Upaya Tingkatkan Literasi Finansial dan Digital Masyarakat, Traveloka Resmikan Program Travedu Fest

Peningkatan dan Pemberdayaan literasi masyarakat merupakan salah satu upaya penting yang bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Menurut hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia mencapai 49,68 persen dan inklusi keuangan mencapai 85,10 persen.

Angka tersebut menunjukkan adanya peningkatan dibanding hasil SNLIK tahun 2019, yang menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan hanya sebesar 38,03 persen dan inklusi keuangan 76,19 persen. Hasil tersebut tentunya perlu untuk tetap dipertahankan dan ditingkatkan agar tujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas melalui pembudidayaan literasi finansial dapat tercapai.

Salah satu upaya untuk meningkatkan indeks literasi finansial di Indonesia dilakukan oleh Traveloka melalui program pelatihan gratis bertajuk Travedu Fest. Dengan program ini, Traveloka berupaya mempertegas komitmennya untuk berkontribusi dalam mewujudkan peningkatan literasi finansial dan digital masyarakat serta mewujudkan sektor pariwisata yang  berkelanjutan.

Travedu Fest resmi dibuka pada 12 November 2022 lalu di Kota Solo. Dalam acara pembukaan tersebut, Walikota Surakarta, Gibran Rakabuming, yang diwakili oleh Kepala Subbid Bisnis Inkubator Solo Technopark, Abednego Danu Setyawan, menyampaikan pentingnya literasi finansial dan digital untuk meningkatkan SDM digital Kota Solo.

“Festival literasi finansial dan digital menjadi sangat penting untuk meningkatkan kemampuan SDM digital Kota Solo dalam mewujudkan masyarakat yang semakin mahir dalam menavigasikan diri di ruang digital dan semakin cakap dalam memanfaatkan kemajuan teknologi digital pada sektor pariwisata,” jelasnya.

Senada dengan hal itu, Caesar Indra sebagai Presiden Traveloka Grup dan Wakil Kepala Bidang II, Koordinator Pengembangan Inovasi Layanan Keuangan Digital dan Edukasi Literasi KADIN, menyebut bahwa aspek digital adalah hal yang penting bagi masyarakat Indonesia dan berharap bahwa dengan adanya program Travedu Fest dapat mendorong tingkat literasi finansial dan digital masyarakat.

“Aspek digital telah menjadi bagian yang  penting bagi masyarakat Indonesia saat ini. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang  pengelolaan finansial dan pemanfaatan teknologi digital menjadi kian penting. Kami  berharap, program Travedu Fest dapat berkontribusi terhadap tingkat literasi finansial dan  digital masyarakat Indonesia, dan memberikan manfaat secara umum kepada para pelajar,  pelaku UMKM, dan komunitas lokal, serta khususnya terhadap para pelaku industri  pariwisata,” ungkapnya.

Program Travedu Fest diselenggarakan pada bulan November-Desember 2022, bekerja sama dengan Hasta Inc dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN). Program yang diikuti oleh 1000 peserta dari berbagai kalangan, baik pelajar, komunitas lokal, UMKM, pelaku Desa Wisata, dan lain sebagainya ini, dimulai di Kota Solo dan disusul dua kota lainnya, yakni Yogyakarta pada 3 Desember 2022, dan Jakarta pada 10 Desember 2022.

Program ini bertujuan untuk memberikan pemahaman bagi masyarakat, mulai dari mengenal berbagai instrumen keuangan dan penggunaannya secara efektif, manajemen keuangan, hingga penganggaran dan investasi. Selain itu, program ini juga berisi pelatihan yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang kecakapan dalam pemanfaatan media digital dan internet, terutama dalam industri pariwisata.

Usung Strategi Multi-Merek, Rute Efisien Operator “Cloud Kitchen”

Tahun lalu DailySocial.id mengulas bisnis cloud kitchen yang makin digandrungi semenjak pandemi. Ekspansi lokasi jor-joran dilakukan supaya lebih dekat dengan  konsumen yang menggantungkan urusan perutnya pada aplikasi pesan-antar. Dalam pantauan saat itu, setidaknya ada 15 operator yang beroperasi di Indonesia.

Potensi bisnis ini jumbo. Mengutip dari laporan e-Conomy 2022, layanan transportasi dan pengantaran makanan online diprediksi tumbuh dengan CAGR 22% dan nilai GMV $15 miliar pada 2025 mendatang. Adapun pada tahun ini, CAGR diprediksi tumbuh 19% dengan GMV $8 miliar year-on-year. Meski tidak dirinci seperti seberapa besar kontribusi dari pengantaran makan, setidaknya angka di atas menggambarkan betapa sedapnya bisnis ini, juga keduanya punya ketergantungan yang tinggi satu sama lain.

Dalam laporan yang baru-baru ini dirilis Grab menyatakan bahwa secara regional pengeluaran bulanan untuk layanan pesan-antar makanan dan belanja harian meningkat sebesar 30% lebih tinggi pada Mei 2022 dibandingkan dengan November 2021. Di Indonesia, rata-rata jumlah uang yang dibelanjakan per pesanan di layanan GrabFood meningkat sebesar 54% dari 2019-2022. Adapun untuk jumlah pembelanjaan terbesar tahun ini mencapai Rp9 juta.

Di industri cloud kitchen, Grab juga yang menjadi pionir di Indonesia dengan GrabKitchen-nya sejak September 2018. Sayangnya, selang empat tahun kemudian pada 24 Oktober 2022 mengumumkan akan tutup pada 19 Desember 2022. Perusahaan berdalih, pertumbuhan bisnisnya tidak konsisten, serta adanya peralihan menjadi model bisnis aset-ringan. Akibat dari keputusan tersebut, perusahaan harus merumahkan belasan karyawannya.

“Situasi ini memaksa kami untuk mengambil keputusan sulit, untuk tidak melanjutkan operasi GrabKitchen di Indonesia, efektif mulai 19 Desember 2022,” ucap Chief Communications Officer Grab Indonesia Mayang Schreiber dalam keterangan tertulis.

Perusahaan sempat bekerja sama dengan Yummykitchen untuk perluas kehadiran dari sekitar 40 lokasi menjadi 80 lokasi, menurut data yang dipublikasi Grab Indonesia per Februari 2021.

GrabKitchen / Grab

Keputusan Grab menimbulkan pertanyaan, apakah bisnis ini pada hakikatnya sulit untuk mencapai titik profitabilitas?

Pada awalnya bisnis cloud kitchen ini seperti pengelolaan aset properti. Pemilik properti yang punya aset membagi-bagi lahannya jadi petak-petak seluas dapur untuk disewakan ke tenant yang tak lain para pengusaha kuliner. Di sini ada pemain yang mengambil posisi demikian, ada yang menambah unsur teknologi dengan integrasi otomatis ke aplikasi pesan-antar dan pemasaran satu pintu. Grab dan Gojek masuk ke segmentasi ini.

Hanya saja, konsep yang diambil GrabKitchen terlalu eksklusif. Dalam artian merchant hanya bisa berjualan di GrabFood saja, tidak bisa ke aplikasi lain. Padahal bisnis pesan-antar ini masih mengandalkan strategi bakar duit sehingga tidak ada jaminan bahwa permintaan bisa stabil atau lebih tinggi. Belum lagi untuk ekspansi lokasi baru, Grab harus investasi di awal dengan sewa properti. Dari sisi merchant juga timbul biaya sewa yang senantiasa dikeluarkan.

“Mereka tutup karena terlalu banyak capital expenses di depan, sedangkan demand-nya hanya bergantung di online. Ketika online turun, pengeluarannya tetap sama dari bulan ke bulan, seperti sewa gedung, bayar karyawan,” jelas Co-founder dan CEO Wahyoo Peter Shearer kepada DailySocial.id.

Rebel Foods, operator cloud kitchen yang sudah mencapai status unicorn di India, bisa dikatakan sebagai salah satu pionir yang beralih dari jaringan restoran cepat saji menjadi model cloud kitchen multi-merek yang didukung oleh sistem operasi yang efisien.

Di Indonesia dengan badan hukum PT Rebel GoFood Indonesia, mereka ikut memboyong merek privat dari negara asalnya, seperti Faasos dan Oven Story. Juga meluncurkan merek khusus untuk pasar Indonesia, yakni Box & Co., Ban Zai, Feeling Brew, Bros Fried Chicken, dan Ayam Ambyar. Setiap merek ini diposisikan sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan pelanggan yang berbeda.

Salah satu keuntungan paling signifikan dari cloud kitchen multi-merek adalah memungkinkan perusahaan menawarkan beberapa masakan berbeda dari tempat yang sama. Karena tidak ada front-of-house sama sekali, cloud kitchen multi-merek telah berevolusi untuk memenuhi selera pelanggan yang berbeda, masing-masing berfungsi di bawah merek terpisah.

Misalnya, satu perusahaan cloud kitchen dapat mengoperasikan tiga merek, masing-masing berspesialisasi dalam masakan India, Italia, dan Cina, dari satu unit. Namun bagi pelanggan, tampaknya ini adalah merek independen dengan operasi independen yang menyajikan masakan berbeda. Karena ini adalah format pengiriman saja, biaya awal dan pemasaran yang rendah sering disebut sebagai pengubah permainan terbesar.

Dengan hambatan masuk minimum dan biaya modal rendah, cloud kitchen multi-merek lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan restoran tradisional atau bahkan cloud kitchen mandiri. Cloud kitchen multi-merek melayani basis pelanggan yang lebih luas dan memiliki kapasitas untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan dari satu unit dapur. Pemanfaatan sumber daya yang efisien, tingkat persediaan yang memadai, dan biaya makanan yang terkendali memberikan prediktabilitas yang lebih baik dalam bisnis.

