Rencanakan IPO Tahun 2023, UangTeman Perkuat Strategi Bisnis Berkelanjutan

Tahun 2020 banyak rencana yang akan dilancarkan oleh UangTeman. Salah satunya ingin fokus untuk menjalankan bisnis berkelanjutan dan mencapai profit yang lebih baik lagi.

Kepada DailySocial, Founder & CEO UangTeman Aidil Zulkifli mengungkapkan, tahun ini perusahaan juga akan fokus menawarkan produk pinjaman dengan bunga rendah lebih banyak lagi kepada pelaku UKM yang masuk dalam segmentasi bisnis mikro.

“Mikro di sini yang kami fokuskan adalah mereka kalangan B dan C yang memiliki bisnis warung makan hingga bisnis kecil lainnya yang membutuhkan tambahan modal. Bukan hanya menurunkan bunga, UangTeman juga ingin merangkul lebih banyak mereka.”

Sebelumnya UangTeman memang kerap menawarkan pinjaman dengan bunga yang cukup tinggi. Tahun ini perusahaan memutuskan untuk menurunkan bunga dan fokus kepada pemilik bisnis mikro sebagai target pengguna.

Dalam survei yang dilakukan secara internal oleh perusahaan terungkap, hampir 31% pinjaman yang masuk adalah pinjaman produktif untuk keperluan usaha. Menurut Aidil hasil survei tersebut membuktikan bahwa kalangan yang masuk dalam kategori underbanked atau mereka yang tidak memiliki akun rekening hingga kartu kredit, paling ideal untuk diberikan pinjaman.

“Kita juga melihat bisnis mikro yang saat ini mulai ramai disasar oleh layanan finansial hingga dompet digital, paling ampuh untuk memberikan profit kepada perusahaan. Dibandingkan dengan produk pinjaman yang bersifat consumerism seperti KTA atau PayLater,” kata Aidil.

Untuk memperluas ekosistem, perusahaan juga berencana untuk menambah kemitraan dengan institusi finansial, startup hingga perbankan dalam waktu dekat. Harapannya melalui kolaborasi tersebut bisa menambah channel memanfaatkan produk unggulan dari masing-masing mitra. Salah satu produk yang akan diluncurkan dalam waktu dekat adalah, pinjaman kepada karyawan perusahaan besar seperti pabrik yang nantinya akan difasilitasi oleh mitra perbankan.

Peluang pasar lending seperti yang disasar UangTeman memang sangat besar. Dengan demografi unbankable usia dewasa yang mencapai 92 juta jiwa, ditambah dengan 64 juta UKM yang tersebar di berbagai wilayah, produk fintech berbasis pinjaman miliki masa depan yang cukup cerah.

Tak ayal per tahun 2019 sudah ada 144 fintech lending serupa UangTeman yang terdaftar di OJK. Hingga tahun 2019 jumlah pinjaman yang didistribusikan juga telah capai 60,4 triliun Rupiah, memfasilitasi sekitar 14,3 juta pengguna.

Dengan banyaknya pemain di Indonesia saat ini, baik yang menyasar konsumer maupun UKM, penting bagi pemain seperti UangTeman untuk hadirkan diferensiasi produk — di luar kualitas layanan yang harus selalu ditingkatkan. Beberapa pemain di sektor serupa bahkan sudah klaim bervaluasi centaur, alias telah membukukan modal lebih dari US$100 juta, di antaranya KoinWorks dan Investree.

Rencana IPO tahun 2023

Jajaran manajemen dan tim UangTeman
Jajaran manajemen dan tim UangTeman

Saat ini UangTeman telah memiliki sekitar 82 ribu pengguna aktif dan 1 juta unduhan aplikasi. Perusahaan juga telah menyediakan layanan di 14 kota di Indonesia.

Disinggung apakah UangTeman akan melakukan ekspansi ke kota-kota besar lainnya di Indonesia, Aidil menyebutkan belum memiliki rencana dalam waktu dekat. Untuk saat ini fokus perusahaan adalah bagaimana bisa memperoleh profit di 14 kota yang ada.

“Sesuai dengan komitmen kita yaitu untuk bisa IPO tahun 2023 mendatang, diharapkan perusahaan bisa mengumpulkan profit menyesuaikan dengan persyaratan yang ditentukan jika startup berencana melakukan IPO,” kata Aidil.

Pertengahan bulan Februari perusahaan juga telah mengumumkan pendanaan seri B2. Tidak disebutkan berapa nilai investasi yang diterima, namun pendanaan tahapan seri B2 ini rencananya akan digunakan perusahaan untuk meningkatkan teknologi dan mempercepat proses penerimaan aplikasi pinjaman dari pengguna.

Saat ini perusahaan mengklaim, satu orang yang ditempatkan mampu mengumpulkan 100 aplikasi. Dengan bantuan teknologi diharapkan bisa mempercepat proses menjadi 200 aplikasi dalam satu hari. UangTeman juga berencana untuk menambah tim engineer.

Investor yang terlibat dalam pendanaan tahapan seri B2 ini di antaranya adalah ACA Investments dan Pegasus Tech Ventures. Sebelumnya UangTeman telah menutup putaran pertama pendanaan seri B1 tahun 2019 lalu. Investor di tahap ini meliputi KDDI Open Innovation Fund dan Global Brain Corporation. Secara keseluruhan UangTeman telah mengumpulkan pendanaan seri B senilai US$10 juta.

“Pendanaan ini juga menandakan kepercayaan investor kepada kami. Untuk itu dengan mengembangkan teknologi diharapkan bisa mempercepat pertumbuhan bisnis, mengumpulkan profit dan menjalankan bisnis yang berkelanjutan. Sekaligus tentunya bertanggung jawab penuh kepada sharehodler hingga investor,” kata Aidil.

