Indonesia Miliki 12 Gelar Startup Unicorn di Tahun 2021, Anggota Baru Muncul di Penghujung Tahun

Penghujung tahun 2021 memberikan kejutan kepada para pelaku dan startup enthusiast. Bagaimana tidak, berbagai startup telah dinobatkan sebagai unicorn di tahun ini. Berdasarkan data dari DailySocial.id Annual Report 2021, tercatat total sebanyak 11 startup Indonesia telah menjadi Unicorn di tahun 2021. Jumlah ini bertambah dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Dari laporan Startup Report 2020, pada tahun 2020 saja, Indonesia hanya memiliki 5 startup unicorn, yaitu Tokopedia, Gojek, Traveloka, Bukalapak dan OVO. Namun, tujuh startup Indonesia saat ini telah mengisi deretan startup unicorn pada tahun 2021.

Unicorn sendiri merupakan level ke-4 dari tingkatan bisnis startup. Dalam tingkatan level Unicorn, nilai valuasi yang digunakan sebagai indikator adalah senilai USD$ 1 miliar – USD$ 10 miliar atau jika dirupiahkan adalah sebesar 10,47 triliun.

Beberapa startup yang telah menjadi unicorn di tahun 2021, merupakan startup pada level centaur di tahun sebelumnya. Berikut 11 startup Indonesia yang telah mencapai unicorn:

1. GoTo

GoTo merupakan startup merger antara Gojek dan Tokopedia. PT GoTo Gojek Tokopedia didirikan pada 17 Mei 2021 dengan fokus industri teknologi informasi. GoTo mengombinasikan layanan e-commerce, on-demand, dan layanan keuangan ke dalam satu ekosistem.

November tahun ini, Grup GoTo mengumumkan penutupan pertama penggalangan dana pra-IPO lebih dari $1,3 miliar (lebih dari 18,5 triliun Rupiah) dari berbagai investor.

2. Traveloka

Traveloka sendiri telah menyandang status unicorn pada tahun 2017, ketika mengantongi investasi sebesar USD350 juta dari Expedia. Berdiri sejak tahun 2012, Traveloka telah mengembangkan berbagai produk, hingga menjadi startup non fintech pertama yang menerapkan paylater “beli sekarang, bayar nanti”.

3. Bukalapak

Bukalapak merupakan salah satu perusahaan e-commerce Indonesia yang didirikan pada tahun 2010 lalu. Bukalapak berhasil menjadi unicorn pada tahun yang sama dengan Traveloka, dengan valuasi mencapai USD 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun.

Tahun 2021, Bukalapak dikabarkan memperoleh pendanaan sebesar $234 juta (lebih dari 3,4 triliun Rupiah) dalam putaran pendanaan Seri G yang dipimpin oleh Microsoft, GIC sovereign wealth fund Singapura, dan EMTEK.

4. OVO

Tahun 2019, OVO berhasil menjadi startup unicorn. Finance Asia menyebut valuasi OVO saat dinobatkan menjadi unicorn sudah mencapai $2,9 miliar (lebih dari 40 triliun Rupiah).

Sebagai perusahaan yang memimpin industri pembayaran digital bersama GoPay, OVO jelas memproses perputaran dana yang sangat besar yang mencapai triliunan Rupiah per tahunnya.

5. JD.id

Awal tahun 2020 lalu, JD.id telah mencapai valuasi perusahaan lebih dari US$1 miliar dan menambah jajaran startup unicorn saat itu. JD.id merupakan salah satu e-commerce yang ada di Indonesia dan merupakan bagian dari JD.com yang berkantor pusat di Beijing China.

6. Blibli.com

Blibli.com merupakan satu-satunya e-commerce yang meraih status unicorn pada tahun ini. Per Agustus 2021, blibli.com telah mencapai valuasi sebesar 1 miliar dollar AS. Berdiri pada tahun 2010, butuh waktu sekitar 11 tahun bagi blibli.com untuk mencapai level ke-4 pada tingkatan bisnis startup ini.

7. Tiket.com

Menyusul pesaingnya, Traveloka, Tiket.com akhirnya menjadi unicorn pada awal tahun 2021.

Tiket.com sendiri didirikan tahun 2011 dan diakuisisi Djarum Group melalui Blibli pada tahun 2017. Saat ini keduanya tetap berjalan dengan entitas legal (PT) terpisah, sehingga memungkinkan jika Tiket.com melangsungkan IPO terlebih dulu.

8. J&T Express

Awal tahun 2021, J&T Express telah menjadi unicorn dengan valuasi sebesar mencapai 7,8 miliar dollar AS atau setara Rp 113,5 Triliun. J&T Express menduduki posisi kedua sebagai startup unicorn Indonesia dengan nilai valuasi terbesar setelah Gojek.

J&T Express menjadi mitra pengiriman logistik dari sejumlah e-commerce besar, termasuk, Tokopedia, Bukalapak, Blibli, Shopee, dan JD.id.

9. Kredivo

Kredivo merupakan startup yang berada di bawah naungan PT FinAccel Teknologi Indonesia dan berdiri pada Desember 2015. Kredivo memiliki performa serta pertumbuhan yang pesat hanya dalam waktu kurang dari 6 tahun sejak didirikan sehingga menarik perhatian para investor.

Sama dengan blibli.com, Kredivo menjadi unicorn pada pertengahan tahun 2021 ini.

10. Xendit

September 2021, Xendit mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $150 juta atau setara 2,1 triliun Rupiah. Putaran ini sekaligus mengokohkan valuasi perusahaan di atas $1 miliar dan menjadikan Xendit sebagai startup “unicorn” selanjutnya di Indonesia.

Sebelumnya Xendit telah menutup putaran pendanaan seri B senilai $64,6 juta pada Maret 2021 lalu dipimpin Accel. Dengan perolehan baru ini, secara total mereka telah mengumpulkan dana Rp3,4 triliun ($238 juta) sejak ronde awal di tahun 2015.

