Qareer Group Asia Announces 153 Billion Rupiah Funding from Emtek Group

As previously announced, based on Emtek Group financial report for Q3 2018, there is funding for Qareer Group Asia. Today, Qareer Group Asia officially announced it through a release.

Qareer Group Asia, focused on recruitment and human resources system development, has received funding from Emtek Group through its technology holding company KMK Online. The whole funding round is $10,5 million (around 153 billion rupiah). The existing investors, Kejora Ventures and Softbank, are involved in this round.

According to Emtek’s financial report, the funding has been converted as 310,472 shares or 33.5% of the total ownership.

Veronika Linardi, Qareer Group Asia’s Founder & CEO, said this funding is the beginning of a long-term partnership with Emtek Group.

Adi Sariaatmadja, KMK Online’s Managing Director in his statement said that the company believes Qareer Group Asia will make a positive impact on the business and employment industry in Indonesia and Malaysia.

Qerja has previously received Series A funding from SB ISAT Fund in 2015 and seed funding from Kejora Ventures (formerly called Mountain SEA Ventures).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup di Singapura dan Indonesia Dominasi Pendanaan di Asia Tenggara

Pesatnya pertumbuhan bisnis digital di Asia Tenggara tidak lepas dari putaran investasi yang banyak dikucurkan kepada startup digital. Selain memberikan sorotan terhadap pertumbuhan pangsa pasar, laporan Google dan Temasek bertajuk e-Conomy SEA 2018 turut mencatat pertumbuhan investasi di kawasan regional tersebut. Sepanjang paruh pertama tahun 2018 (H1), angkanya sudah mencapai $9,1 miliar, meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang hanya menghasilkan putaran investasi sebesar $3,6 miliar.

Tren investasi tidak hanya dikucurkan dari kantong venture capital, karena private equity dan corporate investors mulai banyak tertarik menanam modal di SEA. Para investor termasuk hadir dari perusahaan global dari Amerika Serikat dan Tiongkok. Dari capaian tersebut, riset memproyeksikan pertumbuhan investasi akan mencapai $40 – $50 miliar di tahun 2025 mendatang.

Startup unicorn seperti Go-Jek, Tokopedia, Grab, Bukalapak, Lazada, Sea, VNG, Razer, dan Traveloka menjadi unit bisnis yang memegang persentase mayoritas nilai investasi. Jika digabungkan, pada H1 2018, startup unicorn di SEA berhasil membukukan hingga $6,5 miliar dalam putaran pendanaan. Pendanaan Grab turut membawanya sebagai decacorn pertama di SEA.

Pendanaan Startup di Asia Tenggara
Pendanaan startup di SEA didominasi oleh sektor ride hailing / Google-Temasek

Dari empat sektor industri internet yang disoroti dalam laporan, yakni Online Media, Online Travel, E-commerce, dan Ride Hailing; gabungan keempatnya menguasai mayoritas pendanaan — dari $9,1 miliar, empat sektor itu mendapat $7,8 miliar. Kendati secara pangsa pasar nilainya masih kalah besar dibanding dengan sektor lain, Ride Hailing menjadi yang terbesar mendapatkan pendanaan di periode H1 2018, totalnya mencapai $4,5 miliar. Namun demikian, Grab dan Go-Jek dikatakan sebagai dua pemain utama yang mendominasi.

Sementara sisa $1,3 miliar tersebar di berbagai lanskap startup digital lain. Sebanyak $0,5 miliar berhasil dibukukan oleh startup fintech, sisanya $0,8 miliar tersebar di berbagai bidang startup — pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

Singapura menempati peringkat tertinggi, disusul Indonesia

Mengenai sebaran pendanaan di SEA, sebanyak $6,8 miliar didapat oleh startup dari Singapura. Sementara Indonesia berada di peringkat selanjutnya dengan selisih yang cukup besar, yakni hanya mendapat hingga $1,8 miliar. Sisanya $0,5 miliar tersebar di negara lainnya. Namun bisa jadi persentase tersebut berubah, mengingat pada H2 2018 pendanaan startup di Indonesia terus mendapatkan kucuran investasi. Terakhir Tokopedia yang dikabarkan baru mendapatkan pendanaan hingga $1 miliar dari Softbank dan sejumlah investor.