Dalam pantauan DailySocial.id, strategi multi-merek ini sudah banyak diterapkan oleh pemain cloud kitchen, juga pemain kuliner itu sendiri. Berikut daftarnya:

Model bisnis Multi-merek Keterangan
Kenangan Brands F&B Kopi Kenangan, Chigo, Flip Milik sendiri dan akuisisi
Jiwa Group F&B Janji Jiwa, Jiwa Toast, Jiwa Tea Milik sendiri
Haus! F&B Haus, Ganjel Roti, Pedes Cyiin Milik sendiri
Dailybox F&B Shirato, Breadlife, Dailybox, Lumiere Milik sendiri dan akuisisi
Kulo Group F&B Kedai Kopi Kulo, Pochajjang, Kitamura, Mazeru, Oseng Mie Jontor, Xiboba, Xiji, Bu Eva Spesial Sambal, Mo Tahu Aja Milik sendiri
Hangry Cloud kitchen Moon Chicken, Sangyu, Ayam Koplo, Dari Pada, Pizza Gang, Accha, Wai Thai Food Milik sendiri dan akuisisi
Rebel GoFood Cloud kitchen Faasos, Oven Story, Box & Co., Ban Zai, Feeling Brew, Bros Fried Chicken, Ayam Ambyar Milik sendiri
Wahyoo Kitchen Partner Cloud kitchen Bebek Goreng Bikin Tajir, Ayam Paduka, Bakso Bikin Tajir Milik sendiri
Food Story Cloud kitchen Chicken Pao, Lahab Chicken, Bowlgogi, Gaaram, Aidon, Soto Legenda, Rames Kita, Gaem Bull Akuisisi
Dish Serve Cloud kitchen KitFit, Uncle Tam, Baba Burger, Chickass, Love in Tokyo
Lakuliner Cloud kitchen Let’s Toast, Se’I Sapi Lamalera, Yukirisu Bento, Don To Go, Nalor, Yellow Chicken, Geprek Gian, Ayam Bebek Tiarap, Woo Ai Mie, Se’I Indonesia, Bakso Benhil, Lahab Chicken, Aigemi Mitra kuliner
Legit Group Cloud kitchen Sek Fan, Pastaria, Sei’tan, Ryujin, Juju Chikin Milik sendiri

Wahyoo

Seperti diketahui, Wahyoo turut meramaikan pasar cloud kitchen di Indonesia dengan meresmikan Wahyoo Kitchen Partner yang sudah diinisiasi sejak setahun belakangan. Dengan melihat dinamika di pasar, Wahyoo Kitchen Partner mengambil proposisi yang sedikit berbeda.

Perusahaan memanfaatkan kemitraan dengan UKM kuliner yang selama ini telah menjadi bagian dari perusahaan, dan menggaet mereka yang ingin mengutilisasi dapurnya yang “senggang”. Dalam arti mereka tidak sibuk dan masih bisa melayani konsumer melewati platform lain. Wahyoo jadi tidak perlu berinvestasi di sisi properti karena sudah punya jaringan UKM.

Mitra Wahyoo pun bisa memaksimalkan potensi dari dapurnya dan karyawan yang sudah ada, selama tetap memenuhi standar dalam hal kebersihan dan kualitas memasak yang diharuskan oleh Wahyoo. Tercatat ada 250 restoran kecil dari 27 ribu mitra Wahyoo yang telah bergabung dengan Wahyoo Kitchen Partners ini.

Sumber: Wahyoo

“Khusus kami, ingin bantu UKM kuliner yang sudah ada di jaringan kami sehingga enggak ada lagi modal tambahan yang harus mereka keluarkan karena dapur dan karyawan sudah ada. Sebab kami ini sharing economy, jadi prinsipnya kami sangat ingin memajukan UKM,” kata Peter secara terpisah saat media gathering beberapa waktu lalu.

Sejauh ini, Wahyoo telah mengoperasikan tiga merek makanan label privat, yakni Bebek Goreng Bikin Tajir, Ayam Paduka, dan Bakso Bikin Tajir. Adapun Bebek Goreng Bikin Tajir kini sudah hadir di 134 outlet yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, Solo, Semarang, dan Bali. Selanjutnya, Ayam Paduka sudah ada di 42 outlet yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Solo, dan Bakso Bikin Tajir sudah hadir di 18 outlet di Jabodetabek untuk sementara ini.

Wahyoo memasarkan produk-produknya melalui GrabFood, GoFood, dan ShopeeFood. Tak hanya itu, perusahaan juga mempersilakan mitranya untuk menjual secara offline untuk dine-in dan take away. Dengan demikian, mereka tidak perlu mengandalkan sepenuhnya platform online untuk penjualannya.

“Buat kita yang penting mereka bisa berjualan, dan beli stok di kita lagi. Lagipula dari segi offline itu ada sisi awareness yang bisa kita dapatkan untuk memasarkan brand kita.”

Bagi Peter, perusahaan akan terus perbanyak merek makanan yang dapat dijual oleh para mitra UKM, setidaknya bakal ada tambahan delapan sampai 10 merek baru. Variasi kulinernya berkisar dari martabak, nasi briyani, teh susu, soto, mie ayam, dan nasi goreng.

Seluruh suplai produk tersebut nantinya sudah berbentuk pre-cook agar tidak lama diolah oleh mitra. Alhasil proses masak jadi lebih ringkas, maksimal lima menit sampai di rumah konsumen. Seluruh suplai disiapkan di pusat gudang Wahyoo yang berlokasi di Daan Mogot, Jakarta Barat berdekatan dengan kantor Wahyoo. Dari situ, proses pengiriman makanan akan dimulai sampai ke outlet.

“Karena kita juga memanfaatkan online [food delivery] kita juga perlu memastikan algoritma dari mitra dapur jangan sampai outlet-nya dapat rating jelek karena proses masaknya kelamaan. Jadi memang standardisasi itu penting, makanya juga ada kunjungan rutin oleh tim lapangan.”

Menurutnya, strategi multi-merek ini dipakai agar setiap outlet dapat mencapai potensi maksimum dari utilisasi kapasitas dapur yang kosong. Hasilnya, rata-rata revenue per outlet dapat meningkat dan pada akhirnya mendukung kesejahteraan dari setiap dapur karena satu dapur bisa menawarkan berbagai macam makanan.

“Namun kami juga memastikan bahwa dapur-dapur ini memang mempunyai kemampuan/kapasitas yang cukup untuk menjual banyak brand (supaya standardisasi dan kualitas tetap terjaga.”

Adapun monetisasi dari bisnis cloud kitchen di Wahyoo berbeda-beda bagi tiap merek. Namun Peter memastikan bahwa pada intinya dari setiap penjualan makanan akan ada bagi hasil penjualan kepada mitra-mitra dapur. Konsep ini dianggap menarik karena tidak perlu tambahan modal dan hanya menmanfaatkan sumber yang ada untuk berjualan merek lain yang sudah disediakan oleh Wahyoo Kitchen Partners.

Unit economics yang dilihat oleh Wahyoo terdiri atas berbagai metriks, mulai dari revenue, outlet aktif per bulan, rata-rata revenue per outlet (penjualan di platform online), dan basket size (pembelian bahan baku/suplai di platform Wahyoo). “Tentunya kami juga melihat margin dari pernjualan setiap brand dan juga pendapatan (revenue sharing) kepada Wahyoo Kitchen Partners.”

Dalam menghadapi perekonomian ke depannya yang menantang, Peter menyadari bahwa kondisi tersebut bakal berdampak secara langsung pada industri kuliner dan pangan. Untuk itu, pihaknya berupaya untuk selalu menyediakan bahan-bahan baku dengan harga yang kompetitif dan mengikuti harga pasar.

“Kami berupaya untuk tetap mendapatkan harga terbaik dari partner-partner dan supplier kami, sehingga walau di masa-masa kurang stabil ini kami tetap dapat menawarkan barang-barang yang dibutuhkan konsumer secara affordable dan bersaing.”

Dailybox

Co-founder dan CEO DailyBox Kelvin Subowo menjelaskan pihaknya lebih pas ditempatkan sebagai startup F&B multi-platform, bukan cloud kitchen dengan multi-merek. Dalam operasionalnya, perusahaan mengandalkan kehadiran para pemain cloud kitchen dan menghadirkan merek privatnya ke dalam tiap dapur.

“Dailybox Group mungkin salah satu F&B startup yang konvensional, sehingga konsep multi-brand yang dimaksud bukan lagi banyak brand dalam satu kitchen, melainkan berbagai brand yang mampu menaungi appetite pelanggan kami.”

Terhitung saat ini, Dailybox mengoperasikan empat merek, Shirato, Breadlife, Dailybox, dan Lumiere. Lumiere adalah merek keik yang baru diakusisi perusahaan. Sebagai multi-platform, perusahaan akan menyeimbangkan jumlah persebaran cloud kitchen dan toko offline. Saat ini ada 20 titik toko Breadlife, yang ikut diisi oleh Dailybox dan Shirato di atas toko Breadlife tersebut. Bahkan, perusahaan telah melebarkan sayap bisnisnya ke Singapura pada Oktober 2022.

Central Kitchen Dailybox Group / Dailybox Group

Dalam mengukur unit economics di Dailybox, ia menggunakan COGS (cost of good sold) atau harga barang yang dijual. Perusahaan tidak melakukan cost down, melainkan menjaga harga agar tetap stabil melalui efisiensi produksi. Efisiensi tersebut dilaksanakan dengan cara memproduksi makanan sendiri melalui dapur pusat Dailybox Group.

Metriks berikutnya adalah EBITDA outlet (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization). “Seperti yang kita ketahui bahwa industri cloud kitchen memiliki beban yang besar pada food delivery. Maka, beban operation kami sehari-hari tidak terlalu besar dan kami berhasil mempertahankan positive EBITDA dari sejak kami berdiri hingga hari ini. Kedua metriks tersebut sangat memengaruhi kualitas makanan.”

Menurut data perusahaan, kontribusi dari bisnis pesan-antar online masih mendominasi daripada makan di toko. Di tahun lalu kontribusinya mencapai 90%, akan tetapi pada tahun ini turun menjadi 60%. Perusahaan sendiri kini tidak mengandalkan platform online saja.

Dia beralasan, jika ingin berekspansi lebih masif, kehadiran di platform layanan online harus dikolaborasikan dengan presence di pasar offline. Sebab, walaupun penetrasi layanan online sudah meningkat, layanan ini masih belum menjangkau seluruh kota lapis dua dan tiga. Masyarakat di area tersebut masih menggandrungi budaya nongkrong sembari kulineran.

“Survei menyatakan sekitar 79% masyarakat Indonesia sudah tak ragu untuk dine-in di restoran. Karenanya kembali membuka layanan dine-in adalah strategi perusahaan untuk hadir lebih dekat dan relevan dengan pelanggan kami.”