11. Ajaib

Sama seperti namanya, Ajaib berhasil menjadi startup unicorn hanya dalam waktu 2,5 tahun. Ajaib menyandang gelar unicorn setelah menutup putaran seri B sebesar $153 juta (lebih dari 2,1 triliun Rupiah) yang dipimpin oleh DST Global. Pendanaan ini membawa jumlah total yang dikumpulkan Ajaib menjadi $243 juta. Ajaib sendiri telah memiliki 1 juta investor ritel saham, sejak pertama kali berdiri dua setengah tahun lalu.

 

Menutup tahun 2021 ini, sebuah kejutan muncul dari salah satu startup dengan dasar bisnisnya adalah kedai kopi, yaitu Kopi Kenangan. Desember 2021, Kopi Kenangan jadi “Unicorn New Retail” Pertama di Indonesia.

Kopi Kenangan mengumumkan telah menutup putaran pertama untuk pendanaan seri C senilai $96 juta atau setara 1,3 triliun Rupiah. Dengan tambahan dana investasi ini, perusahaan turut mengumumkan bahwa telah mencapai tonggak “unicorn” atau bervaluasi lebih dari $1 miliar. Dengan ini, Kopi Kenangan menambah deretan startup unicorn Indonesia.

Tidak hanya telah menjadi unicorn, beberapa startup lainnya juga sudah menjadi centaur di tahun ini. Untuk mengetahui informasi lainnya mengenai startup sepanjang 2021 ini, kunjungi DailySocial.id Annual Report 2021!

***

Disclosure : Artikel ini ditulis oleh Masni Rahmawatti. S

Cara Daftar Tiket.com PayLater Melalui Aplikasi

Akhir-akhir ini penggunaan layanan PayLater semakin meningkat. Kini, layanan ini juga telah digunakan pada sektor pariwisata. Tiket.com memungkinkan Anda untuk booking tiket liburan menggunakan layanan Tiket.com PayLater. Mari kenali lebih dalam cara kerja, syarat, dan cara daftar Tiket.com PayLater.

Cara Kerja dan Syarat Daftar Tiket.com PayLater

Sebagai salah satu aplikasi untuk booking tiket, Tike t.com kini menghadirkan metode pembayaran Tiket.com PayLater. Metode pembayaran Tiket.com PayLater memungkinkan Anda untuk membeli berbagai jenis produk di tiket.com tanpa harus membayarnya pada saat itu juga.

Pembayaran pesanan dapat Anda lakukan dalam periode cicilan 1 hingga 12 bulan. Untuk dapat menggunakan metode pembayaran ini, Anda harus memenuhi syarat yang telah ditentukan, yakni sebagai berikut:

  • Berusia 21-50 tahun.
  • Memiliki KTP.
  • Berada di wilayah yang tertera pada gambar berikut.
cara daftar tiket.com paylater
Sumber: Tiket.com

Setelah memenuhi syarat dan berhasil mendaftar, Anda dapat melakukan pembelian produk pada aplikasi tiket.com. Cara kerja penggunaan Tiket.com PayLater ini juga cukup mudah. Anda hanya perlu menempuh 4 langkah berikut ini:

  • Pilih Tiket.com PayLater sebagai metode pembayaran.
  • Pilih periode cicilan.
  • Nikmati produk yang Anda beli di Tiket.com.
  • Bayar tagihan tepat waktu.

Cara Daftar Tiket.com PayLater di Smartphone

Setelah memastikan bahwa data yang Anda miliki sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, selanjutnya Anda hanya perlu mengikuti cara daftar Tiket.com PayLater berikut ini.

cara daftar tiket.com paylater

  • Pilih “tiket PayLater”.

cara daftar tiket.com paylater

  • Lalu, klik “Ajukan PayLater”.

cara daftar tiket.com paylater

  • Selanjutnya, Anda akan diminta untuk mengisi detail informasi pribadi.

cara daftar tiket.com paylater

cara daftar tiket.com paylater

  • Setelah selesai, klik “Simpan”.
  • Berikutnya, Anda akan diminta untuk mengisi detail pekerjaan.

cara daftar tiket.com paylater

  • Lalu, klik “Simpan”.
  • Terakhir, Anda harus upload foto KTP dan foto selfie dengan KTP. Pastikan foto terlihat jelas.

cara daftar tiket.com paylater

cara daftar tiket.com paylater

  • Jika foto sudah terunggah, klik “Simpan”.
  • Setelah semua selesai, pengajuan Anda diproses. Anda akan dihubungi oleh tim terkait untuk melakukan verifikasi. Jadi, pastikan nomor Anda selalu aktif.
  • Jika pengajuan Anda disetujui, Anda akan mendapatkan notifikasi pada aplikasi dan Anda dapat menggunakan Tiket.com PayLater sebagai metode pembayaran.

Nah, itu dia cara daftar Tiket.com PayLater melalui aplikasi Tiket.com. Anda bisa booking tiket liburan sekarang dan bayar belakangan menggunakan Tiket.com PayLater.

Selain Go-Public, Tiket.com Buka Peluang Bergabung dengan Super App

Kabar rencana go-public Tiket.com kembali menguak, kali ini pernyataan dilontarkan langsung oleh George Hendrata selaku CEO. Kepada Bloomberg, ia membenarkan bahwa perusahaan tengah mempertimbangkan untuk melakukan merger dengan perusahaan cek kosong (SPAC). Meski demikian, pihaknya juga tengah mengeksplorasi IPO tradisional.

Hal menarik lain, George mengungkapkan bahwa Tiket.com berpotensi bergabung dengan salah satu super app di Asia Tenggara sebagai salah opsi aksi korporasi yang akan dilakukan. Kendati tidak disebutkan namanya, terminologi tersebut umumnya merujuk pada Gojek atau Grab.

