RoomMe to Make Revolution in the Boarding House Industry

The boarding house, usually called “kost” in Indonesia is a unique and popular industry for the students and office workers. However, there’s still a lack of technology used for the management.

The issue has inspired Glen Ramersan with four of his friends to create the digital platform for a boarding house rent named RoomMe in 2017. The startup is to help kost owners find renters and implement the standard convenience.

“Our target is to improve the convenience standard for renters. We’re here to provide a boarding house, not a motel, therefore we have more added value,” RoomMe’s CEO, Glen Ramersan, Wed (10/2).

RoomMe has its own standard for boarding house facilities, and available in all units, including the cleanliness, hot water, flat-screen TV, toiletries, and wifi.

There’s also a private restroom and pantry. The cost and all facilities are all set by RoomMe, not to worry the cost owners, including renovation and promotion cost.

Therefore, users must not worry to visit the building and check all the facilities to negotiate with the owner. Everything is getting easier by app and website. Renters don’t have to worry about all facilities are available for each unit.

In terms of distribution, RoomMe also partners with other OTA platforms, such as Pegi-pegi, Traveloka, Tiket.com, Booking.com, and Agoda.

However, market education is still necessary for this industry because people might not believe what they see in the app and try to contact the provider through WhatsApp.

“Usually, people will see the RoomMe sign while looking for boarding houses around the office. Then, they contact us through WhatsApp for assurance.”

There are other players besides RoomMe, such as Mamikos, Infokost, and 99.co. Currently, their team has reached over 200 people.

Business model and target

Glen explained they have no certain specification for the kost owners, either minimum units, location, etc. They just have to submit, and there will be an audit team to observe and to tell necessary improvements.

“We can also help with the renovation, but only the light beautification. If the room doesn’t include a private restroom, the kost owner should add it up.”

After the renovation, RoomMe will do a promotion to the OTA. The kost owner can monitor the monthly performance and have insights into their consumers. Everything is done in transparency and efficient way for all kost owners.

RoomMe also guarantees a fixed monthly income for kost owners and to increase per month. The occupancy rate should increase by 90%-100%. Glen avoids revealing more on the monetizing part, but margin comes from the rent cost.

RoomMe currently has four products to reach all public segments. Those are RoomMe regular, RoomMe+ for middle-high, RoomMe Eco for students with affordable price, and RoomMe Syariah. Price starts from Rp1 mil to Rp11 mil per month.

He also said they’ve acquired hundreds of boarding houses in Jakarta with a total of 2 thousand rooms. Next year, he plans to expand to Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi (Bodetabek), and add up to 1000 boarding houses.

They’ve secured a Series A funding to support the plan, the amount is still undisclosed. They’re to make official announcement soon.

Funding was raised from KK Fund, Vertex Ventures, and BAce Capital. Those are follow-on funding after the previous investment.

He emphasized on the boarding house business to be the beginning of RoomMe. It’s possible to expand to apartment management and expat residence.

“Our goal is to provide a comfortable boarding house. comfortable usually costs more. However, we don’t want to use that standard, because everybody deserves a comfortable room to live in,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

RoomMe Berkomitmen Revolusi Industri Kos

Industri kos sangat khas. Konsepnya unik di Indonesia dan cukup populer di kalangan mahasiswa dan pekerja kantoran, namun bisa dibilang pengelolaannya masih banyak yang belum tersentuh teknologi.

Masalah ini menginspirasi Glen Ramersan, beserta empat temannya, untuk membuat platform manajemen digital rumah kos bernama RoomMe pada 2017. Startup ini hadir mencoba membantu pemilik kos menemukan penyewa dengan kenyamanan yang sudah distandarisasi.

“Target kami adalah memperbaiki orang yang tinggal ngekos dengan standar kenyamanan yang sudah ditingkatkan. Sebab, kami menempatkan diri sebagai penyedia tempat tinggal, bukan penginapan, sehingga ada banyak nilai tambah yang kami berikan,” terang CEO RoomMe Glen Ramersan, Rabu (2/10).

Fasilitas kos di RoomMe memiliki standar karena akan ditemui di hampir semua unit kamar yang ada, termasuk suasana kebersihan dan keamanan kamar selayaknya hotel, seperti air panas, TV layar datar, toiletries, dan wifi.

Kamar mandi dalam kamar dan pantry juga disediakan. Harga sudah terstandar ditentukan oleh RoomMe. Semua fasilitas ini menjadi standar yang tidak akan dibebankan ke penyewa kos, termasuk biaya perbaikan fasilitas dan promosi ke publik.

Alhasil, pengguna tidak perlu repot mencari dan mendatangi kos hanya untuk melihat fasilitas dan bernegosiasi dengan pemilik. Semuanya bisa dilakukan lewat aplikasi dan situs. Konsumen juga tidak perlu membawa peralatan tambahan karena semua sudah tersedia.

Dalam distribusi penjualan, RoomMe tidak hanya mengandalkan situs miliknya, tapi juga memasarkan lewat platform OTA. Seperti Pegipegi, Traveloka, Tiket.com, Booking.com, dan Agoda.

Meskipun demikian, edukasi platform seperti ini masih perlu dilakukan, karena masih ada yang setelah melihat info RoomMe masih mencoba menghubungi pengelola platform via WhatsApp.