Selama H1 2018, sebanyak 286 transaksi pendanaan terjadi di wilayah Singapura. Di Indonesia ada sekitar 154 kesepakatan, sisanya 264 tersebar di wilayah lain meliputi Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Mayoritas pendanaan yang dikucurkan dalam putaran seri A (580 transaksi), disusul seri B dan C (61 transaksi), dan seri D-E+ (7 transaksi). Sisanya tidak menyebutkan detail tahapan pendanaan.

Qareer Group Asia Umumkan Perolehan Pendanaan 153 Miliar Rupiah dari Emtek Group

Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan pengamatan kami terhadap keterbukaan laporan keuangan Q3 2018 Emtek Group, ada transaksi pendanaan yang diberikan ke Qareer Group Asia. Hari ini melalui rilis yang kami terima, Qareer Group Asia mengumumkannya secara resmi.

Qareer Group Asia startup yang fokus pada pengembangan sistem rekrutmen dan sumber daya manusia mendapatkan pendanaan dari Emtek Group melalui perusahaan holding teknologinya KMK Online sebesar $10,5 juta (setara dengan 153 miliar Rupiah). Investor sebelumnya Kejora Ventures dan Softbank turut serta dalam pendanaan kali ini.

Jika melihat dalam laporan keuangan Emtek, transaksi pendanaan tersebut dikonversi dalam akuisisi 310.472 lembar saham atau 33,5% dari total kepemilikan keseluruhan.

Menurut pemaparan Founder & CEO Qareer Group Asia, Veronika Linardi, pendanaan ini menjadi awal dari kerja sama jangka panjang yang akan dilakukan oleh startupnya bersama Emtek Group.

Dalam sambutannya, Direktur Utama KMK Online, Adi Sariaatmadja, mengatakan bahwa perusahaan meyakini pertumbuhan Qareer Group Asia mampu memberikan dampak positif untuk dunia bisnis dan lapangan kerja di Indonesia.

Seperti diketahui Qareer Group Asia mengoperasikan dua platform marketplace pekerjaan, yakni Qerja dan Jobs.id. Saat ini platformnya sudah melayani pengguna di Indonesia dan Malaysia.

Qerja sebelumnya memperoleh pendanaan seri A dari SB ISAT Fund di tahun 2015, sementara pendanaan awal mereka berasal dari Kejora Ventures (dulu bernama Mountain SEA Ventures).

Application Information Will Show Up Here

MDI Ventures Pimpin Pendanaan Seri C Instarem, Startup Fintech Remitansi Asal Singapura

MDI Ventures kembali menambah daftar portofolio startup dengan mengucurkan pendanaan barunya. Kali ini diberikan kepada pengembang layanan remitansi asal Singapura bernama Instarem. MDI Ventures bersama Beacon Venture Capital memimpin pendanaan seri C dengan nilai mencapai $20 juta. Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini investor sebelumnya, yakni Vertex Ventures, GSR Ventures, Rocket Internet dan SBI-FMO Fund.

Pendanaan akan difokuskan untuk perluasan jangkauan pasar Instarem, khususnya di wilayah Indonesia dan Jepang. Sebagai startup fintech yang menyajikan layanan remitansi –transfer uang antar negara, biasanya dilakukan pekerja asing—salah satu tantangannya adalah soal perizinan. Instarem cukup percaya diri akan segera mendapatkan lisensi dari otoritas Indonesia dan Jepang.

“Kami percaya bahwa Instarem memiliki kapabilitas yang besar dalam menyediakan jasa pembayaran lintas negara di Indonesia melalui mitra internasionalnya. Kami juga melihat bahwa sektor teknologi finansial di Indonesia sedang mengalami tingkat pertumbuhan yang pesat sehingga ini merupakan momen yang ideal bagi perusahaan fintech seperti Instarem untuk memasuki pasar Indonesia,” ungkap CEO MDI Ventures Nicko Widjaja kepada DailySocial.

