Melihat Minat Investor pada Startup Logistik di Tengah Pandemi Covid-19

Meskipun secara global industri logistik terhambat pertumbuhannya, namun tidak menurunkan demand dari pihak terkait yang membutuhkan layanan tersebut. Sebagai tulang punggung layanan e-commerce, logistik memiliki peranan penting untuk mendukung kegiatan berbagai pihak terkait. Terlebih di tengah pandemi yang terjadi saat ini, terlihat peranan logistik makin krusial, mendukung anjuran work from home dan social distancing.

Di Indonesia sendiri layanan e-commerce seperti JD.ID, Tokopedia, Shopee, hingga Bukalapak menerima permintaan cukup tinggi untuk barang-barang yang paling banyak dibutuhkan saat ini. Mulai dari produk bahan segar hingga obat-obatan dan alat kesehatan. Promo bebas ongkos kirim hingga pemberian voucher dan penawaran menarik lainnya juga diberikan kepada pelanggan.

Fenomena lain yang kemudian terjadi dalam industri logistik adalah, ketika banyak perusahaan hingga startup yang harus merumahkan pegawai mereka akibat dari penyebaran Covid-19, justru startup yang menyasar layanan logistik merekrut banyak pegawai, dengan tujuan untuk membantu mengatasi permintaan meningkat untuk belanja online. Mulai dari Amazon yang harus menambah sekitar 100 ribu pegawai, hingga GudangAda yang membuka lowongan pekerjaan untuk mendukung bisnis mereka selama masa karantina berlangsung.

Sektor logistik tancap gas

Beberapa layanan logistik menerima pendanaan dari investor sepanjang awal tahun 2020 ini. Akhir Maret 2020 tercatat, RaRa Delivery yang merupakan salah satu startup lulusan program akselerator batch 4 GKPnP, mengumumkan pendanaan tahap awal (seed funding) $1,2 juta atau sekitar Rp 19,7 miliar. Investasi tersebut dipimpin oleh 500 Startups. AngelCentral juga terlibat dalam putaran pendanaan ini.

Startup yang menyediakan layanan “same day delivery” ini rencananya akan menggunakan dana segar tersebut untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, pengembangan operasi dan teknologi di Indonesia. Didirikan oleh CEO Karan Bhardwaj, RaRa Delivery termasuk dalam daftar startup logistik yang menerima pendanaan saat penyebaran Covid-19 terjadi secara global.

Januari 2020 lalu, platform jasa truk dan pergudangan Waresix, mengumumkan pendanaan tambahan dari EV Growth dan Jungle Ventures. Kurang dari 6 bulan setelah mengumumkan meraih US$14,5 juta pada putaran pendanaan seri A yang dipimpin oleh EV Growth pada Juli 2019, Waresix mendapatkan tambahan modal US$11 juta dalam perpanjangan putaran pendanaan tersebut.

Dalam 18 bulan terakhir, perusahaan berhasil menghimpun modal US$27,1 juta. Perusahaan juga menopang pertumbuhannya menggunakan pinjaman dan fasilitas modal kerja dari bank dan institusi finansial lain yang terkemuka di regional.

“Untuk logistik menurut saya itu adalah enduring business. As soon as the market normalizes, the goods will need to flow. Untuk pendanaan harusnya sekarang dari sisi venture capital dan private equity akan melihat perusahaan yang memiliki solid business model dan sustainability plan. Karena kalau hanya mengandalkan subsidi saja di saat seperti ini cukup sulit ya, karena value proposition tidak jelas,” kata CEO Waresix Andree Susanto kepada DailySocial.

Sementara itu platform manajemen armada logistik yang mencoba untuk membantu pengelola armada mengadopsi teknologi untuk memaksimalkan bisnis mereka, Webtrace, juga telah mengumumkan pendanaan tahapan awal yang dipimpin oleh Prasetia Dwidharma. Turut bergabung dalam pendanaan ini Astra Ventura.

Kepada DailySocial CEO Webtrace Erwin Subroto menyebutkan, di Indonesia saat ini pengeluaran untuk logistik darat diperkirakan mencapai US$290 miliar pada tahun 2020. Selain dari pasar yang besar, jumlah populasi kendaraan komersial (9,6 juta unit pada 2019) telah menciptakan persaingan harga yang ketat.

Webtrace mencoba menjadi platform yang bisa dimanfaatkan oleh pengelola armada untuk memberikan solusi teknologi agar usaha logistik bisa berjalan lebih efisien serta meningkatkan produktivitas dan keamanan. Caranya dengan menerapkan sensor dan solusi IoT yang akan menghasilkan berbagai data dan analisis real time.

“Dengan atau tanpa adanya penyebaran Covid-19, logistik akan selalu menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Terutama setelah penyebaran virus Covid-19 mulai mereda, nantinya akan ada perubahan pola ekonomi dan konsumsi yang makin berpusat kepada layanan logistik itu sendiri,” kata CEO & Co-Founder Webtrace Erwin Subroto.

Pertumbuhan positif bisnis logistik

Kondisi yang berbentuk negara kepulauan membuat biaya logistik di Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di Asia, bahkan berkontribusi terhadap seperempat dari produk domestik bruto Indonesia yang mencapai $1 triliun. Posisi Indonesia dalam Indeks Daya Saing Logistik 2018 yang dirilis Bank Dunia memang terus membaik.

Sejak bulan Maret 2019, layanan logistik di Indonesia termasuk industri yang paling banyak dilirik oleh investor. DailySocial mencatat sekitar 7 startup mendapatkan pendanaan tahapan awal hingga tahapan lanjutan dari para investor. Mulai dari Kargo, Triplog, Ritase, Waresix, Logisly, Shipper, dan Finfleet. Investor yang terlibat di antaranya adalah EV Growth, Golden Gate Ventures, East Ventures hingga Kejora Ventures. Besarnya jumlah pendanaan yang diberikan berkisar antara $3,5 juta hingga $14,5 juta.

