Fita Tingkatkan Fitur Olahraga Mandiri di Aplikasi dengan Teknologi AI

Sejak resmi meluncur pada November 2021, platform gaya hidup sehat Fita selalu berupaya memfasilitasi kebutuhan olahraga dan tren industri wellness di Indonesia. Salah satunya dengan memperkenalkan teknologi artificial intelligence (AI) untuk meningkatkan efektivitas olahraga mandiri para penggunanya.

Fita telah tergabung dalam portfolio Indonesia Digital Ecosystem (INDICO) milik PT Telkomsel Ekosistem Digital (TED).

Beberapa tahun terakhir, industri wellness semakin berkembang dengan adanya intervensi teknologi. Hal ini juga disebut memberi pengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan para atlet. Selain itu, tren gaya hidup sehat yang semakin meningkat membuat banyak orang mengadopsi kebiasaan baru seperti berolahraga menggunakan platform daring.

Merujuk laporan Allied Market Research, nilai AI di pasar olahraga dunia mencapai $1,4 miliar pada tahun 2020, dan diproyeksikan tumbuh $19,2 miliar pada 2030 dengan CAGR 30,3%. Indonesia sendiri telah memiliki Strategi Nasional Kecerdasan Buatan 2020-2045 yang merupakan tonggak sejarah penerapan AI di Indonesia. Hal ini diharapkan memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia.

CEO Fita Reynazran Royono mengatakan, “Perkembangan teknologi memungkinkan kami untuk melengkapi ragam exercise dengan teknologi AI, yang mampu mendeteksi gerakan olahraga agar lebih efektif. Kali ini, Fita menjadi aplikasi kesehatan pertama di Indonesia yang memperkenalkan teknologi tersebut sebagai pelengkap program olahraga kami.”

Di samping itu, sering kali terjadi kesalahan ketika melakukan aktivitas fisik tanpa panduan atau pendampingan profesional. Teknologi AI didesain untuk bisa menggantikan salah satu peran offline trainer dalam mendeteksi gerakan dan memperbaiki gerakan saat berolahraga. Hal ini juga menghindarkan pengguna dari bad form saat berolahraga yang dapat menimbulkan cedera.

Lebih lanjut, Reynazran menjelaskan bahwa Fita akan mengembangkan program olahraga untuk meningkatkan inklusivitas pengguna. Dalam diskusi sebelumnya bersama DailySocial.id, pria yang kerap disapa Rey ini sempat mengungkapkan bahwa perusahaan tengah mendorong awareness Fita agar melekat sebagai produk wellness di Indonesia

Dalam waktu dekat, Fita akan meluncurkan program workout Korean Dance yang telah dilengkapi teknologi AI, yang diharapkan dapat meningkatkan keinginan berolahraga bagi pengguna muda ataupun mereka yang menggemari korean culture.

Hal ini sejalan dengan visi Fita untuk menyemarakkan semangat Sehat Makin Nikmat di seluruh kalangan, serta membantu mereka untuk tidak hanya menjadi lebih sehat, tetapi juga bersenang-senang dalam prosesnya.

“Dengan adanya fitur AI ini, kami harap dapat memberikan semangat baru kepada pengguna untuk memulai aktivitas gerak dengan berbagai kegiatan sehari-hari. Lebih jauh, pengguna juga dapat berkonsultasi langsung dengan para coach melalui community chat untuk menentukan exercise plan yang sesuai dengan gaya hidup masing-masing. Semoga kami dapat selalu memenuhi kebutuhan pengguna dan membantu mereka untuk mencapai tujuan kesehatannya,” tutup Rey.

Tren platform wellness di Indonesia

Kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya hidup sehat semakin meningkat. Terlebih pada saat pandemi, olahraga merupakan salah satu kunci dalam menjaga daya tahan tubuh agar tetap fit dan sehat. Tidak sekadar berolahraga, mereka juga terdorong untuk mengeksplorasi diri demi meningkatkan health and performance balance dengan berbagai teknik olahraga yang dilakukan.

Hal ini tentunya merambah terhadap dunia usaha dan bisnis yang bergerak di bidang kesehatan, utamanya di ranah gaya hidup sehat atau wellness. Alih-alih memfasilitasi mereka yang sakit, layanan ini menyasar mereka yang sehat dan memiliki keingintahuan serta kesadaran lebih untuk meningkatkan ritme olahraga mereka.

Di Indonesia sendiri Fitco dan Doogether adalah dua pionir di sektor wellness. Ketika pandemi melanda, sektor ini menjadi salah satu yang cukup menanjak popularitasnya, ditandai dengan kehadiran pemain baru seperti VirtuFit, Fits.id, dan Mindtera yang menawarkan konsep edukasi dan wellness.

Setelah industri wellness berkembang pesat, terciptalah inovasi dan integrasi baru. Mulai dari industri kesehatan, kecantikan, hingga asuransi turut mengambil pendekatan gaya hidup sehat untuk menjangkau lebih banyak pengguna di layanan mereka. Di tahun 2021, AIA meresmikan AIA Vitality di Indonesia, dan beberapa platform insurtech seperti Aigis dan Rey Insurance juga mulai merambah sektor wellness.