Application Information Will Show Up Here

Masalah yang Coba Diselesaikan Fintech untuk Kalangan “Unbankable” di Pedesaan

Masih besarnya jumlah masyarakat di pedesaan yang belum tersentuh oleh layanan finansial perbankan dan institusi keuangan lainnya, menjadi salah satu alasan mengapa fintech hadirkan solusi. Mereka debut menawarkan produk yang cukup mendasar, seperti voucher pulsa, pembayaran PPOB, layanan transfer dana hingga pinjaman uang. Beda dengan perbankan, mereka jadikan pebisnis mikro seperti pemilik warung sebagai agen untuk menjembatani transaksi.

Sebagai salah satu startup Indonesia yang menyadari benar peluang tersebut, Payfazz ingin menjadi layanan finansial yang hampir serupa dengan perbankan. Namun tanpa memiliki kantor cabang dan hanya mengandalkan teknologi, konsep tersebut diklaim paling ampuh untuk masyarakat yang tinggal di pedesaan.

Dalam sesi #Selasastartup kali ini, Co-founder & CEO Payfazz Hendra Kwik menjabarkan beberapa fakta menarik dan alasan mengapa saat ini masih banyak masyarakat Indonesia di luar pulau Jawa yang belum memiliki akun rekening, simpanan hingga kesempatan untuk mendapatkan modal untuk usaha kecil mereka.

“Dengan layanan yang kami miliki harapannya bisa lebih banyak lagi UKM di pedesaan mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan usaha mereka yang akan berimbas kepada masyarakat sekitar dan secara langsung meningkatkan taraf hidup masyarakat di pedesaan.”

Akses terbatas

Berdasarkan hasil riset bertajuk The Future of Southeast Asia’s Digital Financial Services yang dilakukan Google, Temasek dan Bain & Company, sekurangnya 92 juta penduduk berusia dewasa di Indonesia belum tersentuh layanan finansial (unbankable).

Masyarakat di perkotaan bisa dengan mudah datang ke bank atau lembaga finansial lainnya. Sementara bagi masyarakat yang tinggal di pelosok kesulitan untuk mendapatkan akses finansial tersebut. Dari sisi lembaga penyedia layanan pun kadang alami kendala, misal harus keluarkan modal besar untuk mendirikan kantor cabang di daerah tersebut.

Dengan alasan itulah Payfazz yakin teknologi dapat mengatasi kesenjangan tersebut. Dengan menggandeng agen yang kebanyakan adalah pemilik toko kelontong, bisa mempermudah semua proses memanfaatkan aplikasi. Bukan hanya pembelian pulsa, melalui teknologi yang dimiliki kini masyarakat yang tinggal di pedesaan juga bisa mendapatkan kesempatan untuk meminjam modal, menyimpan uang dan lainnya.

“Untuk produk keuangan dibutuhkan data yang sangat akurat, untuk itu melalui agen kami terus memberikan edukasi kepada masyarakat agar bisa memberikan data yang tepat dan terbiasa mengakses teknologi memanfaatkan aplikasi di smartphone,” kata Hendra.

Kesadaran menabung

Masih banyaknya masyarakat di pedesaan yang tidak terbiasa menyimpan hasil usaha mereka, dan menghabiskan semua hasil panen atau usaha secara langsung, kerap menjadi persoalan dan sering ditemui di pedesaan. Melalui inovasi teknologi yang dimiliki, diharapkan bisa mengajarkan lebih banyak lagi kebiasaan menabung di kalangan masyarakat pedesaan, dengan memanfaatkan agen-agen yang tersebar.

Saat ini masih banyak masyarakat pedesaan yang menyimpan uang mereka di dalam rumah dan enggan untuk menyimpan di bank karena terbatasnya layanan perbankan yang tersedia di pelosok desa. Memanfaatkan agen yang dimiliki, tentunya bisa mempermudah proses tersebut, sekaligus membantu mereka untuk terbiasa menyimpan uang dan tidak melakukan cara-cara lama dalam hal perencanaan keuangan.

“Saat ini sekitar 64% masyarakat di Indonesia tidak pernah menyimpan uang, akibatnya ketika ada bencana uang mereka hilang karena mereka hanya menyimpan di kaleng di rumah mereka. Melihat fenomena tersebut kami melihat ada suatu urgensi dengan menyediakan akses perbankan yang sama dengan di kota-kota besar untuk kemudian diterapkan di daerah,” imbuh Hendra.

Inovasi teknologi

Berawal dari hanya menyediakan produk dalam jumlah terbatas, Payfazz kini menghadirkan berbagai layanan finansial untuk masyarakat di pedesaan. Mencoba menggantikan posisi kantor cabang bank yang masih sangat minim jumlahnya.

Payfazz saat ini sudah miliki 450 ribu orang agen. Aplikasi keuangan tersebut memudahkan pemilik UKM menawarkan berbagai produk keuangan, termasuk untuk PPOB, pembayaran tagihan, transfer dana, tarik tunai, hingga pembayaran kredit. Kontribusi PPOB saja setiap bulannya hampir menyentuh Rp1 triliun.

“Fokus kami sejak awal hingga saat ini adalah meng-cater masyarakat di pedesaan yang masih underprivileged dan terkucilkan dari layanan perbankan. Harapannya kami bisa menyediakan layanan kepada lebih banyak lagi masyarakat di pedesaan bukan hanya untuk keperluan finansial pribadi namun juga untuk mengembangkan usaha mereka lebih besar lagi,” terang Hendra.

Fokus Raih Profit dan Bisnis Berkelanjutan, GoPay Mulai Kurangi Kegiatan “Bakar Uang”

Konsisten dengan tujuan utama untuk meraih profit dan bisnis berkelanjutan, GoPay secara perlahan mulai mengurangi kegiatan “bakar uang” dengan jumlah promo semakin kecil. Padahal, menurut Managing Director GoPay Budi Gandasoebrata, strategi bakar uang relatif lumrah dilakukan platform dompet digital saat ini.