Tercatat di tanah air, pengeluaran untuk logistik darat diperkirakan mencapai $290 miliar pada tahun 2020. Selain dari pasar yang besar, jumlah populasi kendaraan komersial (9,6 juta unit pada 2019) telah menciptakan persaingan harga yang ketat.

Namun, rasio biaya logistik terhadap PDB Indonesia masih mencapai 24%, tertinggal dari Thailand dan Malaysia. Kondisi tersebut menciptakan potensi senilai $240 miliar dalam sektor logistik di Indonesia. Biaya logistik yang tinggi tidak hanya melemahkan daya saing industri, tetapi juga meningkatkan cost of doing business bagi pelaku UKM di Indonesia. Diharapkan layanan logistik saat ini, bisa mengatasi persoalan tersebut dengan menghadirkan layanan yang mendukung pertumbuhan UKM dan layanan e-commerce di Indonesia.

Webtrace Announces Seed Funding, Developing Logistics Management Platform

To date, the truck-based logistics industry is still on-demand and viral in Indonesia. With geographical characteristics varied of land, water and air; land transportation remains the leading way for shipping and distributing goods, including being the backbone of the e-commerce business.

In this country, land logistics estimated to spend about US$290 billion in 2020. Aside from the large market, total commercialized vehicles (9.6 million units in 2019) has created tighter competition.

Webtrace intends to be a useful platform for fleet management to have a technology solution for the more efficient logistics business, also to improve productivity and security. It can work using IoT solutions and sensors to produce data compilation and real-time analytics.

“The tight service and price competition among land transportation providers and high non-transparent costs, has caused low-profit margins. The solution we are trying to offer is IoT which regulates and optimizes vehicle utilities, drivers, and reduces unnecessary non-transparent costs,” Webtrace’s CEO & Co-founder, Erwin Subroto said.

Particularly, Webtrace performs a thorough analysis from two devices. First, through application for drivers using GPS Engine App on smartphones. Also, they offer Fleet Solution, a small unit equipped with each vehicle. Both are to send real-time data to be managed on the platform.

Secures seed funding

webtrace

Currently, Webtrace has owned 3500 units registered (signed a contract) trucks and it’s onboarding. Units connected to the platforms are distributed around Sumatera, Java, Borneo, Madura, and Sulawesi.

Although with the recent rise of similar players, Webtrace stated the marketshare is still wide open, as the massive land transportations with passengers reaching 12 million units.

“We aware of similar solution providers, but the total fleet connected to our platform and competitors is around 250 thousand units now. The real challenge is how to educate those land transportation players,” Subroto added.

In order to accelerate business growth, Webtrace has secured seed funding led by Prasetia Dwidharma. Also participated in this funding was Astra Ventura.

With the fresh funding, the company plans to toughen marketing activities and acquire more customers while increasing sales.

“Technology implementation is currently a must to increase productivity, competitiveness, and accelerate the right decision making. The solutions we provide are expected to give clients an edge in industry competition, and in turn, enable Webtrace to help the transportation industry become more secure and cost-effective,” Subroto said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Webtrace Dapatkan Pendanaan Awal, Garap Platform Manajemen Armada Logistik

Hingga saat ini kebutuhan industri logistik berbasis truk masih sangat besar dan vital di Indonesia. Meskipun karakteristik geografisnya terdiri dari kombinasi darat, laut dan udara; transportasi darat tetap menjadi cara utama untuk pengiriman dan distribusi barang, termasuk menjadi backbone bisnis e-commerce.

Di tanah air, pengeluaran untuk logistik darat diperkirakan mencapai US$290 miliar pada tahun 2020. Selain dari pasar yang besar, jumlah populasi kendaraan komersial (9,6 juta unit pada 2019) telah menciptakan persaingan harga yang ketat.

Webtrace mencoba menjadi platform yang bisa dimanfaatkan oleh pengelola armada untuk memberikan solusi teknologi agar usaha logistik bisa berjalan lebih efisien serta meningkatkan produktivitas dan keamanan. Caranya dengan menerapkan sensor dan solusi IoT yang akan menghasilkan berbagai data dan analisis real time.

“Ketatnya persaingan layanan dan harga di antara penyedia transportasi darat dan tingginya biaya yang tidak transparan, menyebabkan profit margin mereka menjadi rendah. Solusi yang kami coba tawarkan adalah IoT yang mengatur dan mengoptimasi utilitas kendaraan, sopir, dan mengurangi biaya tidak transparan yang tidak dibutuhkan,” kata CEO & Co-Founder Webtrace Erwin Subroto.

Secara khusus Webtrace melakukan analisis dari dua perangkat. Pertama melalui aplikasi di pengemudi yang memanfaatkan GPS Engine App di smartphone. Tersedia juga Fleet Solution, unit perangkat yang disematkan di masing-masing armada. Keduanya nanti bisa mengirimkan secara real time data yang bisa diolah di platform.

Revenue stream kami adalah SaaS monthly subscription dengan kontrak, dan sampai sekarang ini kami memiliki retention rate 100%,” kata Erwin.

Kantongi pendanaan tahapan awal

Saat ini Webtrace telah memiliki 3500 unit armada truk yang sudah berkomitmen (menandatangani kontrak), proses onboarding sedang berjalan. Unit yang terhubung di platform tersebar mulai dari pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Madura, hingga Sulawesi.

Meskipun saat ini sudah ada pemain serupa, Webtrace mengaku pangsa pasar masih terbuka lebar, melihat masifnya jumlah populasi transportasi darat barang maupun penumpang sebesar 12 juta unit.

“Kami menyadari ada beberapa provider solusi sejenis, tetapi total fleet yang sudah terhubung di antara kami dengan kompetitor sebesar kurang lebih 250 ribu unit saat ini. Tantangan sebenarnya adalah bagaimana bisa mengedukasi praktisi transportasi darat tersebut,” kata Erwin.

