Melihat Peran Startup dalam Mendorong Kemandirian Ekonomi Indonesia

Perkembangan teknologi turut berperan dalam munculnya berbagai inovasi baru yang terus dihadirkan melalui produk maupun layanan startup. Di satu sisi, inovasi-inovasi ini memang menjadi senjata utama startup dalam menjalankan bisnisnya. Di sisi lain, inovasi yang dihadirkan tersebut juga turut berkontribusi dalam menyelesaikan berbagai masalah serta tantangan yang dihadapi oleh masyarakat.

Tidak hanya itu, startup juga dianggap dapat membantu memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kualitas ekonomi melalui produk dan layanan berbasis teknologinya. Hal tersebut juga didukung adanya peningkatan adaptasi penggunaan teknologi oleh masyarakat Indonesia.

Munculnya Inovasi pada Berbagai Sektor Bisnis

Hadirnya inovasi-inovasi ini juga diiringi dengan kemunculan startup-startup baru di berbagai vertikal bisnis. Kini masyarakat tidak hanya mengenal startup pada kategori ride hailing dan e-commerce saja, tetapi juga mulai mengenal berbagai kategori lainnya seperti fintech, edutech, healthtech, agritech, serta kategori-kategori lain dalam kehidupan sehari-hari.

Kemunculan berbagai variasi startup tersebut juga tidak terlepas dari transformasi digital di berbagai sektor bisnis. Kehadiran teknologi kini dianggap meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam operasional bisnis. Selain itu, perubahan perilaku konsumen juga membuat pendekatan digital menjadi hal yang tak terhindarkan pada sebuah bisnis.

Di sisi lain, kehadiran inovasi-inovasi ini juga terdorong dari kepekaan para pelaku startup dalam melihat peluang untuk mengatasi berbagai permasalahan di tengah masyarakat melalui solusi teknologi. Masalah yang diselesaikan pun membuat model bisnis yang dibuat tidak hanya mencakup konsumen secara langsung (business to consumer), tetapi juga turut mencakup sesama pelaku bisnis (business to business), tergantung produk atau layanan yang dimiliki.

Kepekaan tersebut juga dapat dilihat saat masa pandemi seperti ini. Beberapa startup turut menghadirkan berbagai produk baru, hingga terpaksa melakukan pivot untuk tetap menjaga relevansi dan mempertahankan operasional bisnisnya. Hal ini dapat menunjukkan bahwa meski dalam masa sulit sekalipun, startup tetap dapat hadir untuk menjawab berbagai permasalahan baru dalam kehidupan masyarakat.

Membantu Mendorong Kemandirian Ekonomi Indonesia

Kehadiran inovasi-inovasi teknologi melalui produk dan layanan startup di berbagai sektor tersebut tidak hanya membantu kegiatan perekonomian masyarakat secara mikro. Bila dilihat secara makro, ekonomi digital juga cukup berkontribusi terhadap PDB Indonesia. Menurut riset INDEF, ekonomi digital telah berkontribusi sebesar 5.5% atau sekitar Rp 814 Triliun untuk PDB Indonesia pada tahun 2018. Berdasarkan riset yang sama, sektor ekonomi digital juga telah membantu membuka sekitar 5.7 juga lapangan kerja baru. Dapat dilihat, perlahan tapi pasti ekonomi digital juga telah memberikan kontribusi positifnya dalam mendorong kemajuan ekonomi di Indonesia.

Menurut laporan yang bertajuk e-Conomy SEA 2019, valuasi ekonomi digital Indonesia pada tahun 2019 telah mencapai $40 miliar dan diprediksi akan mencapai $130 miliar pada tahun 2025 nanti. Hal ini juga dapat menunjukkan adanya potensi besar pada sektor ini melalui pemanfaatan inovasi-inovasi yang dihadirkan startup melalui produk atau layanannya.

Dengan potensi yang besar serta diiringi adaptasi teknologi di masyarakat yang terus meningkat, bukan tidak mungkin inovasi teknologi yang dihadirkan startup akan menjadi salah satu kunci terwujudnya kemandirian ekonomi Indonesia. Selain itu, pemerintah juga diharapkan bisa memberikan dukungan untuk menjaga dan mengembangkan ekosistem startup di Indonesia, salah satunya melalui pembangunan infrastruktur teknologi yang bersifat inklusif. Sehingga pemanfaatan inovasi teknologi oleh startup dapat dimanfaatkan secara meluas dan tidak memusat pada titik-titik tertentu. Dengan begitu, inovasi teknologi tersebut dapat menyasar berbagai kalangan dan kawasan sehingga dapat membantu terdorongnya kemandirian ekonomi bangsa.

Pembahasan terkait startup dan kemandirian ekonomi ini juga akan menjadi pembahasan dalam seri pertama dari tiga rangkaian webinar Startup Untuk Negeri yang diadakan oleh AWS bekerja sama dengan DailySocial. Dengan mengusung tema “Bagaimana Inovasi Startup Dapat Mendorong Kemandirian Ekonomi Indonesia”, seri pertama ini akan membahas bagaimana startup dapat berperan dalam mendorong kemandirian ekonomi Indonesia lewat inovasi teknologi yang dihadirkan lewat produk dan layanannya. Selain itu akan webinar ini juga akan membahas pula peluang-peluang apa yang dapat dimanfaatkan startup lokal guna mendorong kemajuan ekonomi Indonesia di masa depan.

Seri pertama ini juga turut mendatangkan Peter Shearer (Founder Wahyoo) dan juga Mehr Vaswani (Amazon Web Services) sebagai pembicara. Melalui webinar ini, para peserta diharapkan dapat memiliki pemahaman lebih lanjut terkait potensi startup dan inovasinya untuk memajukan negeri. Segera daftarkan diri Anda dalam webinar tersebut melalui link berikut ini.

Disclosure: artikel ini merupakan bagian dari publikasi acara webinar AWS #StartupUntukNegeri

Wahyoo Announced 73 Billion Rupiah Worth of Series A Funding Led by Intudo Ventures

Today (05/8), Wahyoo announced series A funding worth of $5 million or equivalent to 73.2 billion Rupiah. This round was led by Intudo Ventures with the participation of Kinesys Group, Amatil X (Coca-Cola Amatil), Arkblu Capital, Indogen Capital, Selera Kapital, Gratyo Universal Indonesia, and Isenta Hioe.

It is said in an official statement, investment funds will be focused on accelerating market expansion and hiring new employees. Was founded in 2017, Wahyoo has reached 13,500 warung partners in the Jadetabek area. The platform highlights on digitizing services and improving business operations.

