Laporan iPrice: GoPay Jadi E-wallet dengan Pengguna Bulanan Tertinggi di Indonesia

iPrice Group berkolaborasi dengan App Annie merangkum perkembangan layanan e-wallet di Indonesia mulai dari kuartal keempat 2017 hingga kuartal kedua 2019. Gojek, termasuk GoPay dan seluruh layanannya, menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh dan digunakan tiap bulannya. Disusul Ovo, Dana, LinkAja dan Jenius.

Gojek sendiri cukup konsisten memimpin sebagai aplikasi yang paling sering digunakan sejak akhir tahun 2017 hingga sekarang. Sementara itu di posisi lima besar terus terjadi perubahan, efek dari strategi yang diterapkan oleh masing-masing perusahaan penyedia aplikasi.

LinkAja, yang kala itu masih tercatat sebagai TCash sempat membuntuti Gojek di posisi kedua. Kemudian bergantian dengan Ovo mengisi posisi kedua dan ketiga, hingga pada akhirnya Ovo menempel ketat Gojek mulai dari kuartal ketiga hingga kuartal kedua tahun ini.

E-wallet dengan pengguna aktif bulanan terbanyak di Indonesia

Konsistensi Ovo dalam mempertahankan jumlah pengguna tidak terlepas dari strategi kerja sama yang mereka lakukan. Dampak cukup terasa ketika mereka resmi menjadi layanan pembayaran untuk Grab dan menjadi opsi pembayaran di Tokopedia hingga akhirnya menggantikan posisi TokoCash. Tak dapat dimungkiri Ovo berhasil mengakuisisi basis pengguna Grab dan Tokopedia untuk menggunakan layanannya.

Cerita cukup berbeda dilalui oleh LinkAja. Setelah tersalip Ovo mereka juga akhirnya ketinggalan dari Dana, pemain baru yang muncul di kuartal keempat tahun 2018. Layanan hasil kerja sama Emtek Group dan Ant Financial ini berhasil unggul dari LinkAja di kuartal kedua tahun 2019. Momen ini juga tak lepas dari strategi mereka menjadi salah satu pilihan pembayaran di Bukalapak, hingga pada akhirnya jadi platform pembayaran digital utama menggantikan BukaDompet. Termasuk juga kampanye diskon di banyak merchant yang sering bisa dijumpai di kota-kota besar.

Dari data yang dipaparkan iPrice Group LinkAja saat ini masih menduduki peringkat keempat aplikasi e-wallet untuk kategori pengguna aktif bulanan. Upaya e-wallet hasil “kolaborasi” BUMN ini pun mulai terlihat sejak awal tahun, strategi kerja sama dengan penyedia layanan, pemerintah bahkan sesama e-wallet pun dijajaki.

BeliMobilGue Umumkan Perolehan Investasi 429 Miliar Rupiah dan Penunjukan Johnny Widodo sebagai CEO

Platform jual-beli mobil bekas, BeliMobilGue, menunjuk Johnny Widodo sebagai CEO baru mereka menggantikan Rolf Monteiro. Dari penugasan ini Johnny bertekad menggenjot volume transaksi perusahaan sampai mendapat predikat platform jual-beli mobil bekas nomor satu di Indonesia.

Johnny sebelumnya menjabat sebagai direktur OVO. Selama berkarier di sana, ia terbilang sukses membawa OVO sebagai salah satu pemimpin pasar pembayaran digital di Indonesia. Sementara dalam bisnis mobil bekas ini, Johnny memandang belum ada satu pun pelaku yang mendominasi pasar.

“Artinya tidak ada pemain saat ini yang nomor satu,” ujar Johnny.

Potensi pasar yang begitu besar juga jadi pertimbangan Johnny bergabung ke BeliMobilGue. Data dari Gaikindo menunjukkan penjualan mobil baru pada 2018 menyentuh 1,15 juta unit, sedangkan untuk mobil bekas Johnny memperkirakan ada 3,5 juta unit mobil bekas yang diperjualbelikan.