Sementara itu, dari sisi Dailybox dalam menghadapi tantangan ke depannya bakal melakukan penyesuaian harga dengan batas yang wajar. Dengan volume yang cukup besar, sehingga perusahaan dapat mengunci harga dari banyak bahan untuk beberapa waktu.

“Dengan in-house central kitchen dan teknologi ERP & SOP digital memungkinkan kami untuk bekerja dengan lebih efisien sehingga bisa mengkompensasikan fluktuasi harga di pasar,” tutupnya.

Mengenal Lebih Dalam Seputar Teknologi Elastic Cloud Server (ECS) dan Virtual Private Server (VPS)

Semakin meningkatnya popularitas penggunaan cloud memunculkan beragam juga kebutuhan, dari penggunaan ringan seperti hosting, Cloud Server, hingga Baremetal ServerNamun biasanya ada dua jenis cloud server yangsering terjadi mispersepsi yaitu antara Virtual Private Server (VPS) dan Elastic Cloud Server (ECS). Padahal dua jenis cloud server tersebut sangat berbeda walaupun sama-sama memiliki resources komputasi virtual yang terdedikasi.

Perbedaanya lebih terasa pada saat tujuan penggunaannya, di mana ECS dengan fleksibilitas konfigurasi pada jaringan dan server sehingga bisa lebih mudah untuk menerapkan teknologi lanjutan seperti microservices. Berbeda dengan VPS Klasik yang biasa digunakan untuk menjalankan aplikasi dan website cepat guna atau untuk mengetes “environment” server sebelum men-deploy keseluruhannya. Sayangnya di Indonesia mispersepsi ini kurang banyak disadari oleh pelanggan sehingga tidak jarang banyak pelanggan membeli layanan VPS dengan harga yang mahal setara ECS.

Secara garis besar, dengan ECS pelanggan bisa menerapkan keamanan yang kompleks dengan lapisan keamanan yang diklaim sulit dibobol dari risiko kriminal siber dengan mengatur keamanan pada security group yang juga bisa dapat digunakan juga oleh VM (Virtual Machine) lainnya. Sementara itu, dari segi skalabilitas storage ECS bisa diekspansi secara horizontal dan vertikal. ECS umumnya memiliki teknologi VPC (Virtual Private Cloud ) network di mana antara satu server virtual dengan server virtual lainnya bisa saling dihubungkan melalui IP Private, dan memiliki Public IP yang elastis sehingga bisa dipindahkan dari satu server virtual ke server virtual lainnya. Untuk layanan canggih ini bisa didapatkan pada NVC mulai dari  Rp 170.000 per bulan dengan keunggulan tersedia di banyak zona (multizone) dan fasilitas gratis Inter-DC Link hingga 10 Gbps. Layanan yang dimaksud bisa ditemui melalui produk NEO Virtual Compute yang merupakan infrastruktur cloud dengan basis OpenStack. Produk ini menjanjikan “wadah” mesin virtual yang optimal, cepat, mudah dikelola dan terjangkau.

Lalu bagaimana dengan VPS? Layanan ini bisa dikatakan lebih cocok untuk penggunaan aplikasi dan website yang sedang berkembang karena dibangun dengan arsitektur flat network dimana jaringan sudah otomatis terkonfigurasi sehingga user hanya perlu mengatur keamanan pada firewall dan tergantung pada tipe distro OS yang digunakan. Bila dirasa butuh menambah storage dan resource komputasi lainnya pelanggan bisa menambahkannya secara vertikal. Setiap server virtual dilengkapi satu IP Publik dan menempel pada server virtual tersebut. Layanan ini biasa bisa didapat dengan harga yg lebih terjangkau dibanding ECS.

Perihal layanan tersebut, Biznet Gio juga telah meluncurkan produk NEO Lite, VPS Klasik dengan biaya yang sangat terjangkau – tentunya sudah disesuaikan pula dengan teknologi yang ditawarkan. Dengan infrastruktur yang sudah dirancang sedemikian rupa, NEO Lite menawarkan layanan unggulan dengan jaringan backup yang saling redundan untuk mendukung high availability . Bisa dikatakan, produk VPS NEO Lite Biznet Gio mengungguli produk sejenisnya.  VPS Klasik NEO Lite  bisa dijajal dengan biaya layanan paket mulai dari Rp50.000 per bulan dengan resource komputasi  terdedikasi dan terkonfigurasi serta memiliki dukungan penyimpanan SSD berkecepatan tinggi dan gratis bandwidth hingga 10 Gbps.

Pemanfaatan teknologi ini tentu sangat menarik untuk dipertimbangkan bagi pengembang. Terlebih jika layanan dan produk teknologi yang ditawarkan mampu memberikan efisiensi yang optimal, kami rasa layanan semacam ini sangat layak diaplikasikan oleh startup-startup teknologi tanah air yang membutuhkan layanan teknologi cloud yang prima dengan biaya yang ramah di kantong.

Untuk mengenali lebih lanjut soal NEO Virtual Compute dan NEO Lite VPS Klasik serta solusi cloud lainnya, silakan kunjungi laman Biznet Gio di sini.

Kemenkominfo Dorong Pertumbuhan Talenta Digital Tanah Air

Di tengah tantangan situasi ekonomi global,industri teknologi Indonesia dengan ekosistem startupnya masih memiliki yang pandangan optimis. Pasalnya, walau diwarnai sejumlah kabar kurang sedap, startup tanah air masih berada di dalam tren pertumbuhan yang stabil. Pada Q3 tahun 2022, DailySocial.id mencatat bahwa terdapat 62 startup yang berhasil mengantongi pendanaan dengan total nilai mencapai  983 juta Dollar AS, dengan jenjang pendanaan mulai dari pre-seed hingga seri A.

Di balik hal itu, industri startup Indonesia masih menjumpai sejumlah tantangan, yang bisa dikatakan, menjadi pekerjaan rumah bagi para founder. Salah satu tantangan yang dimaksud adalah terkait dengan kebutuhan talenta digital yang berkualitas. Indonesia berada di peringkat 87 pada Global Innovation Index 2021 dan Human Capital menjadi salah satu variabel yang mendapat peringkat rendah dari 7 pilar yang ada, yakni peringkat 91. Lalu bagaimana langkah strategis yang tepat untuk mengatasi tantangan tersebut?

Kebutuhan di atas tentu patut menjadi perhatian bagi berbagai pihak terkait dan stakeholder. Salah satunya adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), yang berinisiatif menghadirkan solusi untuk mengembangkan kualitas talenta digital tanah air. Melalui berbagai program yang dijalankan seperti Sekolah Beta, Gerakan Nasional 1000 Startup Digital, Hub.id, dan Startup Studio yang diklaim merupakan dukungan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas dan daya saing talenta digital Indonesia.

Program-program yang diinisiasi oleh Kemenkominfo telah berhasil memberikan dorongan yang signifikan. Hingga detik ini, terdapat lebih dari 1200 startup yang telah dirintis melalui Gerakan Nasional 1000 Startup, yang juga pada 2024 mendatang ditargetkan terdapat sekitar 150 startup yang diharapkan berhasil mengakselerasi perkembangan skala bisnisnya melalui program Startup Studio.

Berdasarkan Mapping & Database Startup Indonesia 2021 dari MIKTI,Indonesia memiliki 1.190 startup dengan berbagai skala yang tersebar di sejumlah wilayah mulai dari tier 1 hingga tier 4. Berbicara mengenai wilayah, laporan “Unlocking The Next Wave Of Digital Growth: Beyond Metropolitan Indonesia” yang dirilis oleh Alpha JWC Ventures dan Kearney pada 2021 lalu mengklasifikasikan sistem tiering yang diukur berdasarkan aspek-aspek krusial seperti pengeluaran per kapita, ukuran populasi, penetrasi internet, pertumbuhan PDB provinsi, dan juga kepadatan populasi. Disebutkan dalam laporan, berdasarkan pencatatan terhadap total 514 kota, sebanyak 15 kota dikategorikan sebagai Metropolitan (tier 1) yang mencakup wilayah-wilayah seperti Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Sedangkan untuk klasifikasi Rising Urbanites (tier 2) terdapat 76 kota seperti Semarang, Makassar, dan juga Denpasar. Untuk klasifikasi tier 3 atau bisa disebut dengan “Slow Adopters” disebutkan mencakup 101 kota seperti Magelang, Prabumulih, hingga Bangli. Sedangkan untuk 322 kota lainnya diklasifikan sebagai Rigid Watchers (tier 4) seperti misalnya Kabupaten Jepara atau pun juga Kabupaten Jayapura.

Prediksi menarik bisa disimak pada wilayah tier 2 dan tier 3. Dalam laporan tersebut dikatakan, kota-kota tier kedua dan ketiga Indonesia seperti Denpasar dan Magelang, diprediksi memiliki proyeksi pertumbuhan ekonomi digital yang bisa tumbuh hingga lima kali lipat dalam lima tahun ke depan. Salah satu faktor pendorongnya adalah pesatnya pertumbuhan   dari startup-startup yang spesifik menjalankan bisnis di bidang eCommerce, dan juga finansial teknologi (financing, payments, dll).

Melalui fakta di atas, dukungan berkelanjutan patut dilestarikan. Salah satu stakeholder terkuat terkait ini yaitu pemerintah dipandang perlu untuk terus menjalankan program-program dan intervensi yang bertujuan untuk mengakselerasi skala pertumbuhan ekosistem digital seperti misalnya dukungan dalam akses permodalan, SDM, pasar, sampai mentorship dari para ahli.

Dalam mendukung upaya tersebut, pemerintah saat ini tengah mempersiapkan inisiatif strategis melalui program Dana Merah Putih. Inisiatif ini menargetkan Indonesia dapat melahirkan “unicorn-unicorn” baru yang tak hanya kuat secara permodalan, namun juga memiliki fundamental dan fondasi yang kuat menatap dinamika pasar modern di masa mendatang. Rencana peluncuran Dana Merah Putih akan diluncurkan pada Q2 di tahun 2022, menjadi salah satu bentuk konkrit pemerintah untuk memperkuat ekosistem startup di Indonesia.

