8 Startup Masuk Program “Synrgy Accelerator” Besutan BCA dan Digitaraya

BCA bekerja sama dengan Digitaraya mengumumkan delapan startup fintech yang berhak mengikuti program Synrgy Accelerator batch pertama. Mereka adalah Crowde, IndoGold, Amalan, AgenKan, Bizhare, Kendi, Bamms, dan Jari.

Dalam pengumuman ini, Wakil Presiden Direktur BCA Armand W. Hartono mengatakan, laju positif startup di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa karena terdiri dari segmen kreatif yang menjawab kebutuhan masyarakat saat ini.

“Oleh karena itu, Synrgy Accelerator hadir untuk mengakomodasi kebutuhan startup untuk dapat berkembang dan menjadi sumbangsih inovasi teknologi bagi kemajuan industri di Indonesia,” terangnya, kemarin (19/6).

Delapan startup tersebut selama tiga bulan ke depan akan mengikuti rangkaian bootcamp mulai dari 24 Juni 2019 sampai demo day yang digelar September 2019. Selama program berlangsung, startup akan mendapat mentor terpilih sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Saat demo day, ada kemungkinan BCA akan menjajaki peserta sebagai mitra bisnis untuk pengembangan bisnis perseroan ke depannya atau investasi dari para investor yang turut hadir.

Head of Accelerator Digitaraya Octa Ramayana menambahkan, keberagaman delapan startup ini menunjukkan ada peluang yang besar untuk memajukan ekonomi, serta meraih pasar yang baru dan lebih luas melalui teknologi. Dia juga menuturkan secara keseluruhan ada 45 startup fintech yang mendaftarkan diri sejak pendaftaran dibuka.

“Proses ke depan masih panjang, harapannya delapan startup ini dapat terus menciptakan solusi inovatif mutakhir dan mampu berdaya saing di tengah ketatnya persaingan global. [..] Dengan dukungan BCA, Digitaraya, dan Google, kami berharap startup dapat memiliki akses ke dalam jaringan mentor dan partner kami yang kuat,” katanya.

Berikut model bisnis yang diseriusi oleh delapan startup terpilih:

1. Crowde: merupakan platform p2p lending khusus untuk agrikultur, didirikan sejak September 2015. Crowde membantu pendanaan petani saat ingin mengembangkan usahanya lewat pendanaan didapat dari investor secara p2p.

2. IndoGold: adalah situs jual beli emas bersertifikat resmi Antam, juga dapat dimanfaatkan untuk investasi emas. Startup ini menjadi mitra Bukalapak untuk produk BukaEmas.

3. Amalan: startup yang menawarkan jasa mediasi antara debitur dengan pihak bank, agar debitur bisa mendapat diskon atau cicilan yang lebih rendah untuk utang yang sudah tertunggak.

4. AgenKan: aplikasi agen gadai untuk pemilik toko yang ingin mendapatkan penghasilan tambahan dari gadai smartphone. Proses gadai sepenuhnya dilakukan lewat aplikasi.

5. Bizhare: adalah platform equity crowdfunding untuk bantu buka usaha baru atau waralaba. Skema pembagian hasil yang ditawarkan adalah bagi hasil secara berkala.

6. Kendi: merupakan singkatan dari “Keuangan Digital” dengan produk yang baru dirilis adalah Kendi POS, mengubah fungsi HP sebagai mesin kasir, melaporkan hasil penjualan sampai pelaporan pajak. Startup ini adalah besutan dari Pandu Sastrowardoyo yang merupakan Sekjen Asosiasi Blockchain Indonesia.

7. Bamms: adalah aplikasi mobile untuk tenant yang ingin memperoleh informasi seperti tagihan, pengumuman, jadwal perawatan, dan sebagainya. Pengelola gedung pun akan semakin efisien dalam memantau seluruhnya karena disediakan dasbor yang intuitif.

8. Jari: merupakan startup yang fokus solusi mobile pekerja lapangan berbasis cloud yang berbentuk aplikasi. Pekerja pun akan dipermudah saat survei lapangan dengan tools yang disediakan dan terpantau langsung oleh internal.

10 Startup Peserta “Grab Ventures Velocity” Angkatan Kedua

Grab mengumumkan 10 startup terpilih sebagai peserta Grab Ventures Velocity (GVV) angkatan kedua. Program flagship ini memilih dua fokus tema, yakni pemberdayaan petani dan usaha kecil.

Dari 10 startup tersebut, 7 datang dari Indonesia, 2 di antaranya dari Singapura, dan sisanya dari Malaysia. Secara berurutan, mereka adalah Eragano, PergiUmroh, Porter, Sayurbox, Tanihub, Tamasia, Qoala, Treedots, GLife, dan MyCash Online. Diklaim ada 150 startup yang mengajukan, mayoritas datang dari Asia Tenggara tapi ada juga datang dari luar Asia Tenggara.