“Dengan kemitraan bersama FCG (Frontier Car Group) dan OLX saya sangat yakin kita bisa mendominasi market,” tegas Johnny.

Dalam kesempatan tersebut, BeliMobilGue juga mengumumkan mereka baru menerima investasi sebesar US$30 juta (setara dengan 429,5 miliar Rupiah) dari FCG untuk dua tahun ke depan. Suntikan dana ini memperdalam modal mereka, pada awal tahun ini mendapat pendanaan seri A senilai US$10 juta.

Layanan lokapasar BeliMobilGue fokus untuk memudahkan konsumen menjual mobil bekas di platform mereka, mulai dari valuasi secara online, pengecekan kondisi mobil, hingga penjualan mobil. Platform BeliMobilGue dapat melakukan semua proses itu dalam satu jam.

Sejak beroperasi pada April 2017, BeliMobilGue saat ini mengklaim memiliki 10.000 lebih konsumen, 1.000 lebih diler, 51 lokasi inspeksi mobil di 4 kota, dengan kenaikan pertumbuhan nilai bisnis 20 kali lipat sejak awal berdiri.

Kendati demikian, Johnny belum mau membagi rencana monetisasi BeliMobilGue. Ia mengatakan pihaknya akan terlebih dahulu fokus menggenjot volume transaksi.

“Harapan saya dalam 2-3 tahun ke depan kita sudah dapat traksi yang cukup baik dan bisa menjadi pilihan utama dalam menjual mobil,” pungkas Johnny.

Beem.id Jadi Lokapasar untuk Jual Beli Sneakers Orisinal

Peluang transaksi online yang begitu besar memungkinkan berbagai kesempatan bisnis bermunculan. Kali ini menyentuh segmen niche sepatu sneakers yang diklaim tersembunyi potensi besar, lantaran dianggap tidak hanya sebagai pelengkap fesyen saja tapi juga sudah menjadi barang investasi.

Platform lokapasar (marketplace) C2C Beem.id berupaya mengambil kesempatan tersebut dengan meresmikan kehadirannya di Jakarta baru-baru ini. Meski, sebenarnya sudah mulai dirintis sejak tahun lalu oleh CEO Beem.id Dadit Eko Pryadi, bersama penggila sneakers berusia 15 tahun Jiro R. Noor.

“Berangkat dari hobi dan juga kita melihat potensi market online untuk barang-barang modern culture sangat menjanjikan,” terang Dadit kepada DailySocial.

Dadit menerangkan banyak sneakerhead (sebutan penggila sneakers) menjadikan sneakers sebagai barang investasi, bukan lagi pelengkap fesyen sehari-hari. Sebab punya nilai historis yang hanya dibuat dalam jumlah terbatas, atau brand sepatu kolaborasi dengan tokoh tertentu.

Ambil contoh, sepatu “Vans X from Maiden dan Metallica” atau “Nike Worn Air Jordan 12 Flu Game” dan “Air Jordan 3” yang dirilis pada 1988, didesain sendiri oleh desainer sepatu olahraga tersohor Tinker Hatfield.

Alasan ini membuat sneakerhead semakin idealis dan selektif untuk membeli sneakers, mereka menginginkan keasliannya. Kebutuhan inilah yang menurutnya belum disediakan oleh platform e-commerce manapun.

Ditambah lagi, dari pengalaman pribadi Jiro, kebanyakan sepatu incaran tidak ada di Indonesia. Lalu menginspirasinya dengan mendirikan Beem.id untuk menghubungkan penjual dan pembeli dengan cara mudah.

“Tidak hanya soal transaksi yang ingin kami permudah, tapi juga berharap Beem.id menjadi sebuah akses kultur.”

Konsep yang dibawa Beem.id ini sebenarnya sudah cukup tenar di luar negeri, sebut saja ada StockX, Goat, SneakerDon, Kixify, bahkan di Indonesia sudah ada juga KickAvenue dan Tukutu. Kendati demikian, Dadit menegaskan diferensiasinya dibandingkan yang lain adalah kurasi yang ketat sebelum penjual bisa menjual sepatunya.