Secara umum pemberian promo memang sangat efektif untuk mengakuisisi pengguna baru, tapi jika terus dibiarkan bisa menjadi masalah yang akan berpengaruh kepada bisnis perusahaan. Tidak dimungkiri kegiatan promo sulit untuk langsung dihentikan, namun dengan cara yang tepat didukung dengan produk yang relevan, paling tidak bisa membantu kegiatan ini lebih kecil volumenya.

“Kalau misalnya kita lihat saat ini, justru dari semua platform dompet digital yang ada, yang promonya paling kecil adalah GoPay. Tapi pengguna kita justru month-to-month jumlahnya tetap naik, hal tersebut menjadi validasi terhadap strategi yang kita terapkan bahwa promo memang tidak bisa ditinggalkan, tapi pada akhirnya produk yang menentukan,” kata Budi.

Disinggung apakah kegiatan ini mempengaruhi jumlah pengguna yang loyal dan retention, menurut Budi sejauh ini tidak terlalu berpengaruh. Selama kegiatan tersebut dilancarkan, masih banyak pengguna yang kemudian menggunakan kembali semua fitur yang ada dalam ekosistem Gojek, meskipun promo mulai berkurang jumlahnya.

“Kuncinya adalah inovasi dan juga program yang kami lakukan, yaitu promo yang lebih efisien dan targeted. Karena jika kita lihat industri perbankan misalnya seperti kartu kredit, mereka juga masih memberikan promo, tapi lebih targeted sifatnya,” kata Budi.

Persaingan positif platform dompet digital

Hasil survei tentang awareness layanan digital wallet di Indonesia dalam Fintech Report 2019
Hasil survei tentang awareness layanan digital wallet di Indonesia dalam Fintech Report 2019

Salah satu alasan mengapa kegiatan bakar uang makin sering dilakukan adalah persaingan dan pilihan yang makin banyak dari pemain serupa untuk menjangkau lebih banyak pengguna. Menurut Budi, persaingan justru disambut baik. Dengan demikian masing-masing platform berlomba-lomba untuk memberikan produk yang bisa lebih baik lagi.

Di Gojek sendiri fokus utama adalah bagaimana fitur yang ada bisa terus membantu semua pengguna memanfaatkan GoPay untuk bertransaksi di dalam ekosistem hingga di luar ekosistem.

Meskipun saat ini GoPay masih banyak digunakan untuk transaksi dengan nominal kecil dan kebanyakan bersifat mikro, tidak berarti platform ini tidak memiliki peluang mendapatkan pendapatan tambahan. Memanfaatkan kolaborasi dengan bank, merchant dan ekosistem unggulan di Gojek yaitu GoFood, GoPay mengklaim bisa memperoleh pendapatan tambahan yang lebih stabil.

Mulai banyak diterapkannya QR Code dan peluncuran QRIS dari Bank Indonesia juga dilihat oleh GoPay sebagai peluang yang makin menguntungkan untuk perusahaan, dengan demikian kesempatan untuk menjalin kemitraan dengan enterprise makin besar peluangnya yang akan memberikan dampak lebih baik kepada pemasukan bisnis.

GoFood dan GoPay kini dikenal sebagai dua bisnis utama Gojek yang paling cepat pertumbuhannya ketimbang layanan lain. Tahun lalu disebutkan GoFood mencetak revenue $2 miliar, 50 juta transaksi per bulan, dan pertumbuhan naik 2,5 kali lipat. Sementara GoPay berkontribusi $6,3 miliar, meski pertumbuhannya tidak disebutkan.

“Kami juga bersyukur memiliki investor yang banyak dari kalangan blue chip company yang sejak awal mendorong kita untuk fokus kepada profit. Apa yang sudah kami lakukan sejauh ini telah dihargai oleh mereka, karena memang dari awal fokus kita tidak pernah berubah yaitu profit dan sustainability,” kata Budi.

Application Information Will Show Up Here

GudangAda Hadirkan Marketplace untuk Digitalkan Rantai Pasokan Produk FMCG

Didirikan pada akhir tahun 2018 oleh Stevensang, GudangAda jadi layanan marketplace B2B khusus produk Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Fokusnya memberdayakan seluruh rantai pasokan (supply chain), sehingga memudahkan bisnis mengakses berbagai produk secara efisien. Pengembangan platform ini  dilatarbelakangi pengalaman founder selama 25 tahun bekerja di industri FMCG.

Harapannya dengan teknologi yang disajikan, para penjual yang bertransaksi melalui GudangAda dapat melihat kenaikan volume penjualan, perputaran barang yang lebih cepat, biaya operasional dan harga pengadaan yang lebih rendah, serta transparansi transaksi. Di saat yang bersamaan, pedagang juga dapat mengakses jaringan pelanggan, pelaku bisnis, serta pilihan produk yang lebih luas daripada sebelumnya.

Kepada DailySocial CEO GudangAda Stevensang mengungkapkan, di era digital ini semakin banyak tantangan yang harus dialami oleh pemilik toko tradisional, seperti semakin sulitnya mendapatkan salesman, meningkatnya resiko bisnis, ancaman dari e-commerce besar yang langsung menghubungkan principal dengan retailers, generasi berikutnya dari pemilik toko yang enggan meneruskan bisnis keluarga yang masih konvensional, dan lain-lain; yang akan menyebabkan penurunan bisnis dan laba di kemudian hari.

“GudangAda didirikan karena adanya keprihatian terhadap kelangsungan bisnis toko tradisional di era digital. Konsep bisnis GudangAda adalah untuk memberdayakan semua pihak yang terlibat dalam ekosistem sehingga bisa mendapatkan manfaat yang optimal dari platform. Dengan ikut dalam platform GudangAda, toko bisa berperan sebagai penjual dan/atau pembeli.”

