Membahas Aturan Main Fintech Lending

Beberapa waktu terakhir, industri fintech lending di Indonesia kembali menjadi sorotan. Gara-garanya kasus gagal bayar yang viral di media sosial, menyeret nama salah satu platform terdaftar di OJK yakni AdaKami (PT Pembiayaan Digital Indonesia). Baik AdaKami, OJK, maupun AFPI sebagai asosiasi yang menaungi bisnis fintech lending di Indonesia sudah memberikan keterangan, yang intinya masing-masing tengah mendalami kasus ini.

Di tengah popularitasnya, industri fintech lending memang dihadapkan pada sejumlah isu menahun. Mulai dari eksistensi platform ilegal [yang terus-menerus diberantas, namun juga tetap berdatangan], pelanggaran SOP proses bisnis yang tertera dalam aturan [penagihan dengan intimidasi dll], hingga yang paling miris yakni soal literasi finansial rendah para konsumennya.

Menurut rilis terbaru OJK, per 9 Maret 2023 ada 102 pemain fintech lending berizin. Secara akumulasi, per Juli 2023 para pemain telah menyalurkan Rp657.854,73 miliar pinjaman melalui lebih dari 435 juta transaksi pendanaan, baik yang bersifat konsumtif maupun produktif. Adapun saat ini ada lebih dari 117 juta rekening pinjaman terdaftar.

Latar belakang munculnya fintech lending karena adanya funding gap di tengah masyarakat. Menurut data IMF, secara total ada kebutuhan kredit senilai Rp1.600 triliun setiap tahunnya. Sementara lembaga keuangan konvensional (bank/multifinance) baru bisa melayani sekitar Rp600 triliun saja.

Isu yang ramai di media sosial

Dari yang ramai diperbincangkan di media sosial, ada tiga kasus utama yang disoroti: dugaan korban bunuh diri akibat gagal bayar, teror penagihan, dan tingginya bunga/biaya pinjaman. Kendati AdaKami mengelak pihaknya melakukan hal tersebut, namun netizen yang menyebarkan informasi ini turut menyertakan bukti-bukti berupa tangkapan layar aplikasi dan beberapa rekaman proses penagihan yang kurang beradab.

Terkait kasus bunuh diri, sebenarnya ini bukan baru kali ini terjadi. Beberapa kasus bunuh diri yang dilatarbelakangi gagal bayar pinjaman online sudah mulai diberitakan sejak beberapa tahun lalu. Misalnya pada Februari 2019, ada sopir taksi berinisial Z (35 tahun) ditemukan tewas di kamar indekos. Dari sepucuk surat yang ditemukan polisi, korban meminta ke OJK atau pihak berwajib untuk memberantas pinjol yang menurutnya seperti ‘jebakan setan’.

Kasus serupa juga terjadi di tahun-tahun berikutnya. Lebih dari 10 kasus bunuh diri yang sama diberitakan media selama 3 tahun terakhir.

Motif bunuh diri karena para korban merasa tertekan dan dipermalukan atas proses penagihan yang dilakukan secara intimidatif — tidak hanya pada dirinya, tapi ke orang-orang di sekitarnya. Mengingat banyak aplikasi [khususnya yang ilegal] turut meminta akses  ke kontak ponsel pelaku.

Padahal OJK maupun AFPI sudah memiliki aturan yang sangat rinci terkait skema penagihan ini, baik saat dilakukan secara in-house ataupun lewat pihak ketiga. Tidak dimungkiri karena keterbatasan area operasional, banyak pemain fintech lending menyewa jasa pihak ketiga untuk proses collection, untuk melakukan penagihan via ponsel maupun mediasi secara langsung kepada para nasabahnya.

Skema penagihan yang ditentukan

Dalam Peraturan OJK No. 10 tahun 2022, tertera bawhwa penyelenggara pinjol hanya boleh menagih dalam waktu 90 hari dan selebihnya hangus. Mekanismenya lalu didetailkan dalam ketentuan AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia).

Terkait tata cara penagihan yang diatur AFPI poinnya sebagai berikut:

  1. Perusahaan wajib memiliki dan menyampaikan prosedur penagihan apabila terjadi gagal bayar.
  2. Langkah-langkah yang dianjurkan: pemberian peringatan, penjadwalan restrukturisasi, korespondensi jarak jauh via telepon/email/lainnya, kunjungan/komunikasi dengan tim penagihan, dan penghapusan pinjaman.
  3. Karyawan internal penagihan dari perusahaan fintech lending diwajibkan mendapatkan sertifikasi Agen Penagihan dari AFPI/OJK.
  4. Perusahaan fintech wajib menginformasikan kepada penerima pinjaman secara detail mengenai risiko jika tidak melakukan pelunasan.
  5. Dilarang melakukan penagihan dengan intimidasi, kekerasan fisik dan mental ataupun cara-cara yang menyinggung SARA atau merendahkan harkat, martabat serta harga diri penerima pinjaman — entah itu di secara langsung maupun lewat dunia maya baik terhadap diri peminjam, harta benda, kerabat, rekan dan keluarganya.

Pun jika penagihan dipasrahkan kepada pihak ketiga, AFPI juga sudah memiliki ketentuan khusus, sebagai berikut:

  1. Pihak ketiga harus terdaftar di AFPI dan memiliki sertifikat untuk melakukan penagihan pinjaman online.
  2. Seluruh karyawan penagihan dari perusahaan jasa pelaksanaan penagihan diwajibkan memperoleh sertifikasi Agen Penagihan.
  3. Perusahaan fintech pendanaan menggunakan pihak ketiga untuk tagihan yang telah melewati batas keterlambatan yaitu lebih dari 90 hari dihitung dari tanggal jatuh tempo pinjaman.
  4. Selain menggunakan pihak ketiga untuk menagih pinjaman lebih dari 90 hari, perusahaan fintech lending juga bisa melakukan beberapa hal ini, yaitu:
    • Menunjuk kuasa hukum dan mengajukan upaya hukum yang tersedia atas nama pendana kepada penerima pinjaman tentunya harus sesuai dengan UU yang berlaku.
    • Untuk pemberian pinjaman kepada peminjam dengan skema kerja sama (misalnya kerja sama supply chain atau distributor financing), penagihan bisa dilakukan oleh business partner
  5. Perusahaan fintech lending dilarang menggunakan pihak ketiga perusahaan jasa penagihan yang masuk ke dalam daftar hitam OJK/AFPI.

Ketentuan terkait bunga

Kasus yang disoroti juga terkait biaya layanan yang sangat besar, mendekati 100% dari nilai pinjaman. Sebenarnya praktik ini ilegal, faktanya OJK mengatakan bahwa batas tingkat bunga termasuk biaya lainnya untuk fintech lending yang ditetapkan oleh AFPI yaitu sebesar maksimal 0,4 persen per hari dan lebih ditujukan untuk pinjaman jangka pendek. Angka ini turun, beleid sebelumnya mengisyaratkan bunga maksimal 0,8 persen per hari.

Sebelumnya bunga fintech lending memang bisa dibilang relatif tinggi jika dibandingkan dengan produk kredit perbankan. Menurut AFPI ada beberapa faktor, pertama karena fintech lending memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi akan kredit macet dari nasabah. Kedua, terkait berbagai kemudahan yang ditawarkan lewat digitalisasi dari proses onboarding sampai pencairan dana. Dan ketiga, tenor pinjaman online ini relatif pendek.