Proses transaksi di Beem.id dilakukan dengan cara tawar menawar. Ketika penjual sudah me-listing produk, pembeli bisa melakukan penawaran sampai kurun waktu yang ditentukan. Dari situ penjual akan menentukan siapa yang berhak membelinya berdasarkan penawaran mereka.

Akan tetapi, barang tersebut tidak langsung dikirim ke pembeli, melainkan ke pihak Beem.id. Dadit menjelaskan hal ini bertujuan untuk pengecekan keaslian (legit check), konsumen pun lebih terjamin dengan keaslian barangnya. Dari sisi penjual pun sebenarnya ikut dikurasi, tanpa melihat profil apakah toko besar maupun penjual pribadi.

Dadit mengklaim Beem.id telah memiliki lebih dari 10 ribu pengguna terdaftar dan merangkul lebih dari 100 penjual sepatu. Pertumbuhannya rata-rata 30% per bulannya. Ke depannya tidak hanya menyediakan sneakers, perusahaan akan terus mengembangkan produk dan perluas kategori di luar sneakers.

Transaksi jual beli hanya bisa diakomodasi lewat aplikasi Beem.id. Sebagai pembeli, navigasinya cukup mudah apabila ingin mencari produk yang diinginkan. Disediakan pula opsi pembayaran yang bervariasi untuk permudah transaksi. Aplikasi Beem.id sudah tersedia untuk pengguna Android dan iOS.

Dia menyebut saat ini perusahaan sedang mencari pendanaan eksternal untuk kembangkan bisnisnya. Adapun tim Beem.id saat ini berjumlah lebih dari 10 orang.

Application Information Will Show Up Here

Jet Commerce Perlebar Bisnis ke Tiongkok dan Filipina

Penyedia layanan “e-commerce enabler” Jet Commerce mengumumkan ekspansi regional ke Tiongkok dan Filipina, setelah resmi hadir di Vietnam dan Thailand pada awal 2019. Di Tiongkok, Jet Commerce masuk dengan mengakuisisi pemain sejenis Brand Top, sementara di Filipina dengan buka kantor baru di Taguig City.

Ekspansi ini termasuk salah satu strategi perusahaan untuk menjangkau mitra brand global, serta mempercepat visinya sebagai e-commerce enabler terdepan di Asia Tenggara. Tidak hanya itu, memungkinkan e-commerce spesialist Jet Commerce untuk saling bertukar best practice dari masing-masing negara.

Dalam keterangan resmi, di Tiongkok perusahaan akan fokus pada solusi end-to-end e-commerce, dengan menggabungkan keahlian Jet Commerce dalam hal ritel online, pemasaran multi-channel, dan fulfillment & operations dengan kekuatan Brand Top di digital marketing, big data management, dan desain kreatif.

Chad Zheng yang sebelumnya menjadi CEO Brand Top, kini memimpin Jet Commerce untuk operasional di negeri tirai bambu tersebut.

“Chad dan tim di Tiongkok telah membangun portofolio bisnis yang mengesankan. Keahlian yang mereka miliki, serta pemahaman mendalam terhadap pasar di Tiongkok akan memastikan keberlanjutan keberhasilan kami sebagai wakil resmi dalam menangani ketersediaan produk brand di pasar online,” terang CEO Jet Commerce Oliver Yang.

Secara terpisah kepada DailySocial, Marketing Director Jet Commerce Agustina Putri Wijaya menegaskan bahwa ekspansi ini baru sebatas membantu brand menjual produk mereka secara online di masing-masing market. Tidak menutup kemungkinan ke depannya bakal menghadirkan solusi cross border.

Sebenarnya, tidak hanya melayani brand besar, perusahaan juga melayani pelaku UKM dengan bentuk solusi fulfillment terpisah dari solusi end-to-end. Penjual akan terbantu dalam memikul pekerjaan yang melelahkan saat menjalani bisnis online, meliputi penerimaan produk, manajemen penyimpanan, pengemasan, pengiriman, hingga retur barang.

Agustina menyebut, solusi ini baru tersedia di Indonesia saja. “Penjual akan diberikan akses dashboard untuk menarik data terkait proses pemenuhan pesanan secara real time dari berbagai platform,” terangnya.

Perusahaan telah mengoperasikan lebih dari 100 official online store aktif di 13 platform e-commerce di Asia. Sebanyak 56 brand telah menjalin kemitraan strategis dari beragam kategori, meliputi produk elektronik, health & beauty, mom & baby, produk rumah tangga, mainan anak, dan pet food.

OJK Tunjuk Aftech Sebagai “Asosiasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital”

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjuk Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) sebagai Asosiasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) sesuai dengan amanat POJK No.13 Tahun 2018 mengenai IKD di sektor jasa keuangan. Penunjukan bertujuan untuk membangun sistem pengawasan penyelenggara IKD yang efektif.

IKD di sini terkait segmen fintech yang selama ini belum diregulasi oleh OJK. Ini adalah istilah dari OJK yang menyebutnya sebagai inovasi, bukan sebagai industri. Sejauh ini baru dua industri fintech yang sudah diregulasi, yakni P2P lending dan equity crowdfunding.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menjelaskan, IKD punya banyak manfaat positif, seperti meningkatkan inklusi dan literasi keuangan, dan memenuhi kesenjangan pembiayaan untuk UMKM.

Di sisi lain risikonya juga banyak. Untuk itu perlu diterapkan balanced regulatory framework agar hubungan dengan lembaga jasa keuangan dapat bersinergi secara optimal. Perlindungan konsumen pun tetap terjaga.

Menurutnya, penunjukan asosiasi ini akan mempermudah mekanisme koordinasi dan pengawasan IKD, serta diharapkan akan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada dan membangun sinergi antar penyelenggara IKD.

“Melalui pembentukan asosiasi, para penyelenggara IKD akan mudah membentuk ekosistem keuangan digital karena terdiri dari anggota dengan berbagai model bisnis. Mereka bisa saling berinteraksi dan mendukung dalam menciptakan sektor keuangan digital yang sehat,” terangnya, Jumat (9/8).

Mekanisme pembentukan asosiasi ini, menganut prinsip pengaturan. Artinya OJK hanya membuat garis besar pengaturan, sementara teknis dari pengaturan ini dibuat oleh para pelaku industri.

Aftech akan mengambil peranan penting untuk merumuskan standar industri dan mengembangkan operasional Asosiasi Penyelenggara IKD, termasuk pedoman perilaku model bisnis (market conduct) masing-masing anggota.

“Pengawasan fintech itu beda dengan bank dan non bank karena model bisnisnya beda, risikonya juga beda. Makanya perlu tempuh dengan market conduct, artinya kita harus membuat industri ini bisa bertanggung jawab dalam menjalankan inovasinya, tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat tapi juga melindungi kepentingan konsumen,” tambah Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital Sukarela Batunanggar.

Lebih lanjut, tugas dan wewenang Aftech sebagai Asosiasi Penyelenggara IKD diatur dalam SEOJK Penunjukan Asosiasi Penyelenggara IKD yang akan diterbitkan dan disampaikan ke publik dalam waktu dekat.

Tunggu SEOJK terbit

Ketua Aftech Niki Luhur menjelaskan, pihaknya akan membentuk market conduct dan komite etik pasca ditunjukkan sebagai Asosiasi Penyelenggara IKD, setelah mendapatkan arahan dan batasan-batasan yang jelas dari OJK (SEOJK).

“Kita akan memulai ini sesuai dengan arahan OJK. Dari sana kita bentuk komite etik yang independen berisikan para pengacara yang akan mengkaji bila ada isu-isu ke depannya,” ujar Niki.

Dia melanjutkan, “Bila standar dari OJK sudah jelas, baru sanksi dan bagaimana implementasinya akan kita rumuskan. Apakah melibatkan satgas waspada investigasi atau lainnya. Kita perlu koordinasi lebih jauh terkait ini.”

Hingga Juli 2019, OJK telah memberikan status tercatat kepada 48 penyelenggara IKD. Keseluruhannya akan diawasi secara market conduct oleh Aftech. Dari total ini, 34 penyelenggara di antaranya terpilih menjadi prototype regulatory sandbox.

OJK membagi 34 penyelenggara ini ke dalam 15 klaster berdasarkan segmen bisnisnya. Yang terbanyak di antaranya aggregator (15), credit scoring (4), financial planner (6), financial agent (4), dan project financing (5).

Setelah masuk regulatory sandbox, OJK akan memantau mereka selama setahun atau enam bulan apabila ada tambahan setelahnya. Nanti akan ada hasil akhir sebagai landasan untuk menyusun regulasi, setelah sebelumnya mempertimbangkan dampaknya secara ekonomi dan masyarakat.

Keseluruhan IKD ini sebelumnya harus sudah terdaftar sebagai anggota dari salah satu asosiasi fintech di Indonesia, bisa ke Aftech, AFSI, atau AFPI. Aftech sendiri punya 250 anggota, namun hanya 231 perusahaan yang sudah masuk dalam daftar OJK. Sementara dalam daftar OJK, sudah ada 113 penyelenggara P2P lending yang terdaftar dan tujuh sudah menerima izin usaha.

Jakarta Masuk Daftar Kota dengan Ekosistem Startup Paling Potensial

Masyarakat Industri Kreatif dan Komunikasi Indonesia (MIKTI) dan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) mengemukakan jumlah startup di Indonesia mencapai 1.019 buah pada 2018. Kedua instansi itu mengumumkan bahwa Jakarta masuk ke dalam jajaran kota dengan ekosistem startup yang bersaing secara global.

Berdasarkan Global Startup Ecosystem Report 2019 dari Startup Genome, ekosistem startup di Jakarta dilabeli ‘Late-Globalization Phase’, bersanding dengan 8 kota besar lain seperti Sydney, Paris, San Diego, Sao Paulo. Kategori yang disematkan kepada Jakarta itu hanya satu strip di bawah kategori ekosistem terbaik yang dihuni kota-kota seperti Silicon Valley, New York, Beijing, Singapura, dan London.

Ada beberapa alasan Genome memasukkan nama Jakarta ke dalam daftar tersebut. Contohnya adalah relaksasi peraturan dari pemerintah seperti pembentukan papan akselerasi tempat jual beli saham khusus startup oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan keberadaan inkubator serta akselerator yang sudah cukup mapan di Jakarta.

Ketua Umum MIKTI Joddy Hernady mengatakan ini pertama kalinya Indonesia ikut serta dalam pemeringkatan ekosistem startup global. Pemeringkatan ini membantu mereka memahami posisi Indonesia dalam peta startup digital global.

“Makanya MIKTI memberikan data-data kita ke Genome dan ketemulah posisi ini yang sekarang,” ujar Joddy.

Data MIKTI menunjukkan 529 startup bermukim di Jabodetabek. Ini berarti hampir 52 persen dari totak startup seantero negeri.

Ada sejumlah faktor agar ekosistem startup di Jakarta bisa lebih baik. Joddy menyebut salah satunya adalah akses ke pasar global. Menurutnya masih sangat sedikit startup digital asal Indonesia yang sanggup menembus pasar luar negeri selain Gojek.

“Kita berharap yang seperti itu lebih banyak. Exit-nya bisa di luar, IPO bisa di luar. Itu yang disebut paling top, startup kita bisa ke mana saja,” sambung Joddy.

Talenta Masih Terpusat di Jakarta

Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Santosa Sungkari menjelaskan suburnya ekosistem startup digital di Jakarta salah satunya tak lepas dari banyaknya perguruan tinggi di Jabodetabek.

Konsentrasi perguruan tinggi yang padat di sekitar Jakarta dinilai menggerakkan roda ekosistem startup.

“Ada 389 universitas di Jabodetabek dan beberapa inkubator ada di sana. Kalau mau spesifik Jakarta ke barat lalu BSD itu yang paling banyak walaupun ada juga di Depok, tapi yang paling banyak di Jakarta Barat,” tutur Hari.

Berkaca dari keadaan tersebut, ada rencana memperkuat ekosistem startup digital di Bandung, Yogyakarta, dan Makassar. Joddy menyebut ketiga kota itu punya potensi seperti Jakarta karena memiliki perguruan tinggi berkualitas yang dapat memotori ekosistem.

Dari data MIKTI, Yogyakarta dan Bandung merupakan dua kota yang memiliki jumlah startup terbesar setelah Jakarta. Keberadaan kampus-kampus teknik ternama bisa jadi tolok ukur potensi kedua kota itu.

Agar ekosistem tak berkembang hanya di tiga kota besar tadi, MIKTI berniat membuka pelatihan online untuk memudahkan geliat startup di seluruh kota di Indonesia.

“Kita lagi bikin kurikulumnya, akan ada course untuk pengembangan bakat dan startup itu sendiri. Jadi inkubasinya lewat online dan kita lagi bikin platform itu,” pungkas Joddy.

Warga Jawa Timur Bisa Bayar Pajak Kendaraan dengan GoPay

GoPay kini resmi bisa digunakan oleh masyarakat Jawa Timur untuk pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) melalui fitur GoBills yang ada di aplikasi Gojek. Ini merupakan bentuk perwujudan kerja sama pihak GoPay dengan Bank Jatim.

Head of Sales GoPay Arno Tse menyampaikan bahwa pihaknya saat ini berupaya untuk terus menghadirkan kemudahan di tengah masyarakat Indonesia, termasuk dalam hal pembayaran pajak. Harapannya mereka bisa ikut turut serta dalam peningkatan pengumpulan pajak.

“Kami juga berupaya untuk membantu meningkatkan layanan publik. Kami harap inovasi pembayaran nontunai untuk pembayaran pajak ini bisa membantu pengumpulan pajak menjadi lebih mudah, aman dan transparan sehingga masyarakat pun juga jadi semakin percaya dengan kinerja pelayanan politik,” terang Arno Tse.

GoPay sebagai salah satu e-money populer di Indonesia sudah mulai menjajaki kerja sama dengan banyak pihak termasuk pemerintahan. Akhir 2018 silam mereka bekerja sama dengan Polrestabes Surabaya untuk solusi pembayaran PNBP SIM dan SKCK menggunakan Go-Pay.

“Kami terus membawa semangat yang sama yaitu untuk memudahkan masyarakat dan mendukung pemerintah daerah mewujudkan layanan publik yang aman dan transparan dengan menghadirkan teknologi pembayaran nontunai di tengah-tengah masyarakat. Ke depannya, kami pun berharap agar manfaat inovasi transaksi nontunai untuk pembayaran pajak ini bisa dirakan oleh daerah-daerah lainnya di seluruh Indonesia,” jelas Arno.

Tak hanya GoPay yang sudah mulai menghadirkan pilihan pembayaran untuk pajak dan penerimaan lainnya, tapi juga perusahaan teknologi. Seperti Bukalapak dan Tokopedia. Tokopedia bahkan percaya diri menasbihkan dirinya sebagai perusahaan teknologi pertama dengan fitur pembayaran penerimaan negara paling lengkap melalui fitur “Penerimaan Negara”.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Jadi Opsi Pembayaran Primer di Aplikasi Ayopop, Menggantikan AyoSaldo

Startup agregator pembayaran tagihan online Ayopop hari ini (08/8) mengumumkan kerja sama strategis bersama perusahaan e-wallet LinkAja. Kemitraan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan terkait integrasi kedua platform.

Kepada LinkAja, Ayopop akan memberikan akses 1000 produk tagihan yang dimiliki melalui mekanisme Open API. Nantinya memungkinkan pengguna melakukan pembayaran berbagai produk dan/atau tagihan yang sebelum ada di Ayopop lewat aplikasi LinkAja.

Ayopop Open API yang baru saja diluncurkan merupakan sebuah inisiatif baru untuk membuka akses ke lebih dari 1000 produk/tagihan yang saat ini dimiliki kepada mitra. LinkAja adalah mitra pertama untuk Ayopop Open API. Saat ini ada 33 mitra lainnya dalam proses penyelesaian kerja sama.

Sistem e-wallet LinkAja juga akan diintegrasikan ke aplikasi Ayopop sebagai metode pembayaran primer, menggantikan AyoSaldo. Model ini mirip yang dilakukan Tokopedia dan Ovo dalam kerja sama strategisnya, menggantikan TokoCash.

“Dalam tiga tahun terakhir Ayopop telah memfasilitasi pembayaran tagihan untuk lebih dari 5 juta masyarakat Indonesia. Kami sangat senang dapat berbagi teknologi dengan mitra terpilih yang ingin mengintegrasikan pembayaran tagihan ke ekosistem mereka. Kami merasa terhormat dapat bekerja sama dengan LinkAja dan melihat ini sebagai langkah kami untuk menjadi lebih baik,” ujar Founder Ayopop Chiragh Kirpalani.

Ayopop diluncurkan pada tahun 2016 sebagai aplikasi pembayaran tagihan. Saat ini Ayopop menjadi agregator pembayaran tagihan online terbesar di Indonesia. Misi Ayopop adalah mengubah pembayaran tagihan dengan uang tunai menjadi online dengan pendekatan teknologi dan kerja sama. Beberapa sektor yang menjadi fokus adalah residensial dan institusi pendidikan.

Guna memperluas ekosistem pembayaran tagihan online dengan lebih mudah, Ayopop mengembangkan Ayopop Smart Dashboard sebagai solusi digitalisasi untuk UKM serta untuk pembayaran tagihan indekos dan institusi pendidikan. Dasbor ini membantu pemilik bisnis dan juga pelanggan tidak hanya dalam hal pembayaran, tapi juga dilengkapi dengan berbagai fitur, seperti pengingat tagihan.

“Kami berharap LinkAja dapat memberikan akses layanan keuangan yang efisien kepada seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, serta membantu meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia hingga 75% pada akhir tahun 2019 sesuai target pemerintah. Kami pun menyambut baik kerja sama dengan Ayopop untuk memperkaya jumlah produk tagihan dan kegunaan LinkAja kepada para pengguna,” ujar CEO LinkAja Danu Wicaksana.

Application Information Will Show Up Here

Makin Serius dengan Konten Podcast, Kaskus Siapkan Sejumlah Rencana Bisnis

Belum lama membuka diri ke publik, Kaskus sekarang sudah memiliki 77 program podcast dengan 56 di antaranya berasal dari pengguna. Mereka mengklaim jumlah pendengar Kaskus Podcast terkini sudah mencapai 300 ribu orang.

“Adapun jumlah pengunjung dari November 2018 hingga Agustus 2019 sudah lebih dari 1 juta pengunjung dengan total lebih dari 300 ribu pendengar,” ujar Partner & Media Relations Kaskus Marsha Karindra.

Seperti platform podcast lainnya, konten horor/misteri dan sepakbola merupakan genre paling memikat pendengar di Kaskus. Namun Kaskus berupaya mengimbanginya dengan konten yang lebih beragam seperti Kekoreaan yang membahas kultur K-Pop, Hansip Hoax yang memuat klarifikasi informasi hoaks, hingga Hello Community yang mengulas komunitas-komunitas unik di Kaskus.

Meski belum memberikan imbalan, Kaskus memberikan insentif lebih berupa promosi di semua lini media sosial mereka bagi para kreator konten yang menitipkan karyanya di Kaskus Podcast.

Meski masih rencana, Kaskus sebenarnya punya strategi monetisasi dengan menempatkan spot atau adlibds di dalam program-program original mereka. Selain itu mereka juga membuka peluang kerja sama dengan pihak lain untuk menciptakan konten berbayar.

“Dengan dukungan ini, kami harap para kreator juga semakin semangat membuat konten Podcast dan secara rutin mengunggahnya di Kaskus Podcast,” imbuh Marsha.

