Traveloka Menutup Operasional Layanan “Online Grocery”

Traveloka menambah deretan startup di Indonesia yang melakukan efisiensi di tengah gejolak ekonomi. Traveloka menutup operasional layanan online groceryTraveloka Mart” meski baru beroperasi dalam waktu enam bulan.

“Kami informasikan bahwa kami akan memberhentikan layanan Traveloka Mart sebagai bagian dari strategi bisnis dan prioritas perusahaan,” ungkap perwakilan Traveloka dalam pernyataan resminya.

Pihaknya memastikan para karyawan, mitra, dan pengguna tetap menjadi fokus utama untuk memastikan transisi berjalan dengan baik sesuai aturan yang berlaku. Traveloka akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyediakan dukungan dalam proses penutupan Traveloka Mart ini.

Sebagai informasi, Traveloka Mart memungkinkan pengguna untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Adapun, Traveloka Mart meluncur pada pertengahan Maret 2022 dan telah menggandeng sejumlah perusahaan ritel besar termasuk Lotte Mart.

Di samping itu, langkah Traveloka masuk ke online grocery menjadi strategi untuk memperkuat posisinya sebagai lifestyle superapp yang fokus pada pemenuhan gaya hidup, tak hanya sebagai online travel agency (OTA) saja.

Tantangan

Potensi pasar online grocery di Indonesia masih sangat besar mengingat jangkauannya masih terpusat di kota besar, seperti Jabodetabek. Mengacu laporan The Institute of Grocery Distribution (IGD) Asia, nilai pasar online grocery di Asia Tenggara diproyeksi tumbuh 198% dari $99 miliar di 2019 menjadi $295 miliar di 2023. Pertumbuhan layanan online grocery terutama terakselerasi akibat pandemi Covid-19.

Namun, online grocery dinilai masih terbentur sejumlah tantangan besar, terutama soal pemenuhan pesanan dan logistik meski transaksinya menyumbang lebih dari 50% dari total pengeluaran ritel di Asia Tenggara. Laporan e-Conomy SEA di 2020 menyebut tantangan ini dapat terjawab dengan inovasi berkelanjutan pada model bisnis dan infrastruktur logistik.

Dalam konteks platform superapp, hampir semua kini telah menyediakan layanan kebutuhan pokok secara on-demand. Beberapa di antaranya adalah GoTo (GoMart), Blibli (Blibli Mart), hingga Grab (GrabMart). Superapp yang sudah unicorn/decacorn telah memiliki infrastruktur logistik sendiri yang dapat dimanfaatkan untuk mengakomodasi pesanan kebutuhan pokok. Namun, tentu saja mereka akan bersaing dengan startup tahap awal maupun berkembang yang menawarkan layanan serupa.

Blibli, misalnya, memiliki dark store untuk mengoperasikan layanan ini lebih efisien. Model dark store dinilai dapat mendorong efisiensi dan efektivitas karena hanya menerima pesanan online dan pengiriman menjadi lebih cepat tanpa membukanya untuk pengunjung toko. Selain itu mereka juga telah memiliki kemitraan strategis dengan Ranch Market, melalui akuisisi saham mayoritas.

Dalam analisis DailySocial.id terkait gejolak bisnis quick commerce di global, Co-founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li menilai, dibandingkan model ritel yang sudah ada, quick commerce justru menunjukkan peningkatan hasil penjualan dan efisiensi biaya yang signifikan.

Namun, Venture Capitalist Eddi Danusaputro justru menekankan bahwa infrastruktur online grocery modern justru dibutuhkan di kota lapis dua mengingat supply dan demand di kota lapis satu sudah kuat. Model bisnisnya akan feasible, tetapi perlu diubah karena infrastruktur di tier 2, 3, dan seterusnya belum tentu sama.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Segera Bukukan Investasi dari Perusahaan Thailand

PTT Oil and Retail Business (OR) mengumumkan akan berinvestasi di platform perjalanan dan layanan lokal (OTA) Traveloka. Kesepakatan itu akan dilakukan melalui anak perusahaannya, PTTOR International Holdings Singapore.

Dari keterangan resmi seperti dikutip dari Asia Tech Daily, investasi tersebut merupakan langkah besar bagi OR untuk berekspansi ke sektor perjalanan dan berusaha menjadi solusi satu atap untuk semua gaya hidup.

Kolaborasi ini juga merupakan langkah positif dalam melanjutkan misi Traveloka untuk memenuhi aspirasi penggunanya dan memungkinkan lebih banyak mitra merchant dapat berkembang.

Menurut presiden dan CEO OR Jiraphon Kawswat, sektor perjalanan merupakan area fokus OR karena pariwisata adalah salah satu kontributor ekonomi utama bagi perekonomian Thailand. Sektor ini mempekerjakan sebagian besar penduduk Thailand dan banyak UKM Thailand juga bergantung pada segmen ini.

Seperti diketahui, sektor perjalanan di Thailand dan Asia Tenggara telah menikmati tingkat pertumbuhan yang tinggi sebelum pandemi Covid-19 dan diperkirakan akan pulih dengan cepat setelah pelonggaran pembatasan perjalanan dan pemulihan permintaan perjalanan.

Dia menambahkan, kolaborasi antara OR dan Traveloka akan memberikan solusi gaya hidup tambahan kepada pelanggan. Langkah ini strategis dengan ambisi perusahaan untuk menjadi solusi satu atap untuk semua gaya hidup. OR meramalkan banyak peluang dan kemungkinan yang dapat kedua perusahaan wujudkan dari kerja sama ini.

“Kemitraan ini tidak hanya dapat memberikan peluang baru untuk OR di sektor perjalanan, tetapi juga dapat menyediakan tempat tambahan bagi mitra dan aliansi bisnis OR yang ada untuk tumbuh bersama dengan OR dan untuk memberikan penawaran dan pengalaman yang lebih besar kepada pelanggan OR,” ujar Kawswat.

Dia melanjutkan, “Dengan memerhatikan posisi Traveloka sebagai platform online terkemuka untuk perjalanan dan layanan lokal di Asia Tenggara dan kemampuan teknologinya yang kuat, saya yakin ada berbagai bidang OR yang dapat dijelajahi bersama dengan Traveloka untuk lebih meningkatkan kemampuan teknologi kami.”

Co-founder dan CEO Traveloka Ferry Unardi menyampaikan, perusahaan melihat nilai yang sangat besar dari kolaborasi ini karena Traveloka melihat Thailand tumbuh dengan pesat, yang mengarah pada peluang yang lebih besar di industri pariwisata ini.