Specifically, Wahyoo helps conventional food stall owners (warung) through digital platforms to attract customers, improve marketing, implement loyalty programs, order and receive food ingredients, manage financial flows, and provide training (Wahyoo Academy). Warung partners can also earn additional income through advertising and brand partnerships with Wahyoo.

“With the fresh money, we plan to expand operations to other cities outside the Jabodetabek area; and add new employees, especially to our technology and product units. We will continue to add new features and services to meet the needs of warung owners, especially improve supply chain systems and financial products,” Wahyoo’s Founder & CEO Peter Shearer said.

“SME is one of the main engines of Indonesia’s economic growth and being transformed through new innovative businesses such as Wahyoo. With digitalization efforts and targeting segment warung owners, Wahyoo believes to create positive economic and social impacts for the Indonesian working class,” Intudo Ventures Founding Partner, Patrick Yip said.

Meanwhile, Coca-Cola Amatil Indonesia’s President Director Kadir Gunduz added, “Our partnership with Wahyoo will help SMEs overcome digital barriers and spur growth in Indonesia’s e-commerce industry. We are proud to partner with Wahyoo to help digitize the warung market.”

Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz
Wahyoo’s Founder & CEO, Peter Shearer with Coca Cola Amatil Indonesia’s President, Kadir Gunduz / Wahyoo

Previously, in mid-2019, Wahyoo had received seed funding with an undisclosed amount. Some of the investors involved included Agaeti Ventures, Chapter 1 Ventures, Kinesys Group, SMDV, East Ventures, and Rentracks.

The aggressive service adoption results in Wahyoo’s business growing fast. In early 2020, they are reportedly acquired Alamat.com, an online platform that provides solutions to help consumers find service stores and lifestyles. Two founders of Alamat.com are helping Peter in the company’s management, Daniel Cahyadi as COO and Michael Diharja as CTO.

Not long ago, Wahyoo also launched Langganan.co.id, an online platform to accommodate people in residential areas to shop groceries. Operating since June 2020, the platform has reached users in residential or apartment areas, such as Green Lake City, Alam Sutera, Cipondih, Taman Royal, Banjar Wijaya, Modernland, Gading Serpong, Karawaci, Metro Permata, Ciledug, Puri, and PIK.

Warung transformation is getting a lot of support

Recently, startups with the intention to democratize business stalls (with a variety of characteristics) continue to get huge support. As Wahyoo’s focused on warteg or food stalls, others also focused on grocery stalls (selling daily necessities). It also take similar transformation form, making it easier for traders to get stock, capital, to enable them to present financial products for their users.

Ula, for example. The startup debuted this year with $10 million funds from some investors. Its mission is to simplify the FMCG supply chain for small shops. There is also Payfazz focusing on providing financial services to the stall owners, allowing stalls to provide funds transfer transactions, withdrawal, loans, and even purchase digital products. There are also some other players.

Warung is a culture that is inseparable to Indonesian people, retail transactions spin fast every day and stalls become the economic component closest to the community with the widest distribution. This condition put stalls an ideal channel to perform various businesses – reaching all groups; in addition to providing added value to drive their businesses.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Wahyoo Umumkan Pendanaan Seri A 73 Miliar Rupiah, Dipimpin Intudo Ventures

Wahyoo hari ini (05/8) mengumumkan penutupan pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 73,2 miliar Rupiah. Putaran pendanaan dipimpin Intudo Ventures dengan keterlibatan Kinesys Group, Amatil X (Coca-Cola Amatil), Arkblu Capital, Indogen Capital, Selera Kapital, Gratyo Universal Indonesia, dan Isenta Hioe.

Dalam keterangan resminya dikatakan, dana investasi akan difokuskan untuk percepatan ekspansi pasar dan perekrutan karyawan baru. Sejak didirikan tahun 2017, Wahyoo sudah menjangkau 13.500 mitra warung makan di area Jadetabek. Platform Whayoo fokus pada digitalisasi layanan dan peningkatan operasional bisnis.

Secara lebih spesifik Wahyoo membantu pemilik warung makan konvensional melalui platform digital untuk menarik pelanggan, meningkatkan pemasaran, menerapkan program loyalitas, memesan dan menerima bahan baku makanan, mengelola arus keuangan, dan memberikan pelatihan (Akademi Wahyoo). Mitra warung makan ini juga dapat memperoleh penghasilan tambahan melalui iklan dan kemitraan merek dengan Wahyoo.

“Dengan pendanaan baru ini, kami berencana untuk memperluas operasi ke kota-kota lain di luar wilayah Jabodetabek; dan menambah karyawan baru, terutama untuk unit teknologi dan produk kami. Kami akan terus menambahkan fitur dan layanan baru untuk memenuhi kebutuhan pemilik warung makan, terutama meningkatkan sistem rantai pasokan dan produk keuangan,” sambut Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer.

“UKM merupakan salah satu mesin utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan sedang ditransformasi melalui bisnis inovatif baru seperti Wahyoo. Dengan upaya digitalisasi, Wahyoo yang mempunyai segmen untuk para pemilik warung makan, kami percaya dapat menciptakan dampak ekonomi dan sosial yang positif bagi kelas pekerja Indonesia,” kata Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Sementara itu Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz menambahkan, “Kemitraan kami dengan Wahyoo akan membantu UKM mengatasi hambatan digital dan memacu pertumbuhan di industri e-commerce Indonesia. Kami bangga dapat bermitra dengan Wahyoo untuk membantu mendigitalkan pasar warung.”

Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz
Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer bersama Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz / Wahyoo

Sebelumnya di pertengahan tahun 2019 lalu, Wahyoo telah mendapatkan pendanaan awal dengan nilai yang tidak disebutkan. Beberapa investor yang terlibat termasuk Agaeti Ventures, Chapter 1 Ventures, Kinesys Group, SMDV, East Ventures, dan Rentracks.

Adopsi layanan yang agresif juga membuat bisnis Wahyoo bertumbuh kencang. Awal tahun 2020, mereka dikabarkan mengakuisisi Alamat.com, yakni platform online yang menyediakan solusi untuk membantu para konsumen menemukan toko-toko jasa dan gaya hidup. Dua pendiri Alamat.com, saat ini membantu Peter di jajaran manajemen perusahaan, yakni Daniel Cahyadi sebagai COO dan Michael Diharja sebagai CTO.