“Menjadi decacorn pertama di Asia Tenggara merupakan perjalanan yang sangat kami syukuri dan kali ini kami ingin berkontribusi kembali dan membagikan apa yang telah kami pelajari untuk juga berkontribusi pada kemajuan negara,” terang President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata, kemarin (17/6).

Pada pengumuman ini, turut dihadiri Menteri Kominfo Rudiantara, Staf Ahli Kemenkeu, serta mitra eksklusif Grab (Ovo, Kudo, Microsoft, dll). Dalam sambutannya, Rudiantara memberikan dukungannya terhadap program ini. Menurutnya, secara bersama-sama dapat membangun Asia Tenggara yang lebih kuat sebagai rumah dan ekosistem bagi banyak startup.

“Melalui program GVV ini saya berharap agar startup Indonesia juga mampu berkompetisi secara global dan mengharumkan nama bangsa,” tambahnya.

Ridzki melanjutkan pemilihan tema ini dilatarbelakangi oleh komitmen keberlanjutan kepada pemerintah Indonesia untuk mengambil peran utama dalam mengembangkan ekosistem agritech, tidak hanya di Indonesia tapi juga di Asia Tenggara. Dua fokus ini secara tidak langsung juga berkaitan dengan fokus perusahaan yang ingin memberdayakan usaha kecil dan menengah.

Mengenai update dari batch pertama, Grab dalam waktu dekat akan segera menghadirkan layanan Sejasa dalam aplikasinya. Sebelumnya, layanan pesenan film dari BookMyShow berbentuk tile dinamai “Tiket” sudah resmi dihadirkan.

“Sejasa tahun ini akan datang ke aplikasi Grab dan bisa segera digunakan untuk jutaan pengguna Grab.”

Pada batch pertama yang digelar akhir tahun lalu, memilih tiga startup dari Indonesia dari lima peserta untuk dibantu scale up. Mereka adalah BookMyShow, Sejasa, dan Minutes. Pihak BookMyShow menyebut pada bulan pertama uji coba berlangsung, bisnisnya tumbuh hingga 70%.

Program GVV batch kedua

Head of Grab Ventures Chris Yeo menjelaskan, batch ini memiliki dua jalur, pemberdayaan petani dan usaha kecil. Keduanya direpresentasikan oleh ada lima startup. Jalur pertama ada GLife, Tanihub, Treedots, Sayurbox, dan Eragano. Jalur kedua ada PergiUmroh, Porter, Tamasia, Qoala, dan MyCash Online.

Bila dihitung keseluruhan, ada 30 ribu petani dan 5500 pengusaha kecil yang sudah terbantu dengan total GMV lebih dari US$110 juta. Prospek ke depannya, masih ada 35 juta petani di Indonesia saja yang bisa berpeluang terbantu oleh teknologi, potensi GMV-nya sekitar US$136 miliar. Lalu ada 46 juta pengusaha kecil di Indonesia yang siap terhubung dengan teknologi.

Pengangkatan tema untuk batch kali ini, juga dilatarbelakangi oleh beberapa pembelajaran yang diambil dari batch pertama. Chris menjelaskan dari pilot project, pihaknya mendapat proof of concept dari para peserta.

Ada data nyata yang berhasil diperlihatkan, semisal dari pencapaian BookMyShow pasca bergabung. Data tersebut dimanfaatkan untuk menggali lebih dalam sinergi yang bisa dilakukan kedua perusahaan agar tetap selaras dengan kebutuhan pengguna Grab.

“Tapi di sisi lain, pada batch pertama tidak ada tema spesifik yang diangkat. Makanya startup yang mendaftar itu dari berbagai sektor. Kali ini mau kita fokuskan agar lebih spesifik dan targeted,” terangnya.

Peserta batch kedua ini akan menguji proyek awal mereka dalam ekosistem Grab, menyesuaikan dengan layanan yang ditawarkan. Ada beberapa channel yang disediakan, melalui aplikasi Grab itu sendiri, basis merchant GrabFood, atau jaringan agen Kudo. Dibandingkan batch sebelumnya, hanya ada integrasi ke aplikasi Grab.

Akan tetapi, Chris mengaku pihaknya belum menetapkan ada berapa banyak startup yang bakal dipilih dan nominal investasi yang disiapkan. Dia hanya memastikan besaran nominal investasi yang disiapkan adalah post-seed stage. Berbeda dengan fokus Grab Ventures yang mengincar pendanaan ke startup mulai dari tahap seri B ke atas.

Seluruh peserta ini akan mengikuti pelatihan selama 16 minggu, diisi berbagai kegiatan dari mentoring hingga kelas bertema khusus. Pada akhir sesi, startup akan pitching di hadapan Grab. Mereka yang berhasil, akan mendapat kesempatan untuk berkolaborasi dengan Grab dalam bentuk pendanaan atau kemitraan strategis.