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, Webtrace telah mengantongi pendanaan tahapan awal (seed funding) yang dipimpin oleh Prasetia Dwidharma. Turut bergabung dalam pendanaan ini Astra Ventura.

Melalui dana segar yang baru diterima, perusahaan memiliki rencana untuk memperkuat kegiatan pemasaran dan mengakuisisi lebih banyak pelanggan sekaligus meningkatkan jumlah penjualan.

“Penerapan teknologi saat ini merupakan keharusan untuk menambah produktivitas, daya saing, serta mempercepat pengambilan keputusan yang tepat. Solusi yang kami berikan diharapkan bisa memberikan klien keunggulan dalam kompetisi industri, dan pada gilirannya memungkinkan Webtrace untuk membantu industri transportasi menjadi lebih aman dan hemat biaya,” kata Erwin.

Layanan Alumak Mudahkan UKM Temukan Platform Digital yang Tepat

Untuk memudahkan UKM menjalankan bisnisnya selama pandemi COVID-19, Alumak Indonesia yang merupakan startup teknologi finansial penyedia rekening dan kartu kredit digital bagi bisnis, meluncurkan platform direktori yang mengkoleksi berbagai diskon dan akses gratis dari aplikasi dan layanan bisnis.

Kepada DailySocial Head of Growth Alumak Donnie Silalahi mengungkapkan, platform direktori tersebut diharapkan bisa memudahkan mereka untuk tetap jalankan bisnis seperti biasa.

“Dalam platform ini, kami tidak sendiri, melainkan mengkoleksi berbagai penawaran spesial yang juga disediakan berbagai perusahaan teknologi untuk jalankan bisnis lebih mudah dari rumah.”

Untuk kebutuhan bisnis, Alumak turut andil menawarkan bebas biaya transfer bank selama periode April 2020, pembukaan rekening gratis tanpa saldo setoran awal, dan tidak ada biaya admin bulanan. Selain itu, dari mitra dan perusahaan teknologi lain, ada juga penawaran spesial yang bisa dinikmati.

Melalui situs TogetherAtHome.co, pengguna bisa memanfaatkan mulai dari gratis akses aplikasi virtual workplace untuk bekerja remote, layanan finansial, hingga software absensi jarak jauh bagi karyawan.

“Telah ada lebih dari 50 koleksi di platform ini. Harapannya semoga tidak berhenti di situ, para pelaku teknologi lain juga ikut berkontribusi menambahkan koleksi baru bagi keberlangsungan UKM,” kata Donnie.

Beda entitas dengan Aspire

Disinggung apa hubungan antara Alumak dengan Aspire, yang merupakan platform layanan perbankan digital, Donnie menegaskan Alumak Indonesia adalah entitas berbeda dengan Aspire.

“Untuk Singapura dan Thailand platform tersebut (Aspire) masih ada, hanya di Indonesia yang sudah tidak ada. Dulu yang ditawarkan Aspire hanya lini kredit revolving, serupa dengan Pinjaman Rekening Koran. Alumak menawarkan lebih banyak layanan melalui kemitraan yang dijalin dengan platform teknologi berlisensi,” kata Donnie.

Alumak Indonesia dan Aspire memiliki investor yang sama yaitu Aspire PTE Ltd. Secara khusus Alumak menyediakan berbagai layanan perbankan untuk bisnis kecil melalui kerja sama dengan mitra-mitra institusi keuangan terdaftar. Produk Alumak meliputi rekening bisnis multi fungsi untuk kelola kebutuhan keuangan usaha dan membantu UKM dalam mendapatkan pinjaman bisnis melalui mitra.

Didirikan pada Januari 2018 oleh mantan pendiri dan eksekutif Lazada, perusahaan ini lulus dari Y Combinator angkatan Winter 2018 dan merupakan bagian dari program Pertumbuhan Berkelanjutan YC angkatan Winter 2020. Alumak meluncur akhir bulan Febuari lalu, dan saat ini resmi tercatat sebagai penyelenggara IKD dari OJK, masuk ke fase Sandbox.

“Kami ingin membuka akses inklusif ke lebih banyak layanan finansial bagi para pelaku bisnis. Beberapa proyek besar yang akan kami luncurkan di tahun ini mencakup, aplikasi mobile banking terdedikasi untuk bisnis di pertengahan tahun ini, meluncurkan corporate card dengan reward management produktif dan multi akses yang mudah, dan layanan lain seperti transfer antar negara berbiaya terjangkau,” kata Donnie.

Pintu is Confident to Encourage User Interest into Crypto Assets

The lack of Indonesian public knowledge on blockchain and cryptocurrency concept becomes the main reason for PT Pintu Kemana Saja to launch Pintu. It’s a platform designed specifically for crypto assets transactions through the smartphone in a practical and efficient way, expected to acquire more users.

Pintu’s Marketing Manager, Kyrie Canille told DailySocial that the current platforms are using a complicated user interface and many technical terms not available for daily use. As the challenge arose, Pintu intends to solve the problem.

“Pintu intends to solve this problem by providing the easiest way (such as a portal) to access crypto and blockchain technology with UI / UX that is easy to make the experience seamless and supported with a high level of security.”

One thing that distinguishes Pintu from its competitors is a feature that focuses on mobile applications. Pintu provides an infrastructure that allows users to trade, send and store crypto assets via smartphones.

The simple and practical user interface allows users to purchase and sell their crypto assets instantly, easily and without obstacles. For the user convenience, transactions of sending crypto assets between fellow Pintu users will not be charged.

In addition, Pintu also supports unlimited conversion between rupiah and stablecoin which is called Rupiah Token (IDRT). By using IDRT, it is easy for users to send rupiah on blockchain forms such as Ethereum and Binance Chain. Users can also use IDRT to trade on global crypto exchanges such as Liquid.com, Binance, Uniswap, and others.