Bekerja sama dengan Kemenkominfo, DS/innovate akan merilis report mengenai Digital Ecosystem Indonesia, yang akan memberikan gambaran yang utuh terkait ekosistem digital di Indonesia. Nantikan report selengkapnya di DailySocial.id!

Konsistensi Alibaba Cloud Membawa Dukungan Berkelanjutan Bagi Perekonomian dan Ekosistem Digital di Asia Tenggara

35 kawasan Asia Tenggara menjadi pemegang salah satu kunci kekuatan perekonomian digital dunia. Betapa tidak, pertumbuhannya yang berkembang pesat menjadikan kawasan ini layak diperhitungkan berkat berbagai faktor pasar, salah satunya dari pasar Indonesia. Disebutkan, ekonomi digital Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Menurut laporan DS/innovate, nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan bakal mencapai nilai 146 miliar dolar, dengan pertumbuhan yang bisa mencapai rerata 20 persen tiap tahunnya.

Tren positif ini tentu patut dilestarikan. Salah satu caranya yakni melalui apresiasi dan dukungan yang berkelanjutan. Itulah yang menjadi landasan semangat dari Alibaba Cloud, entitas global penyedia solusi teknologi komputasi awan (cloud) berskala global melalui kampanye Project AsiaForward. Kampanye ini jelas bertujuan untuk memberikan dukungan yang berkelanjutan bagi ekosistem teknologi di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Beberapa waktu lalu, kampanye Project AsiaForward telah sukses menghelat inisiatif apresiasi bertajuk AsiaStar 10×10, di mana inisiatif ini dibuat untuk menyambut keragaman pencapaian dari berbagai entitas teknologi, dengan menggandeng sejumlah mitra di dalam ekosistem teknologi Asia Tenggara bagi 100 perusahaan, komunitas, dan proyek teknologi di sepuluh kategori. Beberapa nama yang tak asing di pasar Indonesia turut masuk ke dalam apresiasi AsiaStar 10×10.

Di samping perhelatan tadi, Project AsiaForward sejatinya mengusung beberapa program. Dikutip dari dari laman resminya, proyek dukungan ini membawa program strategis seperti Startup Program, Developer Program dan juga Talent Program. Di Indonesia sendiri, melalui Alibaba Cloud Indonesia, dukungan berkelanjutan yang dibawa juga diimplementasi secara maksimal melalui program akselerasi startup yang bertajuk “Alibaba Cloud Go Startup Program 2022”.

Talenta teknologi jelas dianggap memegang peranan penting dalam memajukan ekosistem. Indonesia yang dikenal memiliki pasar “tergemuk” di Asia Tenggara, juga tak ketinggalan memiliki talenta yang punya daya saing global. Alibaba Cloud Go Startup Program 2022 sendiri merupakan akselerasi digital yang diprakarsai oleh Alibaba Cloud, dalam mewujudkan misi perusahaan dalam mendukung bisnis startup digital dan seluruh pelaku di dalamnya yang datang dari berbagai latar belakang.

Sebagai penyedia solusi teknologi komputasi cloud, Alibaba Cloud menyediakan sejumlah dukungan akselerasi yang komprehensif bagi pelaku startup, seperti misalnya program mentorship, community networking, demo day, hingga program coupons, technical support, sampai pelatihan teknis. Program Alibaba Cloud Go Startup Program 2022 ini sendiri telah berhasil dilaksanakan sepanjang kuartal kedua hingga kuartal ketiga tahun ini.

Bagi industri dan ekosistem startup tanah air, dukungan berkelanjutan yang diusung oleh Alibaba Cloud tentu sangat menarik untuk menjadi pertimbangan bersama. Terlebih industri teknologi dan bisnis internet yang terus berevolusi pesat, dukungan semacam ini terbukti telah mengakselerasi dorongan yang signifikan terhadap sejumlah pelaku bisnis internet tanah air.

Nama-nama yang tak asing lagi di jagat industri teknologi tanah air seperti Tokopedia dan DANA adalah beberapa startup yang memiliki kisah sukses bersama Alibaba Cloud. Tokopedia misalnya, sebagai salah satu platform eCommerce terbesar di Indonesia, yang memiliki fokus untuk meningkatkan keamanan platform dengan cara yang lebih efektif dan mudah dikelola. Bersama Alibaba Cloud, Tokopedia mengimplementasikan Alibaba Cloud Hybrid WAF (HWAF), dengan kemampuan yang dapat digunakan di platform cloud lain, solusi tersebut memungkinkan Tokopedia untuk mensinkronisasikan Alibaba Cloud WAF untuk aturan keamanan dan memberi Tokopedia portal terpusat untuk mengelola keamanan aplikasi mereka di berbagai platform. Dengan ini, HWAF memberikan tingkat keamanan yang sama kuatnya untuk aplikasi web seperti Alibaba Cloud WAF.

Improvisasi serupa juga dirasakan oleh DANA bersama Alibaba Cloud. Sebagai salah satu penyedia layanan e-wallet terkemuka di Indonesia, DANA memanfaatkan beragam solusi milik Alibaba Cloud yang terdiri dari Infrastructure-as-a-Service (IaaS), dan juga Platform-as-a-Service (PaaS) ke dalam infrastrukturnya. Solusi yang diterapkan merupakan upaya DANA untuk meningkatkan performa produk dan sistem keamanan mumpuni yang dipercayakan kepada Alibaba Cloud. Alhasil, baik DANA maupun Tokopedia, dengan memanfaatkan solusi bersama Alibaba Cloud, saat ini dikenal dengan baik telah menghadirkan layanan yang nyaman, aman, dan juga prima bagi para pelanggannya.

Untuk mengetahui lebih lanjut beragam solusi yang ditawarkan oleh Alibaba Cloud, kunjungi halaman ini untuk informasi selengkapnya.

Langkah Progresif Menuju Keterhubungan Informasi Data Kesehatan

Pandemi Covid-19 menjadi katalisator penting bagi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mentransformasi industri kesehatan Indonesia. Bak kereta super cepat, Kemenkes merealisasikan sejumlah langkah yang sangat progresif di sepanjang satu tahun terakhir ini untuk mengawali transformasinya.

Sejak akhir 2021 hingga sekarang, agenda besar Kemenkes tercermin dari realisasi peluncuran (1) peta jalan transformasi digital, (2) regulatory sandbox, (3) platform Indonesia Healthcare System bernama “Satu Sehat”, dan—salah satu yang signifikan—(4) peraturan baru tentang penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik (RME).

Poin nomor empat menjadi elemen krusial dalam memuluskan agenda transformasi industri kesehatan. Namun, secara keseluruhan, Kemenkes punya visi-misi jangka panjang yang dalam pelaksanaannya harus merangkul banyak pemangku kepentingan (stakeholder).

DailySocial telah mewawancarai sejumlah stakeholder untuk bicara sudut pandang mereka dari aspek industri, regulasi, dan teknologi sebagai enabler dalam menjawab berbagai persoalan di industri kesehatan yang selama ini identik sebagai high-regulated sector karena berkaitan dengan nyawa manusia dan punya kontrol besar terhadap data informasi kesehatan.

Lanskap dan tantangan

Mengutip sebuah studi, industri kesehatan di Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan utama, seperti tuntutan untuk memperbaiki layanan medis, penyediaan akses informasi tepat waktu, dan tingginya biaya operasional.

Tenaga kesehatan (nakes) tak hanya dihadapkan pada tuntutan untuk memberikan kualitas layanan kepada pasien, tetapi juga beban administratif. Salah satunya adalah proses input data pasien masih dilakukan secara manual.

Di satu sisi, masyarakat khususnya kaum menengah ke bawah menganggap biaya berobat ke rumah sakit masih sangat mahal. Akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di daerah masih minim apabila memperhitungkan faktor geografis di Indonesia.

Data BPS menyebut rata-rata biaya pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia meningkat 8,9% menjadi Rp34.364 pada 2021. Secara proporsi, pengeluaran ini naik menjadi 2,72% dari tahun sebelumnya 2,57%. Sementara, Kemenkes mencatat pada 2020 rasio dokter hanya berkisar 0,38 per 1.000 populasi, sedangkan rasio tempat tidur di rumah sakit 1,2 per 1.000 populasi.

Maka itu, pandemi Covid-19 dinilai telah membuka mata para pemangku kepentingan untuk membenahi industri kesehatan. Pandemi memberi dorongan bahwa teknologi dapat menjadi enabler untuk mengatasi krisis dan mendemokratisasi layanan kesehatan dalam jangka panjang.

Sebetulnya, layanan kesehatan berbasis teknologi atau healthtech di Indonesia sudah ada sebelum pandemi. Kita mengenal Alodokter, Halodoc, Klikdokter, dan Klinik Pintar. Layanan yang ditawarkan mulai dari telekonsultasi, marketplace produk kesehatan, hingga digitalisasi ekosistem kesehatan.

Telekonsultasi menjadi salah satu layanan healthtech yang popularitasnya meroket kala pemerintah mengizinkan penggunaannya untuk urgensi penanganan Covid-19. Halodoc dan Alodokter bahkan sempat mencatatkan lonjakan trafik tinggi di awal pandemi.

Terlepas dari itu, masih banyak inovasi di bidang healthtech yang dapat dieksplorasi sehingga tak terbatas pada layanan telekonsultasi saja. Survei Statista memproyeksi nilai pasar digital health di Indonesia mencapai $1,98 miliar di 2022. Segmen terbesar diproyeksi berasal dari digital fitness dan well-being dengan total proyeksi pendapatan sebesar $1,14 miliar di 2022.

Standardisasi dan keterhubungan data

Peta jalan transformasi industri kesehatan memuat tiga agenda utama, yaitu integrasi dan pengembangan pada sistem data, aplikasi pelayanan, dan ekosistem di bidang teknologi kesehatan (healthtech). Sasarannya mencakup layanan kesehatan primer dan sekunder, ketahanan sistem kesehatan, sistem pembiayaan, hingga SDM. 

Dalam pelaksanaannya, Kemenkes membentuk divisi Digital Transformation Office (DTO), dipimpin oleh Setiaji yang telah memiliki pengalaman karir kuat di bidang IT dan birokrasi pemerintah. Setiaji akan menuntun penyelenggaraan transformasi digital di industri kesehatan selama empat tahun ke depan.

Pertanyaan selanjutnya, transformasi ini dimulai dari mana dulu?