Belum lama ini, Wahyoo juga luncurkan Langganan.co.id, sebagai platform online yang memudahkan masyarakat di area residential untuk berbelanja sembako secara mudah. Sudah beroperasi sejak Juni 2020, platform tersebut mulai melayani pengguna di kawasan perumahan atau apartemen, seperti Green Lake City, Alam Sutera, Cipondih, Taman Royal, Banjar Wijaya, Modernland, Gading Serpong, Karawaci, Metro Permata, Ciledug, Puri, hingga PIK.

Transformasi warung terus dapat dukungan

Belakangan ini, startup yang mencoba mendemokratisasi bisnis warung (dengan berbagai karakteristik) terus mendapatkan dukungan besar. Jika Wahyoo memilih fokus di warteg alias warung makan, kebanyakan fokus ke warung kelontong (berjualan kebutuhan harian). Rata-rata bentuk transformasinya juga sama, mempermudah pedagang mendapatkan stok, permodalan, hingga memungkinkan mereka menghadirkan produk finansial bagi para penggunanya.

Sebut saja Ula, startup baru debut mereka di tahun ini mengantongi dana $10 juta dari sejumlah investor. Misinya untuk efisienkan rantai pasokan FMCG di warung-warung. Ada juga Payfazz yang memilih fokus hadirkan layanan finansial kepada pemilik warung, mungkinkan warung melayani transaksi transfer dana, tarik dana, pinjaman, hingga pembelian produk-produk digital. Dan masih banyak pemain lainnya.

Warung adalah sebuah kultur yang melekat dengan masyarakat Indonesia, transaksi ritel berputar dengan kencang setiap harinya dan warung menjadi komponen ekonomi yang paling dekat dengan masyarakat dengan persebaran terluas. Kondisi ini menjadikan warung sebagai kanal yang ideal untuk melancarkan berbagai bisnis – menjangkau semua kalangan; di samping memberikan nilai lebih bagi pelaku usaha yang menggerakkan bisnisnya.

Application Information Will Show Up Here

Wahyoo Launches Online Platform to Shop Groceries Langganan.co.id.

Wahyoo Group, a startup focused on digitizing small shops, launched Langganan.co.id. It is an e-commerce groceries targeting residential communities, such as residential areas or apartments.

Wahyoo’s Founder & CEO Peter Shearer told DailySocial that the new platform targets a different market of Wahyoo. Langganan.co.id is present and run using Wahyoo’s infrastructure such as inventory, warehouses, and logistics which are usually used to serve food stall owners.

“With langganan.co.id, we want to reduce the distribution cost while providing greater volume to our suppliers,” Peter said.

Langganan.co.id started its operation in June 2020 and currently improving. With the existing buying and selling features, they have recently reached several housing or apartments, such as Green Lake City, Alam Sutera, Cipondih, Taman Royal, Banjar Wijaya, Modernland, Gading Serpong, Karawaci, Metro Permata, Ciledug, Puri, to PIK.

Tampilan situs Langganan.co.id
Langganan.co.id homepage

Online groceries high demand amid pandemic

The existence of Langganan.co.id enlivens similar innovations that some Indonesian startups also performed, such as Deliveree, UbIklan, Lazada, Travelio, and others. During the pandemic, some companies are adapting to new innovation, it is to maintain business growth or to survive.

Aside from internal innovation, businesses usually collaborate to seize opportunities. Bukalapak, for example, started to work with Happy Fresh to provide online grocery services, this is to answer users’ high demand.

Adjustments can sometimes be made for business models. Kedai Sayur, for example, increased demand from individual consumers, and decreased demand from restaurants and hotels made them adjust their business models or pivots. They are now present online to fulfill individual requests.

Langganan.co.id is new indeed, but with Wahyoo’s infrastructure, experience, and expertise, it makes competition in the online grocery market even more attractive. Users have all the options, it is how each online grocery player managed the user experience and item’s quality.

“Soon, it is expected to expand to a wider area after only limited to several areas of West Jakarta and Tangerang. The objective is to become a convenient shopping choice for housewives who live in residential areas,” Peter concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Wahyoo Luncurkan Langganan.co.id, Platform Online untuk Belanja Sembako

Wahyoo Group, startup yang memiliki fokus untuk membantu digitalisasi di warung-warung, meluncurkan Langganan.co.id. Yakni sebuah e-commerce groceries yang menargetkan masyarakat residential, seperti di area perumahan atau apartemen.

Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer kepada DailySocial menceritakan, platform barunya tersebut menargetkan pasar yang berbeda dengan Wahyoo. Hanya saja Langganan.co.id hadir dan beroperasi menggunakan infrastruktur milik Wahyoo seperti inventori, gudang, dan logistik yang biasanya digunakan untuk melayani pemilik warung makan.

“Dengan adanya Langganan.co.id ini kami ingin menekan ongkos distribusi dan juga memberikan volume lebih besar kepada supplier kami,” tegas Peter.

Langganan.co.id yang baru mulai beroperasi Juni 2020 kemarin ini masih terus berusaha disempurnakan. Dengan fitur jual beli yang ada, hingga saat ini mereka sudah menjangkau beberapa perumahan atau apartemen, seperti Green Lake City, Alam Sutera, Cipondih, Taman Royal, Banjar Wijaya, Modernland, Gading Serpong, Karawaci, Metro Permata, Ciledug, Puri, hingga PIK.

Tampilan situs Langganan.co.id
Tampilan situs Langganan.co.id

Bisnis online groceries laku di masa pandemi

Kehadiran Langganan.co.id ini meramaikan inovasi sejenis yang juga dilakukan oleh beberapa startup Indonesia seperti Deliveree, UbIklan, Lazada, Travelio, dan lainnya. Di masa pandemi banyak pihak yang mulai menyesuaikan diri dan berinovasi, tujuannya untuk tetap bisa menjaga laju pertumbuhan bisnis atau untuk bertahan.

Selain dilakukan sendiri biasanya bisnis juga melakukan kolaborasi untuk menangkap peluang. Bukalapak misalnya, mulai menggandeng Happy Fresh untuk menyediakan layanan online groceries, ini demi memenuhi kebutuhan pengguna yang terbukti meningkat.

Penyesuaian kadang bisa dilakukan untuk model bisnis. Kedai Sayur misalnya, meningkatnya permintaan dari konsumen perorangan dan menurunnya permintaan dari resto dan hotel membuat mereka melakukan penyesuaian model bisnis atau pivot. Sekarang mereka hadir secara online untuk memenuhi permintaan perorangan.

Langganan.co.id memang tergolong baru, tetapi dengan infrastruktur, pengalaman, dan keahlian yang dimiliki Wahyoo membuat persaingan di pasar online groceries ini semakin menarik. Pengguna sekarang memiliki banyak pilihan, tinggal bagaimana masing-masing pemain online groceries ini mengelola pengalaman pengguna dan kualitas barang yang dimiliki.

