[Video] Cara Arise Dukung Startup Indonesia

DailySocial bersama Aldi Adrian Hartanto, Partner Arise, dana kelolaan MDI Ventures dan Finch Capital, membahas bagaimana dana kelolaan ini memberikan dukungan bagi startup Indonesia, tak hanya dari sisi modal jangka panjang, tetapi juga terlibat langsung di keseharian perusahaan.

Di video ini, Aldi juga memberikan opini terkait perkembangan ekosistem startup ke depan dan tips bagi para pendiri yang ingin melakukan fundraising.

Untuk video menarik lainnya seputar modal ventura (venture capital) dan seperti apa dukungannya terhadap startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi VCTalks.

Trihill Capital Turut Berinvestasi ke Fit Hub, Ungkap Komitmennya Dukung Startup Indonesia

Salah satu platform wellness yang awalnya hanya fokus pada kegiatan offline menghadirkan kelas yang beragam, pilihan pelatih, hingga peralatan gym terkini, Fit Hub, telah mendapatkan pendanaan awal senilai $3 juta dari sejumlah investor.

Putaran pendanaan awal ini dipimpin oleh Global Founders Capital APAC, dengan partisipasi dari Goodwater Capital dan angel investor. Di antaranya adalah Abhinay Peddisetty, Steven Wongsoredjo, Robin Tan, Benedicto Haryono, dan Philip Tjipto.

Sementara itu venture capital yang sejak pertama kali memberikan dukungan investasi kepada Fit Hub yaitu Trihill Capital, juga turut terlibat dalam putaran pendanaan kali ini.

Kepada DailySocial.id, Alwyn Rusli dari Trihill Capital membagikan cerita alasan mereka berinvestasi kepada platform wellness yang diklaim telah profitable ini.

Pandemi dorong kegiatan olahraga

Jika awalnya kebanyakan masyarakat Indonesia enggan untuk melakukan kegiatan olahraga hingga gaya hidup sehat, saat pandemi semua mulai berubah dan mulai banyak dari mereka mencari kegiatan berkualitas yang berdampak pada peningkatan kesehatan. Pandemi telah mendorong pertumbuhan platform wellness dan olahraga di tanah air.

Layanan seperti Fit Hub kemudian tidak hanya berfungsi sebagai aplikasi untuk pemesanan kegiatan olahraga, namun juga sudah menjadi opsi bagi masyarakat umum untuk mengikuti kelas kebugaran khusus secara online.

Menawarkan Gym Premium dengan harga terjangkau sebelumnya Fit Hub sudah memiliki aplikasi yang terbatas digunakan untuk kegiatan pemesanan saja. Saat pandemi opsi tersebut kemudian mulai diperluas dengan menghadirkan pilihan kelas olahraga online dengan membangun gym yang berbasis digital. Saat ini Fit Hub telah memiliki sekitar 8 ribu lebih pengguna, 210 pelatih dan 16 cabang offline di 5 kota.

“Kita melihat space mana yang bisa kita incar untuk berinvestasi. Fit Hub menjadi ideal bagi kami dilihat dari latar belakang pendirinya yang memiliki pemahaman sangat baik dan melakukan riset hingga terjun langsung untuk melihat potensi pasar,” kata Alwyn.

Ditambahkan olehnya, Trihill capital memutuskan untuk berinvestasi sejak awal, setelah melihat pertumbuhan bisnis yang positif dari Fit Hub. Berawal dari tesis sudah mulai banyak masyarakat yang ingin memiliki gaya hidup sehat, mereka melihat apa yang ditawarkan oleh Fit Hub menjadi relevan dan memiliki potensi untuk terus berkembang.

Fokus Trihill Capital

Berbasis di Singapura, Trihill Capital adalah pemodal ventura yang memiliki visi untuk membangun kemitraan dalam jangka panjang dengan para pendiri startup. Secara khusus Trihill Capital memiliki 2 investment arms, yaitu investasi yang fokus kepada public equities secara global dan satu lagi berinvestasi kepada perusahaan di Asia Tenggara.

Untuk venture arms sendiri disebutkan adalah dalam beberapa tahapan. Mulai dari tahapan awal hingga ke growth stage. Meskipun bersifat agnostik (tidak terfokus pada vertikal bisnis tertentu), namun sebagian besar mereka mengincar kepada layanan fintech, logistik, commerce, dan pemberdayaan UMKM.

Untuk mendukung pertumbuhan bisnis startup, Trihill berupaya untuk mengawal bisnis mereka selama mungkin. Dalam hal ini bagi perusahaan yang ingin memiliki pertumbuhan yang baik dalam jangka panjang, akan terus dibantu oleh mereka. Secara khusus biasanya mereka membantu perusahaan di berbagai tujuan, tetapi terutama di sisi komersial dengan memanfaatkan jaringan perusahaan dan lembaga keuangan (bank dan nonbank).

Tahun ini Trihill Capital masih memiliki rencana untuk memberikan investasi kepada startup di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, meskipun enggan untuk menyebutkan berapa kuota penambahan portofolio. Selain Fit Hub Trihill Capital juga telah memberikan investasi kepada Wagely, Eden Farm, Sicepat, Hey Kafe, Ruang Guru, Woy Makaroni dan BukuWarung.

We are an evergreen fund, kami cukup fleksibel dalam hal penyebaran modal dan dapat bermitra dengan pendiri portofolio kami selama mungkin,” kata Alwyn.

Jumlah Pendanaan Startup Indonesia Naik 2 Kali Lipat di Q1 2022 [UPDATED]

*Terdapat penambahan data terkait pendanaan yang diterima DANA senilai $25 juta dari PT Bank Sinarmas Tbk

Kuartal pertama (Q1) 2022 baru saja ditutup. Sejumlah capaian bisnis ekosistem startup di Indonesia mulai dibukukan, salah satunya terkait dengan pendanaan. Data DSInnovate mencatat, di kuartal ini ada 76 pendanaan startup yang diumumkan ke publik. Dari 50 pendanaan yang menyebutkan nominal, terkumpul total investasi yang diumumkan senilai $1,22 miliar.