Kabar dijalankan oleh entitas luar

Isu lain yang turut viral dibahas adalah keterlibatan entitas luar terhadap bisnis pinjaman online di luar, lantaran dalam perjanjian menyebutkan ada perusahaan nonlokal yang menjadi pihak pemberi dana. Secara aturan dalam POJK, untuk mendapatkan izin dari otoritas fintech lending harus berupa entitas dan kepemilikan lokal, sehingga harus berbadan hukum (PT) di Indonesia. Dan saat ini 100% entitas yang terdaftar di OJK memiliki PT terdaftar.

Terkait keterlibatan entitas luar ini, DailySocial.id mencoba menelusurinya, bertanya langsung dengan pihak yang terkait. Narasumber kami, mantan CEO dari perusahaan fintech lending berlisensi OJK bercerita. Kebanyakan penyaluran pinjaman fintech lending memang berasal dari super lender di luar negeri — untuk yang konsumtif paling banyak dari Tiongkok atau Hong Kong yang berbadan hukum di Singapura.

Namun praktik ini dinilai memang umum dilakukan dan tidak melanggar aturan. Dalam debutnya, salah satu KPI perusahaan fintech lending adalah menyalurkan dana pinjaman sebanyak-banyaknya. Untuk mencapai hal tersebut maka memerlukan talangan dana yang besar. Jika hanya mengandalkan pendana ritel, nilainya akan sangat kurang. Untuk itu para perusahaan melakukan penggalangan pinjaman (debt/loan channeling) ke super lender institusi.

Narasumber kami juga menjelaskan, biasanya skema kerjanya adalah super lender tersebut akan membuat entitas di lokal atau di Singapura, bertujuan untuk bisa memantau langsung proses bisnis dari perusahaan fintech yang dibantunya. Terkait penyaluran dana, super lender terlebih dulu mentransfer ke perusahaan fintech, lalu fintech tersebut yang meneruskan ke konsumen akhir. Jika dalam perjanjian pinjaman, biasanya super lender dilibatkan menjadi pihak kedua sebagai pemilik dana.

Sebagai informasi, di perjanjian peminjaman dana, ada tiga pihak yang dilibatkan: peminjam/konsumen, pemberi dana, dan platform/penyalur.

Di sisi lain, memang tidak sedikit perusahaan fintech lending lokal yang menjadi perpanjangan tangan (ekspansi) dari perusahaan dari luar.

Seperti dikutip dari Katadata, Peneliti Ekonomi Digital Ignatius Untung Surapati mengatakan bahwa dirinya tidak yakin bahwa fintech itu 90% lokal. Ia mencontohkan platform seperti OVO, Gopay, ShopeePay, dan lainnya yang menjadi penguasa pasar sebagian besar dananya dari para investor yang berasal dari India, Tiongkok, dan negara lainnya.

Sumber kami juga tidak mengelak tentang kondisi ini. Karena memang banyak fintech lending lokal yang bisnis (utamanya) turut dioperasikan dari luar negeri.

Kami pun mencoba melakukan penelusuran, salah satunya dengan mengidentifikasi perusahaan operator di balik aplikasi fintech lending yang beredar di Indonesia. Caranya dengan mengidentifikasi perusahaan yang mengiklankan aplikasi tertentu melalui AdSense. Ditemukan tidak sedikit entitas luar — kendati banyak juga yang dioperasikan PT dari Indonesia — yang berupaya memasarkan layanan tersebut.

Literasi finansial masyarakat

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen dan inklusi keuangan sebesar 85,10 persen. Nilai ini meningkat dibanding hasil SNLIK 2019 yaitu indeks literasi keuangan 38,03 persen dan inklusi keuangan 76,19 persen.

Proposisi tersebut artinya menunjukkan akses ke layanan keuangan saat ini lebih mudah, dibanding kompetensi terkait produk keuangan itu sendiri.

Literasi keuangan adalah pengetahuan seseorang terhadap produk-produk finansial. Sementara inklusi keuangan merujuk pada kondisi kepemilikan akun bank atau lembaga keuangan lainnya oleh kalangan penduduk usia produktif.

Sebagai gambaran, dari statistik OJK, paling banyak pemilik akun pinjaman online ada di rentang usia 19-34 tahun dengan pembagian yang berimbang antara laki-laki dan perempuan. Sementara penyalurannya 81% masih di area Jawa. Atas dasar ini, aturan baru POJK mulai mendorong para pemain untuk memberikan porsi lebih kepada peminjam di luar Jawa. Ini menjadi misi yang mulia, kendati PR untuk edukasi pengguna juga relatif akan lebih menantang.

Regulasi finetch lending memang sudah selayaknya dibuat sangat ketat dan disiplin. Termasuk upaya pemberantasan pemain ilegal dan sanksi terhadap pelanggaran. Toh sedari dulu sektor keuangan memang high-regulated. Namun yang tak kalah penting adalah upaya edukasi ke masyarakat terkait produk keuangan dan risiko secara mendalam. Karena pada akhirnya, kasus viral tersebut tidak akan terjadi jika dari awal masyarakat terkait sudah memahami betul ketentuan produk pinjaman yang dilanggan tersebut.

Dalam POJK, sebenarnya juga sudah diatur kewajiban pemain industri melakukan edukasi kepada masyarakat. Di beleid lama tertera di pasal 33 POJK 77/2016, berbunyi penyelenggara mendukung pelaksanaan kegiatan dalam rangka meningkatkan literasi dan inklusi keuangan.

Bentuk dukungan tersebut dituangkan dalam bentuk sosialisasi dan edukasi. Bagi penyelenggara yang sudah terdaftar wajib 12 kali sosialisasi di 12 kota dan provinsi berbeda dengan proporsi 6 di Pulau Jawa dan 6 di luar Pulau Jawa. Sedangkan Penyelenggara berizin rutin 3 kali dalam satu tahun dengan proporsi 1 kali di Pulau Jawa dan 2 kali di luar Pulau Jawa.

Pada intinya, seluruh stakeholder yang terlibat dalam industri fintech lending harus saling mendukung. Pemerintah mengawasi ekosistem industri; industri memberi memberikan layanan dan edukasi yang baik ke masyarakat; masyarakat juga harus cermat dalam menjadi nasabah dan berperan aktif membantu regulator untuk mengawasi.

Strategi LinkAja Menuju Profitabilitas, Fokus ke Pasar BUMN (UPDATED)

Berdarah-darahnya persaingan di area fintech digital payment B2C membuat LinkAja memutuskan untuk mengalihkan bisnisnya ke B2B dan B2B2C sejak 2021. Diklaim dari berbagai strategi efisiensi untuk pivot, telah membuahkan hasil. Sejak Juni 2023 hingga kini, LinkAja telah mencapai posisi EBITDA positif, artinya tinggal sedikit langkah menuju laba.

“LinkAja dalam dua tahun terakhir berturut-turut berhasil menurunkan cost opex 50%, tapi berturut-turut menaikkan revenue hingga 30%. Per Juni, Juli, dan Agustus [2023] selama tiga bulan berturut-turut sudah capai EBITDA positif,” terang Chief Finance and Strategy Officer LinkAja Reza Ari Wibowo kepada media di Jakarta, Selasa (19/9).

Walau tidak disebutkan secara rinci, ia menyampaikan kenaikan pendapatan ini disokong oleh berbagai inisiatif perusahaan sejak pivot dari B2C, sebagai berikut:

  • Kontribusi bisnis dari lima layanan utama, secara berturut-turut berdasarkan kontributor terbesar adalah produk transfer uang ke rekening bank, beli pulsa, pembayaran PPOB, top up/withdraw saldo, dan manajemen supply chain bersama Telkomsel (agen pulsa DigiPos) dan Pertamina.
  • Efisiensi aktivitas pemasaran turun hingga 98%, sekarang cashback sudah hampir tidak ada.
  • Optimalisasi teknologi dan infrastruktur pendukung, termasuk e-KYC turun sekitar 30%.
  • Merumahkan ratusan karyawan pada Mei 2022.

Menurut Reza, peningkatan ini sangat luar biasa karena perusahaan sekarang sudah tidak lagi bicara mengenai pengguna aktif bulanan (MAU) dan nilai transaksi bruto (GMV) sebagai indikator kinerja, melainkan unit economics yang sudah terpampang nyata.

“Ke depannya kita mau menaikkan revenue yang seperti ini. Ekspektasi kita revenue di 2023 bisa naik 30% dari 2022. Di 2021 itu kita naik 30% setelah menurunkan cost hingga 60%. Loss [EBITDA] tinggal 99%, masih sedikit lagi untuk positif bila secara full year 2023.”

Di balik pencapaian tersebut, ada satu hal yang menarik bahwa jumlah pengguna LinkAja menunjukkan tren penurunan. Namun di saat yang bersamaan, tingkat retensinya meningkat di angka 90%. Reza menjelaskan, hal ini terjadi karena pengguna LinkAja yang ada saat ini tergolong berkualitas. Salah satu kemungkinan terbesar yang mereka lakukan adalah lebih sering bertransaksi.

Ambil contoh, perusahaan melakukan renegosiasi untuk revenue sharing dengan perbankan untuk layanan transfer uang. Dari awalnya gratis tanpa biaya admin, kini dikenakan biaya Rp1.000. Perolehan uang tersebut sepenuhnya masuk ke kantong LinkAja.

“Dibandingkan tiga tahun lalu, ARPU (average revenue per user) sekarang 5-7 kali lipat kenaikannya, dibandingkan kita spend marketing gede-gedean.”

Walau terjadi tren penurunan, pihaknya memastikan bahwa sebenarnya yang diincar adalah pengguna yang berkualitas dan loyal. Jadi masalah kuantitas tidak begitu berpengaruh bagi LinkAja. Kendati demikian, Reza mengaku sudah menyiapkan sejumlah inisiatif untuk kembali mendongkrak jumlah pengguna ke depannya. Ia ingin setiap uang yang diinvestasikan harus balik menjadi pendapatan perusahaan.

Berdasarkan data internal perusahaan, total pengguna LinkAja yang teregistrasi mencapai 91 juta orang. Tidak disampaikan pengguna aktifnya saat ini.

“Kita mau biarkan turun sementara [jumlah pengguna] untuk jaga profitabilitas. Yang penting proft dulu, jadi benar-benar enggak ada ruang untuk lemak, tinggal daging yang jadi otot.”

Model bisnis LinkAja

Dengan model bisnis B2B dan B2B2C, LinkAja memanfaatkan posisinya yang strategis dengan jajaran investor dari perusahaan pelat merah. Disebutkan sebagian besar perusahaan pelat merah —beberapa adalah pemegang saham di LinkAja— ini adalah pemilik pangsa pasar terbesar di industrinya masing-masing di Indonesia, seperti Telkomsel dan Pertamina.

Menggarap pasar captive jadi lebih masuk akal karena masih banyak potensi yang belum tergarap. Strategi ini selaras dengan ambisi awal dibangunnya LinkAja, yakni berupaya meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia di kota lapis dua dan tiga.

Saat ini, pemegang saham pengendali di LinkAja adalah Telkomsel. Lalu disusul BRI, Bank Mandiri, BNI. Berikutnya, Pertamina, Jasa Marga, Taspen, dan lainnya punya persentase yang kurang lebih sama.

“Daripada kami compete di area yang sama [pemain e-wallet lainnya], lebih baik compete di SOE (state-owned enterprise) karena rata-rata leader di tiap industri itu dari SOE. Kalau startup lain harus ketok pintu satu-satu, tapi LinkAja sudah ada akses.”

Dicontohkan inisiatif B2B yang sudah berjalan, yakni manajemen rantai pasok bersama Telkomsel dan Pertamina. Bersama Telkomsel, melalui aplikasi agen pulsa Digipos, LinkAja menjadi penghubung alat pembayaran, antara agen pulsa dengan diler. Aplikasi tersebut juga telah ditenagai dengan PPOB, sehingga mereka tidak jualan pulsa saja. Diklaim transaksi pembelian pulsa di Digipos mencapai miliaran Rupiah.

“LinkAja adalah satu-satunya alat pembayaran di Digipos, jadi 100% uang berputar di sana. Ini sudah ngomong tentang supply chain di belakangnya. Jadi sekarang kita enggak cuma B2C e-wallet tapi jadi infrastruktur pembayaran.”

Contoh sukses ini akan direplikasi ke manajemen rantai pasok lainnya di ekosistem BUMN. Pertamina misalnya, untuk aplikasi MyPertamina, kini metode pembayarannya bertambah, ada OVO dan GoPay. Induk GoPay adalah pemegang saham di LinkAja, sedangkan OVO adalah afiliasi dari Grab, salah satu investor LinkAja.

Untuk memperkuat infrastruktur pembayaran, LinkAja berencana untuk menambah izin sebagai gerbang pembayaran. Langkah ini akan ditempuh dengan cara organik, memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Terlebih saat ini LinkAja sudah memperoleh kategori izin tertinggi dan hanya dibutuhkan beberapa persyaratan lagi untuk mendapat lisensi gerbang pembayaran.

Ambisi yang akan dicapai setelah memperoleh izin tersebut adalah memungkinkan mitra B2B LinkAja untuk tarik dana di kanal mana pun. Saat ini pengguna LinkAja dapat tarik tunai via ATM Himbara. “Jadi kami tidak compete dengan Xendit atau payment gateway yang lain.”

Reza juga mengungkap bahwa sebelum tutup tahun, perusahaan akan melakukan penggalangan dana untuk mengejar pertumbuhan. Terdapat investor existing dan baru dari luar negeri yang akan bergabung.

Aplikasi khusus BUMN

LinkAja

Dalam rangka menggarap pasar captive di ranah B2B2C, baru-baru ini LinkAja merilis aplikasi LinkAja dengan tampilan khusus (skin) BUMN. Tampilan ini diperuntukkan buat para pegawai BUMN dengan fungsi sebagai aplikasi pembayaran dan komunikasi terpadu seputar kementerian maupun perusahaan BUMN yang tergabung di dalamnya.

Tak hanya itu, aplikasi tersebut juga dapat diutilisasi sebagai media promosi terkait produk dan layanan masing-masing perusahaan BUMN.

Disebutkan ada lebih dari 200 ribu karyawan BUMN sudah terdaftar dapat menikmati produk, program, informasi, layanan, dan bertransaksi aktif dalam aplikasi. Bila ditotal ada lebih dari 1 juta karyawan yang berpotensi menjadi pengguna.

“Game besarnya di aplikasi ini ada banyak. Ada yang mau kita replikasi, salah satunya loyalty exchange nanti bisa terintegrasi oleh antar aplikasi BUMN. Lalu kita juga bisa tawarkan produk kasbon ke karyawan BUMN. Strategi seperti ini yang nantinya akan jadi nilai tambah dari kita.”

Nasib terkini iGrow

Terkait nasib iGrow, Reza menuturkan saat ini pihaknya masih menjalani proses hukum untuk bertanggung jawab terhadap gugatan yang dilayangkan oleh sejumlah eks lender karena masalah gagal bayar. Ia pun siap menjalani proses tersebut.

“Kami tetap berusaha menyelesaikan langkah penyelesaian, termasuk apabila aset borrower harus ditarik untuk dikembalikan lagi ke lender. Komitmen kami terhadap iGrow cukup kuat.”

Saat ini proses mediasi antar kedua belah pihak masih buntu karena penggugat mencabut gugatannya untuk sementara dan sedang mempersiapkan gugatan baru.

Sembari proses tersebut kelar, nama badan hukum dan brand telah diubah per Agustus kemarin. Dari PT iGrow Resources Indonesia menjadi PT LinkAja Modalin Nusantara, dengan nama brand LinkAja Modalin Powered by iGrow.

Persiapan ini dalam rangka pivot bisnis dari pembiayaan di industri agrikultur menjadi UMKM close loop di dalam ekosistem BUMN. Produk-produknya adalah Retailer Financing, Invoice Financing, Invoice Financing Mitra Telkomsel, dan Distributor Financing.

“Kami masih terus carikan solusi untuk penyelesaian [pembiayaan agri] sampai clear dan bisnis baru juga sudah clear, baru kita sampaikan ke OJK. Setiap bisnis baru itu kan harus dapat persetujuan dari OJK. Modalin sekarang belum efektif berjalan, tapi kami sudah intensif berkomunikasi dengan OJK dan partner di BUMN,” pungkasnya.

*) Kami memperbaiki informasi struktur pemegang saham di LinkAja

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Loket Resmi Spin Off dari Group GoTo

Pelepasan (spin off) PT Global Loket Sejahtera, yang mengoperasikan layanan GoTix, dari Grup GoTo diketahui telah rampung. Hal ini telah dikonfirmasi oleh COO PT Global Loket Sejahtera Bagus Utama saat dihubungi DailySocial.id.

Bagus enggan merincikan lebih lanjut terkait spin off ini. Ia menyebut saat ini pihaknya tengah fokus menyelesaikan transisinya menjadi perusahaan independen. Salah satunya mencakup pemindahan layanan pembelian tiket film di GoTix ke platform Loket.com.

Dari informasi yang kami himpun beberapa waktu lalu, entitas yang mengoperasikan lini bisnis hiburan GoTo, yakni GoPlay (PT Produksi Kreasi Anak Bangsa) dan GoTix (PT Global Loket Sejahtera) telah berpisah sejak Agustus 2023. GoPlay kini telah berganti identitas menjadi Everywhere.id.

“Kami kembali ke posisi Loket.com sebagai B2B ticketing solution untuk event creator, event organizer, atau promotor. Ke depannya, [pengembangan] solusi ticketing akan dihadapkan banyak tantangan. Untuk itu, kami akan fokus pada tiga hal, yakni solusi terkait kestabilan sistem, keamanan data pengguna, dan experience penonton saat datang ke event,” papar Bagus.

PT Global Loket Sejahtera merupakan pemilik platform ticketing management service Loket.com, yang menawarkan distribusi tiket, sistem pembayaran, gate management, hingga analisis data kepada event creator, event organizer, hingga promotor. Pasca diakuisisi Gojek di 2017, Loket.com disinergikan dengan layanan mobile ticketing GoTix yang memfasilitasi pembelian tiket film, kerja sama dengan jaringan bioskop CGV dan Cinepolis.

Berbeda dengan GoPlay yang beroperasi dengan aplikasi terpisah, GoTix diketahui merupakan in-app service yang tersemat di dalam aplikasi Gojek. Karena situasi ini juga, GoPlay dapat melakukan rebranding.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, GoTo menolak berkomentar soal pelepasan lini usaha di bidang hiburan sebagaimana telah dikatakan oleh CEO GoTo Patrick Walujo saat paparan Earning Call Kinerja 1H23. Namun, GoTo sempat menyatakan rencana divestasi aset non-inti agar dapat lebih fokus mengejar profitabilitas.

Capai keuntungan

Lebih lanjut, Bagus menyoroti beberapa catatan penting terkait masa depan Loket.com. Pertama, pihaknya memberi sinyal untuk scale up ke pasar baru, tetapi ia belum dapat memberi penjelasan lebih dalam. Kedua, ia menyebut bahwa Loket.com telah mencapai pertumbuhan tertinggi sejak pertama kali berdiri.

Pertumbuhan ini dipicu oleh meningkatnya kegiatan offline pasca-pandemi yang mendorong ledakan penyelenggaraan acara, terutama konser/festival musik. Salah satu konser musik besar yang penjualan tiketnya ditangani oleh Loket.com tahun ini adalah band rock asal Inggris Coldplay.

“Selama pandemi, tidak ada event sama sekali. Di 2022, [acara] mulai take off meski baru terasa di satu semester. Perizinan event baru diberikan pada Mei dan setelahnya. Ledakan dunia hiburan ini membawa kami ke pencapaian signifikan dibandingkan tahun lalu, yakni ke level profit,” ujarnya.

Ia mengaku optimistis dengan potensi pertumbuhan industri hiburan ke depan karena daya beli masyarakat Indonesia masih tinggi. “Kalau mengacu Ticket Master dan platform ticketing global lain, pertumbuhannya bisa mencapai 26% secara tahunan. Saya harap ini menjadi momentum bagus bagi Indonesia untuk memiliki posisi yang kuat sama seperti negara tetangga.”

Ditanya soal potensi penggalangan dana baru, Bagus menyebut saat ini masih mengandalkan dana internal. Namun, ada potensi membuka diri ke investor maupun kemitraan strategis yang masih berpusar di ekosistem hiburan, misalnya promotor dan EO. Peluang kemitraan ini menjadi strateginya untuk memperkuat posisi Loket.com sebagai pemimpin pasar.

Application Information Will Show Up Here

Lazada dan AIZEN Bermitra Hadirkan Skema Inovatif Kepemilikan Kendaraan Listrik Logistik

AIZEN, startup fintech berbasis AI asal Korea Selatan, telah menandatangani nota kesepakatan (MoU) dengan Lazada Logistics, unit bisnis logistik dari Lazada Indonesia. MoU ini dalam rangka mendukung lanskap pasar kendaraan listrik (EV) di Indonesia melalui “EV-CreditConnect”, layanan perbankan AI untuk EV.

Diharapkan kesepakatan ini dapat mendukung revolusi pembiayaan industri kendaraan listrik dengan menjembatani kesenjangan antara lembaga keuangan dan mobilitas operator, serta memperluas penyediaan kendaraan yang efisien dan ramah lingkungan bagi mitra kurir Lazada Logistics.

AIZEN CreditConnect adalah platform berbasis AI yang memungkinkan perusahaan keuangan menemukan pelanggan, mengembangkan produk, mengelola risiko, dan mengoperasikan system. Platform ini telah beroperasi di Korea dan Vietnam.

Di Indonesia, AIZEN bermitra dengan Sunindo Kookmin Best Finance yang akan menghubungkan pembeli dengan pemberi kredit serta menawarkan solusi pembiayaan yang inovatif untuk kepemilikan kendaraan listrik kepada mitra kurir Lazada Logistics.

Kolaborasi ini akan memudahkan proses pembiayaan dalam mendapatkan tingkat persetujuan pinjaman yang tinggi dan suku bunga yang kompetitif. Melalui program Vehicle Ownership Program (VOP), mitra kurir Lazada Logistics berkesempatan memiliki EV langsung atas nama mereka, sehingga pada saat masa cicilan selesai mereka sudah memiliki aset sendiri.

Menurut hasil riset yang diungkap Electric Mobility Ecosystem Association (AEML) dan AC Ventures, potensi pasar kendaraan listrik Indonesia bakal tumbuh eksponensial sebesar $20 miliar pada 2030.

Dalam keterangan resmi, Country Manager AIZEN Indonesia Damien Ngai menjelaskan, dengan memperkenalkan layanan keuangan berbasis AI turut serta mempercepat pengambilan keputusan kredit di pasar EV, AIZEN berkontribusi pada Greener Finance. Sinergi ini merupakan langkah konkret dalam mendukung roadmap Indonesia dalam pengembangan industri kendaraan bermotor listrik di era elektrifikasi.

“Ke depannya, diharapkan motor listrik akan semakin mudah diakses oleh masyarakat Indonesia dan menjadi alternatif transportasi yang lebih ramah lingkungan dan efisien di masa depan,” kata Ngai.

Chief Logistic Officer Lazada Indonesia Philippe Auberger menambahkan, kolaborasi dengan AIZEN adalah bentuk upaya perusahaan mewujudkan operasional logistik yang lebih hijau. “Kami memang berkomitmen untuk terus mengembangkan solusi logistic yang berkualitas serta lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk bisnis di Indonesia,” ujarnya.

Sebelum teken MoU dengan AIZEN, dalam solusi pengadaan kendaraan listrik di Lazada dilakukan bersama Smoot Elektrik, produsen EV lokal. Smoot terintegrasi dengan smartphone, yang dilengkapi dengan berbagai fitur yang mempermudah kurir seperti membaca kondisi kesehatan motor dan baterai, cashless payment untuk top-up KM, GPS Tracker, matikan mesin, membaca riwayat perjalanan, dan lain-lain.

Selain itu, terdapat lebih dari 1.000 titik penukaran baterai (swap station) Smoot yang tersebar di seluruh Indonesia. Disebutkan mitra kurir yang sudah menggunakan motor EV mencakup area Jabodetabek.

AIZEN CreditConnect

Ngai menuturkan saat ini selain tantangan infrastruktur dan pendidikan, industri kendaraan listrik juga menghadapi tantangan dalam pembiayaan kendaraan listrik. Uang muka dan suku bunga untuk beli kendaraan listrik umumnya lebih tinggi dari pembiayaan kendaraan tradisional, ditambah pula dengan tenor pinjaman yang lebih pendek. Berbagai faktor juga menjadi pertimbangan, seperti hadirnya merek baru dan jenis kendaraannya.

Melalui kemitraan ini, kedua perusahaan akan bekerja sama untuk memfasilitasi kelancaran penyebaran armada kendaraan listrik dan membangun sistem pengiriman yang ramah lingkungan. Para kurir sebagai debitur akan mendapatkan pinjaman dengan lebih mudah. Pada akhirnya mereka dapat menghemat bahan bakar yang efek jangkanya dapat meningkatkan taraf hidup dan berdampak positif terhadap keberlanjutan lingkungan dan sosial.

Dengan mengolah data yang dihasilkan oleh kendaraan listrik, AIZEN dapat membantu kelengkapan data bank dengan lebih akurat menggunakan platform AI Banking-as-a-Service (BaaS) untuk menilai dan mengelola portofolio EV mereka. Hal ini menghasilkan premi risiko yang lebih rendah dan membantu konsumen dalam pembiayaan kendaraan listrik yang lebih terjangkau.

Pembiayaan yang lebih baik berpotensi untuk mendorong lebih banyak pengguna kendaraan listrik yang ramah lingkungan dan menciptakan produk kredit yang lebih baik untuk melayani pangsa pasar yang lebih luas.

Sebelumnya, AIZEN juga digaet sebagai mitra teknologi untuk Woori Finance yang ingin menggarap segmen pembiayaan kendaraan listrik, khususnya sepeda motor. Multifinance ini sebelumnya lebih fokus menggarap segmen pembiayaan mobil dan alat berat. Dalam kesepakatan tersebut, Woori Finance bekerja sama dengan AIZEN Global dan SWAP, perusahaan manufaktur sepeda listrik dan infrastruktur baterai.

Mengenal Penyedia Infrastruktur EV di Indonesia

Tren kendaraan listrik di Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Belum lama ini, Deloitte Indonesia dan Foundry melaporkan bahwa jumlah pengguna sepeda motor listrik di Indonesia telah naik 15 kali lipat dalam dua tahun.

Laporan tersebut juga menyoroti sejumlah faktor yang menghambat laju pertumbuhan kendaraan listrik, utamanya terkait penyebaran infrastruktur yang dinilai masih kurang memadai.

Berdasarkan keterangan dari Indonesia.go.id, per Juli lalu sudah ada lebih dari 1.000 unit Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU), 6.700 unit Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU), dan 616 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang tersebar di seluruh tanah air.

Angka-angka tersebut dipastikan bakal terus bertambah ke depannya, dan kabar baiknya, PLN tidaklah sendirian dalam mengerjakan pembangunan infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia.

Saat ini ada cukup banyak perusahaan yang berpartisipasi langsung dalam pengembangan infrastruktur electric vehicle (EV) di tanah air. Di artikel ini, kita akan mengenal lebih jauh mengenai tiga penyedia infrastruktur EV di Indonesia, yakni Casion, Transisi, dan Voltron.

Baca selengkapnya di Solum.id, media online yang fokus membahas bisnis dan teknologi berkelanjutan.

Disclosure: Solum.id adalah bagian dari grup DailySocial.id

Startup Pengembang Drone Pertanian Avirtech Diakuisisi Perusahaan Serupa Asal Jepang

Terra Drone Corporation, startup pengembang teknologi drone dan Urban Air Mobility (UAM) asal Jepang, mengumumkan akuisisi terhadap Avirtech, startup sejenis yang berfokus untuk keperluan pertanian di Asia Tenggara yang berbasis di Singapura.

Dalam tindak lanjut aksi korporasi ini, Terra Drone membentuk anak usaha Terra Drone Agri di Malaysia dan Indonesia dengan merek Terra Agri. Baik Terra Drone dan Avirtech memiliki cakupan bisnis di Asia Tenggara. Avirtech beroperasi di Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Berdasarkan keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (21/9), semua pemangku kepentingan mengakui manfaat teknologi drone karena semakin banyak petani di seluruh dunia yang mengakuinya. Lantaran drone dapat meningkatkan keberlanjutan dengan penyemprotan pestisida yang efisien dan mengurangi jejak karbon.

Mengutip dari hasil riset yang diungkap oleh Drone Industry Insights, Terra Drone diakui sebagai salah satu penyedia layanan drone terkemuka di dunia. Terdapat lebih dari 3.000 proyek survei dan inspeksi yang berhasil diselesaikan di 10 negara. Anak usaha Terra Drone, Unifly, telah menciptakan solusi Unmanned Traffic Management (UTM) yang paling banyak digunakan di Amerika Utara, Eropa, dan Timur Tengah.

Selain Avirtech, di Indonesia sebenarnya ada sejumlah startup dengan solusi serupa, salah satunya ARIA.

Kembangkan drone penyemprot pestisida

Avirtech itu sendiri menyediakan sistem kecerdasan tanaman dan kontrol perkebunan untuk memantau kondisi situs melalui informasi udara dan darat, seperti topografi, kesehatan tanaman, kualitas tanah, curah hujan, aktivitas operasi pertanian, serta proses lain yang diperlukan untuk siklus produksi.

Melalui pertanian presisi dan wawasan berbasis data, Avirtech mempercepat digitalisasi perkebunan untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja dan meningkatkan keberlanjutan jangka panjang. Solusi yang mereka berikan dinilai sangat membantu petani kelapa sawit dan perusahaan perkebunan dalam mengurangi kegagalan panen, serta menghemat biaya operasional hingga 30%.

Avirtech mengembangkan drone penyemprotan pestisida dengan teknologi gimbal yang diklaim pertama di dunia. Drone buatan Avirtech disebutkan mampu terbang hingga 4.000 kali dalam sehari. Perusahaan tersebut juga turut berkontribusi dalam pengembangan budidaya tanaman secara ilmiah untuk lebih dari 200 ribu hektar lahan yang tersebar di Indonesia dan Malaysia.

Kedua negara ini merupakan dua produsen terbesar untuk minyak kelapa sawit yang menguasai 80% dari produksi global. Meski begitu, masih terdapat serangkaian masalah serius yang dihadapi, misalnya deforestasi, dampak lingkungan, kesenjangan tenaga kerja, kelangkaan tenaga kerja, dan berbagai tantangan dalam bidang lingkungan.

“Lonjakan harga minyak kelapa sawit yang disebabkan oleh keterbatasan pasokan juga menjadi salah satu hambatan utama,” ujar manajemen Terra Drone.

Melalui lini bisnis Terra Drone, Avirtech berupaya mengatasi masalah keterbatasan tenaga kerja, meningkatkan keselamatan kerja, dan produktivitas di industri kelapa sawit. Avirtech juga berkomitmen untuk mendukung produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan, serta memberikan nilai tambah sebagai investasi dalam ESG (Environmental, Social, and Governance).

“Dengan menggabungkan kepakaran Terra Drone sebagai pemimpin global dalam Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dengan teknologi drone Avirtech dalam pertanian presisi, Terra Agri optimis mengalami pertumbuhan pesat di pasar Indonesia dan Malaysia,” pungkas manajemen.

Reku Soroti Kolaborasi Antarpemangku Kepentingan untuk Dorong Adopsi Kripto

Kolaborasi lintas pemangku kepentingan (stakeholder), termasuk pelaku industri, asosiasi, dan regulator, menjadi salah satu kunci utama adopsi kripto di Indonesia yang disoroti oleh startup pedagang aset kripto Reku.

Menurutnya, kolaborasi ini dapat menghasilkan solusi lebih baik dalam mendorong pengembangan inovasi produk dan menerapkan regulasi yang ideal. “Hal ini dilakukan untuk memperbaiki ekosistem aset kripto di Indonesia sehingga tercipta industri yang sehat dan menguntungkan semua pihak,” tutur Chief Compliance Officer Reku Robby pada Media Clinic Reku, Selasa (19/9).

Disampaikan dalam keterangan resminya, Reku berupaya untuk aktif berkolaborasi bersama BAPPEBTI dan Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO) untuk mengembangkan industri aset kripto yang sehat, termasuk meninjau penerapan regulasi dan kondisi pasar.

Robby juga mengungkap isu keamanan dan sentimen negatif masih menjadi tantangan utama dalam mendorong adopsi kripto di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tindakan oknum yang tidak bertanggung jawab dan ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan laporan Bappebti, total nilai transaksi kripto periode Januari-Juni 2023 mencapai Rp66,4 triliun, merosot 68,6% dibandingkan periode sama tahun lalu. Dalam temuannya, Reku mendapati bahwa penerapan pajak pada transaksi kripto menjadi salah satu hal yang dikeluhkan pengguna.

“Hal tersebut berpotensi untuk mendorong banyak investor memilih bertransaksi aset kripto di luar negeri. Tentunya, ini dapat berdampak negatif bagi pedagang aset kripto di Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, maraknya exchanger ilegal juga ikut disoroti dalam sesi Media Clinic Reku. Menurut laporan OJK, kerugian masyarakat akibat kripto ilegal pada tahun lalu ditaksir mencapai lebih dari Rp4 triliun. Masyarakat tergiur bertransaksi exchanger ilegal yang dinilai bebas pajak dan memiliki produk bervariatif.

Maka itu, pihaknya meyakini Bursa Kripto dapat memberikan jaminan keterbukaan dan keamanan transaksi aset kripto. termasuk crypto village yang dapat meningkatkan literasi masyarakat.

Optimistis

Terlepas dengan tantangan in, Reku mengaku optimistis terhadap pertumbuhan dan prospek ekosistem kripto di Indonesia dengan mendorong inovasi untuk memperkuat posisinya sebagai pemimpin pasar. Reku menyebut telah menjangkau pengguna di lebih 500 kota/kabupaten di Indonesia.

Pengguna Reku terdiri dari rentang usia bervariasi, mulai dari 18-30 tahun (48%), 31-44 tahun (38%), dan 45-55 tahun (13%). Berdasarkan kategori geografis, Reku mendapati Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi dengan volume transaksi tertinggi, menandakan potensi adopsi aset kripto di luar pulau Jawa.

“Salah satu upaya Reku untuk mendukung pertumbuhan ekosistem di Indonesia yakni melalui inovasi produk dan layanan, seperti melalui fitur staking yang telah digunakan oleh 70% pengguna dan mencatat pertumbuhan volume transaksi sebesar 100% sejak Juni 2023,” ujar Robby.

Pada Juni lalu, Reku juga telah mengantongi lisensi dari BAPPEBTI untuk fitur Staking atau kemampuan untuk mengunci aset kripto ke jaringan blockchain untuk mendapatkan passive income tanpa harus perlu jual-beli atau trading.

Selain itu, Reku telah memperoleh sertifikasi ISO 27001 terkait perlindungan keamanan pengguna, penerapan autentikasi ganda, dan enkripsi sesuai standar internasional. Secara berkala, Reku merilis Proof of Reserve (PoR) yang diuji dan diaudit secara akurat untuk memastikan dana dan transaksi pengguna tersimpan secara utuh 1:1 dan dapat diverifikasi.

Selain Reku, di Indonesia juga sudah ada sejumlah pemain exchange lokal. Salah satunya Tokocrypto. Saat ini mereka memiliki lebih dari 3 juta pengguna terdaftar, 400.000 di antaranya aktif setiap bulan. Selama semester I 2023, Tokocrypto mencatat volume transaksi perdagangan rata-rata sebesar $300 juta per bulan, yang setara dengan sekitar Rp4,6 triliun, dan 10 juta setiap harinya.

Ada juga INDODAX yang sudah melayani lebih dari 5,8 juta member. Platform yang sudah didirikan sejak 9 tahun yang lalu tersebut memperdagangkan lebih dari 200 aset kripto dari seluruh dunia. Lewat kanal edukasi gratisnya, Indodax Academy, investor kripto bisa mempelajari seluk beluk kripto dan blockchain.

Application Information Will Show Up Here

Zi.Care Konfirmasi Pendanaan Seri A Senilai Rp46 Miliar

Startup healthcare Zi.Care mengumumkan telah merampungkan putaran seri A dengan total raihan dana sebesar $3 juta (sekitar Rp46,1 miliar). Putaran ini dipimpin oleh Greenwillow Capital Management, dengan dukungan Adaptive Capital Partners dan Iterative Capital.

Adaptive merupakan investor asal Singapura yang berfokus pada pendanaan tahap awal untuk startup yang bergerak di sektor healthtech dan medtech. Sementara itu, Iterative adalah investor asal Singapura yang menjalankan program akselerator seperti Y Combinator.

Putaran seri A sudah berjalan sejak tahun ini dan sedari awal menargetkan dapat meraup dana sebesar $3 juta. Mengutip dari VentureCap, tidak hanya ketiga investor di atas, terdapat nama-nama lain yang turut serta, di antaranya PT Madina Mentari Utama, Medical Informatics co Ltd, dan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI).

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan, dana segar tersebut akan digunakan untuk memperluas jangkauan bisnis Zi.Care di berbagai wilayah di Indonesia. Perusahaan akan mendirikan bisnis komersial dengan 1.750 rumah sakit baru, membangun 100 kemitraan yang sudah terwujud di seluruh negeri.

Solusi Zi.Care

Zi.Care menyediakan solusi digitalisasi untuk rumah sakit dengan penekanan utama pada Rekam Medis Elektronik (EMR/Electronic Medical Record), mencakup diagnosis, hasil tes Kesehatan, obat-obatan, dan pengobatan.

Fokus tersebut sejalan dengan mandat dari Kementerian Kesehatan —melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 24 Tahun 2022— yang ingin mendorong kemajuan digitalisasi dalam domain kesehatan dengan fokus khusus pada implementasi rekam medis elektronik di seluruh Indonesia. Dampak dari PerMen tersebut adalah meningkatnya standarisasi rekam medis elektronik mencapai level 7 sesuai standar yang ketat dari HIMSS.

“Dengan diterbitkannya dan disetujuinya Omnibus Law Kesehatan Indonesia oleh DPR pada tahun ini, menambah keyakinan akan potensi pertumbuhan bisnis teknologi dalam mendukung transformasi sektor Kesehatan Indonesia,” tulis manajemen Zi.Care.

Menurut statistik pemerintah, hampir 2 juta warga Indonesia mencari perawatan medis di luar negeri setiap tahun. Tren ini menyebabkan kerugian devisa yang signifikan, mencapai Rp165 triliun, mengalir ke berbagai negara tujuan.

Dalam konteks ini, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Salah satu inisiatifnya adalah melibatkan peningkatan standarisasi rekam medis elektronik, yang bertujuan tidak hanya untuk menjaga pengeluaran kesehatan di dalam negeri, tetapi juga untuk meningkatkan lanskap kesehatan keseluruhan bagi warga.

Di dalam batas-batas Indonesia, terdapat ekosistem kesehatan, terdiri dari lebih dari 3.300 rumah sakit, 10.000 klinik, dan populasi hingga 270 juta pasien.

Adaptive Capital Partners dan Iterative Capital menilai potensi pertumbuhan sektor kesehatan di Indonesia sangat besar dan sangat menjanjikan. Optimisme ini didukung oleh beberapa indikator kunci, termasuk peningkatan signifikan investasi sektor kesehatan di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain.

Diperkuat juga oleh komitmen pemerintah, terlihat dari alokasi dana anggaran negara untuk sektor kesehatan, yang telah meningkat secara stabil dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun lalu alokasinya mencapai rekor tertinggi sebesar Rp179 triliun.

Application Information Will Show Up Here

Dilandasi Isu Perubahan Iklim, Foodurama Kembangkan Produk Protein Alternatif

Foodurama adalah startup yang fokus mengembangkan varian produk protein alternatif, berbentuk cultivated meat (cell-based meat) dan plant-based meat. Titik mulanya cukup menarik, yakni dari keresahan founder atas isu perubahan iklim yang disebabkan oleh industri F&B.

Menurut data, bisnis F&B menyumbang tingkat emisi greenhouse gas yang cukup tinggi, sekitar 26% dari total emisi global. Angka ini bahkan lebih tinggi dari industri transportasi. Tidak dimungkiri, dampak perubahan iklim memang semakin signifikan berpengaruh pada alam di sekitar kita.

Efek rumah kaca yang disumbang oleh industri makanan / ourworldindata.org
Efek rumah kaca yang disumbang oleh industri makanan / ourworldindata.org

Foodurama didirikan oleh tiga founder, yakni Zulfikar Rifan, Dio Andrian, dan Punja Unggara. Mereka adalah individu yang memiliki akumulasi latar belakang pendidikan di bidang biotech, engineering, bisnis, dan farmasi. Sebelumnya juga sudah berpengalaman kerja di bidang F&B, tech-startup, perhotelan, dan farmasi.

Ada alasan kuat mengapa Foodurama yakin bahwa pendekatan produknya lebih ramah lingkungan dan dapat berkontribusi mengurangi isu perubahan iklim. Disampaikan Zulfikar, dari sudut penggunaan lahan misalnya, plant-based meat efisiensi yang dihasilkan plant-based meat 47-99% lebih lebih kecil dibandingkan conventional meat. Tidak hanya itu, emisi greenhouse gas untuk plant-based meat 30-90% lebih kecil dibanding konvensional.

Disandari betul, bahwa jenis produk ini memang masih belum banyak peminatnya di pasar lokal. Namun demikian, para founder Foodurama optimis potensinya terus tumbuh di tengah kesadaran masyarakat terhadap perubahan iklim yang semakin nyata.

Mengutip penelitian Coherent Market Insights, ukuran pasar plant-based meat sudah mencapai $5,06 miliar di tahun 2022 dan diproyeksikan tumbuh dengan CAGR19,3% hingga 2023 nanti menghasilkan kapitalisasi pasar $20,76 miliar.

Di Indonesia sendiri, sebelumnya sudah ada sejumlah startup yang fokus menyajikan makanan protein alternatif serupa. Dua di antaranya yang sudah mendapatkan dukungan dari pemodal ventura adalah Green Rebel dan Off Foods.

Varian produk Foodurama

Foodurama
Produk awal plant-based meat dari Foodurama / Foodurama

Saat ini produk yang sudah mulai dijual adalah kategori plant-based meat. Foodurama sudah punya 4 varian produk meliputi produk alternatif beef patty, rendang, lamb patty, dan gepuk. Makanan ini terbuat dari bahan olahan kedelai, bawang bombai, jamur, thyme, peterseli, dipadukan dengan rempah-rempah pilihan. Sementara untuk kategori cultivated meat akan segera diluncurkan dalam waktu dekat.

“Fokus kami sebagai perusahaan protein alternatif terbagi menjadi dua, yaitu cultivated meat dan plant-based meat. Namun, karena alasan pengembangan dan regulasi yang harus dipenuhi, untuk SKU awal kami sekarang baru mencakup kategori plant-based meat. Fokus kami ingin menghadirkan pengalaman yang mendekati ke conventional meat, agar bisa menjangkau pasar  yang lebih luas dan mempersatukan berbagai komunitas yang peduli akan climate change dan mau ambil aksi melalui pola konsumsi makanan sehari-hari,” ujar Co-Founder & CEO Foodurama Zulfikar Rifan.

Di fase awal ini, produk plant-based meat dikomersialkan ke segmen B2B (horeka). Untuk jangkauan area, Foodurama sedang pilot launch di beberapa lokasi di Kota Bandung dan sedang inisiasi kerja sama dengan beberapa food service dan pengelola hotel di dalam maupun luar negeri. Untuk dalam negeri, pihaknya mengaku sedang melakukan penjajakan di daerah Bali dan Jakarta. Untuk luar negeri, ada di Belanda, UAE, Cina, Singapura, dan Malaysia.

Sementara itu, mereka juga menargetkan pada semester awal 2024 sudah bisa menyasar B2C melalui modern trade. Zulfikar juga menyampaikan, mayoritas demografi sasaran produk Foodurama saat ini adalah middle dan middle-upper class yang punya konsentrasi terhadap lingkungan.

“Kami merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang melakukan inisiasi pengembangan cultivated meat. Dalam waktu dekat, kami akan berkolaborasi dengan salah satu perguruan tinggi untuk membangun laboratorium pertama di Indonesia yang berfokus untuk mengembangkan cultivated meat,” imbuh Zulfikar.

Ia melanjutkan, “Untuk kategori cultivated meat, harapan kami 2024 sudah bisa merampungkan prototype dan memulai inisiasi untuk mendapatkan regulatory approval di negara tujuan yang sudah mengizinkan komersialisasi produk tersebut. Kami optimis, dengan dukungan dari berbagai stakeholders, industri protein alternatif akan mencapai price parity dengan industri protein konvensional.”

Foodurama debut dengan pendanaan angel round dan sekarang sedang tahap fundraising untuk putaran tahap awal.

Disclosure: Kristin Siagian berkontribusi dalam proses penyusunan artikel ini

Koltiva Umumkan Pendanaan Seri A Dipimpin oleh AC Ventures

Startup agritech Koltiva mengumumkan pendanaan seri A dipimpin oleh AC Ventures. Tidak disebutkan spesifik nilai pendanaan yang diterima, namun dalam putaran ini sejumlah investor turut terlibat, di antaranya Silverstrand Capital, Planet Rise, Development Finance Asia, dan Blue 7, serta investor  sebelumnya The Meloy Fund.

Dana segar akan dimanfaatkan Koltiva untuk mengembangkan SaaS yang memungkinkan perusahaan multinasional untuk memiliki sistem pelacakan rantai pasokan dari benih hingga ke tangan konsumen (from seed to table). Sebelumnya Koltiva telah mengantongi pendanaan awal pada September 2022 lalu dipimpin Silverstrand Capital.

Sejak didirikan tahun 2013, Koltiva menghadirkan beberapa solusi, seperti pemetaan lahan dan profil produsen, ketertelusuran benih hingga ke tangan konsumen, serta pelatihan dan bimbingan ke petani. Kini layanan mereka turut diperluas ke solusi climatetech. Koltiva mengembangkan produk yang dapat membantu dalam pengukuran dan penilaian gas rumah kaca (greenhouse gas/GHG).

Melalui platform digitalnya, Koltiva menawarkan aplikasi web dan mobile untuk mengurus berbagai aktivitas pertanian, seperti pendaftaran produsen, survei, pemantauan transaksi pertanian, pemetaan deforestasi, hingga pengukuran emisi gas rumah kaca di perkebunan. Dengan basis di Indonesia, Koltiva kini tim mereka bekerja dengan produsen di 52 negara, dan hampir setengah dari mereka adalah petani kecil di Indonesia.

“Saat bisnis multinasional semakin menuju keberlanjutan, Koltiva yang berbasis di Indonesia siap menjadi pemain utama dalam memastikan rantai pasok yang transparan. Dengan meningkatkan kesejahteraan petani skala kecil di pasar negara berkembang, dan membantu mereka beradaptasi dengan perubahan iklim, Koltiva adalah bukti nyata tentang bagaimana teknologi modern dapat membentuk ulang industri konvensional, memberikan dampak global, dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan secara lingkungan untuk generasi mendatang,” sambut Managing Partner AC Ventures Helen Wong.

Terobosan baru Koltiva

Koltiva turut memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani mitra / Koltiva
Koltiva turut memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani mitra / Koltiva

Koltiva tengah mengembangkan perangkat lunak yang menyediakan pelacakan dari benih hingga ke tangan konsumen. Perusahaan ingin memastikan bahwa perjalanan produk pertanian dari bahan baku, menuju ke operasi pertanian dan distribusi, hingga ke tangan konsumen dilakukan secara transparan. Inovasi ini membantu perusahaan multinasional dapat melacak asal-usul pasokan produk mereka yang sebagian besar berasal dari produsen kecil di Indonesia, dan negara-negara lain tempat Koltiva beroperasi.

Model bisnis ini dinilai semakin relevan, apalagi dengan adanya regulasi seperti Peraturan Produk Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang diamanatkan oleh Dewan Uni Eropa. Peraturan ini mewajibkan perusahaan membuktikan ketiadaan deforestasi dalam produk mereka dan mematuhi standar hukum tertentu. Akibatnya, lebih dari 50.000 perusahaan berbasis Uni Eropa sekarang wajib mematuhi regulasi ini, dan perusahaan non-UE yang terlibat secara signifikan dalam aktivitas di UE juga harus memastikan kepatuhan mereka.

“Kami membantu korporasi multinasional menavigasi secara bijak lanskap yang dinamis serta regulasi yang terus berkembang akan kepatuhan praktik pertanian berkelanjutan, serta meningkatkan kehidupan para petani dan produsen kecil. Bisnis kami bertujuan untuk membentuk ekosistem yang memberikan manfaat kepada merek global, serta turut meningkatkan dan memperbaiki kondisi penghidupan dan kesejahteraan dari tingkat paling dasar di proses rantai pasok. Kami membayangkan dunia di mana perdagangan yang transparan dan berkelanjutan menjadi sebuah standar,” Co-Founder & CEO Koltiva Manfred Borer.

Application Information Will Show Up Here