“Kami sangat senang bekerja dengan OR, dengan keahliannya dalam menciptakan bisnis yang hebat dengan pendekatan yang berfokus pada pelanggan, untuk menangkap permintaan dan memberikan solusi yang ditingkatkan kepada pelanggan kami, sambil juga menciptakan peluang baru bagi mitra pedagang kami di Thailand”, kata Ferry.

Sebelumnya, ambisi Traveloka untuk garap pasar Thailand cukup tinggi terlihat dari pendirian mendirikan Trex Ventures, perusahaan patungan dengan SCB 10X pada Maret 2021. Sayangnya, perusahaan tersebut tutup operasional pada 20 Desember 2021.

Saat peluncurannya, ambisi yang ingin ditawarkan dari Trex Ventures adalah memanfaatkan platform perbankan terkemuka di pasar SCB dan kemampuan digital Traveloka untuk menawarkan produk keuangan yang inovatif untuk masing-masing pengguna kedua perusahaan di Thailand.

Menjadi superapp gaya hidup

Semenjak pandemi, Traveloka kini menjelma menjadi superapp gaya hidup agar tetap relevan sembari menanti industri perjalanan dan pariwisata pulih akibat pandemi Covid-19. Setelah masuk ke layanan food delivery hingga healthtech, startup dengan valuasi ~$3 miliar tersebut kini masuk ke layanan online grocery lewat brand Traveloka Mart. Menu “Mart” saat ini bisa dijumpai di aplikasi.

Fitur tersebut memampukan pengguna Traveloka untuk membeli kebutuhan sehari-hari, seperti produk segar dan makanan beku. Untuk mengakomodasi kebutuhan ini, Traveloka telah bermitra dengan beberapa perusahaan peritel besar, termasuk Lotte Mart.

Sebelumnya, Traveloka meluncurkan halaman direktori untuk restoran, Kuliner Traveloka pada 2018. Kemudian, Xperience pada 2019 yang memiliki sekitar 15.000 kegiatan di lebih dari 60 negara, mencakup acara, film, hingga lokakarya. Selain itu, Traveloka juga merambah ke sektor healthtech dengan menghadirkan telekonsultasi dan layanan tes PCR dan antigen.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Terus Perluas Kerja Sama dengan Perbankan

Traveloka semakin intensif menjalin kerja sama dengan perbankan lokal. Pekan lalu, mereka baru saja mempererat hubungan dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kali ini kesepakatan tersebut berhasil membawa layanan OTA milik Traveloka masuk di aplikasi mobile banking BRImo.

Pengguna BRImo kini bisa memesan berbagai jenis akomodasi, mulai dari Pesawat, Hotel, sampai dengan Bus/Shuttle tanpa harus berpindah aplikasi lewat menu “Travel”. BRImo sendiri juga memiliki misi untuk menjadi financial super apps agar bisa melayani berbagai kebutuhan nasabah dalam satu aplikasi saja.

Direktur Bisnis Konsumer BRI Handayani mengungkapkan, kerja sama strategis bersama Traveloka diharapkan bisa menjadi solusi bagi nasabah yang ingin merayakan hari raya Idul Fitri di kampung halaman.

“Dengan adanya kerja sama strategis dengan Traveloka, kami harapkan dapat memberikan value tambahan kepada nasabah dan hal ini merupakan bagian dari transformasi BRI untuk memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi melalui BRImo SuperApps yang sudah terintegrasi dengan Traveloka, sehingga nasabah tidak perlu lagi berpindah-pindah aplikasi untuk melakukan pembelian tiket,” ujar Handayani.

Sebelumnya kerja sama Traveloka dan BRI sudah terjalin sejak tahun 2019 lalu, ketika keduanya bersama-sama meluncurkan kartu kredit Paylater Card. BRI juga sempat dikabarkan tengah menjajaki investasi strategis ke Traveloka — namun ketika kami coba konfirmasi ke pihak terkait, mereka menolak untuk memberikan komentar.

Kerja sama dengan Bank Jago

Selang sepekan, Traveloka kembali mengumumkan kerja samanya dengan Bank Jago. Tujuannya untuk memperluas penyaluran kredit lewat Traveloka Paylater. Hal ini dilakukan di tengah pertumbuhan pesat layanan pembiayaan tersebut. Diklaim Traveloka Paylater telah tumbuh hingga 10x lipat sejak pertama diluncurkan tahun 2018 dan menyasar masyarakat underbanked yang terkendala masalah finansial.

“Kemitraan dengan Bank Jago telah memperluas peluang penyaluran kredit kepada masyarakat underbanked di Indonesia, khususnya pengguna Traveloka Paylater yang kerap kali mengalami kesulitan akses finansial untuk memenuhi kebutuhan perjalanan dan gaya hidup mereka […] Melalui kerja sama ini kami optimis untuk dapat memberikan kontribusi terhadap inklusi keuangan serta berharap dapat meningkatkan nilai bisnis kedua belah pihak,” ujar CFO Traveloka & Presiden PT Caturnusa Sejahtera Finance Doan Lingga.

PT Caturnusa Sejahtera Finance adalah perusahaan pembiayaan di bawah Traveloka yang memiliki lisensi untuk memberikan layanan pinjaman berbasis teknologi.

Dukung debut digital Allo Bank

Allo Bank awal tahun ini mendapatkan dukungan strategis dari berbagai pebisnis digital, termasuk Bukalapak, Carro, dan Grab. Tak mau ketinggalan, Traveloka pun turut terlibat mendukung debut produk bank digital yang akan segera diluncurkan ke publik oleh Allo. Dukungannya tidak berbentuk kapital seperti dari yang lain, namun ada kemungkinan integrasi dengan superapp lifestyle di ekosistem Traveloka.

Dalam sambutannya mengenai kerja sama dengan Allo Bank, Co-Founder & CEO Traveloka Ferry Unardi berujar, “Saya antusias untuk menyambut Allo di Traveloka. Sebagai superapp lifestyle, kami adalah platform independen dengan beragam penyedia kredit di Indonesia dan kami akan bekerja sama dengan Allo untuk menyesuaikan produk-produk pinjaman ini dengan kebutuhan gaya hidup dan aspirasi para pengguna kami.”

Lini fintech berpotensi jadi bisnis besar

Lebih dari sekadar OTA, ambisi Traveloka untuk membangun aplikasi gaya hidup yang menyeluruh terus diperlihatkan. Tak terkecuali melalui inovasi fintech yang terus diperkuat untuk mendukung sistem transaksi. Selain tiga bank di atas, sebenarnya ada pihak lain yang sebelumnya turut memberikan dukungan khusus ke lini finansial Traveloka ini, sebut saja BNI yang turut mendukung produk paylater mereka.

Dalam sebuah kesempatan di akhir 2019, bahkan salah satu eksekutif Traveloka sempat sesumbar bahwa lini fintech Traveloka —termasuk di dalamnya paylater— telah mendekati menjadi bisnis bernilai $1 miliar.

Lewat PT Caturnusa Sejahtera Finance, Traveloka juga cukup leluasa berinovasi dengan layanan pembiayaan dan turunannya. Dalam POJK 35 Tahun 2018, OJK menjelaskan perusahaan pembiayaan diberi keleluasaan untuk menambah variasi produk pembiayaan yakni multiguna. Multiguna adalah jenis pembiayaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha atau aktivitas produktif dalam jangka waktu yang diperjanjikan.

Dukungan lembaga finansial seperti bank jelas dapat memberikan kekuatan lebih bagi Traveloka untuk mengoptimalkan potensi bisnis fintech-nya. Karena kolaborasinya dengan perbankan juga bisa direalisasikan dalam berbagai bentuk, seperti yang sudah dilakukan sebelumnya termasuk perluasan akses kredit dan loan channeling.

Application Information Will Show Up Here

Getstok Dikabarkan Mendapat Pendanaan 154 Miliar Rupiah, Masih Mode “Stealth” Garap Platform B2B Commerce

Ukuran pasar B2B commerce di Indonesia telah mencapai $6,99 miliar pada tahun 2018. Dan diproyeksikan akan terus bertumbuh hingga $21,33 miliar tahun 2023 dengan CAGR 25%, demikian hasil riset Reogma. Menariknya di pasar ini kebutuhan platform digital untuk pemenuhan kebutuhan bisnis memang berkembang pesat, bahkan sampai di level UMKM.

Salah satu proposisi nilai yang ditawarkan adalah proses pengadaan yang mengikuti kebijakan perusahaan melalui e-procurement. Di beberapa model bisnis, mereka juga berhasil menyajikan proses rantai-pasok yang lebih efisien, sehingga membuat harga lebih terjangkau. Bahkan sebagian platform B2B commerce memotong proses, dengan menghubungkan langsung prinsipal dan/atau pemilik brand dengan mitra pedagang.

Melihat potensi tersebut, Getstok bersemangat hadir sebagai platform B2B commerce dengan misi mendigitalkan mitra bisnis lewat inovasi digital. Belum banyak info yang bisa dikulik termasuk segmen pasar yang disasar, pasalnya startup yang didirikan oleh Arnold Pramudita ini tengah dalam mode “Stealth”.

Arnold sendiri sebelumnya bekerja selama 7 tahun di Traveloka, terakhir menjabat VP of Product Traveloka. Ia juga sempat bekerja di perusahaan ritel P&G.

Kendati belum meluncur ke publik, Getstok dikabarkan telah mendapatkan pendanaan seri A hingga $10,7 juta atau setara 154 miliar Rupiah, dengan East Ventures dan Traveloka sebagai investor utama. Dikatakan juga valuasi ditaksirkan telah mencapai $30 juta. Hal ini didasarkan data yang telah diinput ke regulator.

Unicorn OTA tersebut masuk ke pendanaan ini melalui Jet Tech Innovation Ventures, unit modal ventura yang dimiliki Traveloka dan berbasis di Singapura. Melalui Jet Tech, Traveloka sebelumnya juga berinvestasi ke sejumlah startup, di antaranya Member.id dan PouchNATION.

Cakupan layanan B2B commerce

Satu hal yang membuat B2B commerce unik adalah layanan e-procurement, memungkinkan bisnis merencanakan dan melakukan pengadaan sesuai dengan kebijakan yang dimiliki. Hal ini termasuk dalam pengelolaan termin pembayaran, faktur pajak, dan sebagainya. Konsep seperti ini biasanya diaplikasikan untuk menjangkau klien korporasi dan pemerintahan (B2G). Sejumlah pemain di segmen ini seperti Bhinneka dan Mbiz.

Sementara itu, untuk model pengadaan yang lebih kecil seperti bagi UMKM, prosesnya jauh lebih sederhana. Pemain seperti Ula atau Warung Pintar memanfaatkan mobile app untuk menghadirkan sebuah marketplace yang memudahkan pemilik warung untuk mendapatkan stok barang. Sistem logistik dan gudang menjadi kunci untuk distribusi yang cepat.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Masuki Layanan Online Grocery

Traveloka memantapkan langkahnya untuk bertransformasi menjadi “lifestyle super app” sembari menanti industri perjalanan dan pariwisata pulih akibat pandemi Covid-19. Setelah masuk ke layanan food delivery hingga healthtech, startup dengan valuasi ~$3 miliar tersebut kini masuk ke layanan online grocery lewat brand Traveloka Mart. Menu “Mart” saat ini bisa dijumpai di aplikasi.

Fitur tersebut memampukan pengguna Traveloka untuk membeli kebutuhan sehari-hari, seperti produk segar dan makanan beku. Untuk mengakomodasi kebutuhan ini, Traveloka telah bermitra dengan beberapa perusahaan peritel besar, termasuk Lotte Mart.

“Mart” jadi menu baru di aplikasi Traveloka

Pengguna dapat mengakses layanan Mart langsung di aplikasi Traveloka dan dapat bertransaksi — di fase awal ini masih bebas ongkir tanpa minimum transaksi pembelian. Ketika masuk ke dalam menu tersebut, saat ini sudah ada beberapa opsi produk yang bisa dipilih pengguna.

Tampilan laman Mart di aplikasi Traveloka

Seperti diketahui, layanan OTA Traveloka terdampak cukup signifikan akibat pembatasan perjalanan sejak Covid-19 terjadi di awal 2020. Agar tetap relevan di masa pandemi, Traveloka mulai fokus untuk memperkuat layanan di kategori keuangan (paylater), gaya hidup, dan hiburan.

Traveloka meluncurkan halaman direktori untuk restoran, Kuliner Traveloka pada 2018. Kemudian, Xperience pada 2019 yang memiliki sekitar 15.000 kegiatan di lebih dari 60 negara, mencakup acara, film, hingga lokakarya. Selain itu, Traveloka juga merambah ke sektor healthtech dengan menghadirkan telekonsultasi dan layanan tes PCR dan antigen.

Pasar online grocery

Sejak dua tahun terakhir, layanan online grocery dan terakhir ada quick commerce termasuk fenomena baru yang mendorong pertumbuhan industri digital di Indonesia. Hal ini salah satunya dipicu oleh lonjakan permintaan belanja bahan pokok secara online di masa pandemi.

Bicara tren quick commerce, layanan ini didefinisikan sebagai layanan pengiriman barang habis pakai dalam rentang waktu 45 menit dengan biaya pengiriman normal. Mengutip laporan RedSeerquick commerce didorong oleh sejumlah faktor, seperti perubahan perilaku konsumen akibat Covid-19 dan perilaku belanja impulsif atau tak terencana. RedSeer memproyeksi pasar quick commerce sebesar $0,3 miliar di 2021 dan akan tumbuh 10-15 kali lipat menjadi $5 miliar dalam lima tahun mendatang.

Di Indonesia, terdapat sejumlah pelaku startup yang memosisikan bisnisnya sejak awal sebagai pelaku online grocery maupun quick commerce, misalnya Sayurbox, HappyFresh, Segari, dan Astro. Namun, ada juga startup e-commerce raksasa yang baru masuk ke layanan ini, seperti GoTo, Shopee, dan Blibli.

Mereka memanfaatkan jaringan logistik yang telah dibangun sejak lama agar dapat mengakomodasi kebutuhan instan ini. Bahkan beberapa di antaranya mengakuisisi perusahaan peritel besar untuk memperkuat jaringan supply chain mereka.

Ada GoTo yang mengakuisisi Matahari Putra Prima (pemilik Hypermart) dan Blibli dengan aksi serupanya terhadap Ranch Market.  Kemudian di awal tahun ini, anak usaha CT Corp, Trans Retail Indonesia bersama Bukalapak dan Growtheum Capital Partners (investor AlloBank) membentuk perusahaan patungan untuk mendirikan AlloFresh.

Kepada DailySocial beberapa waktu lalu, Co-founder dan CEO Astro Vincent Tjendra menilai tantangan utama membangun bisnis ini adalah membangun kebiasaan masyarakat. Pasalnya, banyak orang yang lebih memilih berbelanja kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional. Menurutnya, salah satu kunci untuk mengatasi hal ini adalah membangun titik (hub) penyimpanan produk sehingga memungkinkan pengirimannya ke lokasi terdekat pengguna.

Application Information Will Show Up Here

CT Bidik 10 Juta Pengguna Allo Bank di Tahun Pertama

PT Allo Bank Indonesia Tbk (IDX: BBHI) akan meluncurkan aplikasi mobile banking secara komersial pada Maret 2022. Untuk tahap awal, perusahaan membidik satu juta pengguna di minggu pertama peluncurannya.

Disampaikan pemilik CT Corp Chairul Tanjung, aplikasi Allo Bank baru tersedia untuk uji coba bagi kalangan karyawan di seluruh anak usahanya. Saat ini, Allo Bank telah dipakai sebanyak 43.000 pengguna.

“Di tahun pertama, kami membidik sebesar sepuluh juta pengguna, tetapi target ultimate kami sebesar 50 juta pengguna,” ungkap pria yang karib disapa CT ini dalam Jumpa Pers Allo Bank, Selasa (1/11).

CT juga menjelaskan bahwa pihaknya masih berupaya membentuk manajemen Allo Bank secara bertahap. Diketahui saat ini jajaran direksi Allo Bank baru terdiri dari Harry Abbas dan Yohanes.

“Kami masih dalam tahap pembentukan manajemen yang solid, kuat, dan menggabungkan talenta Indonesia dan global. Kami harap sudah dapat memiliki manajemen yang utuh pada Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS Allo Bank berikutnya. Mitra strategis kami dapat memberikan usulan terkait kemungkinan [menempatkan] orangnya di manajemen Allo Bank,” tambahnya.

Lebih lanjut, CT mengungkap bahwa Allo Bank ditopang oleh kekuatan teknologi dan ekosistem yang menjadi elemen kunci dalam mendirikan bank digital. Dari aspek teknologi, CT menyebut telah bekerja sama strategis selama dua tahun terakhir dengan bank digital terbesar di dunia untuk mengembangkan sistem teknologi, baik software dan hardware di Allo Bank.

Ia enggan menyebut nama bank ini, tetapi diketahui mitra strategis tersebut adalah WeBank, bank digital milik raksasa teknologi Tencent asal Tiongkok. WeBank memanfaatkan teknologi AI, blockchain, cloud, hingga big data untuk menawarkan berbagai produk keuangan ke segmen UMKM. Saat ini, WeBank telah memiliki lebih dari 200 juta pengguna.

“Demikian juga ekosistem. Meski merasa ekosistem kami sudah kuat, kolaborasi tetap diperlukan di era digitalisasi. Ekosistem digital punya kelemahan, begitu juga ekosistem fisik. Dengan menggabungkan keduanya, kami bisa ciptakan ekosistem solid. Maka itu, kami mengajak ekosistem lain berkolaborasi. Kami yakin platform kami dapat menjawab tantangan dan dapat besar, baik secara transaksi, nasabah, maupun profitability,” ungkapnya.

Ekosistem raksasa Allo Bank

Menurut CT, Allo Bank akan diperkuat dengan ekosistem raksasa yang dimilikinya. Tak hanya dari ekosistem dari anak usahanya saja, Allo Bank akan didukung oleh ekosistem dari sejumlah mitra strategis, seperti Bukalapak, Carro, dan Traveloka.

Sebagai informasi, CT Corp memiliki tiga unit bisnis besar yang terdiri dari Mega Corp (keuangan), Trans Media (media), dan Trans Corp (fashion, ritel, F&B, hospitality, dll).

Pihaknya tengah mempersiapkan sejumlah produk/layanan Allo Bank yang terintegrasi dengan seluruh ekosistem di CT Corp. Sebagai contoh, pengguna Allo Bank dapat bertransaksi secara O2O di Transmart atau membuka rekening melalui media digital.

Ekosistem produk yang dimiliki oleh CT Corp / Sumber: CT Corp

“Kami mengusung konsep one-for-all yang memungkinkan pengguna Allo Bank terhubung dan terintegrasi ke seluruh ekosistem kami. Harapan kami [semua ekosistem] dapat terhubung karena [integrasinya] bertahap dan pasti ada yang diprioritaskan,” paparnya.

Lebih lanjut, CT juga menambahkan bahwa seluruh mitra strategisnya, termasuk Mega Corp dan CT Corp, telah terikat locked up agreement selama tiga tahun terhitung dari tanggal pencatatan. Artinya, selama tiga tahun ini mereka tidak boleh menjual sahamnya demi melindungi kepentingan dari investor retail.

Di sisi lain, CT juga menegaskan bahwa tidak ada upaya untuk menggabungkan Allo Bank dengan anak usaha di bidang perbankan Bank Mega. Menurutnya, Allo Bank dapat berperan sebagai perpanjangan tangan digital dan inovasi bagi anak usaha Mega Corp, seperti Bank Mega, Bank Mega Syariah, serta kepemilikan saham minoritas CT di Bank Pembangunan Daerah.

Baru-baru ini Allo Bank juga mengumumkan aksi penawaran umum terbatas (right issue) senilai Rp4,8 triliun dengan melepas 10,04 miliar saham atau setara 86% dari total modal BBHI seharga Rp478 per saham. Terdapat enam perusahaan yang terlibat sebagai investor, termasuk Bukalapak, Traveloka melalui Abadi Investments, dan Carro melalui Trusty Cars.

Dalam pernyataan sebelumnya, Komisioner Allo Bank Ali Gunawan mengungkap antusiasmenya untuk meluncurkan layanan pinjaman ke masyarakat Indonesia yang kurang dan tidak terlayani oleh produk keuangan, seperti pinjaman, investasi, dan asuransi.

Bukalapak, Carro, Grab, dan Traveloka Dukung Allo Bank; Tren Startup Digital yang Masuk ke Bank Berlanjut

Setelah melakukan rebranding dari Bank Harda pada bulan Juni 2021 lalu, Bank Allo mengalami pertumbuhan positif. Berbagai aksi strategis terus digencarkan untuk mengakselerasi bisnisnya, termasuk menjalin kemitraan dengan CT Group, Salim Group, Bukalapak, Grab, Carro dan Growtheum Capital Partners melalui rights issue yang baru saja diumumkan.

Bank Allo diakuisisi oleh CT Corp melalui perusahaan induknya di bidang jasa keuangan PT Mega Corpora pada bulan Maret 2021 lalu. Misinya akan dijadikan sebuah aplikasi bank digital. Dalam fase awalnya, aplikasi Allo akan dihubungkan dengan berbagai merchant dan layanan di ekosistem CT Corpora. Namun sampai saat ini aplikasi tersebut belum secara resmi meluncur ke publik.

Bukalapak sendiri mengakuisisi jumlah persentase saham terbanyak dalam aksi tersebut, yakni setara 11,49%. Abadi Investment sendiri merupakan entitas yang dimiliki Salim Group. Sementara H Holdings terindikasi lengan investasi yang terafiliasi dengan Grab.

“Bagi Bukalapak, melalui bisnis Mitra dan konektivitasnya dengan vertikal vertikal baru di pasar UMKM, kerja sama ini dapat mengembangkan penawarannya serta aksesibilitas kredit bagi para pelaku usaha di area rural,” kata Pelaksana Tugas Direktur Utama Bukalapak Willix Halim.

Saat ini Bank Allo adalah bank berlisensi penuh yang menawarkan produk rekening pribadi, bisnis, dan rekening gabungan. Penambahan dana ini meningkatkan modal utama Bank Allo menjadi lebih dari Rp6 triliun dan membuat Allo menjadi salah satu bank digital dengan modal yang kuat di Indonesia.

“Kami antusias untuk meluncurkan layanan pinjaman kami di Indonesia, di mana terdapat hampir 280 juta jiwa, namun 50 persennya tidak memiliki rekening bank dan 15 persennya lagi masuk kategori underbanked dengan akses terbatas ke produk-produk pinjaman, investasi dan asuransi. Bank Allo berharap dapat menghadirkan akses yang mudah ke produk-produk finansial untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia melalui sebuah brand yang mereka ketahui dan percaya,” ujar Komisioner Bank Allo Ali Gunawan.

Traveloka juga masuk sebagai mitra strategis

Kemitraan antara sejumlah perusahaan ini juga dipandang oleh Managing Partner Growtheum Capital Partners Amit Kunal sebagai pendorong utama untuk membawa dampak positif bagi kebutuhan bisnis dan individu masyarakat Indonesia.

Kemitraan yang saling melengkapi antara perusahaan-perusahaan terpercaya seperti CT Corp dan Salim Group dengan pemain-pemain teknologi terdepan seperti Bukalapak, Carro, Grab, dan Traveloka akan memberikan Allo akses ke konsumen dan merchant dari semua kategori yang relevan yaitu retail, commerce, ride hailing, delivery, travel, dan auto.

“Kami antusias untuk bekerja sama dengan para manajemen dan pemegang saham untuk membuat produk-produk kredit sesuai kebutuhan masyarakat Indonesia dan membantu mengembangkanbisnis-bisnis berkelanjutan hingga lintas siklus ekonomi dan generasi,” kata Amit.

Hal senada juga diungkapkan oleh Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi. Menurutnya pendekatan ekosistem terbuka dapat mengakselerasi digitalisasi industri finansial dan mendorong inklusi finansial di seluruh Indonesia. “Kemitraan ini akan membawa manfaat bagi masyarakat Indonesia, termasuk para pelaku usaha dan bisnis-bisnis kecil dengan membantu mereka bertumbuh bersama sejalan dengan perkembangan ekonomi digital.

Sementara itu Co-Founder & CEO Traveloka Ferry Unardi menceritakan tujuan mereka dalam kerja sama ini. “Saya antusias untuk menyambut Allo di Traveloka. Sebagai superapp lifestyle, kami adalah platform independen dengan beragam penyedia kredit di Indonesia dan kami akan bekerja sama dengan Allo untuk menyesuaikan produk-produk pinjaman ini dengan kebutuhan gaya hidup dan aspirasi para pengguna kami.”

Sebagai platform, Carro mengklaim selama ini selalu berupaya melakukan inovasi dan menciptakan produk-produk sesuai kebutuhan para mitra dan konsumen. Melalui kemitraan ini dilihat sebagai kelanjutan dari perjalanan Carro dalam menyediakan pengalaman digital first yang kuat serta menggunakan big data untuk memberikan manfaat bagi para konsumen.

“Kemitraan ini akan memberikan kami akses ke produk-produk perbankan digital yang menarik untuk memenuhi kebutuhan mitra dan konsumen kami di Indonesia,” kata Co-founder & CEO Carro Aaron Tan.

Bank digital dan dukungan startup teknologi

Dukungan startup atau perusahaan teknologi terhadap realisasi bank digital terus bergulir di Indonesia. Konsep open ecosystem menjadi salah satu ciri khasnya, agar memungkinkan layanan finansial yang diusung bank tersebut dapat diintegrasikan dan menjadi sistem pendukung di platform teknologi terkait.

Strategi ini juga dinilai menjadi jalan terbaik untuk merangkul basis nasabah besar. Dengan terintegrasi di aplikasi konsumer tertentu, para bank tersebut berpotensi menjaring lebih banyak adopter — terlebih proses on-boarding juga sudah sepenuhnya dapat dilakukan secara digital. Hal ini mulai terlihat dengan acaranya penyematan proses pendaftaran bank ke aplikasi digital tertentu.

 

Nama Bank Mitra Strategis (Perusahaan Teknologi)
Allo Bank Bukalapak, Grab, Traveloka, Carro
Upbanx Ekosistem Fazz Financial
Bank Jasa Jakarta WeLab
Bank Sampoerna Koinworks
Bank Jago Ekosistem GoTo, Bibit
Bank Bumi Artha Ajaib
Bank Hijra Alami
Neo Commerce Akulaku
Bank Kesejahteraan Ekonomi Ekosistem Sea Group
Bank Hana LINE
Bank Bisnis Kredivo

Investasi ke bank digital oleh platform teknologi juga memiliki alasan kuat, pasalnya platform finansial akan menjadi landasan penting dalam proses bisnis mereka. Di tren awal, semua itu masih cukup terakomodasi dengan layanan e-money, namun adanya potensi perputaran uang yang lebih besar, intergasi secara langsung dengan sistem perbankan dianggap lebih menjanjikan.

Indonesia Miliki 12 Gelar Startup Unicorn di Tahun 2021, Anggota Baru Muncul di Penghujung Tahun

Penghujung tahun 2021 memberikan kejutan kepada para pelaku dan startup enthusiast. Bagaimana tidak, berbagai startup telah dinobatkan sebagai unicorn di tahun ini. Berdasarkan data dari DailySocial.id Annual Report 2021, tercatat total sebanyak 11 startup Indonesia telah menjadi Unicorn di tahun 2021. Jumlah ini bertambah dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Dari laporan Startup Report 2020, pada tahun 2020 saja, Indonesia hanya memiliki 5 startup unicorn, yaitu Tokopedia, Gojek, Traveloka, Bukalapak dan OVO. Namun, tujuh startup Indonesia saat ini telah mengisi deretan startup unicorn pada tahun 2021.

Unicorn sendiri merupakan level ke-4 dari tingkatan bisnis startup. Dalam tingkatan level Unicorn, nilai valuasi yang digunakan sebagai indikator adalah senilai USD$ 1 miliar – USD$ 10 miliar atau jika dirupiahkan adalah sebesar 10,47 triliun.

Beberapa startup yang telah menjadi unicorn di tahun 2021, merupakan startup pada level centaur di tahun sebelumnya. Berikut 11 startup Indonesia yang telah mencapai unicorn:

1. GoTo

GoTo merupakan startup merger antara Gojek dan Tokopedia. PT GoTo Gojek Tokopedia didirikan pada 17 Mei 2021 dengan fokus industri teknologi informasi. GoTo mengombinasikan layanan e-commerce, on-demand, dan layanan keuangan ke dalam satu ekosistem.

November tahun ini, Grup GoTo mengumumkan penutupan pertama penggalangan dana pra-IPO lebih dari $1,3 miliar (lebih dari 18,5 triliun Rupiah) dari berbagai investor.

2. Traveloka

Traveloka sendiri telah menyandang status unicorn pada tahun 2017, ketika mengantongi investasi sebesar USD350 juta dari Expedia. Berdiri sejak tahun 2012, Traveloka telah mengembangkan berbagai produk, hingga menjadi startup non fintech pertama yang menerapkan paylater “beli sekarang, bayar nanti”.

3. Bukalapak

Bukalapak merupakan salah satu perusahaan e-commerce Indonesia yang didirikan pada tahun 2010 lalu. Bukalapak berhasil menjadi unicorn pada tahun yang sama dengan Traveloka, dengan valuasi mencapai USD 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun.

Tahun 2021, Bukalapak dikabarkan memperoleh pendanaan sebesar $234 juta (lebih dari 3,4 triliun Rupiah) dalam putaran pendanaan Seri G yang dipimpin oleh Microsoft, GIC sovereign wealth fund Singapura, dan EMTEK.

4. OVO

Tahun 2019, OVO berhasil menjadi startup unicorn. Finance Asia menyebut valuasi OVO saat dinobatkan menjadi unicorn sudah mencapai $2,9 miliar (lebih dari 40 triliun Rupiah).

Sebagai perusahaan yang memimpin industri pembayaran digital bersama GoPay, OVO jelas memproses perputaran dana yang sangat besar yang mencapai triliunan Rupiah per tahunnya.

5. JD.id

Awal tahun 2020 lalu, JD.id telah mencapai valuasi perusahaan lebih dari US$1 miliar dan menambah jajaran startup unicorn saat itu. JD.id merupakan salah satu e-commerce yang ada di Indonesia dan merupakan bagian dari JD.com yang berkantor pusat di Beijing China.

6. Blibli.com

Blibli.com merupakan satu-satunya e-commerce yang meraih status unicorn pada tahun ini. Per Agustus 2021, blibli.com telah mencapai valuasi sebesar 1 miliar dollar AS. Berdiri pada tahun 2010, butuh waktu sekitar 11 tahun bagi blibli.com untuk mencapai level ke-4 pada tingkatan bisnis startup ini.

7. Tiket.com

Menyusul pesaingnya, Traveloka, Tiket.com akhirnya menjadi unicorn pada awal tahun 2021.

Tiket.com sendiri didirikan tahun 2011 dan diakuisisi Djarum Group melalui Blibli pada tahun 2017. Saat ini keduanya tetap berjalan dengan entitas legal (PT) terpisah, sehingga memungkinkan jika Tiket.com melangsungkan IPO terlebih dulu.

8. J&T Express

Awal tahun 2021, J&T Express telah menjadi unicorn dengan valuasi sebesar mencapai 7,8 miliar dollar AS atau setara Rp 113,5 Triliun. J&T Express menduduki posisi kedua sebagai startup unicorn Indonesia dengan nilai valuasi terbesar setelah Gojek.

J&T Express menjadi mitra pengiriman logistik dari sejumlah e-commerce besar, termasuk, Tokopedia, Bukalapak, Blibli, Shopee, dan JD.id.

9. Kredivo

Kredivo merupakan startup yang berada di bawah naungan PT FinAccel Teknologi Indonesia dan berdiri pada Desember 2015. Kredivo memiliki performa serta pertumbuhan yang pesat hanya dalam waktu kurang dari 6 tahun sejak didirikan sehingga menarik perhatian para investor.

Sama dengan blibli.com, Kredivo menjadi unicorn pada pertengahan tahun 2021 ini.

10. Xendit

September 2021, Xendit mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $150 juta atau setara 2,1 triliun Rupiah. Putaran ini sekaligus mengokohkan valuasi perusahaan di atas $1 miliar dan menjadikan Xendit sebagai startup “unicorn” selanjutnya di Indonesia.

Sebelumnya Xendit telah menutup putaran pendanaan seri B senilai $64,6 juta pada Maret 2021 lalu dipimpin Accel. Dengan perolehan baru ini, secara total mereka telah mengumpulkan dana Rp3,4 triliun ($238 juta) sejak ronde awal di tahun 2015.

11. Ajaib

Sama seperti namanya, Ajaib berhasil menjadi startup unicorn hanya dalam waktu 2,5 tahun. Ajaib menyandang gelar unicorn setelah menutup putaran seri B sebesar $153 juta (lebih dari 2,1 triliun Rupiah) yang dipimpin oleh DST Global. Pendanaan ini membawa jumlah total yang dikumpulkan Ajaib menjadi $243 juta. Ajaib sendiri telah memiliki 1 juta investor ritel saham, sejak pertama kali berdiri dua setengah tahun lalu.

 

Menutup tahun 2021 ini, sebuah kejutan muncul dari salah satu startup dengan dasar bisnisnya adalah kedai kopi, yaitu Kopi Kenangan. Desember 2021, Kopi Kenangan jadi “Unicorn New Retail” Pertama di Indonesia.

Kopi Kenangan mengumumkan telah menutup putaran pertama untuk pendanaan seri C senilai $96 juta atau setara 1,3 triliun Rupiah. Dengan tambahan dana investasi ini, perusahaan turut mengumumkan bahwa telah mencapai tonggak “unicorn” atau bervaluasi lebih dari $1 miliar. Dengan ini, Kopi Kenangan menambah deretan startup unicorn Indonesia.

Tidak hanya telah menjadi unicorn, beberapa startup lainnya juga sudah menjadi centaur di tahun ini. Untuk mengetahui informasi lainnya mengenai startup sepanjang 2021 ini, kunjungi DailySocial.id Annual Report 2021!

***

Disclosure : Artikel ini ditulis oleh Masni Rahmawatti. S

Perusahaan JV Traveloka dan SCB di Thailand “Trex Ventures” Ditutup

Trex Ventures, perusahaan patungan antara Siam Commercial Bank Group melalui SCB 10X dan Traveloka, dikabarkan tutup operasional dan sedang dalam proses likuidasi. Mengutip dari Kaohoon, pengumuman yang disampaikan pada 20 Desember 2021 ini telah menyelesaikan pendaftaran pembubarannya di departemen pengembangan bisnis Kementerian Perdagangan setempat sesuai dengan keputusan RUPSLB.

Di Trex Ventures, SCB menguasai 51% saham, sementara Traveloka melalui Godwit Rock memegang 49% dari modal disetor perusahaan. Perusahaan patungan pertama dari Traveloka ini masih seumur jagung sejak pertama kali diumumkan operasionalnya pada Maret 2021. SCB merupakan salah satu jajaran investor di Traveloka.

Pernyataan resmi terkait kabar ini turut juga dikonfirmasi langsung oleh Traveloka melalui Head of Communications Traveloka Reza Juniarshah. Mengutip dari DealStreetAsia, dia bilang bahwa Traveloka dan SCB baru-baru ini memutuskan bahwa kemitraan langsung adalah struktur yang optimal untuk hubungan ke depan. Sayangnya ia tidak merinci maksud dari “kemitraan langsung” tersebut.

Reza melanjutkan, Thailand adalah salah satu negara penting bagi Traveloka. Oleh karenanya, perusahaan akan terus memperkuat basis penggunanya dan berkolaborasi dengan lebih banyak mitra lokal di negara tersebut. “

“Kami berharap dapat terus bekerja sama dengan mitra kami untuk memperluas portofolio layanan kami untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup konsumen baik di Thailand maupun di seluruh wilayah.”

Saat peluncurannya, ambisi yang ingin ditawarkan adalah Trex Ventures dapat memanfaatkan platform perbankan terkemuka di pasar SCB dan kemampuan digital Traveloka untuk menawarkan produk keuangan yang inovatif kepada masing-masing penggunanya di Thailand.

“Menyadari potensi industri pariwisata dan perhotelan sebagai kunci untuk membantu menggerakkan perekonomian bangsa baik sebelum dan sesudah pandemi, SCB 10X menyambut baik kesempatan untuk bermitra dengan Traveloka, unicorn kelas dunia dan platform perjalanan dan gaya hidup terkemuka dengan sekitar 40 juta pengguna di seluruh wilayah,” ucap Kepala Pengembangan Bisnis dan Keuangan SCB 10X Pitiporn Phanaphat.

President of Traveloka Group Caesar Indra turut menyampaikan, “Kami percaya pasar konsumen Thailand menawarkan banyak peluang bagi Traveloka. Dengan hanya 30% pelanggan Thailand yang memiliki kartu kredit, kami melihat kebutuhan serupa dengan apa yang kami lihat di Indonesia. Memanfaatkan rekam jejak kami yang kuat di Indonesia, kami berharap dapat menghadirkan solusi keuangan yang disesuaikan dan dapat diakses yang memberdayakan masyarakat Thailand untuk menikmati pengalaman baru dan menjelajahi dunia di sekitar mereka.”

Potensi BNPL di Thailand

DailySocial.id sebelumnya pernah menuliskan potensi bila Traveloka mampu membawa solusi BNPL di Thailand akan sangat membantu perekonomian di negara tersebut. Pasalnya, di Thailand dan Vietnam masih minim pemain BNPL, dibandingkan di Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Di satu sisi, tantangan para pemain startup fintech di sana adalah mencari cara untuk memanfaatkan database lembaga keuangan mapan untuk skoring kredit. Otoritas Thailand secara hukum melarang startup menggunakan fasilitas berbagi data kredit.

Hal ini menghambat para pekerja lepas, wiraswasta, karyawan, yang belum pernah mendapat akses keuangan dari perbankan karena pendapatannya yang tidak konsisten. Karena alasan inilah sebagian besar perbankan memilih untuk menawarkan pinjaman kepada peminjam yang memiliki riwayat kredit yang baik atau klien baru yang berpenghasilan tetap dengan laporan bank yang diverifikasi.

Penghuni pasar ini dikuasai bank komersial karena punya basis data pelanggan yang besar. Persetujuan pinjaman pada dasarnya masih berdasarkan data konvensional. Dengan kata lain data pendapatan atau laporan bank yang mencerminkan kemampuan membayar utang pelanggan.

Karena wewenang ini, perbankan bermitra dengan sekutu bisnis dan penyedia layanan lainnya pada platform online terkemuka, seperti marketplace dan platform pengiriman makanan online besar dengan jaringan toko dan restoran yang luas.

Transformasi Digital Blue Bird, Perluas Akses Pesan Taksi dari Berbagai Aplikasi Konsumer

Blue Bird terus melakukan transformasi digital agar tetap relevan dengan kondisi terkini. Kali ini perseroan memperluas akses pesan taksi melalui berbagai aplikasi konsumer sehari-hari, setelah Gojek, kini masuk ke aplikasi Shopee dan Traveloka. Kerja sama dengan Shopee baru diresmikan kemarin (16/12).

Dalam keterangan resminya, strategi ini merupakan lanjutan dari realisasi perusahaan untuk pilar Multi Channel Reservation, dalam upaya memperluas aksesibilitas layanan Blue Bird yang dikombinasikan dengan ekosistem digital.

Fitur ini dapat ditemukan di ikon Pulsa, Tagihan & Hiburan, lalu masuk ke pilihan Transportasi & Akomodasi. Nanti akan ditemukan lambang Taksi untuk mulai memesan taksi Blue Bird terdekat. Pengguna Shopee juga dimanjakan dengan fitur pembayaran Split-Payment, memungkinkan pengguna dapat mengombinasi pembayaran melalui metode non-tunai digabungkan dengan koin Shopee.

Pun hal sama di Traveloka. Meski belum hadir secara resmi, pengguna Traveloka dapat menggunakan fitur QuickRide untuk memesan taksi. Lalu menggunakan ekosistem pembayaran non-tunai yang sudah tersedia di Traveloka untuk membayarnya.

Wakil Direktur Utama Blue Bird Andre Djokosoetono mengatakan, keberlanjutan kolaborasi bersama Shopee adalah bentuk nyata komitmen perusahaan dalam meningkatkan aksesibilitas masyarakat dalam mendapatkan mobilitas yang aman dan nyaman.

“Selama pandemi, kami terus berupaya menjadi semakin relevan dengan kebutuhan masyarakat. Saat ini, masyarakat semakin mendapatkan keleluasaan akses dalam menjangkau layanan Blue Bird,” ujarnya.

Head of Brands Management & Digital Products Shopee Indonesia Daniel Minardi menambahkan, fitur pemesanan taksi ini adalah bagian dari produk digital Shopee, diharapkan memberi kemudahan dan kenyamanan hidup pengguna dengan memanfaatkan satu aplikasi Shopee untuk berbagai kebutuhan.

Sebelumnya, kolaborasi Shopee dan Blue Bird sudah terjadi dua kali. Pertama, menghadirkan layanan pembayaran digital ShopeePay untuk para penumpang yang memesan taksi melalui aplikasi MyBlueBird. Kedua, peluncuran layanan Bluebird Kirim sebagai metode pengiriman yang mengutamakan ketepatan waktu dan keamanan barang dengan kapasitas daya angkut hingga 200 kg di aplikasi Shopee.

“Setelah kesuksesan kolaborasi kami sebelumnya dalam layanan Bluebird Kirim, kami dengan bangga kembali bermitra dengan Bluebird dalam fitur terbaru, yaitu pemesanan taksi yang dapat diakses melalui aplikasi Shopee,” kata Daniel.

Manuver Blue Bird masuk ke digital

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Blue Bird kini fokus menjadi Mobility-as-a-Service (MaaS) dengan tiga pendekatan utama, yakni penyedia multiplatform/channel, multiproduct/service, dan multipayment. Tujuannya tak lain untuk menciptakan ekosistem layanan terintegrasi dan memperkuat posisinya di industri transportasi di era digital.

Direktur Utama Blue Bird Sigit Djokosoetono mengungkapkan bahwa pihaknya telah belajar banyak dari tahun 2020 dalam menyikapi pembatasan mobilitas masyarakat melalui berbagai program efisiensi untuk mengurangi beban Perseroan. Namun, di sisi lain, Bluebird mengklaim juga terus memberikan layanan yang aman nyaman dan higienis dengan menjalankan protokol kesehatan yang sangat ketat, serta memberikan kemudahan bagi customer untuk melakukan pemesanan taksi di berbagai platform dan makin mengembangkan alternatif pembayaran cashless yang makin diminati oleh masyarakat.

“Banyak perusahaan transportasi yang sudah bertumbangan akibat pandemi. Namun, fakta bahwa Bluebird masih bertahan dan terus mengembangkan bisnisnya adalah bukti dari kepercayaan masyarakat terhadap layanan Bluebird dan tata kelola perusahaan yang prudent serta berorientasi kepada customer,” jelas Sigit mengutip dari WartaEkonomi.

Dalam rangka itu, Blue Bird mulai masuk ke solusi logistik, bermitra dengan Paxel, Shopee, Union Group, Kem Chicks, KAI, dan lainnya. Bersama Paxel, disediakan kapasitas pengiriman maksimal 20 kg untuk pengiriman di hari yang sama dan esok hari, baik di dalam maupun luar kota memanfaatkan jaringan Blue Bird Group. Solusi tersebut kini sudah mencakup tak hanya Jabodetabek, tapi juga Bandung, Tasikmalaya, Purwokerto, Yogyakarta, Malang, hingga Denpasar.

Application Information Will Show Up Here