Seluruh kegiatan program akan berlangsung di kawasan Digital Hub BSD City, sehubungan dengan kemitraan strategis antara perusahaan dengan Sinar Mas Land.

“Program ini banyak membahas soal isu dasar untuk bantu founder saat scale up. Dari situ, kami harapkan mereka bisa memberikan solusi yang lebih berani dan inovatif meski berangkat dari layanan marketplace.”

Chris juga menyebut pihaknya mulai mempersiapkan GVV batch ketiga, namun belum ditentukan tema apa yang akan dipilih. Kemungkinan besar akan digelar menjelang akhir tahun ini.

Tahun Ini Alibaba eFounder Fellowship Diikuti 16 Pendiri Startup Indonesia

Setelah tahun 2018 diwakilkan oleh 4 startup terpilih asal Indonesia, eFounder Fellowship kembali mengundang startup asal Indonesia. Acara ini merupakan program kerja sama The United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan Alibaba Business School

Program yang dibentuk dalam kerangka “Agenda 2030 untuk Pembangunan yang Berkelanjutan” ini bertujuan untuk memastikan tidak ada negara yang tertinggal di era ekonomi digital dengan cara menjembatani kesenjangan digital yang dihadapi berbagai perusahaan di negara berkembang.

Program ini juga menjadi salah satu bentuk komitmen Jack Ma, Executive Chairman dan pendiri Alibaba Group serta penasihat khusus untuk UNCTAD, untuk membina 1000 pengusaha dari berbagai negara berkembang selama lima tahun mendatang. Program eFounders Fellowship merefleksikan misi Alibaba untuk mengembangkan pengusaha kecil dan menengah agar dapat bersaing di kancah internasional.

Dari proses kurasi yang dilakukan, 16 startup asal Indonesia berhasil masuk menjadi peserta, mewakili berbagai industri termasuk e-commerce, logistik, teknologi finansial, pariwisata, dan big data. Setelah lulus, mereka akan menjadi anggota eFounders Fellows, sebuah komunitas pengusaha muda eksklusif yang bertujuan untuk mendorong transformasi digital di negara mereka.

Ke-16 pengusaha asal Indonesia yang terpilih di antaranya Aditya Minarto dari Ralali.com, Casper Sermsuksan dari Kulina.id, Chrisanti Indiana dari Sociolla.com, Frans Yuwono dari Asiacommerce.id, Satria Chandra dari PlazaKamera.com, Jeff Budiman dari The FIT Company, Johannes Ardianto dari Lemonilo, Ananto Wibisono dari Alterra, Suwandi Soh dari Mejari, Vikra Iljas dari Kitabisa, Andree Susanto dari Waresix, Archie Carlson dari Stickearn, Benz Budiman dari Pomona, Irzan Raditya dari Kata.ai, Winzendy Tedja dari Yuna & Co dan Ali Sadikin dari Marlin Booking.

Mereka telah mengikuti program intensif tanggal 2 – 12 Juni 2019 untuk mendapatkan wawasan dan pengalaman langsung seputar e-commerce serta inovasi lain dari Tiongkok dan berbagai negara dunia.

Secara keseluruhan sejak program ini dihadirkan, terdapat 28 pengusaha asal Indonesia yang telah mengikuti program eFounders ini, di antaranya Agung Bezharie dari Warung Pintar, Amanda Cole dari Sayur Box, Aswin Andrison dari STOQO, Budi Handoko dari Shipper, Fandy Santoso dari Hadiah, Gitta Amelia dari Everhaus Capital, Jowan Kosasih dari Simply Dots, Mario Ronaldo Andrew Mawikere dari Bizzy Indonesia, Rade Tampubolon dari Sociobuzz.com, Wenyu Tan dari Taralite, Windy Natriavi dari Awan Tunai, dan Yoshua Norza dari Pickpack.

BCA Introduces Coworking Space and Accelerator Program “Synrgy” with Digitaraya

BCA introduces co-working space and fintech startup accelerator program “Synrgy” located in Manhattan Square, Jakarta, in order to boost digitization in Indonesia. Digitaraya Accelerator and Kumpul collaborates as partners to support the program.

The launching is attended by boards of directors of BCA, Capital Central Ventura, and Digitaraya. BCA’s President Director, Jahja Setiaatmadja said this initiative was made to answer the current trend. The digitization encourages startups to offer creative solutions for all problems.

“This is the reason behind our support to each other in a space called Synrgy,” Jahja said in the official release, Wed (3/27).

Synrgy is a collaboration space and accelerator for startup community in order to support development and innovation in digital world, also an innovation hub with the best program prepared for startups to develop business faster.

The selected startups will have access to those program, one is to the accelerator program by Digitaraya with Google Developers Launchpad support.

The accelerator program will be held for 3 months and there will be intense bootcamp each month to support business and product development. The first month, startup should pass through diagnostic process, leaders lab, and sprint design.

Second month, startup will mitigate to create successful partnership and financial industry regulation in Indonesia. It includes legal consultation and product mentorship.