“Harapannya agar bisa segera ekspansi ke wilayah yang lebih luas, karena saat ini masih terbatas di beberapa wilayah Jakarta Barat dan Tangerang saja. Targetnya adalah agar bisa menjadi pilihan berbelanja yang nyaman bagi ibu-ibu rumah tangga yang tinggal di residential area,” tutup Peter.

Application Information Will Show Up Here

Stoqo’s Shutdown and Survival Strategy for B2B Commerce

The corona pandemic has severed some culinary businesses in the country. The declining situation is inevitable due to the susceptive character of coronavirus disease 2019 (Covid-19) that forces people to do most activities at home.

Since the first Covid-19 case emerged in early March, the food business has reportedly continued to shrink. The loss has affected such players as the upper-middle-class restaurants and micro and small culinary enterprises. Digital platforms providing culinary business needs will also be affected. It happens to Stoqo.

Stoqo officially announced an operational shutdown. A few days before, the startup, which was led by Aswin Andrison as a Co-Founder & CEO, only announced that it had temporarily stopped operating. However, the pandemic finally forced them out of business.

“Since 2017, we have built STOQO to serve and empower SMEs in the culinary field in Indonesia. However, the situation triggered by the COVID-19 pandemic has caused a drastic reduction in revenue for us,” Stoqo wrote on their website.

Pengumuman resmi berhenti beroperasi di situs Stoqo.
Shutdown operation announcement

Upcoming Hazard

Stoqo is a platform that focuses on providing basic food needs for places to eat, especially restaurants, catering cafes, and home-based culinary businesses. Stoqo supplies a variety of foods ranging from meat, vegetables, flour, coffee, and others.

Aswin stated that Stoqo was focused on playing in the B2B segment ever since. They realize the platform as a hub to meet the needs of culinary businesses. With the prospect of being considered quite brilliant, it’s no wonder Stoqo won series A funding from Monk’s Hill Partners and Accel Partners India at the end of December 2018.

However, the reality ended bitterly for Stoqo. The number of restaurants, cafes, and restaurants that stopped operating claimed their income. The Indonesian Hotel and Restaurant Association said that at least thousands of restaurants were closed due to the Covid-19 outbreak.

The unfortunate events of B2B commerce business like Stoqo also happen to Eden Farm and Wahyoo. Although, the scale is yet to worrying. Eden Farm Founder & CEO, David Gunawan said there were two segments they generally served, namely restaurants and grocery stalls. Of the two, David said that the restaurant was hit by the bigger impact.

“It’s true that high-end restaurants and those in the mall are closed or shifting to delivery, half of our clients in the segment are closed,” David told DailySocial.

Meanwhile, Wahyoo Founder & CEO Peter Shearer shared a similar experience. A number of stalls affiliated with Wahyoo have stopped operating, especially those located in office areas. Peter also did not mention the exact number. But he made sure other stalls were not seriously affected by this outbreak, especially those located in residential and settlement areas.

Survival strategy

Although the impact is not as severe as Stoqo’s experience, a prolonged pandemic can be a scourge for the sustainability of the Wahyoo and Eden Farm businesses. Special strategies are needed so that they avoid the same fate of Stoqo.

Peter mentioned the problem is to keep the request ongoing. The trick to Wahyoo’s demand has been to help stalls sell on digital platforms such as Go-Food. At the same time, the implementation of large-scale social restrictions (PSBB) in many regions has shifted shopping patterns in Wahyoo.

“The positive impact is that the PSBB and Covid-19 have forced the food stall owners to adapt faster,” he added.

On the other hand, Eden Farm, which clients are mostly grocery stores, has another strategy to stay afloat during this pandemic. David said they now rely on the agency system to reach buyers who are reluctant to leave the house.

David rejects this new system as B2C. He said that his party only reactivated the group purchasing model, which actually existed since last year but was only revived three weeks ago.

Changes in segment composition also helped Eden Farm from the majority of their clients, restaurants and middle-up restaurants to the majority of SMEs. David said that currently 80% of their clients are middle-to-lower business people.

“We’re still getting new customers, the customer purchase growth is ongoing. Indeed, it was reducing in the early days [the pandemic], but it was back [normal] again after a few weeks,” said David.

PHRI Deputy Chairman for the Restaurant Sector Emil Arifin said there were already thousands of restaurants that had stopped operating throughout Indonesia. The estimated figure comes from the number of restaurants scattered in 327 malls that have been closed out of a total of 700 malls. In other words, more than 8,000 restaurants have closed.

“That does not include restaurants in office buildings, stand alone, in tourist parks and other facilities outside the mall. If you want to add up all of them, I think twice,” Emil explained to DailySocial.

Under this situation, Emil estimates that the culinary business in the country has lost around Rp2.5 trillion per month with 200 thousand people losing their jobs.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Tutupnya Stoqo dan Siasat Bertahan Pelaku B2B Commerce

Pandemi virus korona memukul bisnis kuliner Tanah Air. Redupnya bisnis ini tak terhindarkan lantaran bahaya penyebaran corona virus disease 2019 (Covid-19) yang sangat mudah sehingga memaksa sebagian besar orang hanya bisa beraktivitas dari rumah.

Sejak kasus Covid-19 pertama muncul pada awal Maret lalu, bisnis makanan dilaporkan terus menyusut. Kerugian tak hanya ditanggung para pelaku seperti restoran menengah ke atas dan pengusaha kuliner kelas mikro dan kecil. Platform digital penyedia kebutuhan bisnis kuliner pun kena imbasnya. Hal ini sudah terjadi pada Stoqo.

Stoqo resmi mengumumkan mereka berhenti beroperasi. Beberapa hari sebelumnya, startup yang dinahkodai Co-Founder & CEO Aswin Andrison ini hanya mengumumkan berhenti beroperasi untuk sementara waktu. Namun pandemi akhirnya memaksa mereka gulung tikar.

“Sejak tahun 2017, kami membangun STOQO untuk melayani dan memberdayakan UKM dalam bidang kuliner di Indonesia. Namun, situasi yang dipicu oleh pandemi COVID-19 telah menyebabkan penurunan pendapatan secara drastis bagi kami,” tulis Stoqo dalam situs mereka.

Pengumuman resmi berhenti beroperasi di situs Stoqo.
Pengumuman resmi berhenti beroperasi di situs Stoqo.

Ancaman yang membayangi

Stoqo adalah platform yang fokus menyediakan kebutuhan bahan pokok bagi tempat makan, khususnya restoran, kafe katering, dan usaha kuliner rumahan. Stoqo menyuplai berbagai bahan makanan mulai dari daging, sayur-mayur, tepung, kopi, dan lain-lain.

Sedari awal Aswin memang menyatakan Stoqo fokus bermain di segmen B2B. Mereka mewujudkan platformnya sebagai hub pemenuh kebutuhan pebisnis kuliner. Dengan prospek yang dianggap cukup cemerlang maka tak heran Stoqo berhasil meraih pendanaan seri A dari Monk’s Hill Partners dan Accel Partners India pada akhir Desember 2018.

Namun kenyataan berakhir pahit untuk Stoqo. Banyaknya restoran, kafe, dan rumah makan yang berhenti beroperasi merenggut pendapatan mereka. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia mengatakan bahwa setidaknya ada ribuan restoran yang tutup akibat wabah Covid-19.

Pahitnya bisnis B2B commerce seperti Stoqo ini juga dirasakan oleh Eden Farm dan Wahyoo. Kendati begitu mereka mengklaim skalanya masih belum mengkhawatirkan. Founder & CEO Eden Farm David Gunawan mengatakan ada dua segmen yang umumnya mereka layani yakni restoran dan warung kelontong. Dari keduanya, David menyebut restoran lah yang kena imbas lebih besar.

“Memang benar restoran mewah dan yang di mal itu pada tutup atau setidaknya jadi delivery, setengah klien kita di segmen itu tutup,” ungkap David kepada DailySocial.

Sementara itu Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer bercerita pengalaman serupa. Sejumlah warung yang berafiliasi dengan Wahyoo sudah berhenti beroperasi terutama yang berlokasi di area perkantoran. Peter juga tak menyebut berapa jumlah pastinya. Namun ia memastikan warung-warung lain tak terkena dampak serius dari wabah ini, terutama yang berlokasi di area perumahan dan perkampungan.

Siasat bertahan

Meskipun dampaknya tak separah Stoqo, pandemi berkepanjangan dapat menjadi momok bagi keberlangsungan bisnis Wahyoo dan Eden Farm. Strategi khusus pun diperlukan agar mereka terhindar dari nasib serupa Stoqo.

Peter menjelaskan bahwa masalah yang ada sekarang adalah menjaga permintaan terjaga. Kiat menjaga permintaan dari Wahyoo sejauh ini adalah membantu warung-warung agar dapat berjualan di platform digital seperti Go-Food. Di saat yang bersamaan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di banyak daerah sudah mengeser pola belanja di Wahyoo.

“Positifnya secara tidak langsung dengan adanya PSBB dan Covid-19 ini memaksa adaptasi pemilik warung makan terhadap digital jadi lebih cepat,” imbuhnya.

Di lain tempat, Eden Farm yang kliennya sebagian besar adalah toko kelontong punya siasat lain untuk tetap bertahan selama pandemi ini. David mengatakan mereka kini mengandalkan sistem keagenan untuk menjangkau pembeli yang enggan keluar rumah.

David menolak sistem baru ini sebagai B2C. Ia menyebut pihaknya hanya mereaktivasi model pembelian secara berkelompok yang sejatinya sudah ada sejak tahun lalu namun baru dihidupkan kembali tiga pekan lalu.

Perubahan komposisi segmen juga membantu Eden Farm dari mayoritas klien mereka restoran dan rumah makan menengah ke atas menjadi mayoritas UKM. David menyebut saat ini klien mereka 80% berasal dari pebisnis menengah ke bawah.

“Kita tetap dapat customer baru, pertumbuhan pembelian customer pun masih berjalan. Memang di awal-awal [pandemi] berkurang, tapi lewat seminggu balik [normal] lagi,” ucap David.

Wakil Ketua Umum PHRI Bidang Restoran Emil Arifin menyebut sudah ada ribuan restoran yang berhenti beroperasi di seluruh Indonesia. Perkiraan angka itu berasal dari jumlah restoran yang tersebar di 327 mal yang sudah tutup dari total 700-an mal. Dengan kata lain sudah 8.000 lebih restoran yang tutup.

“Itu belum termasuk resto di gedung perkantoran, stand alone, di taman wisata dan di fasilitas lainnya di luar mal. Kalau mau ditotal semua, saya kira dua kalinya,” terang Emil kepada DailySocial.

Dengan keadaan itu, Emil memperkirakan bisnis kuliner di Tanah Air sudah merugi sekitar Rp2,5 triliun per bulan dengan 200 ribu orang yang kehilangan pekerjaannya.

Pengalaman Mengembangkan Diri Para Founder Startup

Sebagai sebuah bisnis, startup diwajibkan untuk tetap bergerak maju. Menggenjot pertumbuhan adalah hal yang dipikirkan sehari-hari. Banyak kejadian baru yang memaksa orang-orang di dalamnya turut hanyut dalam laju perkembangan. Ketika bisnis meroket, orang-orang di dalamnya kenyang dengan pengalaman dan keterampilan.

Bagi seorang founder, CEO, atau orang-orang yang bertanggung jawab memikirkan arah pergerakan bisnis, gerak cepat bisnis harus dibarengi dengan laju pengembangan diri. Itulah mengapa founder startup membutuhkan mentor atau sumber belajar lainnya. Di era serba mudah, di mana mencari tahu informasi hanya dibatas mau atau tidak mau, media belajar kini banyak bentuknya. Buku, audio, video, dan semacamnya sudah gampang ditemui. Tinggal bagaimana preferensi kita terhadap hal itu.

DailySocial mewawancarai sejumlah founder startup tentang bagaimana kebiasaan mereka dalam mengembangkan diri. Hasilnya beragam. Judul buku yang mereka baca, orang-orang yang mereka temui, dan mentor-mentor dalam jaringan mereka berperan dalam setiap perkembangan diri mereka.

Ada yang suka mengambil inspirasi dari buku yang mereka baca. Misalnya Irzan Raditya, CEO Kata.ai. Ia menyebutkan kalau dia akan membaca buku untuk topik-topik yang ingin dia kuasai, misalnya soal human resource atau penjualan. Ia juga tak segan untuk lari mencari online course yang sekiranya bisa membuka wawasannya tentang sebuah topik yang berguna saat menjalankan bisnisnya.

“Jadi pada dasarnya ketika kita mendirikan startup atau menjadi pegawai startup paling penting adalah growth mindset,” cerita Irzan.