Jumlah ini meningkat dua kali (2x) lipat jika dibandingkan dengan Q1 2021. Terdapat 40 transaksi pendanaan bernilai $554,7 juta dari 24 transaksi yang diumumkan nominalnya. Secara konsisten, jumlah pendanaan yang didapat di kuartal pertama selalu meningkat 2x lipat dari tahun 2020. Hal ini Mengindikasikan pandemi tidak menciutkan minat investor mendukung pelaku startup di Indonesia.

Tren putaran pendanaan

Ditinjau dari jenis putaran pendanaan yang didapat, seed funding alias pendanaan awal masih mendominasi secara jumlah. Hal ini ditengarai hadirnya beberapa model bisnis baru yang mencuri perhatian investor.

Di antaranya solusi quick commerce untuk merevolusi layanan grocery, lalu ada sejumlah agrotech dan aquatech baru yang mulai tervalidasi produknya, beberapa platform cryptocurrency, hingga startup direct-to-consumer.

Beberapa startup juga mendapatkan nilai yang signifikan dalam pendanaan awalnya. Seperti yang didapat Tip Tip besutan Albert Lucius, mantan pendiri Kudo. Dari East Ventures, Vertex, EMTEK, dan SMDV mereka membukukan dana $10 juta untuk mendukung debut bisnisnya.

Startup aquatech DELOS juga mendapatkan dukungan tambahan dari investor terdahulunya, termasuk Alpha JWC Ventures, MDI Ventures (melalui Cenaturi dan Arise), dan sejumlah investor lainnya. Mereka berhasil memperoleh dana awal senilai $8 juta. Sebanyak 13 putaran pendanaan awal bernilai lebih dari $2,5 juta.

Di data rekap pendanaan sepanjang 2021, kita melihat tren adanya peningkatan jumlah pendanaan tahap lanjutan (seri A atau di atasnya). Awal tahun ini tren tersebut belum terlihat signifikan, kendati beberapa putaran pendanaan lanjutan mendapatkan perolehan yang signifikan (di atas $20 juta).

Yang bisa menjadi catatan, beberapa startup yang tergolong masih baru mendapat kepercayaan investor-investornya untuk kembali membukukan investasi. Contohnya Astro dengan perolehan seri A yang tak lama berselang dengan pendanaan awalnya, menutup dengan nominal $27 juta. Juga startup lain seperti Brick (seri A), Bukukas (seri C), Sayurbox (seri C), dan sejumlah lainnya yang berselang kurang dari satu tahun dari putaran pendanaan sebelumnya.

Fintech masih menjadi primadona

Didasarkan pada jenis bisnis yang diminati investor, seperti tahun-tahun sebelumnya, fintech masih kokoh di urutan paling atas. Sebenarnya jika ditelisik lebih dalam, model bisnis yang ada di dalamnya juga berkembang, contohnya tahun ini mulai banyak startup yang menggarap solusi Earned Wage Access untuk pencairan gaji karyawan lebih awal — Wagely dan Gajiku adalah dua pemain yang mendapatkan pendanaan di segmen ini.

DANA menjadi startup fintech yang mendapat total pendanaan terbesar tahun ini. Lewat corporate round yang dapat dari PT Dian Swastika Sentosa Tbk (bagian dari konglomerasi Sinar Mas Group), startup yang dipimpin Vincent Iswara ini berhasil mendapatkan tambahan dana modal $225 juta untuk memenangkan persaingan ketat aplikasi e-money. Akulaku juga mendapatkan pendanaan tambahan $100 juta dari Siam Commercial Bank, melonjakkan valuasinya di atas $1 miliar. Kini masuk ke dalam daftar unicorn selanjutnya.

Investor paling aktif

Dari data pendanaan yang ada, turut dicatat nama-nama investor yang paling aktif berpartisipasi dalam setiap putaran pendanaan yang ada. Per kuartal ini, East Ventures dan AC Ventures menduduki peringkat teratas dari sisi kuantitas partisipasi pendanaan. Bahkan keduanya ada di beberapa putaran pendanaan yang sama. Baik EV dan ACV memiliki fund yang diinvestasikan untuk startup tahap awal dan lanjutan.

Selain itu Sequoia Capital India juga menjadi yang cukup aktif berinvestasi – khususnya sebagai tindak lanjut dari program akselerasi mereka Surge, sejumlah startup Indonesia mengikuti program tersebut.

Investor Jumlah Putaran
East Ventures 13
AC Ventures 13
Sequoia Capital India 9
Y Combinator 5
Alpha JWC Ventures 5
Alto Partners 5
Insignia Ventures 5

Sejumlah investor berpotensi meningkatkan jumlah dan nilai investasinya tahun ini, menyusul dana kelolaan yang berhasl ditutup. ACV sendiri Desember 2021 lalu mengumumkan penutupan dana kelolaan ketiga 3 triliun Rupiah. Alpha JWC Ventures juga tahun lalu mengumumkan dana kelolaan 6,1 triliun Rupiah yang akan banyak digelontorkan tahun ini.

Belum lagi sejumlah rencana dana kelolaan baru yang akan meluncur tahun ini, seperti Indonesia Impact Fund, Merah Putih Fund, dan sebagainya. Mengindikasikan di waktu yang akan datang tren pendanaan akan semakin besar – apalagi sejumlah pemodal telah merasakan keberhasilan dari capaian exit yang mengagumkan – melalui M&A dan/atau IPO.

Yang tak kalah menarik, di kuartal ini angel investor berpartisipasi dalam 28 putaran pendanaan. Di satu putaran, sebagian besar diisi oleh lebih dari 3 angel berlatar belakang founder startup (centaur dan unicorn). Kami melihat ini menjadi sebuah tren lifecycle yang menarik, saat founder di generasi sebelumnya yang berhasil memiliki bisnis signifikan mau mendukung generasi founder berikutnya.

Dan jika dulunya angel investor kesannya hanya mendukung di putaran pre-seed atau angel round, kini partisipasinya mulai tersebar, dari pendanaan tahap awal sampai tahap lanjutan.