Menurut Chief of DTO Setiaji, standardisasi dan keterhubungan data (interoperability) akan menjadi tulang punggung dalam mengintegrasikan seluruh layanan dan pemangku kepentingan di industri ini. Ini menjadi alasan utama DTO menempatkan standardisasi sebagai pondasi dasar transformasi. Tanpa standardisasi, keterhubungan data tidak akan tercapai.

“Maka itu, kami mendahulukan [transformasi] pada Rekam Medis Elektronik sebagai backbone. Salah satu tantangan besar selama ini adalah setiap rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain punya format data sendiri. Transformasi tidak bisa dilakukan jika standardisasi data tidak sama,” ujar Setiaji dalam wawancara dengan DailySocial.id beberapa waktu lalu.

Peta Jalan Transformasi Digital Kesehatan Indonesia 2021-2024 / Sumber: Kementerian Kesehatan

Yang selama ini terjadi, setiap fasyankes beroperasi dengan format dan sistem yang dibangun sendiri-sendiri. Setidaknya, saat ini ada 400 aplikasi di bidang kesehatan, 70 aplikasi puskesmas, dan 50 aplikasi rumah sakit. Karena format dan sistemnya berbeda, sulit untuk mengawinkan dan mengolah data informasi kesehatan.

Standardisasi menyeragamkan seluruh aspek data di industri kesehatan untuk menuju satu data Indonesia sehingga seluruh penyedia dan pengguna layanan kesehatan, baik pasien, fasilitas kesehatan, dan pemerintah dapat saling terhubung dan melakukan pertukaran data. Adapun, standardisasi ini dapat dimanfaatkan seluruh stakeholder terkait pada platform Indonesia Healthcare System (IHS).

Asosiasi Healthtech Indonesia (AHI) menanggapi keputusan yang diambil DTO sudah tepat untuk memprioritaskan standardisasi dan keterhubungan data sebagai langkah awal transformasi. Menurut Wakil Ketua AHI sekaligus Co-founder Zi.Care Jessy Abdurrahman, peta jalan transformasi tersebut juga telah mencerminkan concern dari para pelaku healthtech di Indonesia.

Menurutnya, industri kesehatan selama ini sangat eksklusif jika menyangkut informasi informasi data kesehatan. Maksudnya, fasyankes seolah memiliki kendali besar terhadap informasi data kesehatan. Padahal, Permenkes 269 Tahun 2008 jelas menyebutkan bahwa kepemilikan data ada pada pasien. Karena situasi ini, para pelaku startup sulit untuk melakukan disrupsi di sektor kesehatan.

“Saat itu, kami melihat tidak ada standardisasi pada rekam medis elektronik (RME) sehingga data tidak bisa ‘dikawinkan’ dan diolah menjadi apapun. Hal ini menjadi isu besar ketika Covid-19 terjadi, formatnya berbeda-beda, data tidak akurat, dan proses sampai ke RS menjadi lama karena birokrasi panjang. Peta jalan transformasi ini seharusnya menjadi titik terang bagi industri kesehatan,” ujar Jessy.

Tantangan, implementasi, dan regulasi

Untuk merealisasikan standardisasi ini, Kemenkes meluncurkan platform IHS yang akan dikenal sebagai “Satu Sehat” pada Juli 2022. Satu Sehat adalah Platform-as-a-Service (PaaS) yang akan menghubungkan antar-platform atau aplikasi milik seluruh pelaku industri kesehatan, baik RS vertikal, RS pemerintah, RS swasta, Puskesmas, Posyandu, laboratorium, klinik, hingga apotek. Satu Sehat juga akan terintegrasi pada aplikasi PeduliLindungi.

Kemudian, Kemenkes menerbitkan regulasi baru tentang penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik (RME) pada fasyankes; tertuang dalam PMK No. 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis yang merupakan perubahan dan pemutakhiran dari peraturan sebelumnya PMK No. 269 Tahun 2008.

Kedua agenda di atas krusial dalam menciptakan satu data kesehatan nasional dan terpusat dalam satu platform. Beberapa contoh output-nya adalah menekan potensi duplikasi input data, menyelenggarakan RME, dan memudahkan proses rujukan. Satu Sehat telah diuji coba di 41 RS, 9 RS vertikal, dan 32 RSUD di DKI Jakarta, serta uji coba beta di 31 institusi kesehatan dan lab kesehatan.

Pada pemberitaan sebelumnya, peraturan penyelenggaraan RME memuat pasal-pasal terkait kepemilikan dan isi rekam medis pasien, keamanan dan perlindungan data pribadi, hingga pelepasan. Adapun, Kemenkes diberi kewenangan untuk mengolah data kesehatan milik pasien.

Dalam pasal 3, fasyankes wajib mengimplementasi RME, termasuk pada layanan telekonsultasi oleh fasyankes, dan wajib diintegrasikan ke platform Satu Sehat. Pemerintah memberikan masa transisi bagi seluruh fasyankes hingga akhir 2023.

Dalam pelaksanaannya, Setiaji menilai akan ada beberapa tantangan yang dihadapi mengingat masa transisi yang diberikan hanya satu tahun. Tantangan terbesar adalah mengimplementasi penyelenggaraan RME, terutama bagi fasyankes di daerah. Ia menyebut fasyankes di daerah belum melakukan digitalisasi karena tak punya anggaran.

Survei Kemenkes mencatat anggaran digitalisasi RS rata-rata tak sampai 3% dari total anggaran mereka. Faktor ini membuat transformasi digital belum menjadi prioritas. Selain itu, RS juga harus memiliki sistem informasi manajemen yang terintegrasi agar dapat berbagi informasi secara real-time.

Sebagai gambaran, setidaknya ada 22% dari 2.595 RS yang belum punya Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Kemudian, dari 2.291 RS yang memiliki SIMRS, implementasi RME di front office baru 24% dan 64% untuk back office. Dari 737 RS, sebanyak 359 belum menerapkan RME, 175 RS baru sebagian, dan 203 RS sudah. Saat ini, terdapat 10.260 Puskesmas, 11.347 klinik (pratama dan utama), 2.985 RS, 5.862 praktik mandiri, dan 1.400 laboratorium.

“Kami harus melakukan integrasi 8.000 aplikasi/platform/sistem dengan harapan digitalisasi tidak hanya terjadi pada sistem, tetapi juga tenaga kesehatan. Dokter juga ikut menginput. Dari 10 ribuan Puskesmas, baru 3.000 yang memiliki sistem. Nanti [fasyankes daerah] seperti Puskesmas akan mendapat anggaran khusus [untuk transformasi digital],” ujar Setiaji.

Untuk memudahkan transisi, penyelenggaraan RME pada fasyankes di daerah juga akan dilakukan secara bertahap mengingat kesiapan SDM, infrastruktur, dan budaya kerja berbeda dengan di perkotaan. DTO mengambil peran lebih dalam dengan melakukan edukasi digital dan uji coba integrasi platform Satu Sehat di fasyankes di berbagai kota.

Setidaknya sampai akhir tahun 2022 ini, Kemenkes menargetkan sekitar 12.000 fasyankes akan terintegrasi dengan platform Satu Sehat.

Mengawal transformasi

Lebih lanjut, Ketua Pengurus AHI dr. Gregorius Bimantoro menambahkan bahwa perlu ada kolaborasi pada lima pemangku kepentingan agar dapat merealisasikan peta jalan tersebut. Di antaranya dari (1) pemerintah, baik pusat dan daerah harus onboard, (2) pimpinan faskes primer dan sekunder, (3) mitra rekam medis dan IT rumah sakit, (4) startup dan developer, dan (5) nakes. Pihaknya berupaya menggandeng kampus/universitas untuk ikut dalam mendorong ekosistem healthtech.

“Kami belum pernah melihat roadmap yang salah satunya memprioritaskan ekosistem healthtech, jadi kami sangat senang dilibatkan dalam kolaborasi ini. Ini berarti pemerintah terbuka dengan [enabling] teknologi dalam mencapai ketahanan di bidang kesehatan. AHI berperan untuk membantu pengembangan ekosistem [healthtech] dengan DTO,” papar dr. Gregorius.

Sementara itu, Co-founder dan CEO Klinik Pintar Harya Bimo mengaku antusias dengan langkah pemerintah. Menurutnya, ini pertama kalinya Kemenkes dan pelaku healthtech memiliki cara berpikir yang sejalan. Ketika penggunaan layanan telekonsultasi diizinkan pada masa pandemi, banyak pihak menyadari perlunya RME untuk memperkaya historical data dari pasien. Sayangnya, saat itu peraturan tentang RME belum ada.

“Struktur roadmap ini bagus karena fokus utamanya dimulai dari keterhubungan data. Namun, roadmap ini harus dikawal bersama untuk memastikan standardisasi tersebut berjalan. Kita bertanggung jawab bagaimana pertukaran data kesehatan terjadi. Bagaimana dari sisi komersial, kami cari use caseDo and don’ts harus dijembatani,” jelas Bimo.

Diakuinya, apa yang dilakukan pemerintah sejauh ini juga sejalan dengan upaya Klinik Pintar untuk mencapai interoperabilitas. Standardisasi dan keterhubungan data memang seharusnya menjadi agenda utama sebelum bicara lebih jauh tentang demokratisasi layanan kesehatan, terutama pada grass root.

Jika melihat riwayat ke belakang, ia menilai tidak mudah bagi pengembang layanan digital untuk beroperasi tanpa produk hukum. Sebetulnya, bisa saja kedua hal tersebut berjalan paralel bagi keduanya. Namun, push back biasanya terjadi ketika ada disrupsi.

Ambil contoh, penggunaan layanan telekonsultasi diperbolehkan ketika pandemi. Pemerintah menerbitkan Surat Edaran (SE) untuk melegitimasi penggunaan layanan tersebut. Namun, SE kurang memiliki kekuatan untuk jangka panjang karena begitu pandemi selesai, telekonsultasi tak diperbolehkan lagi.

“Jadi DTO ibarat sebuah startup yang sedang membangun Minimum Viable Product. Ketika kita ingin menuju goal keterhubungan data, kita perlu membantu meski belum ada produk hukum.”