Ditambahkan olehnya, sebagai penjual, toko akan mendapatkan semakin banyak pembeli dan mendapatkan kesempatan untuk menjual kategori produk lain. Sebagai pembeli, toko akan mendapatkan harga yang kompetitif, pengiriman produk yang cepat dan dapat membeli produk kapan saja dan di mana saja.

“GudangAda akan terus melakukan pembaruan terhadap platform yang sudah ada dan akan terus melengkapi layanan untuk memenuhi kebutuhan toko yang bergabung, seperti financial services, logistic services dan lain-lain,” kata Stevensang.

Akuisisi lebih banyak pemilik toko

Setelah mendapatkan pendanaan awal (seed) sebesar belasan juta dolar dari firma modal ventura Alpha JWC Ventures dan Wavemaker Partners, GudangAda selanjutnya ingin fokus menambah jumlah penjual dan pemilik toko, sembari membangun ekosistem dengan melengkapi fitur untuk memenuhi kebutuhan semua stakeholder FMCG. Firma private equity asal Singapura, Pavilion Capital, juga ikut berpartisipasi dalam pendanaan ini.

“Tidak setiap hari Anda menemukan perusahaan sesolid GudangAda dengan pendiri berpengalaman seperti Stevensang. Sejak awal, kami memiliki keyakinan besar pada perusahaan ini dan potensi yang mereka miliki,” ujar Co-Founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures Chandra Tjan.

Saat ini GudangAda telah memiliki 15 anggota tim. Mayoritas dari mereka berpengalaman di bidang FMCG lebih dari 10 tahun dan memiliki hubungan baik dengan pemilik toko grosir di Indonesia. Secara bertahap, GudangAda juga akan melakukan monetisasi terhadap layanan yang diberikan dalam platform, seperti layanan transaksi, logistik dan lainnya.

Di tahun 2020 ini, target utama GudangAda adalah memperluas jaringan anggotanya ke seluruh lapisan rantai pasok industri FMCG di Indonesia dan menyediakan lebih banyak solusi yang bisa diintegrasikan ke kegiatan mereka.

“Kami telah memvalidasi bisnis dan membangun fondasi kuat. Kini, dengan dukungan berkelanjutan dari investor dan mitra, yang harus kami lakukan adalah meneruskan apa yang telah berhasil kami lakukan, namun dengan skala yang lebih besar dan dalam waktu yang lebih cepat. Kami akan mengakselerasi ekspansi kami dan menyediakan lebih banyak layanan agar kami dapat melayani semua pemain industri FMCG di Indonesia,” tutup Stevensang.

Zenius Plans Business Growth, to Rocus on Tech Development and Content Production

The huge market potential in the edtech sector in Indonesia has encouraged Zenius to accelerate business growth in order to acquire more students while raising positive retention.

Zenius’ CEO Rohan Monga told DailySocial, after receiving US$20 million Series A funding (around 260 billion Rupiah), the company plans to develop technology, increase the variety of content, as well as recruit talent to strengthen the team. Aside from Northstar Group, Kinesys Group and BeeNext also participated in this round.

“The power of online learning platform positioned is the ability to analyze and diagnose each student based on collected data. Using a personal approach, it is expected to provide students with improved abilities. In order to create technology, it requires a very large cost.

The company also plans to launch massive marketing activities. Regarding marketing activities, Rohan said it will be similar to other players, all online and offline activities will be carried out as authentic. Zenius’ engineer team are based in Indonesia and India, with the objective to build technology that supports business processes.

Zenius focus as an edtech platform

zenius

Prior to the CEO position, Rohan Monga was a former Gojek’s COO and contributed to establishing first Indonesia’s decacorn at the early stage. He also the angel investor for Zenius’ seed funding. The sharp vision and mission of Zenius’ Co-Founder, Sabda PS who currently serves as Chief Educational Officer at Zenius, is one reason Monga is digging into the edtech sector in Indonesia.

“I am very enthusiastic about Sabda’s vision and Zenius team to present an even better online learning platform. This is in line with my experience mission in the technology era and my passion for social impact,” Monga said.

Was founded in 2004, Zenius claims to have formulated a learning approach using technology that prioritizes conceptual understanding and thinking model. The basic competency is to form a deep understanding of scientific concepts, not just a matter of remembering and memorizing.

Therefore, students should ideally have a good mindset after learning and be able to adapt and find solutions to the current problems they’re facing. The thinking ability is quite essential for future generations to adapt, collaborate and compete.

“I am very happy and glad for Monga to join Zenius. Monga, with his character that is focused on solutions and has deep insight and extraordinary experience in his field, is the most appropriate person for this role. I hope to encourage Zenius’ growth to continue improving the education sector in Indonesia,” said Sabda.

Zenius offers several types of products, the core business is Zenius.net, an online learning website contains more than 80 thousand leaning videos and hundreds of thousands of practice question

Zenius has several types of products, with the main product being Zenius.net, an online learning website that contains more than 80 thousand learning videos and hundreds of thousands of practice questions for elementary and high school levels that have been adapted to the national curriculum. Throughout 2019, the site has been accessed by more than 12.8 million users. Zenius has also launched mobile applications on Google Play and the App Store.

“I predict within the next 2-3 years there will be more and more edtech startups in Indonesia to bring new innovations around the online learning platform with diverse skills material to formal education as we have,” Rohan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cerita Transisi Profesional Pemodal Ventura Menjadi CEO Startup

Menjadi seorang CEO dan mendirikan startup sejak awal tidak mudah. Sudah banyak pengalaman seorang founder yang membangun bisnisnya sejak awal hingga sukses atau harus berakhir gagal karena rapuhnya startup. Salah satu CEO startup yang mengalami proses tersebut adalah Agung Bezharie Hadinegoro, Co-Founder dan CEO Warung Pintar.