Khusus di Indonesia, MDI Ventures akan turut membantu proses ekspansi dengan menjembatani kemitraan strategis Instarem dengan unit bisnis yang dimiliki Telkom Group. MDI Ventures juga meyakini bahwa pertumbuhan fintech di Indonesia dapat menjadi momen tepat untuk mendukung pertumbuhan Instarem.

“Instarem saat ini sedang dalam proses memperoleh lisensi untuk beroperasi di Indonesia. Layanannya akan beroperasi dalam waktu dekat. Instarem juga akan melakukan penjajakan kerja sama dengan Telkom Group untuk layanan pembayaran dan remitensi demi meningkatkan layanan remitansi O2O di Indonesia,” lanjut Nicko.

Saat ini Instarem telah mengantongi izin dan beroperasi di Singapura, Australia, India, Eropa, Amerika Serikat, Hing Kong, Kanada dan Malaysia. Sementara babak baru pendanaan ini turut membuat startup bentukan Michael Bermingham dan Prajit Nanu tersebut mencapai total valuasi pendanaan $63 juta.

Dalam rilis resminya, Instarem turut menyinggung rencana IPO di tahun 2021 mendatang. Mengenai rencana ini Nicko berpendapat bahwa IPO pada suatu perusahaan menjamin likuiditas kepada para investor, pemegang saham, dan karyawan perusahaan tersebut.

“MDI Ventures percaya bahwa sebaiknya terdapat lebih banyak perusahaan teknologi di Asia Tenggara yang menargetkan IPO sebagai opsi exit strategy mereka. IPO memberikan sejumlah manfaat bagi ekonomi karena memvalidasi industri teknologi di negara tersebut dan mengurangi risiko terjadinya tech bubble dengan menormalkan valuasi dan menyediakan likuiditas,” tutup Nicko.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Coworking Space CoHive Hadir di Yogyakarta

Hari ini (22/11) jaringan coworking space CoHive (sebelumnya bernama Cocowork) melakukan soft-launching di Yogyakarta. Ekspansi ini menambah daftar ruang kerja yang dimiliki oleh CoHive, yakni 22 lokasi di Jakarta, 1 lokasi di Medan, dan sekarang tambah 1 di Yogyakarta.

Di Yogyakarta, CoHive terletak di lantai 3 Hartono Mall. Kehadirannya ingin coba memfasilitasi startup, UMKM, dan komunitas kreatif yang banyak bermunculan di Yogyakarta akhir-akhir ini.

Dalam acara soft-launching turut diadakan sesi presentasi, salah satunya memaparkan capaian CoHive sejauh ini. Disampaikan hingga kuartal keempat 2018, CoHive sudah memiliki lebih dari 5000 anggota dengan 500 perusahaan — 80% perusahaan adalah startup digital yang bergerak di beragam sektor.

Turut hadir dalam acara CEO & Co-Founder CoHive, Carlson Lau, menyampaikan alasan CoHive melakukan ekspansi ke Yogyakarta. Menurutnya masyarakat di sana dikenal memiliki semangat untuk berkelompok dan berkolaborasi. Harapannya layanan coworking space yang dihadirkan dapat memfasilitasi berbagai kegiatan kolaboratif tersebut.

“CoHive mengedepankan nilai-nilai komunitas, kolaborasi, pembelajaran, dan kesinambungan dan tentunya untuk tumbuh bersama. Selain itu, CoHive melihat Yogyakarta merupakan tempat ideal untuk tumbuh bersama. Image sebagai kota pendidikan yang diisi oleh individu gemar belajar dan memiliki talenta kami anggap sebagai peluang untuk tumbuh bersama,” ujar Carlson.

CoHive turut menyampaikan target perluasan selanjutnya. Bali, Bandung, dan Makassar adalah tiga kota yang akan segera disinggahi. Ekspektasinya sebelum Desember 2019 sudah akan ada 40 lokasi ruang kerja yang dikelola.

Di Yogyakarta, CoHive menyediakan ruang kerja kolaboratif, ruang kerja privat, ruang rapat dan ruang untuk mengadakan acara. Totalnya akan ada 25 ruang privat yang disediakan, dengan ruang kerja kolaboratif yang dapat menampung hingga 62 orang.

