Mencari Pendanaan Tahap Awal? Ini Daftar VC Teraktif Sepanjang Tahun 2023

Pendanaan ekuitas untuk startup Indonesia mulai menunjukkan tanda pemulihan dibandingkan tahun sebelumnya (meskipun belum sepenuhnya). Menurut laporan Indonesia’s Startup Handbook yang dihimpun DSInnovate, pada Q3 2023, pendanaan startup — yang dipublikasi— mencapai 38 transaksi yang bernilai $501,6 juta. Nilai investasi ini lebih baik dari dua kuartal sebelumnya, yakni sebesar $376,7 juta pada Q1 dan $330,2 juta pada Q2. Peningkatan ini memberikan indikator positif, terutama mengingat penurunan tajam yang terjadi pada paruh pertama tahun ini.

Investasi tahap awal masih mendominasi keseluruhan pendanaan startup Indonesia. Hal ini mengindikasikan investor mempertahankan kepercayaan yang signifikan terhadap prospek generasi founder baru, bahkan dalam menghadapi tantangan terkini.

East Ventures menjadi investor tahap awal yang paling aktif berinvestasi di Asia Tenggara. Sepanjang 10 bulan ini, VC tersebut telah berinvestasi ke 29 startup, mayoritas di Indonesia, yang telah menerima kucuran dana. Pendanaan tahap awal terbesar diberikan untuk MAKA Motors.

Dalam wawancara sebelumnya, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menuturkan pihaknya tidak akan berhenti berinvestasi mau bagaimanapun cuaca yang sedang terjadi. Menurutnya, valuasi startup saat ini sedang murah, tapi pekerjaan founder sekarang lebih “berat.”

“Tapi bukan cuma itu, sekarang level knowledge founder jauh lebih tinggi karena ekosistem sudah mulai mature. Banyak [founder] sudah kerja di mana-mana. Jadi [kondisinya] masih bagus, dari sisi kita tetap aktif [berinvestasi],” kata Willson.

Program Day Zero Antler menjaring Founder baru

Partner Antler Indonesia Agung Bezharie di kesempatan terpisah mengatakan dengan kondisi sekarang, semakin mudah terlihat kualitas founder startup. Mana yang bagus mana yang tidak. “Banyak founder yang bagus dan tidak oportunis. Sangat passionate menyelesaikan problem,” kata dia.

Founder yang ia maksud adalah para peserta yang mendaftarkan diri atau direkrut langsung tim Antler untuk membangun startup baru. Kebanyakan para calon founder ini punya satu benang merah, pernah berkarier profesional di sejumlah perusahaan, baik enterprise maupun startup, dan tertarik untuk terjun sebagai founder startup.

“Bahkan di cohort sekarang [ke-5] rata-rata founder di sini sudah bekerja selama 13 tahun.”

Sebanyak 60-70 orang per cohort bergabung di program Antler Residency selama 10 minggu untuk membangun startup baru. Konsepnya sedikit berbeda dengan kebanyakan program akselerator karena mereka yang mendaftar bisa sendiri tanpa tim. Ada yang mendaftar sendiri ke situs Antler atau di-scout tim Antler.

Antler Indonesia

Selama residensi berlangsung, para partisipan bisa mengikuti sesi bootcamp intensif, berdiskusi dengan tim dan sesama entrepreneur lain untuk mendapatkan peer learning, pertukaran ide, serta umpan balik yang konstruktif. Adanya sesi kolaboratif ini mendorong peserta untuk menajamkan konsep dan strategi bisnis mereka.

Residensi ini juga menawarkan sesi one-on-one dengan tim mentor berpengalaman di Antler, sehingga membantu founder untuk mengatasi tantangan, mendapatkan panduan spesifik, serta konsultasi dengan ahli untuk menyempurnakan strategi bisnis mereka.

Dalam masa residensi selama lima minggu pertama, para founder juga bisa secara aktif mencari co-founder potensial yang selaras dengan visi, misi perusahaan, serta memiliki keterampilan yang dibutuhkan. Dirancang sebagai platform kolaboratif, residensi Antler juga membuka akses jaringan yang lebih luas, sehingga menjadi platform ideal bagi founder pemula untuk menemukan co-founder mitranya.

Dalam dua kali dalam seminggu, mereka akan melakukan presentasi pitching ide ke tim Antler untuk mendapatkan feedback. Apakah konsepnya menarik atau tidak untuk dilanjutkan, yang argumentasinya didukung dengan data pelengkap dari pihak ketiga. Jika tidak, mereka perlu rombak ulang, bahkan ganti calon co-founder sampai benar-benar seluruhnya dinilai bakal sukses.

Antler juga memiliki database global, sehingga partisipan bisa belajar dari sesama founder di berbagai sektor dan negara yang telah sukses meluncurkan bisnis mereka. Pendekatan komprehensif ini dirancang agar partisipan bisa lebih siap dalam mewujudkan konsep startup mereka menjadi operasional bisnis yang sukses dan menjanjikan.

“Antler mau akselerasi proses belajar [bangun startup]. Ini bukan sesuatu yang bisa dipelajari di sekolah karena harus ada proses trial and error dan dilakukan sendiri. Dalam 4-5 minggu dapat pivot berkali-kali, akan diberitahu mana bagian yang perlu diperhatikan jadi tidak perlu menghabiskan waktu hingga tahunan.”

Untuk membuktikan komitmen partisipasi dari para peserta, Antler mewajibkan mereka hadir secara fisik selama program berlangsung. Tidak ada unsur paksaan untuk mengundurkan diri dari perusahaan apabila peserta masih bekerja sebagai karyawan.

“Ada yang ambil unpaid leave, ada yang bersedia untuk resign. Kami memang mewajibkan mereka untuk ketemu in-person selama 4-5 minggu pertama untuk melihat attendance-nya.”

Dalam setahunnya, Antler mengadakan tiga kali cohort untuk mengorbitkan startup-startup baru. Sejak pertama kali hadir di Indonesia pada pertengahan 2022, sekarang Antler sudah mengadakan Antler Residency yang ke-5. Cohort ini masih berlangsung dan rencananya akan selesai pada akhir tahun ini.

Tidak semua startup yang menjalankan program ini bisa mengikuti demo day di hari terakhirnya. Juga tidak semua startup pasti mendapatkan investasi tahap awal dari Antler. Namun investasi yang dikucurkan Antler per startup-nya mulai dari $125 ribu (hampir Rp2 triliun).

“Bukan berarti tidak di-invest itu startupnya tidak bagus. Tapi memang kita ada beberapa preferensi [dalam berinvestasi]. Kita bisa menghubungkan mereka ke investor di luar kami untuk peluang investasi.”

Sepanjang tahun ini, setidaknya Antler telah berinvestasi ke 19 startup. Beberapa di antaranya adalah MatchMade, Kora, dan Eten Technologies. Secara total, Antler telah memberikan investasi untuk 44 startup. Portfolio Antler
mencakup CareNow, Healthpro, BASE, Brick, Matchmade, TruClimate, dan Kora.

Untuk mendukung perjalanan portofolionya, Antler membuat dana kelolaan baru yang dikhususkan untuk pendanaan tahap lanjutan, dinamai Antler Elevate, dengan dana kelolaan sebesar $285 juta.

“Biasanya kita selalu follow-on, nominalnya tidak bisa banyak, jadi dibuat fund khusus. Kita mau jadi teman startup dari perjalanan mereka dari awal sampai akhir,” tutup Agung.

Menaruh Harapan pada Digitalisasi Klinik Kesehatan

Pandemi Covid-19 merombak dinamika industri medis, lanskap layanan kesehatan pun juga ikut berubah karenanya. Tidak diragukan lagi, pandemi ini menimbulkan tantangan baru, namun juga mempercepat inovasi layanan kesehatan. Penyedia fasilitas kesehatan harus mencari cara untuk berbuat lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit.

Sebab saat menatap masa depan, penting untuk memahami bagaimana layanan kesehatan dapat terus berkembang dengan dukungan teknologi. Dari kunjungan pertama pasien, didiagnosis, hingga kembali ke rumah, teknologi yang terhubung dapat membantu penyedia fasilitas kesehatan meningkatkan produktivitas dan tingkat layanan yang diberikan kepada pasien.

Menurut data dari Statista Market Insights, yang terakhir diperbarui pada April 2023, mengestimasi pasar kesehatan digital selama dekade terakhir di Asia Tenggara. Pada 2017, total pendapatan industri ini mencapai $1,24 miliar. Kemudian pada 2023 melonjak hingga $6,66 miliar, menunjukkan pertumbuhan yang substansial.

Namun pertumbuhannya tidak seragam di semua segmen. Digital Fitness & Well-Being misalnya, tumbuh dari $0,72 miliar pada 2017 menjadi $3,35 miliar pada 2023. Sementara, segmen eHealth meningkat dari $0,52 miliar menjadi $3,32 miliar pada periode yang sama.

Indonesia akan memimpin kawasan ini dalam hal pendapatan pasar kesehatan digital. Angkanya meningkat dari $439,60 juta menjadi sekitar $2,3 miliar pada tahun ini.

Sebagai catatan, Statista mendefinisikan kesehatan digital terdiri dari dua segmen: Digital Fitness & Well-Being dan eHealth. Bagian pertama ini mencakup perangkat dan aplikasi yang dirancang khusus untuk kebugaran dan pelacakan gerak, seperti aplikasi kebugaran, aplikasi nutrisi, dan aplikasi meditasi. Kedua, eHealth yang sedikit lebih kompleks, mencakup perangkat, aplikasi, obat-obatan yang dijual melalui internet, dan konsultasi dokter online.

DailySocial.id menyusun artikel khusus untuk melihat gambaran bagaimana digitalisasi di segmen eHealth berjalan sejauh ini di Indonesia. Negara ini menarik karena terdiri dari ribuan pulau, sehingga klinik dan sejenisnya menjadi lapisan pertama layanan kesehatan. Agar akses kesehatan merata, bukan hanya perbanyak jumlah klinik, pendekatan lain bisa menjadi solusinya.

Menurut BPJS Kesehatan, jumlah fasilitas kesehatan (faskes) layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia mencapai 27.659 unit hingga 31 Januari 2023. Puskesmas merupakan jenis faskes terbanyak, yakni 10.283 unit atau mencapai 37,17% dari total. Berikutnya, klinik pratama 7.158 unit, dokter praktek perorangan 4.720 unit, dan rumah sakit 2.601 unit.