Demo day is to be held in the third month. It was when the startup presenting its product in front of investors and BCA team. At the end of the event, there will be startup selection for partnership with BCA or investment from other investors.

Synrgy will also connect startups with competent mentors, including Google, for one on one consultation, to open access for investors, and with BCA.

“By combining Google Developers Launchpad, we’ll offer unlimited support for the selected startups,” Digitaraya’s VP Strategy, Nicole Yap said.

The registration for Synrgy accelerator program is now open in its official website and to be closed by May 17th, 2019. In the first batch, BCA will select eight selected fintech startups with ideas and innovations related to big data, digital payments, cybersecurity, blockchain, IoT, and others in order to support fintech.

Previously, some banking institutions are getting engaged in similar program, such as Bank Mandiri (through Mandiri Capital Indonesia) to held Mandiri Digital Incubator and Bank Bukopin to create BNVLabs with Kibar.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BCA Resmikan Coworking Space dan Program Akselerator “Synrgy” Bersama Digitaraya

BCA meresmikan co-working space dan program akselerator startup fintech “Synrgy” yang berlokasi di Manhattan Square, Jakarta, dalam rangka memajukan ranah digitalisasi di Indonesia. Akselerator Digitaraya dan Kumpul bergabung sebagai mitra mendukung program tersebut.

Peluncuran program ini turut dihadiri jajaran direksi dari BCA, Capital Central Ventura, dan Digitaraya. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menerangkan pihaknya membuat inisiasi ini untuk menjawab tren yang terjadi saat ini. Geliat digitalisasi membuat startup menawarkan solusi kreatif dalam menjawab masalah.

“Latar belakang inilah yang mendorong kami untuk turut mendukung dengan satu wadah bernama Synrgy,” terang Jahja dalam keterangan resmi, Rabu (27/3).

Synrgy merupakan wadah kolaborasi dan akselerator untuk komunitas startup dalam rangka dorong pertumbuhan dan inovasi di dunia digital, sekaligus sebuah innovation hub dengan program terbaik yang disiapkan untuk membantu startup mengembangkan bisnis dengan lebih cepat.

Startup yang berkesempatan bergabung di Synrgy akan mendapat akses ke program-program tersebut, salah satunya program akselerator yang dijalankan Digitaraya dengan dukungan Google Developers Launchpad.

Program akselerator ini dijalankan selama tiga bulan dengan setiap bulan akan diadakan bootcamp yang intens mendukung produk dan pengembangan bisnis startup. Bulan pertama startup akan melewati proses diagnostik, leaders lab, dan design sprint.

Bulan kedua, startup akan mitigasi membuat partnership yang sukses dan pemaparan regulasi industri keuangan di Indonesia. Termasuk agenda konsultasi legal dan product mentorship.

Demo day diadakan di bulan ketiga. Saat itu para startup mempresentasikan produknya di depan jajaran investor dan pihak BCA. Di akhir periode, akan ada pemilihan startup untuk partnership dengan BCA ataupun investasi dari para investor lain yang turut hadir.

Synrgy juga akan menghubungkan startup dengan mentor kompeten, termasuk dari Google, untuk konsultasi one on one dengan mentor, membuka akses ke para investor, dan dengan BCA.

“Dengan menggabungkan kekuatan Google Developers Launchpad kami akan menawarkan dukungan yang tidak tertandingi untuk startup Synrgy terpilih,” tambah VP Strategy Digitaraya Nicole Yap.

Pendaftaran untuk program akselerator Synrgy telah dibuka di situs resminya dan akan ditutup pada 17 Mei 2019. Disebutkan pada batch pertama ini, BCA akan memilih delapan startup fintech terpilih dengan ide dan inovasi mulai dari big data, digital payments, cybersecurity, blockchain, IoT, dan lainnya yang bertujuan untuk memajukan fintech.

Sebelumnya, sejumlah perbankan juga mulai terjun ke program sejenis, seperti Bank Mandiri (lewat Mandiri Capital Indonesia) menyelenggarakan Mandiri Digital Incubator dan Bank Bukopin membuat program BNVLabs bersama Kibar.

AMIGO Innovation Summit Segera Dilaksanakan, Konferensi dan Pameran Inovasi Startup Binaan Telkom

Program corporate innovation lab “Digital Amoeba” dan startup incubator “Indigo Creative Nation” milik PT Telkom Indonesia akan berkolaborasi mengadakan eksibisi dan konferensi digital bertajuk AMIGO Innovation Summit. Rangkaian acara akan dilaksanakan pada 19 – 20 Maret 2019 di Auditorium The Telkom Hub, Jakarta.

Selain konferensi dan pameran, akan ada beberapa acara lain termasuk pitch battle dan demo day. Sebanyak lebih dari 70 produk digital hasil program Digital Amoeba dan Indigo akan unjuk gigi. Selain itu di acara yang sama akan dilakukan peluncuran Corporate Innovation Alliance, yakni kumpulan perusahaan BUMN dan swasta untuk pengembangan manajemen inovasi.