Riset Google-Temasek: Indonesia Kuasai Pangsa Pasar Ekonomi Internet di Asia Tenggara

Kawasan Asia Tenggara (SEA) digadang-gadang sebagai wilayah dengan pertumbuhan ekonomi internet paling pesat. Dalam satu dekade terakhir, dinamika bisnis digital di berbagai lanskap memang cukup terasa — berupa kemunculan bisnis baru atau penguatan bisnis yang sudah ada dalam investasi besar-besaran. Untuk melihat kondisi terkini, Google dan Temasek kembali merilis laporan riset bertajuk e-Conomy SEA 2018.

e-Conomy mencakup kegiatan ekonomi yang disokong oleh internet dan pendekatan digital. Beberapa sektor yang diteliti termasuk online travel, online media, ride hailing dan e-commerce; karena dinilai sudah mencapai tahap matang di kawasan SEA. Sementara periset beranggapan sektor lain seperti pendidikan, finansial, kesehatan dan sosial masih berada di tahap awal. Riset ini  menjangkau Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.

Di SEA, ekonomi internet diprediksikan akan mencapai $240 miliar pada tahun 2025 mendatang, tahun ini sudah mencapai $72 miliar. Untuk mendukung pertumbuhan, bisnis akan membutuhkan investasi sampai $50 miliar. Saat ini riset turut memperkirakan konsumen internet di kawasan SEA sudah mencapai lebih dari 350 juta orang. Rata-rata mereka terhubung dengan pendekatan mobile, melalui perangkat ponsel pintar yang dimiliki.

Indonesia negara dengan pertumbuhan tercepat dan terbesar

Pada sektor yang diteliti, pasar paling besar dikuasai oleh bisnis online travel. Namun di tahun 2025, e-commerce akan menjadi yang terbesar. Nilai bisnis online travel tahun 2018 mencapai $30 miliar, e-commerce di angka $23 miliar. Kendati Grab dan Go-Jek menunjukkan putaran investasi besar tahun ini, ukuran pasar mereka masih di angka $8 miliar, bahkan di bawah online media yang nilainya berada di angka $11 miliar.

Ekonomi Digital Asia Tenggara
Ekonomi digital di SEA saat ini dan proyeksinya di tahun mendatang / Google-Temasek

Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan paling cepat dan ukuran pasar paling besar di SEA. Tahun 2018 angkanya mencapai $27 miliar, akan menyumbangkan $100 miliar di tahun 2025 mendatang. Pertumbuhannya ekonomi digital di Indonesia sangat pesat, pasalnya pada tahun 2015 lalu angkanya baru mencapai $8 miliar, artinya tahun ini berhasil tumbuh lebih dari 4x lipat. Untuk tahun ini, Thailand menjadi terbesar kedua di angka $12 miliar.

Ekonomi Digital Asia Tenggara
Indonesia memimpin pangsa pasar dengan putaran nilai bisnis tertinggi / Google-Temasek

Melihat lebih dekat masing-masing sektor

Sektor e-commerce menjadi yang paling dinamis dalam tiga tahun ke belakang. Dinamika tersebut disebabkan karena proses adaptasi yang dilakukan masif di kalangan konsumen. Tahun ini sektor e-commerce berhasil menyumbangkan nilai putaran bisnis mencapai $23 miliar, diprediksikan tahun 2025 mencapai $100 miliar. Para unicorn di SEA seperti Lazada, Shopee, dan Tokopedia dinilai Google dan Temasek akan berperan kritis dalam menumbuhkan bisnis ini.

Di sektor e-commerce, Indonesia tetap menjadi pemimpin pasar dengan nilai bisnis mencapai $12 miliar di tahun 2018. Sementara negara lain seperti Thailand dan Vietnam baru mencapai kurang lebih $3 miliar tahun ini.

Online travel jadi yang terbesar tahun ini. Dalam riset disebutkan bahwa lanskap ini mencakup tiga sub-sektor utama, yakni online vacation rental, online hotel, dan online flight. Bisnis penjualan tiket pesawat masih mendominasi tahun ini dengan perolehan mencapai $18,4 miliar, disusul reservasi hotel $10,7 miliar, dan sewa kendaraan $0,6 miliar. Total nilai yang mencapai hampir $30 miliar tersebut akan mencapai $78 miliar tahun 2015 mendatang, dengan porsi penjualan tiket pesawat mendominasi $40 miliar.

