Fokus Simona Ventures Dukung “Female Founders” di Asia Pasifik

Berangkat dari pengalamannya berkecimpung di dunia teknologi sejak tahun 2011, Putri Izzati kemudian berinisiatif untuk mendirikan sebuah wadah yang bisa menampung entrepreneur perempuan di Indonesia. Bernama Simona Ventures, misi dari Putri dan tim adalah membantu pendiri startup perempuan mendapatkan dukungan menyeluruh agar bisa membangun bisnis mereka, dan tidak kalah saing dengan pendiri startup yang saat ini masih didominasi laki-laki.

Indonesia menjadi negara di Asia Tenggara yang mengalami peningkatan cukup signifikan dalam hal pertumbuhan startup, juga pasar yang paling banyak dilirik oleh perusahaan venture capital asing. Namun demikian Putri mencatat, masih sedikit jumlah pendiri startup perempuan yang mendapatkan dukungan dalam bentuk investasi hingga kesempatan lainnya dari venture capital dan pihak terkait.

“Hal tersebut yang kemudian menjadi fokus kami di Simona Ventures, yaitu memberikan dukungan dalam bentuk networking dan edukasi sehingga pada akhirnya investasi kepada mereka pendiri startup perempuan atau startup yang memiliki perempuan di jajaran C-Level,” kata Putri.

Putri menambahkan, dengan demikian nantinya bisa muncul role model perempuan yang berkecimpung dalam dunia teknologi untuk bisa menjadi panutan bagi generasi muda khususnya perempuan. Hal tersebut yang saat ini masih sangat sedikit jumlahnya bukan hanya di Indonesia namun juga secara global.

“Kalau kita lihat saat ini negara seperti Amerika Serikat sudah mulai menempatkan perempuan di jajaran C-Level mereka sehingga meminimalisir gender gap di perusahaan. Di Indonesia sendiri masih sangat belum maksimal dilakukan,” kata Putri.

Meluncurkan Simona Accelerator APAC Women Founders

Salah satu kegiatan rutin yang baru saja diumumkan oleh Simona Ventures bulan Febuari lalu untuk batch pertama dan nantinya akan menjadi kegiatan rutin yang digelar dua kali dalam satu tahun adalah APAC Women Founders. Acara yang diinisiasi oleh Simona Accelerator ini akan memilih 12 startup terbaik yang memiliki pendiri perempuan atau memiliki perempuan di jajaran C-Level atau di manajemen perusahaan.

Nantinya startup terpilih dari Asia Pasifik akan mendapatkan bantuan, dukungan hingga investasi untuk kemudian melakukan ekspansi di Indonesia. Selain itu pemenang dari kegiatan tersebut juga berhak mendapatkan mentorship dari Google dan berhak mengikuti program khusus di Korea Selatan.

“Meskipun fokus kita adalah mengundang startup Asia Pasifik untuk masuk ke Indonesia, namun bagi startup dari Indonesia yang beruntung juga bisa mendapatkan kesempatan mentoring hingga perluasan bisnis secara regional,” kata Putri.

Kategori startup yang dipilih tentu saja yang mendukung “closing the gender gap” dan memiliki pendiri perempuan. Dengan demikian bisa lebih fokus lagi bagi Simona Ventures dan partner untuk meraih tujuan akhir yaitu memberikan kesempatan lebih kepada female founders untuk mengembangkan bisnis mereka.

“Kami juga ingin memberikan dukungan setelah kegiatan tersebut berakhir. Salah satu rencana kami adalah mengembangkan program alumni, sehingga peserta baru dan lama bisa saling bertemu dan menjalin networking setelah program berakhir,” kata Putri.

Glodoku Hadirkan Platform B2B Commerce untuk Berbagai Produk Industri

Berangkat dari pengalamannya yang cukup lama berkecimpung di dunia purchasing, Anton Asmadi kemudian mendirikan layanan B2B commerce yang diberi nama Glodoku. Mengedepankan model bisnis yang serupa dengan e-commerce pada umumnya, Glodoku mencoba untuk mengakomodir solusi lengkap dan kemudahan dalam pengadaan barang dan alat industri.

Platform yang sudah resmi meluncur sejak Juni 2018 lalu tersebut, kini hadir memberikan layanan lengkap produk kebutuhan industri yang bisa diakses secara online. Bersama dengan Co-Founder Glodoku Ray Husein Asmadi, Anton ingin menghadirkan solusi yang menjembatani kebutuhan pelanggan terkait produk industri.

“Glodoku secara hukum berdiri pada tanggal 4 Juni 2018, melihat tren pasar di mana segala sesuatu serba digital dan permasalahan yang ada di dunia purchasing konvensional salah satunya kesulitan untuk mencari vendor dan proses negosiasi,” kata Anton.

Selain itu Glodoku juga menghadirkan informasi berupa katalog dan berkas CAD serta pencarian tipe dan spesifikasi. Model bisnis Glodoku serupa dengan layanan e-commerce pada umumnya, namun dengan menyesuaikan proses B2B, seperti pembayaran dengan tempo, request for quotation hingga after sales service. Glodoku juga menjamin semua produk yang dijual, 100% asli dan merupakan produk yang relevan dan tentunya dibutuhkan oleh industri.

“Strategi monetisasi yang kami lakukan adalah dengan memperoleh pendapatan dari penjualan barang-barang tersebut,” kata Anton.

Target Glodoku

Saat ini Glodoku mengklaim telah memiliki sekitar 10 perusahaan yang menjadi mitra untuk memasarkan produk. Di antaranya adalah Sumitomo, Toshiba, Miki Pulley, Euro, Inaba Denki dan beberapa brand ternama lainnya. Selain efisien, Glodoku juga memberikan transparansi dalam pengadaan barang-barang industri sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan industri.

“Target Glodoku di tahun 2019 adalah mendapatkan kepercayaan dari 200 perusahaan untuk bergabung menjadi customer, serta 100 mitra penyedia barang dengan total 50 ribu produk. Untuk melancarkan kegiatan promosi, Glodoku juga akan mengikuti kegiatan offline berupa pameran dan bazaar yang berhubungan dengan industri,” kata Anton.

Fokus Bisnis dan Rencana Telunjuk di Tahun 2019

Masih menjalankan bisnis sebagai penyedia layanan rekomendasi dan perbandingan harga belanja online, PT Telunjuk Komputasi Indonesia (Telunjuk) tahun 2019 berencana untuk meluncurkan layanan baru menyasar segemen B2B. Masih dalam tahap pengembangan, jika nantinya secara resmi diluncurkan, layanan ini bisa berguna untuk perusahaan FMCG, elektronik hingga perusahaan multinasional untuk mengetahui lebih lanjut analisis hingga proses komparasi harga sesuai dengan kebijakan perusahaan.

Kepada DailySocial CEO Telunjuk Hanindia Narendrata menyebutkan, layanan tambahan ini sengaja dihadirkan oleh Telunjuk setelah adanya permintaan dari perusahaan elektronik untuk merapikan tampilan foto dan deskripsi produk di semua marketplace di Indonesia.

“Banyak perusahaan besar yang menginginkan tampilan untuk tertata dengan baik dari foto hingga informasi produk. Dari demand itulah akhirnya kami berencana untuk meluncurkan layanan khusus B2B dalam waktu dekat,” kata Hanindia.

Sementara itu layanan utama yang sejak awal sudah menjadi unggulan di Telunjuk yaitu Performance Marketing masih tetap tersedia di platform. Bukan sekadar pembanding harga biasa, Telunjuk juga big data untuk mengolah data SKU di marketplace yang ada.

“Dari sisi teknologi fokus kita adalah meningkatkan penerapan machine learning dan big data. Ke depannya kita juga berencana untuk membuka API kita, bermitra dengan startup dan perusahaan yang relevan untuk kemudian dimanfaatkan,” kata Hanindia.

Disinggung apakah Telunjuk memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana, Hanindia mengungkapkan saat ini fokus dari Telunjuk adalah memperoleh revenue. Dengan demikian diharapkan perusahaan tetap bisa menjalankan bisnis, tanpa harus melakukan penggalangan dana.

Pertengahan tahun 2015 lalu, Telunjuk memperoleh pendanaan seri A dari Venturra (sebelumnya Lippo Digital Ventures).

“Secara rutin summary berupa perkembangan dari perusahaan tetap kita bagikan kepada investor. Namun untuk saat ini Telunjuk fokus untuk memperoleh pendapatan langsung untuk perusahaan,” kata Hanindia.

Membentuk company culture dan tim yang solid

Lama tidak terdengar, Telunjuk ternyata sempat mengalami pasang surut perusahaan. Salah satu penyebabnya adalah kurang maksimalnya kolaborasi dan kurang solidnya hubungan antar pegawai. Belajar dari kesalahan yang terjadi, Hanindia kemudian mencoba untuk melakukan pendekatan yang berbeda terkait dengan proses perekrutan hingga proses adaptasi pegawai baru di perusahaan.

“Setelah mendapatkan funding tahun 2015 lalu, kita langsung kebut untuk mempercepat bisnis dengan merekrut banyak pegawai baru. Karena tidak dibarengi dengan proses adaptasi yang tepat dan pendekatan secara personal kepada masing-masing pegawai, ternyata mampu untuk menciptakan lingkungan yang ‘toxic’ di perusahaan,” kata Hanindia.

Sebelumnya Telunjuk sempat memiliki hampir 30 orang pegawai. Namun karena adanya persoalan dan penurunan bisnis yang cukup drastis di perusahaan, banyak kemudian pegawai yang mengundurkan diri. Saat ini Telunjuk sudah memiliki 20 tim yang solid membantu melancarkan bisnis perusahaan.

“Sebagai pemimpin ternyata penting bagi saya untuk memiliki leadership yang baik. Artinya tidak hanya melulu fokus kepada traksi dan percepatan bisnis saja, namun juga company culture dan pendekatan yang tepat kepada pegawai,” kata Hanindia.

Di tahun 2019 ini selain fokus kepada revenue, Telunjuk juga memiliki rencana untuk memperluas partnership dengan pihak yang relevan dan mengembangkan teknologi big data agar bisa dimanfaatkan oleh berbagai industri.

 

4 Hal yang Perlu Diketahui tentang Startup IPO

Tak hanya melalui pemodal ventura, startup dapat mencari pendanaan baru melalui cara “konvensional” yang sudah banyak dipraktikkan korporasi, yakni dengan melakukan initial public offering (IPO). Kabarnya, Bursa Efek Indonesia memberi sejumlah kemudahan bagi startup yang ingin go-public.

Namun bagi Passpod, startup penyedia bisnis sewa WiFi portabel yang baru-baru ini melantai di bursa saham, hal ini tentu tidaklah mudah. Startup yang kini menyandang kode emiten “YELO” ini menilai ada keuntungan dan juga tantangan yang dihadapi untuk mencapainya.

Untuk mengetahui selengkapnya, simak cerita dan pengalaman yang dibagikan oleh Hiro Whardana, CEO Passpod, di sesi #SelasaStartup kali ini.

Alasan IPO dan besaran funding yang ingin dikumpulkan

Alasan utama yang mendorong Passpod melakukan IPO adalah pihaknya butuh pendanaan baru untuk menambah lebih banyak perangkat modem. Keputusan ini diambil setelah perusahaan berkali-kali mencoba menutupi biaya tersebut, mulai dari modal sendiri hingga biaya operasional (opex).

Dalam proses melakukan IPO, Hiro mengamati bahwa dana yang ingin dikumpulkan terbilang setara dengan pendanaan seri A. Karena hal itu pula, proses due dilligence terbilang lebih ketat ketimbang pendanaan setara seeds.

Menurut Hiro, jika melihat nilai pendanaan yang ingin dikumpulkan besar, startup perlu lebih rinci dalam menyiapkan berbagai hal berkaitan dengan bisnis perusahaan, seperti model bisnis dan risk management.

“Untuk raise funding sebesar itu, perusahaan harus punya size [pasar] tertentu,” ujarnya.

Rencana bisnis dan keuntungan menjadi perusahaan publik

Mengambil langkah untuk menjadi perusahaan publik tentu tidak mudah. Selain perlu persiapan matang, melakukan IPO membutuhkan biaya besar untuk menyewa notaris, akuntan publik, pengacara dan semua yang terlibat di dalamnya. Hiro sendiri menuturkan pihaknya merogoh kocek hampir 3 miliar Rupiah untuk itu semua, meskipun pembayarannya dapat diatur pencairannya.

Namun  penting untuk tidak terfokus pada IPO, melainkan rencana bisnis perusahaan di masa mendatang.

“Bukan IPO yang direncanakan, tetapi funding yang ingin dikumpulkan, untuk kapan dan berapa,” paparnya.

Ia juga mengungkap beberapa keuntungan menjadi startup yang go-public. Beberapa inovasi yang dilakukan memiliki limitasi regulasi dengan menjadi perusahaan publik. Misalnya, status perusahaan tetap tercatat sebagai perusahaan dalam negeri meskipun saham dibeli dari investor luar negeri.

“Ini menandakan ada kontrol kredibilitas, berarti kami sudah dicap sebagai perusahaan transparan. Justru ini mempermudah kami kalau ekspansi ke luar negeri.”

Kendali perusahaan paling utama

Ia mengungkap menjadi perusahaan publik memberinya opsi kuat untuk tetap memiliki kendali terhadap perusahaannya sendiri.

“Menurut saya, yang terpenting bagi startup [yang IPO] bukan jumlah sahamnya. Itu tetap penting, saham memang akan terdelusi, tetapi kita tetap punya kontrol terhadap perusahaan,” tuturnya.

Ia mencontohkan pendiri sekaligus CEO Facebook Mark Zuckerberg yang tetap memiliki kontrol terhadap perusahaan meskipun tak lagi memiliki saham mayoritas di Facebook.

“Mungkin kami juga kurang sabar cari venture capital, [karena kalau VC] semua ingin kontrol. Justru kalau kami ingin kontrol untuk mengembangkan Passpod. Pasarnya masih besar, bayangkan dari 7 juta traveler, yang terkover penyewaan modem baru 200 ribu,” ungkap Hiro.

Kolaborasi Startup Tetap Diperlukan

Salah satu perubahan yang cukup signifikan ketika telah menjadi perusahaan publik adalah laporan keuangan. Perlu diketahui, perusahaan yang melantai di bursa diawasi oleh Bursa Efek Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Segala aktivitas harus memiliki pertanggungjawaban lewat laporan keuangan.

Dengan budaya startup yang senang melakukan eksplorasi dan inovasi, menurut Hiro, hal ini tentu tidak bisa lagi dilakukan sembarangan.

“Ketika kami meluncurkan sesuatu, pasti itu akan reflektif ke laporan buku mendatang. Orang tidak bisa lagi main-lempar-jelek-buang,” tuturnya.

Agar tidak membatasi perusahaan dalam bereksplorasi dan mengembangkan inovasi, kolaborasi dengan startup lain perlu dilakukan. Dengan demikian, bisnis dan inovasi tetap bisa jalan beriringan.

“Yang menjadi tantangannya adalah gimana bisa scale up, tapi tetap agile. Nah, strategi agar tetap bisa agile dengan kolaborasi. Di Passpod, kami ada budget R&D yang digunakan untuk kerja sama dengan startup.”

Rencana Google Tingkatkan Ekonomi Digital di Indonesia

Dalam laporan yang diterbitkan Google dan Temasek disebutkan, Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara yang memiliki pengguna internet terbesar. Fakta tersebut menjadikan Indonesia pasar yang ideal untuk startup digital melancarkan bisnis. Bukan hanya kepada startup unicorn seperti Go-Jek, Traveloka dan Tokopedia, namun investor juga mulai melirik startup baru yang memiliki produk potensial.

Seperti yang dirangkum DailySocial, laporan bertajuk e-Conomy SEA 2018 turut mencatat pertumbuhan investasi di kawasan regional. Sepanjang paruh pertama tahun 2018 (H1), angkanya sudah mencapai $9,1 miliar — meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.

Dalam laporan tersebut Google juga memprediksi, sektor e-commerce, online media, online travel, ride-hailing akan mendapatkan investasi lebih banyak lagi di tahun mendatang. Google juga memprediksi, ekonomi internet di Indonesia akan tumbuh 4 kali lipat pada tahun 2025 mencapai $100 miliar.

Kepada DailySocial Managing Director Google Indonesia yang baru beberapa bulan menjabat Randy Jusuf mengungkapkan, laporan yang dihadirkan oleh Google dan Temasek memvalidasi apa yang terjadi dari tren dan kondisi yang ada.

“Saya melihat setiap hari sudah banyak berita soal pertumbuhan startup di Indonesia, investasi, konsolidasi dan lainnya. Laporan ini menurut saya memvalidasi apa yang terjadi saat ini,” kata Randy.

Randy berharap selanjutnya pihak terkait bukan hanya membaca dan memahami saja laporan yang telah diterbitkan, namun juga ada aksi yang bisa segera dilakukan untuk meningkatkan performa bisnis.

“Laporan ini tentunya bisa digunakan bagaimana idealnya informasi ini untuk bisa maju ke depan, menggunakan informasi dengan investor agar bisa mendapatkan investasi dan memiliki keyakinan masa depan,” kata Randy.

Kantor baru dan inisiasi “Google for Indonesia”

Selain memiliki Managing Director baru, Google juga telah memindahkan kantor mereka yang sebelumnya di seputar Senayan ke kawasan SCBD Jakarta. Tidak berbeda jauh dengan desain kantor sebelumnya, kantor Google Indonesia yang baru juga syarat dengan dekorasi khas Indonesia dan ruangan kerja hingga bermain yang luas untuk pegawai.

Di bawah kepemimpinan baru, Randy juga memiliki rencana untuk meningkatkan relasi dengan pemerintah dan pihak terkait guna membantu lebih banyak UKM di Indonesia. Salah satu rencana yang bakal diluncurkan adalah “Google for Indonesia” sebuah kegiatan yang dalam waktu dekat akan diresmikan oleh Google Indonesia.

“Bukan hanya fokus kepada UKM, Google juga ingin membantu startup dan pihak lainnya guna membantu meningkatkan ekonomi di Indonesia. Untuk itu nantikan rencana dari Google untuk Indonesia selanjutnya,” tutup Randy.

Startup di Singapura dan Indonesia Dominasi Pendanaan di Asia Tenggara

Pesatnya pertumbuhan bisnis digital di Asia Tenggara tidak lepas dari putaran investasi yang banyak dikucurkan kepada startup digital. Selain memberikan sorotan terhadap pertumbuhan pangsa pasar, laporan Google dan Temasek bertajuk e-Conomy SEA 2018 turut mencatat pertumbuhan investasi di kawasan regional tersebut. Sepanjang paruh pertama tahun 2018 (H1), angkanya sudah mencapai $9,1 miliar, meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang hanya menghasilkan putaran investasi sebesar $3,6 miliar.

Tren investasi tidak hanya dikucurkan dari kantong venture capital, karena private equity dan corporate investors mulai banyak tertarik menanam modal di SEA. Para investor termasuk hadir dari perusahaan global dari Amerika Serikat dan Tiongkok. Dari capaian tersebut, riset memproyeksikan pertumbuhan investasi akan mencapai $40 – $50 miliar di tahun 2025 mendatang.

Startup unicorn seperti Go-Jek, Tokopedia, Grab, Bukalapak, Lazada, Sea, VNG, Razer, dan Traveloka menjadi unit bisnis yang memegang persentase mayoritas nilai investasi. Jika digabungkan, pada H1 2018, startup unicorn di SEA berhasil membukukan hingga $6,5 miliar dalam putaran pendanaan. Pendanaan Grab turut membawanya sebagai decacorn pertama di SEA.

Pendanaan Startup di Asia Tenggara
Pendanaan startup di SEA didominasi oleh sektor ride hailing / Google-Temasek

Dari empat sektor industri internet yang disoroti dalam laporan, yakni Online Media, Online Travel, E-commerce, dan Ride Hailing; gabungan keempatnya menguasai mayoritas pendanaan — dari $9,1 miliar, empat sektor itu mendapat $7,8 miliar. Kendati secara pangsa pasar nilainya masih kalah besar dibanding dengan sektor lain, Ride Hailing menjadi yang terbesar mendapatkan pendanaan di periode H1 2018, totalnya mencapai $4,5 miliar. Namun demikian, Grab dan Go-Jek dikatakan sebagai dua pemain utama yang mendominasi.

Sementara sisa $1,3 miliar tersebar di berbagai lanskap startup digital lain. Sebanyak $0,5 miliar berhasil dibukukan oleh startup fintech, sisanya $0,8 miliar tersebar di berbagai bidang startup — pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

Singapura menempati peringkat tertinggi, disusul Indonesia

Mengenai sebaran pendanaan di SEA, sebanyak $6,8 miliar didapat oleh startup dari Singapura. Sementara Indonesia berada di peringkat selanjutnya dengan selisih yang cukup besar, yakni hanya mendapat hingga $1,8 miliar. Sisanya $0,5 miliar tersebar di negara lainnya. Namun bisa jadi persentase tersebut berubah, mengingat pada H2 2018 pendanaan startup di Indonesia terus mendapatkan kucuran investasi. Terakhir Tokopedia yang dikabarkan baru mendapatkan pendanaan hingga $1 miliar dari Softbank dan sejumlah investor.

Selama H1 2018, sebanyak 286 transaksi pendanaan terjadi di wilayah Singapura. Di Indonesia ada sekitar 154 kesepakatan, sisanya 264 tersebar di wilayah lain meliputi Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Mayoritas pendanaan yang dikucurkan dalam putaran seri A (580 transaksi), disusul seri B dan C (61 transaksi), dan seri D-E+ (7 transaksi). Sisanya tidak menyebutkan detail tahapan pendanaan.

Berbincang tentang Ekosistem Startup Brazil dan Rencana “In Loco” Masuk ke Indonesia

Meskipun tidak terlalu sering terdengar keberadaanya, namun saat ini ekosistem startup di Brazil mengalami pertumbuhan yang cukup positif. Sedikitnya hingga akhir tahun 2018 sudah ada 6 startup unicorn asal Brazil dan beberapa layanan fintech yang sudah melakukan IPO.

Kepada DailySocial, Head of Startup Ecosystem In Loco, Felipe Matos, menyebutkan alasan utama mengapa startup asal Brazil tidak terdengar namanya, karena fokus mereka mengembangkan bisnis di negara asal saja. Kawasan yang disasar oleh startup Brazil adalah negara terdekat di Amerika Selatan dan Amerika Latin.

Untuk memperluas bisnis dan mengembangkan produk yang ada, Felipe berniat untuk menjalin kerja sama dengan startup Indonesia. Dengan pengalamannya sebagai CEO dan Head of Ecosystem Startup Farm di Brazil, yang selama ini fokus membantu startup dalam program akselerator, diharapkan pengalaman bisa membantu entrepreneur asal Indonesia.

“Pada dasarnya Brazil dan Indonesia memiliki kesamaan, mulai dari sisi demografi, infrastruktur, regulasi hingga logistik. Karena alasan itulah saya datang ke Indonesia,” kata Felipe.

Menguasai regulasi dan kebijakan pemerintah

Selain pengalamannya sebagai mentor, investor dan pengusaha; Felipe sebelumnya pernah bekerja di pemerintahan, sehingga memiliki pengetahuan yang cukup soal regulasi dan kebijakan pemerintah terkait startup. Terutama dengan pendekatan yang sebaiknya dilakukan oleh entrepreneur, terkait dengan membina hubungan yang baik dengan regulator dan mematuhi semua kebijakan yang ditetapkan pemerintah.

“Idealnya semua startup harus bisa secara kreatif menciptakan produk yang dibutuhkan dan langsung diluncurkan kepada target pengguna. Jika pada akhirnya pemerintah menetapkan peraturan khusus, baru lakukan pendekatan kepada regulator. Namun demikian cara ini tidak berlaku untuk layanan fintech,” kata Felipe.

Selain persoalan regulasi yang harus diprioritaskan oleh startup adalah persoalan talenta, relasi, hingga permodalan agar startup bisa berhasil. Tanpa adanya dukungan tersebut, menurutnya bukan hanya ekosistem yang tidak tercipta, namun juga kesempatan dan potensi startup untuk berkembang.

Meskipun telah memiliki startup unicorn, Indonesia saat ini dinilai masih kurang menarik perhatian investor lokal untuk kemudian menjadi key player dalam pembiayaan dan pendanaan startup lokal. Masih didominasi oleh investor asing, hal tersebut menurut Felipe bisa menjadi pemicu investor lokal untuk mulai berinvestasi. Sementara itu secara global, masuknya investor asing ke startup Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk berinvestasi, dilihat dari geliat startup lokal.

“Kisah sukses seperti Go-Jek, Tokopedia dan startup lainnya yang banyak mendapatkan pendanaan dari investor asing bisa menjadi pembelajaran di tahap awal. Untuk selanjutnya investor lokal mulai bisa menjadi pemain utama untuk mendukung pertumbuhan startup Indonesia,” kata Felipe.

Memperkenalkan startup asal Brazil ke Indonesia

Rencananya jika sesuai dengan jadwal, Felipe berniat untuk menghadirkan startup asal Brazil bernama In Loco ke Indonesia tahun 2019 mendatang. Startup yang memiliki teknologi geo-location ini diklaim bisa membantu startup seperti Go-Jek, Grab, hingga OVO melakukan kegiatan promosi, meningkatkan performa navigasi dengan teknologi yang dimiliki oleh In Loco.

Startup yang sudah hadir sejak 5 tahun lalu di Brazil tersebut saat ini sudah memiliki sejumlah klien yang besar dan dalam waktu dekat akan mengumumkan pendanaan Seri B.

“Berbeda dengan Google Maps dan teknologi navigasi GPS lainnya, In Loco mampu menentukan titik di dalam ruangan dengan memanfaatkan daya baterai yang sangat minim. Kami juga memiliki platform pemasaran yang bisa dimanfaatkan semua bisnis,” kata Felipe.

Laporan Bain & Company: Indonesia dan Vietnam Makin Diminati Investor Startup

Dalam laporan yang dirilis Bain & Company tercatat pertumbuhan investasi startup di Asia Tenggara yang cukup masif. Di tahun 2017, investasi yang digelontorkan kepada startup sebanyak 524 transaksi. Sementara itu di tahun yang sama private equity (dana ekuitas swasta) nilainya mengalami peningkatan 75% hingga $15 miliar.

Salah satu alasan mengapa banyak investor asing dan lokal yang mulai aktif memberikan dana segar kepada startup di Asia Tenggara adalah stabilitas dan kelancaran dari venture capital dan private equity.

Banyak investor baru yang tertarik dengan fundamental ekonomi makro yang kuat. Selain itu mulai banyak kesempatan untuk berinvestasi di negara-negara berkembang dan pendalaman pasar sekunder untuk transaksi di semua ukuran bisnis.

Laporan riset juga mengemukakan bahwa ekosistem investasi di Asia Tenggara telah melewati masa kritis dan memasuki fase pertumbuhan. Diprediksikan nilai transaksi selama lima tahun ke depan akan mencapai $70 miliar, dua kali lipat dari lima tahun sebelumnya. Diharapkan bisa menghasilkan sedikitnya 10 unicorn baru pada tahun 2024.

Perusahaan teknologi hingga layanan kesehatan

Perusahaan rintisan yang berbasis teknologi memiliki daya tarik tersendiri bagi venture capital asing dan lokal. Jumlah investasi meningkat banyak sekitar 40% di tahun 2017, dibandingkan tahun 2014 yang hanya sekitar 20% saja. Asia Tenggara juga menjadi kawasan yang mampu melahirkan startup unicorn, yang telah menghasilkan valuasi startup hingga $1 miliar atau lebih.

Sejak tahun 2012, 10 unicorn termasuk Grab, Go-Jek, dan Traveloka telah menciptakan nilai pasar gabungan sebesar $34 miliar, peringkat Asia Tenggara saat ini berada di posisi ketiga di kawasan Asia-Pasifik, setelah Tiongkok dan India.

Salah satu kategori yang saat ini mulai marak hadir dan telah menjadi favorit adalah layanan kesehatan berbasis teknologi (healthtech). Fullerton Health, misalnya, sekarang telah mengoperasikan lebih dari 500 klinik di delapan negara Asia-Pasifik, setelah didirikan pada tahun 2011 dengan mengakuisisi dua perusahaan penyedia layanan kesehatan di Singapura.

BookDoc, anak perusahaan Malaysia berumur tiga tahun dengan pendanaan venture capital, menghubungkan pasien dengan penyedia layanan kesehatan dan telah membangun platform online yang mencakup di lima negara. Kelompok rumah sakit Indonesia, Siloam, adalah salah satu mitra strategisnya.

Kebangkitan startup Indonesia

Meskipun Singapura tetap menjadi pusat investasi di Asia Tenggara, ekosistem startup yang dinamis mulai bermunculan di seluruh wilayah. Jumlah perusahaan di Indonesia yang meningkatkan pendanaan tahap pertama pada tahun 2017 meningkat lebih dari 300% dari tahun 2012.

Indonesia dan Vietnam telah menghasilkan 20% dari nilai kesepakatan private equity dalam waktu lima tahun terakhir dan persentase tersebut kemungkinan akan mengalami pertumbuhan. Laporan juga mencatat, hampir 90% dari investor menyebutkan pasar Asia Tenggara menjadi yang ‘terpanas’ di luar Singapura. Dan di tahun 2019 mendatang, Indonesia dan Vietnam akan menjadi pilihan.

Meskipun saat ini Investasi di Asia Tenggara mulai menunjukkan peningkatan, di sisi lain tantangan baru mewajibkan para investor untuk melakukan navigasi dan melancarkan strategi dengan cerdas. Bagi bisnis regional, mengamankan talenta terbaik, meningkatkan keunggulan komersial, dan memanfaatkan teknologi digital akan menjadi strategi terbaik untuk menghasilkan keuntungan yang solid yang ingin dicapai.

25 Startup Ramaikan Acara Indonesia – Korea Tech Startup Demo Day 2018

Sesuai komitmen yang ingin diwujudkan oleh Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in untuk melahirkan 1000 startup hingga tahun 2020, kegiatan Indonesia – Korea Tech Startup Demo Day digelar di Jakarta. Acara inagurasi yang mendatangkan 15 startup asal Korea Selatan dan 10 startup Indonesia tersebut ditutup dengan pitching session di hadapan investor dan venture capital dari Korea Selatan, Indonesia, dan beberapa negara lainnya.

Dalam sambutannya Duta Besar Korea untuk Indonesia, KIM Chang Beom, mengungkapkan pemerintah Korea Selatan didukung oleh Bekraf, Kedutaan Besar Korea Selatan, Korea Trade Association (KITA), Korea Creative Contents Agency (KOCCA) memberikan kesempatan bagi startup asal Korea Selatan untuk mengembangkan bisnis di Indonesia.

“Startup Indonesia paling cepat pertumbuhannya di Asia Tenggara dengan fokus memberikan solusi kepada masyarakat. Hal penting yang juga wajib dilakukan adalah scale up, salah satunya dengan bermitra dengan berbagai partner, investor dari faktor pendukung lainnya.”

Selama satu minggu, 25 startup tersebut juga telah mendapatkan mentoring dan memperluas jaringan dengan bertemu langsung investor dari Korea Selatan. Diharapkan dengan kegiatan ini, bisa menjembatani hubungan baik antara startup asal Korea Selatan dengan Indonesia.

Didominasi oleh startup IoT dan healthtech

Yang menarik dalam sesi pitching tersebut adalah banyaknya startup asal Korea Selatan yang menyediakan teknologi hingga software untuk IoT. Mulai dari gadget khusus untuk mendeteksi penyakit hingga aplikasi dan perangkat gaya hidup untuk kesehatan dan kecantikan.

Sektor healthtech juga banyak dihadirkan oleh startup asal Korea Selatan, sementara untuk startup asal Indonesia, masih didominasi oleh layanan fintech, gaya hidup, hingga agritech. Berikut adalah daftar startup yang hadir dalam kegiatan Indonesia – Korea Tech Startup Demo Day.

Korea Selatan:

Medi Whale (AI solution for screening eye & cardiovascular disease), PayPerse (big data platform for mobile payment service), Zeus Tech (linear motor 3D printer, drone, robot), Ad Design Co (aqua drain technology), Earback (wearable bone conduction device), Paintpam (screen paint manufacturing), Xcrisp (content development & distribution), Hope (character licensing business), MH Mind (mobile billing service), Davin (natural skin care), Wayner (OS Based on Chrome OS for PC), Tripeaks Games (online e-sport game developer), Softgear (super directional speaker for vehicles), Stylepill (cross border commerce community), Diamond Tools Solutions (safe cutting diamond tool).

Indonesia:

Qiwii (aplikasi manajemen antrian untuk industri), Ponja (marketplace peminjaman barang), Vaxcorp (digital health portal & vaccination provider), Bizshare (equity crowdfunding), Gudang Voucher (electronic voucher sebagai e-money), Svara (radio platform), Hellobly (marketplace untuk penjual dan personal shopper), MSMB Indonesia (agritech & protection), Manpro (SaaS project management platform), Ailesh power (biomass manufacturing).

Lima Pelajaran Inspiratif Bagi Founder untuk Membangun Startup

Pada sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial kedatangan Ash Ali, CMO pertama Just Eat UK yang juga seorang angel investor dan mentor startup terkemuka. Just Eat merupakan platform penyedia layanan pesan-antar makanan. Saat ini, Just Eat UK telah bermitra dengan 29.000 restoran di Inggris.

Sejalan dengan topik yang dibawakan, Ash mengungkap lima pelajaran inspiratif bagi para founder yang ingin membangun startup. Pelajaran ini didapatkan saat perjalanan membangun Just Eat.

Menurutnya, kebanyakan startup gagal bukan karena tidak mampu merancang atau mengembangkan produk, tetapi karena tidak bisa mendapat traction. Sementara traction tersebut merupakan ukuran keberhasilan untuk model bisnis yang diterapkan.

Model bisnis penting, karena berkaitan langsung dengan bagaimana roda bisnis bekerja. Bahkan model bisnis kadang lebih penting dari pada aset pendukung bisnis itu sendiri. Dicontohkan pada keberhasilan GO-JEK, padahal startup yang menyandang status unicorn tersebut tidak memiliki unit kendaraan. Demikian juga Facebook, platform jejaring sosial yang menghubungkan miliaran pengguna di dunia, tidak pernah membuat konten.

Berangkat dari hal di atas, apa saja yang perlu diketahui founder saat membangun sebuah startup? Simak ulasannya berikut ini:

Kenali siapa pelangganmu

Dengan mengenali konsumen dan bagaimana perilakunya, kita menjadi tahu siapa yang disasar. Dari situ founder dapat membuat pendekatan (approach) yang tepat.

“Konsumen pelajar suka memesan take away di restoran. Kami bisa lakukan approach, misalnya dengan voucher, meski itu small value tapi itu berguna,” ujarnya.

Ia juga mencontohkan bagaimana para gamer di sana merupakan segmen early adopter. Mereka akan tetap memesan melalui website meskipun tampilan dan fiturnya kurang bagus.

Ikuti ke mana konsumen pergi

Secara harfiah, ini tidak berarti kita benar-benar mengikuti ke mana konsumen pergi. Namun mengikuti bagaimana perilaku konsumen dalam menggunakan sebuah produk.

Hal ini, secara marketing, dapat lebih optimal untuk memasarkan sebuah produk ketimbang harus menghabiskan biaya untuk beriklan.

“Kami bermitra dengan puluhan ribu restoran, setiap restoran punya menu take away sendiri. Daripada keluarkan budget untuk print menu, kami bisa sediakan lewat platform kami,”

Jadilah kreatif

Dua hal yang menjadi pelajaran penting dalam membangun startup adalah jangan meremehkan branding dan terlalu fokus terhadap digital metric. Dalam kaitannya dengan membangun awareness, kita memanfaatkan instrumen kreatif, seperti stiker.

“Kita bisa menggunakan stiker dengan logo dan memasangnya di jendela-jendela restoran yang menjadi mitra kami. Ini sangat sederhana, tetapi lihat berapa banyak yang datang ke layanan kami karena stiker ini,” ungkap Ash.

Kenali angkamu

Data dalam bentuk angka biasanya menjadi tolok ukur utama bagi perusahaan sebelum masuk ke pasar. Dengan data ini, perusahaan menjadi tahu berapa banyak biaya yang ingin dikeluarkan untuk mendapat dan mempertahankan pelanggan.

Akan tetapi, Ash juga menekankan tentang pentingnya mengandalkan pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif, tak hanya menggunakan data saja.

“Kita harus paham sebelum masuk ke pasar. Tetapi jangan hanya data driven saja. Jadikan pengukuran kualitatif dan kuantitatif untuk membangun startup, jangan hanya berdasarkan small number, jangan hanya data driven,” tuturnya.

Menumbuhkan mindset dan budaya bekerja di startup

Kedua hal ini menjadi elemen krusial bagi mereka yang ingin berkecimpung di dunia startup. Maka itu, penting sejak awal bagi kita untuk menerapkan mindset dan membiasakan diri dengan lingkungan dan budaya kerja startup.

Menurut Ash, mindset dan budaya yang dimaksud misalnya berani mencoba sesuatu dan mau belajar dari kesalahan yang dibuat. Jika kita tidak memiliki working mindset, akan sulit untuk bekerja sama di dalam organisasi. Begitu juga sebaliknya apabila tim kita tidak memiliki working mindset seperti itu.

“Dalam dunia startup, perlu orang yang mau untuk membuat kesalahan, membuat sesuatu yang tidak cocok. Karena di startup itu, kita harus punya mindset untuk berkembang, cepat gagal, tetapi cepat belajar dari kesalahan yang dibuat.”