Startup Indonesia Q3 2022: 62 Pengumuman Pendanaan dengan Nilai Total $983 Juta

Sepanjang Q3 2022, investasi ke startup di Indonesia, berdasarkan data yang diumumkan ke publik, bisa dibilang masih stabil jika dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Namun demikian, jika dibandingkan dengan dua kuartal sebelumnya, ada penurunan di sisi jumlah transaksi dan nilai pendanaan.

Kondisi pasar

Tahun 2022 ini bisa dibilang sebagai tahun yang menantang bagi pelaku startup digital. Sejumlah startup harus mengganti strateginya, dengan memfokuskan kekuatan penuh pada sustainabilitas dan arah profitabilitas. Metrik sebelumnya terpaku ke pertumbuhan dan traksi yang setinggi-tingginya. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma investasi startup. Investor menjadi “konservatif” dan menginginkan angka-angka yang lebih masuk akal, ketimbang banyak “bermain-main di valuasi”.

Beberapa startup di Indonesia terdampak langsung. Mereka harus mengerem pengeluaran yang berakibat pada pengurangan jumlah pegawai, efisiensi bisnis (dengan mematikan sub-unit yang tidak signifikan traksinya), sampai pilihan pivot. Di sisi lain, ekosistem yang sudah tergolong “tahan banting” membuat perputaran uang di sektor digital ini masih tetap kencang, terlebih untuk pendanaan di tahapan early stage.

Pendanaan startup

Pada Q1 2022, ekosistem startup di Indonesia membukukan 76 transaksi pendanaan. Dari 50 putaran yang disebutkan nilainya, terkumpul $1,22 miliar. Jumlah ini meningkat 2x lipat dibandingkan periode yang sama tahun 2021 lalu.

Sementara itu, sepanjang Q2 2022 terdapat 71 transaksi yang membukukan dana lebih dari $1,4 miliar. Jumlahnya tidak sebanyak perolehan Q1 2022, namun di sisi nominal terdapat peningkatan hampir $300 juta.

Di Q3 2022 ini terjadi penurunan di sisi jumlah transaksi dan nominal yang dibukukan. Terdapat 62 transaksi pendanaan dengan nilai yang diumumkan sebesar $983 juta. Jumlah ini sebenarnya tidak berbeda jika dibandingkan dengan Q3 tahun 2021, yakni 68 transaksi bernilai $974 juta.

Dilihat lebih dalam, tren tahapan pendanaan masih relatif sama. Secara jumlah pendanaan awal (pre-seed sampai seri A) mendapati jumlah transaksi paling tinggi.

Pendanaan startup Q3 2022 dan Q3 2021 didasarkan pada tahapannya / DailySocial.id

Lalu jika ditinjau dari jenis bisnis yang mendapatkan pendanaan, trennya juga masih relatif sama. Fintech memimpin perolehan terkait jumlah dan nilai transaksi. Sektor berikutnya yang bisa di-highlight adalah logistik dan agritech. Keduanya mendapati minat yang meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Sektor startup yang paling banyak didanai sepanjang Q3 2022 / DailySocial.id

Investor paling aktif

Dari pendanaan di atas, 128 pemodal institusi berkontribusi, selain juga melibatkan puluhan pemodal individu di 12 transaksi pendanaan. Berikut ini daftar pemodal ventura paling aktif selama periode Q3 2022:

Venture Capital Jumlah Pendanaan
East Ventures 15
AC Ventures 9
Alpha JWC Ventures 3
Go-Ventures 3
Teja Ventures 3
BRI Ventures 3

Di rentang periode tersebut, East Ventures berinvestasi di berbagai sektor, mulai dari startup wellness, SaaS, web3, beauty-tech, wealthtech, D2C, F&B, hingga beberapa sektor lainnya. Satu hal yang menarik, September lalu East Ventures memimpin pendanaan seri A Gokomodo senilai $26 juta yang memecahkan rekor pendanaan seri A terbesar di startup Indonesia hingga saat ini.

Berlomba Hadirkan Efisiensi, Platform Marketplace Dirikan Gudang Sendiri

Peran vital logistik bagi bisnis e-commerce sejatinya memaksa pemain di dalamnya untuk putar otak demi menekan efisiensi. Tantangan utama dari logistik Indonesia adalah aspek geografis dengan 17 ribu pulau dan setiap barang harus dikirim melalui tahapan yang panjang.

Dalam artikel sebelumnya, sudah dipaparkan bagaimana Blibli dan Lazada mengelola seluruh gudangnya untuk bantu melancarkan sistem logistik. Dari ranah marketplace C2C, Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak, juga tak luput dari sorotan. Dari ketiganya, hanya Bukalapak yang mengambil pendekatan berbeda untuk menangani solusi logistik ini.

Hal ini tak lain karena Bukalapak sudah menjadikan layanan O2O “Mitra Bukalapak” sebagai bisnis utamanya. Menurut laporan keuangannya pada kuartal III 2022, kontribusi mitra terhadap pendapatan perseroan meningkat menjadi 53% dari 43% secara year-on-year, mendominasi daripada dua bisnis lainnya, yakni marketplace dan BukaPengadaan.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Presiden Bukalapak Teddy Oetomo menyampaikan perseroan mengambil dua pendekatan untuk mengatasi isu logistik di bisnis marketplace dan mitra. Secara berurutan solusinya dinamakan BukaGudang dan Gudang Mitra. Keseluruhannya dilakukan bersama dengan pihak ketiga.

BukaGudang sendiri sudah diluncurkan sejak Maret 2020, bekerja sama dengan PT IDCommerce dan Crewdible. Tidak disebutkan bagaimana kondisi terkininya. Teddy hanya menyampaikan saat ini BukaGudang dimanfaatkan oleh sejumlah merchant di Bukalapak untuk mengelola proses pengiriman barang kepada pembeli dengan mudah dan nyaman.

Adapun untuk Gudang Mitra merupakan gudang penyimpanan barang-barang grosir yang dapat dipesen oleh para Mitra Bukalapak melalui fitur Grosir. Fitur ini memungkinkan mitra untuk menerima pengiriman produk-produk grosir dari Gudang Mitra atau pengiriman langsung dari prinsipal.

“Pengiriman dari Gudang Mitra sudah tersedia bagi seluruh 14,2 juta Mitra Bukalapak dan telah dimanfaatkan oleh sekitar 5 juta Mitra kami. Gudang-gudang kami tersebar di 172 kota, dengan jangkauan layanan ke lebih dari 1.100 kecamatan di 34 provinsi, dengan kapasitas pelayanan per gudang hingga 400 transaksi per hari,” terang Teddy.

Dalam operasionalnya, Bukalapak turut didukung Crewdible dan IDCommerce. Keduanya sama-sama perusahaan yang bergerak di bidang logistik. Mereka punya gudang dan kapabilitas untuk pengadaan untuk penjual online, hanya saja yang membedakan adalah Crewdible bermain di jaringan gudang mikro.

Saat ditanya mengenai rumor Bukalapak berinvestasi untuk Crewdible. Teddy tidak bersedia merespons. Sebelumnya, dikabarkan Bukalapak, melalui entitas Sierra Ranger Pte. Ltd., berpartisipasi dalam pendanaan seri A bersama investor lainnya, yaknni Ondine Capital, 500 Southeast Asia, dan Aldi Haryopratomo sebagai angel investor.

Teddy melanjutkan, tak hanya fitur Grosir, bentuk komitmen lain dari Bukalapak untuk permudah pengadaan bagi mitra adalah terus menambah ketersediaan ragam pasokan kebutuhan-kebutuhan dagang mitra warung, misalnya daging ayam, daging sapi, telur ayam, beberapa jenis sayuran, dan ikan. Semakin beragam pilihan produk di warung kelontong maka makin berdaya saing di lingkungan rumahnya.

Sebelumnya, perseroan juga sempat mengumbar rencananya untuk menjadikan seluruh gerai Transmart sebagai penyuplai untuk Mitra Bukalapak dalam memenuhi stok barang jualannya di warung. Sebelum AlloFresh hadir, SKU yang dapat dibeli Mitra Bukalapak melalui kemitraan bersama prinsipal Bukalapak hanya ratusan hingga ribuan SKU saja.

Sekarang Mitra Bukalapak di daerah-daerah dapat memiliki lebih banyak pilihan produk dari berbagai prinsipal di jaringan Transmart untuk menawarkan lebih banyak produk dagangan di warungnya.

Ia pun memandang prospek solusi pengadaan untuk mitra-mitra warung sangat positif, mengingat jumlah warung yang “underserved” masih sangat besar dan tersebar di pelosok-pelosok. Tantangan utamanya adalah akses distribusi yang terbatas ke daerah-daerah tersebut.

“Oleh karena itu, Bukalapak masih terus akan mengembangkan dan memperkuat wilayah layanan (coverage area) ke pelosok-pelosok dan mempertahankan tingkat layanan (SLA) yang tinggi atas kebutuhan warung-warung mitra kami tersebut,” katanya.

Kehadiran “Dilayani Tokopedia”

Adapun Tokopedia dan Shopee berlomba mendirikan gudang sendiri di sejumlah lokasi untuk menggaet para merchant besar dan kecil lebih mudah menjangkau para konsumennya. Sebenarnya layanannya tidak jauh berbeda dibandingkan pemain e-commerce B2C seperti Blibli dan Lazada, karena semuanya juga memanfaatkan ekosistem sendiri, dengan bantuan dari pihak ketiga lainnya juga, agar hasilnya tetap optimal dan menciptakan efisiensi.

Yang membedakannya hanya dari pengadaan produk. Di Blibli misalnya, mayoritas produk yang ada di gudang itu milik sendiri.

Terkini, Tokopedia baru meresmikan gudang pintar terbesar dari seluruh gudang yang dikelola seluas 1.500 meter persegi. Lokasinya di Osowilangun, Surabaya, Jawa Timur. Disebut gudang pintar, alasannya karena pakai teknologi yang sudah dikembangkan Tokopedia, disertai data-data analitik yang dapat membantu merchant menyusun strategi saat berjualan.

Pada peresmiannya turut dihadiri oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Khofifah bilang, kontribusi dari sektor perdagangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Jawa Timur menempati urutan kedua (18,49%) setelah sektor pengolahan (di atas 30%), kemudian disusul pertanian.

Karena punya kontribusi yang besar, maka kehadiran gudang pintar di Surabaya diharapkan dapat mendongkrak sektor perdagangan jadi lebih besar. “Harus tumbuh inklusif dari setiap pertumbuhan karena akan memberikan penurunan signifikan angka pengangguran terbuka dan kemiskinan,” kata Khofifah.

Keputusan Tokopedia untuk menghadirkan Dilayani Tokopedia karena melihat dari tren pengiriman barang yang terus melonjak di dalam Jawa Timur dan ke luar kawasan. Perusahaan juga punya misi ingin menumbuhkan kapasitas UMKM agar dapat lebih dekat dengan pembeli di mana pun mereka berada, tanpa harus pindah ke kota besar.

Sejak dirilis, merchant Tokopedia di Surabaya yang memanfaatkan gudang pintar tersebut diklaim telah mengalami peningkatan transaksi di Jawa Timur hingga lebih dari 1,5x lipat. Sedangkan penjual di Surabaya yang memanfaatkan Dilayani Tokopedia mengalami peningkatan transaksi dari luar Jawa Timur sebesar 2x lipat.

“Dilayani Tokopedia yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia adalah salah satu contoh manifestasi inisiatif Hyperlocal Tokopedia yang menerapkan teknologi geo-tagging,” tambah Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia Astri Wahyuni.

Dilayani Tokopedia memberikan sejumlah fasilitas untuk para UMKM, di antaranya 30 hari pertama gratis, jasa pengiriman dengan 3PL dan pengepakan, akses dashboard untuk manajemen stok dan pantau penjualan. Sementara untuk pembeli, akan mendapat layanan bebas ongkos kirim dan barang jauh lebih cepat sampai.

Dalam situs, dipaparkan biaya yang dikenakan ke penjual apabila memanfaatkan Dilayani Tokopedia, mencakup biaya fulfillment dan biaya penyimpanan. Untuk biaya fulfillment sebesar Rp5 ribu per item, sudah mencakup biaya admin, inbound, dan outbound. Sementara untuk biaya penyimpanan dikenakan untuk setiap unit barang yang sudah tersimpan di gudang selama lebih dari 60 hari. Biayanya mulai dari Rp750 hingga Rp2 ribu.

Terhitung gudang pintar Dilayani Tokopedia sudah tersebar di enam titik, yakni Jakarta, Makassar, Medan, Bandung, dan Palembang. Di Surabaya saja, ada dua gudang pintar, namun yang terbesar ada di Osiwilangun.

AVP of Fulfillment Business Development Tokopedia Samuel Simanjuntak menuturkan, sepanjang kuartal III 2022 secara keseluruhan jumlah pembeli yang menggunakan Dilayani Tokopedia naik 1,5x lipat secara year-on-year. Sedangkan jumlah transaksinya melonjak lebih dari 2x lipat dan jumlah penjual yang memanfaatkan Dilayani Tokopedia meningkat lebih dari 2x lipat.

Di sisi lain, rute Medan ke Kabupaten Merauke, dan Palembang Martadinata ke kota Jayapura menjadi beberapa pengiriman barang terjauh yang menggunakan Dilayani Tokopedia.

Sebelumnya Dilayani Tokopedia menggunakan nama TokoCabang sudah diperkenalkan sejak 2019. Mitra yang digaet adalah PT Bintang Digital Internasional (Haistar) dan TitipAja, unit bisnis dari logistik last mile Anteraja.

Samuel Simanjuntak merupakan mantan pegawai Sorabel yang kemudian mendirikan Swift (sebagai CEO dan Co-founder) setelah Sorabel tutup operasional pada Juli 2020. Ditelusuri lebih jauh, Dilayani Tokopedia dijalankan oleh PT Swift Logistics Solutions (SLS).

Dalam prospektus GOTO, SLS diakuisisi oleh Tokopedia, melalui PT Semangat Gerak Tangkas (SGT) pada tahun lalu. SGT melakukan penyertaan saham sebesar 67% di SLS. Tak hanya SLS, Swift juga memiliki anak usaha lainnya, yakni PT Swift Shipment Solutions (SSS) dan PT Swift Enabler Solutions (SES). Keduanya juga diakuisisi oleh SGT dan kini menjadi bagian dari Grup GoTo.

Adapun untuk kompetitor terdekatnya, Shopee juga memiliki layanan Dikelola Shopee sudah diperkenalkan sejak 2020. Kini lokasinya sudah tersebar di tujuh kota, yakni Jakarta, Medan, Palembang, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makassar. Solusi yang ditawarkan kurang lebih sama, yakni pengelolaan pesanan dan stok, agen chat terlatih, pengambilan, pengemasan, dan pengiriman, dan ditangani oleh tenaga operasional handal.

Terdapat fitur tambahan, yakni Partial Fulfillment, apabila stok di gudang Shopee habis, maka penjual dapat langsung mengirimkan pesanan dari gudang penjual. Kondisi tersebut lebih fleksibel dan mengurangi risiko pembatalan pesanan karena stok habis.

Alibaba Cloud Announces Final Nominees for AsiaStar 10×10 campaign

Southeast Asia continues to attract global capital and talent to the region due to its young population and potential for economic growth. As part of its Project AsiaForward initiative, Alibaba Cloud has teamed up with tech ecosystem partners to celebrate the diverse achievements of tech-driven entities in Southeast Asia.

Known as AsiaStar 10×10, the initiative gives recognition to 100 companies, communities, and projects in ten categories across the region. The awardees were selected from the list of final nominees curated by representatives of Alibaba Cloud, government agencies, investors, industry experts, and media outlets. They considered a variety of factors, such as revenue, funding, impact, uniqueness, potential, and more.

After thorough  evaluation by representatives of government agencies, investors, and media outlets, these are the final awardees for each category:

  1. Trailblazers: Series B to pre-IPO companies that have played an essential role in driving technological innovation in the region. These are the final awardees: Aerodyne, Kumu, NinjaVan, ShopBack, Sunday, GrowSari, eFishery, MoMo, Kopi Kenangan, and Jirnexu.
  2. Gamechangers: Company moves that set precedents or broke records in Southeast Asia.  There are Grab’s IPO, Bukalapak’s IPO, Merger deal between Gojek and Tokopedia, GCash’s explosive growth, Avant Meats’s Series A funding round, TiNDLE’s global expansion, 2C2P acquired by Ant Financial, VinFast EVs’s expansion into North America, Society Pass’s listing on NASDAQ, and PropertyGuru’s listing on NYSE.
  3. Growth: Early-stage startups that are developing unique and innovative products and solutions, and have raised funds up to Series B, such as ProfilePrint, SariSuki, AiTreat, Rovula, Duckie Land, Eatcosys, GlobalTrack Smart Logistics, PolicyStreet, Speedwork Autocare, and KAMEREO.
  4. Enablers: SaaS companies that provide crucial support to enterprises of every stripe, there are aCommerce, ADVANCE.AI, Dropee, Mekari, NexMind, PatSnap, Peddlr, Sprout Solutions, Wiz.ai, Xendit.
  5. Explorers: Chinese startups that have successfully ventured into the region and established a strong presence, such as PingCAP, Cyclone, Dianxiaomi, Agora, J&T Express, SUNMI, Hago, Mobvista, 37GAMES, and TapTap.
  6. Open Source: Projects that have accelerated the region’s digitalization by giving other entities the tools they need to build new applications, there are ABYRES, Bluzelle, LottieFiles, MAPID, NukeViet, Somleng, SpaceChain, Supabase, Unicorn, and UniKey.
  7. Frontiers: Startups that are developing deeply technical products, such as quantum computing, biotech and medical advancements, space tech, and more. The final awardees are Baiya Phytopharm, Cortical Labs, EyRIS, Gero, MiRXES, Nusantics, SpeQtral, Transcelestial, WIR Group, and Yobite.
  8. Impact: Startups that have brought about significant grassroots-level advancements where they operate, such as Agrabah Ventures, Amaan, Bidanku, Magorium, Mio, Saora Industries, Sati App, Super, Umitron, and Zennya.
  9. Launchpads: Educational institutions, incubators, and accelerators that have provided safe environments to nurture great startups, there are BLOCK71 (NUS), CU Innovation Hub, Draper Startup House, IMDA Innovation Team, Indigo, QBO Innovation Hub, ScaleUp Malaysia, SMU Institute of Innovation & Entrepreneurship (SMU IIE), UEH Institute of Innovation (UEH UII), and UPSCALE Innovation Hub.
  10. Investors: Equity firms that provide the fuel startups need to grow, and are evaluated for the impact they showcase, such as Alpha JWC, East Ventures, Gobi Partners, iGlobe Partners, Kickstart, Quest Ventures, ThinkZone Ventures, Venturra Capital, Vertex Ventures SEAI, and Vietnam Silicon Valley (VSV) Capital.

The awardees will receive their accolades at the Apsara Conference, to be held on November 4, in China, Singapore, Malaysia, and Indonesia.  You can access the full story here: https://asiastar10x10.kr-asia.com/awardees-2022/

Mengulik Lebih Dalam Ambisi “airasia SuperApp” di Indonesia

AirAsia bermula dari sebuah ide untuk menghadirkan moda perjalanan udara yang terjangkau untuk semua kalangan; dan menggerakkan industri perjalanan di Asia. Bisnis dimulai dengan 2 pesawat udara, melayani 6 rute di Malaysia pada Januari 2022.

20 tahun berselang, mimpi itu telah membuahkan jutaan ide baru yang berhasil menopang pertumbuhan bisnis perusahaan. AirAsia kini berkembang menjadi sebuah maskapai yang melayani lebih dari 128 destinasi di 21 negara. Tidak hanya itu, bisnisnya kini telah merambah dunia digital, menyediakan semua kebutuhan perjalanan dan pariwisata dalam satu aplikasi yang dinamakan “airasia SuperApp”.

Transformasi digital airasia sudah dimulai sejak awal beroperasi di tahun 2002 dengan memperkenalkan layanan online booking melalui situs resminya. Kemudian, melakukan ekspansi regional ke beberapa negara tetangga, termasuk Indonesia. AirAsia Indonesia diluncurkan pada tahun 2005, ketika itu pengguna internet di tanah air ada di angka 16 juta orang.