Pendanaan terbesar sepanjang Q1 2022

Berikut ini adalah daftar pendanaan dengan nilai terbesar sepanjang Q1 2022.  Data berikut adalah putaran investasi yang membukukan setidaknya $20 juta:

Startup Sektor Putaran Pendanaan Investor
DANA Fintech Corporate Round  $225,000,000 PT Dian Swastika Sentosa Tbk (bagian dari Sinar Mas Group), PT Bank Sinarmas
Modalku Fintech Series C  $144,000,000 Softbank Vision Fund 2, VNG Corporation, Rapyd Ventures, EDBI, Indies Capital, Ascend Vietnam Ventures, Sequoia Capital India, BRI Ventures
Sayurbox Online Grocery Series C  $120,000,000 Northstar Group, Alpha JWC Ventures, Finance Corporation (IFC), Astra, Syngenta Group Ventures, Global Brain
Akulaku Fintech Corporate Round  $100,000,000 Siam Commercial Bank
eFishery Aquatech Series C  $90,000,000 Temasek, SoftBank Vision Fund 2, Sequoia Capital India, Northstar Group, Go-Ventures, Aqua-Spark, Wavemaker Partners
Bukukas SaaS Series C  $80,000,000 Tiger Global, Sequoia Capital India, CapitalG, angel investor
Pluang Wealthtech Series B  $55,000,000 Accel, BRI Ventures, Gold House, Square Peg, Go-Ventures, UOB Venture Management, Openspace Ventures, Angel Investor
Koinworks Fintech Series C  $43,000,000 MDI Ventures, Quona Capital, Triodos Investment Management, Saison Capital, AC Ventures, East Ventures
Moladin Car Marketplace Series A  $42,000,000 Northstar Group, Sequoia India, East Ventures, GFC
JULO Fintech Series B  $35,300,000 Credit Saison Asia Pacific, PT Surya Nuansa Cerita, Quona Capital, AC Ventures, Gobi Partners, Central Capital Ventura
Aruna Aquatech Series A  $30,000,000 Vertex Ventures, Prosus Ventures, AC Ventures, East Ventures, Indogen Capital, SMDV, SIG Venture Capital
Astro Online Grocery Series A  $27,000,000 Accel, Sequoia Capital India, AC Ventures, Global Founders Capital, Lightspeed, Goodwater Capital, Angel Investor
Xurya New Energy Series A  $21,500,000 East Ventures, Saratoga, Schneider Electric, New Energy Nexus Indonesia
Brankas Fintech Series B  $20,000,000 Insignia Ventures Partners, BEENEXT, Integra Partners

 

[Video] Rencana-Rencana Sequoia Capital Mendukung Pertumbuhan Startup Indonesia

DailySocial dan Managing Director Sequoia Capital Abheek Anand berbincang mengenai ekosistem startup di Indonesia yang semakin bertumbuh dan bagaimana Sequoia Capital berperan merancang serangkaian program demi mendorong percepatan bisnis startup.

Untuk video menarik lainnya seputar modal ventura (venture capital) di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi VCTalks.

Luno Kenalkan Unit Ventura yang Fokus Mendanai Proyek Kripto dan Web3

Bertujuan untuk memberikan investasi kepada startup yang fokus kepada fintech, kripto, dan Web3, Luno anak perusahaan Digital Currency Group mengumumkan peluncuran Luno Expeditions.

Luno Expeditions merupakan unit investasi (corporate venture capital) global khusus bagi startup tahap pendanaan awal. Lebih luas, dana kelolaannya akan menyasar pengembang layanan finansial, metaverse, infrastruktur blockchain, dan Web3.

Seperti diketahui, Luno sendiri merupakan salah satu pemain kripto di Indonesia. Mereka sudah memiliki perusahaan lokal di Indonesia yang terdaftar di Bappebti. Sejumlah agenda strategis juga sudah dilakukan, salah satunya mereka kolaborasi dengan Lippo Group akan segera bangun joint venture garap bisnis di seputar aset kripto.

CEO Luno Expeditions Jocelyn Cheng, dilansir dari Tech Crunch, mengatakan bahwa unit ventura ini akan menjadi ujung tombak proyek baru. Cheng sebelumnya telah berinvestasi di pendiri startup global selama enam tahun terakhir sebagai direktur pelaksana di Global Innovation Fund, yang merupakan impact investment.

“Saya senang bisa bergabung dengan Luno Expeditions. Saat ini merupakan momentum yang sangat menarik untuk terjun ke sektor kripto dan ekosistem fintech yang lebih luas. Kami memiliki rencana ambisius untuk membangun modal ventura yang dirancang sesuai dengan kebutuhan para pendiri startup. Merupakan sebuah kehormatan tersendiri untuk bisa bekerja dengan para pengusaha berdedikasi dari seluruh dunia, yang memiliki kesamaan visi untuk memecahkan masalah dan membangun perusahaan jasa keuangan yang lebih baik.”

Tim Luno Expedition lainnya di antaranya adalah Mira Christanto (Director of Investments) Aditi Khimasia (Head of Legal), Katharine Suy (Chief Marketing Officer), dan Margaux Dutertre (Investment Analyst). Sebagian besar dari mereka sudah familiar dengan layanan fintech dan telah terjun ke industri kripto.

Tim Luno Expeditions akan berfokus meningkatkan jumlah investasi (dengan target 200-300 investasi per tahun) dan memperluas portofolionya di luar kripto hingga ke bidang fintech yang lebih luas.

Hari ini, inisiatif serupa juga diluncurkan oleh Indogen Capital, Finch Capital, dan Tokocrypto dengan membentuk Cydonia Fund. Dana kelolaan ini akan fokus ke ekosistem Web3 lokal yang dinilai akan menjadi sesuatu yang signifikan di kemudian hari. Mereka menargetkan hingga 40 startup untuk didanai.

Indogen, Finch Capital, dan Tokocrypto Kolaborasi Bentuk “Cydonia Fund” untuk Ekosistem Web3

Indogen Capital dan Finch Capital meresmikan kendaraan investasi baru “Cydonia Fund” menggandeng Tokocrypto, fokus mendanai ekosistem Web3 di Indonesia. Sebagai Web3 fund dengan mandat global pertama di Indonesia, Cydonia akan berinvestasi dalam pengembangan ekosistem Web3 berskala global dan menjadi enabler bagi para pelaku industri.

Langkah strategis ini sejalan dengan visi Tokocrypto untuk terus menjadi builder sekaligus leader di ekosistem kripto, blockchain, dan Web3 di tanah air, selaligus membawa Indonesia menjadi barometer di kancah global.