Klinik Rata / Rata

Seperti diketahui, faskes itu tidak hanya rumah sakit saja, tapi juga ada klinik, puskesmas, apotek, lab kesehatan, klinik kecantikan, dan klinik spesialis lainnya. Ekosistem industri kesehatan ini melibatkan banyak aktor dan instansi, yakni dokter, perawat, apoteker, pasien, BPJS, Kementerian Kesehatan, Kominfo, BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), pelaku bisnis klinik, pabrik farmasi, distributor alat kesehatan, ATK (alat tulis kantor), vendor IT, dan lainnya.

“Semua yang ada dalam ekosistem kesehatan, memiliki komunitas, kebutuhan, kepentingan, dan regulasi yang berbeda. Secara digital mereka semua sudah membuat dan menerapkan sistem untuk mempermudah pekerjaan mereka, namun sayangnya belum banyak yang bisa saling integrasi,” terang CEO TrustMedis Achmad Zulkarnain kepada DailySocial.id.

Co-Founder dan CEO DoctorTool Rainaldo menyampaikan perkembangan digitalisasi di industri kesehatan di Indonesia sejauh ini sedang berjalan ke arah yang menjanjikan. Terlihat dari komitmen dan inisiatif pemerintah dalam mendorong percepatan transformasi digital di dunia kesehatan.

“Banyak juga perusahaan startup yang mempunyai misi melakukan digitalisasi, baik dari sisi pemberi layanan maupun penerima layanan, yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan bagi masyarakat,” ujarnya.

Kendati begitu, sambungnya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk membuat proses digitalisasi menjadi lebih cepat. Di antaranya, standarisasi data, interoperabilitas, keamanan dan privasi data, serta kapasitas dan kesadaran masyarakat.

Co-founder dan CMO Rata Deviana Maria menekankan perlunya peningkatan literasi digital untuk tenaga kesehatan itu sendiri. Staf, tenaga kesehatan, dan pasien perlu memahami penggunaan aplikasi fasilitas kesehatan (faskes), baik di klinik, rumah sakit, atau dokter mandiri. Penerapan teknologi digital sangat membantu dalam meminimalisir terjadinya human error, khususnya pada pengelolaan data rekam medis pasien sehingga peningkatan layanan yang lebih cepat dan efisien.

“Mungkin, perlu adanya pengetahuan dalam bentuk pelatihan atau demo produk pada pasien atau staf terkait penggunaan aplikasi. Di Rata, kami berusaha mengkomunikasikan hal ini dengan seluruh tim agar semua info tersampaikan secara merata,” ujar Deviana.

Baik Rata, DoctorTool, dan TrustMedis merupakan beberapa pemain healthtech yang bermain di area layanan kesehatan, khususnya klinik. DoctorTool dan TrustMedis adalah penyedia software untuk meningkatkan efisiensi dan pelayanan fasilitas kesehatan yang menghadirkan berbagai fitur, seperti memudahkan pengelolaan data pasien, rekam medis, jadwal dokter, inventaris obat, dan faktur keuangan.

Sementara, Rata bermain di area spesialis gigi dengan menciptakan inovasi Aligner (teknologi merapikan gigi) asli buatan Indonesia. Mereka juga mulai ekspansi klinik gigi di 9 lokasi di Indonesia.

Tantangan omnichannel

Achmad melanjutkan, dalam menerapkan digitalisasi, perlu diperhatikan dari tiga sisi. Pemilik klinik juga perlu memantau bisnisnya secara real-time dan memastikan profit. Lalu, pengelola, dokter, dan tenaga kesehatan di klinik butuh melayani pasien dengan lebih mudah, dan pasien butuh dilayani dengan cepat.

“Digitalisasi yang dibangun, minimal harus bisa menjawab kebutuhan di atas. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka bisa dianggap digitalisasi belum berhasil,” katanya.

Baginya, mengukur keberhasilan dari digitalisasi bisa dilihat dari waktu pelayanan dan jumlah pasien. Semakin cepat pelayanan, artinya digitalisasi sukses. Pelayanan yang ia maksud tidak hanya di ruang pemeriksaan, dimulai dari pasien booking antrean, antre di poli, pemeriksaan dokter, tes lab dan radiologi, antre di apotek, hingga bayar di kasir.

“Semua rangkaian proses ini harus cepat. Ketika pelayanan semakin baik, maka kepuasan pasien juga meningkat.”

DoctorTool

Bicara soal data pasien saja, lanjut Rainaldo, bila masih mengandalkan kertas sebagai media perekaman data akan begitu riskan karena punya banyak kelemahan, seperti sulit dibaca, sulit dicari, mudah hilang, dan memakan tempat penyimpanan.

“Mereka akan sulit mencari data, merekapnya, mengolah, dan membuat laporan yang diperlukan. Tentu saja kelemahan-kelemahan sistem konvensional sangat mudah diatasi dengan digitalisasi. Dengan data digital, kinerja pelayanan menjadi jauh lebih efisien,” imbuh Rainaldo.

Deviana menyampaikan, jikalau pendaftaran sudah sepenuhnya online, tapi prosedurnya masih lebih banyak dilakukan secara offline karena keterbatasan alat medis. Di Rata contohnya, sudah memiliki alat 3D scan dan CBCT (Cone Beam Computed Tomography) scan yang lebih canggih, namun hanya bisa digunakan untuk kunjungan pasien offline.

“Memang tidak semua klinik bisa menyediakan alat medis yang mumpuni, tetapi sebenarnya itu penting demi melancarkan dan mempercepat proses tindakan.”

Menurutnya, konsep ideal dari penerapan omnichannel di klinik kesehatan itu haruslah terintegrasi. Setidaknya visi tersebut sudah diterapkan di Rata. Pihaknya memanfaatkan teknologi baru, misalnya AI, untuk menghemat waktu lebih banyak, meningkatkan akurasi, serta efisiensi. Proses akuisisi pasien juga jauh lebih cepat, mulai dari mendapatkan leads hingga convert menjadi pasien.

“Ini semua berkat pendaftaran yang mudah dan tidak memerlukan banyak manpower.”

Tak lupa, perusahaan juga konsisten melakukan pelatihan untuk seluruh tim di semua divisi. Bahkan beberapa ada yang dikirim pelatihan di luar negeri. Strategi pemasaran juga terus menyesuaikan dengan tren masa kini. Rata bekerja sama dengan ratusan KOL dan brand gaya hidup, dan menggunakan media sosial untuk edukasi dan promosi.

“Semua channel online dan offline kami atur sedemikian rupa agar tetap terintegrasi untuk kenyamanan pasien, sehingga mereka mendapatkan pelayanan dan pengalaman yang menyenangkan dalam mendapatkan akses untuk meratakan gigi.”

Sejak berdiri di 2019, Deviana mengaku setiap tahunnya Rata dapat melayani lebih banyak pasien. Bila dihitung angkanya diklaim mencapai 70 ribu pasien, dengan beragam kasus gigi yang ditemui. Total kliniknya tersebar di 9 lokasi dan bekerja sama dengan 147 klinik rekanan.

Sementara itu, menurut Achmad, konsep omnichannel yang ideal menurutnya tak hanya terintegrasi antara online dan offline, juga setiap operasional klinik bisa mengetahui datanya. Alhasil optimalisasi dapat diketahui dari hulu ke hilir.

“Omnichannel sudah jadi keniscayaan dengan diterbitkannya Permenkes yang terbaru. Terlebih dengan penetrasi internet dan mobile yang sangat tinggi, pasien sekarang sudah aware dan minta instan, mulai dari membuat janji temu, melihat informasi pasien, review dokter, dan sebagainya.”

TrustMedis

Hanya saja, pada kenyataannya klinik kesehatan di daerah masih kesulitan mengimplementasikan konsep tersebut. Beberapa alasannya, kekurangan SDM dan ketersediaan pra-sarana internet atau software pendukung, sehingga kurang optimal dalam pelayanan, berdampak pada seringnya terjadi penumpukan pasien.

TrustMedis sendiri memiliki memiliki 28 modul, dari mulai pelayanan, operation, hingga back office untuk klinik, rumah sakit, laboratorium, dan klinik kecantikan. Setiap unit di klinik memiliki kebutuhan yang berbeda, modul yang berbeda, sehingga harus ditangani dengan cara berbeda.

“Di TrustMedis kita memiliki banyak (scout) talenta dengan tugas dan fungsi yang berbeda, beberapa scout kami merupakan dokter dan tenaga kesehatan, ada juga ahli akuntansi.”

Disebutkan perusahaan telah membantu lebih dari 400 layanan kesehatan. Tidak hanya membantu klinik mengelola bisnisnya, tapi juga meningkatkan pengalaman pasien dari klinik tersebut.

Prospek industri

DoctorTool turut serta mendukung program JKN BPJS Kesehatan yang ingin menjamin kesehatan bagi seluruh warga. Rainaldo menuturkan, pihaknya menyoroti digitalisasi dari semua sumber data yang terintegrasi dalam satu ekosistem menjadi hal yang sangat penting. Oleh karenanya, perusahaan merancang aplikasi sistem informasi manajemen dan rekam medis elektronik yang mudah digunakan oleh semua staf dan tenaga kesehatan.

“Semua fitur dikembangkan demi kemudahan dalam penggunaan, tetapi tetap memperhatikan kelengkapan data yang harus ditangkap. AI dan IoT diterapkan sebanyak mungkin dalam efisiensi pelayanan.”

Ada dua produk yang diperkenalkan: DoctorTool Mobile, aplikasi untuk pasien yang terintegrasi langsung dengan sistem DoctorTool di fasilitas kesehatan yang memungkinkan konsep omnichannel yang ideal bisa dilakukan; DoctorTool Hub, penghubung aplikasi DoctorTool dengan berbagai alat kesehatan berbasis IoT, sehingga tenaga kesehatan bisa mengurangi kesalahan dan mempercepat pencatatan dalam pengukuran tanda-tanda vital dan antropometri pasien.

Dengan penerapan solusi DoctorTool, diklaim rata-rata waktu tunggu jadi jauh lebih cepat sekitar 15 menit. Pencarian data rekam medis dari yang tadinya harus mencari kertas secara manual, sekarang hanya sekitar 5 detik.