Satu dekade berlalu, perkembangan teknologi internet turut mengakselerasi demokratisasi di berbagai industri, termasuk perjalanan. Jika sebelumnya masyarakat masih bergantung pada travel agent untuk mengatur jadwal mereka, hadirnya OTA (Online Travel Agent) memungkinkan individu untuk bisa mengatur rencana perjalanan mereka sendiri. Beberapa pemain yang sudah dikenal termasuk Traveloka, Tiket.com, Pegipegi, dan sejumlah lainnya.

Pandemi Covid-19 berdampak terhadap semua industri di dunia, perjalanan dan pariwisata termasuk yang paling parah. Pembatasan interaksi mengharuskan masyarakat untuk tidak melakukan perjalanan. Akibatnya, sejumlah penerbangan sempat ditiadakan, para penyedia akomodasi merasa kesulitan karena kamar tidak terisi, begitu pula fasilitas ride-hailing yang sepi penumpang.

Alih-alih duduk diam meratapi kerugian dan menyerah dengan situasi, maskapai ini mencoba bangkit dengan memaksimalkan potensi digitalnya. Tidak dapat dimungkiri bahwa pandemi menjadi katalis bagi konsumen untuk bermigrasi ke platform digital. Perusahaan melihat hal ini sebagai kesempatan besar untuk melanjutkan transformasi digital hingga akhir, dimulai dengan SuperApp.

airasia SuperApp Indonesia

Inisiatif aplikasi super ini dimulai di Malaysia, menawarkan lebih dari 15 jenis produk dan layanan di bawah tiga pilar utama, yaitu travel, e-commerce, dan fintech dengan airasia rewards, Unlimited, dan airasia pocket sebagai benang merah yang mengikat seluruh ekosistem menjadi satu kesatuan.

Sumber: Laporan tahunan AirAsia 2021

Dalam waktu satu tahun, aplikasi super ini telah berkembang secara fenomenal, tidak hanya meningkatkan produknya dan penawaran layanan untuk menjadi aplikasi perjalanan dan gaya hidup, tetapi juga basis pengguna dan daya tariknya dalam hal volume dan nilai transaksi. Satu per satu layanan ini mulai menggencarkan ekspansi.

Pada April 2022, perusahaan menunjuk Delly Nugraha, yang sebelumnya menjabat CEO Carsome Indonesia, untuk memimpin strategi eksekusi airasia SuperApp Indonesia. Belum lama ini, DailySocial.id diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan Delly terkait pengembangan aplikasi super ini di Indonesia.

Delly mengakui, pada dasarnya pengembangan aplikasi super ini dimungkinkan oleh teknologi yang dimiliki perusahaan. “Dulu karena belum banyak yang berani mencoba, selalu ada resistance. Kalau sekarang, penggeraknya juga sudah banyak. Perkembangan internet semakin canggih, jangkauan semakin luas. Kita juga punya sejarah sebagai perusahaan airlines yang sukses. It is only make sense to develop this superapp, and we are optimistic to grow bigger.”

Meskipun belum resmi meluncur, masyarakat Indonesia sudah bisa menggunakan layanan airasia SuperApp secara terbatas. Dalam aplikasinya, terdapat 4 kategori yang ditawarkan yaitu Travel, Delivery, Money, dan Play. Layaknya OTA pada umumnya, layanan ini menawarkan pengalaman berwisata yang terjangkau dan terencana. Mulai dari pemesanan tiket pesawat, hotel, hingga paket liburan yang ekonomis.

Di luar perjalanan, airasia SuperApp juga dilengkapi dengan layanan digital lainnya, termasuk fintech. Pada bulan Maret 2022, layanan marketplace produk finansial airasia Money meresmikan operasional mereka di tanah air, menawarkan solusi keuangan yang terjangkau, dari asuransi, investasi, pengiriman uang, dan penggalangan dana sosial, bersama para mitra.

Selanjutnya, di kategori delivery, layanan pesan-antar makanan airasia Food yang diluncurkan pada bulan yang sama semakin memperluas jangkauannya di beberapa area seperti, Tangerang, Jawa Barat, diikuti oleh Jakarta pada bulan Juni. Saat ini, untuk armada pengantaran makanan, perusahaan bermitra dengan lini bisnis pengantaran Gojek (sekarang GoTo), GoSend.

Keterlibatan airasia dengan Gojek tidak hanya sebatas itu. Sebelumnya, airasia telah mengakuisisi 100% operasional bisnis ride-hailing dan fintech Gojek di Thailand dengan nilai $50 juta atau sekitar 700 miliar Rupiah. Pada kesempatan itu, Tony dan Kevin menyinggung potensi kemitraan bersama selanjutnya tanpa merincikan detailnya.

Dalam menyediakan solusi tersebut, perusahaan bekerja sama dengan mitra. Misalnya, PasarPolis (insurtech), Bareksa (e-investing), Rumah Zakat (lembaga sosial), dan Wise (remitansi) untuk airasia Money. Kemudian, di kategori Play bersama TrueID untuk menyediakan konten streaming audio, video, dan artikel dengan tema travel, food, dan lifestyle yang dapat diakses secara gratis.

Terkait pengembangan superapp ini, Delly juga menegaskan bahwa DNA perusahaan ada pada bisnis perjalanan. Melalui transformasi digital, airasia mencoba menjangkau semua lini bisnis terkait, dan pada akhirnya akan melengkapi bisnis inti. Superapp hadir sebagai value added business untuk bisnis penerbangan airasia.

“Di samping itu, kita melihat ada potensi cross-selling yang sangat besar dalam industri ini. Satu rencana perjalanan bisa melibatkan berbagai aktivitas, mulai dari pemesanan tiket, akomodasi, rekreasi dan lainnya. Dengan menyediakan opsi-opsi tersebut dalam satu platform, kami yakin bisa menopang kinerja SuperApp seterusnya,” ungkapnya.

Tantangan dan peluang

Setidaknya empat layanan yang ditawarkan melalui airasia SuperApp sudah memiliki kompetitornya masing-masing di pasar Indonesia. Dari sisi pengantaran makanan, duopoli GoFood dan GrabFood akan menjadi tantangan tersendiri bagi pemain baru di industri ini.

Salah satu OTA unicorn, Traveloka, mencoba peruntungan dengan layanan TravelokaEats. Menjelang dua tahun eksistensinya, perusahaan harus rela menutup lini bisnis ini dengan alasan efisiensi per 31 Oktober 2022. Salah satu yang masih bertahan adalah ShopeeFood, juga beberapa layanan pesan-antar makanan restoran tertentu.

Delly tidak melihat keberadaan layanan-layanan tersebut sebagai kompetisi. SuperApp memosisikan diri sebagai pelengkap ekosistem yang sudah ada. “Dari sisi ride hailing, kita tidak bermimpi mengalahkan Gojek atau Grab. Namun, bagaimana caranya market yang belum teredukasi, belum jadi market aktif bisa kita jangkau. Kita mengutamakan kolaborasi.

Kolaborasi dalam hal ini tidak diartikan sebagai kompetisi di dalam. “Kita dukung pihak GoSend untuk mengembangkan bisnis lebih masif, otomatis jangkauan ekspansi juga bertambah. Objektif kita untuk mengantarkan makanan ke konsumen kita juga tercapai. Prinsip kolaborasi lebih dikedepankan daripada kompetisi,” tegas Delly.

Sebagai sebuah entitas yang berbasis di Malaysia, Delly juga mengakui adanya perbedaan kondisi pasar di pusat dan wilayah ekspansi. Di Malaysia sendiri tidak ada ride hailing sepeda motor seperti di tanah air. Menurutnya, selain karena alasan regulasi, karakteristik negara dan populasi juga tidak mendukung adanya layanan ojek online.

Di Indonesia, layanan ride hailing airasia dikabarkan segera mengaspal di pusat pariwisata tanah air, Bali. Terkait armada, Delly mengungkapkan bahwa perusahaan akan bekerja sama dengan rekanan yang sudah memiliki izin. Hal ini merujuk pada regulasi dari pemerintah yang mengharuskan perusahaan memiliki lisensi untuk bisa mengoperasikan bisnis ini.

Dengan lini bisnis yang cukup beragam, perusahaan mengaku bahwa strategi ekspansi juga akan berbeda-beda. “Ride-hailing datang setelah food delivery, karena strategi kita sangat berpatokan dengan kondisi market sekarang dan juga perilaku konsumen yang kita targetkan. Ekspansinya bergantung apa yang ingin kita capai,” pungkas Delly.

Delly juga mengungkapkan bahwa kompleksitas bisnis ini dipengaruhi oleh bermacam-macam aspek, seperti kecukupan sumber daya dan finansial. Airasia melihat hal ini dengan sangat baik dan mempersiapkan semua yang diperlukan agar bisa menggerakkan bisnis.

“Kita punya sumber dayanya, kita punya teknologinya, kita punya supply dan modal. Saya melihat bahwa faktor-faktor dasar untuk sebuah korporasi melakukan aksi membangun sebuah startup dan membuat ekosistem itu sudah diperhitungkan,” ujar Delly.

Dari sisi modal, airasia SuperApp Indonesia masih menerima induksi internal dari induk perusahaan yang di awal tahun ini mengumumkan rebranding menjadi Capital A. Selain itu, perusahaan juga dikabarkan tengah dalam proses penggalangan dana dan berencana untuk segera melantai di bursa New York tahun depan.

Pada tahun 2021, airasia SuperApp diakui oleh Credit Suisse sebagai salah satu dari tiga unicorn di Malaysia, dengan perkiraan nilai lebih dari $1 miliar. Hal ini berhasil dicapai melalui inovasi produk/layanan on-demand yang ditawarkan, termasuk empat produk baru yang telah ditambahkan ke dalam platform untuk memperluas lini bisnisnya.

Disinggung mengenai target, pihaknya masih belum mau membeberkan angka yang spesifik. Saat ini perusahaan masih fokus mengembangkan SuperApp dengan tujuan untuk memberi nilai tambah tidak hanya bagi pelaku industri tetapi juga konsumen di setiap lini bisnis yang ditawarkan.

“Nilai tambah ini kita berikan untuk melengkapi ekosistem perjalanan. Itu yang ingin kita capai. Kemudian, market Indonesia secara umum masih besar sekali dan belum sepenuhnya digarap dengan optimal. Masih ada peluang secara geografis, layanan, juga dari sisi perilaku konsumen,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here