Dalam konferensi pers yang diadakan di T-Hub Tokocrypto di area Patal Senayan (17/3), CSO Tokocrypto Chung Ying Lai juga mengungkapkan, “Tokocrypto dan Cydonia Fund diharapkan bisa menjadi support system terbaik untuk membawa ekosistem Web3 di Indonesia naik tingkat di kancah global.

“Dengan perkembangan ekosistem aset digital, investasi kini tidak hanya berbentuk equity shares, namun juga bisa berbentuk token atau coin. Sebagai modal ventura, kami memiliki investment tesis sendiri. Inilah mengapa kami membentuk satu fund baru khusus melakukan investasi ke perusahaan dalam bentuk token atau coin,” ujar Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto.

Managing Partner Finch Asia Hans De Back melihat seiring dengan semakin maraknya adopsi aset kripto secara global, banyak perusahaan modal ventura baru yang berfokus pada investasi di aset digital bermunculan. Namun masih sedikit sekali perusahaan modal ventura yang memiliki hubungan strategis dengan platform perdagangan aset kripto berskala besar sebagai domain expert.

“Berkaca pada kolaborasi antara FTX, Solana Ventures, dan Lightspeed Venture Partners di Amerika Serikat pada penghujung tahun 2021, kami yakin merupakan langkah yang tepat bagi Cydonia Fund untuk turut bermitra dengan platform kenamaan serupa, dan kami sangat senang telah menemukan sosok mitra tersebut di jajaran eksekutif Tokocrypto,” tambahnya.

Disinggung mengenai nilai dana kelolaan yang akan disalurkan, baik pihak Indogen maupun Finch belum berani buka suara. Namun, Hans sempat mengutarakan bahwa jumlahnya cukup signifikan, “Cukup untuk menyokong 40-50 portfolio perusahaan,” bebernya.

Terkait sumber dana, Chandra juga membocorkan bahwa terdapat sekitar 20 LP yang siap mendukung setiap inisiatif yang akan dilancarkan oleh Cydonia. “Selengkapnya akan dikabarkan lagi paling lambat di bulan Juni 2022,” papar Chandra.

Indogen Capital sebagai modal ventura telah berpengalaman sejak 2016. Saat ini menjalankan 2 fund dengan 25 portofolio kelolaan, 2 unicorns, dan 5 exits. Sementara, Finch Asia adalah perusahaan modal ventura dengan rekam jejak fintech yang sudah aktif berinvestasi di Asia sejak 2014 dengan Indonesia sebagai fokus pasar. Sebelumnya Finch juga merilis dana kelolaan Arise Fund bersama MDI Ventures.

Ekosistem Web3 di Indonesia

Mengutip sejumlah sumber, Web3 memungkinkan pengguna dan mesin dapat berinteraksi dengan data, nilai, dan rekanan lainnya melalui substrat jaringan bersifat peer-to-peer. Dengan begitu, interaksi tidak lagi memerlukan pihak ketiga. Web3 memungkinkan pengguna mengontrol data mereka sendiri. Mereka akan berpindah dari media sosial ke email atau belanja dengan satu akun dipersonalisasi, membuat catatan di blockchain dari seluruh aktivitas.

Dengan adanya desentralisasi, nyatanya pengaruh Web3 terhadap perkembangan ekosistem aset kripto cukup besar. Mengingat bahwa desentralisasi kemungkinan akan menjadi salah satu bagian utama dari internet konsep baru ini, dapat disimpulkan bahwa aset kripto dan blockchain juga akan memainkan peran penting yang juga sama besarnya.

Di Indonesia sendiri, web3 tengah menjadi primadona di industri digital. Konsep desentralisasi ini bukan hanya merambah sektor finansial, namun juga semakin luas menjangkau industri seni dan musik. Beberapa proyek Web3 yang sudah diluncurkan tahun ini termasuk Superlative Secret Society yang belum lama ini meluncurkan galeri NFT pertama Indonesia. Selain itu juga ada Netra, platform NFT musik berbagi royalti untuk musisi dan para penikmat musik.

Namun, satu hal yang masih menjadi tantangan terbesar dalam industri Web3 adalah literasi. Layaknya masa awal pengembangan Web1 dan Web2, masyarakat tidak serta merta mengerti konsep dan utilitas dari fenomena baru yang terjadi. Maka dari itu, edukasi terhadap para stakeholder harusnya masih menjadi prioritas dalam pengembangan ekosistem web3 di tanah air.

Melvin Hade: Tren, Lanskap, dan Rencana Investasi Global Founders Capital di Asia Tahun 2022

DailySocial mendapat kesempatan berbincang langsung dengan Melvin Hade, Partner Global Founders Capital (GFC) untuk Asia Tenggara, Pakistan, dan Australia seputar tren, lanskap, dan rencana investasi di tahun ini.

Melvin, begitu ia disapa, dikenal sebagai anak muda Indonesia yang menjejakkan namanya dalam jajaran bergengsi Forbes “30 Under 30” angkatan 2020. Ia merupakan first hire GFC dari Indonesia yang telah menutup kesepakatan investasi di Indonesia, Singapura, Hong Kong, dan Filipina dengan total $22,15 juta per Januari 2020 mengacu data Forbes. Sebelumnya ia berkarier di perusahaan manajemen konsultan McKinsey & Company.

Global Founders Capital adalah perusahaan berafiliasi dengan Rocket Internet, perusahaan internet asal Jerman yang memiliki peran signifikan dalam mempopulerkan model bisnis berbasis internet/teknologi, termasuk di Indonesia. Rocket Internet adalah pendiri Lazada dan Zalora, platform e-commerce yang juga menjadi motor penggerak industri digital Asia Tenggara.

GFC didirikan sebagai kendaraan investasi yang memiliki model berbeda. Berdasarkan data terakhir, GFC telah mengelola lebih dari $1 miliar dana investasi di tahap seed dan growth di dunia, termasuk di antaranya Traveloka, Meta, LinkedIn, dan Eventbrite.

Berikut ini adalah rangkuman perbincangan kami dengan Melvin.