“Karena DoctorTool sudah terintegrasi dengan Satu Sehat dan BPJS Kesehatan, DoctorTool dapat meningkatkan nilai kinerja klinik dari BPJS Kesehatan dengan sistem pelaporan otomatis sehingga klinik mendapatkan pendapatan kapitasi yang maksimal.”

Diklaim perusahaan telah melayani lebih dari 650 fasilitas kesehatan di 110 kota di seluruh Indonesia.

Rainaldo menyebut prospek industri klinik kesehatan yang sangat baik ke depannya, terlihat dari kebutuhan masyarakat yang meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Kesadaran tentang kesehatan dan gaya hidup sehat juga turut memengaruhi kebutuhan akan layanan kesehatan.

Achmad menambahkan, persebaran jumlah klinik juga terus dibutuhkan di daerah pedalaman mengingat luasnya Indonesia. Klinik yang terus berkembang juga akan berubah menjadi rumah sakit. Kesempatan tersebut diiringi dengan tantangan dari pasien yang ingin cepat dan mudah dilayani.

“Maka tantangan buat klinik juga makin besar, telemedis dan AI harus bisa segera diterapkan dalam melayani pasien. Kami akan terus berinovasi dan implementasi teknologi baru yang bisa diterapkan di klinik, RS, dan fasilitas kesehatan lainnya.”

Deviana juga turut memberikan harapannya. Dia bilang, “Edukasi pada berbagai platform juga sangat penting agar layanan kesehatan online dan offline bisa terintegrasi lebih mudah. Karena di luar negeri, akses kesehatan gigi sangat mudah dijangkau dan bisa ditemui di mana-mana. Sudah saatnya Indonesia juga menerapkan hal yang sama, sesuai dengan misi Rata yang ingin memberikan akses kesehatan gigi lebih terjangkau pada seluruh masyarakat Indonesia.”

The Evolution and Regulation of Social Commerce in Indonesia: The TikTok Shop Ban

The digital revolution has reshaped the way we shop, with e-commerce and social commerce taking center stage. Indonesia, with its burgeoning online population and rapid digitalization, has emerged as a hotspot for e-commerce growth. In particular, the rise of social commerce, epitomized by platforms like TikTok Shop, has been a game-changer in the Indonesian market.

However, recent regulatory developments have cast a shadow over this thriving sector. In this article, we will delve into the growth of e-commerce and social commerce in Indonesia, the prominence of TikTok Shop, and the implications of the ban regulation on this innovative marketplace.

The explosive growth of e-commerce and social commerce

Source: We Are Social

According to We are Social (January 2023), Indonesia boasts a total population of 276.4 million, with a significant digital presence as 77% of its populace, totaling 212.9 million individuals, are internet users. Among these, a remarkable 60.4% or 167 million people are active on social media platforms. What’s striking is the level of engagement, with the average Indonesian spending an impressive 3 hours and 18 minutes per day on social media through various devices. These statistics underscore the nation’s substantial online presence and its robust social media culture, making it a key player in the digital landscape.

E-commerce in Indonesia

Indonesia’s e-commerce landscape is on a meteoric rise. According to predictions by experts, the Gross Merchandise Value (GMV) of the e-commerce industry in Indonesia is set to soar to $104 billion by 2025. This growth is fueled by a staggering 158.6 million e-commerce users, representing 57.9% of the total population, as per the Social Commerce Report 2022 by DSInnovate.

Social Commerce in Indonesia

With 60.4% of the population being active on social media platforms, this colossal user base has provided fertile ground for the emergence of social commerce, where buyers and sellers can interact freely and transact directly on social media platforms. This novel approach to shopping has attracted a massive following, with social commerce transactions contributing approximately $3 billion to Indonesia’s total of $8 billion GMV in 2020, as stated by Digitalpreneur Diatce G. Harahap , as stated by the Digitalpreneur Diatce G. Harahap on the Spire Insights article by technobusiness.id.

E-commerce vs Social Commerce

In line with a report titled “E-commerce in Southeast Asia 2023” released by Momentum, the cumulative sales value of TikTok Shop in 2022 did not achieve the top spot in Indonesia. According to this data, the GMV in Indonesia, encompassing six e-commerce platforms, reached USD 51.9 billion or IDR 803.7 trillion. The report disclosed that sales on TikTok Shop only contributed to 5 percent, which equates to approximately IDR 40.1 trillion in 2022.

TikTok Shop still trails behind Shopee, which maintains a dominant position in e-commerce revenue within Indonesia. Shopee managed to amass a total revenue of 36 percent or IDR 289.3 trillion from the sale of goods. Following closely are Tokopedia, Lazada, and Bukalapak.

Interestingly, sales on TikTok are on a steady upward trajectory despite not leading the pack. Shoplus, an analytics tool for TikTok, reported an upswing in supply and demand within the TikTok e-commerce sphere during the fourth quarter of 2022. In December 2022, the number of creators on TikTok Shop surged by 92 percent in comparison to October, and during the same timeframe, e-commerce-related videos registered an impressive increase of 127 percent.

It is worth noting that the proliferation of influencer-based e-commerce activities, as per the report, played a pivotal role in broadening TikTok Shop’s content and expanding its reach. Consequently, the proportion of e-commerce influencers in total sales revenue in Indonesia has seen a substantial surge. The count of TikTok Shop influencers reached its zenith in December 2022, which subsequently sparked fierce competition in Indonesia.

In the fourth quarter of 2022, sales generated by TikTok Shop influencers constituted 34 percent of the total sales in TikTok Shop Indonesia, making Indonesia the leader among other countries. Shoplus, in general, indicated that 8.4 percent of TikTok Shop influencers accounted for a significant 86.9 percent of the market share during the same period. In Indonesia, influencers in professional services, finance and investment, fashion, vlogs, and other niches rapidly garnered followers.

To provide context, according to CNBC Indonesia, the Gross Merchandise Value (GMV) on TikTok Shop in Indonesia over the past year tallied at US$ 2.5 billion. This figure formed the majority of the total GMV in Southeast Asia, which amounted to US$ 4.4 billion. This implies that TikTok has set its sights on transactions worth over US$ 5 billion (IDR 75 trillion) in Indonesia for 2023. This information stems from credible sources familiar with the matter. On a broader scale, the GMV of TikTok Shop for all of Southeast Asia is projected to exceed US$ 15 billion, marking a remarkable triple-fold increase from the previous year.

The emphasis on Indonesia is not without reason. Insider Intelligence’s research firm reported that by Q1 2023, active TikTok users in Southeast Asia had reached a staggering 135 million, with Indonesia contributing a significant chunk, boasting 113 million users. The potential of TikTok Shop has not escaped the attention of established e-commerce giants like Shopee, Tokopedia, and Lazada, despite TikTok Shop’s relatively recent introduction to Southeast Asia in 2021.

According to a survey by Cube Asia, users’ spending habits have shifted away from platforms like Shopee and Lazada in favor of TikTok Shop. User spending on Shopee, Lazada, and offline stores in Indonesia, Thailand, and the Philippines witnessed declines of 51 percent, 45 percent, and 38 percent, respectively. Nevertheless, it’s crucial to note that Shopee still maintains a significantly higher GMV than TikTok Shop, with Shopee’s Southeast Asia GMV reaching US$ 73.5 billion in 2022, while Lazada achieved a GMV of US$ 21 billion.

The Rise of TikTok Shop

Source: Populix

Among the array of social commerce platforms in Indonesia, TikTok Shop stands out as a frontrunner. Alongside Facebook Shops and Instagram Shopping, TikTok Shop offers a unique blend of social media engagement and direct shopping. A Populix survey conducted in 2022 revealed that TikTok Shop is the preferred platform for the majority of Indonesian respondents who have shopped via social media. This thriving marketplace caters to a diverse range of products, with clothing, beauty products, food and beverages, and cellphones and accessories topping the list of items frequently purchased.

Challenges for TikTok Shop in Indonesia

Despite its rapid growth, TikTok Shop faces formidable challenges in its quest for sustained success. According to experts at Cube Asia, TikTok must operate flawlessly to achieve its GMV target of US$ 15 billion in Southeast Asia. Recent challenges include regulatory scrutiny, such as the Vietnamese government’s investigation into TikTok for disseminating negative content, and the Indonesian Ministry of Communication and Information blocking content related to “online begging.”

Jianggang Li, CEO of Momentum Works research firm, underscores that regulatory challenges aren’t confined to TikTok in the United States and Europe. TikTok must convince governments in Southeast Asia that its service benefits the local population and SMEs.

Additionally, TikTok Shop faces challenges related to product pricing and limited logistics. Products on TikTok tend to be lower-cost, leading to impulsive purchases. For pricier items like electronic devices, TikTok has yet to gain preference. Moreover, TikTok Shop relies on third-party courier services, and Indonesia’s archipelagic nature often poses logistical challenges, particularly for deliveries to remote islands.

Roshan Raj, Head of Research at Redseer, notes that customers outside Java may feel underserved by TikTok Shop, as established e-commerce platforms possess stronger internal logistics capabilities. Consequently, TikTok’s delivery ratings still trail behind those of established players.

Looming Competition

These challenges present opportunities for established players like Shopee, Tokopedia, and Lazada to solidify their positions. The Financial Times reports that Lazada, led by Jiang Fan, has secured additional funds from Alibaba to bolster its competitive strategy. Shopee, on the other hand, is anticipated to intensify competition after two consecutive profitable quarters. The e-commerce landscape in Southeast Asia, particularly in Indonesia, is set to witness intriguing developments in the coming year.

An In-Depth Look at the Ban Regulation

In an unexpected turn of events on September 25, 2023, the Indonesian government unveiled a significant policy shift by implementing a comprehensive ban on e-commerce transactions conducted through social media platforms, as outlined in Regulation of the Minister of Trade (Permendag) No. 31 of 2023. Trade Minister Zulkifli Hasan, in a statement to the press, highlighted that the primary objectives of this regulation are to foster “fair and just” business competition while also safeguarding the data protection rights of users. This multifaceted approach aims to address a variety of pressing issues affecting Indonesia’s business landscape.