“Biasanya orang melihat plang RoomMe saat keliling cari kos di sekitar kantor mereka. Setelah itu langsung menghubungi kami via WhatsApp untuk memastikannya lagi.”

Selain RoomMe, pemain lain yang sudah merambah industri kos adalah Mamikos, Infokost, dan 99.co. Saat ini perusahaan sudah memiliki 200 anggota tim.

Model bisnis dan target RoomMe

Glen menjelaskan, pihaknya tidak memiliki spesifikasi khusus untuk pemilik kos yang ingin bergabung, baik itu minimal jumlah kamar, lokasi atau sebagainya. Mereka hanya perlu mengajukan diri, nanti ada tim audit untuk melihat kondisi lapangan, apa saja yang perlu pemilik kos tingkatkan sesuai dengan standar RoomMe.

“Kami juga akan bantu renovasi tapi hanya light beautification saja sifatnya. Kalau di dalam kos tidak ada kamar mandi dalam, kami akan minta pemilik kos untuk tambahkan.”

Setelah selesai renovasi, RoomMe yang akan memasarkan unit kos tersebut ke platform OTA. Pemilik kos dapat secara rutin memeriksa performa kos secara bulanan dan mendapat insight mengenai konsumen mereka. Semua bisa dilakukan secara transparan dan efisien buat pemilik kos.

RoomMe juga menjamin pemilik kos akan memiliki fixed income tiap bulan yang stabil dan dijamin cenderung meningkat. Tingkat okupansinya dijamin meningkat di kisaran 90%-100%. Glen enggan menjelaskan lebih eksplisit bagaimana strategi monetisasinya, namun yang pasti RoomMe mengambil margin dari harga sewa kamar.

Saat ini RoomMe punya empat produk untuk menjangkau seluruh segmen masyarakat. Ada RoomMe reguler, RoomMe+ untuk kalangan menengah atas, RoomMe Eco untuk kalangan mahasiswa dan harga terjangkau, dan RoomMe Syariah. Harga sewa dimulai Rp1 juta sampai Rp11 juta per bulannya.

Glen menyebut pihaknya telah menggaet ratusan rumah kos berlokasi di Jakarta dengan total lebih dari 2 ribu kamar. Pada tahun depan, dia berencana untuk ekspansi ke Bodetabek dan menambah properti jadi 1000 rumah kos.

Untuk dukung rencana tersebut, RoomMe telah mengantongi pendanaan Seri A dengan nilai yang masih dirahasiakan. Glen menyebut pengumuman resmi akan dilakukan dalam waktu dekat.

Pendanaan ini diberikan oleh KK Fund, Vertex Ventures, dan BAce Capital. Ketiganya menambah investasi di RoomMe, setelah berinvestasi pada tahapan sebelumnya.

Dia menekankan, bisnis kos ini akan menjadi awal mula RoomMe. Tidak menutup kemungkinan perusahaannya ekspansi ke manajemen untuk apartemen dan residen ekspatriat.

“Tujuan akhir kami adalah menyediakan hunian kos yang nyaman. Nyaman itu dulunya disebut hanya bisa didapat bila konsumen mau bayar lebih mahal. Tapi kami ingin standarisasi itu, semua orang bisa dapat tempat kos dengan nyaman,” tutupnya.

Upaya Parkee Berikan Pengalaman Parkir yang Berbeda

Kemudahan mencari tempat parkir dan pembayaran menjadi dua hal yang coba ditawarkan Parkee. Startup yang berada di bawah naungan PT Inovasi Anak Indonesia ini mengembangkan sebuah solusi berbasis aplikasi mobile yang bisa memberikan pengalaman berbeda ketika proses parkir.

Aplikasi Parkee memungkinkan pengguna mengetahui berapa banyak slot parkir yang tersedia di tempat-tempat yang terafiliasi. Parkee juga terintegrasi dengan penyedia e-money untuk mendorong penggunaan non-tunai sekaligus memberikan kemudahan pembayaran bagi setiap penggunanya. Pengguna hanya perlu memindai barcode yang ada di tiket parkir yang disediakan.

Selain dua fitur di atas, Parkee juga memiliki fitur Dashboard yang bisa dimanfaatkan pemilik pemilik gedung dan operator parkir mengidentifikasi pengujung di area parkirnya, lengkap dengan durasi yang dihabiskan pengunjung dan monitoring jumlah transaksi secara realtime.

“Sejauh ini [kami] telah berhasil membangun kerja sama bersama dengan tiga e-wallet besar di Indonesia, dan parking operator local terbesar dan parking operator yang lain. Dari capaian download, Parkee sudah mencapai angka 13.000 unduhan dan terus bertambah ratusan setiap harinya,” cerita Head of Business and Operations Parkee Agustjik Haris, yang akrab dipanggil Agus.

Agus lebih jauh menceritakan bahwa teknologi parkir bukanlah yang yang baru. Namun Parkee memiliki tim yang solid dan didukung investor yang suportif. Parkee juga merasa cukup terbantu dengan adanya mitra pembayaran da pengelola parkir sehingga bisa menghadirkan fitur-fitur inovatif bagi pelanggan.

“Di luar negeri teknologi parkir telah jauh lebih maju dan merupakan hal yang sejak dulu telah dicita-citakan oleh berbagai pengelola parkir ataupun gedung. Parkee hadir di tengah kebimbangan pengembangan ini dengan segala pengetahuan yang kami miliki untuk menciptakan hal yang mereka cita-citakan dengan menyajikan pengembangan fitur yang lebih kuat,” lanjut Agus.