“Pintu is basically a crypto wallet and crypto exchange that allows users to safely store and carry out transactions. Pintu also supports BTC, ETH, USDT, BNB, and IDRT. All crypto prices displayed on Pintu are final prices, there are no additional costs associated with buying or selling crypto in the Doors application,” Kyrie said.

In Indonesia, there are several well-known platforms for buying and selling crypto assets. Two of them are Indodax and Tokocrypto. Indodax as one of the pioneers of related platforms has acquired around 1.8 million users with dozens of types of traded crypto assets.

Pintu launches amid the fading trend of the crypto market. According to the presentation of Indodax’s CEO Oscar Darmawan, there was a significant decline throughout 2019, especially compared to the peak popularity in 2017. Nevertheless, the valuation is still considered to have the highest performance compared to other investment assets.

Officially registered in BAPPEBTI

PINTU

Pintu has been officially registered and supervised by the Commodity Futures Trading Regulatory Agency (BAPPEBTI). Officially launched late last March 2020, the company claims to have 100 active users. Pintu has also established partnerships with communities and media partners to the blockchain ecosystem in Indonesia.

Furthermore, the company expects to expand partnerships, starting with payment gateway providers and remittances that make it possible to add payment options on the platform.

“Our main goal is to provide everyone with reliable and easy access to an open financial system. For monetization strategies, Pintu collects small fees from rupiah and crypto withdrawals. We also focus on providing safe and easy ways for users to buy, sell, and save their crypto assets,” Kyrie added.

In 2020 the company has achieved several targets, including developing the Pintu application as a platform to introduce more massive blockchain technology to the public by offering an educational interface, so users can become more familiar with the technology.

Pintu also wants to overcome obstacles related to remittances for Indonesian workers abroad. Through the platform, the user can later buy BTC, IDRT, USDT, BNB, or ETH through crypto ATMs, Point-of-Sales (POS), or OTC crypto abroad and then can exchange it for rupiah before sending their money to families in Indonesia.

“Our target in 2020 is to become the best crypto application in Indonesia. We have secured the seed funding stages whose details we cannot disclose. We are still opening opportunities for investors who are interested in investing in our platform,” Kyrie said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi “Pintu” Optimis Dongkrak Minat Masyarakat pada Aset Kripto

Masih rendahnya tingkat pemahaman masyarakat Indonesia dengan konsep blockchain dan cryptocurrency menjadi alasan utama bagi PT Pintu Kemana Saja meluncurkan aplikasi Pintu. Yakni platform yang didesain untuk transaksi jual-beli aset kripto melalui smartphone secara praktis dan efisien, diharapkan diminati banyak pengguna.

Kepada DailySocial Marketing Manager Pintu Kyrie Canille mengungkapkan, saat ini masih banyak platform serupa yang menawarkan user interface yang rumit dan menggunakan banyak istilah teknis yang sulit dipahami orang awam. Melihat tantangan tersebut, aplikasi Pintu mencoba menyiasatinya.

“Pintu mencoba menyelesaikan masalah ini dengan memberikan cara termudah (seperti portal) untuk mengakses kripto dan teknologi blockchain dengan UI/UX yang mudah untuk membuat pengalaman yang seamless dan didukung dengan tingkat keamanan yang tinggi.”

Satu hal yang membedakan dari kompetitornya adalah fitur yang berfokus kepada aplikasi mobile. Pintu menyediakan infrastruktur yang memungkinkan pengguna untuk melakukan trading, mengirim, dan menyimpan aset kripto melalui smartphone.

Tampilan user interface yang simpel dan praktis membuat pengguna dapat melakukan transaksi jual beli aset kripto dengan instan, mudah dan dan tanpa kendala. Untuk kenyamanan pengguna, transaksi pengiriman aset kripto antara sesama pengguna Pintu tidak akan dikenakan biaya.

Selain itu, Pintu juga mendukung konversi tanpa batas antara rupiah dan stablecoin yang disebut Rupiah Token (IDRT). Dengan menggunakan IDRT, memudahkan pengguna untuk mengirim rupiah di atas blockchain seperti Ethereum dan Binance Chain. Pengguna juga dapat menggunakan IDRT untuk berdagang di crypto exchange global seperti Liquid.com, Binance, Uniswap dan lainnya.

“Pintu pada dasarnya adalah dompet kripto dan pertukaran kripto yang memungkinkan pengguna untuk menyimpan dan melakukan transkasi jual-beli dengan aman. Pintu saat ini mendukung BTC, ETH, USDT, BNB, dan IDRT. Semua harga kripto ditampilkan di Pintu adalah harga akhir, tidak ada biaya tambahan yang dikenakan terkait dengan pembelian atau penjualan kripto di aplikasi Pintu,” kata Kyrie.

Di Indonesia sendiri, ada beberapa platform jual-beli aset kripto yang sudah dikenal masyarakat. Dua di antaranya Indodax dan Tokocrypto. Indodax sendiri sebagai salah satu pionir platform terkait, kini telah memiliki sekitar 1,8 juta pengguna dengan puluhan jenis aset kripto yang diperjualbelikan.

Pintu hadir di tengah pasar kripto yang mulai lesu. Menurut pemaparan CEO Indodax Oscar Darmawan, ada penurunan signifikan sepanjang tahun 2019, terlebih jika dibandingkan dengan puncak popularitas di tahun 2017. Kendati demikian, nilai kapitalisasinya dinilai masih memiliki performa yang tertinggi dibanding dengan aset investasi lainnya.

Resmi terdaftar di BAPPEBTI

Saat ini Pintu telah resmi terdaftar dan diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI). Resmi meluncur akhir bulan Maret 2020 lalu, perusahaan mengklaim telah memiliki 100 pengguna aktif. Pintu juga telah menjalin kemitraan dengan komunitas dan mitra media hingga ekosistem blockchain di Indonesia.

Ke depannya perusahaan berharap untuk memperluas kemitraan lebih banyak, mulai dari dengan penyedia payment gateway dan remitansi yang memungkinkan untuk menambah pilihan pembayaran di platform.

“Tujuan utama kami adalah untuk memberikan akses yang bisa diandalkan dan mudah bagi semua orang ke sistem keuangan terbuka. Untuk strategi monetisasi, Pintu mengumpulkan biaya kecil dari rupiah dan penarikan kripto. Kami juga fokus untuk memberikan cara aman dan kemudahan bagi pengguna untuk membeli, menjual, dan menyimpan aset kripto mereka,” kata Kyrie.

Tahun 2020 ada beberapa target yang dicapai oleh perusahaan, di antaranya adalah mengembangkan aplikasi Pintu sebagai sebagai platform untuk mengenalkan teknologi blockchain lebih masif lagi kepada publik dengan menawarkan antarmuka pendidikan, sehingga pengguna dapat lebih terbiasa dengan teknologi tersebut.

Pintu juga ingin mengatasi kendala terkait dengan remitansi untuk para tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Melalui platform pengguna nantinya bisa membeli BTC, IDRT, USDT, BNB, atau ETH melalui ATM crypto, Point-of-Sales (POS), atau crypto OTC di luar negeri dan kemudian bisa menukarnya dengan rupiah sebelum mengirimkan uang mereka ke keluarga di Indonesia.

“Target 2020 kami adalah menjadi aplikasi kripto terbaik di Indonesia. Kami sudah mengantongi pendanaan tahap awal yang detailnya tidak bisa kami ungkapkan. Kami masih membuka kesempatan kepada investor yang tertarik untuk berinvestasi di platform kami,” kata Kyrie.

Application Information Will Show Up Here

Progate Expands to Indonesia, Offering Online Service for Programming Lesson

On a mission to improve digital skills, Progate officially launch its online platform of programming lesson in Indonesia. Was founded in Japan in 2014, they offer premium learning channel for subscription. The material includes various topics, such as HTML & CSS, Javascript, SQL, React, NodeJS and many more that keeps updated.

Progate Indonesia’s Country Manager, Norman Ganto told DailySocial, the service intends to solve the digital talent gap in Indonesia, in which a few years ahead projected to require 9 million digital talents.

“We’re here to collaborate with various communities, institutions, companies, and provide alternatives for Indonesians to be able to learn coding with excitement independently and at very affordable prices, especially at times like this (appeals at home due to a pandemic).”

Progate has two types of packages, the basic and the plus package. The basic package is available in the free version, users can complete 1 lesson from each programming language, in 1 lesson there are a lot of theoretical and exercise material. When users get excited and to proceed to the next lesson, they can upgrade to the subscription plan. Currently, the platform is available with the Indonesian language option.

“A pleasant experience is the main focus of designing and developing Progate. One of the unique selling propositions is that the user does not have to set up or install anything to be able to start practicing the theory of coding that he just learned at Progate,” Norman said.

The edutech sector seems to have a good future in Indonesia, it was seen from investor’s optimism to fund business in the vertical. Last year, the centaur startup, Ruangguru, successfully secured a series C funding worth 1.2 trillion Rupiah. Other startups namely Zenius and HarukaEdu also managed to obtain follow-on funding.

Market openness to digital learning platforms is also the reason for some steady players expanding into Indonesia. In addition to Progate, there is also ELSA Speak  launched earlier this year, an application developed by the founder of Silicon Valley to help students maximize their English speaking abilities.

Strategic partnership

progate

In order to accelerate business growth and introduce the service to users. Progate has developed strategic partnerships. Among those are the digital talent recruitment platforms, Geekhunter and Glints. They also collaborated with Kemkominfo through the Digital Talent Scholarship program.

“In the Kominfo program, we’ve created a special curriculum with the more compact and comprehensive schedule. Therefore, participants can understand the basics of programming in HTML, CSS, and Javascript within 8 weeks,” Norman added.

In terms of operational, Progate has recruited full-time local team. Globally, they’ve acquired 1.3  million users. In addition to Indonesia and Japan, Progate also available in India.

Not only relying on high-quality material, but Progate also ensures the learning process to be thoughtful and comfortable for users with kinds of illustrations and animation to all users come from various classes and ages.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

10 Startup “Femtech” Berpotensi di Indonesia

Riset yang dilakukan Frost & Sullivan menyebutkan female technology (femtech) secara global bisa menjadi pasar bernilai $50 miliar hingga tahun 2025 mendatang. Femtech bisa berarti bisnis yang didirikan oleh perempuan dan kebanyakan menyasar kebutuhan khusus untuk kalangan perempuan.

Di Indonesia sendiri, perlahan tapi pasti, sudah mulai banyak startup yang didirikan perempuan. Beberapa startup di antaranya diprediksi bakal meluncur mulus dalam waktu 2 hingga 3 tahun ke depan, termasuk yang menyasar produk kecantikan, layanan e-commerce dan marketplace fashion, kebutuhan produk segar, dan makanan dan keperluan bayi.

Menyambut peringatan hari Kartini bulan April ini, berikut adalah rangkuman 10 startup yang didirikan dan dipimpin perempuan dan menyediakan layanan dan produk untuk perempuan Indonesia.

1. Base

CEO Base Yaumi F. Sugiharta
CEO Base Yaumi F. Sugiharta

Base adalah layanan e-commerce kecantikan yang memberikan rekomendasi produk berdasarkan kondisi kulit pengguna. Rekomendasi akan muncul setelah konsumen mengisi seluruh pertanyaan yang ditanyakan. Startup ini didirikan oleh Yaumi Fauziah Sugiharta dan Ratih Permata Sari.

Seluruh produk kecantikan Base diproduksi sendiri. Akhir tahun 2019 lalu startup produk kecantikan berbasis metode direct-to-consumer (DTC) ini mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh East Ventures dan Skystar Capital.

“Industri kecantikan di Indonesia saat ini sedang tumbuh dengan cepat. Hal tersebut terjadi seiring dengan berkembangnya kebutuhan konsumen dan juga kemajuan teknologi. Dengan mudahnya akses informasi dan jual beli produk dari luar negeri, saat ini konsumen memiliki demand produk dengan kualitas tinggi. Fenomena tersebut mendorong para pemain industri kecantikan untuk meningkatkan standar kualitas produknya. Audiens Gen Z dan juga milenial adalah segmen yang dapat kami kategorikan sebagai smart buyer, ingin mengenal dengan cermat tentang produk yang mereka gunakan dan terliterasi dengan baik,” kata Yaumi.

Tahun 2020 ini Base memiliki target pengembangan produk baru sesuai dengan masukan konsumen dan mengenalkan brand serta edukasi kepada audiens yang lebih luas. Perusahaan juga akan melakukan penyempurnaan teknologi untuk mengoptimalkan analisis data menggunakan Artificial Intelligence, yang kemudian digunakan untuk pengembangan produk dan strategi pengembangan perusahaan.

2. Sayurbox

CEO Sayurbox Amanda Cole
CEO Sayurbox Amanda Susanti Cole

Sayurbox hadir mencoba memenuhi kebutuhan buah segar dan produk sayuran berkualitas kepada warga ibukota. Platform online ini menyediakan bahan segar dan produk sehat berkualitas dari petani dan produsen lokal Indonesia. Sayurbox awalnya didirikan Amanda Susanti Cole dan Rama Notowidigdo, kemudian Metha Trisnawati bergabung ke tim sebagai COO.

Sayurbox mengusung konsep bisnis farm-to-table yang memungkinkan konsumen mendapatkan berbagai bahan segar dan produk berkualitas langsung dari petani dan produsen lokal. Sayurbox merupakan salah satu startup yang telah menerima beberapa putaran pendanaan, termasuk dari Patamar Capital di tahun 2018 dan kemungkinan Tokopedia tahun lalu.

3. Love and flair

Co-founder & CEO LOVE AND FLAIR Emily Jaury
Co-founder & CEO LOVE AND FLAIR Emily Jaury

Didirikan oleh Emily Jaury, Love and Flair merupakan layanan e-commerce multibrand yang dikurasi untuk perempuan Indonesia. Dengan menerapkan bisnis berorientasi konsumen, semua masukan dari konsumen menjadi fokus perusahaan. Selain bisa diakses secara online, Love and Flair juga telah memiliki toko permanen di mall terkemuka Jakarta.

Tahun 2018 lalu Love and Flair tergabung dalam program akselerator besutan Gojek dan Digitaraya, Gojek Xcelerate batch kedua, yang fokus ke startup karya founder perempuan Indonesia dan Asia Pasifik.

4. Kotoko

CEO Kotoko Cynthia Krisanti
CEO Kotoko Cynthia Krisanti

Didirikan di Singapura tahun 2019 lalu oleh Cynthia Krisanti, Kotoko adalah startup di bidang ritel dan teknologi yang menyediakan ekosistem online dan offline bagi brand-brand independen, termasuk DTC, di Indonesia untuk memasarkan produk-produk mereka ke lebih banyak konsumen. Perusahaan mendapatkan dana awal dari Antler.

Saat ini Kotoko telah memiliki sekitar 60 brand independen ternama dengan jumlah kumulatif 1 juta pengikut di Instagram. Perusahaan telah membuka multibrand store pertama di Plaza Indonesia dan mempersiapkan ekspansi ke kota-kota besar di luar Jabodetabek, seperti Bandung, Surabaya, Makassar, dan Bali.

5. Gigel

Co-founder Gigel Putri Arinda
Co-founder Gigel Putri Arinda

Gigel didirikan oleh pasangan suami istri Putri Arinda dan Muhammad Syahdani. Platform ini berisi penyewaan produk yang banyak dibutuhkan pasangan muda yang baru memiliki anak, seperti stroller, mainan, dan lain-lain.

Awal tahun ini Gigel gencar mengembangkan cakupan layanan dan model bisnis marketplace penyewaannya. Tidak hanya produk untuk bayi, pengguna bisa menyewa barang seperti winter jacket, koper untuk wisata, atau kamera. Gigel mengklaim telah memiliki sekitar 500 mitra dan 15 ribu pengguna aktif. Masih terbatas di kawasan Jabodetabek, tahun ini Gigel memiliki rencana untuk memperluas layanan ke kota-kota besar lainnya.

“Saat ini kami telah memiliki angel investor dan belum berencana untuk melakukan penggalangan dana. Masih fokus kepada traksi dan melayani lebih banyak pengguna. Diharapkan tahun ini kami juga bisa menambah pilihan produk untuk pengguna,” kata Arinda.

6. Rata

CMO RATA Drg. Deviana Maria A
CMO RATA drg. Deviana Maria A

Startup Rata didirikan oleh drg. Edward Makmur, Danny Limanto, Jason Wahono, dan drg. Deviana Maria A untuk mengatasi permasalahan estetika gigi yang dibantu teknologi artificial intelligence.

“Kami ingin menciptakan clear aligner yang bisa dijangkau semua orang, dan pastinya much better than using braces. Permasalahan seperti kawat gigi yang menusuk, harus datang ke klinik dental secara rutin dan mengganggu penampilan yang pada akhirnya membuat orang menjadikan permasalahan estetika gigi kebutuhan kesekian,” ujar Deviana.

Mendapat investasi dari Alpha JWC Ventures, Rata juga memberikan kesempatan konsultasi online secara gratis dan melakukan engagement langsung memanfaatkan media sosial.

7. Bubays

CPO Bubays Ifatul Khasanah
CPO Bubays Ifatul Khasanah

Bubays didirikan oleh pasangan suami istri Ifatul Khasanah dan Muhammad Faiz Ghifari. Platform ini menjual produk makanan pendamping air susu ibu (MPASI). Ide pengembangan usaha tersebut muncul ketika founder mengikuti program startup generator Antler di Singapura. Bubays juga sudah membukukan pre-seed funding dari Antler senilai 1,5 miliar Rupiah.