Perubahan karier dari consulting ke venture capital

Jawab: Saya memilih untuk menempuh jalur karir sebagai venture capitalist karena dua hal. Pertama, saya melihat ada banyak transisi orang bekerja di consulting atau investment banking, lalu pindah ke perusahaan teknologi. We are in the shifting period where technology and digitalization are happening across different sectors.

“Kedua, I think legacy is something that I’m striving for because being able to spot great companies in the early days is definitely a luxury. Before it becomes mainstream, I want to be part of their journey, sampai menjadi unicorn ke depannya. Similar to Patrick Walujo, the early investor of Gojek.”

Selain itu, [model pekerjaan] di consulting cukup mirip dengan VC. Kita bekerja dengan berbagai macam klien, industri, dan negara. Di venture capital space juga demikian di mana kami membantu banyak partner, perusahaan, dan founder.

Yang membedakan adalah consulting tidak berinvestasi di perusahaan. Di VC, stake lebih tinggi karena we’re basically voting with our dollar. From the decision-making point of view, there’s a need to be more convincing.

I felt like the VC role was more of an interesting role. So, I took a leap of faith and joined GFC in 2019 to start in Indonesia. I was the first hire in Indonesia back then. Initially, memang untuk [pasar] Indonesia saja.

Di 2020, we started to see SEA as a region and then added Pakistan and Australia into the scope in 2021. Ini evolusi dari pasar kami.

Bagaimana Melvin menemukan peluang bisnis yang menarik

Jawab: We are slowly building the team in Indonesia, then in SEA. When we enlarge the new market, we also have a local team yang membantu melihat peluang ini. Di Asia Tenggara, kami punya tim di Vietnam, Filipina, dan Pakistan. Di Australia, kami sedang hiring. I think the team expansion is one of the thing that help me in covering these different markets. Total saat ini ada 11 orang di Asia Tenggara dan Pakistan, termasuk tujuh orang di Indonesia. Penambahannya cukup banyak karena hanya ada dua orang di 2019.

These markets is actually quite similar, especially Pakistan and SEA. Apa yang terjadi di Indonesia dua tahun lalu, sekarang sedang terjadi di Pakistan. Misalnya saja, vertikal edtech dan healthtech. Jadi untuk memahami model apa yang akan berhasil di sana, itu tidak terlalu sulit, karena kami melihat pola serupa di Indonesia dan India.

At the model level, seharusnya bisa applicable untuk startup tahap awal di SEA. Misalnya, ride-hailing dan quick commerce ada di hampir semua negara. Di Indonesia ada Gojek, di Singapura ada Grab.

Perbedaannya terletak di level operasional saja, target pasar, dan skema pricing. We see so many local champions, 90% mirip, baik itu regulasi, demografi, atau culture. Mungkin perbedaan signifikan apabila kita membandingkan negara maju dan negara berkembang. Indonesia vs Singapura misalnya.

I think metrics paling relevan untuk mengukur kemiripan itu adalah GDP per capita, how developed is the economy. Thats how we look at the different market.

Model yang berubah ketika sudah scale up

Jawab: Ketika perusahaan masuk ke fase growth, langkah pertama adalah mencari peluang baru di pasar. Kita lihat Traveloka ekspansi ke food dan lifestyle, dari sebelumnya yang hanya fokus di transportasi dan hospitality. Ketika perusahaan semakin besar, mereka harus meningkatkan pangsanya. Kalau tetap di situ-situ saja, tidak ada ekspansi, valuasi akan mentok. That’s the reason larger companies expand to other verticals.

If we talk about fintech, everyone wants to become a bank karena itu yang membuka kesempatan baru dan meningkatkan profitabilitas. Xendit mau menjadi bank. Lalu, di ranah e-commerce, Astro has already introduced their own product aside from groceries and are also thinking of entering food delivery. Those are the expansion opportunities in the growth stages. Tapi ini natural karena mereka harus berkembang dan meningkatkan valuasi. There are a lot of expectations to continue to grow.

Bentuk support GFC ke portofolionya

Jawab: Kami tidak bisa berjalan sebagai VC dengan memberikan investasi saja. Industri ini kompetitif sekali. Apabila ada great company, great founder, kami akan coba lakukan yang terbaik. Bagaimana meyakinkan mereka untuk bekerja bersama GFC? Kami tidak menanamkan mindset, “I’m a shareholder, you should work for me”, tetapi justru sebaliknya. Kami bekerja untuk mereka.

Kami membantu pitch deck, menetapkan strategi, dan bagaimana melakukan pitching. Kami memiliki portfolio support team di mana kami berperan sebagai consultant untuk founder. Selain itu, kami juga bantu, misalnya, melakukan benchmarking dengan portofolio kami di global terkait UI/UX apa yang bagus. Kemudian, kami compile riset dan pengalaman di lapangan, apakah dapat diterapkan di Indonesia.

Given that we back companies globally and we can back the same models across the market, we can extract learning some of the best practices. Contoh, we backed eight players in quick commerce and e-grocery, dari UK, Kanada, Australia, India, dan Mesir. Kami bisa ambil pembelajaran dan pengalaman mereka dan kami bagikan ke portofolio early stage kami.

Kami ingin memastikan setiap portofolio kami dapat dapat memberikan testimoni yang baik terhadap GFC, karena yang dapat membuat kami win in this game adalah bagaimana pengalaman mereka bekerja dengan kami. Apa gunanya buat tech unicorn tapi mereka bilang hal yang buruk tentang GFC.

Proyeksi dan tren industri digital di 2022

Jawab: Saya melihat perkembangan di industri ini sedang melambat. Maka itu, saya pikir tahun ini akan menjadi tahun yang sulit bagi startup untuk fundraising dibandingkan 2021. Tahun ini trennya akan kembali ke fundamental. Companies that will thrive are the companies with strong fundamentals dan unit economics. Bukan seolah-olah ‘meningkatkan’ valuasi perusahaan saja.

Tahun lalu menjual mimpi masih memungkinkan, tetapi sekarang akan sulit karena public market sedang melambat. Beberapa pemberitaan global melaporkan growth-staged investors is pulling back their term sheet, valuasi di global dikoreksi even though the term sheets are already issued. I think we’ll see more of that, [investor] akan lebih cautious ke valuasi.