Application Information Will Show Up Here

Parkee Berinvestasi ke Alfabeta, Startup Pengembang Solusi AI & IoT

Centrepark Citra Corpora melalui anak usahanya yang merupakan pengembang aplikasi manajemen parkir Parkee, berinvestasi ke startup pengembang solusi teknologi AI dan IoT bernama Alfabeta. Tidak disebutkan besaran investasi yang diberikan. Kemitraan ini membuka peluang kolaborasi kedua perusahaan dalam pengembangan bisnis, termasuk membangun sistem perparkiran berbasis AI.

Alfabeta berdiri sejak 2018, salah satu produk yang dikembangkan adalah intelligent video analytics yang dapat diimplementasikan dalam berbagai sektor bisnis. Sementara Parkee debut sejak 2019 dengan layanan mobile app, reporting, dan sistem pendukung manajemen parkir yang terintegrasi.

Parkee telah digunakan di berbagai lokasi parkir di 50 kota di Indonesia, mulai dari Jakarta, Tangerang, Surabaya, Bandung, Medan, Batam, hingga Semarang.

“Kami ingin ciptakan onestop-solution untuk klien kami, seperti mall, airport, seaport, jadi mencakup berbagai identifikasi data, baik kendaraan maupun penggunanya. Teknologi ini akan terus berkembang,” kata Direktur Utama Centrepark Citra Corpora Charles Richard Oentomo.

Sementara CEO Alfabeta Taufiq Wibowo menjelaskan bahwa latar belakang kerja sama ini karena pihaknya memiliki sejumlah teknologi yang siap mendukung Parkee.

“Kami melihat kebutuhan teknologi cukup besar di industri yang sama dengan Parkee, ditambah kami juga punya banyak teknologi, seperti Automatic Number Plate Recognition (ANPR); Vehicle Detection, Counting, & Tracking; sampai Object Detection, Counting, & Tracking,” ujar Taufiq.

Selain Parkee, sejumlah perusahaan juga menggarap layanan pengelolaan parkir, salah satunya Soul Parking. Tidak hanya perangkat lunak manajemen parkiran, startup yang mendapat pendanaan awal dari AC Ventures dan sejumlah angel investor ini juga mengembangkan modul Compact Motorcycle Storage, sebuah kantong parkir portabel untuk sepeda. Telkomsel juga sempat membuat unit bisnis bernama Parkirin, mengembangkan layanan SaaS untuk pengelolaan parkir di gedung.

Hadirnya Alfabeta tentu diharapkan bisa menambah proposisi nilai Parkee. Selain memperluas pilihan pembayaran, penyegaran fitur juga menjadi salah satu fokus mereka.

Teknologi Alfabeta

ANPR dapat mendeteksi plat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) dan mendaftarkan hasilnya secara otomatis ke dalam basis data pengguna. Sementara Vehicle Detection, Counting, & Tracking ialah teknologi yang mendeteksi jenis kendaraan yang lewat, menghitung jumlahnya, dan melacak jalur yang dilewati. Sedangkan Object Detection, Counting, & Tracking mendeteksi keberadaan & pergerakan, serta menghitung jumlah objek yang berada di dalam jangkauan kamera.

Teknologi ini bukan hanya memberi manfaat bagi pengelola gedung, melainkan juga bagi pengguna parkir, yakni keamanan yang optimal. Setiap kendaraan yang masuk akan terdeteksi mulai dari plat nomor, jenis, logo bahkan hingga warna kendaraannya. Sehingga, jika ada upaya mengubah nomor plat di area parkir, maka bisa langsung terdeteksi.

“Ketika data diverifikasi dan hasilnya sama, maka sistem itu akan otomatis mempersilakan kendaraan keluar. Jika tidak bisa, maka sistem akan memberi warning alarm dan akan memberitahu security tempat. Jadi pengguna dipastikan bakal merasa aman,” kata Charles.

Keunggulan lain, pengguna tidak perlu repot menyiapkan uang tunai untuk pembayaran. Setiap transaksi langsung akan terhubung melalui aplikasi di smartphone pengguna, pembayaran pun bisa dilakukan melalui QRIS maupun e-wallet demi kepraktisan

Application Information Will Show Up Here

Pandu Sjahrir Leads the Seed Funding for a Local AI Startup “Pensieve”

The artificial intelligence platform “Pensieve” announced the angel funding round from a group of individual investors with an undisclosed amount. Pandu Sjahrir led this round, followed by a number of other angels from Indonesia, Singapore and Brunei Darussalam whom identity are yet to disclose.

The Pensieve solution is an AI-based workflow engine software to help government and corporate institutions optimize business performance with better decision making. The work process starts from data integration/management, implementation of the decision-making engine, to displaying recommendation results into an application that is easy for users to read.

Pensieve plans to use the funding to accelerate product development and expand its market in Southeast Asia. In less than a year, Pensieve has grown with teams in Indonesia, Singapore and India.

This startup was founded in 2021 by Farina Situmorang (CEO). The mission is to empower large-scale organizations and enterprises to transform through AI-powered software. Farina believes that many organizations still have difficulty to optimally use its data.

“We are building an AI-based operational platform to allow better workflows and decision-making in various large-scale organizations,” Farina said.

Huge potential on the way

According to Kearney’s analysis, the application of artificial intelligence can have a significant overall impact on the operations of a business system. It is generally projected to increase 10 to 18 percent of GDP across Southeast Asia by 2030, equivalent to about $1 trillion. The data indicates that AI development and deployment is at an all-time high and Pensieve is poised to spearhead digital transformation in Southeast Asia.