Sementara bagi Founder Wahyoo Peter Shearer, proses pengembangan diri juga bisa didapatkan dari co-founder yang lain. Selain bisa menjadi partner dalam mengembangkan bisnis, co-founder bisa jadi salah satu cara untuk membuka wawasan, terutama untuk bidang-bidang krusial. Sedangkan untuk buku, Peter merekomendasikan sebuah buku karya Tony Hsieh.

“Saya suka buku Delivering Happiness yang ditulis oleh Tony Hsieh. Bagaimana dia meneritakan proses dia membangun Zappos sehingga bisa sukses dibeli oleh Microsoft sebesar 265 juta dollar,” ujarnya.

Membaca buku juga menjadi cara pengembangan diri favorit Co-Founder WarungPintar Agung Bezharie Hadinegoro dan Co-Founder TaniHub Michael Jovan.

Bagi Agung, salah satu hal utama dalam pengembangan diri adalah dengan stay curious. Perasaan ingin tahu akan mendorong individu tetap berkembang. Di samping itu, mendengarkan pengguna juga menjadi salah satu cara terbaik bagi Agung mendapatkan masukan tentang bisnis yang dijalaninya.

Agung juga termasuk dalam salah satu founder yang menjadikan buku sumber untuk upgrade diri. Salah satu buku yang dibaca Agung adalah The Art of Happiness dari Dalai Lama. Buku itu disebut Agung selalu menjadi pegangan dan selalu direkomendasikan kepada rekan-rekannya yang membutuhkan wawasan dalam pengembangan diri. Menurutnya, di dalam buku itu kita bisa memahami soal mengutamakan kebaikan, kasih sayang dan toleransi. Lengkap dengan implementasi dalam kehidupan sehari-hari dan dunia kerja.

“Bagian dari buku ​The Art of Happiness yang tidak kalah menarik adalah bagian di mana kita diarahkan untuk memandang pekerjaan kita sebagai suatu panggilan, sehingga kita tetap berpegang teguh pada alasan awal mengapa kita terjun ke pekerjaan tersebut dan tidak mudah menyerah. It would give you a greater sense of purpose and resolve,” kisah Agung.

Sementara bagi Jovan, insipirasi dan ide bisa datang dari mana saja dan dalam bentu apa saja, baik langsung maupun tidak lagnsung. Itulah mengapa Jovan mempelajari banyak hal dari berbagai macam hal, seperti membaca, menonton film, hingga mengamati sebuah pertandingan sepakbola.

Hal-hal tersebut bisa memicunya untuk mencari tahu sesuatu lebih jauh lagi dengan mengetikkan kata kunci di mesin pencari atau membaca buku.

Jovan mengaku baru menyukai buku dalam tiga tahun terakhir ini. Buku-buku bertema peperangan, seperti Sun Tzu’s The Art of War dan Swordless Samurai termasuk daftar yang sudah ia tamatkan. Menurut pengakuannya, yang paling berkesan adalah Outliers yang ditulis oleh Malcolm Gladwell.

“Namun inti dari semuanya adalah saya selalu melebarkan wawasan saya dengan cara yang fun dan random. Dari cara ini seringkali menemuan berbagai benang merah dari berbagai informasi sebelumnya. Setelah mendapatkan insight ini, baru kemudian saya mencari buku yang relevan untuk memperdalam ilmunya,” papar Jovan.

Selain buku, semuanya sepakat bahwa “mendengarkan” adalah cara terbaik dalam proses mengembangkan diri. Mendengarkan ini bisa berarti mencari atau berbincang dengan para mentor, berdiskusi dengan sesama pelaku wirausaha, atau mendengar pengalaman mereka yang lebih dulu sukses.

Setidaknya hal itu yang dilakukan Rama Raditya selama menjalankan Qlue. Bukan buku atau kelas online, ia mengaku terinspirasi dari beberapa rekan sesama pendiri startup, salah satunya adalah Nadiem Makarim, pendiri Gojek. Ia juga cukup aktif mendengarkan arahan dari Martin Hartono dan Arya Setiadharma sebagai mentornya.

“Belajar itu kunci utama kalau kita menjalankan startup sih. Jadi kalau kita terlalu sibuk hanya untuk menjalankan bisnis as usual tanpa mengasah diri kita sendiri itu juga hasilnya tidak efektif, tidak efisien. Prinsip saya sih, dibanding kita harus menebang kayu dengan kapak yang sama selama 6 jam, lebih baik kita spend waktu untuk mengasah kapak sehingga bisa memotong kayu lebih cepat. Yang paling bahaya adalah ketika perusahaan kita lebih besar dari kita sendiri,” sambung Irzan.

Bagi mereka yang ingin mengembangkan diri melalui online course, DailySocial merangkum beberapa kelas yang bisa bermanfaat jika diikuti. Tak hanya soal teknologi, kelas-kelas dalam daftar juga berisi berbagai macam tema yang bisa dimanfaatkan seorang pendiri startup. Berikut ini daftarnya:

Gelombang Inisiatif Startup Demi Redam Dampak Pandemi Covid-19 di Indonesia

Tak ada yang mudah di masa pandemi seperti sekarang. Tanpa mengesampingkan pentingnya keselamatan dan kesehatan, kemerosotan pun memukul telak berbagai sendi kehidupan masyarakat. Wabah corona virus disease 2019 (Covid-19) ini selain menyerang organ pernapasan manusia, tapi juga secara tidak langsung melumpuhkan perekonomian dari yang skalanya besar hingga yang terkecil.

Dampak Covid-19 terhadap perekonomian ini memang tak kenal pandang bulu. Perusahaan dan individu sama-sama menanggung dampaknya. Kegiatan kantor terbatas secara virtual, bandara hampir kosong, hotel dan penginapan nyaris tak berpenghuni, rumah makan sepi pengunjung, pun jalan raya tak banyak yang melewati.

Namun hal tersebut justru mendorong sejumlah pihak untuk bergerak bahu-membahu membantu orang-orang yang membutuhkan, termasuk dari para startup. Inisiatif berupa bantuan finansial, pengetahuan, dan teknologi mereka berikan untuk melewati masa-masa sulit ini. Kami merangkum inisiatif-inisiatif yang terbungkus dalam berbagai cara dalam tulisan berikut ini.

DANA

Fintech dompet digital ini baru saja mengumumkan inisiatifnya beberapa hari lalu. Inisiatif yang mereka lakukan untuk meringankan beban mereka yang terdampak dari Covid-19 ini seluruhnya berada di aplikasi mereka.

Program ini mereka namakan “Siap Siaga Covid-19”. Program ini termasuk sejumlah fitur baru di aplikasi DANA yang meliputi update kasus Covid-19 di Indonesia, kontak layanan hotline Covid-19, hingga opsi donasi yang terhubung dengan platform Kitabisa. DANA yang mereka kumpulkan akan dipakai untuk menyediakan alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan.

“Kami mengajak para pengguna DANA untuk bersinergi, berbagi, dan bergotong-royong secara digital dalam turut menanggulangi penyebaran virus Corona COVID-19. Melalui cara yang praktis, aman, dan efisien kita sudah turut berpartisipasi melindungi mereka yang sedang berjuang menyelamatkan jiwa dengan resiko terpapar virus saat bertugas ,” ucap CEO Dana Vincent Iswara dalam keterangan tertulis.

Gojek

Sejak wabah virus korona ini makin meluas dan kampanye #dirumahaja kian gencar, pengemudi ojek online mungkin yang paling mudah terlacak kena imbasnya. Mereka yang sedianya bergantung pada mobilitas warga untuk memperoleh pemasukan harian harus rela menepi atau setidaknya mengurangi intensitas pekerjaannya.

Merespons hal itu, Gojek meluncurkan program dana bantuan untuk ratusan ribu pengemudi dan merchant yang tergabung di platform mereka. Dana bantuan akan dikelola oleh yayasan mereka sendiri bernama Yayasan Anak Bangsa Bisa. Adapun sumber pendanaan di program ini berasal dari:

1. potongan 25% dari gaji setahun pimpinan dan manajemen senior,
2. realokasi anggaran kenaikan gaji tahunan seluruh karyawan Gojek,
3. kumpulan donasi dari perusahaan rekan bisnis Gojek.

Wahyoo

#RantangHati merupakan nama inisiatif dari Wahyoo untuk memerangi dampak Covid-19. Melalui inisiatif ini Wahyoo menghubungkan mitra warung makan yang diperkirakan omzetnya turun hingga 50% dengan orang-orang yang membutuhkan.

Wahyoo merinci cara kerja inisiatif mereka dengan mengumpulkan donasi berjumlah Rp350 juta via Kitabisa. Uang ini kemudian akan disebar ke sejumlah warung makan dengan target menyediakan makanan untuk 700 orang selama dua pekan. Anggaran di atas dibuat berdasarkan hitungan dua kali makan sehari dengan biaya makan Rp15.000 per porsi. Untuk menggelar inisiatif ini Wahyoo menggandeng influencer Edho Zell, pengemudi Gojek, serta kelompok relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

“Penerapan physical distancing yang berimbas pada imbauan kerja dari rumah, membuat warung makan di Jadetabek sepi pengunjung. Ironisnya, sebenarnya banyak orang yang tidak sanggup membeli makanan di warung,” ucap CEO & Founder Wahyoo Peter Shearer.

East Ventures dan Nusantics

East Ventures memulai inisiatifnya dengan membuka urun dana terbuka. Inisiatif bertajuk Indonesia Pasti Bisa ini menargetkan nominal Rp10 miliar. Hingga artikel ditulis jumlah yang sudah diperoleh sudah 45% dari target. Selain East Ventures sendiri, tercatat banyak startup dan korporasi lain yang ikut dalam urun dana ini. Sebut saja Tokopedia, Sociolla, Traveloka, Agaeti Convergence Ventures, hingga Warung Pintar.

“Ini pertama kalinya East Ventures memimpin fundraising non-profit. East Ventures mendapatkan berita keterlibatan salah satu portofolio East Ventures yaitu Nusantics di dalam task force BPPT pada Minggu (22/3). Ini membuat kami terdorong untuk berpartipasi lebih jauh dan berinisiatif untuk mengajak segenap ekosistem digital untuk berkontribusi,” kata Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Program inisiatif East Ventures ini menempatkan Nusantics, startup deep-tech, sebagai ujung tombak. Dari nominal target di atas, Rp9 miliar di antaranya akan diberikan ke Nusantics untuk mengembangkan test kit qPCR, menjalankan proyek pemetaan mutasi Covid-19 di Indonesia atau biasa disebut whole game sequencing.

Nusantics berencana menciptakan 100 test kit qPCR berupa prototipe dan dilanjutkan produksi massal berjumlah 100.000 test kit. Nusantics yang juga masuk dalam Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Covid-19 (TFRIC19) pun berpacu dengan waktu mengingat penyebaran virus corona di Indonesia terus meluas dan jumlah kasus yang meningkat.

Prixa, Halodoc, Alodokter

Persoalan sektor kesehatan membutuhkan solusi kesehatan. Kesadaran tersebut mendorong sejumlah startup bidang kesehatan seperti Halodoc, Alodokter, dan Prixa untuk menciptakan fitur baru dalam membantu masyarakat menghadapi wabah Covid-19.

Prixa, startup bidang kesehatan yang berada di naungan Kata.ai, menyediakan fitur baru untuk memerika gejala dan risiko terhadap Covid-19. Diluncurkan sejak 18 Maret lalu, fitur ini memungkinkan pengguna memahami keluhan kesehatan untuk antisipasi sedini mungkin terhadap gejala Covid-19. Fitur Prixa ini juga membantu tenaga kesehatan di luar sana agar masyarakat yang hendak memeriksakan diri tak perlu datang ke rumah sakit.

Prixa juga terlibat dalam pengembangan aplikasi pemeriksaan kesehatan mandiri Pikobar milik Pemprov Jawa Barat. Sistem kecerdasan buatan Prixa menjadi salah satu andalan Pikobar untuk mengenal gejala penyakit pernapasan untuk warga Jawa Barat.

Sementara Halodoc dan Alodokter menyediakan inisiatif yang identik dalam membantu masyarakat menghadapi virus corona. Keduanya menambahkan fitur pemeriksaan mandiri berupa chatbot. Fitur ini meski sederhana jelas akan membantu warga yang khawatir akan kemungkinan terpapar Covid-19. Halodoc mengalokasikan 1.000 dokter dari total 22.000 dokter yang tergabung untuk konsultasi mengenai Covid-19.

MDI Ventures 

MDI Ventures menginisiasi perlawanan mereka terhadap wabah Covid-19 dengan menciptakan program Indonesia Bergerak. Serupa dengan East Ventures, MDI Ventures melibatkan startup-startup yang berada di portofolionya, yaitu Qlue, Kata.ai, Qiscus, dan Volantis.

Melalui Qlue, mereka mengandalkan ekosistem smart city mereka sebagai wadah warga dalam memantau dan melaporkan perkembangan Covid-19. Data yang dihimpun akan disajikan menjadi visualisasi di laman Indonesia Bergerak.

