Edtech B2B Startup ProSpark Announces Seed Funding Led by AC Ventures

ProSpark, a learning management system (LMS) platform for the B2B segment, today (5/7) announced to secure follow-on funding for its seed round. Led by AC Ventures, participated also other investors, including 500 Startups, Azure Ventures, Prasetia Dwidharma (follow-on), Assembly Ventures, and several angel investors.  Some investors were involved in their pre-seed last April 2020. The value is undisclosed.

ProSpark’s LMS service combines distributed content marketplace features with a gamification system that encourages user engagement in an organization. Through this platform companies can train and improve the workforce’s skills online. This funding is also considered in the right momentum, changes in behavior due to the pandemic are driving growth and demand for edtech services for businesses.

Specifically, fresh funds will be used to expand markets and improve technology infrastructure. Currently, ProSpark is struggling to immediately initiate regional expansion in Southeast Asia. Based in Singapore, ProSpark services are available to Indonesian users; and now it started to penetrate the Philippines market.

“Companies are constantly trying to find their best approach amidst the pandemic. Now that e-learning is growing, offline learning is becoming relatively more expensive, inefficient and less scalable. The ProSpark service comes with personalized and scalable solutions, through adaptive learning with results that can be monitored,” ProSpark’s Co-Founder & CEO, Alfa Bumhira said.

He continued, “This funding will help us expand our end-to-end user experience by providing a wider range of content solutions, better competency on gap mapping capabilities, and a focus on user learning outcomes [..] This is the right product, at the right time, in the right area.”

The corporate education sector is now developing as the rise of self-development activities trend  through the application. Actually, the B2B edtech service has been implemented by several other players in Indonesia. From HarukaEDU with its product CorporateEdu, then the SaaS Mekari platform which also released Mekari University last year, also Codemi that has received capital support from a venture unit of Bukalapak’s former founder. Each platform has offered a different approach.

“The offline workforce is at risk of falling behind in the new digital economy and this problem has been accelerated by the global pandemic. Training the workforce with the skills they need to survive and thrive is urgently needed [..] We believe ProSpark e-learning solutions can thrive across the Southeast Asian region and tackle these skills upgrading problems in various sectors,” 500 Startups’ General Partner, Binh Tran said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup Edtech B2B ProSpark Umumkan Pendanaan Awal, Dipimpin AC Ventures

ProSpark, startup pengembang platform learning management system (LMS) untuk segmen B2B, hari ini (07/5) mengumumkan telah mendapatkan investasi lanjutan untuk putaran pendanaan awal mereka. Dipimpin AC Ventures, beberapa investor lain yang terlibat meliputi 500 Startups, Azure Ventures, Prasetia Dwidharma (follow-on), Assembly Ventures, dan beberapa angel investor. Beberapa di antaranya merupakan investor yang terlibat dalam pre-seed mereka April 2020 lalu. Tidak disebutkan nominal nilai yang didapat.

Layanan LMS ProSpark memadukan antara fitur marketplace konten terdistribusi dengan sistem gamifikasi yang mendorong keterlibatan pengguna di sebuah organisasi. Lewat platform tersebut perusahaan bisa melatih dan meningkatkan keterampilan para tenaga kerjanya secara daring. Pendanaan ini juga dinilai hadir pada momentum yang tepat, perubahan perilaku akibat pandemi mendorong pertumbuhan dan permintaan akan layanan edtech untuk bisnis.

Secara spesifik dana segar juga akan digunakan untuk memperluas pasar dan meningkatkan infrastruktur teknologi. Saat ini ProSpark tengah berjuang untuk segera memulai rencana ekspansi regional di Asia Tenggara. Berbasis di Singapura, layanan ProSpark dijajakan untuk pengguna di Indonesia; dan sekarang sudah mulai meluas ke Filipina.

“Para perusahaan terus mencoba menemukan pendekatan terbaik mereka di tengah pandemi. Sekarang setelah e-learning berkembang, pembelajaran offline menjadi relatif lebih mahal, tidak efisien dan kurang skalabel. Layanan ProSpark hadir dengan solusi yang dipersonalisasi dan terukur, melalui pembelajaran adaptif dengan hasil yang dapat dipantau,” ujar Co-Founder & CEO ProSpark Alfa Bumhira.

Ia melanjutkan, “Pendanaan ini akan membantu kami memperluas pengalaman pengguna secara end-to-end dengan menyediakan solusi konten yang lebih luas, kemampuan pemetaan kesenjangan kompetensi yang lebih baik, dan fokus pada hasil pembelajaran pengguna [..] Ini adalah produk yang tepat, di waktu yang tepat, di wilayah yang tepat.”

Sektor pendidikan untuk korporat kini berkembang mengikuti tren kegiatan pengembangan diri yang dapat dilakukan fleksibel melalui aplikasi. Sebenarnya layanan edtech B2B sendiri sudah coba digarap beberapa pemain lain di Indonesia. Dimulai dari HarukaEDU dengan produknya CorporateEdu, kemudian juga platform SaaS Mekari yang juga merilis Mekari University di tahun lalu, ada juga Codemi yang telah mendapatkan dukungan permodalan dari unit ventura besutan mantan founder Bukalapak. Masing-masing tentu memiliki pendekatan yang berbeda.

“Tenaga kerja offline berisiko tertinggal dalam ekonomi digital baru dan masalah ini telah dipercepat oleh pandemi global. Melatih tenaga kerja dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk bertahan dan berkembang sangat diperlukan [..] Kami yakin solusi e-learning ProSpark dapat berkembang di seluruh kawasan Asia Tenggara dan mengatasi masalah peningkatan keterampilan ini di berbagai sektor,” ujar General Partner 500 Startups Binh Tran.

Application Information Will Show Up Here

Bibit Secures 418 Billion Rupiah Funding Led by Sequoia Capital India

The online mutual fund platform Bibit announced further funding of $ 30 million or the equivalent of more than 418 billion Rupiah led by Sequoia Capital India. East Ventures, EV Growth, and 500 Startups participated in this round.

In the official statement, fresh funds will be used to develop services to encourage more novice investors in Indonesia.

Bibit’s President Director, Sigit Kouwagam mentioned that user growth has increased significantly to over one million new participants during the past year. “This is due to the increased awareness and education are given to novice investors to save every month consistently and the importance of having good personal financial management principles,” he said, Tuesday (1/5).

Based on IDX and KSEI data, the number of retail investors in Indonesia grew 56% YOY last year. This was partly because of the number of millennials with a growth of 92% new investors, from 21-40 years old. Although it has increased significantly, the participation of the Indonesian people in the capital market is still less than 2% at this time.

“We believe that all people deserve a better future. It helps to increase financial inclusion and driving investment practice in the right way is one way to do this. We are very proud to have Sequoia Capital India’s support to pursue this mission.”

On the same occasion, Sequoia Capital India’s VP, Rohit Agarwal also said, “Globally, we see consumers starting to shift their savings from low-yield products, such as gold and property, to financial products with higher yields. In Indonesia, we see Bibit as a trusted investment platform that can help millions of Indonesians invest optimally.”

East Ventures’ Co-Founder and Managing Partner, Willson Cuaca added, “Stockbit and Bibit have shown very high growth in the retail investor segment where transaction value growth will increase more than 10 times in 2020. We believe this funding will boost Stockbit’s growth and strengthen. their position as a leading investment platform.”

In addition, Stockbit released Bibit in January 2019, through the acquisition of a majority stake in Bibit with an undisclosed value. Stockbit alone was originally started as an investment community platform to exchange ideas and stock news in real-time.

As part of the Stockbit Group, Bibit is the company’s channel to reach novice investors with easy investments. Bibit utilizes Robo Advisor technology that adjusts products according to the user’s risk profile and investment goals. It is claimed that 90% of Seed users come from millennials.

According to the survey results summarized in the 2020 Fintech Report, currently there are several investment applications targeting consumers. Seeds themselves are the investment application that gets the highest total awareness from survey respondents.

Investment Platform in Indonesia

In terms of mutual funds, Bibit is currently in competition with other players, including Bareksa, Ajaib, and Bukalapak which will soon launch a subsidiary focused on investment products.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bibit Umumkan Pendanaan 418 Miliar Rupiah yang Dipimpin Sequoia Capital India

Aplikasi reksa dana online Bibit mengumumkan pendanaan lanjutan senilai $30 juta atau setara lebih dari 418 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Sequoia Capital India. East Ventures, EV Growth, dan 500 Startups turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Dalam keterangan resminya, dana segar akan digunakan untuk mengembangkan layanan untuk mendongkrak lebih banyak investor pemula di Indonesia untuk terjun berinvestasi.

Direktur Utama Bibit Sigit Kouwagam menjelaskan, jumlah pengguna Bibit naik drastis menjadi lebih dari satu juta investor baru selama satu tahun terakhir. “Hal ini disebabkan meningkatnya kesadaran dan edukasi yang diberikan kepada investor pemula untuk menabung rutin setiap bulan secara konsisten dan pentingnya memiliki prinsip manajemen keuangan pribadi yang baik,” ujarnya, Selasa (5/1).

Berdasarkan data IDX dan KSEI, jumlah investor ritel di Indonesia tumbuh 56% secara YOY pada tahun lalu. Peningkatan ini disumbang oleh kalangan milenial dengan pertumbuhan 92% investor baru, dari kalangan umur 21-40 tahun. Meski naik signifikan, partisipasi masyarakat Indonesia di pasar modal masih kurang dari 2% pada saat ini.

“Kami percaya semua masyarakat berhak mendapatkan masa depan yang lebih baik. Membantu meningkatkan inklusi keuangan dan mendorong kebiasaan berinvestasi dengan cara yang benar adalah salah satu cara untuk mewujudkannya. Kami sangat bangga bisa mendapatkan dukungan dari Sequoia Capital India untuk mengejar misi tersebut.”

Dalam kesempatan yang sama, VP Sequioa Capital India Rohit Agarwal turut menyampaikan, “Secara global kami melihat konsumer mulai memindahkan tabungan mereka dari produk dengan yield rendah, seperti emas dan properti beralih kepada produk finansial dengan yield yang lebih tinggi. Di Indonesia, kami melihat Bibit sebagai platform investasi terpercaya yang dapat membantu jutaan masyarakat Indonesia berinvestasi secara optimal.”

Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, “Stockbit dan Bibit menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi di segmen retail investor di mana pertumbuhan nilai transaksi naik lebih dari 10 kali lipat pada tahun 2020. Kami yakin pendanaan ini akan mendorong pertumbuhan Stockbit dan memperkuat posisi mereka sebagai platform investasi terdepan.”

Sebagai informasi, Stockbit merilis Bibit pada Januari 2019, melalui akuisisi saham mayoritas di Bibit dengan nilai tidak disebutkan. Stockbit sendiri awalnya dimulai dari platform komunitas investasi untuk saling bertukar ide dan berita saham secara real time.

Sebagai bagian dari Stockbit Group, Bibit menjadi channel perusahaan untuk menjangkau investor pemula dengan investasi yang mudah. Bibit memanfaatkan teknologi Robo Advisor yang menyesuaikan produk sesuai dengan profil risiko dan tujuan investasi pengguna. Diklaim 90% pengguna Bibit datang dari kalangan milenial.

Menurut hasil survei yang dirangkum dalam Fintech Report 2020, saat ini ada beberapa aplikasi investasi yang menyasar kalangan konsumer. Bibit sendiri menjadi aplikasi investasi yang mendapatkan total awareness paling tinggi dari responden survei.

Investment Platform in Indonesia

Di sisi lain, untuk reksa dana, saat ini Bibit berkompetisi dengan pemain lain seperti Bareksa, Ajaib, sampai Bukalapak yang saat ini sedang menyiapkan anak perusahaan yang khusus menangani produk investasi.

Application Information Will Show Up Here

Ekspansi ke Indonesia, Fairbanc Tawarkan “PayLater” Khusus Pedagang Mikro

Perekonomian Indonesia mayoritas disokong dari UKM. Pada 2014, UKM menyumbang 58,92% terhadap PDB. Ada 57,9 juta UKM pada tahun tersebut, angkanya melonjak jadi 62,9 juta dalam tiga tahun. Kunci terpenting dalam membesarkan sektor ini adalah memadukan teknologi digital dan akses modal yang tepat.

Startup fintech Fairbanc mengambil peluang tersebut untuk pemilik bisnis, khususnya pemilik usaha mikro pedesaan yang tidak memiliki rekening bank atau kesulitan mendapat pinjaman dari lembaga keuangan konvensional.

Dari markasnya di San Francisco, Fairbanc melebarkan sayapnya ke Indonesia pasca menerima pendanaan dengan nominal dirahasiakan dari 500 Startups dan miliarder Indonesia Michael Sampoerna pada awal tahun ini.

Konsep yang ditawarkan berbeda dengan startup fintech kebanyakan. Kepada DailySocial, CEO Fairbanc Indonesia Iman Pribadi menerangkan, platformnya menawarkan konsep closed loop financing, yakni sistem pembiayaan yang dilakukan di dalam supply chain. Di dalamnya tidak ada perubahan proses buat peminjam dan juga difasilitasi oleh distributor/prinsipal yang selama ini menyediakan barang untuk para peminjam.

Artinya adalah tidak ada pinjaman dalam bentuk uang, hanya ada tambahan fasilitas dari distributor berupa tambahan jangka waktu pembayaran untuk membeli barang lebih banyak dari distributor/principal.

“Kami menawarkan para pedagang mikro berupa pembiayaan dana bergulir (revolving credit line) yang dapat digunakan tiap minggu untuk membeli barang dagangan dari para distributor pilihan kami yang mana dapat menghasilkan peningkatan penjualan para distributor,” terangnya.

Model bisnis Fairbanc

Produk Fairbanc
Produk Fairbanc

Pedagang yang menerima fasilitas tersebut tidak menerima uang tunai, tetapi bisa membeli barang dagangan dengan cicilan tanpa bunga. Uang tunai diberikan ke distributor dan pedagang membayar cicilan tanpa bunga ke Fairbanc setelah menjual barang dagangan.

Fairbanc hanya mengirimkan kode verifikasi via SMS ke handphone milik pedagang saat bertransaksi. Solusi ini dianggap akurat untuk melayani orang-orang yang tidak punya rekening bank.

Setiap pedagang, sambungnya, memiliki batasan nilai pembiayaan yang sudah terotomatisasi dengan data science. Limit kredit akan bertambah ketika mereka membeli semakin banyak produk dagangan dari para distributor pilihan perusahaan.

Iman menerangkan, perusahaan beroperasi sebagai sebuah platform teknologi untuk perbankan dan dan industri jasa keuangan di Indonesia yang menawarkan pembiayaan dengan menggunakan teknologi dan data science dari Fairbanc.

Teknologi tersebut dimanfaatkan untuk melakukan otomatisasi penilaian kredit dan memantau risiko. Startup ini juga mengembangkan kemampuan pengenalan produk bertenaga AI untuk menawarkan insight kompetitif untuk mitra FMCG.

“Kita bukan lembaga fintech p2p dan tidak memberikan pinjaman jadi tidak ada proses restrukturisasi. Kita merupakan platform teknologi atau machine learning yang membantu meningkatkan pendapatan para pemilik warung/toko. Pinjaman hanya salah satu tools yang bisa difasilitasi oleh Fairbanc dengan lembaga keuangan.”

Lebih lanjut, konsep monetisasi Fairbanc sedikit berbeda. Karena tidak ada bunga yang dibebankan kepada pedagang mikro dan tidak ada tambahan biaya untuk perusahaan principal FMCG dan para distributornya, Fairbanc menghasilkan uang dengan mengoptimalkan pembayaran tunai langsung ke distributor dan penggunaan diskon atas volume penjualan.

Lewat kerja sama dengan perusahaan FMCG dan menawarkan pinjaman produktif untuk membeli produk-produk kebutuhan sehari-hari dengan margin tinggi seperti Unilever, Fairbanc berharap dapat mengurangi risiko gagal bayar pinjaman secara signifikan sambil scaling cepat dengan memanfaatkan jaringan pedagang besar merek konsumen.

Iman mencontohkan, bersama Unilever, perusahaan dapat meningkatkan penjualan pedagang mikro Unilever hingga 35% menggunakan data science. Sebanyak 100% outlet penjualannya meningkat antara 11% sampai 250%.

Tak hanya Unilever, kini Fairbanc telah melakukan kerja sama serupa dengan Sinar Mas untuk perlebar bisnisnya di Indonesia. Perusahaan juga telah terikat dengan organisasi Islam terbesar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk permodalan UKM berbasis syariah.

“Target kita bisa melayani 15000 warung/toko di tahun ini. Saat ini sedang jalan untuk 1000 warung atau toko dengan salah satu FMCG terbesar di Indonesia.”

Tim Fairbanc Indonesia

Iman sendiri sebelum bergabung di Fairbanc, ia pernah berkarier di Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kemenkop dan UKM, Reliance Capital, CIMB Niaga Auto Finance, dan Astra Financial Service.

Selain Iman, tim Fairbanc Indonesia dipimpin oleh para ahli yang berpengalaman di bidang keuangan, teknologi, dan ahli FMCG. Nama-nama tersebut di antaranya Siswanto sebagai FMCG Specialist. Ia berpengalaman selama lima tahun di Unilever dan 20 tahun di industri FMCG. Selain itu ada Ivan Manarung sebagai Business Intelligent Specialist. Ia juga pernah berkiprah di Unilever.

Di negara asalnya, Fairbanc dirintis oleh Mir Haque, Kevin O’Brien, Sayeem Ahmed, dan Thomas Schumacher. Pada dua tahun lalu, perusahaan melakukan pilot project di Bangladesh sebelum resmi bekerja sama dengan Unilever Indonesia, melalui Unilever Foundry Program.

Diklaim, program tersebut berhasil menghubungkan 80% pedagang mikro unbanked dan 70% di antaranya adalah perempuan. Mereka berhasil menaikkan 35% penjualannya melalui inisiatif tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Mengatasi Tantangan Produktivitas Startup Pemula di Situasi “New Normal”

Sudah hampir dua bulan terakhir, ekosistem digital di Indonesia mulai beradaptasi terhadap kondisi “new normal” ini. Startup mulai melakukan manuver dengan mengembangkan fitur atau layanan baru demi menyesuaikan diri terhadap perubahan perilaku konsumen.

Dari sisi investasi, DailySocial melihat aktivitas pendanaan masih terlihat cukup normal. Bahkan ada beberapa startup yang mengumumkan pendanaan baru di sepanjang April ini. Namun, kita belum dapat memastikan apakah kondisi ini dapat tetap berlanjut dalam tiga bulan ke depan.

Kami tidak bilang bahwa startup di fase growth atau later stage terdampak minimal dari situasi ini. Namun, kita bisa sepakat bahwa 2020 menjadi tahun yang sulit bagi para pelaku startup tahap awal (early stage) yang baru memulai membangun bisnisnya.

Mengapa demikian? Menurut Founder dan CEO Startup Spider Beatrice Kessler, startup di fase ini umumnya masih mengandalkan pendanaan dari kantong sendiri, dana keluarga, atau dari crowdfunding. Bisnisnya belum stabil karena masih mencari traction dari produk/layanan yang dirilis.

Dengan likuiditas terbatas, sulit bagi pelaku bisnis untuk bertahan dalam beberapa minggu atau bulan ke depan. Malah, founder pemula bisa jadi tidak menggaji diri sendiri demi efisiensi. Ruang gerak startup untuk membangun bisnisnya juga semakin sempit karena minim SDM dan jaringan bisnis.

Paparan di atas juga diperkuat oleh survei yang dirilis 500 Startups bertajuk “The Impact of COVID-19 on the Early-Stage Investment”. Sebanyak 32,2 persen responden melihat dampak negatif akan sangat terasa bagi startup early stage.

Bahkan sebanyak 62,6 persen responden memprediksi pandemi COVID-19 bahkan berdampak pada iklim investasi dan bisnis startup early-stage selama 1-2 tahun, sedangkan 20,1 persen responden meyakini dampaknya bakal terasa hanya 0-1 tahun.

Untuk menghadapi situasi ini, responden merekomendasikan sejumlah strategi bernavigasi bagi startup pemula. Cara yang paling banyak diusulkan adalah (1) mengurangi biaya, diikuti (2) meningkatkan runway, (3) fokus pada customer rentention, (4) membatasi ekspansi pasar, (5) menutup deal pendanaan dalam 3 bulan atau sebelumnya, dan (6) membatasi penggunaan tim non-core.

Langkah mitigasi startup early-stage Indonesia

Cara-cara di atas, sebagian besar juga direkomendasikan oleh Founder dan CEO Qlue Rama Raditya untuk bisa bertahan di situasi saat ini. Meskipun Qlue sudah masuk dalam growth stage, upaya berikut sebetulnya juga berlaku bagi startup di fase apapun.

Paling utama adalah disiplin keuangan. Langkah ini sangat krusial mengingat startup pemula memiliki runway yang pendek. Maka itu, sebaiknya pelaku bisnis jangan terburu- buru menghabiskannya di awal. Sisihkan pendanaan dalam bentuk alokasi bulanan.

Rama juga merekomendasikan diversifikasi produk untuk memudahkan startup melakukan manuver lebih lincah. Pada kasus Gojek dan Grab, mereka tetap dapat mengoperasikan kategori layanan lain meski layanan utamanya, yakni ride-hailing, ditutup sementara.

Lalu, bagaimana soal tantangan produktivitas dengan keterbatasan SDM dan ruang gerak?

Startup early stage Legalku melakukan sejumlah langkah mitigasi untuk meningkatkan efisiensi pendanaan tanpa mengurangi target traction. Langkah mitigasi ini berfokus pada dua hal, yakni pengembangan produk dengan timeline cepat dan deliverable jasa tetap on-time.

Founder dan CEO Legalku Muhamad Philosophi mengungkap, pihaknya memprioritaskan pengembangan produk/layanan yang dapat segera dijual ke konsumen korporasi. Bagi layanan yang bersifat complementary, pihaknya akan menunda pengembangannya hingga beban kerja tim teknologinya berkurang.

“Untuk mengefisiensikan pengelolaan, kami menunda pengembangan beberapa fitur atau layanan yang tidak in line dengan pendapatan,” paparnya kepada DailySocial.

Kemudian, perusahaan juga meningkatkan deliverable jasa supaya tetap on-time karena situasi ini memaksa koordinasi dilakukan secara remote dan banyak institusi pemerintahaan tutup. Dengan pembatasan sosial ini, pihaknya berupaya mengurangi waktu perjalanan dokumen untuk mendapatkan persetujuan dari klien melalui pengembangan fitur e-signature.

“Tadinya kami memprioritas pengembangan aplikasi mobile, baru lanjut pada fitur e-signature yang ditargetkan meluncur bulan Mei ini. Namun, untuk menyesuaikan di situasi ini, akhirnya pengembangan e-signature kami dahulukan,” ujar pria yang karib disapa Philo ini.

Sementara itu, startup early-stage di bidang P2P Lending Akseleran mengungkap bahwa produktivitas pada pengembangan produk tetap berjalan sesuai rencana sehingga perusahaan dapat langsung berlari cepat ketika situasi sudah pulih.

Co-founder dan CEO Akseleran Ivan Tambunan menyebut ada beberapa strategi untuk mendisiplinkan pengeluaran, antara lain selektif dalam menambah SDM baru selama belum ada urgensi, menghentikan layanan yang tidak banyak digunakan untuk mengoptimalkan pengelolaan, dan selektif mengeluarkan budget marketing hanya yang dapat memberikan nilai Customer Lifetime Value to Customer Acquisition (LTV:CAC) yang baik.

“Kami berupaya megefisiensikan operasional dan tetap sustain aktivitas yang kami lakukan. Fokus kami saat ini bukan lagi pada ekspansi, tetapi mempertahankan bisnis,” ujar Ivan.

BukuKas Provides Bookkeeping Digital Platform for Fellow SMEs

There is a trend that circulates Indonesian startup industry for the past two years. It is the rise of services aimed at SME’s sector. The objective, in addition to transformation, is also to build a capable ecosystem to improve the SME sector. One of the startups is BukuKas. The company founded by Krishnan Menon offers a service that is ready to empower SMEs through improving financial records.

After his return to India to accompany his ailing father, Menon finally decided to start over a career in the Indonesian startup industry with BukuKas in August 2019.

Along with his travel to cities such as Tuban, Cirebon, Jepara, etc. he learned that technology is yet to cover all SMEs. Then, he began designing BukuKas to try to digitize SMEs through financial records.

Aside from financial records using paper and unorganized, most SMEs also lose track of the profits and cash flow of the transaction. It has sparked an idea to develop applications that can record their business cash flow, in a simple and easy way.

“I see the SME sector is full of potential and benefits if we can help them with simple technological solutions and encourage the business to shift into digital and financial ecosystems. Our mission is to help millions of SMEs and through that bring a huge positive impact on their business, the country, and ecosystem,” Menon said.

Menon is quite confident in what he and the team develop. He said, after successfully digitizing SMEs, their business can gradually connect to the formal banking sector through partnerships and so on.

Gaining lots of support

Within almost a year of operation, BukuKas has received a lot of support from investors. As for Krishan’s statement, they currently supported by Sequoia Capital (Surge), Credit Saison, 500 Startups, and several other investors. BukuKas is also supported by more than 20 angle investors, including Christian Sutardi, Filippo Lombardi, Edward Tirtanata, James Pranoto, and Guillem Segarra.

“The fact that many good investors and business leaders put their trust in us is a humbling experience. It also encouraged us to work 10 times harder to repay their belief in our mission,” he added.

Currently, BukuKas provides its services for free. The presence of BukuKas in Indonesia provides additional options for SMEs to manage their business digitally. Aside from BukuKas, there are also BukuWarung with similar services. Both founded in 2019 BukuWarung is supported by East Ventures, AC Ventures, Golden Gate Ventures, and others.

Business during Covid-19 pandemic

The Covid-19 pandemic has affected lots of parties, including BukuKas and its merchants. Menon said the team has tried to help their merchants to the maximum extent by promoting their businesses the affected business through BukuKas’ social media. The company also holds free English classes to improve skills, including actively discussing with existing merchants.

“Merchants who use our platform have increased by 50% since the beginning of Covid-19 four weeks ago. We believe this is because BukuKas helps business owners manage their money better during these difficult times,” he said.

Sailing through 2020, BukuKas has set three main focuses on enhancing the merchant experience in using their platform, adding a number of useful key features, and helping merchants to deal with this pandemic.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Tawarkan Platform Digital untuk Pencatatan Keuangan UKM

Dua tahun terakhir ada tren yang bergerak cukup signifikan di industri startup Indonesia. Itu adalah tren layanan yang bergerak pada akar rumput UKM. Tujuannya, selain transformasi juga membangun ekosistem yang mumpuni untuk bersama-sama meningkatkan level UKM itu sendiri. Salah satunya adalah BukuKas. Startup besutan Krishnan Menon ini menawarkan layanan yang siap membantu UKM untuk lebih berdaya melalui pencatatan keuangan yang rapi.

Sempat kembali ke India untuk menemani ayahnya yang sakit, Krishnan akhirnya memutuskan untuk memulai kembali petualangannya di industri startup Indonesia dengan memulai BukuKas pada Agustus 2019.

Perjalanannya di kota-kota seperti Tuban, Cirebon, Jepara, dan lain-lain memberikan dirinya pemahaman bahwa teknologi saat ini belum menyentuh level UKM. Untuk itu ia mulai merancang BukuKas untuk mencoba mendigitalisasi UKM melalui pencatatan finansial.

Selain catatan yang masih menggunakan kertas dan tidak rapi, kebanyakan UKM juga kehilangan jejak ke mana laba dan uang yang mereka hasilkan mengalir. Dari sana tercetus sebuah ide untuk mengembangkan aplikasi yang bisa merekam arus kas bisnis mereka, yang sederhana dan mudah digunakan.

“Saya merasa segmen UKM bisa mendapatkan banyak manfaat jika kita dapat membantu mereka dengan solusi teknologi sederhana dan selangkah semi selangkah membawanya ke ekosistem digital dan finansial. Misi kami adalah untuk membantu jutaan UKM dan melalui itu membawa dampak positif yang besar bagi mereka, negara, dan ekosistem,” jelas Krishnan.

Krishnan cukup percaya dengan apa yang ia dan tim lakukan. Menurutnya setelah berhasil mendigitalisasi UKM mereka dapat secara bertahap membawa UKM ke sektor perbankan formal melalui kemitraan dan lain sebagainya.

Dukungan banyak pihak

Kendati belum genap satu tahun beroperasi, BukuKas sudah mendapat banyak dukungan dari para investor. Dari keterangan Krishnan, saat ini mereka didukung oleh Sequoia Capital (Surge), Credit Saison, 500 Startup, dan beberapa investor lainnya. BukuKas juga didukung oleh lebih dari 20 angle investor, di antaranya adalah Christian Sutardi, Filippo Lombardi, Edward Tirtanata, James Pranoto, dan Guillem Segarra.

“Fakta bahwa investor yang baik dan begitu banyak pemimpin bisnis yang mempercayai kami adalah humbling experience bagi kami. Itu juga membuat kami bekerja 10 kali lebih keras untuk membalas kepercayaan mereka pada misi kami,” lanjut Krishnan.

Untuk saat ini BukuKas menyediakan layanannya secara gratis. Kehadiran BukuKas di Indonesia memberikan tambahan pilihan bagi UKM untuk mengelola bisnisnya secara digital. Selain BukuKas juga ada BukuWarung dengan layanan yang serupa. Sama-sama meluncur di 2019 BukuWarung didukung oleh East Ventures, AC Ventures, Golden Gate Ventures, dan lainnya.

Menghadapi pandemi Covid-19

Pandemi covid-19 berdampak ke banyak hal. Termasuk BukuKas dan merchant mereka. Krishnan menceritakan, mereka berusaha membantu semaksimal mungkin merchant mereka dengan cara mempromosikan bisnis merkea yang terdampak melalu media sosial BukuKas. Pihaknya juga menyelenggarakan kelas bahasa Inggris secara gratis untuk meningkatkan keterampilan, termasuk aktif berdiskusi dengan merchant yang ada.

Merchant yang menggunakan platform kami meningkat 50% sejak awal Covid-19 empat minggu lalu. Kami percaya ini karena BukuKas membantu pedagang mengelola uang mereka dengan lebih baik selama masa-masa sulit ini,” cerita Krishnan.

Kini mengarungi 2020 BukuKas menetapkan tiga fokus utama mereka ada pada meningkatkan pengalaman merchant dalam menggunakan platform mereka, menambahkan beberapa fitur kunci yang berguna, dan membantu merchant untuk menghadapi pandemi ini.

Application Information Will Show Up Here

Startup Agrotech JALA Terima Pendanaan 8 Miliar Rupiah dari 500 Startups

JALA Tech, startup yang menghadirkan solusi teknologi untuk mengoptimalkan produktivitas petani udang di Indonesia berhasil mengamankan pendanaan putaran awal dari 500 Startups sebesar Rp8 miliar. Selanjutnya, startup yang juga lulusan program Hatch Aquaculture Accelerator ini merencanakan untuk diversifikasi produk mereka dengan mengembangkan sejumlah produk baru.

CEO JALA Liris Maduningtyas kepada DailySocial menceritakan, saat ini mereka menyediakan platform budidaya untuk petambak udang. Mereka mengembangkan layanan untuk memantau kualitas air secara real time, memprediksi pertumbuhan udang, dan estimasi hasil budidaya.

Saat ini JALA juga tengah mengembangkan dan memproduksi perangkat IoT (Internet of Things) untuk monitoring kualitas air. Semua solusi yang ditawarkan kepada pengguna/pemilik tambak dalam skema berlangganan.

“Untuk pendanaan, selain untuk hiring resources untuk mengembangkan produk kami dan memasarkannya, kita juga gunakan untuk memproduksi alat IoT. Setelah pendanaan, kita melakukan pengembangan dan produksi alat, pemasaran ke seluruh Indonesia, terutama Lampung, Jawa, Bali, dan Lombok,” jelas Liris.

Sementara itu pihak 500 Startups melalui Managing Partner of 500 Startups Khailee Ng menjelaskan bahwa mereka melihat peluang yang cukup besar bagi JALA untuk membantu meningkatkan produktivitas para petani udang. Terutama untuk memenuhi permintaan yang terus tumbuh.

“Semua orang tahu tentang kelas menengah yang tengah berkembang, terutama di sini, di Indonesia. Mereka berkembang lebih cepat daripada apa yang bisa diberikan petani kepada mereka. Inilah sebabnya kami berinvestasi dalam startup agrotech terkemuka seperti JALA. Kami perlu memanfatkan teknologi hingga [menumbuhkan] 100x produktivitas petani yang ada untuk memberi makan dunia,” terang Khailee Ng.

Untuk saat ini startup yang berkantor di Yogyakarta tengah fokus pada petumbuhan bisnis dan layanannya. Beberapa fokus mereka saat ini antara lain, pertumbuhan pasar, retention rate, dan beberapa target yang tengah dicapai. Sedangkan untuk target, JALA menargetkan untuk bisa digunakan di kolam-kolam tambak udang di Asia Tenggara.

“Saat ini target JALA adalah 20 ribu kolam tambak udang di Asia Tenggara menggunakan teknologi dan solusi dari JALA, kemudian mengembangkan beberapa produk lain untuk membantu petambak udang,” jelas liris.

Stockbit Investment Platform Announces Series A Funding

Today (5/7) the investment app developer startup Stockbit announces series A funding led by East Ventures. It also supported by Convergence Ventures, FreakOut, and some angel investors. There are also previous ones, such as 500 Startups, Braavos Ventures, and Ideosource. With the latest model, Stockbit is getting ready to accelerate democratize mission of Indonesian investment market.

Targeting millennials, a startup founded by Wellson Lo (CEO) and Johny Susanto (CTO) designed user experience in such apps like social network for stock investors, equipped with stock trading and information aggregator services. The app has been launched since 2013, and now equipped with Robo-Advisor, a feature that helps consumers build a more personal investment portfolio.

“Despite the high returns, Indonesian beginner traders still feeling intimidated to make investment in stock market due to the lack of knowledge, high-quality investment consultant, and its expensive rate. Stockbit aims to make investment easy for everyone,” Wellson said.

Based on BEI data, Indonesian retail investors have grown 40% in 2018. A total 70% of the new investors are millennials. Despite the rapid growth, less than 1% are participated in the exchange.

Stockbit has established its position as a main player in the stock market by creating a platform to consolidate important and necessary information in making investment decisions. We are confident that the Stockbit team is capable to help Indonesia to reach higher individual participation in the stock market,” Partner East Ventures, Melisa Irene said.

Previously, Stockbit has pre Series A funding from 500 Startups in 2017, followed by their seed funding from Ideosource and Braavos Ventures. Starting this year, they made an acquisition over major shares of mutual fund marketplace Bibit to expand investment market.

“Before, it was only the 1% upper class to have access for good investment. Unfortunately, this industry is not transparent and convenience enough to make a smart investment. Through technology, we provide high-quality investment products and services for everyone,” Johny said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here