In terms of sector, I think a mix of new retail in Indonesia will continue to grow. It’s always an exciting story, thanks to Kopi Kenangan being the first new retail unicorn company in SEA, vertikal ini bisa berpeluang menghasilkan unicorn juga. Pada portofolio kami, we backed a new retail company called Fithub in Indonesia. Modelnya mirip dengan Kopi Kenangan, sama-sama untuk mass market, tetapi Fithub ini ingin menjadi fitness chain. Fithub ingin menjadi fitness center dengan biaya lebih terjangkau dari penyedia fitness terkemuka yang sudah ada.

Vertikal selanjutnya adalah e-grocery. Kami lihat pemain e-grocery terus berkembang, seperti Astro dan Eden Farm di Indonesia. Dengan situasi Indonesia saat ini menghadapi gelombang ketiga pandemi, saya rasa vertikal ini akan terus tumbuh.

And then neobank. Banking is always the end game for many fintech, and the first hurdle is to buy a bank or get a license. Contohnya, portofolio kami, HonestBank yang akan beroperasi tahun ini. Ada juga BukuWarung yang ingin menjadi neobank dengan memberikan lending untuk UMKM. Itu karena produk mereka dipakai UMKM atau warung. Lalu, ada RocketPocket yang ingin menjadi neobank untuk segmen remaja di tahun ini. Model ini mengikuti FamPay, neobank asal India yang juga salah satu portofolio kami.

Rencana investasi GFC untuk Asia Tenggara, Pakistan, dan Australia di 2022

Jawab: Today we have more than 60 companies across the region. In terms of investment, we see ourselves as an early-stage VC (pre-seed, seed, dan pre-series A). Kami sangat jarang masuk di series C dan D untuk di investasi pertama karena entry point kami selalu di pre-seed to series A.

Meskipun kami cukup sector-agnostic, kami terbuka terhadap berbagai industri. Kami melihat ada tiga sektor utama di Asia Tenggara, Pakistan, dan Australia, yaitu (1) consumer tech; misal Traveloka dan Astro jika bicara pasar Indonesia, (2) fintech sebagai salah satu big pillar, dan (3) B2B software enterprise solution. Tapi sebetulnya kami cukup agnostik juga.

Kami tidak pernah tentukan target tertentu karena kami tidak bisa memprediksi berapa banyak startup yang berkualitas bagus. Biasanya ini bergantung pada kondisi pasar. Secara historical, kami umumnya berinvestasi antara 10-20 startup baru setiap tahunnya. There are also a follow-on investment for our existing portfolio companies about 10-15. Jadi total investasi baru dan existing adalah 35.

Ticket size untuk early stage berkisar $250.000 sampai $5 juta, sedangkan untuk growth stage bisa up to $25 juta. Indonesia punya peran dominan mayoritas in the deployment, Indonesia is a key market for GFC, we can see around 40%-50% of the investment pipeline originates from Indonesia. For now, we still have a lot of capital to deploy karena kami tutup fund kedua di Desember 2019.

Bagaimana GFC mendorong akselerasi portofolio di early stage saat pandemi

Jawab: Ada dua hal. Pertama, kami membantu proses fundraising secara end-to-end, mulai dari timing, pembuatan materi fundraising, hingga introduction to top investors. Kedua, kami mengumpulkan insight tentang tren di global bagi portofolio kami. With regards to specific models, misalnya, kami melihat bagaimana sentimen pasar terhadap e-grocery. 

Fundraising in the early stages menjadi ajang untuk ‘land grabbing’ investor to the cap table, karena ketika investor sudah berinvestasi di satu startup, mereka tidak bisa berinvestasi di [startup] kompetitor lainnya.”

Jadi ini menjadi tiga forte kami bagi startup early stage di GFC, yaitu global insight and network, keterlibatan terhadap proses fundraising, dan portfolio consulting project.

Ambisi Veteran Modal Ventura Helen Wong Dampingi AC Ventures ke Tahap Lanjutan

AC Ventures mengumumkan Helen Wong, pemodal ventura dengan pengalaman lebih dari 20 tahun di Tiongkok dan negara berkembang, bergabung sebagai Senior Advisor dan Venture Partner. Helen akan bertugas mendukung AC Ventures di berbagai bidang, termasuk pengembangan perusahaan, pelatihan tim, investasi, hingga penasihat portofolio.

Masuknya Helen, menandai strategi AC Ventures yang akan terus melakukan investasi besar-besaran untuk memperkuat tim mereka (investment team dan value creation teams) dan berencana meningkatkan jumlah tim hingga lebih dari 50% pada tahun ini.

Dalam keterangan resmi disampaikan, Helen memiliki rekam jejak yang tidak diragukan dalam mengidentifikasi tim yang kuat dan sektor yang berpotensi tinggi di Tiongkok dan Asia Tenggara. Mengawali kariernya bekerja di berbagai wilayah di seluruh dunia, ia sempat memimpin investasi di Akulaku dan Reddoorz, serta menjabat di sejumlah perusahaan teknologi terkemuka asal Tiongkok, seperti Tudou/Youku, dan Mobike.

Hubungan Helen dengan para petinggi di AC Ventures, seperti Adrian Li, Michael Soerijadji, dan Pandu Sjahrir telah terbangun selama beberapa waktu dan mengenal mereka cukup baik. Helen sebelumnya pernah menjadi individual LP di AC Ventures. Mereka kerap berinteraksi terkait alur kesepakatan (deal flow) dan tren investasi di Asia Tenggara, termasuk merepresentasikan beberapa kesepakatan internal di perusahaannya terdahulu, seperti Carsome dan Payfazz.

“Saya pribadi telah berinvestasi di startup Indonesia yang juga sedang ditinjau oleh AC Ventures. Kami berdua (Helen dan Adrian) sangat memikirkan pendiri dan area perusahaan. Sebagai individual LP, saya mulai membimbing beberapa perusahaan yang menjadi bagian dari portofolio AC Ventures, berbagi pengalaman dari perusahaan-perusahaan Tiongkok dengan model bisnis serupa,” terang Helen.

Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li mengatakan, “Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan Helen untuk mempercepat pertumbuhan AC Ventures ke depan. Pengalaman yang luas dari Tiongkok dan hubungan jangka panjang yang ia miliki di Asia Utara akan melengkapi fokus dan eksekusi kami di Asia Tenggara dengan sempurna, menambah dimensi unik dalam penawaran kami kepada para wirausahawan.”

Helen meyakini, pengalaman globalnya dapat membantu para pengusaha di Asia Tenggara dalam menemukan tren investasi di seluruh wilayah, dan bekerja sama dengan portofolio perusahaan untuk mengoptimalkan penciptaan nilai mereka. Dari pandangannya terhadap berbagai siklus investasi, dan tidak dipungkiri jika perusahaan pasti mengalami pasang surut. Di beberapa masa sulit, ia turut memberikan saran dan bimbingan kepada perusahaan terkait langkah dan strategi apa yang harus mereka ambil, penggalangan dana, persoalan SDM, dan lain-lain.

“Saya percaya, kombinasi dari pengalaman global saya, terutama di Tiongkok, dan koneksi lokal para pendiri AC Ventures yang kuat di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia dapat menjadi nilai tambah yang sangat baik bagi pengusaha dan dapat menghasilkan pengembalian modal (return) yang baik untuk para LP,” kata Helen.

Dia melanjutkan, yang dapat dipelajari oleh pengusaha di Asia Tenggara terkait perkembangan internet di Tiongkok, adalah sebenarnya pasar internet Tiongkok memiliki sejarah yang lebih panjang. Oleh karenanya, beberapa model bisnis telah muncul dan diulang beberapa kali. Ia pun percaya, beberapa elemen tertentu sebetulnya serupa dan beberapa tidak dapat dipindahtangankan.

“Perusahaan Tiongkok telah mempelajari beberapa hal, antara lain mengenai penskalaan dan kecepatan pengembangan yang saya yakini merupakan pelajaran penting untuk setiap startup. Saya percaya jika para pengusaha dapat belajar memanfaatkan pasar odal untuk mengembangkan perusahaan mereka lebih jauh dan bahkan melakukan akuisisi.”

Kendati begitu, digitalisasi di Asia Tenggara ini dipercepat oleh Covid-19. Persoalan edukasi kepada pengguna yang semula merupakan salah satu bagian tersulit yang dihadapi oleh startup, kini menjadi lebih mudah. Oleh karena itu, persoalan monetisasi pun idealnya turut menjadi lebih mudah. Tren jangka panjang yang membuat dirinya optimistis adalah demografi di kawasan ini.

Tenaga kerja muda dan pertumbuhan urbanisasi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pemisahan US/Tiongkok menjadikan lebih banyak peluang untuk Asia Tenggara. Tantangan utama yang dihadapi, justru mengenai bakat. “Namun, Asia Tenggara menarik talenta-talenta dari bagian dunia lain, dan pilihan untuk bekerja secara remote dapat menjadi alternatif untuk mengurangi hambatan tersebut.”

Namun, pada tingkat yang lebih makro, tantangan bagi Asia Tenggara sejak dulu hingga hari ini adalah sifat pasar yang terfragmentasi. Ini berarti, dengan mulai berfokus pada Indonesia, pasar terbesar untuk menguji kesesuaian pasar produk dan selanjutnya melakukan pengembangan ke berbagai negara adalah strategi yang baik.

AC Ventures Fund III

Pada akhir Desember kemarin, AC Ventures menutup dana kelolaan ketiganya (Fund III) senilai lebih dari $205 juta dari investor-investor terkemuka. Di antaranya, World’s Bank International Finance Corporation (IFC) dan platform ventura Abu Dhabi Developmental Holdings (ADQ), Disrupt AD, yang menjadikan total AUM perusahaan ini mencapai lebih dari $380 juta di seluruh dana kelolaannya.

Sebagian dana dari Fund III telah aktif diinvestasikan sejak penutupan putaran pertama pada Maret 2020. Dana ini sudah diinvestasikan ke 30 perusahaan dari 35 yang ditargetkan. Beberapa dari perusahaan tersebut, semua diinvestasikan pada tahap pra-seri A, telah berkembang pesat selama pandemi. Nama-namanya adalah Shipper, Stockbit, Ula, Aruna, BukuWarung, dan CoLearn yang tercatat sebagai Centaur, beberapa bahkan telah mencapai valuasi mendekati Unicorn. Funding interest dalam portofolio juga terus menguat, dengan lebih dari $100 juta dari pendanaan yang diumumkan untuk empat perusahaan portofolio lainnya sejak awal 2022.

Dengan lebih dari 35 investasi yang telah diselesaikan pada Fund III, perluasan tim lokal yang berbasis di Jakarta memungkinkan dukungan yang lebih besar dari para pendiri portofolio perusahaan AC Ventures tanpa mengganggu proses peningkatan skala bisnis mereka. Sejalan dengan komitmen AC Ventures untuk memberikan nilai tambah bagi para entrepreneur, AC Ventures akan berinvestasi untuk memperkuat tim mereka (investment dan value creation teams).

Secara khusus, AC Ventures akan menghadirkan para ahli fungsional tambahan dalam bidang manajemen bakat, pemasaran, pengembangan bisnis, dan pembentukan modal untuk mendukung portofolio perusahaan mereka yang berkembang dalam beberapa bulan mendatang.

Dukungan Alpha JWC Ventures untuk Startup Indonesia di Tahun 2022

Setelah berhasil menutup dana kelolaan ketiga senilai $433 juta akhir tahun 2021 lalu, banyak rencana yang ingin dilancarkan oleh Alpha JWC Ventures. Masih fokus berikan pendanaan sekitar 80% kepada startup Indonesia, mereka ingin memberikan dukungan lebih kepada sebagian besar startup yang telah masuk dalam portofolio mereka atau melakukan follow-on funding.

Kepada DailySocial.id, Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengungkapkan, dengan dana kelolaan baru ini mereka memiliki rencana memberikan investasi kepada 8-10 startup setiap tahun, khususnya di pendanaan awal hingga seri A.

“Kami baru menutup Fund III di akhir tahun 2021, namun kita sudah mulai berinvestasi sejak pertengahan tahun 2021. Alpha JWC memiliki rate of investment sangat cepat sesuai dengan ekspektasi, karena pasar saat ini sedang bagus. Di awal tahun 2022, meskipun ada sedikit situasi makro, kita melihat khususnya di early stage tidak slowing down,” kata Eko.