Selain itu, Qlue juga membuat QlueWork yang ditujukan untuk petugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Fitur tersebut nantinya dapat dimanfaatkan BNPB sebagai manajemen tenaga kerja di lapangan.

Ruangguru dan Zenius

Kegiatan belajar mengajar di segala tingkatan praktis terganggu sejak Covid-19 merebak. Kementerian Pendidikan pun sudah menghentikan sementara segala kegiatan di sekolah. Ruangguru dan Zenius mengisi kekosongan ruang kelas tersebut dengan menggratiskan layanan edukasi mereka.

Ruangguru misalnya, sejak dua pekan lalu resmi membuka program Sekolah Online Ruangguru Gratis. Program ini membantu para siswa untuk mengikuti berbagai macam kelas dengan jam belajar selayaknya di sekolah untuk kelas 1 SD hingga 12 SMA. Guru pun turut mendapat perhatian dengan program Program Guru Online di mana mereka dapat mengakses modul pelatihan guru secara gratis.

Tak hanya itu, Ruangguru juga membuka layanan Skill Academy mereka secara gratis secara terbatas. Berlaku sejak 23 Maret, siapa pun kini bisa mengikuti bermacam kelas pelatihan online dengan beragam topik secara gratis selama dua pekan.

Zenius pun menyediakan hal serupa. Edutech ini membuka lebar-lebar konten edukasinya yang lebih dari 80 juta secara cuma-cuma. Agar memudahkan proses belajar, Zenius memodifikasi videonya berlatar putih agar menghemat kuota pengakses. Selain itu mereka juga menyediakan fitur Live Teaching yang memungkinkan interaksi antara pengajar dan murid selayaknya di sekolah.

“Dengan proses pengajaran yang disiarkan langsung dan dilengkapi dengan Live Chat, kami berharap para siswa lebih semangat belajar dari rumah karena pengalaman yang berbeda,” ucap CEO Zenius, Rohan Monga seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Validating “New Retail” Startups in Indonesia

New retail has been trying to connect traders with technology. The objective is to facilitate business in leveraging benefits and consumer coverage. In terms of concept, the approach is to empower some previous features with mature implementation in the e-commerce platform to conventional retail. It’s not digitizing the whole business process, but aiming for certain aspects that weren’t optimized.

Concept Details
Payment Integrating payment applications, such as digital wallets or pay later feature, for payment options to customers.
Supply Chain Providing digital access to traders to connect with FMCG product distributors for more variant products at affordable prices.
Customer Experience Improving customer experience by providing purchasing apps. Some in the form of loyalty programs giving point credits for every transaction
Digital Product Allowing traders to serve purchasing or payment activities of various digital products, such as PPOB tax payment, train ticket, e-money top-up, and many more.

Those four models are getting adopted by local startups with various lines of products or retail segments. The public, either traders or buyers, are adjusting to the transformation. It was proven by the well-developed new retail startups.

The beginning of new retail in Indonesia

In 2014, Kudo (an acronym for Kios untuk Dagang) or kiosk for trading was launched. The service is to allow everyone, especially kiosk owners, to be able to sell any kinds of e-commerce products. The buyers allowed to choose any kinds of products and make payments through the kiosk. The concept was proven successful, as Kudo has been used by 2.6 million partners and become the biggest agent-based service in Indonesia.

Post Grab acquisition in 2019, they rebranded into GrabKios. The business model gets adjusted, from an e-commerce digital arm to focus more on the partner’s side to facilitate various kinds of payments, such as electricity bills, PDAM, and many more.

“Through technology, GrabKios expands the types of services offered by stalls such as credit and various bill payments, reduces the cost of stalls by providing convenience for traditional stalls to order merchandise (wholesale), and provides access to additional business capital and financial services through money transfer services (domestic remittance) and micro insurance and cash loans will be provided,” Head of GrabKios, Agung Nugroho said.

Furthermore, some e-commerce platforms are following the trend, such as Mitra Tokopedia and Bukalapak. It’s the same concept, allowing partners to become a digital arm to facilitate consumers for purchasing goods. The online-to-offline approach becoming the best extension among broadband expansion and digital literacy in the community.

Mitra Tokopedia program is targeting kiosk in several areas to market their products
Mitra Tokopedia program is targeting kiosk in several areas to market their products

Entering the year 2018, Kopi Kenangan has debuted with 121 billion Rupiah funding from Alpha JWC Ventures. The investment is said to be focused on business development through technology, one is to launch an app for store locator, ordering, payment support and loyalty program.

The well-received business model in the market providing a well-poured investment. After a few months, Kopi Kenangan announced follow-on funding worth of 282 billion Rupiah from Sequoia. In late 2019, they had secured Series A funding from several investors, including Arrive, Serena Ventures, Caris LeVert, and Jonathan Neman. They have managed to sell 3 million cups of coffee per month.

There is also Fore Coffee, a startup founded by East Ventures with similar products and approaches. The latest news, they’ve announced follow-on funding worth of 118 billion Rupiah from East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, Insignia Ventures Partners, and several angel investors.

“We also use various technologies, from our own mobile app to the existing technologies, such as Moka to monitor payments, Member.id for loyalty platforms, and Go-Food, GrabFood, and TravelokaEats as distribution platforms,” Fore Coffee’s Co-Founder & CEO Robin Boe explained the technology role in his startup.

Wahyoo also offers a new retail approach, targeting warteg (small restaurants) by providing digital access to the supply chain. The Founder & CEO, Peter Shearer said they have partnered with at least 7000 merchants from various regions. They’ve also received seed funding from Agaeti Ventures, Kinesys Group, Chapter 1 Ventures, SMDV, East Ventures, and Rentracks.

There are also some other startups offering new retail concepts with various business approaches.

The momentum

Kopi kenangan product, beverage at affordable price
Kopi kenangan product, beverage at affordable price

Numbers of partners, transaction value and capital flows received imply that new retail has been quite successful to validate the concept for the past few years. On further observation, they are prudent in placing their products to the most suitable customer segment.

Take the example of previously mentioned coffee products startup, they see a trend of “daily coffee” among millennials. To the existing coffee shop, as well-known Starbucks, the standard price is quite high. They offer beverages at relatively cheaper prices, but with improved customer experience.

It is very likely what startups like Kudo did, that is targeting partners from the countryside.

The large investment stream will allow players to perform the “growth hacking” strategy which has been successfully applied by startups in other verticals, such as ride-hailing or fintech. They could increase traction with a series of promo or massive expansion at many locations – and indeed, all the players are heading that way.

With a broader market share, more mature players and enthusiast investors; will new retail be the next big thing in the following years?


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian