai konten edukasi, akan tetap sulit untuk mengejar perkembangan anak-anak yang begitu pesat. Di saat bersamaan, kami sadar ada banyak guru dan kreator konten di Indonesia yang mempunyai keahlian untuk membuat konten edukasi,” tuturnya kepada DailySocial.

Maka itu, untuk mencapai target tersebut, pihaknya tengah mengadakan kompetisi bagi para guru desainer dan animator untuk menghasilkan karya konten edukasi yang mudah dipahami oleh anak-anak.

Sekadar informasi, Titik Pintar saat ini telah digunakan sebanyak 12 ribu pengguna di Indonesia. Platform ini menyediakan berbagai materi edutainment yang disesuaikan dengan kurikulum pemerintah (Kurtilas).

Menanti gebrakan pemain edtech di 2021

Belum banyak layanan edtech yang bermain di ranah gamifikasi, seperti halnya Titik Pintar. Padahal, konten ini sebetulnya dapat menjadi pendekatan menarik untuk memberikan suasana kegiatan belajar mengajar (KBM) yang menyenangkan, terutama selama masa pandemi.

Dengan rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim untuk membuka kembali sekolah pada Januari 2021, ini dapat menjadi langkah tepat untuk memberi “break” sementara bagi orang tua yang selama ini mau tak mau mendampingi anaknya belajar selama masa pandemi.

Hal ini pun diakui oleh sejumlah pemain yang pernah kami wawancarai. Ada banyak isu yang dialami di mana salah satunya adalah orang tua kewalahan mendampingi anaknya karena belum terbiasa bertransisi ke platform online.

Tren layanan edtech mulai meroket sejak beberapa tahun terakhir. Puncaknya terjadi pada tahun ini akibat pandemi Covid-19. Kebijakan merumahkan kegiatan belajar mengajar (KBM) menjadi momentum luar biasa bagi penyedia platform pembelajaran online dalam mendulang pengguna baru dan trafik yang signifikan.

Secara umum, keputusan pemerintah untuk membuka sekolah kembali akan memperlihatkan “test case” selanjutnya bagi untuk membuktikan apakah layanan edtech tetap relevan dan kredibel di tahun depan. Hal ini terutama untuk menyediakan akses internet dan konten terjangkau bagi segmen pengguna di luar Jawa yang di pedesaan dan wilayah perbatasan.

Selain itu, tahun depan juga dapat menjadi momentum bagi pelaku edtech lama dan baru untuk mengembangkan konten dengan jenis dan biaya yang lebih variatif. Terlebih, saat ini belum banyak layanan edtech yang bermain di ranah gamifikasi, khususnya untuk anak SD.

Sejauh ini, startup edtech memiliki segmen pasar beragam mulai dari SD sampai SMA perkuliahan, atau segmen karyawan dengan menawarkan akses gratis selama periode tertentu hingga akses premium pada konten-konten interaktif, video-on-demand, dan private tutor.

DSResearch melalui Edtech Report 2020 mengungkap bahwa koneksi internet masih menjadi tantangan terbesar (81,2%) pengguna dalam belajar, disusul akses terhadap konten berbayar (49,4%), pemahaman bahasa Inggris (39,2%), dan ketersediaan perangkat (38,4%).

Selain itu, sebanyak 70 persen responden bersedia membayar layanan edtech dengan rentang di bawah Rp50ribu/bulan (12,6%), Rp50ribu-1 juta/bulan (35,3%), Rp1 juta-2,5 juta/bulan (24,6%), Rp2,5 juta-5 juta/bulan (17,8%), dan di atas Rp5 juta/bulan (9,7%).

Aplikasi atozGO Hadirkan Layanan Pengantaran Jarak Dekat

Bertujuan untuk memudahkan proses pembelian dan pengantaran memanfaatkan aplikasi, platform atozGO diluncurkan. Sekilas konsep dan model bisnis yang ditawarkan oleh atozGO serupa dengan layanan delivery lainnya, namun yang membedakan adalah, tidak menggunakan kendaraan roda dua dan hanya melakukan pengantaran dalam jarak yang dekat saja.

Kepada DailySocial, CEO atozGO Djunaedy Hermawanto mengungkapkan, atozGO hadir untuk memberikan pilihan kepada masyarakat untuk membeli barang atau jasa dari lingkungan terdekat (nearby). Saat ini baru tersedia di Jakarta dan sekitarnya.