Impact on Local Business

One prominent concern that led to this ban was the adverse impact of social media-based e-commerce on the local small and medium-sized enterprises (SMEs). The rapid influx of imported goods, particularly from China, through platforms like TikTok Shop disrupted the equilibrium of the market. Traders in Tanah Abang, Southeast Asia’s largest wholesale center, voiced their grievances, reporting a staggering profit loss of over 50 percent due to their inability to compete with imported products offered at significantly lower prices on TikTok Shop.

In a recent interview with Temmy Satya Permana at tvOneNews, Assistant Deputy of Financing and Investment for Small and Medium Enterprises (SMEs) at the Ministry of Cooperatives and SMEs in Indonesia, it was revealed that Indonesia ranks as the world’s second-largest TikTok user base, with users spending an average of 3.5 hours per day on the platform. TikTok had already become a widespread habit among Indonesians even before it received official permission in May 2023. Surprisingly, he added that within just one year, TikTok’s revenue matched that of Alibaba’s 10-year earnings in China. However, concerns about pricing have emerged, as some items, such as shoes and hijabs, were sold at extremely low prices, with a majority being imports. The World Economic Forum reported that Indonesia is the largest buyer of hijabs globally, with 75% of these products being imported.

Impact on Offline Business

Moreover, the “live” feature on TikTok, enabling individuals to directly sell goods, was deemed detrimental to local MSMEs that predominantly operate offline. Iyal Suryadi, a textile seller, expressed frustration over the situation, highlighting that the prices of items sold on TikTok Shop “do not make sense.” This is because goods are sold directly to consumers at factory prices, bypassing distributors or resellers, disrupting the traditional business model.

Misuse of Personal Data

Another factor that drove the Indonesian government’s decision to prohibit e-commerce transactions via social media channels, including TikTok Shop, was the need to prevent the misuse of personal data. Trade Minister Zulkifli Hasan (often referred to as Zulhas) shed light on the necessity of this move, emphasizing the clear distinction between social media and social commerce. He asserted that social commerce should serve as a platform for promoting and directly selling goods and services, separate from the broader realm of social media.

The amalgamation of social media and social commerce raised concerns about a potential monopoly over algorithms, which could be exploited to misuse consumer personal data for business purposes. Minister Zulhas underlined the importance of segregating these realms to prevent such misuse. By implementing the ban, the Indonesian government sought to maintain a clear boundary between the two and safeguard the integrity of consumer data.

No PMSE Permit

Furthermore, another significant reason for TikTok Shop’s closure was the absence of a necessary Trading Through Electronic Systems (PMSE) license. TikTok, despite being a widely used social media platform in Indonesia, was registered as an Electronic System Provider (PSE) with the Ministry of Communication and Information Technology (Kominfo). However, it lacked the requisite PMSE license, a critical permit for conducting e-commerce transactions through electronic devices or procedures.

The distinction between PSE and PMSE licenses is essential. PSE licenses encompass the use of electronic systems for both public and non-public services by state administrators, individuals, businesses, and the general public. In contrast, PMSE licenses are specifically tailored for online trading activities carried out through electronic means, essentially enabling companies to engage in e-commerce.

Tragically, TikTok Shop’s absence of a PMSE license rendered it incapable of facilitating direct buying and selling transactions on the TikTok platform. In light of these regulatory and compliance issues, the Indonesian government’s decision to ban TikTok Shop aligns with its commitment to upholding legal and data protection standards while fostering a fair and competitive business environment within the country.

Impact on Merchants and Affiliates

Unsurprisingly, this ban has sparked mixed reactions among stakeholders. TikTok Indonesia expressed its commitment to adhering to the new regulations while highlighting concerns for the millions of local sellers and creator affiliates who rely on TikTok Shop for their livelihoods. The platform reportedly said that it has received complaints from local sellers and has sought clarification from authorities regarding the ban’s implementation.

Proponents of the TikTok Shop ban argue that it levels the playing field for traditional merchants and curtails the onslaught of online businesses that undercut prices. Market Promotion Manager Herry Supriatna from Tanah Abang Market welcomed the ban, foreseeing healthier price competition and the potential for increased turnover for traditional traders.

Similarly, textile seller Iyal Suryadi and seller Mr. Raden from Tanah Abang Market have welcomed the move, emphasizing the adverse impact of cheap online prices on their businesses. They propose restrictions on the sale of items through social media rather than an outright ban to accommodate those who have adopted TikTok Shop as a selling channel.

Conversely, some argue that TikTok Shop has been a lifeline for businesses, especially during the challenges posed by the COVID-19 pandemic. Sellers like Fahmi Ridho believe that online platforms offer a way for stores to recover and adapt in a changing landscape.

Andre Oktavianus, a children’s clothing business owner, credits TikTok Shop for a dramatic increase in income and nationwide reach. He highlights how the platform’s social media features enable improved product quality and consumer engagement.

Content creator Wenny Wijaya echoes this sentiment, stating that TikTok Shop has provided her with an opportunity to increase her income, transcending her role as a housewife.

Public Dilemma on the TikTok Shop Ban

During a recent interview with Raymond Chin at tvOneNews, a business consultant, several critical points regarding the state of TikTok Shop and its impact on the Indonesian market were discussed. Chin highlighted the remarkable strength of China’s manufacturing capabilities and supply chains, which have allowed products imported from China to flood the Indonesian market at exceptionally low prices. This phenomenon has raised concerns of predatory pricing, as local businesses in Indonesia struggle to compete with the cost-effective manufacturing power of China.

Despite TikTok Shop achieving a Gross Merchandise Value (GMV) of 2.5 billion dollars last year, it still lags far behind other e-commerce giants with GMVs of around 50 billion dollars. However, Chin predicts a significant upswing in TikTok Shop’s performance, potentially growing four to five times its current value in the coming year.

The dilemma lies in balancing the desire for consumers to access affordable and high-quality products with the need to create a fair competitive landscape for local Small and Medium-sized Enterprises (SMEs). Chin emphasized the pivotal role that SMEs play as the backbone of the Indonesian economy and suggested that policies and regulations should be put in place to support their growth and competitiveness.

On a more positive note, Chin acknowledged the positive impacts of TikTok Shop, which has emerged as a new marketing platform. This development has led to the rise of content creators and local sellers, with some indigenous brands achieving remarkable success, with up to 80-90% of their sales coming from TikTok.

In conclusion, Chin believes that social commerce, exemplified by TikTok Shop, represents an innovative frontier in the market. Rather than advocating for its closure, he suggests that the platform should be subject to proper regulation to ensure fair competition and equal opportunities for all players in the market.

In conclusion

The ban on e-commerce transactions through social media platforms, particularly affecting TikTok Shop, represents a significant regulatory shift in Indonesia. As the first Southeast Asian country to implement such a ban, Indonesia’s decision has sparked debates and discussions among stakeholders. While the ban aims to protect traditional businesses and curb predatory pricing, it also disrupts the livelihoods of millions of sellers and creator affiliates who rely on TikTok Shop.

The long-term impact of this ban remains uncertain. Some argue that it will drive businesses back to established e-commerce platforms like Shopee, Lazada, and Tokopedia, which offer more trusted options for online purchases. Meanwhile, others contend that the ban may stifle innovation and economic growth by limiting opportunities for small entrepreneurs and content creators.

In this ever-evolving landscape, Indonesia’s approach to regulating social commerce will continue to shape the future of e-commerce in the country and serve as a case study for other nations grappling with similar challenges.

How Orderfaz can help enable Social Commerce on TikTok

As TikTok continues to evolve as a platform for social commerce, with features like FYP, Live Stream, and TikTok Ads, Orderfaz emerges as a compelling solution for Tiktok Shop Merchants. Our platform offers a range of features designed to empower users and enhance their success in the realm of social commerce:

  1. Checkout Link; Every product listed by our users is equipped with a unique checkout link. This checkout link can be seamlessly integrated into livestreams or advertisements, enabling customers to complete their purchases with a single click. This technology streamlines the shopping experience, as buyers only need to fill out their information the first time they use an Orderfaz link.
  2. WhatsApp Keyboard; For sellers who prefer to finalize transactions through WhatsApp, our platform provides a smart keyboard compatible with both Android and iOS devices. This keyboard simplifies the customer service process, offering features such as AutoText, Send Checkout Link, Send Invoice, Send Shipping Rates, and Order List.
  3. Landing Page Builder; To captivate potential buyers and provide them with comprehensive information about products, Orderfaz offers a versatile landing page builder. Sellers can create customized landing pages to showcase their products, explain their unique features, usage instructions, and the positive impact their products can have on customers.
  4. Storefront; Our Storefront feature empowers users to establish their own online shops effortlessly, without the need for coding skills. Sellers can share their storefront links on their social media profiles, allowing potential customers to explore their offerings. Additionally, these links can be conveniently shared via messaging apps like WhatsApp, serving as a convenient “Catalog” for potential buyers.

With these powerful features, Orderfaz is poised to transform the social commerce landscape on TikTok, enabling sellers to provide a seamless shopping experience, streamline customer interactions, and effectively showcase their products to a wider audience. Embrace Orderfaz to thrive in the dynamic world of social commerce on TikTok.

Disclosure: This writing was entirely composed by Reynaldi Gandawidjaja with minor formatting edits. The content does not necessarily reflect the views of the DailySocial.id editorial team.

Riset Cisometric tetapkan Biznet Gio Penyedia Bare Metal Teraman 2023

Riset yang dilakukan perusahaan keamanan siber, Cisometric yang menganalisis praktik keamanan dari penyedia layanan bare metal di Indonesia menunjukan bahwa layanan bare metal dari Biznet Gio, NEO Metal sebagai bare metal paling aman dibandingkan dengan layanan sejenis lainnya.

Biznet Gio diklaim unggul dalam segala aspek keamanan sebagai pemasok bare metal lokal dan bersaing dengan pemasok bare metal global di sebagian besar kategori aspek keamanan. Hal ini menunjukkan kemampuan Biznet Gio dalam menghadirkan layanan bare metal yang kuat dan aman dengan penerapan penuh standar keamanan internasional.

Berbeda dengan layanan cloud computing konvensional yang menyediakan layanan server virtual, layanan bare metal merupakan layanan server fisik siap pakai dimana pelanggan memiliki kendali penuh atas sumber daya komputasi, misalnya seperti CPU, RAM dan penyimpanan khusus seluruh server fisik.