Sebelumnya sudah ada Smark, Parkirin, dan kemudahan pembayaran melalui Ovo dan GoPay yang mulai dijajaki untuk memodernisasi sistem perparkiran di Indonesia.

Optimis bisa terus tumbuh di Indonesia

Dengan capaiannya sejauh ini, Agus cukup optimis Parkee bisa terus tumbuh dan berkembang di Indonesia. Kendati demikian, tantangan tentu ada dalam setiap proses pertumbuhannya. Untuk saat ini tantangan yang dihadapi Parkee ada pada proses edukasi masyarakat dan penggunaan aplikasinya, termasuk proses pembayaran menggunakan QR code.

Saat ini Parkee fokus pada membangun fondasi yang paling utama, yakni akses lokasi. Mereka saat ini tengah berusaha untuk mengakuisisi lebih banyak lokasi dari beberapa mitra parkir. termasuk integrasi sistem.

Parkee saat ini menargetkan bekerja sama dengan penyedia e-money baru untuk melengkapi metode pembayaran yang mereka sediakan. Mereka juga berambisi untuk menambah mitra operator parkir dengan target transaksi 50.000 transaksi pada Desember tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Santara, Platform “Equity Crowdfunding” untuk UKM

Santara menjadi pemain platform equity crowdfunding (ECF) pertama yang mendapat izin untuk beroperasi secara penuh dari OJK tepat tanggal 18 September 2019. Bila belum familiar dengan equity crowdfunding, sebenarnya ini gabungan dari p2p lending dengan nuansa pasar modal.

Sebab pembedanya, para lender ini mengambil saham yang dijual oleh borrower dan bisa menjualnya di pasar sekunder, layaknya membeli saham di perusahaan tercatat di BEI. Konsep ini bisa dikatakan masih baru, kalau mau tengok sedikit ke belakang, sebenarnya ini adalah bisnis awal dari Akseleran. Namun startup ini pivot ke p2p lending sejak tahun lalu.

Di sela-sela Indonesia Fintech Summit & Expo 2019, DailySocial menyempatkan diri menemui Santara. Co-Founder dan CEO Santara Reza Avesena menjelaskan, perjalanan bisnisnya sebenarnya dimulai dari dirinya dan sekelompok temannya yang senang bangun bisnis.

Pada 2012, timnya sepakat untuk mencari potensi bisnis yang bisa diakselerasi dalam waktu cepat dan bisa segera keluar dari zona UKM, omzetnya itu sekitar Rp400 juta per bulan.

“Modal kita dari nol, sewa garasi punya tetangga dan hanya ada satu penjahit untuk mulai usaha konveksi buat cover untuk motor dan mobil. Kita berhasil keluar dari zona UKM setelah 18 bulan. Akhirnya geser buat bisnis lain.”

Bisnis kedua adalah produksi tas, dalam setahun lolos dari zona UKM. Melanjutkan kembali ke bisnis ketiga, cetak foto online dan dibuatkan album foto. Usahanya laku keras, dalam sebulan keluar dari zona UKM.

“Semua bisnis kita ini tanpa modal, semuanya organik tidak ada investor dari luar, dan cashflow kita langsung positif.”

Kepercayaan diri ini membuat timnya dikenal seantero Yogyakarta dan memutuskan untuk masuk ke komunitas pebisnis. Tujuannya untuk membantu mereka yang ingin bisnisnya diakselerasi. Di situ terlihat bahwa isu utama yang sering dihadapi adalah modal.

Tercetuslah untuk mendirikan Santara pada tahun lalu. Fokusnya adalah komunitas yang dia bangun yang menjadi investor untuk mendanai usaha-usaha UKM yang telah dikurasi.

“Jadi pembeli [investor] kebanyakan dari para pembelinya sendiri, seperti Sop Ayam Pak Min Klaten yang telah memanfaatkan platform Santara ini. Kita bantu mereka bukan buat yang menutup cashflow, tapi bantu ekspansi usaha. Banyak yang sudah bertahun-tahun buka usaha tapi stuck tidak bisa ekspansi.”

Proses panjang menanti izin OJK

Tim Santara / Santara
Tim Santara / Santara

Santara baru berjalan dua bulan, sekitar September 2018, Reza harus berhadapan dengan OJK terkait praktik bisnisnya. Situs harus ditutup dan masuk ke internet positif sampai mengantongi surat tanda terdaftar. “Ini cukup menyakitkan karena kita masuk berita dan disebut sebagai investasi bodong.”

Komplain pun sempat dia layangkan ke Satgas Investasi, mengapa tidak ada peringatan sebelumnya. Pihak Satgas menjelaskan Santara tidak bisa beroperasi sebelum buat izin, sampai itu terbit bisnis harus ditutup.

“Kita mau comply dengan aturan, tapi model bisnis kita beda dengan IKD karena kita ini patungan untuk kepemilikan saham. Namun, posisinya saat itu POJK 37 tentang ECF masih berupa RPOJK jadi belum bisa urus izin. OJK melihat kami bisa jadi case study sebelum menerbitkan POJK.”

Pihaknya harus berkoordinasi dengan OJK bagian pasar modal dan diundang beberapa kali ke Jakarta untuk presentasi tentang bisnis mereka. Akhirnya OJK meresmikan aturan ECF pada tepat pada akhir tahun 2018.

Santara menjadi startup ECF pertama yang terdaftar di bawah payung hukum ini. Akan tetapi, perjuangan belum berhenti. Sebab, Satgas masih belum mengizinkan Santara beroperasi.

OJK ingin belajar dari kesalahan sebelumnya, bila di p2p lending, startup yang sudah terdaftar boleh beroperasi kembali, namun tidak kenyataannya untuk ECF. “Ternyata ECF itu enggak cukup buat terdaftar saja harus langsung punya izin. OJK itu ingin belajar dari kasus p2p lending banyak yang terdaftar tapi ada yang bermasalah.”

Kabar ini berdampak buruk buat internal perusahaan. Karyawan banyak yang resign, dari awalnya sekitar 50 orang kini hanya tersisa 30 orang saja. Tidak ada pemasukan dari Januari hingga Agustus 2019, artinya Reza dan tim harus putar otak untuk cari penghasilan tambahan.

Mereka memutuskan untuk membuat buku bisnis mengenai scale up. Menumpahkan seluruh pengalaman sebelum mendirikan Santara dalam buku tersebut dan Reza mengklaim laku keras. Hanya lewat jualan buku ini seharga Rp650 ribu, Santara berhasil menutup biaya overhead.

“Kami tidak berhutang ke sana ke mari ketika bisnis kami di-freeze. Sepanjang waktu itu internal kita benar-benar goyang. Proses recovery-nya ini panjang.”

Seiring berjalan waktu, Santara tetap membekali diri dengan berbagai persyaratan yang diminta OJK agar dapat menerima izin. Regulator menekankan mereka ingin startup tetap menjaga sistem, server berlokasi di Indonesia, semua data aman, dan sistem memenuhi CIA (Confidentiality, Data Integrity, Availability).

Startup ini juga melengkapi persyaratan untuk mendapat ISO 27001 dan tes ketahanan sistem yang diuji oleh pihak ketiga. Maksudnya untuk bantu berikan OJK pendapat kedua mengenai komitmennya dalam melindungi kepentingan konsumen.

“Karena kita berhasil membuktikan CIA, ini jadi alasan mereka untuk memberikan kita izin pada awal bulan ini. Senang sekali saat situs akhirnya di unblock.”

Perjalanan ini akhirnya mendorong OJK untuk menitahkan Santara mendirikan asosiasi khusus ECF. Di situ, Santara bisa berbagi pengetahuan kepada sesama pemain. Secara total, saat ini ada sembilan startup yang bergerak di ECF. Kebanyakan mereka berlokasi di Jakarta.

“Teman-teman setuju, supaya pas untuk bantu mereka memenuhi izin, sekarang masih koordinasi.”

Model bisnis dan rencana Santara berikutnya

Reza menekankan saat ini Santara baru fokus membiayai usaha skala kecil dan menengah yang mencari pendanaan antara Rp500 juta sampai Rp5 miliar. Proses screening yang dibutuhkan sebelum usaha bisa didanai, cukup panjang sekitar 1-2 bulan.

Dia mengakui proses ini memang melelahkan apalagi UKM ini banyak yang belum paham mengenai tata kelola pencatatan yang baik. Terlebih lagi, jarang ada yang sudah berbadan hukum PT. Oleh karenanya, dia mensyaratkan usaha yang mau masuk harus sudah menjadi PT, karena hanya PT yang sahamnya bisa disebar.

“Biasanya pemilik itu banyak yang malas untuk mengurus PT, tapi kami biasanya selalu memberikan pernyataan jitu, “Tidak ada perusahaan sukses yang tidak PT, kalau tidak mau besar ya, lebih baik tidak usah.”

Santara menempatkan diri sebagai pendamping dan mengajarkan empat komponen. Bagaimana pembukuan yang benar, tata kelola keuangan yang benar, pembayaran pajak yang benar, baru setelah itu bicara tentang harta perusahaan.

Usaha yang bisa masuk ke platform juga tidak sembarang. Minimal sudah berdiri lima tahun, apabila bergerak di bisnis kuliner minimal makanan yang mereka jajakan bersifat timeless, bukan hit pada saat tertentu saja.

“Setelah memenuhi empat komponen, baru kita buatkan prospektus untuk prediksi bisnis mereka buat investor baca. Kami mendorong pemilik untuk tetap mengendalikan saham mereka karena tujuannya kan buat sustain bisnis dan long term.”

Sedangkan untuk investor, mereka harus terverifikasi terlebih dahulu. Tiap usaha, maksimal bisa didanai oleh 300 orang investor. Nominal dananya tergantung proyek yang ada. Akan tetapi, sesuai POJK, maksimal hanya bisa mendanai usaha 5% dari penghasilan tahunan apabila sebesar Rp500 juta. Di atas itu, maksimal 10%.

Hingga kini berdiri, Santara telah menyalurkan pembiayaan untuk 15 usaha senilai lebih dari Rp5 miliar. Usaha ini kebanyakan bergerak di bidang kuliner, properti, peternakan, dan perikanan. Adapun jumlah investor yang bergabung mencapai 1.082 orang, mayoritas berada di Jakarta.

Setiap bisnis yang berhasil terdanai penuh, Santara mengutip komisi sebesar 10%. Dia beralasan, untuk menyukseskan tiap proyek pembiayaan banyak pendampingan yang mereka lakukan, mulai dari membuat edukasi finansial, buat prospektus, pasang iklan online, dan sebagainya.

Apabila investor ingin menjual saham mereka, Reza menyiapkan pasar sekunder yang hanya membuka slot dua kali dalam setahun. Akan tetapi, dia belum menetapkan kapan waktunya. “Semangatnya ini buat investasi jangka panjang, jadi slot hanya kita buka dua kali saja setahunnya. Mengenai bulannya belum kita tentukan.”

Untuk percepat proses, saat ini timnya sedang membangun sistem berteknologi AI agar semakin cepat dalam screening-nya, tidak lagi harus menunggu sampai dua bulan. Berikutnya, pasca mengantongi izin, Reza tidak ingin terlalu agresif dalam memberikan pinjaman.

Justru perlahan-lahan, setidaknya dia menargetkan Santara dapat mendanai satu atau dua usaha tiap bulannya. “Kita mau jaga kepercayaan, agar investor tetap aman. Selain itu kami berencana buka kantor perwakilan di Jakarta untuk permudah bisnis dan komunikasi dengan OJK,” pungkasnya.

Aplikasi ClassPass Jembatani Pengguna dengan Pemilik Studio Olahraga dan Pusat Kebugaran

Setelah menjalankan bisnisnya di Indonesia selama 6 bulan, ClassPass sebagai platform digital yang menawarkan fasilitas studio olahraga hingga pusat kebugaran, berencana untuk menambah area layanan akhir tahun ini. Saat ini mereka sudah menjangkau kawasan Jakarta dan Tangerang Selatan.

Kepada DailySocial Country Manager ClassPass Indonesia Anjani Percaya mengungkapkan, makin besarnya minat warga ibukota peduli akan olahraga dan gaya hidup yang sehat, menjadikan platform seperti ClassPass mulai banyak diminati saat ini. ClassPass merupakan platform wellness asal Amerika Serikat, saat ini telah memiliki 20 ribu mitra secara global.

“Meskipun masih baru di Indonesia, saat ini ClassPass sudah mengakuisisi ribuan anggota baru dan 100 mitra yang kebanyakan adalah studio olahraga, pusat kebugaran, tempat fitness dan masih banyak lagi.”

Mengklaim sebagai aplikasi one stop solution untuk wellness, ClassPass menerapkan sistem keanggotaan untuk mereka yang ingin memanfaatkan fasilitas lengkap di aplikasi. Pilihan pembayaran yang bisa dimanfaatkan oleh anggota adalah melalui Jenius dan kartu kredit.

“Proses kurasi kami terapkan kepada mitra yang ingin bergabung dengan Classpass. Hal ini kami lakukan agar bisa sejalan dengan kriteria yang diterapkan,” kata Anjani.

Platform serupa yang juga sudah hadir di Indonesia adalah The Fit Company, startup yang bergerak di bidang gaya hidup aktif dan sehat, yang baru-baru ini telah meluncurkan aplikasi mobile bernama Fitco.

Menawarkan jasa konsultasi untuk bisnis

Selain bisa dimanfaatkan untuk pemesanan berbagai kelas dan fasilitas olahraga, ClassPass juga menawarkan jasa konsultasi kepada pemilik studio atau pusat kebugaran. Mereka akan menyuguhkan tools, dashboard hingga data analytics yang bisa dimanfaatkan mitra untuk bisa mempercepat pertumbuhan bisnis.

“Sudah saatnya bagi pemilik pusat kebugaran hingga studio olahraga untuk mulai mengadopsi teknologi agar bisnis mereka bisa meningkat. Dengan jasa konsultasi yang kami tawarkan kepada mitra harapannya bisa membantu mereka memanfaatkan teknologi,” kata Anjani.

Fokus lain yang ingin dijalankan oleh ClassPass adalah menambah jumlah komunitas untuk bisa bergabung. Nantinya pemilik pusat kebugaran hingga studio olahraga, bisa mengadakan kegiatan mengundang anggota yang tergabung di komunitas.

“Tahun 2020 nanti juga menjadi perhatian dari ClassPass untuk mengakuisisi anggota baru sekaligus mitra yang relevan. Salah satu caranya adalah memberikan promo dan diskon untuk anggota baru yang berminat untuk mulai melakukan kegiatan olahraga dengan melakukan kegiatan baru di awal tahun,” tutup Anjani.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Krowrier Hadirkan Layanan Logistik dengan Konsep “Crowdsourcing”

Memanfaatkan pengguna transportasi umum seperti KRL, MRT, TransJakarta, Railink dan LRT, platform logistik berbasis crowdsourcing Krowrier resmi meluncur di Indonesia. Masih tersedia di kawasan Jabodetabek, perusahaan menawarkan harga flat Rp19 ribu ke semua pengguna yang ingin mengirimkan barang memanfaatkan pengguna transportasi umum.

Kepada DailySocial, CEO Said Romadlon mengklaim, Krowrier menjadi pioneer perusahaan di bidang logistik yang menerapkan metode crowdsourcing dan mengoptimalkan fungsi transportasi publik. Metode ini menjadikan proses pengiriman paket menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan.

“Krowrier hadir dengan visi untuk menciptakan solusi dalam industri pengiriman dengan menerapkan metode yang ramah lingkungan dan menawarkan efisiensi. Ramah lingkungan dengan mengoptimalkan penggunaan transportasi publik sehingga mengurangi kemacetan dan polusi. Efisien dengan memberikan added value bagi pengguna transportasi umum dalam mobilitasnya.”

Target dan rencana penggalangan dana

Berbeda dengan layanan pengiriman lain, cara kerja Krowrier melibatkan tiga pihak, yaitu Feeder, Drop Point, dan Courier. Feeder yaitu orang yang mengambil paket dari pengirim ke drop point dan dari drop point ke penerima. Drop Point adalah ruang transit penyimpanan paket yang letaknya di sekitar stasiun. Courier adalah pengguna transportasi umum yang membawakan paket dari drop point awal menuju drop point tujuan. Singkatnya, proses end-to-end Krowrier dilakukan dengan memberdayakan massa dan memanfaatkan transportasi publik.

“Untuk saat ini berada di angka sekitar 100 lebih pengguna yang mengirimkan paket tiap harinya. Saat ini layanan baru tersedia untuk wilayah Jabodetabek rute Depok-Manggarai. Ke depannya, kami akan memperluas wilayah secara bertahap namun progresif,” kata Said.

Platform Krowrier dapat diakses melalui landing page maupun aplikasi. Krowrier mengklaim memiliki fitur-fitur unggulan, di antaranya live time tracking (pengirim paket dapat melihat secara real-time keberadaan paketnya dan siapa yang membawa paketnya), live chat (pengirim dapat berkomunikasi langsung dengan kurir Krowrier), multiple order (pengirim dapat mengirimkan barang sekali banyak ke berbagai alamat dalam sekali pengiriman), dan scheduling (baik pengirim maupun kurir dapat mengetahui kapan barang ingin diantar).

“Kami menargetkan di kuartal keempat, semua rute KRL, MRT, TransJakarta, Railink dan LRT sudah ada layanan Krowrier. Next round, di 2020 kami akan masuk rute kereta antar kota dan bus antar provinsi. Di 2021, kami akan duplikasi di semua kawasan metropolitan di Asia,” kata Said.

Untuk mencapai target tersebut, Krowrier membuka peluang bagi angel investor dan venture capital untuk berinvestasi di model bisnis yang ditawarkannya. Strategi perusahaan untuk memperoleh pendapatan adalah dengan terus meningkatkan user experience dan terus memberikan added value kepada pengguna dan mitra crowdsourcing.

“Krowrier memberikan alternatif bagi masyarakat yang ingin mengirimkan barang secara cepat, aman. Daerah tujuan yang berjarak lebih dari 25 km tetap dapat dijangkau dengan biaya terjangkau,” tutup Said.

Application Information Will Show Up Here

Platform Investasi Emas Masduit Resmikan Kehadiran, Dukung Kemudahan Beli Mulai 0,1 Gram

Minat masyarakat Indonesia untuk berinvestasi jangka panjang lewat emas masih tinggi, dibandingkan instrumen lainnya. Peluang tersebut akhirnya dimanfaatkan oleh PT Aurum Digital Internusa untuk merilis Masduit.

Konsep yang ditawarkan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pemain investasi emas online lainnya. Masduit menawarkan fitur beli, jual, ambil, dan transfer emas. Yang sedikit berbeda ialah alur operasional bisnisnya.

Masduit terhubung langsung dengan PT Hartanidanata Abadi Tbk yang bertindak sebagai induk usaha sekaligus penyuplai emas batangannya. Seluruh emas yang dijual Masduit akan disimpan dalam secara fisik dalam kustodian anak usaha gadai Hartadinata Abadi, PT Gadai Cahaya Dana Abadi.

Masduit sebenarnya sudah berdiri sejak April 2018 dan diakuisisi Hartadinata pada Juli 2019. Hartadinata membeli 90% saham Masduit dengan nilai transaksi Rp4,5 miliar.

“Karena kami terhubung langsung dengan Hartadinata, menyebabkan rantai pasokan kami menjadi lebih efisien sehingga harga logam mulia jadi lebih murah dan produk kami diajamin keaslian dan keamanannya,” ucap CEO Masduit Bony Hudi, kemarin (19/9).

Dia juga menyebut, kelebihan lainnya dari Masduit adalah menerima transaksi logam mulia bentuk fisik dengan pecahan terkecil mulai dari 0,1 gram, 0,25 gram, hingga terbesar 100 gram. Adapun harga beli emas 0,1 gram di pasaran sekitar Rp71 ribu.

Emas yang dibeli konsumen akan dicatat secara digital pada e-brankas emas di dalam aplikasi Masduit dan secara fisik disimpan di kustodian. Bony memastikan tidak ada biaya tambahan ketika konsumen lebih memilih untuk menitipkan saja karena komponen biaya ini sudah termasuk dalam harga beli emas yang mereka bayarkan.

Konsumen juga dapat menjual secara fisik emas yang sudah mereka beli ke gerai emas milik Hartadaniata yang saat ini berjumlah 34 toko di seluruh Indonesia atau mengubahnya menjadi perhiasan dengan desain eksklusif di sana.

Sampai akhir tahun ini, Bony menargetkan aplikasinya dapat diunduh hingga 500 ribu kali. Dari jumlah tersebut, ditargetkan 30% diantaranya adalah pengguna aktif bulanan.

“Pada 2020, kami berkeinginan untuk menjangkau setidaknya satu juga penduduk Indonesia yang aktif bertransaksi logam mulia melalui aplikasi Masduit,” tutupnya.

Dari regulasi, Hartadinata telah terdaftar di OJK dan BEI sebagai perusahaan terbuka. Masduit sendiri telah mendapatkan izin dari Kemkominfo dan berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)

Aplikasi Masduit saat ini tersedia dalam bentuk APK-nya di situs resminya dan belum tersedia di platform Google Play dan Apple App Store.

Mengenal Deskby, Penyedia Layanan Marketplace Ruang

Bisnis penyewaan tempat kerja atau event seperti coworking space mulai banyak dijumpai di Indonesia. Deskby melihat peluang ini dengan menghadirkan sebuah layanan marketplace yang mampu menjembatani pemilik ruang dengan mereka yang membutuhkan ruang. Utamanya dalam hal memudahkan proses pemesanan dan pembayaran.

Deskby pertama kali beroperasi pada Juli 2018 silam. Diprakarsai Sastro Gozali dan Christian Situmorang, mereka mencoba mengembangkan marketplace penyewaan ruang yang fleksibel dan transparan.

“Di Deskby mereka bisa memesan ruang kerja di mana saja dan kapan saja,” jelas Sastro.

Deskby juga menyediakan rekomendasi ruangan atau tempat sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan calon pengguna. Hanya dengan menghubungi pihak Deskby dan memberikan informasi mengenai tanggal, lokasi, dan perlengkapan yang dibutuhkkan, pihak Deskby akan menindaklanjutinya dengan rekomendasi.

Ada tiga produk unggulan yang ada di dalam sistem Deskby, yakni ruang rapat, event space, dan private office.

Sastro lebih jauh menjelaskan bahwa mereka berusaha keras untuk menjaga hubungan baik dengan pengguna dan mitra penyedia ruang. Deskby menjadikan kepuasan pemilik ruang dan mitra penyedia ruang sebagai hal utama.

“Dibanding dengan kompetitor lain, Deskby setiap kali ada inquiry yang masuk akan melakukan penyaringan terlebih dahulu, baru kemudian mengirimkannya ke partner Deskby memastikan bahwa leads yang masuk ke partner sesuai dengan apa yang potential customers inginkan dari partner,” cerita Sastro.

Kini sudah lebih dari setahun berjalan, Deskby memiliki hampir 800 ruang yang disewakan. Respons pengguna diklaim cukup baik sehingga membuat mereka optimis bisa terus bersaing dan tumbuh di ekosistem layanan penyewaan ruang di Indonesia. Saat ini Deskby didukung IDX Incubator.

Disinggung mengenai fokus saat ini dan target ke depannya, Sastro menjelaskan, Deskby saat ini masih berjalan dengan modal sendiri atau bootstrapping. Mencari pendanaan adalah salah satu target yang coba dicapai karena menjadi modal penting untuk mengembangkan fitur-fitur mutakhir selanjutnya.

“Fokus Deskby yang pertama adalah untuk terus memperluas daftar ruangan yang ada di situs kami dengan terus mencari dan mengubungi penyedia ruang yang tersebar di seluruh Indonesia. Yang kedua, kami saat ini gencar dalam mencari dan mengikuti event-event pitching atau speed dating dengan tujuan mendapatkan pendanaan. Pendanaan ini nantinya akan kami gunakan untuk mengebangkan aplikasi Deskby, mengembangkan website, dan strategi marketing kami,” tutup Sastro.

Platform Fintech Lending PinjamWinWin Umumkan Pendanaan dari SOSV MOX

Startup fintech p2p lending asal Surabaya PinjamWinWin mengumumkan perolehan pendanaan dengan nilai yang tidak disebutkan dari multi stage VC  dari Amerika Serikat SOSV. Dana segar akan dipakai untuk meningkatkan kapasitas bisnis sekaligus perdalam penetrasi pasar di Indonesia.

“Investasi dari SOSV akan mempercepat pertumbuhan kami dan membantu kami fokus mengumpulkan lebih banyak dana pemberi pinjaman dengan minat khusus pada dana kelembagaan. Dana ini akan menjadi amunisi yang digunakan untuk lebih lanjut mendominasi peluang pasar p2p lending senilai $60 miliar di Indonesia,” terang Founder dan CEO PinjamWinWin James Susanto dalam keterangan resmi.

PinjamWinWin bergerak di pinjaman konsumer dengan nominal mulai dari Rp500 ribu sampai Rp5 juta ($35-$350). Tenor maksimal 30 hari dengan bunga mulai dari 0,79% per hari untuk pinjaman perdana. Juga, invoice financing dengan nominal Rp50 juta-Rp2 miliar ($3500-$150 ribu).

Untuk pendana, startup ini menjanjikan imbal hasil 12%-48% per tahunnya dan nominal investasi minimal Rp100 ribu. Di dalam situsnya, PinjamWinWin melayani wilayah Jabodetabek, Bandung, Karawang, Semarang, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.

Startup yang didirikan di Surabaya pada 2015 ini adalah lulusan program akselerator SOSV, yakni Mobile Only Accelerator (MOX). Program ini khusus menyasar startup yang mengatasi masalah di negara berkembang seperti Asia Tenggara dan Asia Selatan.

General Partner SOSV dan Managing Director MOX William Bao Bean menambahkan, “Peluang PinjamWinWin yang fokus pada pinjaman jangka pendek, sangat besar. Kami berharap dapat mendukung James Susanto dan tim di PinjamWinWin karena mereka meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia dan sekitarnya.”

Kembali terdaftar di OJK

Tahun lalu, PinjamWinWin termasuk dalam salah satu dari lima perusahaan yang tanda terdaftarnya dicabut OJK. Secara terpisah, kepada DailySocial, President Commisioner PinjamWinWin Florence Nathania memberikan penjelasannya.

Dia berujar, dua tahun lalu, manajemen sendirilah yang memutuskan untuk menarik tanda terdaftar karena ingin lebih dahulu merapikan perusahaan dan menyelesaikan sertifikasi ISO. Pihaknya juga merasa terbantu dengan bimbingan OJK, alhasil kini telah memiliki status terdaftar lagi per Februari 2019.

“Pada intinya, kami selalu berjalan bersama dengan arahan OJK, tidak seperti fintech ilegal yang kasar di luar aturan dan bisa memberi bunga berlipat-lipat ganda dari pokok,” ujarnya.

Update bisnis PinjamWinWIn
Pembaruan bisnis PinjamWinWIn

Perusahaan pun sekarang sedang mengejar persyaratan untuk mengajukan izin usaha ke OJK. Salah satu di antaranya adalah menyelesaikan sertifikasi ISO 27001 dan sosialisasi ke 12 kota di seluruh Indonesia. “Hanya kurang satu kota lagi,” tambahnya.

Diklaim PinjamWinWin sudah mencetak keuntungan. Secara kumulatif telah menyalurkan pinjaman $9 juta (sekitar 128 miliar Rupiah) sejak pertama kali berdiri. Ada 140 ribu pengajuan pinjaman yang masuk, namun yang diterima adalah 22 ribu pinjaman, 62% di antaranya adalah pinjaman berulang (repeat loans).

Aplikasi PinjamWinWin baru tersedia untuk peminjam (borrower) dalam versi Android, tapi belum tersedia di Google Play. Untuk sementara, peminjam akan diarahkan untuk mengunduh APK secara manual lewat situs resminya.

“Kalau lender bisa login dari situs kami. Aplikasi sedang kami update, kemungkinan besar Jumat (20/9) akan kembali live lagi [di Google Play],” tutup Florence.

Base Terima Pendanaan Tahap Awal, Kembangkan Platform Digital untuk Produk Kecantikan dan Wellness

Base, startup produk kecantikan dan wellness direct-to-consumer (DTC) mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dengan nilai yang tidak disebutkan. Investasi dipimpin oleh East Ventures dan Skystar Capital. Dana akan digunakan untuk mengejar pertumbuhan konsumen dan merekrut lebih banyak talenta.

Base adalah situs e-commerce kecantikan yang memberikan rekomendasi produk berdasarkan kondisi kulit pengguna. Rekomendasi akan muncul setelah konsumen mengisi seluruh pertanyaan yang ditanyakan. Seluruh produk kecantikan Base dibuat sendiri dengan harga mulai dari Rp98 ribu.

Startup ini baru berusia enam bulan, dipimpin oleh eks Head of Marketing Gojek Yaumi Fauziah Sugiharta yang kini menjabat sebagai Co-Founder dan CEO Base. Awalnya Base berupa blog perawatan kulit sejak 2017, Yaumi aktif menjalin hubungan dengan komunitas lewat akun media sosialnya.

Sejak saat itu, dia menerima banyak pertanyaan dari perempuan Indonesia tentang cara memilih produk perawatan kulit yang tepat untuk mereka. Lantas, ia melihat ada tantangan yang nyata di bisnis tersebut. Bersama CPO Base Ratih Pertama, sebelumnya bekerja sebagai Product Manager DBS Singapura, Yaumi bertekad untuk menyeriusi Base.

“Base lahir untuk menghilangkan kesulitan dalam memilih produk, dengan cara menyederhanakan proses penemuan produk dan mendapatkan produk terpersonalisasi dengan menggunakan teknologi. Konsumen kami bisa mendapat sebuah produk kecantikan dan wellness dengan formula kualitas tinggi, vegan, langsung dari situs Base,” terang Yaumi dalam keterangan resmi.

Ratih menambahkan, dengan basis data yang kuat, Base akan menganalisis bagaimana lingkungan dan gaya hidup bisa mempengaruhi kondisi kulit. Perusahaan bekerja sama dengan laboratorium penelitian dan pengembangan (R&D) di London dan Seoul untuk bangun pengembangan produk dan memproduksinya secara lokal di Jakarta.

Masing-masing perwakilan dari investor turut memberikan tanggapan. Partner dari East Ventures Melisa Irene mengatakan, Base tengah membangun sebuah inovasi penting di industri kecantikan Indonesia dengan memastikan produk-produk perawatan kulit agar tetap relevan dengan konsumen lokal.

Mengutip dari hasil riset, potensi industri kecantikan Indonesia sendiri mencapai $3 milar (sekitar 42 triliun Rupiah) dengan kategori perawatan kulit tumbuh positif di angka 9% pada tahun lalu. Angka ini melebih kategori lain seperti kosmetik.

Hanya saja, faktanya mayoritas pemain penting di pasar lokal dikuasai oleh brand global yang belum bisa memenuhi kebutuhan perawatan kulit perempuan Indonesia yang beragam.

Saat ini Base baru bisa diakses melalui situs desktop/mobile, aplikasi belum tersedia.