Untuk mengisi sesi konferensi, dihadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri. Beberapa nama yang dipastikan hadir di antaranya Stefan Lindergaard (Founder Silicon Valley Fast Track), Nathania Christy (Head of Global Insight Trend Watching), Fajrin Rasyid (President & Co-Founder Bukalapak), Irzan Raditya (CEO & Co-Founder Kata.ai) dan lain-lain.

Pada pemateri akan membawakan berbagai pembahasan seputar pengembangan startup. Topik yang akan ada di acara termasuk “Agile for Your Startup”, “From Customer Trend become Corporate Innovation”, “Accelerate your MVP,” dan masih banyak lagi.

Di sela-sela acara juga akan ada sesi khusus yang menggandeng Fuckup Night Jakarta. Sesi mereka menyajikan pengalaman kegagalan founder startup agar dapat dipetik pelajarannya. Acara ini terbuka untuk siapa saja, baik dari kalangan investor, penggiat startup, pemerhati teknologi, dan umum.

Informasi lebih lanjut seputar AMIGO Innovation Summit dapat disimak melalui situs resminya: http://amigosummit.id.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner AMIGO Innovation Summit 2019

SIAP Kembali Dihadirkan, Sajikan Rangkaian “Bootcamp” untuk Startup di Bidang Sosial

Social Innovation Acceleration Program (SIAP) akan kembali diselenggarakan tahun ini. Bersinergi dengan British Council, program akselerasi ini siap membantu bisnis sosial (social enterprise) di Indonesia melalui serangkaian aktivitas bertajuk Social Enterprise Development (SED) Bootcamp dengan tema “Developing Inclusive and Creative Economics”.

SED Bootcamp adalah program edukasi intensif selama dua bulan bagi para founder social enterprise. Para founder akan mendapat kesempatan untuk mendapatkan hands-on mentoring dari para pakar, networking dengan investor, dan akses kerja sama dengan stakeholder di bidang sosial.

Bootcamp pertama tahun ini akan diselenggarakan pada tanggal 2 Maret – 13 April 2019, dengan 15 Mentor yang telah berpengalaman di industri startup. Para mentor tersebut adalah Vikra Ijaz (CPO Kitabisa.com), David Soukhasing (Managing Director ANGIN), Gibran Hufaizah (CEO eFishery), Yohanes Sugihtononugroho (CEO Crowde), dan lain-lain.

SIAP dan British Council akan menyelenggarakan bootcamp di empat kota, yaitu: Jakarta, Makassar, Yogyakarta, dan Malang. Ditargetkan 120 startup atau pengusaha sosial dapat berpartisipasi dalam acara ini.

Selain SED Bootcamp akan ada beberapa kegiatan lain, termasuk Design Sprint. Tahun lalu, program akselerasi SIAP sudah menginkubasi lebih dari 50 penguasa sosial di Jakarta, seperti SaveYourselves.id, Menjadi Manusia, ObabasBaca Pibo, dll.

“Dengan mengikuti SED Bootcamp, para founder dapat belajar berbagai kurikulum seperti Social Entrepreneurship 101 dan Change Theory, Product Development, Market Analysis, Business Model Innovation, Sustainability Scheme, Growth Planning, Impact Measurement dan Assessment, Finance, dan Investment dalam dua bulan. Setelah menyelesaikan program tersebut, terdapat program akselerasi untuk pengembangan produk dan sesi mentoring personal agar para founder bisa mendapatkan feedback mendalam mengenai social enterprise-nya dari para mentor,” ujar Managing Director SIAP, Aghnia Banat.

Segera daftar Social Enterprise Development Bootcamp Batch-4 ini di: http://bit.ly/bootcampbatch4 sebelum tanggal 21 Februari 2019! Mengenai informasi lebih lanjut, bisa didapatkan di situs resmi SIAP www.socialinnovation.id.

Social Innovation Acceleration Program 2019

Disclosure: DailySocial adalah media partner Social Innovation Acceleration Program 2019

Rencana Eragano, Gandeng Tangan, Kostoom, WeCare Pasca Ikuti Akselerator “Remake City Jakarta”

Eragano, Gandeng Tangan, Kostoom, WeCare telah menyelesaikan program akselerator Remake City Jakarta Batch 2 selama lima bulan. Dalam perjalanannya, keempat startup mengaku siap lebih ekspansif berkat pembekalan berupa rangkaian coaching dari para mentor dan dana hibah yang telah mereka terima.

Remake City adalah program akselerator yang diinisiasi oleh Crevisse Partners dari Korea Selatan, memfokuskan pada pemecahan masalah sosial melalui bisnis yang inovatif. Remake City Jakarta ini kedua kalinya digelar sejak 2017. Tak hanya di Jakarta, Remake City juga diadakan di Seoul dan Hanoi.