Sebelumnya Tiket.com dan Gojek sempat berkolaborasi merilis layanan GoTravel pada tahun 2019. Gojek, yang baru meresmikan GoTo bersama Tokopedia, juga memiliki keterkaitan dengan Djarum Group sebagai pemegang saham. CEO Blibli Kusumo Martanto juga menjabat sebagai salah satu board member di Gojek.

George sendiri menakhodai Tiket.com pasca perusahaan diakuisisi oleh Djarum Group melalui Blibli pada tahun 2017 lalu. Sebelumnya ia menjabat sebagai Direktur Pengembangan/Diversifikasi Bisnis Djarum.

[go-public] pasti akan masuk tahun ini. IPO Tradisional, juga melihat itu, tapi untuk pemulihan [bisnis] perjalanan secara penuh, itu akan memakan waktu satu atau bahkan dua tahun. Opsi SPAC lebih cepat,” ujarnya seperti dikutip Bloomberg.

Kabar yang beredar sebelumnya, Tiket.com tengah berdiskusi dengan COVA Acquisition Corp. untuk kesepakatan merger dengan nilai $2 miliar. Kepada DailySocial pihak Tiket.com juga telah mengonfirmasi, bahwa valuasi perusahaan saat ini sudah di atas $1 miliar.

Dalam wawancara terpisah, perwakilan Tiket.com mengatakan bahwa pihaknya sedang menjajaki sejumlah opsi strategis, IPO jadi salah satunya. “Kami belum dapat memberikan konfirmasi perihal target jadwal,” ujarnya.

Terkait putaran pendanaan baru, pihaknya mengatakan “Kami didukung oleh pemegang saham dan ekosistem yang kuat. Kami terbuka menjajaki kemitraan yang strategis yang dapat bersinergi dengan kami, agar bisa sama-sama menumbuhkan ekosistem dengan lebih kuat.”

Kendati bisnis travel sangat terganggu akibat pembatasan di tengah pandemi, namun pihak Tiket.com cukup optimis bahwa tahun 2021 akan menjadi kebangkitan industri pariwisata Indonesia, didasari oleh hadirnya vaksin, meningkatnya permintaan perjalanan, dan harapan dibukanya kembali travel ban di seluruh dunia pada waktu mendatang.

Berbagai inisiatif produk juga dihadirkan sebagai bentuk penyesuaian di tengah kondisi saat ini. Misalnya meluncurkan tiket HOMES yang memberikan opsi kepada pelanggan untuk akomodasi non-hotel (rumah atau vila) dan tiket Paylater yang memberikan opsi kemudahan dalam metode pembayaran.

Selain itu juga ada tiket FLEXI dan tiket CLEAN, fitur-fitur yang memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk menentukan preferensi waktu perjalanan/liburan serta dapat memilih akomodasi atau destinasi wisata yang sudah memenuhi standar protokol kesehatan.

Opsi go-public oleh unicorn lokal terus mengerucut. Selain Tiket.com, startup lain meliputi Travelok, Bukalapak, GoTo, hingga Kredivo dikabarkan juga tengah dalam tahap penjajakan. Beberapa menargetkan bisa segera merealisasikan rencana tersebut tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Tiket.com Confirms the Unicorn Status, Considering IPO through SPAC on the NYSE

Tiket.com is exploring the potential to go public on the New York stock exchange through SPAC. According to a Bloomberg report, the company is in discussions with COVA Acquisition Corp. (COVA), with an estimated of $2 billion combined value of the companies. The company is also said to consider raising an additional $200 million through the PIPE scheme.

The representative of Tiket.com has confirmed the unicorn status. He ensured that the company is exploring the potential to go public.

“Regarding that, we can now confirm that Tiket.com is now a unicorn, and Tiket.com plans for an IPO in the future,” a spokesperson for Tiket.com said.

Tiket.com was founded in 2011 and acquired by the Djarum Group through Blibli in 2017. Currently, both are operating as separate legal entities (PT), therefore, it is possible whether Tiket.com run for an IPO first.

Tiket.com founders are Mikhael Gaery Undarsa (CMO), Wenas Agusetiawan, Dimas Surya Yaputra (CCO), and Natali Ardianto (CTO – already exited). George Hendrata currently serves as Tiket.com’s CEO.

In April 2021, Tiket.com’s Co-Founder & CMO Gaery Undarsa stated at the media gathering that airline ticket sales has increased by 331%, while hotel reservations increased by 321%.

The positive result was obtained amidst various restrictions due to the pandemic.

Previously, several unicorn startups had planned to go public through SPAC, including Traveloka, which is Tiket.com’s closest competitor. Other unicorns also  rumored to conduct an IPO, including GoTo (Gojek and Tokopedia) and Bukalapak. In addition, the MNC conglomerate’s OTT business unit has chosen a similar step.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Tiket.com Konfirmasi Sandang Status Unicorn, Jajaki Potensi Melantai di Bursa New York (UPDATED)

Menurut pemberitaan Bloomberg, Tiket.com dikabarkan menjajaki potensi go public di bursa saham New York melalui SPAC. Perusahaan tengah berdiskusi dengan COVA Acquisition Corp. (COVA), dengan estimasi nilai gabungan perusahaan mencapai $2 miliar. Perusahaan disebut juga berpotensi meraih dana tambahan $200 juta melalui skema PIPE.

Kepada DailySocial, pihak Tiket.com mengonfirmasi status unicorn ini. Mereka juga memastikan perusahaan sedang menjajaki potensi go public. Meskipun demikian, perusahan tidak menyebutkan apakah akan menggunakan kendaraan SPAC.

“Sehubungan dengan itu, saat ini kami dapat memastikan bahwa Tiket.com telah berstatus unicorn, dan Tiket.com memiliki rencana IPO ke depan,” ujar juru bicara Tiket.com.

Tiket.com didirikan tahun 2011 dan diakuisisi Djarum Group melalui Blibli pada tahun 2017. Saat ini keduanya tetap berjalan dengan entitas legal (PT) terpisah, sehingga memungkinkan jika Tiket.com melangsungkan IPO terlebih dulu.