“Dengan fokus untuk memajukan dan membantu UKM, kurir yang bergabung dengan atozGO adalah orang-orang di lingkungan sekitar tersebut yang membutuhkan pekerjaan dan tidak harus memiliki kendaraan,” kata Djunaedy.

atozGO merupakan platform yang berada dalam naungan PT Weyland Indonesia Perkasa (WIP), sebuah perusahaan yang didirikan tahun 2018. WIP juga telah mendapatkan dukungan pendanaan dan teknis dari Weyland Tech Inc., sebuah perusahaan publik di Amerika Serikat (US) yang membuat dan menyediakan aplikasi mobile untuk mendukung UKM.

Selain atozGO untuk food delivery, perusahaan juga telah meluncurkan layanan AtoZpay untuk pembelian pulsa, pembayaran listrik, air, BPJS, tiket travel, dan lainnya.

Pandemi dan bisnis atozGO

Layanan dine in your car dan drive thru atozGO
Layanan dine in your car dan drive thru atozGO

Sejak diluncurkan, saat ini atozGO telah memiliki 15 ribu mitra yang sudah bergabung dan 130 pengguna terdaftar. Model bisnis dan strategi monetisasi yang diterapkan adalah bagi hasil dengan kurir (ongkos kirim) dan merchant margin.

Berbeda dengan layanan pesan antar makanan digital lainnya, keunikan atozGO adalah berfokus pada layanan pengantaran jarak dekat di sekitar pelanggan berada. Sebagian besar kurirnya jalan kaki sehingga lebih hemat, cepat dan efisien karena tidak membutuhkan parkir. atozGO juga menampung tenaga kerja tanpa harus memiliki kendaraan.

“Selain pengantaran pembelian makanan, atozGO juga membantu pelanggan membeli berbagai barang keperluan di sekitarnya serta jasa-jasa yang relevan seperti membersihkan kantor atau apartemen, penyemprotan desinfektan,” kata Djunaedy.

Saat pandemi, atozGO menawarkan layanan baru yang bisa dinikmati secara online to offline oleh pengguna. Berkolaborasi dengan Pondok Indah Mall, atozGO meluncurkan inovasi terbaru yaitu atozGO Mall yang mengusung konsep dine in your car dan drive thru. Konsep ini diklaim yang pertama di Indonesia.

Fitur ini menawarkan konsep pesan di dalam mobil saja yang kemudian bisa di santap di dalam mobil ataupun langsung di bawa pulang. Cara pesannya juga cukup mudah, pelanggan dapat memesan menu makanan melalui aplikasi atozGO dengan klik fitur Mall.

“Tentu saja pandemi membuat kami belum bisa memperluas bisnis kami di luar Jakarta, tetapi karena pandemi ini lahir ide untuk membuat layanan dine in your car dan drive thru di Mall sehingga kami tetap bisa memberikan layanan dan inovasi yang baik untuk pelanggan kami,” kata Djunaedy,

Ke depannya atozGO ingin menjadi platform pengantaran yang cepat dengan harga yang lebih terjangkau dan ongkos kirim yang lebih murah dibanding platform lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Perluas Distribusi Layanan, TukangBersih Klaim Pertumbuhan Bisnis

Didirikan pada tahun 2014 lalu, platform yang menyediakan layanan tenaga kebersihan TukangBersih telah mengalami pertumbuhan bisnis yang positif. Kepada DailySocial, Executive Director TukangBersih Ranti Sabina mengungkapkan, Tukang Bersih merupakan perusahaan yang fokus di bidang housekeeping dan dapat di akses di aplikasi dan situs web. Layanan tersebut telah tersedia di kota-kota besar di Jawa dan Bali.

Secara khusus layanan dan model bisnis yang dihadirkan oleh TukangBersih serupa dengan platform lainnya seperti Seekmi, KliknClean, Sejasa, dan lainnya. Yang membedakan TukangBersih dengan platform lainnya adalah lebih kepada kualitas layanan housekeeping ala Hotel Bintang 5 yang dapat dinikmati pelanggan dari layanan cleaning.

“TukangBersih adalah perusahaan yang bergerak di bidang housekeeping dan merupakan salah satu sister company dari PT Indocare Pacific yang memiliki brand EcoCare. Sehingga setiap pertumbuhan dan perkembangan TukangBersih selalu didukung oleh nama besar EcoCare yang mengutamakan kualitas dan kepuasan pelanggan,” kata Sabina.

Sejak diluncurkan hingga kini TukangBersih telah memiliki ratusan jumlah mitra dengan puluhan ribu pengguna aktif. TukangBersih juga memiliki fitur daily cleaning single order dan member. Ke depannya perusahaan akan meluncurkan produk-produk jasa kebersihan dengan standar housekeeping lainnya, seperti ironing, gardening dan general cleaning.

“Strategi Bisnis kami adalah menciptakan lapangan kerja dan kesempatan bagi mereka yang memiliki potensi dan passion dibidang cleaning untuk dapat bersama-sama membangun bisnis yang berkembang dan social oriented. Strategi monetisasi yang kami terapkan adalah, selain cara konvensional (menggunakan staf) untuk produk-produk di luar platform digital, adalah bagi hasil dengan para mitra,” kata Sabina.

Pandemi dan pertumbuhan bisnis

Serupa dengan layanan yang ditawarkan oleh startup lainnya, selama masa awal pandemi bisnis mengalami kendala. Mulai dari kurangnya jumlah pemesanan dan penyesuaian aturan PSBB yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun saat ini kondisi mulai pulih kembali, dan TukangBersih meluncurkan produk-produk jasa yang dibutuhkan oleh pelanggan. Mulai dari treatment disinfectant, produk new normal serta penyempurnaan jasa dengan menggunakan chemical yang mengandung disinfektan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan pelanggan.

“Dalam rangka ikut berpartisipasi melawan Covid-19, TukangBersih bersama EcoCare melakukan banyak kegiatan CSR ke area pelanggan dan mitra, dengan membagikan masker serta keperluan pokok lainnya. Ke depannya kami akan meluncurkan produk-produk baru yang akan membantu masyarakat Indonesia baik pelanggan maupun mitra, serta menjaga konsistensi kualitas,” kata Sabina.

Untuk menambah channel distribusi layanan, TukangBersih juga menjalin kerja sama strategis dengan layanan e-commerce. Tujuannya untuk memperluas layanan memanfaatkan ekosistem masif yang dimiliki layanan e-commerce seperti JD.id melalui JD Life. Sementara dengan Shopee dan Akulaku saat ini masih dalam proses finalisasi.

“Prediksi kami bisnis layanan tenaga kebersihan ke depannya semakin bersinar terang. Salah satu alasannya karena kalangan milenial saat ini yang sangat membutuhkan dan menyukai layanan jasa berbasis online yang lebih mudah dan praktis. Terlebih kami melengkapi dengan teknologi sistem monitoring yang walaupun online namun terasa sangat dekat dan familiar,” kata Sabina.

Application Information Will Show Up Here

Finantier Obtains Seed Funding, to Offer API service for Financial Business

Finantier is an open finance service developer startup, enabling financial companies to use an API (Application Programming Interface) connection to streamline multiple processes. In the Finantier service, there are three main features, verification of identity through data owned by users or bank data; help businesses manage raw data with machine learning; and provides features to accommodate regular payments or subscriptions.

The startup founded by Diego Rojas, Keng Low, and Edwin Kusuma, today (23/11) announced its pre-seed funding led by East Ventures with the participation of AC Ventures, Genesia Ventures, and several other investors. There is no further detail of the nominal funding obtained. The investment fund will be focused on strengthening the team and accelerating the development of their API technology, including preparing services to expand in various countries in Southeast Asia.

Co-Founder Finantier: Diego Rojas & Keng Low
Finantier’s Co-Founders : Diego Rojas & Keng Low

“Open finance is a framework built on the principles of open banking that gives consumers the flexibility to access their data securely and use it optimally across multiple platforms,” ​​Finantier Co-Founder & CEO Diego Rojas said.

In Indonesia, open banking regulation is the responsibility of Bank Indonesia. Until now, the Open API standard is in its developing stage. Since last July 2020, BI has announced the release of the Open API standard, enabling collaboration between banks and fintechs to create an inclusive financial services ecosystem. Open API is an application program that allows companies to be integrated between systems.

In Indonesia, there are several API service startups to accommodate various payments. One of the most comprehensive is Ayoconnect, which offers an API for transactions, payments, and even transaction data management. With a different approach, there is also an API-based open banking solution provided by Brankas, enabling developers to facilitate various transactions from user to bank.

“We are leveraging the digital footprint of consumers and businesses to provide them with safe access in Southeast Asia to customized financial services, which in turn help improve consumers’ financial well-being,” Co-Founder & CPO Finantier, Keng Low added.

Meanwhile, Finantier’s Co-Founder & COO Edwin Kusuma outlined one of the issues that fintech players in Indonesia have often encountered. “P2P lending companies often have difficulty channeling loans to individuals and SMEs. Usually, this is due to a lack of information or because fintech companies are unable to get a complete financial picture of prospective borrowers, even though this data is needed to reduce loan risk and reduce costs.”

Finantier was founded in the middle of this year aiming to provide the infrastructure and data needed by businesses to build the next generation of financial products. Finantier enables fintech platforms and financial institutions to collaborate securely to provide consumers with flexibility, convenience and security in utilizing their financial data.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Finantier Dapat Pendanaan Awal, Hadirkan Layanan API untuk Bisnis Finansial

Finantier adalah startup pengembang layanan open finance, memungkinkan perusahaan finansial menggunakan sambungan API (Application Programming Interface) untuk mengefisiensikan beberapa proses. Di layanan Finantier ada tiga kapabilitas utama yang ditawarkan, yakni melakukan verifikasi identitas melalui data yang dimasukkan pengguna atau data bank yang sudah dimiliki; membantu bisnis mengelola data mentah dengan machine learning; dan menghadirkan fitur untuk mengakomodasi pembayaran yang dilakukan rutin atau langganan.

Startup yang didirikan Diego Rojas, Keng Low, dan Edwin Kusuma tersebut, hari ini (23/11) mengumumkan perolehan pendanaan pre-seed yang dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari AC Ventures, Genesia Ventures, dan beberapa investor lainnya. Tidak disebutkan detail nominal pendanaan yang didapat. Dana investasi akan difokuskan untuk memperkuat tim dan mengakselerasi pengembangan teknologi API mereka, termasuk mempersiapkan layanan agar bisa berkembang di berbagai negara di Asia Tenggara.

Co-Founder Finantier: Diego Rojas & Keng Low
Co-Founder Finantier: Diego Rojas & Keng Low

Open finance adalah sebuah kerangka yang dibangun di atas prinsip-prinsip open banking yang memberikan konsumen keleluasaan untuk mengakses data mereka dengan aman dan menggunakannya dengan optimal di berbagai platform,” kata Co-Founder & CEO Finantier Diego Rojas.

Di Indonesia sendiri aturan open banking ada di ranah Bank Indonesia. Sampai saat ini, standar Open API sedang dalam tahap pematangan. Sejak Juli 2020 lalu, BI sudah mengumumkan segera merilis standar Open API, memungkinkan kolaborasi antara bank dan fintech mewujudkan ekosistem layanan keuangan yang inklusif. Open API adalah program aplikasi yang memungkinkan perusahaan terintegrasi antar sistem.

Di Indonesia sendiri beberapa startup layanan API untuk mengakomodasi berbagai pembayaran. Salah satu yang terlengkap adalah Ayoconnect, menawarkan API untuk transaksi, pembayaran, sampai ke pengelolaan data transaksi. Dengan pendekatan berbeda, ada juga solusi open banking berbasis API yang disediakan Brankas, memungkinkan pengembang memfasilitasi berbagai transaksi dari pengguna ke bank.

“Kami memanfaatkan jejak digital konsumen dan bisnis untuk memberikan mereka akses yang aman di Asia Tenggara ke layanan finansial yang disesuaikan dengan kebutuhan, yang kemudian turut membantu meningkatkan kesejahteraan finansial konsumen,” tambah Co-Founder & CPO Finantier, Keng Low.

Sementara itu, Co-Founder & COO Finantier Edwin Kusuma menjabarkan salah satu isu yang selama ini kerap ditemui pemain fintech di Indonesia. “Perusahaan p2p lending seringkali kesulitan dalam menyalurkan pinjaman ke individu dan UMKM. Biasanya, hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi atau karena perusahaan fintech tidak bisa mendapatkan gambaran finansial yang lengkap dari calon peminjam, padahal data tersebut dibutuhkan untuk mengurangi risiko pinjaman dan menekan biaya.”

Finantier didirikan pada pertengahan tahun ini dengan tujuan menyediakan infrastruktur dan data yang dibutuhkan oleh bisnis dalam membangun produk finansial generasi selanjutnya. Finantier membuat platform fintech dan institusi keuangan bisa berkolaborasi dengan aman untuk memberikan konsumen keleluasaan, kenyamanan, dan keamanan dalam memanfaatkan data finansial milik mereka.

Style Crush Offers to Revolutionize Shopping for Clothes

Imagine how easy it would be to shop for clothes if there was a machine that could recommend something used by idols. It is no longer just wishful thinking because of the emergence of Style Crush in Indonesia.

Style Crush is a fashion technology platform that relies on artificial intelligence (AI). Is a product owned by Odd Concepts, an AI company from South Korea. This platform allows its users to do a number of things that make it easier for them to find their favorite clothes in no time.

Style Crush’s most prominent ability is in finding places that sell any clothing. Simply pasting the image link to the front page, Style Crush can find a series of recommendations for clothes that are really similar or just resemble. This can happen thanks to their AI technology called PXL which can identify all the details of an outfit. Apart from using a link, users can also ask the machine to recognize a garment by uploading a photo.

“We are a fashion AI discovery platform. We help users create albums in categories or similar. The difference with Pinterest, there are all industries, if we are just fashion,” said Country Director Odd Concepts Melina Tio.

As Melina said, this platform does allow its users to create albums that contain their fashion preferences. The clothes here are not just clothes. Machines can recognize all fashion objects that can be attached to the human body starting from clothes, pants, hats, shoes, belts, everything can be searched.

Melina claims the search accuracy on their engine reaches 99%. However, search results also depend on the availability of clothing that you are looking for in related e-commerce. The Style Crush work system is linked to many e-commerce sites as the end result of the search. You could say Style Crush resembles an effective online shopping assistant in finding clothing options.

Closely related with e-commerce

The way Style Crush works is closely related to e-commerce. That’s why establishing a lot of e-commerce to enrich their image search results. Melina said that currently at least she has partnered with dozens of e-commerce and technology companies in the fashion sector. Blibli, Tokopedia, Bukalapak, and Lazada. That number will grow more and more over time.

Chief Strategy Officer of Odd Concepts Brian Sungwoo Bae explained, the presence of Style Crush in Indonesia is in accordance with the needs of e-commerce today. Brian admits that during this pandemic, people’s spending on clothes has decreased. However, due to the pandemic, people are also putting more effort into finding clothes that they really want.

“They are smarter at shopping, more likely to be picky. That means they know better what style and design they want to buy. As well as choosing the right price. This is the right time for fashion e-commerce and retailers to find what they need and adopt. AI,” Brian explained.

Focus on the young generation

Odd Concepts is targeting Style Crush to be used by Generation Z and Millennials. Brian said that his party is trying to get around 50 million people from both age groups to be able to use their products.

Apart from e-commerce, Odd Concepts relies on the partnerships they build with the media. Media is the choice because they also have Style Crush Ad products. This product is a kind of classified ad recommendation that usually appears on the face of online articles. What is unique about the Style Crush Ad is that the clothing recommendations they display in the classifieds are exactly the same as the images in the article. So if the photo in the article shows someone dressed in women’s clothes, the Style Crush Ad machine will display similar outfit recommendations.

Style Crush itself has just officially launched yesterday (20/11). Odd Concepts is focused on engaging more e-commerce and media in the near future so that they can reach more users.

“We want to be prepared. Again, e-commerce in Indonesia is preparing for 2021,” concluded Brian.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Style Crush Hadir untuk Merevolusi Cara Belanja Busana

Bayangkan akan semudah apa cara berbelanja pakaian jika ada mesin yang bisa merekomendasikan sesuatu yang dipakai tokoh-tokoh idola. Hal itu bukan lagi sekadar angan-angan karena munculnya Style Crush di Indonesia.