Di Indonesia, Crevisse Partners bekerja sama dengan UnLtd Indonesia dan Instellar dalam penyelenggaraannya. Juga berkolaborasi dengan Korea International Cooperation Agency (KOICA) dan Merry Year Social Company (MYSC).

“Sekarang ini sudah banyak startup yang muncul dan banyak pula yang mendesain startup-nya untuk menyelesaikan masalah sosial. Program ini hadir untuk dorong bisnis mereka lebih sustain dengan berbagai pembekalan dari kami,” ujar CEO Instellar Romy Cahyadi, Rabu (30/1).

Pada batch kedua ini, sebanyak 30 startup mendaftarkan diri. Lalu disaring menjadi empat startup saja yang siap dibina untuk pendampingan selama lima bulan. Keempat startup menerima dana hibah masing-masing sebesar US$25 ribu dari KOICA yang dapat dipakai untuk pengembangan bisnis mereka.

Setelahnya akan ada pendanaan lanjutan tahap pra seri A dari Crevisse Partners untuk salah satu dari keempat startup tersebut. Hanya saja, menurut Romy, belum ditentukan siapa yang berhak lantaran pihak investor menunggu traksi pasca Remake City Jakarta resmi berakhir.

“Biasanya butuh dua sampai tiga bulan sampai Crevisse Partners menentukan siapa yang berhak dapat follow up investment sebab mereka mau lihat bagaimana traksi bisnisnya.”

Pada batch pertama, startup yang mendapat pendanaan dari Crevisse Partners adalah Crowde, startup yang bergerak di bidang fintech lending untuk industri pertanian.

Rencana berikutnya empat startup

Dalam pertemuan bersama sejumlah media, keempat startup saling berbagi pandangan dan rencana berikutnya pasca mengikuti program akselerator Remake City Jakarta. CEO Eragano Stephanie Jesselyn mengatakan selama program berlangsung pihaknya mengembangkan model Teory of Change yang dapat diaplikasikan ke bisnis mereka dan mencari tahu lebih dalam dampak sosial dari pilot project yang sedang dikerjakan.

Bahkan Stephanie menuturkan pihaknya sedang mempersiapkan rencana untuk ekspor hasil panen petani ke Sri Lanka, Filipina, dan Amerika Serikat. Juga melebarkan sayap bisnis ke Myanmar, Vietnam, dan Filipina.

“Target kami tiga tahun lagi, kami dapat menggaet 10%-20% petani di Indonesia dan bisa membuka bisnis kami, mungkin yang paling terdekat Myanmar ya,” katanya.

Eragano adalah platform keuangan dan marketplace yang terintegrasi untuk petani kecil. Terdapat 5 ribu petani yang terbantu dari layanan Eragano dari total 300 ribu petani terdaftar dalam platform Eragano.

CEO Gandeng Tangan Betania Jezamine Setiawan mengaku perusahaan sangat terbantu dengan mentoring dan dana hibah yang diterima. Aplikasi Gandeng Tangan sedang diproses agar permudah gaet pengguna, sudah hadir pada November 2018.

Pengembangan berikutnya, merombak tampilan situs agar lebih menarik, pengembangan program referral, dan panduan untuk bantuan peminjam.

“Aplikasi itu sangat dibutuhkan untuk permudah agen kami dan pengguna mengakses Gandeng Tangan tanpa harus buka dari situs lagi,” kata Jezammine.

Gandeng Tangan berdiri secara resmi sejak awal 2017. Bisnis intinya adalah layanan p2p lending untuk usaha mikro. Terdapat 1.300 peminjam, dan 11.800 pendana yang terdaftar di Gandeng Tangan, menyalurkan pinjaman sekitar Rp5 miliar.

Startup berikutnya adalah Kostoom, menghubungkan pelanggan dan pelaku usaha mode dengan penjahit rumahan melalui platform. CEO Kostoom Putry Yuliastutik mengatakan pihaknya terbantu karena dapat mengembangkan sistem inti baru yang dapat menaungi layanan yang ada dan masa depan. Juga peluncuran layanan baru yakni suplai bahan konveksi dan studio foto untuk bantu pemasaran pengguna.

“Sebelum menerima dana hibah, kami selalu menggunakan pemasaran secara organik dengan dana yang ada. Sekarang kami akan mulai agresif beriklan dan merombak tampilan situs,” kata Putry.

Terakhir adalah WeCare, startup yang bergerak di bidang crowdfunding untuk pasien yang kurang mampu dan membutuhkan bantuan medis. Co-Founder, CEO & CTO WeCare Gigih Septianto menuturkan berkat Remake CIty, pihaknya dapat melakukan product fit untuk program keanggotaan Sehati dan strategi pemasaran O2O.

Sama seperti Gandeng Tangan, WeCare akhirnya memiliki aplikasi dan pembaruan situs dengan tambahan fitur seperti wellness marketplace.