Para pendiri Tiket.com adalah Mikhael Gaery Undarsa (CMO), Wenas Agusetiawan, Dimas Surya Yaputra (CCO), dan Natali Ardianto (CTO – sudah exit). George Hendrata saat ini menjadi CEO perusahaan.

Di sebuah kesempatan temu media pada April 2021 lalu, Co-Founder & CMO Tiket.com Gaery Undarsa menyampaikan penjualan tiket pesawat naik sebesar 331%, sementara reservasi hotel naik di angka 321%.

Capaian positif ini didapat di tengah berbagai pembatasan akibat pandemi.

Sebelumnya beberapa startup unicorn telah merencanakan go public via SPAC, termasuk Traveloka yang merupakan kompetitor terdekat Tiket.com. Unicorn lain yang dikabarkan hendak menjajaki IPO adalah GoTo (Gojek dan Tokopedia) dan Bukalapak. Di samping itu unit bisnis OTT konglomerasi MNC juga memilih langkah serupa.

Application Information Will Show Up Here

Catatkan Kinerja Positif di Q1 2021, Dua Pemain OTA Andalkan Tren “Staycation”

Dua pemain OTA lokal, yakni Tiket.com dan Pegipegi, mencatatkan pertumbuhan positif untuk bisnis tiket pesawat dan reservasi hotel sepanjang Q1 2021 dibandingkan periode sebelumnya. Tren staycation yang merebak sepanjang pandemi, menjadi salah satu faktor pendukung dibalik pencapaian tersebut.

Melihat dari kinerja Tiket.com, meski tidak dijabarkan dengan rinci, penjualan tiket pesawat dengan naik sebesar 331% reservasi hotel di angka 321%. Sementara itu, pertumbuhan tertinggi justru datang dari penjualan tiket aktivitas liburan TO DO melonjak hingga 10.083% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Lalu, dari segi pengguna naik 299% atau hampir tiga kali lipat.

Kenaikan pesat TO DO yang pesat, tak lain karena produk ini baru dirilis bertepatan pada Maret 2020 dan peresmiannya dilakukan pada awal tahun ini. Kendati masih jadi produk baru, Co-Founder & CMO Tiket.com Gaery Undarsa menerangkan, TO DO menjawab kebutuhan pelanggan untuk mengunjungi tempat atraksi dan playground buat keluarga, dan kebutuhan pelengkap perjalanan tes Covid-19.

“Kami melihat masyarakat sekarang sudah lebih strategis saat merencanakan liburannya. [..] Angka transaksi yang meningkat tajam dalam reservasi hotel menjadi bukti keberhasilan Tiket.com dalam mengajak masyarakat untuk liburan baik dalam bentuk staycation, Work From Hotel, atau liburan dekat rumah secara aman dan sesuai protokol kesehatan,” terangnya, Senin (19/4).

Gaery melanjutkan, “Performa Q1 Tiket.com jauh melampaui best case scenario yang kami susun. Sebagai salah satu pelaku industri pariwisata, kami sangat optimis bahwa kinerja Tiket.com pada Q2 akan semakin tancap gas.”

Pencapaian positif juga dirasakan oleh Pegipegi yang mencatatkan tingkat pemulihan secara gabungan di dua bisnis utamanya sebesar 51%. Tidak dijabarkan lebih jauh kontribusi dari masing-masing bisnis tersebut. “Seiring berjalannya waktu, kami ingin recovery rate bisa melebihi angka 100% sampai akhir tahun ini,” ucap Head of Commercial Pegipegi Ryan Kartawidjaja, Selasa (20/4).

Berbeda dengan Tiket.com, yang mulai diversifikasi bisnis ke produk pendukung perjalanan (non-esensial), Pegipegi sejauh ini masih mengandalkan seluruh bisnisnya dari bisnis perjalanan dan reservasi hotel. Alhasil, perusahaan tak luput terkena dampak pandemi sejak Maret tahun lalu.

Meski tidak merinci seperti apa dampaknya terhadap perusahaan, Ryan mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tren okupansi hotel mengalami titik terendah pada April dan Mei 2020. Kemudian trennya terus merangkak naik pada bulan berikutnya hingga saat ini.

Kondisi yang sama juga terekam untuk tiket pesawat. Namun, perjalanan domestik perlahan-lahan mulai masuk ke titik pemulihan, sedangkan perjalanan internasional masih sangat terbatas karena pandemi yang belum usai.

“Kami melihat ada beberapa tren setelah post Covid-19, pada 1-2 tahun mendatang wisata domestik akan jadi tulang punggung pariwisata nasional. Lalu akan makin banyak pula konsumen yang memilih solusi digital karena lebih convenient, dan terakhir harga bukan lagi jadi concern utama karena sekarang banyak yang lebih mementingkan kenyamanan saat travelling,” imbuh Ryan.

Ia mengungkapkan Pegipegi sedang mempersiapkan inovasi baru pada tahun ini, namun masih menutup rapat-rapat terkait detailnya.

Andalkan tren staycation

Untuk mendongkrak transaksi di bisnis utama, kedua pemain OTA ini kompak membuat program marketing yang agresif. Gaery menuturkan, pencapaian Tiket.com tidak luput dari kontribusi kampanye yang rutin digelar, salah satunya Mendadak OTW (Online Tiket Week) yang digelar selama seminggu pada tanggal 5-11 April 2021 berhasil memberikan push kontribusi tambahan di awal Q2 2021.

Kampanye tersebut berhasil mendorong angka pembelian tiket pesawat sebesar 81%, reservasi hotel 131%, dan tiket TO DO 75%, kenaikan tersebut dibandingkan kampanye yang sama di awal tahun ini.

Adapun, destinasi yang banyak dikunjungi berdasarkan penjualan hotel saat kampanye berlangsung adalah Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya, dan Yogyakarta. Sementara untuk tiket pesawat adalah Surabaya, Medan, Makassar, Bali, dan Yogyakarta.