Tercatat di tahun 2021, mereka telah memiliki 4 unicorn dalam portofolionya (Carro, Kredivo, Ajaib, Kopi Kenangan), dengan 14 centaur. Tahun lalu juga diklaim menjadi sangat penting bagi Alpha JWC, karena perusahaan telah berinvestasi dalam 29 kesepakatan (deals) dengan nilai lebih dari $80 juta; dan menyambut 18 startup baru di Asia Tenggara ke dalam portofolionya.

Perusahaan-perusahaan baru tersebut termasuk agregator e-commerce  UnaBrands; platform aftermarket otomotif online dan offline Carro; dan SaaS untuk bisnis makanan dan minuman ESB.

“Saat ini kita masih fokus kepada pendanaan awal hingga tahapan seri A. Namun jika dilihat dari makin baiknya pertumbuhan pasar saat ini, tidak menutup kemungkinan sebagai venture capital Alpha JWC dengan pendanaan yang lebih besar akan memberikan investasi hingga ke seri C,” kata Eko.

Tren startup di tahun 2022

Tahun ini Alpha JWC Ventures mencatat ada beberapa kategori startup yang menjadi prioritas mereka dan diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang positif. Di antaranya adalah fintech dengan beberapa sub-kategori yakni wealth management, digital bank, dan service infrastructure seperti bank as a services.

Kategori kedua adalah commerce, terutama untuk e-groceries dan quick commerce. Selain Otomotif yang juga masih menjadi perhatian Alpha JWC, platform yang menawarkan produk untuk ibu dan bayi hingga produk kecantikan juga diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang makin baik tahun ini. Termasuk di dalamnya platform D2C yang diprediksi akan melahirkan 2-3 pemain unggulan tahun ini.

Sementara untuk untuk platform segmen B2B seperti marketplace platform dan SaaS, terutama mereka yang menyasar UMKM, masih menjadi perhatian dari Alpha JWC. Termasuk di dalamnya pemain yang fokus menyelesaikan rantai pasok di industri FMCG, aquaculture, dan agriculture. Kategori terakhir yang dilihat akan terus menjadi populer sepanjang tahun adalah web 3,0 seperti blockchain, NFT, dan lainnya.

“Saya juga mulai melihat ratio model business seperti buy and build mulai diterapkan di vertikal lain contoh F&B. Menjadi ideal bagi operator jika ada brand yang bagus kemudian dibeli dan dibesarkan. Konsepnya serupa dengan ratio model,” kata Eko.

Disinggung seperti apa dukungan Alpha JWC untuk startup yang masuk dalam program akselerasi dan inkubator, disebutkan oleh Eko tahun ini mereka juga akan menambah dukungan kepada program tersebut. Dilihat dari makin berkembangnya ekosistem startup saat ini, menjadikan semua pihak membantu untuk bisa tumbuh bersama.

Program akselerasi dan inkubator bisa dibilang sebagai manifestasi dari proses tersebut. Dalam hal ini Alpha JWC akan memberi dukungan dari sisi kemitraan dan melihat perusahaan yang diinkubasi lebih mendalam. Ke depannya, Alpha JWC akan fokus melanjutkan upaya membantu para founder membangun bisnis yang terukur, berkelanjutan, dan sukses pada tahun 2022.

“Meskipun saat ini masih dalam masa pandemi dan tantangan yang dihadapi semua startup masih sama, namun tahun ini kita akan melihat siapa dari mereka yang bisa tampil lebih unggul di tengah persaingan yang makin sengit dengan makin banyaknya kehadiran startup baru. Saat ini menjadi ajang pembuktian bagi mereka untuk bisa menjadi startup terbaik,” kata Eko.

BCA to Allocates Rp400 Million in a New Managed Fund Central Capital Ventura

PT Bank Central Asia Tbk (IDX: BBCA) is to allocate IDR 400 billion to Central Capital Venture (CCV) to support investment into the startup ecosystem. BCA’s President Director Jahja Setiaatmadja said that CCV has invested in 26 startups.

In a press conference on BCA’s 2021 performance, Jahja said that the funds will be used to add more good quality startup portfolios, purposely to generate more profits later.

“We provide CCV the authority to determine which fields for its focus,” Jahja said as quoted from Katadata.

On the general note, CCV was formed as BCA’s investment arm to support the development of digital innovation within the company. CCV has a mission to create collaboration between BCA and portfolio, especially in terms of embedded finance.

Since the establishment of CCV in 2017, BCA has invested around IDR 200 billion focusing on the fintech vertical. Some of CCV’s portfolios include Akseleran, Qoala, and Oy!.

Based on the performance report in 2020, CCV has disbursed around Rp157 billion for investment, an increase of 20% from Rp119.3 billion in the previous year. CCV also secured an operational profit of IDR 1.71 billion from a loss of IDR 1.7 billion in 2019.

In addition to CCV, BCA established a new digital bank, BCA Digital, which focuses on being a tech incubator and expanding the ecosystem under the parent company. BCA Digital was officially established in mid-2021 by launching the “blu” mobile banking application.

CVC in 2021

Based on our records, several corporate venture capital (CVC) in Indonesia are still actively investing in startups throughout 2021. Last year, PT Bank BTPN Tbk (IDX: BTPN) and PT Bank BTPN Syariah Tbk (IDX: BTPS) formed a new CVC named BTPNS Ventura.

The thing is, we oobserve that several CVCs started to offer different initiatives apart from new managed funds. For example, MDI Ventures introduced the eMerge platform to connect a network of angel investors and startups in Indonesia.

There is also a collaboration between MDI Ventures and cryptocurrency exchange platform Binance to form a consortium through a joint venture. This collaboration is carried out to develop a digital asset exchange platform in Indonesia.

Corporate Venture Capital (CVC) in Indonesia / Source: DS Research

Furthermore, we have BRI Ventures that started to expand its investment vertical by introducing the Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA) with Tokocrypto. The goal is to empower startup projects with blockchain technology and tokenization in Indonesia.

Moreover, the Government launched the Merah Putih Fund (MPF) last year as an effort to encourage the acceleration of innovation, digital potential, and startups in Indonesia. The government involved the five SOEs including Telkom, Telkomsel, Mandiri, BRI, and BNI to manage the MPF with a Rp4.3 trillion funding.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian