Trihill Capital Turut Berinvestasi ke Fit Hub, Ungkap Komitmennya Dukung Startup Indonesia

Salah satu platform wellness yang awalnya hanya fokus pada kegiatan offline menghadirkan kelas yang beragam, pilihan pelatih, hingga peralatan gym terkini, Fit Hub, telah mendapatkan pendanaan awal senilai $3 juta dari sejumlah investor.

Putaran pendanaan awal ini dipimpin oleh Global Founders Capital APAC, dengan partisipasi dari Goodwater Capital dan angel investor. Di antaranya adalah Abhinay Peddisetty, Steven Wongsoredjo, Robin Tan, Benedicto Haryono, dan Philip Tjipto.

Sementara itu venture capital yang sejak pertama kali memberikan dukungan investasi kepada Fit Hub yaitu Trihill Capital, juga turut terlibat dalam putaran pendanaan kali ini.

Kepada DailySocial.id, Alwyn Rusli dari Trihill Capital membagikan cerita alasan mereka berinvestasi kepada platform wellness yang diklaim telah profitable ini.

Pandemi dorong kegiatan olahraga

Jika awalnya kebanyakan masyarakat Indonesia enggan untuk melakukan kegiatan olahraga hingga gaya hidup sehat, saat pandemi semua mulai berubah dan mulai banyak dari mereka mencari kegiatan berkualitas yang berdampak pada peningkatan kesehatan. Pandemi telah mendorong pertumbuhan platform wellness dan olahraga di tanah air.

Layanan seperti Fit Hub kemudian tidak hanya berfungsi sebagai aplikasi untuk pemesanan kegiatan olahraga, namun juga sudah menjadi opsi bagi masyarakat umum untuk mengikuti kelas kebugaran khusus secara online.

Menawarkan Gym Premium dengan harga terjangkau sebelumnya Fit Hub sudah memiliki aplikasi yang terbatas digunakan untuk kegiatan pemesanan saja. Saat pandemi opsi tersebut kemudian mulai diperluas dengan menghadirkan pilihan kelas olahraga online dengan membangun gym yang berbasis digital. Saat ini Fit Hub telah memiliki sekitar 8 ribu lebih pengguna, 210 pelatih dan 16 cabang offline di 5 kota.

“Kita melihat space mana yang bisa kita incar untuk berinvestasi. Fit Hub menjadi ideal bagi kami dilihat dari latar belakang pendirinya yang memiliki pemahaman sangat baik dan melakukan riset hingga terjun langsung untuk melihat potensi pasar,” kata Alwyn.

Ditambahkan olehnya, Trihill capital memutuskan untuk berinvestasi sejak awal, setelah melihat pertumbuhan bisnis yang positif dari Fit Hub. Berawal dari tesis sudah mulai banyak masyarakat yang ingin memiliki gaya hidup sehat, mereka melihat apa yang ditawarkan oleh Fit Hub menjadi relevan dan memiliki potensi untuk terus berkembang.

Fokus Trihill Capital

Berbasis di Singapura, Trihill Capital adalah pemodal ventura yang memiliki visi untuk membangun kemitraan dalam jangka panjang dengan para pendiri startup. Secara khusus Trihill Capital memiliki 2 investment arms, yaitu investasi yang fokus kepada public equities secara global dan satu lagi berinvestasi kepada perusahaan di Asia Tenggara.

Untuk venture arms sendiri disebutkan adalah dalam beberapa tahapan. Mulai dari tahapan awal hingga ke growth stage. Meskipun bersifat agnostik (tidak terfokus pada vertikal bisnis tertentu), namun sebagian besar mereka mengincar kepada layanan fintech, logistik, commerce, dan pemberdayaan UMKM.

Untuk mendukung pertumbuhan bisnis startup, Trihill berupaya untuk mengawal bisnis mereka selama mungkin. Dalam hal ini bagi perusahaan yang ingin memiliki pertumbuhan yang baik dalam jangka panjang, akan terus dibantu oleh mereka. Secara khusus biasanya mereka membantu perusahaan di berbagai tujuan, tetapi terutama di sisi komersial dengan memanfaatkan jaringan perusahaan dan lembaga keuangan (bank dan nonbank).

Tahun ini Trihill Capital masih memiliki rencana untuk memberikan investasi kepada startup di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, meskipun enggan untuk menyebutkan berapa kuota penambahan portofolio. Selain Fit Hub Trihill Capital juga telah memberikan investasi kepada Wagely, Eden Farm, Sicepat, Hey Kafe, Ruang Guru, Woy Makaroni dan BukuWarung.

We are an evergreen fund, kami cukup fleksibel dalam hal penyebaran modal dan dapat bermitra dengan pendiri portofolio kami selama mungkin,” kata Alwyn.

wagely Umumkan Pendanaan Pra-Seri A 119 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Setelah umumkan pendanaan awal $5,6 juta pada pertengahan tahun lalu, platform Earned Wage Access (EWA) wagely kini mengumumkan putaran pendanaan pra-seri A. Kali ini nilainya mencapai $8,3 juta atau setara 119 miliar Rupiah. East Ventures (Growth Fund) memimpin pendanaan ini dengan partisipasi Central Capital Ventura, Integra Partners, Asian Development Bank, Global Founders Capital, Trihill Capital, Blauwpark Partners, dan 1982 Ventures.

Dari seluruh putaran yang ada, total dana yang berhasil dikumpulkan wagely mencapai $14 juta — dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun.

Seperti diketahui, layanan wagely memungkinkan karyawan perusahaan untuk mencairkan gajinya lebih awal untuk berbagai kepentingan mendesak. Selain di Indonesia, mereka turut melayani pasar Bangladesh.

Sejak 2021, wagely mengklaim mendapatkan pertumbuhan sampai 10x lipat yoy. Pertumbuhan ini didukung kemitraan bersama deretan perusahaan besar di Indonesia termasuk British American Tobacco, Ranch Market, Adaro Energy, dan Medco Energi.

Situasi pandemi yang masih berlangsung memperburuk keadaan ekonomi yang dihadapi oleh para pekerja berpenghasilan rendah dan menengah, sehingga banyak perusahaan membutuhkan solusi untuk membantu mengurangi tekanan finansial dari banyak pekerjanya.

Platform EWA di Indonesia

Berbagai layanan EWA bermunculan akhir-akhir ini, mulai dari startup yang spesifik seperti wagely, Gajiku, GajiGesa, Kini, dan GetPaid; hingga sub layanan dari platform fintech Halogaji (Halofina), KoinGaji (KoinWorks), dan Flex (Mekari).

Semua tujuannya sama, memberikan fleksibilitas kepada pekerja untuk mengakses gajinya lebih dini. Lebih detail tentang cikal-bakal layanan EWA telah kami bahas di artikel ini: Konsep Earned Wage Access Menormalisasi Pembayaran Gaji di Muka.

Produk EWA dari wagely memungkinkan pekerja dari perusahaan yang menjadi mitra wagely untuk mengakses sebagian dari gaji yang mereka peroleh secara real-time yang terhitung dari total jumlah hari mereka telah bekerja. Konsep ini dinilai telah terbukti berhasil di beberapa pasar dunia dan telah diadopsi oleh beberapa organisasi terkemuka di antaranya Walmart, Pizza Hut, dan Visa, untuk mengurangi pergantian karyawan, menambah produktivitas, dan meningkatkan penghematan biaya bisnis.

“Kami bangga telah berhasil beroperasi di dua pasar terbesar di wilayah Asia yang mempekerjakan lebih dari 150 juta pekerja. Akses instan dalam memperoleh gaji kini memainkan peran penting bagi para pengusaha dalam mengurangi pembiayaan, meningkatkan produktivitas, serta memberi kesejahteraan bagi pekerja,” ujar Co-Founder & CEO wagely Tobias Fischer.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana, mengatakan, “Dengan pertumbuhan pesat dari wagely dalam beberapa kuartal terakhir, kami yakin wagely akan menjadi mitra pilihan bagi banyak perusahaan besar yang berkomitmen untuk mengadakan perubahan dalam kesejahteraan finansial para pekerja di Indonesia dan sekitarnya. Kami sangat antusias dalam mendukung Tobias, Didi, Kevin, dan tim wagely, karena mereka telah memperbaiki kehidupan jutaan pekerja di seluruh wilayah Asia, di mana lebih dari 75% penduduknya hidup dan bergantung dari gaji ke gaji.”

Application Information Will Show Up Here

Trihill Capital Suntik Pendanaan “Hey! Kafe”, Percepat Ekspansi dan Segera Rilis Aplikasi

Startup new economy Hey! Kafe mengumumkan perolehan investasi tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari Trihill Capital. Dana segar ini akan dimanfaatkan untuk mempercepat ekspansi 300 gerai sampai akhir tahun depan dan merilis aplikasi guna dorong transaksi dari kanal digital.

Hey! Kafe dirintis pada Juni 2020 oleh Edwin Djaja. Ia merupakan pendiri Seven Retail, sebuah perusahaan multi-brand yang menaungi berbagai merek — salah satunya Golden Lamian, chinese fast-casual chain terkemuka di Indonesia, yang saat ini memiliki lebih dari 70 gerai sejak didirikan pada 2017.

Hey! Kafe didesain sedemikian rupa agar dapat bergerak lincah di tengah persaingan yang ketat di industri ritel F&B dengan memanfaatkan kehadiran teknologi. Dalam keterangan resmi, Edward mengatakan Hey Kafe menggunakan strategi Same Store Sales Growth, yang fokus menaikkan penjualan rata-rata per cabang, bukan hanya menaikkan penjualan dengan menambah total jumlah cabang.

Strategi ini membuat tiap cabang mampu memperoleh pengembalian investasi di bawah 12 bulan. “Tentunya ini menjadi faktor penting bagi bisnis untuk terus berkembang pesat secara sustainable di tahun-tahun berikutnya,” ujar Edward.

Untuk ekspansi gerai, perusahaan menawarkan kemitraan waralaba, seperti yang dilakukan oleh banyak usaha ritel F&B lainnya. Di samping itu, perusahaan menggunakan strategi bisnis model beraset ringan untuk mendukung fasilitas layanan pengiriman grab & go. Sebagian besar gerai didesain mungil dan compact, sehingga membutuhkan modal yang minimal.

Langkah ini diambil karena sekitar 70% aktivitas penjualan Hey! Kafe dilakukan secara online, dengan bekerja sama dengan berbagai platform pesan antar makanan, seperti GoFood, GrabFood, ShopeeFood, dan Traveloka Eats.

Inovasi produk juga menjadi bagian penting. Edward menuturkan, dalam strategi branding dan pengembangan produk baru, perusahaan rutin menguji lebih dari 20 konsep produk tiap bulannya. Strategi tersebut berhasil membuahkan berbagai menu dan produk unik dan menjadi best-seller, seperti seri minuman Hey-Shake!, Strawberry Heaven Hey-Shake, dan Choco-Cashew Hey-Shake.

Target pengguna Hey Kafe adalah generasi muda yang merupakan populasi terbesar di Indonesia. Oleh karenanya, kualitas produk yang baik dan harga yang dibanderol cukup terjangkau menjadi kekuatan yang diusung Hey Kafe. Disebutkan saat ini Hey Kafe mampu menjual 12 ribu gelas setiap harinya atau 350 ribu gelas setiap bulan dari 60 gerai yang beroperasi saat ini di Jabodetabek dan Surabaya.

Edward berharap dengan dukungan VC, seperti Trihill Capital, dapat menjadi amunisi perusahaan untuk menjadi pemain jaringan grab & go terdepan di Asia Tenggara. Ia menargetkan dana tersebut akan digunakan untuk memperkuat strategi branding dan investasi di teknologi.

“Di awal 2022 mendatang, Hey Kafe akan meluncurkan in-house mobile application yang memudahkan seluruh konsumen untuk bertransaksi, sehingga diharapkan mampu meningkatkan penjualan yang saat ini sudah mencapai 350 ribu gelas setiap bulannya,” tutup dia.

Antusiasme tinggi dari pemodal ventura

Layanan food tech secara umum memang tengah naik daun. Perusahaan jenis ini memanfaatkan teknologi secara menyeluruh, mulai dari supply chain bahan baku, efisiensi operasional, pencatatan keuangan, pembayaran, hingga distribusi.

Covid-19 nyata-nyata memberikan dampak bagi industri F&B, namun sekaligus menguji mentalitas bisnis para founder-nya. Beberapa yang memilih terus mengakselerasi bisnis, lakukan transformasi memanfaatkan ragam layanan yang ada.

Untuk menjaga tren pertumbuhan, para pemain industri memulai memanfaatkan kanal digital. Strategi tersebut dilakukan beriringan dengan peningkatan jumlah gerai. Konsep grab & go sendiri memang sangat bergantung dengan keberadaan gerai, kendati tidak sedikit yang hanya dijadikan tempat produksi (tanpa memiliki ruang untuk dine-in).

Aplikasi didesain untuk menghubungkan konsumen dengan outlet, membawa dari online menuju offline – atau sebaliknya. Model ini cukup efisien, karena perusahaan pun bisa memanfaatkan data yang didapat dari kebiasaan konsumen yang tercatat di aplikasi, sehingga dapat menyuguhkan produk dan layanan yang lebih sesuai dengan pangsa pasarnya. Dari sisi konsumen, adanya kemudahan dan value added menjadikan mereka mau untuk memanfaatkan aplikasi.

Antusiasme pemodal ventura pun semakin meningkat untuk masuk ke segmen ini. Berikut daftarnya:

Pemodal Ventura Portofolio
Alpha JWC Ventures Hangry, Kopi Kenangan, Lemonilo, Mangkokku
East Ventures Fore Coffee, Greenly, Legit Group, SaladStop!, Mohjo
AC Ventures Coffee Meets Bagel, Fore Coffee
Vertex Ventures Dailybox
Openspace Ventures JIWA Group
SALT Ventures Hangry
ANGIN Burgreens

Eden Farm Announces 271 Billion Rupiah Series A Funding Led by AppWorks and AC Ventures

Agritech startup Eden Farm announced the series A funding of $19 million or equivalent to 271.1 billion Rupiah. The round was led by AppWorks and AC Ventures, with the participation of Trihill Capital, OCBC Ventures, Investible, Corin Capital, and former investor Global Founders Capital.

This funding continues Eden Farm‘s pre-series A round led by investible in February 2021. With the mission of “Feeding the Nation”, Eden Farm has built an integrated food distribution network since 2017. The goal is to simplify the supply chain to increase margins by reducing prices and cutting out middlemen.

In its service, they also provide accurate demand forecasts for farmers by implementing digital acceleration, and achieving production predictability.

According to the statistics, Eden Farm currently serves 53 thousand customers and partners with more than 2 thousand farmers in Java. In order to support the supply chain, they also operate 5 Eden Fulfillment Centers in strategic locations, supported by 400 supplier partners for product availability.

Meanwhile, since 2019 AppWorks has participated in a number of local startup funding, including HarukaEDU series C funding (Nov 2019), Fabelio series C funding (June 2020), InfraDigital series A funding (Jun 2020), and iSeller pre-series B funding (2021).

Apart from Eden Farm, a number of local agritech startups are also trying to solve the same issue. One of them is TaniHub Group. Last May 2021, the platform secured a series B funding of $65.5 million (over 940 billion Rupiah) led by MDI Ventures. This round brought TaniHub’s valuation to over $200 million. Tanihub currently has several business units, including supply chain, financing, and farmer education.

Focus on solving supply chain issue

According to the BPS report, Indonesia has more than 33.4 million farmers, with the agricultural sector contributing 14% of Indonesia’s GDP or a $140 billion market growing 12.93% per quarter (QoQ). However, the agricultural sector still has major challenges related to supply chain efficiency and farmer welfare with many leakages occurring at various levels of the supply chain.

In this case, Eden Farm decided to focus on resolving issues in the supply chain. “We strengthened two important foundations on the supply and demand sides by building Eden Farm Sourcing Center (ESC) and Eden Farm Distribution Network (EDN),” Eden Farm’s Co-founder & CEO, David Gunawan said in an interview with DailySocial.id.

ESC is a program of direct collaboration with farmers to determine cropping patterns, certainty of selling prices, and certainty of the amount of agricultural produce taken every day. Meanwhile, EDN is a distribution network created to empower the community. EDN is spread in various locations and is within a 5 km radius of the customer so that delivery is faster and more efficient.

“Eden Farm is focused on revolutionizing the fresh produce supply chain and creating a strong defense in upstream agricultural technology. As early investors in Eden Farm, we see them growing and achieving their goals as they increase demand channels and build stronger relationships with farmers in the field. We believe Eden Farm can lead the industry towards digitalization and become a leader in B2B agricultural technology,” AC Ventures’ Founder & Managing Partner, Adrian Li said.

Focus on B2B segment

To date, the F&B sector has a market size of $92 billion, with the food sector expected to grow at a CAGR of 8.7%. They are also one of the biggest absorbers of agricultural products.

One of the business processes by Eden Farm is bridging needs on the industrial side, then connecting with farmers. They claim to have a strong operational system by procuring products directly from farmers, creating defenses in upstream agriculture and attracting growth through diversified B2B markets.

Focusing on the B2B market, Eden Farm supplies high quality food ingredients to various customer segments, including hotels, restaurants & cafes (HORECA), traditional markets, and e-commerce.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Eden Farm Umumkan Pendanaan Seri A 271 Miliar Rupiah Dipimpin AppWorks dan AC Ventures

Startup agritech Eden Farm mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $19 juta atau setara 271,1 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh AppWorks dan AC Ventures, dengan partisipasi dari Trihill Capital, OCBC Ventures, Investible, Corin Capital, dan investor terdahulu Global Founders Capital.

Pendanaan ini melanjutkan perolehan Eden Farm dalam putaran pra-seri A yang dipimpin investible pada Februari 2021 lalu. Mengusung misi “Feeding the Nation”, Eden Farm membangun jaringan distribusi pangan terintegrasi sejak 2017. Tujuannya untuk menyederhanakan rantai pasokan demi meningkatkan margin dengan mengurangi harga dan memotong perantara.

Dalam layanannya mereka juga memberikan demand forecast yang akurat bagi petani dengan menerapkan akselerasi digital, dan mencapai prediktabilitas produksi.

Dari statistik yang disampaikan, saat ini Eden Farm melayani 53 ribu pelanggan dan bermitra dengan lebih dari 2 ribu petani di pulau Jawa. Untuk mendukung rantai pasok, mereka juga mengoperasikan 5 Eden Fulfillment Center di lokasi-lokasi strategis dan didukung oleh 400 rekanan supplier ketersediaan produk.

Sementara itu, sejak 2019 AppWorks telah berpartisipasi ke sejumlah pendanaan startup lokal, di antaranya pendanaan seri C HarukaEDU (Nov 2019), pendanaan seri C Fabelio (Jun 2020), Pendanaan seri A InfraDigital (Jun 2020), dan pendanaan pra-seri B iSeller (2021).

Selain Eden Farm, sejumlah startup agritech lokal juga mencoba menyelesaikan isu yag sama. Salah satunya adalah TaniHub Group. Mei 2021 lalu, mereka dikabarkan telah mendapatkan pendanaan seri B senilai $65,5 juta (lebih dari 940 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh MDI Ventures. Putaran ini membawa valuasi TaniHub melambung senilai lebih dari $200 juta. Tanihub sendiri saat ini memiliki beberapa unit bisnis, termasuk di bidang rantai pasok, pembiayaan, hingga edukasi petani.

Fokus menyelesaikan isu rantai pasok

Menurut laporan BPS, Indonesia memiliki lebih dari 33,4 juta petani, dengan sektor pertanian berkontribusi sebesar 14% dari PDB Indonesia atau pasar senilai $140 miliar yang bertumbuh 12,93% per kuartal (QoQ). Namun demikian, sektor pertanian masih memiliki tantangan besar terkait efisiensi rantai pasok dan kesejahteraan petani dengan banyaknya kebocoran yang terjadi di berbagai lapis rantai pasok.

Dari permasalahan tersebut, Eden Farm memang memilih untuk fokus menyelesaikan isu di rantai pasok. “Kami memperkuat dua fondasi penting di sisi pasokan dan permintaan dengan membangun Eden Farm Sourcing Center (ESC) dan Eden Farm Distribution Network (EDN),” terang Co-founder & CEO Eden Farm David Gunawan dalam sebuah wawancara dengan DailySocial.id.

ESC adalah program kerja sama langsung dengan petani untuk menentukan pola tanam, kepastian harga jual, dan kepastian jumlah hasil tani yang diambil setiap harinya. Sedangkan EDN adalah jaringan distribusi yang dibuat dengan memberdayakan masyarakat. EDN tersebar di berbagai lokasi serta berada dalam radius 5 km dari pelanggan sehingga pengiriman lebih cepat dan efisien.

“Eden Farm fokus merevolusi rantai pasok produk segar dan menciptakan pertahanan yang kuat di bidang teknologi pertanian hulu. Sebagai investor awal di Eden Farm, kami melihat mereka telah bertumbuh dan berhasil meraih pencapaian mereka saat mereka meningkatkan demand channels dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan petani di lapangan. Kami percaya, Eden Farm dapat memimpin industri ini menuju digitalisasi dan menjadi pemimpin di bidang teknologi pertanian B2B,” ujar Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Fokus di segmen B2B

Untuk saat ini, sektor F&B memiliki ukuran pasar bernilai $92 miliar, dengan sektor makanan yang diperkirakan akan tumbuh pada CAGR sebesar 8,7%. Mereka pun menjadi salah satu penyerap terbesar produk-produk pertanian.

Proses bisnis yang dilakukan Eden Farm salah satunya menjembatani kebutuhan di sisi industri, lalu menghubungkan dengan para petani. Mereka mengklaim telah memiliki sistem operasional yang kuat dengan pengadaan produk langsung dari petani, menciptakan pertahanan di bidang pertanian hulu dan daya tarik pertumbuhan melalui pasar B2B yang beragam.

Fokus pada pasar B2B, Eden Farm memasok bahan makanan berkualitas tinggi ke berbagai segmentasi pelanggan, termasuk hotel, restoran, & cafe (HORECA), pasar tradisional, dan e-commerce.

Application Information Will Show Up Here

Makmur Investment Platform Secures Seed Funding

Online investment platform Makmur secures seven-figure seed funding led by BEENEXT. A number of VCs and angel investors participated in this round, including Kinesys Group, Trihill Capital, Yiping Goh (Partner at Quest Ventures), Edward Tirtanata via Kenangan Kapital, Vidit Agrawal (CEO of GajiGesa), and Andrew Lee.

The money will be used to drive business growth by developing product features and portfolios. Makmur will also increase the number and develop the quality of its human resources.

“Currently, Indonesia’s capital market investors are experiencing significant growth, but only represent 2% of the total population in Indonesia. We expect this funding to support our efforts to close the financial inclusion gap and encourage literacy in Indonesia,” Sander said in his official statement.

Edward Tirtanata through his angel investment fund, Kenangan Kapital said that Indonesia is currently experiencing an unprecedented surge in investment from the retail market. Using this growth, Makmur focuses on financial advisory and goal-based investing to help assist novice investors. He considered this to provide different values ​​compared to wealthtech startups in Indonesia.

“Non-professional investors like me need financial advisors, and Makmur democratizes financial advisor services,” Edward told DailySocial.id in separate occation.

In general note, Makmur allows investors to invest with a minimum value of IDR 10,000. Makmur offers a number of features to strengthen the added value of its products. First, technology-based human advisors and Makmur Recipe to make it easier for novice investors to compare the right mutual funds. Users can also place mutual funds in different pockets according to their needs or investment goals (goal based investing).

Currently, Makmur provides eight investment managers, BNI Asset Management, Bahana TCW Investment Management, Trimegah Asset Management, Avrist Asset Management, Capital Asset Management, RHB Asset Management, FWD Asset Management, and Syailendra Asset Management.

Strengthen its position

In fact, Makmur is backed by a series of team work experiences at well-known technology and financial companies in Silicon Valley and Wall Street. Sander previously had an internship as a Facebook Software Engineer who was responsible for the algorithm for sorting posts on the News Feed and a Software Engineer at Motorola Solutions.

He has also held various positions in the financial industry, from KCG Holdings to Head of Quantitative Trading at Virtu Financial, one of the largest stock trading companies on Wall Street.

As DailySocial.id reached, Sander based his thought on a number of strategies in blending Makmur’s superior features, therefore, users can experience investing like having a personal wealth manager

For example, Makmur Recipe’s superior features were developed in several options, such as Makmur Recipe for emergency funds, retirement funds, and passive income. In addition, there is also a tech-enabled human advisor feature to design strategies according to the user’s investment goals. The recommended investment strategy will also follow the user’s risk profile.

Sander said this feature was designed by experts in their fields with the support of research and data-based investment technology. He considered that human advisors better understand the investment needs of users than robo advisors that have been circulating on similar platforms.

“We see that Indonesia has a quite low investment literacy. Most people invest because they join in or are attracted to sweet returns. In fact, a good investment must be based on data and research, not just feeling or simply following. Therefore, we made a quantitative investment strategy which draws on decades of data and research results used by Wall Street, not just academic theory,” Sander said.

Business development

This year, Sander revealed that his team will increase the mutual funds options by adding investment manager partners with good reputation and track record. His team will also collaborate with several mutual fund sales outlet partners

“We strictly select investment manager partners. In terms of mutual fund products, we consider some factors, such as performance, top holding, managed funds, and management fees for similar mutual funds,” he said.

In terms of products, Makmur will add new features to make it easier for users to invest, such as payment methods. According to Sander, the GoPay and Direct Debit payment methods are in the process of being integrated and are targeted for release in the next two months.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Platform Investasi “Makmur” Mengamankan Pendanaan Tahap Awal

Platform investasi online Makmur mengamankan pendanaan tahap awal dengan nominal tujuh digit yang dipimpin oleh BEENEXT. Sejumlah VC dan angel investor turut berpartisipasi pada putaran ini, antara lain Kinesys Group, Trihill Capital, Yiping Goh (Partner di Quest Ventures), Edward Tirtanata via Kenangan Kapital, Vidit Agrawal (CEO GajiGesa), dan Andrew Lee.

Pendanaan ini akan digunakan untuk mendorong pertumbuhan bisnisnya dengan mengembangkan fitur dan portofolio produk. Makmur juga akan menambah jumlah dan mengembangkan kualitas SDM-nya.

“Saat ini, investor pasar modal di Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan, tetapi baru mewakili 2% dari total populasi di Indonesia. Kami harap pendanaan awal ini dapat mendukung upaya kami menutup gap inklusi keuangan dan mendorong literasinya di Indonesia,” ungkap Sander dalam keterangan resminya.

Edward Tirtanata melalui angel investment fund miliknya di Kenangan Kapital mengatakan saat ini Indonesia tengah mengalami lonjakan investasi dari pasar ritel yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan pertumbuhan ini, Makmur berfokus pada financial advisory dan goal-based investing yang dapat membantu mendampingi investor pemula. Ia menilai fokus tersebut memberikan nilai berbeda dibandingkan startup wealthtech yang ada di Indonesia.

“Investor non-profesional seperti saya membutuhkan financial advisor, dan Makmur mendemokratisasi layanan financial advisor,” ungkap Edward dihubungi terpisah oleh DailySocial.id.

Sekadar informasi, Makmur memungkinkan investor untuk berinvestasi dengan nilai minimal Rp10.000. Makmur menawarkan sejumlah fitur untuk memperkuat nilai tambah produknya. Pertama, human advisor berbasis teknologi dan Makmur Recipe untuk mempermudah investor pemula dalam membandingkan reksa dana yang tepat. Pengguna juga dapat menempatkan reksa dana pada kantong berbeda sesuai kebutuhan atau tujuan investasi (goal based investing).

Saat ini Makmur menyediakan delapan manajer investasi, yaitu BNI Asset Management, Bahana TCW Investment Management, Trimegah Asset Management, Avrist Asset Management, Capital Asset Management, RHB Asset Management, FWD Asset Management, dan Syailendra Asset Management.

Memperkuat posisi Makmur

Sebagai informasi, Makmur diperkuat deretan pengalaman kerja tim di perusahaan-perusahaan teknologi dan keuangan ternama di Silicon Valley dan Wall Street. Sander sebelumnya pernah magang sebagai Software Engineer Facebook yang bertanggung jawab atas algoritma pengurutan postingan di News Feed dan Software Engineer di Motorola Solutions.

Ia juga pernah menduduki berbagai posisi di industri keuangan, mulai dari KCG Holdings hingga menjadi Head of Quantitative Trading di Virtu Financial, salah satu perusahaan trading saham terbesar di Wall Street.

Dihubungi DailySocial.id, Sander berpatokan pada sejumlah strategi dalam meracik-racik fitur unggulan Makmur agar pengguna dapat merasakan pengalaman berinvestasi layaknya memiliki wealth manager pribadi

Contohnya, fitur unggulan Makmur Recipe yang dikembangkan dalam beberapa opsi, yaitu Makmur Recipe untuk dana darurat, dana pensiun, dan penghasilan pasif. Selain itu, ada pula fitur tech-enabled human advisor yang dapat merancang strategi sesuai tujuan investasi pengguna. Strategi investasi yang direkomendasikan juga akan mengikuti profil risiko pengguna.

Sander mengatakan, fitur ini dirancang oleh para ahli di bidangnya dengan dukungan teknologi investasi berbasis riset dan data. Ia menilai human advisor lebih memahami kebutuhan investasi pengguna daripada robo advisor yang telah banyak beredar di platform sejenis.

“Kami melihat literasi investasi di Indonesia masih sangat rendah. Kebanyakan orang berinvestasi karena ikut-ikutan atau kepincut imbal hasil yang manis. Padahal, investasi yang baik harus berdasarkan data dan riset, bukan sekadar feeling atau following. Maka itu, kami membuat quantitative investment strategy yang mengacu pada data puluhan tahun dan hasil riset yang digunakan oleh Wall Street, bukan sekadar teori dunia akademis,” papar Sander.

Rencana pengembangan Makmur

Pada tahun ini, Sander mengungkap pihaknya akan menambah pilihan reksa dana dengan menambah partner manajer investasi yang memiliki reputasi dan rekam jejak yang baik. Pihaknya juga akan menggandeng beberapa partner gerai penjualan reksa dana

“Kami selalu menyeleksi partner manajer investasi dengan ketat. Untuk produk reksa dana, kami mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti kinerja, top holding, dana kelolaan, dan management fee reksa dana sejenis,” ungkapnya

Dari sisi produk, Makmur akan menambah fitur-fitur baru untuk mempermudah pengguna berinvestasi, seperti metode pembayaran. Menurut Sander, metode pembayaran GoPay dan Direct Debit sedang dalam proses integrasi dan ditargetkan rilis dalam dua bulan mendatang.

Application Information Will Show Up Here