Tidak berbeda dengan e-commerce, di sektor online travel Indonesia juga memegang nilai pangsa pasar terbesar. Tahun ini Indonesia menyumbang $8,6 miliar, akan mencapai $25 miliar pada tahun 2025 mendatang. Indonesia juga memimpin pangsa pasar di sektor ini. Tahun ini angkanya $2,7 miliar, diproyeksikan akan bertumbuh 3x lipat di tahun 2025 mencapai $8 miliar.

Ekonomi Digital Asia Tenggara
Online travel tahun ini memiliki pangsa pasar terbesar, segera disusul e-commerce / Google-Temasek

Selanjutnya ada sektor online media, yang dibagi dalam tiga jenis layanan, mencakup subscription music and video, online gaming, dan online advertising. Tahun ini angkanya mencapai $11,4 miliar didominasi sub-sektor periklanan online $7,2 miliar. Sementara online gaming menyumbang $3,8 miliar tahun ini, dan layanan musik/video on-demand $0,4 miliar. Tahun 2025 diprediksikan sektor ini akan menyumbangkan angka $32 miliar di SEA, dengan persentase sub-sektor yang tidak jauh berbeda dengan kondisi tahun ini.

Sektor terakhir yang diteliti oleh Google dan Temasek adalah ride hailing. Terdiri dari dua sub-sektor, yakni online food delivery dan online transport. Tahun 2018 angkanya mencapai $7,7 miliar, dengan pembagian $5,7 miliar didapat dari online transportation dan $2,0 miliar dari online food delivery. Tahun 2025 mendatang angkanya diprediksikan menjadi $28 miliar, dengan kepeimpinan sub-sektor online travel mencapai $20 miliar.

Indonesia tetap menjadi pangsa pasar terbesar dengan nilai tahun ini mencapai $3,7 miliar. Diproyeksikan tahun 2025 mendatang akan menyentuh angka $14 miliar. Turut disoroti juga pemain kunci di SEA untuk sektor ini, yakni Grab dan Go-Jek. Selain transportasi dan jasa antar makanan, keduanya terus mengembangkan solusi pembayaran digital dalam pengembangan bisnisnya.

Agriculture Market Sikumis Receives Funding from Telkom’s Subsidiary

Agrotech startup, Sikumis, announces further funding from Metralog, a Telkom Group’s subsidiary. It is following the previous one four months ago. The amount isn’t disclosed.

Sikumis, using the fresh funding, will enhance product development in its platform. Currently, they’re not only focused on the agriculture sector but also to reach partners in animal husbandry and marine sectors. Its mission is to provide a platform which integrates players from the beginning to the end.

Previously, Sikumis had introduced e-commerce platform selling various products for the agricultural industry. As per 2016, they transformed into a marketplace by hoping to provide a broader choice of products and business models.

In helping farmers, Sikumis has introduced fintech-based service as credit finance, p2p lending, and SRG-based (warehouse receipt system) online auction market. Metralog will also support another digitization in providing efficiency in the agricultural product distribution chain.

Recently, Sikumis has formed a strategic partnership with Kredivo. It was taken to provide credit options in helping farmers purchasing their need in Sikumis service.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Station Siap Akselerasi Startup dengan Strategi “Data-Driven”

Startup Station di Singapura – besutan Facebook—bersama Infocomm Media Development Authority of Singapore dan Reinmaking membuka pendaftaran untuk program startup, fokusnya pada inovasi berbasis data. Sebelumnya mereka juga telah melakukan roadshow di lima tempat, termasuk di Jakarta pada 8 November lalu.

Fokus acara ini adalah memberikan pemahaman tenang model bisnis yang sesuai dan menjadikan startup menjalankan bisnis secara data-driven. Program ini juga dirancang untuk menghubungkan startup di kawasan Asia Tenggara dengan para mentor dan pakar di bidang industri, termasuk dari Facebook.