Berangkat dari pengalamannya sebagai CGI Program Officer di Global Enterpreneurship Program Indonesia (GEPI) hingga terakhir Special Project Associate di East Ventures, banyak pengalaman menarik yang didapat Agung.

Tidak mudah untuk melakukan transisi dari seorang profesional yang bertanggung jawab melakukan analisis bisnis startup yang ingin didanai menjadi seorang CEO yang harus cerdas mengelola perusahaan dan orang-orang di dalamnya.

Menurut Agung, meskipun saat ini sudah mulai terbiasa setelah menjalaninya selama dua tahun terakhir, proses tersebut tidak selalu berjalan dengan mudah.

“Perbedaan dengan pekerjaan saya sebelumnya di venture capital dan saat ini sebagai CEO lebih kepada pandangan saja sebenarnya. Jika dulu hanya bekerja dengan segelintir orang saja, ketika masuk dalam jajaran manajamen di startup saya harus bisa berinteraksi sekaligus mengelola tim yang jumlahnya jauh lebih banyak. Belum lagi tanggung jawab ke partner, shareholder, hingga media yang semua memiliki ekspektasi masing-masing.”

Untuk bisa memahami benar peranan seorang CEO startup, Agung memberikan beberapa poin menarik yang wajib untuk diketahui mereka yang berencana untuk mendirikan startup atau para founder yang sudah menjalankannya dan kerap menemui kendala.

Pentingnya mengelola talenta

Berawal dari uji coba yang dilakukannya saat bekerja sebagai Associate dan Special Project Associate di East Ventures, Agung dan rekan-rekan lainnya menemukan ide menarik untuk mengembangkan Warung Pintar. Atas kepercayaan East Ventures, sejak bulan Oktober 2017 Agung menjadi CEO Warung Pintar.

Salah satu poin menarik adalah bagaimana talenta yang berada dalam ekosistem perusahan memiliki peranan penting untuk kemajuan perusahaan itu sendiri. Agung banyak menemui kendala untuk memahami masing-masing individu yang jumlahnya selalu bertambah. Untuk itu penting bagi seorang founder mencari tahu cara tepat agar selalu melakukan pendekatan secara personal.

“Idealnya sebuah startup dituntut untuk bisa bekerja dengan cepat, namun terkadang hal tersebut tidak selalu didukung dengan talenta yang ada. Untuk itu penting bagi Founder atau CEO untuk bisa memahami masing-masing skill dan kemampuan tim yang ada sekaligus memahami mereka secara lebih dekat dan personal.”

Learning by doing

COO Warung Pintar Harya Putra dan CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro saat acara di Banyuwangi
COO Warung Pintar Harya Putra dan CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro saat acara di Banyuwangi

Hal menarik lainnya yang ditemui Agung saat menduduki posisi manajemen adalah tantangan baru banyak ditemui seiring makin bertambahnya jumlah tim dan makin berkembangnya perusahaan. Penting bagi pemimpin startup untuk terus beradaptasi dan terus belajar.

Ketika bekerja dengan sudut pandang investor, poin yang selalu dipegang Agung adalah lebih kepada situasi makro. Ketika menjadi seorang CEO, aspek yang wajib diperhatikan lebih besar lagi.

“Belajar dari pengalaman sendiri, saya melihat pada akhirnya memang lebih ideal untuk berinvestasi ke pendiri startup jika startup ingin sukses dan terus berkembang,” kata Agung.

Salah satu kegiatan yang wajib untuk dilakukan adalah untuk selalu mencari informasi dan belajar dari buku-buku yang relevan. Biasanya seorang CEO atau pemimpin di startup akan selalu merasa kurang dan haus akan informasi. Untuk bisa memenuhi semua keinginan tersebut, buku bisa menjadi sumber yang paling tepat.

“Sekarang saya juga jadi lebih mengerti kenapa banyak yang menyebutkan sangat baik untuk membaca buku 12 jam sehari. Tujuannya adalah untuk bisa memenuhi semua rasa ingin tahu dari rasa kekurangan yang kerap menghampiri pikiran seorang Founder dan CEO di startup,” kata Agung.

Kesehatan mental

Menjadi seorang CEO dan pemimpin startup pada umumnya sangat melelahkan. Dengan semua beban dan tanggung jawab tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga tim yang ada di perusahaan, biasanya mereka kerap kehilangan motivasi.

Penting bagi CEO atau Founder untuk selalu bisa memikirkan ide atau solusi setiap harinya, agar startup yang sifatnya rapuh bisa terus berjalan dan tumbuh. Tekanan tersebut biasanya akan berpengaruh kepada kesehatan mental mereka. Untuk itu, menurut Agung, sah-sah saja bagi seorang CEO atau founder untuk berbagi pengalaman atau tantangan dengan sesama atau dengan rekan di luar pekerjaan.

Di Amerika Serikat sendiri, persoalan ini sudah banyak dibicarakan. Para Founder harus jatuh bangun mendirikan startup dan mengorbankan kesehatan mental mereka. Colin Kroll (Co-Founder Vine), Austen Heinz (Founder Cambrian Genomics), dan Jody Sherman (Founder Ecomum) adalah contoh pemimpin bisnis yang sukses, tetapi perjalanan mereka harus berhenti tiba-tiba dan berakhir dengan kematian.

Kesehatan mental memainkan peran penting di dalamnya. Meski di Indonesia belum terlalu ekstrem kondisinya, kesehatan mental menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.

Agung menyebut ada Founder startup lokal sukses yang pernah berbagi tentang pengalaman kesehatan mental yang diderita dan berhasil dilaluinya.

“Penting bagi mereka untuk memikirkan kesehatan mental. Karena hal ini masih belum banyak dibicarakan yang faktanya banyak dialami oleh CEO atau Founder startup,” tutup Agung.

Strategi Pertumbuhan Bisnis Zenius, Fokus Kembangkan Teknologi dan Produksi Konten

Besarnya potensi pasar sektor teknologi pendidikan di Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa Zenius awal tahun ini ingin mempercepat proses pengembangan bisnis, agar bisa merangkul lebih banyak siswa sekaligus mendapatkan retention positif.

Kepada DailySocial CEO Zenius Rohan Monga mengatakan, usai mendapatkan pendanaan seri A sebesar US$20 juta (sekitar 260 Miliar Rupiah), perusahaan berencana mengembangkan teknologi, meningkatkan variasi konten, sekaligus merekrut talenta untuk memperkuat tim. Selain Northstar Group, investor lain yang turut berpartisipasi dalam pendanaan adalah Kinesys Group dan BeeNext.

“Kekuatan dari online learning platform adalah kemampuan untuk melakukan analisis dan diagnosis masing-masing siswa berdasarkan data yang masuk. Dengan pendekatan personalisasi, diharapkan bisa meningkatkan kemampuan siswa untuk lebih baik lagi. Untuk bisa menciptakan teknologi tersebut tentunya dibutuhkan biaya yang sangat besar.”

Perusahaan juga berencana untuk melancarkan kegiatan pemasaran yang masif. Disinggung apakah kegiatan pemasaran akan serupa dengan pemain lainnya, Rohan menyebutkan semua kegiatan online dan offline akan dilakukan secara autentik. Zenius juga telah memiliki tim engineer berbasis di Indonesia dan India, berfungsi untuk membangun teknologi yang menyokong proses bisnis.

Fokus Zenius sebagai platform edtech

Sebelum menjabat sebagai CEO, Rohan Monga pernah menempati posisi COO Gojek dan turut membantu membangun decacorn pertama Indonesia tersebut di fase awal. Ia juga menjadi angel investor untuk pendanaan tahap awal Zenius. Ketajaman visi dan misi yang dimiliki oleh Co-Founder Zenius Sabda PS yang saat ini menjabat sebagai Chief Eductaional Officer di Zenius, menjadi alasan Rohan tertarik menyelami sektor edtech di Indonesia.

“Saya sangat antusias dengan pandangan yang dimiliki oleh Sabda dan tim Zenius untuk menghadirkan online learning platform lebih baik lagi. Hal tersebut sejalan dengan misi pengalaman saya di dunia teknologi dan passion saya terhadap social impact,” kata Rohan.

Berdiri sejak 2004, Zenius mengklaim telah merumuskan pendekatan belajar dengan teknologi yang mengutamakan pemahaman konseptual dan pembentukan daya nalar. Kompetensi dasar yang ingin dibentuk adalah pemahaman mendalam mengenai konsep keilmuan, bukan hanya soal mengingat dan menghafal.

Sehingga setelah belajar pembelajar idealnya dapat memiliki pola pikir yang baik dan mampu beradaptasi serta mencari solusi dari masalah yang dihadapi. Kemampuan berpikir ini juga yang nantinya dibutuhkan oleh generasi masa depan untuk beradaptasi, berkolaborasi dan bersaing.

“Saya sangat senang dan turut mengucapkan selamat atas bergabungnya Rohan ke Zenius. Rohan dengan karakternya yang fokus pada solusi serta memiliki wawasan mendalam dan pengalaman yang luar biasa di bidangnya adalah orang yang paling tepat untuk peran ini. Saya berharap dapat terus mendorong pertumbuhan Zenius untuk terus memajukan dunia pendidikan di Indonesia,” kata Sabda.

Zenius memiliki beberapa jenis produk, dengan produk utama berupa Zenius.net, sebuah situs web pembelajaran online yang memuat lebih dari 80 ribu video pembelajaran dan ratusan ribu latihan soal untuk jenjang SD-SMA yang telah disesuaikan dengan kurikulum nasional. Sepanjang tahun 2019, situs tersebut telah diakses oleh lebih dari 12,8 juta pengguna. Zenius juga telah meluncurkan aplikasi mobile di Google Play dan App Store.

“Saya prediksi dalam waktu 2-3 tahun ke depan akan makin banyak lagi startup edtech di Indonesia yang menghadirkan inovasi baru seputar online learning platform dengan materi skill yang beragam hingga formal education seperti yang kami miliki,” kata Rohan.

Application Information Will Show Up Here

In the Hype of “Sharing Economy”, Gigel Introduces Baby Equipment Rental Marketplace

It begins with Muhammad Syahdani and Putri Arinda experience as a married couple, they are then founded the baby equipment rental named Gigel. The platform offered lists of products for young couples with newborn children, such as baby walker, stroller, toys and many more.

The CEO, Syahdani told DailySocial, the high demand and big potential of this business has made its services quite popular, particularly in the Greater Jakarta. Earlier this year, Gigel also aggressively expanded its service coverage and rental marketplace business model. Currently, it’s not only baby’s products but they also rent such items as winter jackets, travel luggage, and cameras.

“We present all items by partnerships with merchants across Jabodetabek. We also have a strategic partnership with GoSend for shipping and payment using GoPay digital wallet,” Dani said.

Gigel claims to have 500 partners, 30 thousand registered users, and 15 thousand active users. It’s currently available in the Greater Jakarta, this year Gigel has plans to expand services to other large cities.
“Currently, we are still preparing things to expand to Bandung. Our target for Gigel to launch in Yogyakarta, Surabaya, and Bali this year,” he added.

Gigel website interface
Gigel website interface

Challenge for rental marketplace

One reason to create Gigel is that there are no local players dominating the business model. While the trend among millennials who prefer the concept of sharing economy and smart buying, become a great opportunity to be further developed. In addition, there are other rental services, such as Cumi.id, and Sevva which was renamed into nyewain.com.

Arinda’s thought as the CMO, is that there is countless problems in purchasing goods for the needs of mothers and children, that could end up useless and costs money. With the rental concept, Gigel offers users the freedom within a certain period of time to use a product.

“We currently have angel investors and have no plan to raise funds. Still focusing on traction and serving more users, it is expected this year to add more products for users,” she added.

Most (60%) of the products rented are Gigel’s personal inventories. However, to grow the business and reach more users, they decided to add a variety of products from partners interested in renting goods. Gigel also requests a deposit with all user requirements and agreements are determined by the merchant.

In terms of future consolidation with other players or be willing to be acquired with a larger marketplace, is possible, it all depends on the current conditions and agreements. For now, Gigel, with 30 of its team, is still focused on developing the business and expanding.

Gigel team and management
Gigel team and management

Part of Gojek Xcelerate’s third round

As part of the effort to develop business, Gigel is incorporated with Gojek Xcelerate acceleration program. In accordance with the program’s current theme, which is daily consumer innovation, it is expected that Gigel to gain more insight as well as open access to Gojek’s ecosystem network.

“We see the program and speakers by Gojek Xcelerate very compelling, practical and fit the needs in developing startups at this early stage,” Dani said.

Inviting mentors from Gojek’s internal team and curriculum specifically created for this accelerator program, Dani also realize the insights from during the program were similar to the conditions of the current Gigel business.

“I think one of the important and useful lessons for me and Gigel is the strategy planning and problem analysis taught by the McKinsey consulting team,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Manfaatkan Momentum “Sharing Economy”, Gigel Hadirkan Marketplace Penyewaan Perlengkapan Bayi

Berawal dari pengalaman pribadi pasangan suami istri Muhammad Syahdani dan Putri Arinda, mereka mendirikan layanan penyewaan perlengkapan bayi bernama Gigel. Platform tersebut berisikan produk yang banyak dibutuhkan oleh pasangan muda yang baru saja memiliki anak seperti baby walker, stroller, mainan dan masih banyak lagi.

Kepada DailySocial, Syahdani (Dani) selaku CEO mengungkapkan, besarnya permintaan dan potensi bisnis ini menjadikan layanannya sejauh ini cukup diminati, terutama di kawasan Jabodetabek. Awal tahun ini Gigel juga gencar mengembangkan cakupan layanan dan model bisnis marketplace penyewaannya. Kini bukan hanya produk untuk bayi, pengguna bisa menyewa barang seperti winter jacket, koper untuk wisata hingga kamera.

“Semua kami hadirkan dengan memanfaatkan kemitraan dengan merchant yang tersebar di Jabodetabek. Kami juga menjalin kemitraan strategis dengan GoSend untuk pengiriman hingga menghadirkan pembayaran dompet digital GoPay,” kata Dani.

Gigel mengklaim telah memiliki sekitar 500 mitra, 30 ribu pengguna yang terdaftar dengan 15 ribu pengguna aktif. Masih terbatas di kawasan Jabodetabek, tahun ini Gigel memiliki rencana untuk memperluas layanan ke kota-kota besar lainnya.

“Saat ini kita masih melakukan persiapan untuk hadir di Bandung. Target kami tahun ini Gigel bisa meluncur di Yogyakarta, Surabaya dan Bali,” kata Dani.

Tampilan situs Gigel
Tampilan situs Gigel

Tantangan marketplace penyewaan

Salah satu alasan mengapa Gigel diciptakan adalah, masih belum adanya pemain lokal yang mendominasi model bisnis tersebut. Sementara ada tren di kalangan milenial yang lebih menggemari konsep sharing economy hingga smart buying, menjadi peluang yang cukup menarik untuk dikembangkan. Selain Gigel ada layanan penyewaan lain, misalnya Cumi.id dan Sevva yang sudah berganti nama menjadi nyewain.com.

Menurut Arinda selaku CMO, saat ini masih banyak ditemui persoalan pembelian barang untuk kebutuhan ibu dan anak yang tidak bisa maksimal digunakan, sehingga menjadi percuma dan menghabiskan uang saja. Dengan konsep penyewaan, Gigel memberikan kebebasan kepada pengguna untuk menggunakan dalam jangka waktu tertentu produk yang sedang dibutuhkan.

“Saat ini kami telah memiliki angel investor dan belum berencana untuk melakukan penggalangan dana. Masih fokus kepada traksi dan melayani lebih banyak pengguna, diharapkan tahun ini kami juga bisa menambah pilihan produk untuk pengguna,” kata Arinda.

Sebagian besar (60%) produk yang disewakan adalah inventori pribadi milik Gigel. Namun untuk mengembangkan bisnis dan merangkul lebih banyak pengguna, mereka memutuskan untuk menambah produk yang bervariasi dari mitra yang berminat menyewakan barang. Gigel juga menerapkan deposit yang semua persyaratan dan kesepakatan kepada pengguna ditentukan langsung oleh merchant.

Disinggung apakah ada rencana untuk Gigel melakukan konsolidasi dengan pemain lainnya atau bersedia diakuisisi dengan marketplace yang lebih besar, proses tersebut bisa saja dilakukan, tergantung dari kondisi dan kesepakatan yang ada. Namun saat ini Gigel yang telah memiliki 30 tim, masih fokus untuk mengembangkan bisnis dan melakukan ekspansi.

Tim dan manajemen Gigel
Tim dan manajemen Gigel

Peserta Gojek Xcelerate putaran ketiga

Sebagai upaya untuk mengembangkan bisnis, Gigel juga tengah tergabung dalam program akselerasi Gojek Xcelerate. Sesuai dengan tema dari program kali ini yaitu daily consumer innovation, diharapkan Gigel bisa mendapatkan wawasan lebih sekaligus akses terbuka kepada jaringan ekosistem miliki Gojek.

“Kita melihat program dan pemateri yang ditawarkan oleh Gojek Xcelerate ini sangat menarik, praktikal dan cocok dengan kebutuhan dalam mengembangkan startup di tahap early stage ini,” kata Dani.

Memanfaatkan mentor dari tim internal Gojek dan kurikulum yang dibuat secara khusus untuk program akselerator ini, Dani juga melihat ilmu yang telah diperoleh selama program serupa dengan kondisi dari bisnis Gigel saat ini.

“Menurut saya salah satu pelajaran penting dan bermanfaat untuk saya dan Gigel adalah strategi planning dan analisa masalah yang diajarkan oleh tim konsultan McKinsey.

Fokus pada “Daily Consumer Innovation”, Gojek Xcelerate Putaran Ketiga Digelar

Untuk ketiga kalinya program akselerator besutan Gojek bersama Digitaraya, Gojek Xcelerate, kembali digelar. Berbeda dengan putaran pertama dan kedua, kini tema yang diangkat “daily consumer innovation” atau inovasi digital yang mampu membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tema tersebut dirasa cukup dekat dengan Gojek, karena mereka memiliki lini produk terkait. Oleh karenanya perusahaan cukup percaya diri bisa memberikan insight mendalam berbekal pengalaman dan kompetensi tim internal.

Kepada DailySocial, Gojek Xcelerate Lead Yoanita Simanjuntak mengungkapkan, secara khusus program ini menyasar startup Indonesia yang menawarkan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses produk lokal berkualitas dunia. Selain itu diharapkan memiliki elemen sosial untuk turut menciptakan dampak positif bagi masyarakat sekitar — misalnya dengan memberdayakan UKM dalam proses produksi atau distribusi produk.

“Dengan tema daily consumer innovation, kami menargetkan startup berpangsa pasar B2C yang menyediakan solusi sejalan dengan Gojek untuk senantiasa memudahkan kehidupan sehari-hari melalui inovasi teknologi.”

Melibatkan mentor dari Gojek

Sesi pelatihan bersama VP Data Science
Sesi pelatihan bersama VP Data Science

Salah satu masukan menarik yang didapatkan Xcelerate dari peserta adalah, banyak dari mereka yang masih membutuhkan ilmu hingga pengalaman yang relevan untuk pengembangan bisnis digital. Mulai dari mengelola talenta hingga mengembangkan model bisnis. Meskipun pada akhirnya pendanaan merupakan salah satu tujuan utama, namun dengan kurikulum yang dibuat secara khusus oleh Gojek diharapkan bisa menambah sumber daya dan wawasan mereka.

Cara kerjanya tidak jauh berbeda dengan program akselerator lainnya, secara rutin peserta akan mengikuti kelas khusus menghadirkan mentor hingga pakar di bidang tertentu. Kurikulum Gojek juga disampaikan oleh para leader, product manager Gojek.

“Dalam program Gojek Xcelerate, para startup akan mendapatkan sesi bootcamp selama satu minggu, dengan berbagai kurikulum dari Gojek, Google dan rekanan global lainnya; sesi mentorship dengan McKinsey, UBS Bank dan Digitaraya; dan diakhiri dengan Demo Day di mana para startup mempresentasikan produk dan model bisnis mereka,” kata Yoanita.

Ditambahkan olehnya, melalui program ini startup bisa bertemu secara langsung dengan VC dan investor potensial yang ada dalam jaringan Gojek Xcelerate — juga tim leadership Gojek, sehingga para startup memiliki kesempatan untuk terintegrasi maupun bergabung ke dalam ekosistem Gojek. Hal tersebut yang diklaim membedakan Gojek Xcelerate dengan program akselerator lainnya.

“Pengalaman jatuh bangun kami adalah pembelajaran yang bisa dibagikan kepada para startup, sehingga dapat membantu mereka menghindari kesalahan yang kami buat dulu. Ini termasuk bagaimana membuat keputusan yang tepat pada waktu yang tepat untuk pertumbuhan yang bersifat jangka panjang dan berkelanjutan,” kata Yoanita.

Target Gojek Xcelerate

Melalui kategori baru di putaran ketiga ini, tim Gojek dan Digitaraya menemukan banyak potensi yang masih bisa digali oleh startup yang sudah mendapatkan funding dan secara khusus menyasar sektor daily consumer innovation. Mulai dari produk makanan beku (fozen food) hingga marketplace penyewaan mainan anak dan keperluan bayi.

“Definisi kesuksesan kami adalah seberapa besar nilai yang dirasakan partisipan/startup alumni Gojek Xcelerate dan juga ekosistem di sekitarnya. Kami berharap Gojek Xcelerate dapat membantu mempersingkat perjalanan para startup mencapai pertumbuhan yang berskala besar,” kata Yoanita.

Beberapa startup lulusan Gojek Xcelerate di antaranya adalah Qlue, Travelio, Peto, Izy.ai dan Crewdible. Startup tersebut punya latar belakang industri yang berbeda-beda. Crewdible misalnya bergerak di bidang pergudangan logistik, Izy di industri perhotelan, Peto di perawatan hewan peliharaan, Travelio di pemesanan akomodasi dan Qlue di solusi smart city.

Rencananya program ini akan berjalan hingga Maret 2020 dengan target 20 startup terpilih dalam lima gelombang. Digitaraya, Google Developers Launchpad, McKinsey & Co. dan UBS menjadi mitra Gojek dalam program ini.

“Melalui Gojek Xcelerate kami ingin memberikan akses kepada para startup untuk bisa bertemu dengan mentor unggulan Gojek, praktisi kelas dunia, dan calon investor serta sumber pendanaan lain untuk mengembangkan bisnis mereka ke depannya. Ini merupakan salah satu perwujudan komitmen Gojek untuk terus memberikan dampak sosial positif yang lebih luas bagi masyarakat dengan mendukung perkembangan industri startup dan inovasi teknologi di Indonesia,” tutup Yoanita.

Application Information Will Show Up Here