Bubays menghadirkan makanan bayi sehat untuk keluarga muda di Indonesia, yang bisa diantar hingga ke rumah. Platform ini memastikan makanan yang dibuat dengan bahan-bahan segar, lezat, dan bernutrisi tinggi yang diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Platform ini memungkinkan pengguna untuk secara khusus memesan makanan bayi mereka berdasarkan usia bayi, alergi, dan juga membantu melacak tumbuh kembang bayi mereka.

Saat ini cakupan pangsa pasar Bubays baru di seputar Jabodetabek.

8. Greenly

Co-founder Greenly Liana Gonta Widjaja
Co-founder Greenly Liana Gonta Widjaja

Greenly didirikan oleh Liana Gonta Widjaja dan Edrick Joe Soetanto. Liana adalah sarjana di bidang nutritional science, dietetics, dan juga telah menjalani karier sebagai ahli nutrisi kesehatan.

Konsep new retail yang diadopsi Greenly menawarkan aneka makanan dan minuman sehat. Selama satu tahun perjalanannya, Greenly mengklaim berhasil mengalami pertumbuhan hingga lima kali lipat dengan ratusan pesanan tiap harinya.

Memasuki tahun keduanya, Greenly berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal yang dipimpin East Ventures. Dana segar yang didapat rencananya akan digunakan perusahaan untuk menginovasi produk, pengembangan teknologi, dan memperluas jaringannya di Surabaya, termasuk juga ekspansi di kota-kota lainnya.

9. Style Theory

Co-founder dan COO Style Theory Raena Lim
Co-founder dan COO Style Theory Raena Lim

Diluncurkan pada 2016 di Singapura oleh Raena Lim dan Chris Halim, platform penyewaan produk fesyen Style Theory hadir menawarkan opsi penyewaan lebih dari 50 ribu koleksi busana yang dapat diakses melalui aplikasi. Perusahaan menawarkan langganan bulanan dan resmi hadir di Indonesia sejak tahun 2017 lalu. Perusahaan ingin mengurangi konsumsi busana (dalam bentuk pembelian) di kalangan masyarakat, yang pada akhirnya diharapkan berpengaruh ke lingkungan.

Saat ini Style Theory telah memiliki lebih dari 13 ribu pengguna yang tersebar di Indonesia, Singapura, hingga Hong Kong. Awal bulan Desember lalu Style Theory mengantongi pendanaan putaran Seri B yang dipimpin SoftBank Ventures Asia.

10. Woobiz

Co-founder Woobiz Putri Noor Shaqina / SWA
Co-founder Woobiz Putri Noor Shaqina / Photo credit : SWA

Woobiz didirikan oleh Putri Noor Shaqina, Rorian Pratyaksa, Josua Sloane, dan Hendy Wijaya pada bulan Desember 2018. Platform ini menawarkan akses teknologi bagi para perempuan Indonesia untuk bisa menjadi pengusaha mikro. Salah satunya adalah menghubungkan mitra, yang kebanyakan ibu rumah tangga, dengan brand. Woobiz mengklaim bisnis yang dijalankan, sebagai social commerce, memiliki misi untuk memberdayakan perempuan Indonesia, khususnya ibu rumah tangga, agar bisa meningkatkan kualitas hidup serta mandiri secara finansial.

“Dalam ekosistem kita, mitra atau user akan berjualan menggunakan channel social neighbourhood community dan kita dukung dengan fitur untuk social sharing secara online,” kata Chief Growth and Marketing Woobiz Putri Noor Shaqina.

Dari sisi pendanaan, Woobiz telah mendapatkan pendanaan sejak akhir tahun 2018. Untuk monetisasi bisnis, pihaknya mengaku juga mendapat bagian dari produk yang berhasil didistribusikan. Sejauh ini, mereka telah bekerja sama dengan pihak ketiga yang mempunyai infrastruktur logistik.

“Ke depannya, kita berencana untuk memperkuat sendiri, membangun hub atau pick-up point,” ujar Putri.

ProSpark Provides Edtech Solution in B2B Segment

Founded in 2018, ProSpark offers a Learning Management System (LMS) that allows companies to train, certify, transfer knowledge, and collaborate. In particular targeting B2B segment by providing a learning management system to improve staff comprehension.

ProSpark’s CEO and Co-founder, Alfa Bumhira, told DailySocial that the platform was designed to provide access and medium to help educate and empower people with necessary skill sets in support of their careers. Aside from Indonesia, ProSpark is also present in Singapore and the Philippines.

“Our vision and mission are rooted in helping people. The ProSpark Founders have both lived in the United States for a long time, and we have witnessed what positive investments in human resources can do towards a company and a country’s development.”

ProSpark business in Indonesia

ProSpark platform
ProSpark platform

Today, ProSpark has served several corporate clients, among which are Bank Sahabat Sampoerna & SLU Insurance. The company also has 3 key partners and currently in the process of finalizing 2 new strategic partnerships that will help expand its market footprint in Indonesia (to be announced soon).

ProSpark targets multiple industries across varying sectors, seeing the increasingly high demand in the digital learning space. They also have a local team and partnership network in Surabaya, Bogor, and Bandung with a plan for further expansions into other cities.

The implemented business model is subscription-based on user license and content fee. In terms of LMS license, it is based on a yearly or multiple-year subscription B2B model, and the content fee is based on the module types. ProSpark claims to have a unique value proposition and leading features as their core strengths in terms of LMS simplicity, easy integration, flexible customization that are user-friendly and learner centric.

“We believe in Indonesia’s social and economic future, and we are positive that ProSpark can play a significant role to support positive transformation that is happening in every sector,” Bumhira said.