“Aplikasi ini fungsinya krusial sekali untuk pengembangan bisnis kita karena permudah pengguna dalam mengakses WeCare,” terang Gigih.

Kini WeCare telah menyalurkan pembiayaan lebih dari Rp5,1 miliar untuk 400 pasien. Mereka tersebar di 15 provinsi di seluruh Indonesia. Jumlah pengguna yang tergabung di WeCare ada 12.610 orang.

Akselerator Digitaraya Ubah Format Pelatihan, Siap Telurkan Startup Berkualitas

Akselerator Digitaraya mengumumkan format baru untuk rangkaian “Digitaraya Powered by Google Developers Launchpad” menjadi program pelatihan selama satu bulan, dari sebelumnya tiga bulan. Format ini akan dimulai pada awal tahun depan untuk batch kedua.

Langkah tersebut diinisiasi langsung oleh Digitaraya dengan komitmen ingin menelurkan startup berkualitas setiap bulannya. Startup dan investor akan terhubung satu sama lain dengan cara lebih efisien dan efektif, sehingga peluang kolaborasi bisnis jadi lebih besar. Ditambah ambisi untuk memperkuat ekosistem startup Indonesia.

“Inisiasi awal datang dari kami sendiri. Jika melakukan dua batch setahun, hanya ada 8 startup per batch. Namun jika kita lakukan setiap bulan, ada lima startup yang berpartisipasi selama delapan bulan. Tentu kesempatan akan lebih besar untuk startup itu sendiri. Impact-nya bisa tiga kali lipat,” ucap VP Strategi & Pengembangan Bisnis Digitaraya Nicole Yap kepada DailySocial, Selasa, (4/12).

Dalam format baru ini, sambungnya, akan diisi dengan program yang cukup padat selama satu bulan penuh. Pada minggu pertama adalah bootcamp yang akan memperkenalkan metodologi Google untuk startup, seperti Leader’s Lab, OKR Workshop, Startup Diagnostic, General Mentoring, dan Assignment of ‘Anchor Mentors’.

Kemudian dilanjutkan dengan mentoring one-on-one yang disesuaikan dengan kebutuhan startup pada minggu kedua. Di minggu ketiga, akan ditutup dengan demo day bulanan. Startup akan memiliki kesempatan untuk pitching ke audiens yang dipilih dari mitra perusahaan, investor, dan media.

Pada minggu keempat, dilanjutkan pengumuman batch berikutnya dengan tema segmen startup yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam rundown, tema startup yang sudah dipilih seperti healthtech, women founders, energi, agritech, fintech, dan edutech.

Nicole menjelaskan, program ini terus berjalan selama delapan bulan sepanjang 2019, kecuali Mei, Juni, November dan Desember. Setiap bulannya akan dipilih lima startup yang berhak mengikuti program pelatihan selama satu bulan penuh.

“Kita sangat percaya bahwa kesuksesan itu mutlak di tangan startup itu sendiri. Kita ingin ada dalam journey tersebut dengan memberi bentuk dukungan yang terbaik, sehingga startup akhirnya bisa merasa terkoneksi antara satu sama lain dan bisa berkolaborasi lebih lanjut.”

Tidak melulu kejar soal investasi

Meski program pelatihan dibuat lebih singkat, Nicole memastikan bahwa dalam format ini sudah berdasarkan hasil studi yang didapat oleh Digitaraya. Salah satunya menunjukkan bahwa startup itu sering meminta apa yang mereka butuhkan, jadi tidak melulu pihak akselerator yang memberikan tools apa saja yang dibutuhkan startup.

Pasalnya, saat ini ada banyak investor yang berani menaruh uangnya di startup tahap awal, tapi banyak startup yang belum paham bagaimana menavigasi bisnisnya dan menjaga relasi dengan investor. Dengan kesempatan demo day, startup akan mendapat eksposur lebih, kesempatan untuk terus belajar, menambah jaringan, dan sebagainya.

“Kita bukan bilang kalau ikut demo day pasti dapat investasi, tapi startup itu pasti dapat eksposur yang lebih, bisa berlatih terus, dapat jaringan, dan jika dilakukan secara konsisten kita percaya bahwa ini bisa impact yang lebih dalam buat startup dan investor.”

Demi menaungi seluruh kebutuhan tersebut, otomatis memacu pihak Digitaraya untuk memperluas jaringan dengan para praktisi, investor dan sebagainya agar bisa dihubungkan dengan startup yang tepat, sesuai dengan kebutuhan startup itu sendiri.

“Digitaraya sekarang fokus pada membimbing startup Indonesia yang akan siap untuk mengunjungi investasi seri A.”

Dalam kaitannya dengan Google Developers Launchpad, setiap startup akan berkesempatan mendapat tools dari Google untuk mengakselerasi bisnisnya. Misalnya Google Leader’s Lab untuk mengajarkan founder startup bagaimana membangun budaya yang tepat untuk perusahaan tahap awal mereka.

Berikutnya ada Google Cloud Platform, OKR Workshop, dan akses eksklusif ke beberapa layanan Google seperti Android, Play dan Firebase.

Dalam batch I yang sudah digelar sejak Agustus hingga Oktober 2018, ada 113 pendaftar dari 25 kota. Seluruh startup ini bergerak di 13 jenis sektor yang berbeda. Digitaraya melakukan seleksi penuh hingga akhirnya terpilih 7 startup, di antaranya Reblood, Riliv, Arkademy, ModalRakyat, KiniBisa, Gelora, dan Expedito.

Batch kedua ini masih dibuka pendaftarannya hingga 31 Desember 2018 mendatang.

Coworking Space “The 11th” Beri Kesempatan Startup Indonesia Masuki Pasar Australia

Tingginya geliat startup di Indonesia mendorong Ivan Tandyo, pengusaha lokal yang berkarier di Australia, untuk mendirikan coworking space “The 11th” di kawasan Collins Street, Melbourne. Tempat ini akan dijadikan sebagai jembatan untuk startup lokal yang ingin masuk ke Australia, begitupun sebaliknya.

Coworking secara bisnis dimiliki oleh Navanti Holdings, perusahaan investasi yang memiliki berbagai anak usaha di bidang properti, manufaktur, jasa, kreatif, dan startup digital. Pangsa pasar terbesarnya di Australia dan sebagian di Indonesia.

Nama-nama anak usahanya, seperti Print Agency (solusi cetak digital), XDG (pengembang properti premium), Silikal, Navanti Finance, Im Home (dekorasi dan renovasi rumah), Xynergy (agen properti), Sanitized (jasa kebersihan), Encore, dan Kirana. The 11th menjadi anggota terbaru dalam induk usaha mereka.

“Kami menyediakan layanan end-to-end untuk startup dengan memanfaatkan jaringan yang sudah dibangun. Jadi untuk startup Indonesia yang mau scale up di Australia bisa masuk ke sini,” terang Ivan, Selasa (27/11).

Di dalam coworking space, akan diisi oleh beberapa anak usaha Navanti Holdings dan startup lainnya yang mau bergabung. Namun startup akan dikurasi, memastikan sesuai kriteria yang telah ditentukan. Sebab setiap startup yang bergabung akan dihubungkan dengan seluruh jaringan grup perusahaan sehingga memudahkan startup saat terjun langsung ke lapangan.

Startup yang hendak bergabung atau terpilih tidak harus bergerak di bidang digital dalam model bisnisnya. Jika dinilai prospektif, startup bisa mendapatkan pendanaan awal atau seri A. Navanti akan ikut mengambil kontrol manajemen untuk setiap startup yang didanai.

Saat ini sudah ada sekitar 40 startup, baik dari Indonesia maupun dari luar negeri, termasuk dari Australia itu sendiri, yang mengajukan diri untuk masuk ke coworking space.

Hampir 80% di antaranya bergerak di bidang non-digital. Menurutnya, ada startup digital dari Indonesia yang menyatakan minatnya, kendati tidak disebutkan jumlahnya oleh Ivan.

“Nanti tim kami akan menyeleksi mana yang akan didanai, ada ratings yang sudah ditetapkan tim. Kalau buat dapat funding dan jadi subsidiary kami, tentu seleksinya akan lebih ketat.”

Dukungan penuh dari dua pemerintah

Kehadiran The 11th, menurut Ivan, adalah bagian dari komitmen antara pemerintah Australia dan Indonesia dalam meningkatkan hubungan bisnis lintas negara.

Pemerintah Australia ingin mendorong pemilik startup di negaranya untuk masuk ke Indonesia, begitupun sebaliknya. Jaringan Navanti Holdings akan dimanfaatkan secara penuh untuk dukung setiap startup.

Saat ini The 11th masih dalam proses persiapan, sehingga belum resmi dibuka untuk publik. Peresmian diperkirakan akan digelar pada Januari 2019.

Menggunakan ruangan seluas kurang lebih 1000 meter persegi, tempat tersebut mampu menampung sekitar 120 orang di dalamnya, termasuk meja hot desk. Dilengkapi pula tambahan fasilitas untuk menunjang kerja, seperti mesin pembuat kopi, ruang rapat yang luas, ruang demo produk, pantry dan lainnya.

Nama The 11th itu sendiri, diambil dari usia Navanti Holdings yang kini sudah memasuki usia ke 11 sekaligus menandakan dimulainya fokus Navanti untuk masuk ke startup digital.

“Kita enggak mau sok tahu tiba-tiba terjun ke sini [coworking space]. Tapi karena kita sudah menjalani bisnis selama 11 tahun, kami ingin bantu startup bisa scale up sampai ke level 11, tanpa harus lewati level 1 dan sebagainya, karena kami sudah lewati itu semua,” pungkasnya.