Mengenai bentuk platform mereka, Kaskus masih belum berniat beralih ke format aplikasi sebagaimana platform podcast lain. Mereka justru menilai podcast berbasis web lebih memudahkan pendengar.

Forum online terbesar di Indonesia ini menargetkan pendengar Kaskus Podcast tumbuh 30 persen hingga akhir tahun dan diikuti oleh kenaikan jumlah program dari pengguna.

Kaskus Podcast diluncurkan pada November 2018 menyusul Kaskus TV yang diperkenalkan dua bulan sebelumnya. Kaskus Podcast menghadirkan sejumlah konten audio, baik dari pengguna ataupun dari Kaskus sendiri, yang membahas mulai dari hobi, minat, hingga kisah-kisah menarik dari segala genre.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures, Derianto Kusuma dan Sejumlah Investor Berikan Pendanaan 27,7 Miliar Rupiah untuk AllSome Fulfillment

Startup di bidang pengemasan dan pengiriman barang (fulfillment) berbasis di Malaysia “AllSome Fulfillment” baru saja mendapatkan pendanaan dalam venture round senilai $1,94 juta atau setara 27,7 miliar Rupiah. Putaran pendanaan ini dipimpin oleh East Ventures dengan keterlibatan sejumlah investor lain, meliputi Derianto Kusuma (ex Co-Founder & CTO Traveloka) serta dua investor di putaran sebelumnya Y Combinator dan SOSV.

Investasi ini akan difokuskan untuk mempercepat misi perusahaan memenuhi kebutuhan fulfillment e-commerce lintas negara. Termasuk dengan mengembangkan jaringan bisnis ke negara-negara di Asia Tenggara. Startup ini didirikan oleh Ng Yi Ying(berasal dari Malaysia) dan Liu Yi Shu (Tiongkok) pada 2018.

Melalui layanan yang  dikembangkan, AllSome ingin mengurangi biaya fulfillment dan logistik lintas negara hingga 40%. Saat ini mereka telah membangun jaringan yang terdiri atas 250 gudang virtual di Tiongkok dan Malaysia, serta melayani 50 klien di Asia Tenggara. Setiap harinya, bisa memproses pengiriman hingga 120 ribu paket.

“Sebagai mantan pedagang online, kami mengerti bahwa layanan fulfillment selalu mahal. AllSome Fulfillment pada dasarnya dibuat untuk membuat layanan tersebut menjadi terjangkau oleh semua pedagang yang akan menggunakan layanan fulfillment di mana pun mereka membutuhkan. AllSome Fulfillment telah berusaha keras membangun jaringan fulfillment yang luas untuk melayani para pedagang online yang ingin mengirimkan produk mereka,” sambut Co-Founder dan CTO dari AllSome Fulfillment Ng Yi Ying.

AllSome Fulfillment dibuat sebagai perantara antara pedagang dan pembeli yang masing-masing menjual dan membeli barang dari luar negeri, khususnya Tiongkok. Layanan mereka menghilangkan seluruh hal-hal yang menyulitkan bagi pedagang online, mulai dari pencarian pemasok barang, pemeriksaan kualitas, tempat penyimpanan yang aman, pengemasan, pengantaran ke konsumen, hingga fitur pelacakan paket.

Bagi pembeli, AllSome Fulfillment menghilangkan keharusan untuk membuka beberapa situs hanya untuk melacak barang yang mereka beli, karena layanan tersebut memungkinkan mereka untuk memantau pengiriman-pengiriman menggunakan nomor telepon mereka.

Partner East Ventures Melisa Irene mengatakan, “Tim AllSome Fulfillment membangun pedoman yang tepat untuk mempercepat dan mengoptimasi jalur pengiriman barang di pasar ritel online Asia Tenggara. Dengan memungkinkan para pedagang online di Asia Tenggara untuk bisa mengakses ketersediaan produk dan keahlian logistik dari Cina, dan dengan membangun kemampuan fulfillment lokal yang terdesentralisasi, hal ini akan membuka potensi yang sebenarnya dari transaksi perdagangan di wilayah ini.”