“Pensieve has a very strong foundation and I feel very fortunate together with other angel investors to be able to participate in this angel round. I hope Pensieve can become a company that contributes more to the country and is able to become a large company to further expand in Southeast Asia,” Pandu Sjahrir said.

Pensieve believes that there is huge opportunity in Southeast Asia. “We believe with more support for Pensieve’s growth, we can help organizations in Southeast Asia who are facing the same problem and in need of use cases similar to the ones we have seen in Indonesia,” Farina added.

Indonesian based AI startups

A number of local founders have come up with AI-based solutions for different segments. Some of them have also received funding from investors. Take Datasaur, for example, a startup that focuses on providing data labeling services to help businesses develop more relevant and intuitive databases. This startup has been backed by Y Combinator, GDP Venture, and a number of other investors.

There is also Konvergen.ai, developing artificial intelligence technology for data capture needs – referring to the process of collecting data from paper or digital documents using optical character recognition (OCR) components. For more specific applications, there are Qlue and Nodeflux, the solutions help improve services in the public sector and present smart city-based solutions.

In a more basic level, AI technology has indeed been widely implemented to streamline a company’s business processes – especially digital. For example, fintech platforms that use AI technology in the form of machine learning to perform fraud detection. With the rise of many startups in this segment, it is expected to create a smart technology ecosystem that can provide many benefits for improving the welfare of the wider community through various efficiencies.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pandu Sjahrir Pimpin Pendanaan Awal Startup AI Lokal “Pensieve”

Startup pengembang platform kecerdasan buatan “Pensieve” mengumumkan perolehan pendanaan angel round dari sekelompok investor individu dengan nominal dirahasiakan. Pandu Sjahrir memimpin putaran ini, diikuti sejumlah angel lain dari Indonesia, Singapura, dan Brunei Darussalam yang tidak disebutkan identitasnya.

Solusi Pensieve adalah perangkat lunak workflow engine berbasis AI untuk membantu institusi pemerintahan dan korporasi mengoptimalkan performa bisnis dengan pengambilan keputusan yang lebih baik. Proses kerjanya mulai dari integrasi/pengelolaan data, implementasi engine pengambilan keputusan, hingga menampilkan hasil rekomendasi ke dalam sebuah aplikasi yang mudah dibaca pengguna.

Pensieve berencana menggunakan pendanaan tersebut untuk mempercepat pengembangan produk dan memperluas pasarnya di Asia Tenggara. Dalam waktu kurang dari satu tahun, Pensieve telah berkembang dengan tim di Indonesia, Singapura, dan India.

Startup ini didirikan sejak 2021 oleh Farina Situmorang (CEO). Mereka memiliki misi untuk memberdayakan berbagai organisasi dan perusahaan berskala besar agar mampu bertransformasi melalui perangkat lunak yang didukung oleh AI. Farina percaya bahwa banyak organisasi yang masih belum dapat menggunakan data yang dimiliki secara optimal.

“Kami membangun platform operasional berbasis AI yang mampu menciptakan alur kerja dan pengambilan keputusan yang lebih baik dalam berbagai organisasi berskala besar,” jelas Farina.

Potensi besar yang ingin diraup

Menurut analisis Kearney, penerapan kecerdasan buatan dapat memiliki dampak keseluruhan yang signifikan dalam operasional suatu sistem bisnis. Secara umum diproyeksi dapat meningkatkan 10 hingga 18 persen dalam PDB di seluruh Asia Tenggara pada tahun 2030, setara dengan sekitar $1 triliun. Data tersebut mengindikasikan bahwa pengembangan serta penyebaran AI berada pada titik tertinggi sepanjang masa dan Pensieve siap menjadi ujung tombak transformasi digital di Asia Tenggara.

“Pensieve memiliki landasan yang sangat kuat dan saya merasa sangat beruntung bersama dengan rekan-rekan angel investor lainnya dapat berpartisipasi dalam angel round ini. Saya berharap Pensieve bisa menjadi perusahaan yang semakin banyak berkontribusi kepada negara dan mampu menjadi perusahaan besar yang bisa ekspansi di Asia Tenggara,” sambut Pandu Sjahrir.

Pensieve percaya bahwa ada peluang yang besar di Asia Tenggara. “Kami percaya bahwa dengan lebih banyak dukungan untuk pertumbuhan Pensieve, kami dapat membantu organisasi-organisasi di Asia Tenggara yang menghadapi masalah yang sama dan membutuhkan use cases yang serupa dengan yang telah kami lihat di Indonesia,” tambah Farina.

Startup AI dari Indonesia

Sejumlah startup dari founder lokal telah hadir dengan solusi berbasis AI untuk berbagai kebutuhan berbeda. Beberapa di antaranya juga sudah mendapatkan pendanaan dari investor. Misalnya Datasaur, startup yang fokus menyediakan layanan pelabelan data untuk membantu bisnis mengembangkan basis data yang lebih relevan dan intuitif. Startup ini telah didanai oleh Y Combinator, GDP Venture, dan sejumlah investor lainnya.

Ada juga Konvergen.ai, mengembangkan teknologi kecerdasan buatan untuk kebutuhan penangkapan data (data capture) – merujuk pada proses koleksi data dari dokumen kertas atau digital dengan menggunakan komponen optical character recognition (OCR). Untuk penerapan yang lebih spesifik, ada Qlue dan Nodeflux, solusinya membantu memperbaiki pelayanan di sektor publik dan menghadirkan solusi berbasis kota pintar.

Di tingkatan yang lebih mendasar, teknologi AI memang telah banyak diimplementasikan untuk mengefisiensikan proses bisnis suatu perusahaan – khususnya digital. Ambil contoh, para platform fintech yang memanfaatkan teknologi AI berupa machine learning untuk melakukan fraud detection. Dengan munculnya banyak startup di kategori ini, harapannya tentu terciptanya ekosistem teknologi cerdas yang dapat memberikan banyak manfaat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat luas melalui berbagai efisiensi yang dihadirkan.

Implementasi Chatbot Untuk Performa Layanan Pelanggan Lazada

Pada dasarnya, teknologi selalu berkembang mengakselerasi kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan teknologi yang cepat ini menjadikan manusia beradaptasi dengan segala inovasi yang ada. Sejarah mencatat, perkembangan teknologi selalu diikuti dengan revolusi industri yang memberikan dampak komprehensif baik bagi perekonomian maupun kehidupan bermasyarakat. Seperti yang kerap digaungkan oleh banyak pihak dengan istilah industri 4.0. Tidak dapat dipungkiri, dalam era industri 4.0, segala aspek pekerjaan telah terkomputasi satu dengan yang lainnya. Sehingga, berbagai macam inovasi teknologi terus bermunculan di era teknologi modern ini.

Perkembangan teknologi modern yang kini tengah hangat diadaptasi oleh industri yakni teknologi Artificial Intelligence (AI). Teknologi berbasis komputasi mesin dan kecerdasan buatan ini dianggap memiliki manfaat yang kaya tak hanya bagi industri, namun juga bagi masyarakat. Terlebih, zaman sekarang, masyarakat hidup dan tumbuh berdasar pada teknologi digital sebagai sistem operasinya. Atau secara sederhana disebut memanfaatkan teknologi digital.

Dari sisi industri, implementasi teknologi AI bisa ditemukan berbagai hal. Salah satunya untuk kebutuhan merespon pelanggan seperti yang belum lama ini dilakukan oleh Lazada. Implementasi teknologi AI di Lazada menjelaskan peran penting AI dalam layanan pelanggan dengan mengimplementasikan fitur chatbot. Chatbot merupakan program komputer yang mensimulasikan percakapan manusia melalui perintah suara, obrolan teks, atau keduanya. Biasanya dirancang untuk berinteraksi dengan manusia melalui beberapa platform.

Fitur chatbot di Lazada membantu mempercepat penyelesaian kontak atau pertanyaan yang masuk, terutama untuk pertanyaan-pertanyaan dari pembeli yang sifatnya rutin (FAQ). Chatbot juga tidak hanya berfokus pada layanan pembeli. Namun fitur chatbot di Lazada juga melayani sisi penjual. Diklaim, chatbot mampu mengeksplorasi kebutuhan penjual untuk menjawab inkuiri pelanggan secara cepat (di bawah 30 menit). Dan dapat dikatakan dengan lebih spesifik lagi, chatbot dapat meningkatkan response rate kepada pelanggan karena kecepatannya dalam menjawab dan mengurangi waktu tunggu.

Dalam keterangannya. teknologi AI yang diusung oleh Lazada mampu mengidentifikasi pola-pola acak dalam pertanyaan umum, seperti pelacakan paket dan pembayaran penjual. Produk teknologi tersebut diperkenalkan dalam 3 (tiga) lini yaitu; CLEO (Chatbot pembeli), ADA (Chatbot penjual), dan LISA (Chatbot Pesan Instan) untuk menjawab pertanyaan pelanggan dengan cepat dan efisien.

Dalam pengembangannya, teknologi berbasis kecerdasan buatan ini tetap membutuhkan pemahaman dan intuisi manusia. Lazada mengklaim, teknologi AI dalam chatbot “dilatih” oleh AI trainer yang diharuskan memiliki pemahaman mendalam terhadap tren dan kebiasaan penggunaan bahasa tulis, termasuk bahasa daerah, istilah, singkatan dan lain sebagainya. Hal itu ditujukan agar chatbot semakin mampu menyerupai komunikasi manusia.

Walaupun sudah menggunakan kecerdasan buatan, tapi chatbot masih perlu sentuhan manusia. Karena manusia masih menjadi aspek yang krusial dalam pengembangan teknologi AI – seperti yang juga dilakukan oleh Lazada.

Menariknya, pandangan tersebut juga bisa menyimpulkan bahwa kehadiran teknologi AI yang diadaptasi di industri mampu membuka peluang bagi lapangan pekerjaan baru, terutama bagi pekerja yang ingin berkiprah di ekosistem ekonomi digital. Salah satunya yaitu AI Trainer. AI Trainer menjadi salah satu kunci kesuksesan chatbot ini karena mereka harus bisa membentuk karakter kecerdasan buatan agar dapat memahami berbagai ragam gaya bahasa yang digunakan para pengguna. AI Trainer bertugas untuk melatih kecerdasan buatan agar dapat optimal dalam melakukan tugas.

Seorang AI Trainer bertugas menganalisa jawaban yang diberikan dan mengajari chatbot untuk mengenali bahasa yang beragam, dan memberikan jawaban yang solutif dengan bahasa yang mudah dipahami.

Performa AI dalam layanan konsumen diukur dari tingkat penyelesaian masalah atau Chatbot Resolve Rate (CRR), di mana saat ini CRR Lazada cukup tinggi, lebih tinggi dari angka rata-rata di industri.

Seperti yang dijanjikan, teknologi AI yang diadaptasi oleh Lazada semestinya mampu mengakselerasi Lazada dari segi bisnis, dan juga performa layanan pelanggan yang mungkin dapat menginspirasi bisnis serupa untuk implementasi teknologi AI. Anggapan tersebut bukan tanpa alasan, sebab, belum lama ini Lazada Indonesia resmi mengantongi penghargaan dari Asian Experience Award dalam kategori “Digital Experience” dan “Product Experience”. Penghargaan tersebut menunjukkan komitmen Lazada Indonesia dalam upaya membangun bisnis yang berkelanjutan di Indonesia, dengan menerapkan teknologi AI dalam layanan dukungan pelanggan.

Artikel ini didukung oleh Lazada Indonesia.

Qiscus Rilis Robolabs, Bantu Bisnis Buat Chatbot Tanpa Coding

Qiscus, perusahaan penyedia platform multichannel chat untuk bisnis, merilis Robolabs, yakni add-on chatbot builder untuk memberi kemudahan bagi bisnis untuk membuat chatbot sendiri tanpa harus melakukan coding dan cukup mengandalkan Excel. Chatbot akan secara otomatis terintegrasi dengan akun Qiscus Multichannel Chat.

Dalam keterangan resmi, perusahaan merilis solusi ini karena selama pandemi ini banyak bisnis yang sudah dan akan mengubah proses bisnisnya agar dapat terus bertahan. Menurut data PwC, Covid-19 telah mengakselerasi perkembangan conversational AI, sebanyak 52% perusahaan mempercepat rencana adopsi AI akibat pandemi. Dengan urgensi transformasi digital, kini banyak bisnis yang beralih menggunakan chatbot.

CTO Qiscus Evan Purnama menjelaskan, kehadiran chatbot tidak hanya bermanfaat untuk konsumen, tetapi juga perusahaan. Di era di mana kecepatan layanan lebih penting, chatbot akan membantu perusahaan untuk selangkah lebih maju. “Layanan ini dihadirkan guna memberi kemudahan untuk pelaku bisnis dalam membuat chatbot-nya sendiri yang secara otomatis akan terintegrasi dengan akun Qiscus Multichannel Chat-nya. Dengan fitur yang terdapat pada Qiscus Robolabs, bisnis dapat meningkatkan performa bisnisnya,” kata dia, Rabu (15/12).

Berbeda dengan chatbot pada umumnya, Robolabs memiliki fitur Bot Template yang dapat memudahkan pelaku bisnis mengelola chatbot dengan logika dan analitik yang diunggah pada berkas Excel dan tersedia di dalam dasbor Multichannel tanpa harus melakukan coding dan pemrograman lainnya. Artinya, tanpa harus melakukan coding dan pemrograman lainnya, bisnis dapat membuat chatbot semudah membuat spreadsheet di Excel.

Selain itu, bisnis dapat melatih bot untuk menjawab konteks percakapan yang tidak sesuai. Melalui fitur Training Bot di Qiscus Robolabs, pengguna dapat melatih bot dengan mengubah konteks percakapan yang tidak sesuai ke dalam konteks yang benar tanpa adanya coding yang rumit. Penggunaan fitur Training Bot ini sangat mudah karena sistem secara otomatis akan melatih bot dengan konteks terbaru. Dengan begitu, bisnis bisa memberikan respon otomatis yang tepat melalui identifikasi pesan secara otomatis oleh chatbot.

Qiscus Robolabs juga memiliki seperangkat fitur lainnya, seperti Handover Agent, Integrate with External Webhook, dan Analytics yang dapat menunjang kebutuhan bisnis, terutama dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi customer service (CS).

Potensi pengembangan chatbot

Qiscus, Kata.ai, Botika, Bahasa.ai, adalah beberapa startup pengembang chatbot untuk kalangan bisnis di Indonesia. Implementasi chatbot pun mulai luas, tidak hanya ditempatkan sebagai customer service saja. Namun, tantangan yang selama ini menghantui keefektifan sebuah chatbot adalah pemahaman bahasa dan database solusi yang disediakan, sehingga perlu dilengkapi dengan mesin pembelajar agar chat dapat terus dilatih.

Berbagai perubahan dan ekspektasi baru dari pelanggan di masa ini, membuat chatbot menjadi salah satu cara bagi bisnis untuk mempermudah dan mempercepat proses bisnis yang kini dilakukan secara online. Selain dapat meningkatkan customer engagement process, chatbot juga dapat menghemat biaya operasional perusahaan. Tidak hanya itu, memberikan efisiensi dalam waktu dan tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan. Hal ini menyebabkan jumlah potential leads yang di-generate akan lebih besar ketimbang hanya bergantung pada manpower.

Chatbot sendiri adalah software yang memungkinkan bisnis menjawab banyaknya chat dari pelanggan secara otomatis tanpa perwakilan manusia. Dengan chatbot, respons yang diberikan tidak terbatas secara waktu. Chatbot dapat digunakan 24/7, sehingga konsumen tidak perlu menunggu jam operasional bisnis dalam memperoleh respon. Selain itu, chatbot juga dapat digunakan untuk personalisasi pesan terhadap pelanggan.

Melalui chatbot, bisnis dapat menghadirkan customer experience yang lebih baik dan berkesan untuk konsumen. Dengan percakapan yang bersifat real-time, konsumen dapat bebas bertanya sehingga konsumen terpuaskan oleh respons yang cepat dan interaktif. Bisnis pun akan mendapatkan feedback yang positif dari pelanggan.

Qualcomm Umumkan Platform 5G dan AI Khusus Drone

5G, jangan bosan mendengar kata ini terus disebut-sebut sampai beberapa tahun ke depan. Bukan cuma di ranah smartphone saja, melainkan juga di sejumlah kategori lain, tidak terkecuali drone.

Indikasinya adalah platform 5G khusus drone yang Qualcomm umumkan belum lama ini. Dinamai Qualcomm Flight RB5, platform ini dirancang untuk mempercepat pengembangan drone di ranah komersial, industrial, dan enterprise lewat sederet kapabilitas 5G dan AI.

Keberadaan 5G pastinya memungkinkan drone untuk mentransmisikan data dalam jumlah besar secara cepat, dan ini sangat esensial untuk keperluan-keperluan seperti inspeksi lapangan, pemetaan, maupun respon darurat. Berkat 5G, data yang direkam drone bisa langsung diolah secara real-time, tidak perlu menunggu drone-nya pulang terlebih dulu.

Di sisi lain, keberadaan AI dimaksudkan supaya drone dapat menentukan sendiri data-data apa saja yang paling berharga dan perlu ditransfer saat itu juga, mengurangi kepadatan traffic jaringan sekaligus memudahkan pekerjaan operator (tidak perlu menyortir data-datanya, memisahkan mana yang penting dan mana yang tidak).

Keuntungan lainnya adalah perkara jangkauan, sebab 5G memungkinkan drone untuk tetap sepenuhnya di bawah kendali operator meski posisinya sudah berada di luar jarak pandang. 4G saja sudah bisa merealisasikan hal ini, apalagi 5G.

Secara teknis, platform ini mengemas CPU 8-core, GPU, neural processing engine, dan image signal processor (ISP) yang siap mewujudkan perekaman dalam resolusi 8K maupun 4K 120 fps. Sebanyak 7 unit kamera sekaligus mampu ditanganinya, dan itu berarti fitur seperti object detection beserta collision avoidance pun juga dapat diwujudkan.

Qualcomm tidak lupa menyiapkan development kit yang dapat dijadikan sebagai referensi drone lengkap oleh para produsen. Meski sejauh ini baru ditujukan untuk segmen komersial, kita tidak perlu terkejut seandainya platform 5G dan AI ini juga akan merambah segmen consumer drone ke depannya.

Sumber: DPReview.

Mendongkrak Peringkat PISA dengan Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan

Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence – AI) terus dioptimalkan di berbagai bidang untuk memberikan kemudahan masyarakat dalam melakukan aktivitas tertentu. Tak terkecuali di bidang pendidikan, setumpuk permasalahan masih menjadi PR bersama di Indonesia untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Terlebih saat ini pandemi yang memaksa setiap siswa untuk secara mandiri melakukan kegiatan pembelajaran dari rumah – dipaksa mengadopsi teknologi pembelajaran untuk mengejar kompetensi yang dicanangkan dalam kurikulum.

Terkait dengan AI di dunia pendidikan, DailySocial berkesempatan untuk melakukan diskusi dengan Co-Founder & CEO CoLearn Abhay Saboo dan Founder & CEO Blox.ai Ashwini Asokan. CoLearn adalah startup edtech di Indonesia yang memfokuskan layanan untuk membantu siswa K-12 mendapatkan konten dan layanan pembelajaran khususnya di bidang matematika dan fisika. Sementara Blox.ai adalah startup berbasis PaaS yang memungkinkan setiap perusahaan untuk mengembangkan kapabilitas AI-nya secara native.

Baik CoLearn maupun Blox.ai adalah portofolio dari Sequoia Capital India.

Diawali dari visi

Mengawali perbincangan, Abhay mengatakan bahwa visinya dengan CoLearn sangat jelas, yakni membantu Indonesia meningkatkan peringkat di PISA. Seperti diketahui Programme for International Student Assessment (PISA) adalah salah satu tolok ukur kualitas pendidikan di suatu negara. Riset ini mengambil sampel siswa-siswi dari berbagai negara untuk mengukur kualitas.

Per survei tahun 2018, Indonesia berada dalam peringkat 72 dari 77 negara. Untuk nilai matematika, berada di peringkat 72 dari 78 negara. Sedangkan nilai sains berada di peringkat 70 dari 78 negara. Cenderung stagnan sejak 15 tahun terakhir.

Lewat inovasinya, CoLearn saat ini memiliki dua produk utama. Pertama fitur “Tanya” yang diberdayakan dengan teknologi AI. Membantu siswa menemukan solusi ketika menemui kesulitan pengerjaan soal matematika atau fisika. Siswa cukup mengambil foto soal yang dikerjakan dari aplikasi, kemudian sistem akan memberikan konten video rekomendasi yang relevan untuk membantu mengerjakan soal tersebut.

Fitur kedua adalah kegiatan pembelajaran eksklusif lewat Live Tutoring, untuk membantu siswa memahami konsep pembelajaran bersama mentor berpengalaman. Di sini Abhay mengaku menerapkan standardisasi yang cukup ketat, khususnya dari sisi tutor dan penyampaian materi, untuk memastikan setiap siswa mendapati keluaran hasil pembelajaran (learning outcomes) paling optimal.

Demikian juga dengan Ashwini, di masa yang mengharuskan banyak orang untuk beralih ke edtech ini menghadirkan kesempatan sekaligus tantangan bagi inovator untuk menghasilkan pendekatan teknologi yang paling relevan. Penerapan AI yang ideal dalam pendidikan pun seharusnya bisa menjadikan teknologi tidak hanya mendigitalkan pendidikan, namun benar-benar memberikan dampak efisiensi dan personalisasi.

Pada akhirnya pendidikan harus selalu dua arah, proses belajar dan mengajar. Ashwini menyebutkan proses pengajaran (training) ini yang harusnya bisa lebih dioptimalkan dengan AI dalam sebuah platform edtech. Karena, cara atau metodologi dalam penyampaian materi akan berkorelasi erat dengan kualitas hasil pembelajaran tersebut. Dan yang paling penting, AI harus bisa menghadirkan pengalaman yang unik bagi setiap siswa, memfasilitasi kebutuhan pembelajaran dan tingkat pemahaman masing-masing.

Permasalahan di Indonesia

Sekilas, layanan CoLearn sebenarnya sama seperti dengan yang disediakan oleh pemain edtech lain. Menurut Abhay, proposisi nilai yang coba dihadirkan startupnya adalah para kualitas materi. Fokus pada pembelajaran di bidang tertentu menjadikan CoLearn dapat memberikan konsentrasi lebih banyak dalam memberikan pengajaran tentang konsep dasar suatu permasalahan – alih-alih hanya membantu setiap siswa menjawab soal.

Ia bercerita, mengambil studi kasus tentang kegiatan bimbel, kultur di Tiongkok atau India program pelajaran tambahan di luar kelas formal tersebut difokuskan untuk menajamkan pemahaman konsep dari mata pelajaran yang didapat di sekolah. Sementara ketika melihat di Indonesia, tidak sedikit orang tua yang membawa anaknya ke bimbel untuk mendapatkan bantuan dalam mengerjakan PR yang didapat dari sekolah atau persiapan ujian. Hal ini yang coba difasilitasi dengan lebih instan lewat AI di fitur Tanya.

Mendefinisikan permasalahan ini dianggap penting bagi CoLearn, karena pada dasarnya setiap startup edtech akan memiliki pendekatan yang serupa – kaitannya dengan model bisnis dan cara-caranya untuk bertahan. Bagi Abhay, ia tidak menginginkan untuk menjadi solusi untuk semua bidang studi, maka memutuskan fokus pada bidang-bidang tertentu saja yang dianggap bisa meningkatkan peringkat PISA Indonesia secara global.

Sebanyak 4 juta siswa sejak 4 bulan beroperasi dianggap menjadi respons yang baik dari pasar, tentang bagaimana konsep pembelajaran yang lebih personal dengan AI dan live tutoring yang lebih mengajarkan konsep bisa diterima di Indonesia.

Peran AI

Ashwini menyampaikan, banyak skenario AI yang dapat diciptakan untuk menghadirkan pengalaman belajar yang lebih baik. Terkait kolaborasinya dengan CoLearn ia menceritakan, di fitur Latihan Soal hasil pembelajaran akan dianalisis untuk menyoroti aspek kelemahan siswa dalam materi bahasan tertentu, untuk selanjutnya sistem dapat memberikan rekomendasi pembelajaran yang lebih relevan sesuai apa yang sebenarnya dibutuhkan. Termasuk di fitur Live Tutoring yang disediakan, ketika ada interaksi tanya-jawab, sistem AI dapat diimplementasikan untuk membantu mengidentifikasi kebutuhan unik setiap peserta didik.

Pembelajaran yang lebih personal pada akhirnya akan menjadi aspek penting dalam pelaksanaan pendidikan berbasis teknologi. Di saat banyak siswa sudah mulai lelah dengan kelas Zoom atau materi video on-demand, cara paling efektif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengajaran adalah dengan mengidentifikasi setiap masalah unik yang dimiliki masing-masing pelajar. Menghasilkan learning journey yang baik dapat menjadi prioritas para pemain edtech untuk bisa benar-benar menyelesaikan isu pendidikan di Indonesia.

Gambar Header: Depositphotos.com

Application Information Will Show Up Here

Zenius to Implement AI Technology by Introducing ZenCore

Edutech startup Zenius introduces ZenCore to improve general knowledge of three fundamental subjects, mathematics, verbal logic, and English. In developing this latest feature, they implemented AI and machine learning technology to learn the capabilities of each user based on their answers to questions in Core Practice.

CorePractice is a site on ZenCore containing hundreds of thousands of questions from three main branches of concentration. Users can take advantage of CoreInsight to learn about existing topics for greater insight as it contains explanations of practice questions, in the form of easy-to-understand concept videos.

Zenius system will automatically determine the user’s basic level of ability from these answers by calculating an algorithm that is designed as accurately as possible. The accuracy of users’ answers will determine their level on the ZenCore scoreboard.

Zenius’ Chief Education Office, Sabda P.S. explained, one of Indonesia’s common problem today is the basic understanding of the community as it is too focused on specific sciences. Moreover, each person has different ability from one another. This is why we cannot create the same subject provision for all, because each person must learn with their respective abilities.

“We equipped ZenCore with a ranking and scoring scheme to ignite a competitive attitude in every user. Through the gamification approach, we expect that users will share their values ​​on social media, and invite friends to compete in a positive way,” he said in an official statement, Thursday (1/7).

This feature is also part of the company’s efforts to optimize retention on its platform because just like games, ZenCore will make users curious to get a better score. With the gamification format, he wants to emphasize that the learning process does not always have to be serious and rigid.

In a study that Sabda quoted from ScienceDirect, the concept of gamification applied in education was proven to be able to increase the average score of students by 34.75%. Meanwhile, students who were educated using gamification-based materials also experienced an increase in performance of up to 89.45% compared to students who only received one-way material.

Sabda also mentioned, ZenCore can be accessed for free. Users who want to deepen their basic skills can try to complete 100 levels containing more than 135 thousand questions. All of these questions are compiled by the curriculum development team at Zenius based on basic questions from mathematics, verbal logic, and English that are familiar in everyday life.

“ZenCore is the beginning of our focus on maximizing the implementation of AI technology into the Zenius platform. Going forward, we will continue to develop features that utilizes AI technology to provide related learning experiences for all users,” Sabda said.

It is said that during the 2019/2020 school year, Zenius has been accessed by more than 16 million users from rural and urban areas throughout Indonesia. Zenius has more than 90 thousand learning videos and hundreds of thousands of practice questions for elementary-high school levels that have been adapted to the national curriculum.

Additional technology in the edtech industry

Prior to Zenius, tmany edutech players have started to use the latest technology to provide added value for its users. Its closest competitor, Ruangguru, has released Roboguru which is designed to help students answer questions from various subjects by providing discussions and recommendations for learning videos.

Roboguru takes advantage of Photo Search and User Generated Content capabilities. Users only need to send photos of questions that they feel are difficult to do, then the system will provide material recommendations that can help solve the problem.

There is also Cakap, which embeds AR-based content to make the learning process more interactive. This technology was developed with AR&Co., through ISeeAR technology. Learning sessions conducted through video teleconferencing are equipped with interesting animations to increase children’s interest in learning.

Furthermore, ELSA Speak which utilizes artificial intelligence combined with voice recognition to help users pronounce English. The application will assess the user’s pronunciation and provide scores or recommendations for improvement.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

ByteDance Kini Menjual AI yang Digunakan TikTok ke Perusahaan Lain

Salah satu alasan di balik popularitas TikTok adalah algoritma kecerdasan buatan yang menenagai sistem rekomendasinya. Dari perspektif sederhana, cara seorang pengguna berinteraksi di TikTok bakal memengaruhi deretan video yang disuguhkan kepadanya, dan ini yang pada akhirnya membuat kita seakan tidak bisa berhenti menonton video demi video yang muncul di halaman For You.

Induk perusahaan TikTok, ByteDance, rupanya tidak keberatan berbagi resep rahasia platform sosial kebanggaannya tersebut dengan perusahaan lain, asalkan mereka bersedia membayar. Melalui divisi baru bernama BytePlus, ByteDance rupanya sudah mulai menjual teknologi AI yang digunakan TikTok itu kepada sejumlah perusahaan lain sejak bulan Juni kemarin.

Sejauh ini, situs BytePlus mencantumkan nama-nama seperti platform e-commerce fashion GOAT, platform ticketing online Wego, maupun startup agritech asal tanah air Chilibeli pada daftar kliennya. TikTok pun tentu termasuk sebagai salah satu yang menggunakan layanan BytePlus, demikian pula Lark, platform kolaborasi online kepunyaan ByteDance sendiri.

Namun recommendation engine untuk menyuguhkan pengalaman yang lebih terpersonalisasi baru satu dari sejumlah produk berbasis AI yang BytePlus tawarkan. Contoh produk lainnya adalah teknologi computer vision yang sanggup mendeteksi 18 titik di sekujur tubuh (dari kepala sampai kaki) sekaligus memantaunya selagi pengguna bergerak di depan kamera, menjadikannya ideal untuk diimplementasikan pada aplikasi fashion maupun kecantikan.

BytePlus juga menawarkan teknologi machine translation serta platform data analytics yang komprehensif. Menurut laporan Financial Times, BytePlus telah merekrut karyawan dari perusahaan-perusahaan seperti Microsoft dan IBM — yang juga menawarkan produk-produk serupa untuk kalangan enterprise — di sejumlah negara. Di Tiongkok sendiri, bisnis yang dijalankan BytePlus bersaing langsung dengan nama-nama besar macam Alibaba, Baidu, maupun Tencent.

Sumber: The Verge. Gambar header: Depositphotos.com.