Style Crush adalah platform teknologi fesyen yang mengandalkan kecerdasan buatan (AI). Merupakan produk milik Odd Concepts, sebuah perusahaan AI asal Korea Selatan. Platform ini memungkinkan penggunanya melakukan sejumlah hal yang memudahkan mereka menemukan pakaian favorit dalam waktu singkat.

Kemampuan paling menonjol dari Style Crush ada dalam mencari tempat-tempat yang menjual busana apa pun. Cukup menempelkan tautan gambar ke laman depan, Style Crush bisa menemukan sederet rekomendasi pakaian yang benar-benar mirip atau yang sekadar menyerupai saja. Hal itu bisa terjadi berkat teknologi AI mereka bernama PXL yang bisa mengidentifikasi segala detail dari sebuah pakaian. Selain lewat tautan, pengguna juga bisa meminta mesin mengenali suatu pakaian dengan mengunggah foto.

“Kami ini fashion AI discovery platform. Kami membantu pengguna membuat album dalam kategori atau sejenis,” ujar Country Director Odd Concepts Melina Tio.

Seperti yang diutarakan Melina, platform ini memang memungkinkan penggunanya membuat album yang berisi preferensi busana mereka. Fesyen di sini pun tidak hanya baju. Mesin bisa mengenali segala benda fesyen yang bisa melekat di tubuh manusia mulai dari baju, celana, topi, sepatu, ikat pinggang, semua bisa dicari.

Melina mengklaim akurasi pencarian di mesin mereka mencapai 99%. Namun hasil pencarian juga bergantung dengan ketersediaan busana yang dicari di e-commerce terkait. Sistem kerja Style Crush terhubung dengan banyak e-commerce sebagai hasil akhir pencarian. Bisa dikatakan Style Crush menyerupai asisten belanja online yang efektif dalam mencari busana pilihan.

Erat terhubung dengan e-commerce

Cara kerja Style Crush ini terhubung erat dengan e-commerce. Itu sebabnya menjalin banyak e-commerce untuk memperkaya hasil pencarian gambar mereka. Melina mengatakan, saat ini setidaknya sudah menggandeng belasan e-commerce dan perusahaan teknologi di bidang fesyen. Blibli, Tokopedia, Bukalapak, dan Lazada. Jumlah itu akan bertambah lebih banyak seiring waktu.

Chief Strategy Officer Odd Concepts Brian Sungwoo Bae menjelaskan, kehadiran Style Crush di Indonesia sesuai dengan kebutuhan e-commerce saat ini. Brian mengakui selama pandemi ini pengeluaran orang-orang untuk belanja pakaian memang berkurang. Namun karena faktor pandemi pula orang-orang mengeluarkan upaya lebih dalam mencari pakaian yang benar-benar diinginkan.

“Mereka jadi lebih pintar dalam belanja, lebih pemilih. Itu artinya mereka lebih tahu gaya apa dan desain yang ingin mereka beli. Serta memilih harga yang cocok. Ini waktu yang tepat untuk e-commerce fesyen dan peritel untuk menemukan apa yang mereka butuhkan dan mengadopsi AI,” jelas Brian.

Fokus pada usia muda

Odd Concepts menargetkan Style Crush dipakai oleh kalangan Generasi Z dan Milenial. Brian mengatakan pihaknya mengusahakan sekitar 50 juta orang dari kedua kelompok usia itu bisa memanfaatkan produk mereka.

Selain dengan e-commerce, Odd Concepts mengandalkan kemitraan yang mereka galang dengan media. Media menjadi pilihan karena mereka juga memiliki produk Style Crush Ad. Produk ini semacam rekomendasi iklan baris yang biasa muncul di wajah artikel online. Uniknya Style Crush Ad adalah rekomendasi pakaian yang mereka tampilkan di iklan baris itu sama persis dengan gambar yang ada di artikel. Jadi apabila foto di dalam artikel menampilkan seseorang berbusana pakaian wanita, maka mesin Style Crush Ad akan menampikan rekomendasi pakaian serupa.

Style Crush sendiri baru saja meluncur resmi mulai kemarin (20/11). Odd Concepts berfokus untuk menggandeng lebih banyak e-commerce dan media dalam waktu dekat sehingga bisa menjangkau lebih banyak pengguna.

“Kami ingin bersiap. Lagi-lagi, e-commerce di Indonesia sedang bersiap untuk 2021,” pungkas Brian.