In Indonesia, there are also other edutech startups targeting business sectors. A similar example to ProSpark is HarukaEdu’s product, CorporateEDU. There are also other platforms in the market that focuses on supporting employees’ individual capacity building, including Skill Academy from Ruangguru and also Vokraf.

Business plans after pre-seed funding

(left-right) Adi Wibowo Adisaputro Angel Investor, Subash Gopinathan COO & Co-Founder ProSpark, Maria Natashia Investment Manager @ Prasetia Dwidharma, Alfa Bumhira CEO & Co-Founder ProSpark, Michael Soerijadji Agaeti Ventures Partner, Gregorius Arya Sena Agaeti Ventures
(left-right) Adi Wibowo Adisaputro (Angel Investor), Subash Gopinathan (COO & Co-Founder of ProSpark), Maria Natashia (Investment Manager at Prasetia Dwidharma), Alfa Bumhira (CEO & Co-Founder at ProSpark), Michael Soerijadji (Partner at Agaeti Ventures Partner), Gregorius Arya Sena (Agaeti Ventures)

In order to accelerate business development, ProSpark has secured pre-seed funding led by Agaeti Ventures. Prasetia Dwidharma and angel investor, Adi Adisaputro, also participated in this round.

ProSpark plans to use the funds to expand its commercial footprint and strengthen its position in the market. The company is also working on plans for regional expansion across SE Asia in the future.

“Funding will be channeled to develop our technology infrastructure for both our team in the Philippines and Indonesia. We also to invest some of it to expand commercial coverage in our key market, Indonesia,” he added.

As the demand increased while COVID-19 quarantine period and Work From Home (WFH) system announced by the government, ProSpark offers digital learning solution for companies to provide their employees.

“During the COVID-19 outbreak, a lot of direct training has been canceled, and the companies and organizations have been looking for cheaper and more efficient ways to train people for a long time. Thus, ProSpark provides a ready-made experience that allows companies to train their employees anywhere, anytime through the ProSpark website and application,” Bumhira concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ekspansi ke Indonesia, Progate Tawarkan Layanan Online untuk Belajar Pemrograman

Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan digital, Progate platform online belajar pemrograman resmi meluncur di Indonesia. Didirikan di Jepang tahun 2014, mereka tawarkan kanal pembelajaran premium yang bisa dilanggan. Materi belajar mencakup berbagai pembahasan seperti HTML & CSS, Javascript, SQL, React, NodeJS dan lainnya yang terus diperbaharui secara berkala.

Kepada DailySocial Country Manager Progate Indonesia Norman Ganto mengungkapkan, layanannya hadir untuk turut membantu Indonesia menyelesaikan tantangan digital talent gap, diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan dibutuhkan 9 juta talenta digital di sini.

“Kami hadir untuk berkolaborasi dengan berbagai macam komunitas, institusi, perusahaan, dan memberikan alternatif bagi warga Indonesia untuk dapat belajar coding dengan seru secara mandiri dan harga sangat terjangkau, terutama di saat-saat seperti ini (himbauan di rumah karena pandemi).”

Progate memiliki dua tipe paket, yaitu paket dasar dan paket plus. Paket dasar dalam versi gratis, pengguna dapat menyelesaikan 1 pelajaran dari setiap bahasa pemrograman, di dalam 1 pelajaran ada banyak materi teori dan latihan. Jika pengguna ingin melanjutkan ke pelajaran selanjutnya, bisa meningkatkan ke opsi berlangganan. Saat ini platform sudah dilengkapi dengan pilihan Bahasa Indonesia.

“Pengalaman yang menyenangkan menjadi fokus dalam mendesain dan mengembangkan Progate. Salah satu unique selling proposition-nyaadalah pengguna tidak harus melakukan setup atau instal apapun untuk dapat memulai mempraktikkan teori coding yang dia baru pelajari di Progate,” kata Norman.

Di Indonesia sendiri, saat ini sudah ada beberapa platform online yang menyasar materi serupa, mulai dari yang premium hingga gratis. Misalnya portal CodeSaya yang sudah dirilis sejak tahun 2017, atau Kode.id yang dikembangkan lembaga kursus pemrograman Hacktiv8.

Sektor edutech tampak memiliki masa depan baik di Indonesia, salah satunya ditandai dengan kepercayaan investor untuk mendanai bisnis di vertikal tersebut. Tahun lalu startup centaur Ruangguru berhasil bukukan pendanaan seri C senilai 1,2 triliun Rupiah. Startup lainnya yakni Zenius dan HarukaEdu juga berhasil bukukan pendanaan lanjutan.

Keterbukaan pasar terhadap platform belajar digital juga menjadi alasan beberapa pemain mantap ekspansi ke Indonesia. Selain Progate, awal tahun ini juga ada ELSA Speak, aplikasi yang dikembangkan founder asal Silicon Valley untuk bantu pelajar maksimalkan kemampuan speaking Bahasa Inggris.

Menjalin kerja sama strategis

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan memperkenalkan ke target pengguna, Progate telah menjalin kerja sama strategis. Di antaranya dengan startup perekrutan talenta digital Geekhunter dan Glints. Mereka juga telah menjalin kolaborasi dengan Kemkominfo, melalui program Digital Talent Scholarship.

“Program Kominfo ini sendiri kami membuat kurikulum spesial bersama yang lebih komprehensif dan compact. Sehingga peserta akan dapat mengerti dasar-dasar pemrograman HTML, CSS, dan Javascript dalam waktu 8 minggu,” kata Norman.

Untuk operasional, Prograte telah memiliki tim lokal yang bekerja secara fulltime. Secara global mereka memiliki jumlah pengguna hingga 1,3 juta. Selain Indonesia dan Jepang, Progate juga telah hadir di India.

Di samping mengedepankan kualitas materi, Progate berusaha memastikan proses belajar bisa dinikmati dan menyenangkan bagi para penggunanya dengan berbagai ilustrasi dan animasi yang menarik dan ramah untuk pengguna dari berbagai kalangan serta kelompok usia.