Pegipegi membuat program kampanye KURMA (Kejar Untung Ramadan) dengan kemudahan pemesanan tiket keberangkatan pesawat yang lebih fleksibel, baik kini atau nanti. Serta, alternatif promosi reservasi hotel untuk staycation. Dari riset internal yang dilakukan perusahaan, mengungkapkan sebanyak 69% responden berencana untuk staycation saat Lebaran, dan 28% responden lainnya menyatakan ingin staycation di luar kota namun masih dekat dengan kota tempat tinggal.

Hal lainnya yang diungkap dalam riset tersebut adalah sebanyak 83,3% responden memilih tidak pulang kampung pada tahun 2020 lalu. Sebelum adanya larangan mudik, sebanyak 72% responden berencana pulang kampung di tahun 2021 ini. Sedangkan 28% responden memutuskan tidak pulang kampung di tahun 2021 ini.

Riset ini dilakukan untuk mengetahui preferensi pulang kampung Lebaran 2021 yang diikuti lebih dari 700 responden di seluruh Indonesia. Riset dilakukan sepanjang 25 Maret-1 April dan dilakukan dengan metode online.

Seperti diketahui, awal tahun, mudik, dan akhir tahun adalah peak season bagi para pemain industri pariwisata. Karena pandemi masih berlangsung, pemerintah tetap melarang mudik. Data BPS mencatat pada tahun lalu ketika lebaran jatuh di 23-24 Mei, jumlah penumpang malah mengalami penurunan tajam Mei 2020 sebagai imbas pelarangan mudik 2020. Dari 840.000 penumpang April 2020 menjadi 90.000 penumpang Mei 2020, meski naik lagi ke Juni 2020 menjadi 620.000 penumpang.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Tiket.com Resmikan Fitur Aktivitas Liburan “TO DO”

Tiket.com meresmikan fitur aktivitas liburan “TO DO”, setelah pertama kali soft launch pada Maret 2020. Diklaim, fitur ini tumbuh paling signifikan hingga 515% untuk angka penjualan tiket pada kuartal III dan IV 2020, melampaui kinerja tiket pesawat dan akomodasi masing-masing sebesar 89% dan 118%.

Co-Founder & CMO Tiket.com Gaery Undarsa menerangkan, awalnya TO DO baru melayani kategori tiket atraksi dan wahana. Namun sekarang TO DO menaungi 10 kategori dengan lebih dari 10.200 pilihan kegiatan online dan offline, 386 event di 62 negara. Khusus di Indonesia, tersedia 2 ribu pilihan kegiatan dan 380 event yang dapat dipilih konsumen.

TO DO dibentuk untuk melengkapi produk yang sudah kita punya, sekaligus menanggapi kebutuhan konsumen saat ini,” ucap Gaery saat konferensi pers virtual, Kamis (28/1).

Ada 10 kategori di dalam TO DO, di antaranya TO DO Online yang berisi jajaran kegiatan online seperti kelas online, seminar, gala premier film, podcast, dan lain-lain; atraksi; event (konser musik dan seminar); pelengkap perjalanan (travel essentials seperti tes Covid-19, pembelian SIM card); transportasi; tur; tempat bermain; kecantikan dan kebugaran; wisata kuliner; permainan dan hobi.

Dari keseluruhan kategori di atas, travel esensial, atraksi, dan event menjadi kategori yang paling banyak dibeli konsumen. Hal ini selaras dengan kondisi di mana konsumen yang mulai bepergian harus melengkapi sejumlah persyaratan dokumen kesehatan, sementara agar tidak bosan di rumah membeli tiket aktivitas online.

Ke depannya, perusahaan akan terus menambah kemitraan dengan berbagai pemain industri pariwisata on board ke dalam TO DO. Gaery menuturkan, selain industri penerbangan dan perhotelan, ada jutaan orang di sekitarnya yang terdampak akibat pandemi.

“Ada tempat rekreasi, tour guide, tempat souvenir, di sekitar industri pariwisata yang bisa dikunjungi. Ini yang sedang kami coba support mereka dengan bergabung ke TO DO,” pungkasnya.

Konsep yang sama juga sudah diluncurkan kompetitor terdekatnya, Traveloka dengan fitur Xperience. Agar lebih kompetitif, perusahaan baru merilis kategori OnlineXperience yang menawarkan lebih dari 100 sesi unik yang dirancang untuk mendorong konsumen menikmati waktu luang di rumah bersama keluarga.

Traveloka Xperience sendiri dirilis pada 2019. Sejak pandemi, perusahaan merilis layanan travel esensial berupa uji tes Covid-19. diklaim, fitur ini dimanfaatkan oleh 200 ribu pengguna.

Application Information Will Show Up Here

Tiket.com Gandeng Indodana Rilis Fitur Paylater

Tiket.com akhirnya luncurkan produk paylater, memungkinkan penggunanya untuk mendapatkan fasilitas cicilan tanpa kartu kredit limit hingga 10 juta rupiah dengan tenor sampai 12 bulan. Dalam pembaruan terkini aplikasi, disampaikan bahwa fitur ini baru digulirkan secara terbatas.

Dalam pembiayaannya, Tiket.com menggandeng platform p2p lending Indodana. Sebelumnya diketahui, bahwa Indodana merupakan bagian dari Cermati. Sementara Cermati dan Tiket.com berada di bawah naungan investor yang sama.

Gambaran fitur paylater di Tiket.com
Gambaran fitur paylater di Tiket.com

Rencana peluncuran Tiket Paylater sebenarnya sudah beredar sejak awal tahun 2019 lalu. Seperti dikutip Katadata, kala itu Co-Founder & CMO Tiket.com Gaery Undarsa mengatakan fitur tersebut tengah dalam finalisasi dan direncanakan diluncurkan kuartal kedua tahun 2019. Ia pun mengatakan, Kredivo dipilih sebagai mitra fintech yang memberikan pendanaan. Namun pada akhirnya rencana realisasi fitur tersebut molor dan kerja sama kedua perusahaan pun tidak dilanjutkan.

Dikutip dari laman resmi Tiket.com, layanan paylater ini hanya bisa digunakan oleh pengguna yang berdomisili di wilayah Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Adapun proses verifikasi pengajuan akan dilakukan kilat, antara 15 menit atau paling lama 1 hari kerja. Tiket Paylater bisa digunakan untuk membayar semua varian produk yang ada di aplikasi Tiket.com, kecuali layanan Pay at Hotel.

Indodana fokus garap produk paylater

Saat ini Indodana sudah mengantongi status terdaftar dan berizin dari OJK. Beberapa waktu lalu DailySocial berkesempatan untuk mewawancara Ronny Wijaya selaku Direktur Utama Indodana.

Ia menyampaikan, “Kami sekarang sedang fokus untuk mengembangkan produk paylater untuk memberikan kenyamanan untuk masyarakat untuk berbelanja sekarang dan bayar nanti. Untuk melakukan ini Indodana sudah bekerja sama dengan merchant online dan juga pemain e-money.”

Bulan lalu, Bukalapak bersama Indodana juga baru rilis fitur “Bayar Tempo”, solusi paylater untuk para mitra guna mengembangkan usaha mereka.

Menurut statistik internal perusahaan, aplikasi Indodana sudah diunduh lebih dari 3 juta pengguna di seluruh Indonesia. Sejauh ini mereka sudah menyalurkan sekitar 1 triliun Rupiah untuk 30 ribu nasabah, baik untuk peminjam personal maupun UKM.

Paylater lainnya

Sebelumnya beberapa platform sudah gulirkan layanan paylater. Sebagian besar bermitra dengan fintech, kendati ada yang mulai gandeng bank untuk beri pembiayaan. Menariknya, beberapa platform mulai dirikan fintech-nya sendiri untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut – dengan berbagai skema bisnis, melalui anak perusahaan atau proses akuisisi.

Contohnya Findaya yang dikhususkan untuk topang layanan pinjaman/permodalan di Gojek. Kemudian Caturnusa yang mulai fasilitasi secara khusus layanan paylater di Traveloka.  Kemudian ada juga Lentera Dana Nusantara yang terafiliasi secara khusus dengan layanan finansial Shopee.

Berbagai layanan paylater di platform populer lokal
Berbagai layanan paylater di platform populer lokal

Tersedianya produk paylater di berbagai platform ditengarai kebutuhan pengguna terhadap layanan kredit di tengah penetrasi kartu kredit yang stagnan. Statistik BI per November 2019 memaparkan, jumlah kartu kredit yang beredar sebanyak 17,38 juta unit, naik tipis 0,65% secara year on year.

Disclosure: Baik Cermati maupun Tiket.com masih terafiliasi dengan DailySocial di bawah payung GDP Venture dan Djarum Group

Imbas COVID-19 Terhadap Layanan OTA dan Industri Pariwisata

Penyebaran virus Corona (COVID-19) yang bermula di Tiongkok adalah kabar buruk untuk industri pariwisata dan industri penunjangnya. Dampak buruk ini menyebabkan pelaku industri mengencangkan ikat pinggang sambil menunggu kabar baik penanganan wabah ini.

Merebaknya COVID-19 di Wuhan, Tiongkok, pada akhir Januari lalu sudah dipastikan mengganggu industri pariwisata global, termasuk di Indonesia. Layanan penerbangan dan pemesanan hotel adalah dua pos yang paling terpukul akibat penyakit tersebut.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Desember 2019, wisatawan mancanegara secara berurutan paling banyak berasal dari Malaysia, Singapura, dan Tiongkok. Tiongkok sendiri menyumbang sekitar 2 juta turis sepanjang tahun lalu atau peringkat kedua dengan 12,8 persen total wisman. Sementara Malaysia, Singapura, dan wisman dari negara Asia Tenggara lainnya berjumlah 6,1 juta.

Laporan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memperjelas lebih detail pelemahan pariwisata di sejumlah daerah. PHRI menyebut Bali mengalami penurunan yang cukup drastis. Di beberapa titik wisata favorit warga Tiongkok seperti Nusa Dua, Tuban, dan Legian okupansinya anjlok 60-80 persen. Kedatangan penumpang internasional di Bandara Ngurah Rai tercatat stagnan di bawah 15.000 hingga di bawah 14.000 sejak akhir Januari hingga pertengahan Februari. Jumlah pesawat internasional ke Bali pun sempat terpuruk hingga 80-an saja. Padahal sepanjang Januari jumlahnya masih konstan di atas 100-an penerbangan.

Secara keseluruhan tingkat okupansi hotel di Bali hanya sekitar 30-40 persen. Hal yang sama terjadi di Manado yang didominasi wisman Tiongkok. PHRI menyebut okupansi hotel di sana turun 30-40 persen menjadi 30 persen saja.

Imbas terhadap OTA

Online travel agency (OTA) otomatis kena imbas dari situasi ini. Pegipegi melalui keterangan tertulisnya menitikberatkan penurunan pemesanan perjalanan domestik. Hal itu terjadi terutama ketika pemerintah mengumumkan kasus COVID-19 pertama pada Senin (2/3) lalu.

“Saat ini dapat kami lihat bahwa permintaan pemesanan perjalanan untuk destinasi domestik mengalami penurunan mengingat informasi kasus Corona di Indonesia baru saja diumumkan awal minggu ini,” ujar Corporate Communications Manager Pegipegi Busyra Oryza kepada Dailysocial.

Kontribusi OTA dalam ekonomi pariwisata Tanah Air tak bisa dianggap remeh. Databoks Katadata menunjukkan transaksi tiket online berada di angka US$8,6 miliar atau Rp125 triliun pada 2018. Angka itu diprediksi tumbuh hingga US$25 miliar atau Rp355 triliun pada 2025. Nominal ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara.

Sektor pariwisata menyumbang 5,25% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2018 yang sebesar Rp14.837 triliun. Ini artinya dari sekitar Rp779 triliun yang disumbangkan sektor pariwisata, sekitar 16 persen di antaranya berasal dari transaksi online.

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet yakin pelaku OTA di Indonesia pasti terpukul akibat COVID-19. Akan tetapi Yusuf melihat mereka bukan tanpa harapan dalam situasi genting seperti sekarang.

Yusuf berpendapat layanan OTA dapat menambal situasi yang ada dengan layanan sampingan mereka dan mengencangkan promosi untuk pasar domestik. Layanan OTA ternama, seperti Traveloka dan Tiket.com, sudah memiliki sejumlah layanan yang tak terkait dengan pemesanan penginapan maupun tiket pesawat seperti pemesanan makanan atau pemesanan tiket pusat rekreasi.

“Menurut saya mereka bisa memanfaatkan potensi wisatawan domestik tapi yang sifatnya lebih lokal. seperti wisata kuliner,” ucap Yusuf.

Bhima Yudhistira, ekonom Indef, mengatakan pukulan wabah terhadap OTA, terutama yang sudah beroperasi hingga ke mancanegara seperti Traveloka cukup besar. Hampir senada dengan pernyataan Yusuf, menurut Bhima harapan terletak pada kantong wisata domestik yang tinggal beberapa bulan lagi menyambut musim Lebaran.

“Setidaknya ini bisa menjaga situasi agar tak terlalu turun. Apalagi beberapa bulan lagi Lebaran jadi pasti akan ada kenaikan. Walau ada virus Corona, wisatawan domestik akan menyemaptkan pulang, jadi menurut saya masih akan cukup kuat [di domestik],” sambung Bhima.

Perwakilan Traveloka, yang dihubungi secara terpisah, mengaku prihatin atas situasi yang terjadi. Namun mereka menolak menjelaskan sejauh apa dampak yang mereka terima akibat kasus COVID-19. “Saat ini fokus kami adalah mengutamakan keamanan dan kenyamanan pengguna dalam merencanakan perjalanannya,” ujar Head of Marketing, Transport, Traveloka Andhini Putri.

Respons Pegipegi tak jauh berbeda. Mereka masih sibuk mengakomodasi kebutuhan para pelancong yang menggunakan jasa mereka, termasuk dalam pembatalan reservasi. “Saat ini, bagi pelanggan yang ingin membatalkan pemesanan mereka, dapat dilakukan dengan mudah melalui aplikasi Pegipegi dengan menggunakan fitur Online Refund,” imbuh Busyra.

Insentif pemerintah

Kontribusi pariwisata memang masih belum sebesar sektor manufaktur atau perdagangan, namun subsektor yang dinaunginya dan pertumbuhannya yang selalu positif cukup menjadi alasan bagi pemerintah untuk menelurkan sejumlah insentif.

Beberapa insentif itu misalnya dana Rp72 miliar untuk influencer (kemudian ditangguhkan); Rp860 miliar berupa diskon tiket peerbangan sebesar 50% untuk 10 destinasi wisata unggulan seperti Danau Toba, Yogyakarta, Bali, hingga Labuan Bajo; dan beberapa insentif lainnya. Nominal-nominal itu adalah insentif tambahan khusus untuk sektor yang berkenaan dengan pariwisata dengan total nominal Rp298,5 miliar. Sebelumnya pemerintah sudah memastikan mengguyur Rp10,3 triliun untuk berbagai sektor sebagai antisipasi pelambatan ekonomi.

Yusuf menilai sejumlah insentif itu patut diapresiasi meski ada beberapa hal yang masih harus dikritisi. Ia menganggap pemerintah belum terlalu rinci terkait penerapan insentif itu. Contohnya adalah diskon tiket penerbangan yang belum jelas berlaku untuk destinasi wisata unggulan saja atau untuk seluruh Indonesia.

Poin ini juga yang menjadi kritik PHRI. Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani menilai tidak terlalu fokus pada lima destinasi super prioritas, tapi juga ke daerah-daerah yang memiliki bisnis pariwisata mapan.

“Relaksasi pajak insentif jangan hanya ditujukan ke 5 Destinasi Prioritas dan destinasi yang memiliki wisman dari China saja, namun juga ditujukan ke
destinasi yang memiliki international direct flight dari negara negara lain yang kunjungan wisman juga menurun seperti Singapura, Vietnam, Korea Selatan dan
Malaysia,” tukas Hariyadi dalam paparannya.

Hingga tulisan ini dibuat sudah tercatat enam orang yang dinyatakan positif mengidap virus COVID-19 tanpa korban jiwa. Total di seluruh dunia, virus ini menyebabkan nyaris 99 ribu kasus, dengan korban jiwa sebanyak 3.390, dan korban yang pulih sekitar 56 ribu. Tiongkok, Korea Selatan, Italia, dan Iran merupakan empat negara yang saat ini paling menderita akibat wabah ini.

Tiket Incar Tambahan Dana Segar, Siap Cetak Laba di Tahun 2021

Platform OTA Tiket mengungkapkan sedang mengincar dana segar untuk kebutuhan ekspansi bisnis. Perusahaan juga menargetkan segera cetak laba pada dua tahun mendatang karena diklaim memiliki revenue stream yang jelas.

CEO Tiket George Hendrata enggan menyebut berapa besar kebutuhan dana yang diincar. Dana segar bakal dipakai untuk ekspansi bisnis perusahaan. Perusahaan sedang giat membuka kantor baru baik di Indonesia maupun di luar negeri.

“Sekarang revenue line (bisnis) sudah jelas dan makin besar (potensi OTA). Pertumbuhan kami per tahunnya selalu di atas 100%, kalau sudah di atas itu kita buka diri lagi untuk fundraising ke investor strategis agar Tiket bisa lebih mantap lagi ke depannya,” ucap dia, kemarin (16/1).

Setelah Tiket diakuisisi penuh oleh Blibli, pada pertengahan Juli 2017, perusahaan tidak melakukan penggalangan dana eksternal. Pun sebelumnya, sejak dibangun pada 2011, Tiket termasuk startup yang tidak pernah mencari pendanaan lanjutan dari investor. Dana awal diperoleh dari angel investor senilai $1 juta.

Menurut George, penggalangan dana adalah suatu kebutuhan buat startup yang ingin tumbuh dengan cepat, di sokong oleh kapital yang selalu tersedia. Kelebihan di dunia OTA, ini adalah industri tertua dibanding e-commerce maupun ride sharing, sehingga penetrasinya lebih tinggi.

Ambil contoh, sambungnya, di negara maju penetrasi OTA mencapai 60%-70%, sedangkan di Tiongkok sudah 50%. Indonesia sendiri sudah 30%. Angka ini berpotensi terus meningkat ke depannya, mengingat melancong sudah menjadi bagian dari kebutuhan hidup.

“OTA di luar (negeri) sudah profit karena punya revenue stream yang jelas, kebutuhan travelling juga besar, makanya size bisnis di pasar ini besar sekali. Kita mau agresif. Tiket ini jago kandang, kalau mau besar dan masuk ke lokasi baru, kita butuh partner yang kuat di daerah masing-masing.”

Terlebih itu, perusahaan berstatus unicorn biasanya memiliki investor lebih dari satu. Hal tersebut memiliki keuntungan, ada nilai tambah dalam pengembangan bisnis si perusahaan tersebut. Dalam artian, kapasitas jadi lebih besar, corporate governance lebih bagus, serta lebih mudah saat menjaring talenta baru.

Dia menyebut, saat ini Tiket mulai agresif mencari talenta baru baik di dalam maupun luar negeri. Ekspansi kantor perdana dimulai dari awal tahun lalu dengan membuka kantor di Vancouver, Kanada sebagai R&D. Pemilihan lokasi ini secara strategis memiliki kedekatan dengan Silicon Valley, menyimpan potensi talenta engineer yang bagus.

“Ada banyak talenta Indonesia yang berkarier di luar, kami berusaha mendekatkan diri ke mereka. Di samping itu, area computer science dan engineer lebih maju, kami perlu talenta seperti mereka.”

Selain Kanada, Tiket punya kantor di Singapura, Malaysia, dan Thailand sebagai kantor pemasaran. Di dalam negeri, Tiket menambah lokasi kantor di Jakarta (tiga kantor), Bali, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Bandung, Medan, dan Makassar.

Lokasi kantor Tiket di Grha Niaga Thamrin (Jakarta), Bandung, dan Yogyakarta menjadi tempat R&D di dalam negeri. Total karyawan Tiket secara keseluruhan ada lebih dari 1.300 orang, meningkat dari akhir 2018 sebanyak 800 orang.

“Kantor Tiket di Singapura sebenarnya sudah dapat entity sejak Maret 2019 pakai nama Global Tiket Network Ltd.,, tapi office-nya baru di resmikan kemarin. Semua kantor kita di luar negeri pakai entitas yang jelas, mengikuti aturan yang berlaku di sana,” tambah Chief People Officer Dudi Arisandi.

Menurut Dudi, pemilihan lokasi kantor Tiket ini berkaca pada tingginya kunjungan destinasi wisata. Perusahaan pun perlu lebih mendekatkan diri kepada konsumen bila ada keluhan, sekaligus permudah relasi dengan mitra hotel demi tambahan suplai inventaris kamar.

Siap menuju profitabilitas

George mengklaim perusahaan dalam dua tahun lagi akan menuju profitabilitas, mengikuti jejak pemain OTA global lainnya. Dia juga mulai mempertimbangkan untuk IPO ketika target tersebut dapat tercapai.

Perusahaan OTA, menurutnya, memiliki revenue stream yang jelas. Ada komisi yang didapat dari mitra ketika berhasil menjual kamar hotel atau tiket penerbangan. Revenue take rate di OTA di kisaran 5%-25% tergantung produk yang berhasil di jual. Angka ini jauh lebih tinggi daripada perusahaan e-commerce yang umumnya take rate-nya 1%-2%.

“Lalu persaingan antar pemain OTA ini masih wajar. Tidak terlalu ‘gila’ seperti ride sharing. Jadi path-nya ini sudah bagus dan industrinya jauh lebih sehat. Kalau kita, path-nya ini sudah menuju profit, dalam dua tahun harusnya sudah bisa.”

Pertimbangan untuk melantai di bursa saham pun muncul ketika perusahaan sudah profit. George mengatakan IPO adalah langkah yang perlu bila perusahaan ingin berkembang di negara lain. Pasalnya, perusahaan akan memiliki governance yang lebih bagus, exposure ke investor juga jauh lebih besar.

Tanpa menyebut detail, Tiket mencatat pertumbuhan bisnis lebih dari 150% di 2019 dibandingkan tahun 2018. Kenaikan tertinggi datang dari pemesanan tiket pesawat. Destinasi yang paling banyak dikunjungi adalah Surabaya, Makassar, Medan, Singapura, Kuala Lumpur, dan Hong Kong.

Beberapa fitur yang dikembangkan perusahaan diantaranya Hotel Now, Smart Trip, Pay at Hotel, Smart Refund, Smart Rechedule, Online Check-in, Group Booking, dan Tiket Anti Galau. Perusahaan menyediakan fasilitas Airport Transfer dan Airport Lounge di 10 bandara besar di Indonesia.

Dalam waktu dekat, aplikasi Tiket akan dipersonalisasi sesuai kebiasaan pengguna dengan machine learning dan AI. “Tanpa disuruh [aplikasi] bisa lebih mengerti kita arahnya mau ke mana, ada rekomendasi tujuan yang sudah dipersonalisasi,” tutup George.

Application Information Will Show Up Here