Selain memberikan kebebasan kepada pelanggan untuk menentukan atau mengonfigurasi lapisan keamanan di server, penyedia layanan bare metal harus memastikan bahwa server yang disediakan aman secara default. Keandalan keamanan yang tinggi di sisi infrastruktur tentunya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem bisnis pelanggan yang ditempatkan pada mesin bare metal.

Berikut aspek keamanan yang menjadikan NEO Metal Biznet Gio terpilih sebagai layanan bare metal paling aman di antara penyedia layanan serupa lainnya, yaitu:

Segregasi Jaringan Antar Pelanggan

Biznet Gio memiliki subnet IP public dan IP private. Demikian pula, subnet IP private dipisahkan dan diisolasi antar klien sehingga mereka dapat mengakses jaringan internal dengan aman. Pemisahan dan isolasi jaringan menjadi lapisan perlindungan yang penting karena jaringan internal tidak bersifat publik.

Keamanan Platform Manajemen dengan Isolasi jaringan

Biznet Gio telah menerapkan isolasi jaringan pada Intelligent Platform Management Interface (IPMI) pada jaringan host (server). Metode ini akan melindungi dari serangan brute force, akses tidak sah, serta kemungkinan eksploitasi jika jaringan dan server IPMI tidak diisolasi satu sama lain. Temuan Cisometric menunjukkan bahwa beberapa penyedia layanan memiliki kerentanan dalam akses jaringan IPMI di tingkat server.

Standar dan sertifikasi keselamatan

Biznet Gio telah mendapatkan sertifikasi PCI DSS Level 1, yaitu level PCI DSS tertinggi yang mencakup operasional cloud lebih dari sekadar pengaturan pusat data. Sementara itu, beberapa penyedia layanan bare metal bersertifikasi PCI DSS masih terbatas pada instalasi pusat data.

Potensi kerentanan pada sistem operasi default

Hasil identifikasi cisometric menunjukkan terdapat kerentanan pada beberapa penyedia layanan bare metal, yang mana sistem operasi bawaannya mempunyai kerentanan keamanan yang cukup tinggi pada sisi kernel sistem operasi. Sedangkan Biznet Gio dinyatakan tidak memiliki kerentanan keamanan berkat hasil pemindaian otentikasi sistem operasi default (Base Image Scanning).

Metode Akse ke Mesin Bare Metal

Dari segi aksesibilitas, Biznet Gio dinilai telah menerapkan metode akses yang sangat aman pada mesin bare metal dibandingkan vendor lain yang hanya menyediakan akses dashboard standar melalui SSH. Selain metode SSH, Biznet Gio juga menawarkan akses dashboard melalui VPN menggunakan OpenVPN dengan satu konfigurasi.

Kebijakan Keamanan Portal Layanan Pelanggan yang Ketat

Dalam hal akses portal, Biznet Gio juga memiliki batas waktu akses portal selama 15 menit yang tidak berlaku pada penyedia layanan bare metal lainnya. Ketika sesi berakhir, portal Biznet Gio akan secara otomatis minta login ulang dalam jangka waktu tertentu.

Informasi transparan tentang status, pemeliharaan, dan insiden

Komunikasi yang kuat antara Biznet Gio dan pelanggan melalui berbagai saluran, termasuk halaman status, pemberitahuan pemeliharaan, laporan masalah terperinci, dan dukungan pelanggan yang cepat.

Dondy Bappedyanto, CEO Biznet Gio menegaskan: “Kami bangga Biznet Gio dapat menjadi pelopor dalam menghadirkan layanan bare metal dengan teknologi komputasi terdepan serta fokus pada aspek keamanan yang juga diterapkan pada setiap layanan infrastruktur yang kami tawarkan,.” “Komitmen kami adalah untuk mendukung penyediaan infrastruktur yang terspesialisasi, aman, dan berskala tinggi di Indonesia, yang mampu melayani berbagai sektor penting seperti keuangan, layanan kesehatan, dan pemerintahan tanpa harus menunggu lama.”

Untuk menunjang aspek keamanan, Biznet Gio memiliki landasan yang cukup kuat untuk mendukung aspek keamanan yang telah disebutkan sebelumnya. Misalnya saja dalam hal pusat data, Biznet Gio memiliki dan mengoperasikan pusat datanya sendiri di bawah payung Biznet Data Centers. Hal ini tentunya akan membuat mitigasi menjadi lebih mudah dan cepat jika terjadi gangguan. Selain itu, skalabilitas dan waktu penyediaan server bare metal di Biznet Gio sangat cepat, hanya 5 menit.

Riset cisometrik dapat menjadi tolok ukur bagi industri Indonesia yang seringkali membutuhkan infrastruktur TI cepat yang tidak hanya memberikan kualitas, kinerja, dan harga terbaik tetapi juga menjamin keamanan. Layanan NEO Metal Biznet Gio memberikan kombinasi terbaik antara layanan dedicated server dengan prosesor generasi terbaru, kecepatan pengiriman, performa komputasi yang andal, harga terjangkau dan standar, serta standar keamanan yang tinggi.

Membahas Aturan Main Fintech Lending

Beberapa waktu terakhir, industri fintech lending di Indonesia kembali menjadi sorotan. Gara-garanya kasus gagal bayar yang viral di media sosial, menyeret nama salah satu platform terdaftar di OJK yakni AdaKami (PT Pembiayaan Digital Indonesia). Baik AdaKami, OJK, maupun AFPI sebagai asosiasi yang menaungi bisnis fintech lending di Indonesia sudah memberikan keterangan, yang intinya masing-masing tengah mendalami kasus ini.

Di tengah popularitasnya, industri fintech lending memang dihadapkan pada sejumlah isu menahun. Mulai dari eksistensi platform ilegal [yang terus-menerus diberantas, namun juga tetap berdatangan], pelanggaran SOP proses bisnis yang tertera dalam aturan [penagihan dengan intimidasi dll], hingga yang paling miris yakni soal literasi finansial rendah para konsumennya.

Menurut rilis terbaru OJK, per 9 Maret 2023 ada 102 pemain fintech lending berizin. Secara akumulasi, per Juli 2023 para pemain telah menyalurkan Rp657.854,73 miliar pinjaman melalui lebih dari 435 juta transaksi pendanaan, baik yang bersifat konsumtif maupun produktif. Adapun saat ini ada lebih dari 117 juta rekening pinjaman terdaftar.

Latar belakang munculnya fintech lending karena adanya funding gap di tengah masyarakat. Menurut data IMF, secara total ada kebutuhan kredit senilai Rp1.600 triliun setiap tahunnya. Sementara lembaga keuangan konvensional (bank/multifinance) baru bisa melayani sekitar Rp600 triliun saja.

Isu yang ramai di media sosial

Dari yang ramai diperbincangkan di media sosial, ada tiga kasus utama yang disoroti: dugaan korban bunuh diri akibat gagal bayar, teror penagihan, dan tingginya bunga/biaya pinjaman. Kendati AdaKami mengelak pihaknya melakukan hal tersebut, namun netizen yang menyebarkan informasi ini turut menyertakan bukti-bukti berupa tangkapan layar aplikasi dan beberapa rekaman proses penagihan yang kurang beradab.

Terkait kasus bunuh diri, sebenarnya ini bukan baru kali ini terjadi. Beberapa kasus bunuh diri yang dilatarbelakangi gagal bayar pinjaman online sudah mulai diberitakan sejak beberapa tahun lalu. Misalnya pada Februari 2019, ada sopir taksi berinisial Z (35 tahun) ditemukan tewas di kamar indekos. Dari sepucuk surat yang ditemukan polisi, korban meminta ke OJK atau pihak berwajib untuk memberantas pinjol yang menurutnya seperti ‘jebakan setan’.

Kasus serupa juga terjadi di tahun-tahun berikutnya. Lebih dari 10 kasus bunuh diri yang sama diberitakan media selama 3 tahun terakhir.

Motif bunuh diri karena para korban merasa tertekan dan dipermalukan atas proses penagihan yang dilakukan secara intimidatif — tidak hanya pada dirinya, tapi ke orang-orang di sekitarnya. Mengingat banyak aplikasi [khususnya yang ilegal] turut meminta akses  ke kontak ponsel pelaku.

Padahal OJK maupun AFPI sudah memiliki aturan yang sangat rinci terkait skema penagihan ini, baik saat dilakukan secara in-house ataupun lewat pihak ketiga. Tidak dimungkiri karena keterbatasan area operasional, banyak pemain fintech lending menyewa jasa pihak ketiga untuk proses collection, untuk melakukan penagihan via ponsel maupun mediasi secara langsung kepada para nasabahnya.

Skema penagihan yang ditentukan

Dalam Peraturan OJK No. 10 tahun 2022, tertera bawhwa penyelenggara pinjol hanya boleh menagih dalam waktu 90 hari dan selebihnya hangus. Mekanismenya lalu didetailkan dalam ketentuan AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia).

Terkait tata cara penagihan yang diatur AFPI poinnya sebagai berikut:

  1. Perusahaan wajib memiliki dan menyampaikan prosedur penagihan apabila terjadi gagal bayar.
  2. Langkah-langkah yang dianjurkan: pemberian peringatan, penjadwalan restrukturisasi, korespondensi jarak jauh via telepon/email/lainnya, kunjungan/komunikasi dengan tim penagihan, dan penghapusan pinjaman.
  3. Karyawan internal penagihan dari perusahaan fintech lending diwajibkan mendapatkan sertifikasi Agen Penagihan dari AFPI/OJK.
  4. Perusahaan fintech wajib menginformasikan kepada penerima pinjaman secara detail mengenai risiko jika tidak melakukan pelunasan.
  5. Dilarang melakukan penagihan dengan intimidasi, kekerasan fisik dan mental ataupun cara-cara yang menyinggung SARA atau merendahkan harkat, martabat serta harga diri penerima pinjaman — entah itu di secara langsung maupun lewat dunia maya baik terhadap diri peminjam, harta benda, kerabat, rekan dan keluarganya.

Pun jika penagihan dipasrahkan kepada pihak ketiga, AFPI juga sudah memiliki ketentuan khusus, sebagai berikut:

  1. Pihak ketiga harus terdaftar di AFPI dan memiliki sertifikat untuk melakukan penagihan pinjaman online.
  2. Seluruh karyawan penagihan dari perusahaan jasa pelaksanaan penagihan diwajibkan memperoleh sertifikasi Agen Penagihan.
  3. Perusahaan fintech pendanaan menggunakan pihak ketiga untuk tagihan yang telah melewati batas keterlambatan yaitu lebih dari 90 hari dihitung dari tanggal jatuh tempo pinjaman.
  4. Selain menggunakan pihak ketiga untuk menagih pinjaman lebih dari 90 hari, perusahaan fintech lending juga bisa melakukan beberapa hal ini, yaitu:
    • Menunjuk kuasa hukum dan mengajukan upaya hukum yang tersedia atas nama pendana kepada penerima pinjaman tentunya harus sesuai dengan UU yang berlaku.
    • Untuk pemberian pinjaman kepada peminjam dengan skema kerja sama (misalnya kerja sama supply chain atau distributor financing), penagihan bisa dilakukan oleh business partner
  5. Perusahaan fintech lending dilarang menggunakan pihak ketiga perusahaan jasa penagihan yang masuk ke dalam daftar hitam OJK/AFPI.

Ketentuan terkait bunga

Kasus yang disoroti juga terkait biaya layanan yang sangat besar, mendekati 100% dari nilai pinjaman. Sebenarnya praktik ini ilegal, faktanya OJK mengatakan bahwa batas tingkat bunga termasuk biaya lainnya untuk fintech lending yang ditetapkan oleh AFPI yaitu sebesar maksimal 0,4 persen per hari dan lebih ditujukan untuk pinjaman jangka pendek. Angka ini turun, beleid sebelumnya mengisyaratkan bunga maksimal 0,8 persen per hari.

Sebelumnya bunga fintech lending memang bisa dibilang relatif tinggi jika dibandingkan dengan produk kredit perbankan. Menurut AFPI ada beberapa faktor, pertama karena fintech lending memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi akan kredit macet dari nasabah. Kedua, terkait berbagai kemudahan yang ditawarkan lewat digitalisasi dari proses onboarding sampai pencairan dana. Dan ketiga, tenor pinjaman online ini relatif pendek.

Kabar dijalankan oleh entitas luar

Isu lain yang turut viral dibahas adalah keterlibatan entitas luar terhadap bisnis pinjaman online di luar, lantaran dalam perjanjian menyebutkan ada perusahaan nonlokal yang menjadi pihak pemberi dana. Secara aturan dalam POJK, untuk mendapatkan izin dari otoritas fintech lending harus berupa entitas dan kepemilikan lokal, sehingga harus berbadan hukum (PT) di Indonesia. Dan saat ini 100% entitas yang terdaftar di OJK memiliki PT terdaftar.

Terkait keterlibatan entitas luar ini, DailySocial.id mencoba menelusurinya, bertanya langsung dengan pihak yang terkait. Narasumber kami, mantan CEO dari perusahaan fintech lending berlisensi OJK bercerita. Kebanyakan penyaluran pinjaman fintech lending memang berasal dari super lender di luar negeri — untuk yang konsumtif paling banyak dari Tiongkok atau Hong Kong yang berbadan hukum di Singapura.

Namun praktik ini dinilai memang umum dilakukan dan tidak melanggar aturan. Dalam debutnya, salah satu KPI perusahaan fintech lending adalah menyalurkan dana pinjaman sebanyak-banyaknya. Untuk mencapai hal tersebut maka memerlukan talangan dana yang besar. Jika hanya mengandalkan pendana ritel, nilainya akan sangat kurang. Untuk itu para perusahaan melakukan penggalangan pinjaman (debt/loan channeling) ke super lender institusi.

Narasumber kami juga menjelaskan, biasanya skema kerjanya adalah super lender tersebut akan membuat entitas di lokal atau di Singapura, bertujuan untuk bisa memantau langsung proses bisnis dari perusahaan fintech yang dibantunya. Terkait penyaluran dana, super lender terlebih dulu mentransfer ke perusahaan fintech, lalu fintech tersebut yang meneruskan ke konsumen akhir. Jika dalam perjanjian pinjaman, biasanya super lender dilibatkan menjadi pihak kedua sebagai pemilik dana.

Sebagai informasi, di perjanjian peminjaman dana, ada tiga pihak yang dilibatkan: peminjam/konsumen, pemberi dana, dan platform/penyalur.

Di sisi lain, memang tidak sedikit perusahaan fintech lending lokal yang menjadi perpanjangan tangan (ekspansi) dari perusahaan dari luar.

Seperti dikutip dari Katadata, Peneliti Ekonomi Digital Ignatius Untung Surapati mengatakan bahwa dirinya tidak yakin bahwa fintech itu 90% lokal. Ia mencontohkan platform seperti OVO, Gopay, ShopeePay, dan lainnya yang menjadi penguasa pasar sebagian besar dananya dari para investor yang berasal dari India, Tiongkok, dan negara lainnya.

Sumber kami juga tidak mengelak tentang kondisi ini. Karena memang banyak fintech lending lokal yang bisnis (utamanya) turut dioperasikan dari luar negeri.

Kami pun mencoba melakukan penelusuran, salah satunya dengan mengidentifikasi perusahaan operator di balik aplikasi fintech lending yang beredar di Indonesia. Caranya dengan mengidentifikasi perusahaan yang mengiklankan aplikasi tertentu melalui AdSense. Ditemukan tidak sedikit entitas luar — kendati banyak juga yang dioperasikan PT dari Indonesia — yang berupaya memasarkan layanan tersebut.

Literasi finansial masyarakat

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen dan inklusi keuangan sebesar 85,10 persen. Nilai ini meningkat dibanding hasil SNLIK 2019 yaitu indeks literasi keuangan 38,03 persen dan inklusi keuangan 76,19 persen.

Proposisi tersebut artinya menunjukkan akses ke layanan keuangan saat ini lebih mudah, dibanding kompetensi terkait produk keuangan itu sendiri.

Literasi keuangan adalah pengetahuan seseorang terhadap produk-produk finansial. Sementara inklusi keuangan merujuk pada kondisi kepemilikan akun bank atau lembaga keuangan lainnya oleh kalangan penduduk usia produktif.

Sebagai gambaran, dari statistik OJK, paling banyak pemilik akun pinjaman online ada di rentang usia 19-34 tahun dengan pembagian yang berimbang antara laki-laki dan perempuan. Sementara penyalurannya 81% masih di area Jawa. Atas dasar ini, aturan baru POJK mulai mendorong para pemain untuk memberikan porsi lebih kepada peminjam di luar Jawa. Ini menjadi misi yang mulia, kendati PR untuk edukasi pengguna juga relatif akan lebih menantang.

Regulasi finetch lending memang sudah selayaknya dibuat sangat ketat dan disiplin. Termasuk upaya pemberantasan pemain ilegal dan sanksi terhadap pelanggaran. Toh sedari dulu sektor keuangan memang high-regulated. Namun yang tak kalah penting adalah upaya edukasi ke masyarakat terkait produk keuangan dan risiko secara mendalam. Karena pada akhirnya, kasus viral tersebut tidak akan terjadi jika dari awal masyarakat terkait sudah memahami betul ketentuan produk pinjaman yang dilanggan tersebut.

Dalam POJK, sebenarnya juga sudah diatur kewajiban pemain industri melakukan edukasi kepada masyarakat. Di beleid lama tertera di pasal 33 POJK 77/2016, berbunyi penyelenggara mendukung pelaksanaan kegiatan dalam rangka meningkatkan literasi dan inklusi keuangan.

Bentuk dukungan tersebut dituangkan dalam bentuk sosialisasi dan edukasi. Bagi penyelenggara yang sudah terdaftar wajib 12 kali sosialisasi di 12 kota dan provinsi berbeda dengan proporsi 6 di Pulau Jawa dan 6 di luar Pulau Jawa. Sedangkan Penyelenggara berizin rutin 3 kali dalam satu tahun dengan proporsi 1 kali di Pulau Jawa dan 2 kali di luar Pulau Jawa.

Pada intinya, seluruh stakeholder yang terlibat dalam industri fintech lending harus saling mendukung. Pemerintah mengawasi ekosistem industri; industri memberi memberikan layanan dan edukasi yang baik ke masyarakat; masyarakat juga harus cermat dalam menjadi nasabah dan berperan aktif membantu regulator untuk mengawasi.

Lanskap Teknologi Kesehatan Indonesia Tahun 2023

Kesehatan merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Namun, Indonesia adalah salah satu negara dengan akses dan infrastruktur kesehatan yang kurang memadai (atau pemerataannya masih jauh dari ideal). Setuju atau tidak, pandemi selama lebih dari tiga tahun terakhir, membuka mata banyak pihak untuk memperbaiki industri kesehatan di tanah air.

Dalam ringkasan laporan yang disusun DS/X Ventures, nilai industri healthcare di Indonesia diproyeksi mencapai $68 miliar di 2030, berpotensi untuk memberikan dampak signifikan dengan melibatkan adopsi teknologi. Untuk lebih lengkapnya, DailySocial.id merangkum beberapa poin menarik terkait lanskap kesehatan Indonesia.

Transformasi kesehatan Indonesia

Terlepas potensinya, healthtech Indonesia terhalang sejumlah hambatan yang menghalangi pengembangan inovasi di bidang kesehatan. Menurut Chief Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes Setiaji, sulit untuk mendisrupsi industri ini karena, salah satunya, tidak ada keterhubungan data antar-fasilitas kesehatan.

Ada 400 aplikasi di bidang kesehatan, 70 aplikasi puskesmas, dan 50 aplikasi RS yang memiliki sistem sendiri-sendiri.

Masalah klasik lainnya adalah sulitnya masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan karena keterbatasan biaya dan lokasi fasilitas kesehatan. Kemenkes mencatat rasio dokter hanya berkisar 0,38 per 1.000 populasi, sedangkan rasio tempat tidur di RS adalah 1,2 per 1.000 populasi pada 2020. Adapun, rata-rata biaya kesehatan per kapita Indonesia di 2022 turun 6,39% menjadi Rp32,1 ribu dari tahun sebelumnya sebesar Rp34,3 ribu.

Padahal, inovasi di bidang kesehatan dapat membantu proses bisnis di sektor kesehatan dan membuka akses lebih luas terhadap masyarakat. Adopsinya juga dapat didorong melalui kolaborasi antara faskes tradisional, seperti klinik, RS, dan farmasi dengan penyedia solusi digital untuk saling memperkuat pengetahuan, infrastruktur, dan ekspertis dalam menjangkau pengguna yang lebih besar.

Beberapa inovasi kesehatan antara lain:

  1. Data kesehatan dan analitik
    Data-data yang dikumpulkan dapat dianalisis untuk menghasilkan insight bernilai bagi pemangku kepentingan di industri kesehatan. Misalnya, pengembangan obat yang dapat dipersonalisasi, pencegahan penyakit, dan pengelolaan kesehatan masyarakat.
  2. Aksesibilitas dan keterjangkauan
    Infrastruktur kesehatan yang kurang memadai di negara berkembang, termasuk Indonesia, menyulitkan masyarakat di daerah untuk melakukan pengobatan. Belum lagi, biaya berobat di Indonesia, terutama di RS, masih terbilang tinggi. Digitalisasi rantai klinik yang dikembangkan Klinik Pintar menjadi salah satu upaya untuk mempermudah akses kesehatan bagi segmen akar rumput.
  3. Pengelolaan data pasien
    Industri kesehatan adalah salah satu industri yang sulit untuk didisrupsi karena proses bisnisnya sebagian besar masih manual. Rekam medis dan administrasi kebanyakan ditulis di kertas. Nature bisnis kesehatan yang sangat teregulasi juga menyulitkan platform healthtech untuk mengembangkan inovasi, misalnya digitalisasi rekam medis.

Kabar baiknya, tahun lalu Kemenkes telah menerbitkan regulasi tentang penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik (RME) pada fasyankes; tertuang dalam PMK No. 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis yang merupakan perubahan dan pemutakhiran dari peraturan sebelumnya PMK No. 269 Tahun 2008.

Menurut Setiaji, aturan baru ini akan memberikan dukungan signifikan terhadap tercapainya keterhubungan data yang selama ini menjadi isu utama pelaku healthtech. Otomatis, regulasi ini dinilai akan memudahkan pelaku healthtech untuk mengembangkan inovasi.

Peta Jalan Transformasi Digital Kesehatan / Sumber: Kemenkes

Upaya pemerintah untuk mentransformasi digital industri kesehatan juga akan menjadi langkah penting untuk memberikan dampak signifikan terhadap perbaikan industri kesehatan di Indonesia. Ada tiga agenda utama yang menjadi prioritas Kemenkes, yaitu integrasi dan pengembangan pada sistem data, aplikasi pelayanan, dan ekosistem di bidang teknologi kesehatan (healthtech).

Healthtech di Indonesia

Adopsi layanan healthtech Indonesia naik signifikan saat pandemi Covid-19. Telemedis adalah layanan healthtech yang paling banyak digunakan, memungkinkan masyarakat untuk berkonsultasi online dengan tenaga kesehatan melalui aplikasi. Platform Halodoc dan Alodokter adalah contoh aplikasi telemedis terpopuler.

Sumber: Statista / Diolah kembali DS/X Ventures

Namun, perkembangan healthtech Indonesia tak terbatas pada adopsi layanan telemedis saja. Pelaku startup mengembangkan inovasi untuk layanan pencegahan penyakit, digitalisasi klinik dan rumah sakit, hingga kesehatan mental. Beberapa di antaranya ada Fita, Klinik Pintar, dan Riliv.

Ekosistem healthtech di Indonesia / Sumber: DS/X Ventures

Selama tiga tahun terakhir, healthtech Indonesia juga diguyur investasi yang menandakan sektor ini memiliki potensi untuk berkembang. Halodoc, sejauh ini, telah mengumpulkan pendanaan hingga $180 juta dari Gojek, Astra, Telkomsel, Singtel, hingga Temasek. Sementara, Alodokter mendapat dukungan investasi dengan total $51,5 juta, salah satunya dari SoftBank.

Data yang dihimpun oleh DS/X Ventures mencatat bahwa selama sepuluh tahun terakhir, sektor healthtech di tanah air telah mendapat total pendanaan dari investor sebesar $231,7 juta, kebanyakan dikucurkan untuk startup tahap awal dan seri A.

Eksplorasi genomik

Genomik menjadi salah satu studi yang tengah disorot dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia. Meski masih terbilang tahap awal, studi tentang keseluruhan gen sebuah organisme (genom) telah banyak dilakukan karena potensinya sangat besar terhadap aspek kehidupan masyarakat di masa depan.

Berdasarkan laporan yang diterbitkan East Ventures di 2023, genomik memiliki sejumlah manfaat yang dapat diaplikasikan ke area yang lebih luas, termasuk:

  1. Pengembangan obat
    Pemanfaatan genomik dapat mendorong penelitian terhadap obat-obatan yang lebih efektif dan akurat bagi individu.
  2. Pengobatan prediktif
    Dengan mengidentifikasi penanda genetik terkait risiko penyakit, diagnosis berbasis genomik dapat memungkinkan pengobatan prediktif sehingga individu yang lebih rentan terhadap penyakit tertentu dapat mendeteksi lebih awal dan memungkinkan pencegahan tepat waktu.
  3. Metode pengobatan
    Genomik diyakini dapat merevolusi metode pengobatan. Misalnya, terapi gen untuk mencari kesalahan spesifik yang dikodekan dalam DNA kita. Ini memungkinkan perawatan yang lebih efisien dan efektif bagi individu.

Secara umum, inovasi genomik dapat berdampak signifikan terhadap pengembangan obat-obatan, diagnosis, hingga metode pengobatan, yang mana dapat meningkatkan tindakan perawatan pasien dan menghasilkan perawatan yang lebih terpersonalisasi.

Disclosure: DS/X Ventures merupakan bagian dari grup DailySocial.id

Tinc for the Indonesian Startup Ecosystem

The digital economy is rapidly growing, and Indonesia is at the forefront of this shift. The demand for digital products and services is increasing, and Telkomsel is committed to driving this growth through collaboration.

Presented by Telkomsel, Tinc is an accelerator program that fosters collaboration between innovative startups and Telkomsel. Tinc allows innovators to collaborate with Telkomsel and develop digital innovation ecosystems. Through collaboration with local innovators, Tinc gathers and accommodates innovation to develop technologies ready for B2B and B2C commercialization.

This infographic provides a startup ecosystem overview of Tinc, enhancing its product lines and offering innovators highly beneficial resources to fuel their growth.

The complete report can be accessed by downloading Tinc Impact Report 2023 for free.

Tinc for the Indonesian Startup Ecosystem

Kembali Digelar, Devcamp 2023 Bidik Talenta Digital Berkolaborasi Melalui Integrasi Teknologi

Pada tahun ini, GoTo Group akan menggelar Devcamp, melalui format offline setelah dua tahun diadakan secara online. Dengan mengusung tema “Collaboration for a better inTECHgration”, program ini berfokus untuk mendorong peserta menciptakan solusi terpadu yang bertujuan untuk menciptakan nilai tambah dan daya saing. 

Pendekatan inovatif ini tidak hanya menjanjikan pengalaman pembelajaran bagi peserta, tetapi juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk merasakan lingkungan kerja di GoTo Group, sehingga dapat berdampak terhadap pemahaman mereka tentang industri teknologi.

“Kami percaya, Devcamp dapat memberikan wawasan baru dan practical learning experience yang dapat membantu talenta-talenta teknologi muda Indonesia berkembang secara pesat dan menjadi sosok yang dapat berkontribusi positif bagi Indonesia melalui teknologi”, ungkap Global Head of Talent Acquisition & Employer Branding GoTo Group Lita Rosalia.

Program ini terbuka untuk mahasiswa tahun terakhir yang telah menyelesaikan sidang skripsi mereka dan lulusan baru dengan pengalaman kerja hingga dua tahun dalam bidang IT, Computer Science, atau bidang serupa, serta berkeinginan untuk menciptakan dampak positif melalui teknologi.

Fasilitasi Bakat dan Keterampilan Teknologi Lokal yang Adaptif

Di era di mana kompetensi teknologi sangat diminati dan dibutuhkan oleh berbagai industri, talenta muda di Indonesia harus berusaha untuk memiliki keunggulan yang kompetitif . Walaupun sumber pembelajaran sangat melimpah karena akses internet yang semakin mudah dijangkau oleh siapa pun dan di mana pun, pada kenyataanya masih terdapat kesenjangan antara pengetahuan dan praktik kerja sehari-hari. Kesenjangan tersebut membuat banyak talenta teknologi menjadi kurang relevan ketika dihadapkan dengan berbagai permasalahan pelanggan yang perlu diatasi melalui teknologi.

Perbedaan sosiodemografi, kurangnya infrastruktur digital, dan hambatan-hambatan bagi para talenta teknologi Indonesia dalam berbagi pengetahuan  menyulitkan mereka dalam mengembangkan bakat dan keterampilan mereka.

Untuk menjembatani kesenjangan tersebut, Devcamp digelar untuk memfasilitasi pengembangan bakat dan keterampilan talenta-talenta teknologi Indonesia yang adaptif dan future ready. Devcamp merupakan usaha nyata GoTo Group dalam mengembangkan dan memberdayakan para talenta teknologi di Indonesia, dengan memberikan pembelajaran praktis dan sumber daya yang telah dirancang khusus oleh sesuai kebutuhan di industri. Hal ini sejalan dengan komitmen GoTo Group–yang menaungi Gojek, Tokopedia, dan GoTo Financial–yang senantiasa mendorong kemajuan bagi masyarakat luas.

Dengan mengintegrasikan aktivitas bootcamp yang akan berlangsung selama empat hari, hackathon berdurasi 24 jam, dan presentasi akhir yang melibatkan para pimpinan GoTo Group selaku dewan juri, Devcamp ingin memastikan bahwa para peserta tidak hanya memperoleh pengetahuan terkini, tetapi juga mengalami pembelajaran praktis yang mendalam dan holistik dalam menyelesaikan tantangan di dunia nyata. Selain itu, aktivitas-aktivitas tersebut diharapkan dapat membentuk keterampilan lunak yang sangat berharga, seperti kolaborasi, komunikasi, dan adaptabilitas.

Kilas Balik: Inovasi Para Peserta Devcamp 2022

Pada 2022, Devcamp mengantongi inovasi terbaik dari tim-tim di berbagai kategori. Berkaca dari tim pemenang tahun lalu, dalam kategori “Best Problem (Penyelesaian Masalah Terbaik),” solusi TokoPay+ dari Tim 8 mengatasi tantangan verifikasi pembayaran QRIS untuk penjual non-otomatis melalui pengenalan OfflineSafe+. Fitur ini mengharuskan input PIN untuk setiap transaksi, secara efektif mencegah penipuan pembayaran.

Sementara itu, dalam kategori “Best Solution (Solusi Terbaik),” aplikasi GoSplit dari Tim 13 menyederhanakan pemesanan grup di GoFood. Dengan antarmuka intuitif, inovasi ini menyederhanakan pemilihan pesanan, memastikan distribusi biaya pengiriman yang adil, dan menyertakan tombol permintaan pembayaran yang nyaman. 

Terakhir, dalam kategori “Best Technology (Teknologi Terbaik),” Tim 10 memperkenalkan YoKado, marketplace berbasis AI untuk pemberian hadiah yang dipersonalisasi. Didukung oleh chatbot AI yang menggunakan machine learning dan natural language processing, YoKado menyarankan pilihan hadiah yang disesuaikan dan rencana untuk meningkatkan pengalaman dengan pembungkus hadiah berbasis realitas tambahan. Inovasi-inovasi ini secara kolektif mencerminkan semangat berpikir ke depan dari peserta Devcamp.

Saatnya mulai perjalanan kariermu di teknologi dengan bergabung di Devcamp. Raih kesempatan untuk dibimbing dan belajar dari para ahli teknologi terkemuka di GoTo. Manfaatkan momen spesial ini untuk meningkatkan skill terbaik Anda dan saatnya siapkan diri untuk menciptakan inovasi tak tertandingi, pelajari lebih lanjut di tkp.me/devcamp.

Landscape Studies of Indonesia’s Startup Builder Ecosystem

Indonesia’s economy has benefited from advancements in new technologies. Innovations like artificial intelligence (AI), quantum computing, securitization, and the increasingly relevant Web3 technologies in 2023 are reshaping the way various industries operate. These changes present new opportunities and pave the way for more sophisticated and efficient solutions.

However, collaboration and concrete actions from all parties within the digital startup ecosystem are essential to ensure sustained growth. Governments, private sectors, investors, and startup builders, such as incubators and accelerators, play pivotal roles in propelling development in this sector. This infographic provides an overview of the landscape of startup builders in Indonesia.

The complete report can be accessed by downloading Tinc Impact Report 2023 for free.

Landscapes Studies of Indonesia's Startup Builder Ecosystem

Intel Gamer Days 2023 “Leap Beyond”: Sebuah Pengalaman Imersif dan Penuh Tantangan Seru

Produsen teknologi komputer kelas dunia, Intel, baru-baru ini menggelar sebuah event yang bertajuk “Intel Gamer Days Leap Beyond” di Jakarta. Event yang menyasar para gamers dan tech enthusiast ini, tak hanya berkaitan dengan produk unggulan Intel, namun juga menawarkan pengalaman, petualangan, dan adrenalin bagi para peserta.

Pengalaman Seru Intel Leap Beyond The Rooms

Salah satu daya tarik utama pada event yang diselenggarakan di Pos Bloc, Pasar Baru Jakarta Pusat pada 12 Agustus lalu adalah ‘Intel Leap Beyond The Rooms’, sebuah instalasi gaming room yang disuguhkan kepada para pengunjung, dengan suasana dan tantangan tematis yang berbeda.

Terdapat 5 (lima) gaming room tematis yaitu ‘Stay Cool’ dengan suasana layaknya padang pasir, ‘Hidden Forest’ dengan suasana hutan belantara, ‘Smoke Screen’ yang penuh dengan asap, ‘Snow Bound’ dengan lahan salju yang licin, serta terakhir ‘Red Room’ yang menghadirkan suasana horor khas rumah sakit berhantu yang mengajak memacu detak jantung.

Di dalam gaming room tematis tadi, pengunjung ditawarkan gamifikasi menarik dan berhadiah. Setelah berhasil melewatinya, sebuah mystery box menanti dengan kejutan hadiah menarik dari Intel seperti Prosesor Intel 13th Gen, VGA Card, Mouse, dan berbagai aksesori lainnya.

Intel Gamer Days Leap Beyond Esports dan workshop

Tantangan dan gamifikasi di Intel Gamer Days Leap Beyond tidak hanya itu saja. Para pengunjung juga diajak untuk mengikuti aktivitas lain di berbagai booth sponsor yang menawarkan on-ground challenge yang tentu terdapat berbagai hadiah menarik yang dapat dibawa pulang oleh peserta yang berhasil menyelesaikan tantangannya.

Bagi para esports enthusiast, di acara ini juga terselenggara turnamen esports dengan game Counter Strike. Hadiahnya tak main-main, disediakan hadiah berupa tiket ke Intel Extreme Master Australia, monitor berkualitas tinggi, hingga laptop gaming canggih.

Ada delapan pertandingan yang diselenggarakan pada esports Counter Strike ini. Juara pertama diraih oleh gamer bernama Juan Sulthon Iskandar yang berhasil memenangkan trip ke Intel Extreme Masters (IEM) yang akan diselenggarakan di Sydney Australia pada tahun ini, kemudian disusul oleh Hanif Dwi Arifianto sebagai runner up yang mendapatkan hadiah laptop dari MSI, dan di posisi ketiga diduduki oleh Dicky Zoelkarnaen dengan hadiah monitor ASRock.

Anda juga bisa mendapat kesempatan yang sama yaitu memenangkan tiket perjalanan ke Sydney untuk menonton IEM, dengan melakukan pembelian laptop Acer di toko ofisial Blibli dan Tokopedia.

Selain tantangan dan juga turnamen esports, acara ini juga menyuguhkan wawasan seputar teknologi, industri gaming, dan tentunya Intel melalui berbagai sesi workshop.

“Caster Bukan Cuma Teriak-Teriak” oleh Antonius Willson

Dalam workshop ini, Antonius Willson memaparkan esensi sejati menjadi seorang Game-Caster. Bukan sekadar “teriak-teriak”, menjadi Game-Caster berarti menguasai seni bercerita, analisis mendalam, menjadi host yang menarik, serta menjadi entertainer. Antonius menjelaskan ada dua jenis Caster yakni; Main Cast dan Color Cast/Co-Caster. Main Cast harus mampu melakukan play by play, sementara Color Cast/Co-Caster harus memiliki kemampuan analitis, menambahkan detail yang mungkin terlewat dan menyiapkan konteks.

“How To Enter Game Industry” oleh Kris Utomo

Pada sesi ini, Intel mengundang Kris Utomo yang dikenal sebagai salah satu game developer tanah air. Di sesi ini, Kris banyak bercerita soal pengetahuannya mengenai pro dan kontra dalam memilih jalur karier di bidang dan industri game. Kebanyakan pemaparan yang disampaikan seputar bagaimana kiat mendirikan studio game indie, di samping pilihan untuk bekerja di studio game ternama.

“Overclocking with Intel: Optimize Gaming Performance” oleh Ava Jonathan

Overclocking sejak lama menjadi salah satu cara para gamer untuk memaksimalkan kemampuan perangkat PC untuk keperluan gaming. Melalui sesi ini, Alva, seorang overclocker profesional asal Jakarta yang juga dikenal juga dengan nickname “Lucky_n00b” ini membeberkan tips dan trik seputar overclocking yang optimal dengan dukungan teknologi terkini, terlebih dari yang disuguhkan oleh Intel.

“Powerful Content Creation” oleh Anjas Maradita

Pada sesi ini, Anjas Maradita membagikan pengetahuan seputar bagaimana menjadi seorang konten kreator yang relevan di masa ini. Dalam dunia gaming, konten kreator belakangan juga telah menjadi sektor yang cukup banyak memperoleh atensi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya konten kreator pada spesifik gaming yang telah sukses dan menarik atensi audiens secara luas dan masif. Di sesi ini, Anjas juga tak lupa membagikan tips dan trik, serta menunjukkan keahliannya dalam membuat konten yang menarik dalam waktu singkat.

“Tech Talk: Beyond Performance” oleh Dedy Irvan

Dalam sesi ini, Dedy Irvan dari Jagat Review, membagikan berbagai tips dan trik terkait kinerja PC. Ia mendalaminya dengan membahas isu ‘Bottleneck’, suatu masalah yang sering dihadapi pengguna, dan cara mengatasi fenomena tersebut. Menurutnya, sumber Bottleneck sangat bergantung pada software yang dijalankan. Khususnya dalam konteks permainan, Dedy menjelaskan konsep CPU bounds dan GPU bounds, meskipun faktor-faktor tersebut dapat berbeda tergantung pada jenis game dan pengaturannya. Sebagai intermezzo, Dedy Irvan menyelenggarakan mini games, memberikan hadiah mistery box bagi dua pengunjung beruntung.

Selain workshop di atas, masih banyak lagi workshop lainnya yang diselenggarakan pada event berkumpulnya para gamer tersebut. Seperti misalnya presentasi produk dari Alienware, Aorus, ASRock, Legion, MSI Notebook & Component, Predator, Pongo, dan juga ROG Notebook & Component. Selain presentasi, para brand tadi juga diberikan space untuk mengaktivasi booth untuk keperluan pemasaran, dan juga berbagi pengalaman produk kepada pengunjung.

Tak hanya itu, Intel Gamer Days juga tak luput mengajak serta para komunitas untuk memberikan berbagai macam wawasan kepada peserta. Seperti misalnya saja sesi Community Games & Panel oleh Advance Guard yang dikenal sebagai komunitas gamer fighting game, dan juga Indonesia Speedrun Community.

Intel Gamer Days Leap Beyond tentu bukan hanya sekedar event gaming biasa, acara ini secara khusus dikemas memadu antara teknologi, pengalaman, dan juga edukasi. Dari sisi aktivitas, hadiah, hingga berbagai wawasan, semuanya menjadi bukti bahwa dunia gaming dan teknologi selalu menawarkan sesuatu yang baru, sebuah pengingat bahwa kita harus selalu siap untuk ‘leap beyond’ dalam perkembangan teknologi yang dinamis ini.