Startup yang terpilih nantinya dapat berpartisipasi dalam kursus enam bulan. Kursus tersebut diadakan bersama Rainmaing, program akselerator global yang mendidik startup dalam inovasi dan pengembangan bisnis. Selain itu peserta akan diberikan akses ke sumber daya premium dan kolaborasi dengan pemangku di industri.

Bagi startup yang tertarik, dapat mendaftarkan diri ke program Strartup Station dengan mengunjungi laman resminya di sini: https://startupstationsingapore.splashthat.com.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Startup Station

Marketplace Pertanian Sikumis Dapatkan Pendanaan dari Anak Usaha Telkom

Startup agrotech Sikumis mengumumkan perolehan pendanaan lanjutan dari Metralog, anak usaha Telkom Group. Pendanaan ini menyusul perolehan sebelumnya yang didapatkan empat bulan lalu. Detail nilai pendanaan tidak diinformasikan lebih lanjut.

Dengan suntikan modal baru, Sikumis akan menggenjot pengembangan produk di platformnya. Saat ini Sikumis tidak hanya fokus sektor di pertanian, tetapi juga menjangkau mitra di bidang peternakan dan kelautan. Misinya untuk menghadirkan platform yang mengintegrasikan para pemain dari hulu ke hilir.

Sebelumnya Sikumis menghadirkan platform e-commerce yang menjual berbagai kebutuhan untuk industri pertanian. Per tahun 2016 lalu, mereka bertransformasi menjadi sebuah marketplace dengan harapan dapat menghadirkan pilihan produk dan model bisnis yang lebih luas.

Untuk membantu para petani, saat ini Sikumis telah menghadirkan layanan berbasis fintech berbentuk pembiayaan kredit, p2p lending, dan pasar lelang online berbasis sistem resi gudang (SRG). Hadirnya Metralog juga akan turut mendukung digitalisasi lain dalam memberikan efisiensi pada rantai distribusi hasil pertanian.

Belum lama ini Sikumis juga baru saja menjalin kerja sama strategis dengan Kredivo. Langkah ini diambil untuk memberikan opsi kredit dalam membantu petani mendapatkan kebutuhan yang dibeli di layanan Sikuis.

Siji Creates Digital Museum with Augmented Reality

Augmented Reality (AR) technology can be a medium to represent various objects visually. In Siji Studio, AR is used to digitize museum in making the content of history class more interesting.

Dimas Fuady, Siji Digital Solution’s Co-Founder & CEO, said that the development of digital museum using AR should be effective. In fact, nowadays, the museum’s artifacts are considered not “out of the box”, some even have inadequate guides.

“It’s a different situation when we visit museum abroad, in Singapore for instance. The display is quite mesmerizing, combining a good storytelling with technology and art installation,” he added.

However, this initiative is going independently by Siji team. We haven’t involved in any special partnership with the government. Siji has a direct partnership with museum’s proprietor which also get the annual subscription of Siji AR service.

“Museum Kebangkitan Nasional, Museum Perumusan Naskah Proklaasi, Museum Sumpah Pemuda, Museum Nasional have implemented Siji AR product. It’s also worked as a virtual guide for visitors,” he explained.

Siji AR has been established since 2014. It’s when they’re under Telkom incubation program. Siji Studio is now Telkom’s strategic partner for digital product development, where Telkom also involved as Siji Studio’s shareholder.

It’s not only AR product development

Siji Studio also produces some IoT-based supporting technology solution, such as artificial intelligence platform, automation tools, and robotics. One of Siji portfolios is the first Toko Tanpa Awak (Shop without keepers) in Indonesia, has been operating since March 2018 on the 11th floor of Telkomsel Smart Office.

Siji also designed the Bank Tanpa Awak (Bank without clerk) in one of the red-plate institutions. The developing digital branch was designed for banking (create an account, card renewal, and customer service) will be fully assisted by a machine.

“Siji AR was dedicated as an alternative media for advertising. It was implemented in one of the auto magazines, but due to the lack of users, it was stopped. Lesson’s learned, we thought to penetrate further into the market, along with technical and business evaluation,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian