Makin Gencar Berikan Pinjaman Produktif, UangTeman Tambah Lender Institusi

UangTeman mengumumkan Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) sebagai lender institusi. Komitmen dana yang disalurkan dirahasiakan, namun dianggap signifikan untuk membantu pengusaha mikro.

VP Corporate Finance & Investor Relations UangTeman Irfan Sidik menerangkan, nominal dana tersebut cukup signifikan dan diharapkan mampu membantu masyarakat yang akan memulai usaha kecilnya untuk mendapatkan pendanaan dengan cepat dan bertanggung jawab.

Dia melanjutkan, kerja sama ini menjadi salah satu bukti kolaborasi yang saling bermanfaat antara fintech lending dan perbankan untuk menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat. Inisiatif ini juga sejalan dengan komitmen industri keuangan dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Menurutnya, peran fintech lending di masa pandemi masih menjadi peluang yang baik karena teknologi digital yang mereka gunakan dapat menyasar masyarakat luas dengan akurat dan cepat. “Kegiatan ini juga menjadi strategi jangka panjang kami untuk memberikan fasilitas pembiayaan yang mudah dan cepat,” kata dia dalam keterangan resmi, kemarin (7/10).

Berkaitan dengan itu, UangTeman merilis dua produk baru untuk membantu pelaku usaha mikro yang terkena dampak pandemi. Kedua produk itu adalah Installment dan Lite Installment.

Peminjam memiliki durasi pengembalian yang lebih panjang dari produk sebelumnya sekitar 10 hari-30 hari. Installment memberikan pinjaman dengan tenor tiga bulan, sementara Lite Installment maksimal hingga enam bulan.

Untuk nominal pinjaman meningkat jadi Rp20 juta dari produk sebelumnya yaitu mulai dari Rp1 juta hingga Rp8 juta. UangTeman mulai masuk ke kredit produktif dan membiayai usaha mikro, saat mereka baru berdiri di 2015 aktif membiayai kredit konsumtif.

OJK menerbitkan aturan yang mewajibkan penyelenggara fintech lending menyalurkan 20% portofolionya ke sektor produktif. Namun, dalam data OJK terpampang mayoritas penyaluran kredit lari ke sektor konsumtif sebanyak 66% dari Rp113,46 triliun per Juni 2020.

Oleh karenanya, OJK mendorong fintech lending berkolaborasi dengan perbankan dan pemerintah untuk meningkatkan kontribusinya.

Manfaatkan dana dari institusi

Tak hanya UangTeman, memanfaatkan dana dari institusi sebagai lender (Super lender) kini menjadi suatu strategi yang cukup penting buat fintech lending. Beberapa perusahaan lainnya, ada KoinWorks yang gandeng Bank BTN, Bank Sampoerna, dan Bank CIMB Niaga.

Disebutkan portofolio lender institusi di KoinWorks kini memegang 30% dari total penyaluran keseluruhan. Kebanyakan institusi yang bergabung berasal dari perbankan dan multifinance.

Selanjutnya, ada Investree yang bekerja sama dengan BRI Agro, Bank Mandiri, Bank BRI, dan tujuh institusi lainnya dari jasa keuangan dan investor dari luar negeri. Berikutnya, Modalku yang bekerja sama dengan Bank Varia, Bank Sinarmas, BPR Bekasi Binatanjung, dan BPR Sukawati Pancakanti. Terakhir, Akseleran yang menggandeng Mandiri Tunas Finance, Bank Mandiri, dan Bank J Trust.

Bagi fintech yang memanfaatkan lender institusi ini mereka akan mendapat keleluasaan karena dana jumbo tersebut dapat lebih cepat menyalurkan pinjaman sesuai dengan target nasabah yang dibidik oleh tiap lender. Sementara bagi institusi, mereka dapat meminimalisir risiko gagal bayar dan mendapat calon nasabah baru lewat fintech.

Application Information Will Show Up Here

Kerja Sama CIMB Niaga dan WeChat Pay Peroleh Izin dari Bank Indonesia

Setelah melalui tahap uji coba sejak awal tahun, akhirnya CIMB Niaga resmi mengantongi izin dari Bank Indonesia untuk memfasilitasi transaksi pembayaran menggunakan WeChat Pay di merchants CIMB Niaga di Indonesia. Kabar ini sekaligus mengukuhkan bank yang berdiri sejak 1955 tersebut sebagai satu-satunya bank BUKU 4 pertama yang dapat melakukan kegiatan terkait.

Dalam keterangan resmi, Direktur Consumer Banking CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, perusahaan bekerja sama dengan TenPay selaku pemilik aplikasi dompet digital WeChat Pay, PT Arash Digital Rekadana (Arash Digital), dan Swiftpass Global Limited (Shenzen) sebagai system integrator dan technical service provider. Implementasi kerja sama tersebut semakin melengkapi layanan pembayaran digital yang disediakan oleh perusahaan.

“Di tengah keterbatasan dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, kami tetap fokus untuk mengembangkan dan mempersiapkan layanan WeChat Pay. Kami terus melakukan sosialisasi kepada merchant CIMB Niaga serta menambah merchant baru, sehingga pada saat situasi sudah kondusif, semakin banyak mitra Perusahaan yang telah siap dan menerima cara pembayaran baru ini,” kata Lani.

Lebih lanjut, Lani menjelaskan sejalan dengan regulasi BI, implementasi transaksi WeChat Pay di merchant CIMB Niaga menggunakan QRIS pada alat penerima transaksi pembayaran, seperti EDC, static QR, maupun aplikasi yang diunduh di perangkat merchant. Transaksi tersebut dilakukan dalam mata uang Rupiah sesuai jumlah yang telah disepakati pengguna dengan merchant.

Perlu diketahui, WeChat Pay hanya dapat dimiliki oleh pengguna dari Tiongkok dengan sumber dana dari rekening kartu debit dan kartu debit yang diterbitkan di negara asalnya.

Dia menambahkan implementasi kerja sama pembayaran digital WeChat Pay merupakan salah satu upaya untuk memperkuat posisi CIMB Niaga sebagai bank digital terdepan. Perusahaan ingin memberikan fitur yang lengkap bagi para merchant-nya sehingga dapat menerima pembayaran digital yang lebih luas.

Pihaknya akan terus perluas jumlah merchant di berbagai daerah wisata, seperti Bali, Lombok, Manado, Jakarta, dan sejumlah bandara internasional.

Arash Digital dan Wallyt

Sebagai catatan, Arash Digital adalah fasilitator untuk transaksi pembayaran lintas batas, inbound maupun outbound. Perusahaan yang didirikan pada awal tahun lalu ini menjadi mitra eksklusif di Indonesia untuk Swiftpass Global Limited (Wallyt) sebagai integrator sistem lokal dan penyedia layanan teknis. WeChat Pay, Alipay, dan Union Pay adalah beberapa nama yang menjadi mitra strategis dari Wallyt.

DailySocial berusaha menghubungi Lani apakah ada kemungkinan CIMB Niaga akan melanjutkan kerja sama berikutnya dengan mitra eksklusif Wallyt yang lainnya, seperti Alipay. Namun hingga berita ini dinaikkan belum ada konfirmasi yang diberikan.

Wallyt itu sendiri terdaftar di Hong Kong dan berbasis di Shenzhen, adalah bagian dari SwiftPass, perusahaan solusi pembayaran dari Tiongkok. Ekspansi Wallyt tergolong kencang untuk memperluas jangkauan WeChat Pay di Asia Tenggara, di negara-negara yang memiliki tingkat penetrasi kartu kredit yang rendah, dan menjadi destinasi wisatawan Tiongkok.

Wallyt mengintegrasikan kedua pemain besar tersebut ke bank lokal di Filipina, Laos, dan Sri Lanka, sebagai salah satu contohnya. Sejauh ini perusahaan tersebut telah berkolaborasi dengan 100 bank dan jasa keuangan di 50 negara, menawarkan lebih dari 100 ribu brand. Pada tahun lalu, memroses lebih dari $2 miliar transaksi, menghasilkan revenue sebesar $4,34 juta.

Application Information Will Show Up Here

Gambar Header: Depositphotos.com

Fintech Business in the First Half of 2020

Financial technology (fintech) is a well-developed business landscape in Indonesia. The growth lies on both sides, from businessmen and consumers. It is recognized by the increasing categories of fintech services in Indonesia with an increasing user base. Annually, DSResearch is to release “Fintech Report”, an integrated report discussing the trends and dynamics of the related industry.

Earlier this year, in the latest published report, presented some interesting data. One of which is related to the distribution of funds by p2p lending startups. Last year, the value was up to IDR 60.4 trillion, increased by almost 3 times from the previous year. Borrower accounts registered with the OJK also increased to 14.3 million, 3 times exceeding from a total number in 2018 at 4.3 million accounts.

In conclusion, there is always an increase in business from year to year, with the most popular sub-businesses related to loans and digital wallets. Unlike this year, Covid-19 has “disrupted” various business arrangements, including fintech, therefore, many business agendas must be readjusted. However, has this pandemic really caused significant disruption to fintech in Indonesia?

This article intends to present analysis and comparison data, referring to business activities that have taken place during the first half of 2020.

Startup funding

Amid business objectives to accelerate growth, funding is an important business aspect that the founder continues to strive for. In the first half of 2020 (H1 2020), there were 8 funding involving fintech startups operating in Indonesia. Regarding transactions, the number decreased compared to H1 2019, last year there were 12 transactions. However, in terms of nominal (published), the value is much greater in H1 2020.

There are no publications of fintech funding throughout the first quarter of this year, all the news starting to be announced in April 2020. Here’s the full list:

Stage Month Startup Value
Debt Funding April KoinWorks $20 million
May KoinWorks $10 million
Pre-Series A May Pintek Undisclosed
Series A April Qoala $13.5 million
June Wallex Technologies Undisclosed
Series B March Digiasia Bios Undisclosed
Series C April Investree $23.5 million
April Modalku Undisclosed

If last year most of the funding was in the early stages, this year more funding was disbursed for further funding. Some analysts have predicted that the crisis caused by this pandemic will make investors more selective in disbursing their funds. Most chose to increase the spin in established businesses and get good traction, also in this Covid-19 period.

In addition, Cashlez made a successful IPO on the Indonesia Stock Exchange earlier this year. The company released 250 million new shares at Rp350 per share. This amount of capital includes approximately 17.5 percent of the paid-up and issued capital. Successfully booked Rp 87.5 billion from the event.

P2P lending amid pandemic

The Indonesian Joint Funding Fintech Association (AFPI) in early June 2020 published its research. It is disclosed that during the pandemic period, loans that were successfully facilitated and approved by lenders reached IDR 237 billion from 674 thousand accounts/transactions. The survey was held on 9-14 May 2020 with 143 p2p lending organizers as respondents.

In terms of consumer, the return rate is quite stable. A total of 90 platforms claim that TKB90 is stable, 34 platforms claim that TKB90 has increased, and 6 platforms claim that TKB90 has increased. TKB90 is a credit quality level on a platform. The higher and closer to level 100, the better. Based on OJK’s data as of March 2020, the TKB90 for the p2p lending industry was recorded at the level of 95.78%.

As of April 2020, the accumulated lending in the p2p lending industry was IDR 106.06 trillion, increased by 186.54% YoY. Java Island dominates the total loans of up to Rp 90.88 trillion, the remaining Rp 15.18 trillion comes from outside Java. The number of registered lenders was 647,993 and borrowers reached 24.77 million.

Product consolidation and innovation

Several new product initiatives are being rolled out by local fintech players. Last June, KoinWorks announced that they are serious about working on the investment business, they are collaborating with MMI to release a mutual fund feature through its application. Regarding investment, Indodax and Tanamduit have also expanded their business to accommodate these demands, by presenting a digital gold sell-and-buy feature.

Another collaboration formed between Dana and YesDok, for a telemedicine feature on the Dana app – previously Gojek-Halodoc and Grab-Ping An had released similar services. In the meantime, LinkAja launched a sharia feature to work on new market segments. Several business platforms outside the fintech industry also expand their business lines in the financial sector. As an effort of helping SME partners in their ecosystem, Moka and eFishery have launched the capital-loan feature this year.

This year, the banking sector also increased its penetration to present technology products. Expecting good fortune in the digital wallet ecosystem, Bank OCBC NISP has started to seriously work on ONe Wallet. Jenius also strengthened the features in the application, last May they introduced Moneytory to help users with personal financial planning. Meanwhile, Bank Mandiri also released a special application to accommodate MSME loans this year.

Remittance should be a highlight

Layanan remitansi mulai banyak diminati di tengah kebutuhan solusi transfer dana antar negara yang lebih efisien / Freepik - pch.vector
Remittance service is gaining popularity amid the demand for an efficient cross-country money transfer / Freepik – pch.vector

In the first half of 2020, two remittance-related innovations were introduced. First, Zendmoney attempts to bridge migrant workers, then the OY! Indonesia, which released a new feature entitled remittances. The demand for cheap and efficient cross-country transactions has succeeded in making players in this sub-sector capture the consumers’attention.

DailySocial had a chance to talk with two remittance players, Transfez and Topremit. Transfez’ representative said, since the Covid-19 pandemic in March 2020, the number of Transfez users has increased by more than 400%. Moreover, TopRemit claims to have successfully processed more than 280 billion Rupiah with 16 thousand users registering and within the first 6 months of 2020.

Wallex Technologies is a player in local remittance technology which is getting funding this year. During the pandemic period, they claim on average a 20% increase in business every month.

In May 2020, BRI Ventures also announced to involve in Nium funding, a Singapore-based remittance startup. Visa also participates in this round. Before changing its name, Nium has secured an investment from MDI Ventures in 2014. Then, MDI Ventures was still directed by Nicko Widjaja, who now leads BRI Ventures. In the first quarter of 2020, Nium achieved a transaction value of $2 billion.

Fintech’s future development

Unfortunately, the pandemic impact is yet to end. Even in various cities, PSBB is still running to prevent virus transmission, which indeed has an impact on the economy in the local area. Basically, fintech startups work to “accommodate” the economic (monetary) process of society, as simple as: digital wallets will only be filled when the user has money/income. Therefore, the ongoing economic slowdown can also have a negative impact related to traction.

On the other hand, people are still pursuing many opportunities. There are more activities at home, many have started to try their luck with entrepreneurship – starting food, crafts, or other services. At a time when banks are increasingly selective in applying for credit, p2p lending can be an alternative solution for capital. Nevertheless, the challenge for the platforms is an increase in risk analysis – some credit scoring players are starting to emerge to accommodate these needs.

Beyond remittances and the popular fintech business model, there are still some business opportunities with potential development. There are two, we projected to be significant are the insurtech and equity crowdfunding. Supported by a quite low insurance penetration that continues to increase, and the culture of mutual cooperation that is unique to Indonesian society.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bisnis Fintech di Paruh Pertama 2020

Financial technology (fintech) menjadi lanskap bisnis yang berkembang baik di Indonesia hingga saat ini. Pertumbuhannya di dua sisi, dari pebisnis maupun konsumen. Hal tersebut ditunjukkan dengan makin bervariasinya layanan fintech yang ada di Indonesia, dan memiliki basis pengguna yang besar. Setiap tahun, DSResearch rutin merilis “Fintech Report”, sebuah laporan terpadu membahas tren dan dinamika industri terkait.

Dalam laporan terbaru yang diluncurkan awal tahun ini, dikemukakan beberapa data menarik. Salah satunya terkait penyaluran dana oleh startup p2p lending, tahun lalu nilainya sampai Rp60,4 triliun Rupiah, naik hampir 3x lipat dari tahun sebelumnya. Akun peminjam yang tercatat di OJK juga naik menjadi 14,3 juta, meningkat 3x lipat lebih dari tahun 2018 yang hanya 4,3 akun.

Kesimpulannya, terpantau selalu ada peningkatan bisnis dari tahun ke tahun, dengan sub-bisnis yang paling populer terkait pinjaman dan dompet digital. Sayangnya tahun ini Covid-19 telah “mengganggu” berbagai tatanan bisnis, tak terkecuali fintech, sehingga banyak agenda bisnis yang harus disesuaikan ulang. Namun apakah pandemi tersebut benar-benar memberikan gangguan yang berarti kepada fintech di Indonesia?

Artikel ini akan mencoba menyajikan data ulasan dan perbandingannya, mengacu pada aktivitas bisnis yang telah berlangsung selama paruh pertama tahun 2020.

Pendanaan startup

Di tengah kebutuhan bisnis untuk mengakselerasi growth, pendanaan menjadi aspek bisnis penting yang terus diupayakan oleh founder. Di paruh pertama 2020 (H1 2020), tercatat 8 pendanaan yang melibatkan startup fintech yang beroperasi di Indonesia. Terkait transaksi, jumlahnya turun dibanding H1 2019, tahun lalu ada 12 transaksi. Namun terkait nominal (yang dipublikasikan), nilainya jauh lebih besar H1 2020.

Tidak ada publikasi pendanaan fintech sepanjang kuartal pertama tahun ini, semua pendanaan baru diumumkan mulai April 2020. Berikut daftar selengkapnya:

Tahapan Bulan Startup Nilai
Debt Funding April KoinWorks $20 juta
Mei KoinWorks $10 juta
Pre-Series A Mei Pintek Tidak dipublikasi
Series A April Qoala $13.5 juta
Juni Wallex Technologies Tidak dipublikasi
Series B Maret Digiasia Bios Tidak dipublikasi
Series C April Investree $23.5 juta
April Modalku Tidak dipublikasi

Jika tahun lalu kebanyakan adalah pendanaan di tahap awal, tahun ini pendanaan lebih banyak dikucurkan untuk pendanaan lanjutan. Beberapa analis sudah memprediksi, krisis akibat pandemi ini membuat investor menjadi lebih selektif dalam mengucurkan dananya. Sebagian besar memilih meningkatkan putaran di bisnis yang sudah mapan dan mendapatkan traksi baik, juga pada periode Covid-19 ini.

Selain itu, awal tahun ini Cashlez berhasil melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan melepas 250 juta saham baru dengan harga Rp350 per lembar. Jumlah modal ini meliputi sekitar 17,5 persen dari modal disetor dan ditempatkan. Berhasil membukukan Rp87,5 miliar dari hajatan tersebut.

P2P lending selama pandemi

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pada awal Juni 2020 lalu mengumumkan hasil risetnya. Dipaparkan, selama periode pandemi pinjaman yang berhasil difasilitasi dan disetujui lender mencapai Rp237 miliar dari 674 ribu akun/transaksi. Survei tersebut diselenggarakan pada 9-14 Mei 2020 dan diikuti oleh 143 platform penyelenggara p2p lending sebagai responden.

Dari sisi konsumen, tingkat pengembaliannya cukup stabil. Sebanyak 90 platform menyatakan TKB90 stabil, 34 platform penurunan TKB90, dan 6 platform mengaku TKB90 naik. TKB90 adalah level kualitas kredit dalam suatu platform. Semakin tinggi dan mendekati level 100, maka semakin baik. Berdasarkan data OJK per Maret 2020, TKB90 industri p2p lending tercatat di level 95,78%.

Per April 2020, akumulasi penyaluran pinjaman di industri p2p lending sebanyak Rp106,06 triliun, naik 186,54% secara yoy. Pulau Jawa mendominasi total pinjaman hingga Rp90,88 triliun, sisanya sebanyak Rp15,18 triliun datang dari luar Pulau Jawa. Jumlah lender yang tercatat ada 647.993 dan borrower mencapai 24,77 juta.

Konsolidasi dan inovasi produk

Beberapa inisiatif produk baru terus digulirkan oleh pemain fintech lokal. Juni lalu KoinWorks umumkan mulai serius menggarap bisnis investasi, mereka menggandeng MMI untuk rilis fitur reksa dana melalui aplikasinya. Soal investasi, Indodax dan Tanamduit juga melebarkan sayapnya untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut, dengan menghadirkan fitur jual-beli emas secara digital.

Kolaborasi lain juga dijalin antara Dana dengan YesDok, menambahkan fitur telemedicine di aplikasi Dana — sebelumnya Gojek-Halodoc dan Grab-Ping An juga telah rilis layanan serupa. Di periode yang sama, LinkAja resmikan fitur syariah untuk menggarap segmen pasar baru. Beberapa platform bisnis di luar fintech juga terus upayakan perluasan lini bisnis di bidang finansial. Berdalih untuk membantu mitra UKM di dalam ekosistemnya, Moka dan eFishery tahun ini resmikan fitur permodalan.

Di sektor perbankan, tahun ini juga meningkatkan eksistensinya untuk menghadirkan produk teknologi. Mengharapkan peruntungan di ekosistem dompet digital, Bank OCBC NISP mulai serius garap ONe Wallet. Jenius pun perkuat fitur di aplikasinya, Mei lalu mereka hadirkan Moneytory untuk membantu pengguna melakukan perencanaan keuangan pribadi. Sementara Bank Mandiri tahun ini juga merilis aplikasi khusus untuk mengakomodasi kredit UMKM.

Remitansi layak menjadi perhatian

Layanan remitansi mulai banyak diminati di tengah kebutuhan solusi transfer dana antar negara yang lebih efisien / Freepik - pch.vector
Layanan remitansi mulai banyak diminati di tengah kebutuhan solusi transfer dana antar negara yang lebih efisien / Freepik – pch.vector

Paruh pertama 2020, ada dua inovasi terkait remitansi dihadirkan. Pertama kehadiran Zendmoney yang ingin membantu menjembatani pekerja migran, kemudian yang kedua aplikasi OY! Indonesia yang merilis fitur baru bertajuk remitansi. Kebutuhan transaksi antarnegara (cross-border) yang murah dan efisien secara proses berhasil membuat para pemain di sub-sektor ini mencuri perhatian konsumen.

DailySocial sempat berbincang dengan dua pemain remitansi, Transfez dan Topremit. Pihak Transfez mengatakan, sejak pandemi Covid-19 di bulan Maret 2020, jumlah pengguna Transfez telah meningkat lebih dari 400%. Pun demikian buat TopRemit, mereka mengklaim berhasil memproses lebih dari 280 miliar Rupiah dengan 16 ribu pengguna yang mendaftar dan dalam 6 bulan pertama 2020.

Wallex Technologies menjadi pemain di teknologi remitansi lokal yang tahun ini mendapatkan pendanaan. Selama periode pandemi, mereka mengklaim rata-rata dapatkan peningkatan bisnis sekitar 20% setiap bulan.

BRI Ventures pada Mei 2020 lalu juga mengumumkan turut terlibat dalam pendanaan Nium, startup Remitansi asal Singapura. Visa turut berpartisipasi pada putaran ini. Sebelum berganti nama, Nium pernah mendapat suntikan dana dari MDI Ventures di 2014. Saat itu MDI Ventures masih dipimpin oleh Nicko Widjaja yang kini telah memimpin BRI Ventures. Pada kuartal pertama 2020, Nium telah mengantongi nilai transaksi sebesar $2 miliar.

Perkembangan fintech selanjutnya

Sayangnya dampak pandemi belum berakhir sampai saat ini. Bahkan di berbagai kota masih dilakukan PSBB untuk mencegah penularan virus, yang tentu berdampak pada perekonomian di wilayah setempat. Pada dasarnya startup fintech bekerja “menampung” proses ekonomi (moneter) dari masyarakat, sesederhana: dompet digital baru akan terisi kalau penggunanya memiliki uang/penghasilan. Sehingga perlambatan ekonomi yang terus menjadi-jadi ini bisa juga memberikan dampak buruk terkait dengan traksi.

Di sisi lain, banyak peluang yang diburu oleh masyarakat. Lebih banyak aktivitas di rumah, banyak yang mulai mencoba peruntungan dengan berwirausaha – membuka jasa pesan makanan, kerajinan atau jasa lainnya. Di saat perbankan makin selektif terhadap pengajuan kredit, p2p lending bisa menjadi solusi alternatif untuk permodalan. Maka tantangannya untuk para platform adalah peningkatan analisis risiko – beberapa pemain credit scoring mulai bermunculan untuk akomodasi keperluan tersebut.

Di luar remitansi dan model bisnis fintech populer, masih ada beberapa peluang bisnis yang berpotensi dikembangkan. Dua di antaranya yang menurut kami akan menjadi sesuatu yang signifikan adalah insurtech dan equity crowdfunding. Didukung penetrasi asuransi yang masih minim dan terus meningkat; dan kultur gotong-royong yang khas di masyarakat Indonesia.

Cengkram Akulaku Membawa Bank Yudha Bhakti Menuju Bank Digital

Bank Yudha Bhakti (BBYB) sudah ada di depan mata untuk bertransformasi menjadi bank digital. Perubahan identitas menjadi Bank Neo Commerce adalah salah satu strateginya.

Kepada DailySocial, Direktur Utama Bank Yudha Bhakti Tjandra Gunawan mengatakan, dalam transformasi ini perseroan mengalihkan keseluruhan proses kerja dan model bisnis sebagai bank konvensional menjadi digital. Tak terkecuali keberadaan kantor cabang yang jumlahnya bakal dibatasi dan ditransformasi menjadi spot menarik untuk menarik nasabah merasakan pengalaman perbankan digital seperti apa dan bagaimana.

Dalam mempersiapkan keseluruhan itu, dia menuturkan internal menyiapkan tim profesional yang solid dan terbuka untuk merekrut lebih banyak talenta baru di berbagai keahlian di bidang teknologi. Dibantu juga lewat kerja sama dengan dua perusahaan teknologi tersohor asal Tiongkok, yakni Huawei dan Sunline.

“Kami percaya dengan kerja sama ini, BBYB dapat lebih berinovasi dalam menciptakan produk-produk digital terutama dengan penyediaan infrastruktur serta integrasi sistem yang lengkap. Sehingga ke depannya dapat memberikan dukungan yang baik bagi perkembangan digital BBYB, serta dapat menjamin pertumbuhan di masa mendatang,” kata Tjandra.

Dia mengaku, proses transformasi ini bukan perkara mudah apalagi buat bank yang sudah berusia 30 tahun dan melayani segmen pensiunan TNI. Meski digitalisasi sebenarnya adalah hal yang positif, tapi dalam perubahan selalu menjadi tantangan tersendiri.

“Kami menyikapi dengan pikiran terbuka dan dengan suatu perencanaan yang matang. Gap demografi, golongan, dan generasi adalah yang terpenting yang harus dijembatani. Oleh karenanya kami terus mengadakan sosialisasi, komunikasi, dan evaluasi secara berkesinambungan.”

Sedari awal, sambungnya, visi awal perseroan adalah menjadi bank ritel yang solid, tumbuh, dan berkembang secara berkelanjutan. Adapun misinya adalah mengkreasi suatu nilai yang optimal bagi pemegang saham dan stakeholder pada umumnya.

“Visi dan misi ini masih sejalan dengan rencana BBYB menjadi bank digital, yaitu pengembangan teknologi yang berkesinambungan dan berkelanjutan dalam meningkatkan produk-produk ritel yang ada serta meningkatkan acquisition user yang lebih luas.”

Butuh permodalan kuat

Bermain di bisnis digital, tentunya membutuhkan kapital yang tidak sedikit. Akulaku memainkan peran di dalam tubuh perseroan untuk menginjeksinya agar visi dan misi terwujud.

BBYB sudah naik kelas menjadi bank BUKU II (modal inti Rp1 triliun-Rp5 triliun) setelah melakukan rights issue atau Penarawan Umum Terbatas III (PUT) dengan raihan dana sebesar Rp150 miliar pada Juli 2020. Penambahan modal ini melenggangkan rencana ekspansi bisnis yang berkaitan dengan teknologi digital.

Per Juni kemarin modal inti BBYB masih berada di angka Rp936,43 miliar. Secara berangsur-angsur modal inti BBYB terus menanjak naik dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp702,75 miliar.

Setiap pergelaran rights issue dilakukan, selalu diikuti oleh Akulaku sebagai pembeli siaga untuk meningkatkan kepemilikan sahamnya. Akulaku pertama kali menggenggam saham BBYB pada Maret 2019 dengan kepemilikan 8,9% yang dibeli dari pemegang saham pengendali pada saat itu PT Gozco Capital.

Adapun per Juli 2020, struktur kepemilikan saham di BBYB terdiri atas PT Akulaku Silvrr Indonesia (24,98%), PT Gozco Capital (20,13%), PT Asabri (Persero) (18,62%), Yellow Brick Enterprise Ltd (11,10%), dan publik (25,17%).

Mengutip dari keterbukaan informasi BEI, perseroan kembali menggelar rights issue PUT IV pada September mendatang. Perseroan akan menjual 5 miliar saham baru seharga Rp100 per lembarnya, dana segar yang ditargetkan dari putaran ini sebesar Rp500 miliar.

Tjandra menyebut Akulaku akan kembali masuk sebagai pembeli siaga di sini dan segera menjadi pemegang saham mayoritas. “Rencananya begitu. Memang mereka sangat serius sekali bekerja sama dengan kami membangun BNC (Bank Neo Commerce) untuk jadi The Best Digital Bank in Indonesia. We may not be the 1st Digital Bank in Indonesia, but we are aiming to be the best.”

Pengaruh Akulaku dan pengembangan produk berikutnya

Gelombang bank digital tidak hanya disasar oleh BBYB saja, tapi juga perbankan lainnya dalam waktu yang bersamaan. Tjandra mengaku, perseroan memiliki proposisi yang berbeda dibandingkan yang lainnya, terutama didukung oleh kehadiran salah satu pemegang saham utamanya yakni Akulaku yang bergabung ke dalam ekosistemnya.

Perseroan bersama Akulaku akan melakukan kombinasi segmen pasar, selama ini hanya fokus pada pensiunan dan pegawai saja, akan merambah pada pembiayaan mikro dan ritel. Oleh karenanya, saat ini perseroan sedang dalam persiapan untuk mengoptimalkan pengembangan teknologi dan digitalisasi Loan Origination System dan Online Financing terkait proses pemberian persetujuan dan penyaluran kredit.

“BBYB juga sedang mengembangkan open banking di sistem pembayaran melalui perumusan Standar Open API, maka itu menjadi salah satu competitive advantages kami. Dan tentu, ke depannya proses transaksi dan identifikasi konsumer kami akan jauh lebih seamless dan transaction cost bagi para konsumer akan sangat minim.”

Tak lupa, aplikasi mobile banking juga tengah dipersiapkan. Menurut Tjandra, kehadiran aplikasi ini nantinya akan membuka pintu lebar-lebar sinergi lebih jauh antara perseroan dengan pemegang sahamnya tersebut.

“Di mana system cross selling antar platform ataupun aplikasi yang dimiliki masing-masing juga akan lebih terintegrasi. Hal tersebut sekaligus menjadi pintu masuk untuk kerja sama BBYB dengan perusahaan-perusahaan sejenis lainnya, sehingga ekosistem kami akan semakin luas.”

Agenda lainnya bersama Akulaku adalah sedang berlangsungnya uji coba sistem untuk produk-produk keuangan BBYB yang nantinya bisa diakses melalui platform Akulaku dalam waktu dekat.

Baik aplikasi maupun open banking API ini rencananya akan dirilis pada kuartal keempat tahun ini. “Tentunya akan ada beberapa fase dalam implementasinya, tapi diharapkan semuanya akan rampung pada kuartal I tahun depan,” tandasnya.

Adapun saat ini, berdasarkan kinerja perseroan per Juli 2020, disebutkan BBYB memiliki produk kredit, antara lain kredit komersial, konsumer, dan UKM. Tidak seluruh kredit konsumer disalurkan ke Akulaku, melainkan dalam bentuk channeling melalui PT Akulaku Finance Indonesia. Kredit channeling ini memperkuat kinerja kredit BBYB. Per Juli mencapai Rp53,67 miliar dengan NPL 0,47%.

PrivyID Supports Local Banking, Providing Online Credit Card Service

The digital signature platform developer startup PrivyID forms a strategic partnership with Bank Mandiri, BRI, BNI, BNI Syariah, Bank CIMB Niaga, and Bank Mega. This strategic collaboration has resulted in a process to facilitate customers to apply for credit cards online using a digital signature. The company claims to have assisted more than 50 thousand customers within one year.

PrivyID’s CEO, Marshall Pribadi told DailySocial that his team understands that credit card issuers need a solution to help them grow customers while simultaneously increasing the volume of credit card transactions with more efficient way.

“Well, the digital signature solution that PrivyID provides makes the credit card application process faster, more convenient, and safer. It’s faster because filling out forms is just a merely typing, more convenient because it can be done from anywhere and anytime, and safer because customer registration data is directly connected to the bank, without going through a third party,” Marshall said.

PrivyID has been registered as a Financial Technology Supporting Operator at Bank Indonesia since 2018. The regulatory sandbox program is designed to provide limited trial opportunities, evaluation, and monitoring various product innovations, services, technology, and business models of financial technology (fintech) companies. selected. Fintech organizers who passed the trial space program were considered to have products or services that were both feasible and safe for use by the wider community.

Contactless approach

Aside from safety, in terms of health protocols, the implementation of digital signatures in the online credit card application process has also resulted in a very high level of satisfaction among customers. Customers who want to use this service can directly access PrivyID, after filling in the form the customer can embed a digital signature on the platform. After the credit card issuer performs the underwriting process, the customer will be informed whether it has been approved or rejected.

“With digital signatures in the online application process, customers do not need to meet face to face or go to public places such as shopping centers to make credit cards. Digital signatures are the right contactless solution for financial service providers,” Marshall added.

Was founded in 2016, PrivyID has been trusted by more than 6 million users and 500 companies in Indonesia. PrivyID digital identity and signature services have also been used by other well-known companies such as Telkom, XL, Indosat, Unilever Indonesia, BCA Finance, Gramedia, Akulaku, and Kredivo.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

PrivyID Dukung Perbankan Lokal Hadirkan Layanan Pengajuan Kartu Kredit Online

Startup pengembang platform tanda tangan digital PrivyID menjalin kerja sama strategis Bank Mandiri, BRI, BNI, BNI Syariah, Bank CIMB Niaga, dan Bank Mega. Kolaborasi strategis ini menghasilkan proses yang memudahkan nasabah mengajukan aplikasi kartu kredit secara online memanfaatkan tanda tangan digital. Perusahaan mengklaim dalam waktu satu tahun, sudah mempermudah proses lebih dari 50 ribu nasabah.

Kepada DailySocial CEO PrivyID Marshall Pribadi mengungkapkan, pihaknya memahami bahwa credit card issuer membutuhkan solusi yang mampu membantu mereka menumbuhkan jumlah nasabah sekaligus mendorong volume transaksi kartu kredit secara lebih efisien.

“Nah, solusi tanda tangan digital yang PrivyID sediakan membuat proses pengajuan kartu kredit jadi lebih cepat, lebih nyaman, sekaligus lebih aman. Lebih cepat karena isi formulir jadi tinggal diketik, lebih nyaman karena bisa dilakukan dari mana saja dan kapan saja, dan lebih aman karena data registrasi nasabah langsung terhubung dengan bank, tanpa melalui pihak ketiga,” kata Marshall.

PrivyID telah terdaftar sebagai Penyelenggara Penunjang Teknologi Finansial di Bank Indonesia sejak 2018. Program regulatory sandbox sendiri dirancang untuk memberikan kesempatan uji coba terbatas, evaluasi, dan monitoring terhadap berbagai inovasi produk, layanan, teknologi, serta model bisnis perusahaan-perusahaan teknologi finansial (tekfin) terpilih. Penyelenggara tekfin yang lulus dari program ruang uji coba ini dinilai memiliki produk atau layanan yang layak sekaligus aman untuk digunakan oleh masyarakat luas.

Pendekatan “contacless

Selain lebih aman dari segi protokol kesehatan, implementasi tanda tangan digital pada proses aplikasi kartu kredit secara online juga menghasilkan tingkat kepuasan yang sangat tinggi di tengah nasabah. Bagi nasabah yang ingin menggunakan layanan ini bisa langsung mengakses PrivyID, setelah mengisi formulir nasabah bisa menyematkan tanda tangan secara digital dalam platform. Setelah credit card issuer melakukan proses underwriting, nantinya akan diketahui apakah nasabah tersebut mendapatkan persetujuan atau ditolak.

“Dengan penggunaan tanda tangan digital pada proses aplikasi secara online, nasabah tidak perlu bertatap muka atau pergi ke tempat umum seperti pusat perbelanjaan untuk melakukan pembuatan kartu kredit. Tanda tangan digital merupakan solusi contactless yang tepat bagi penyedia jasa keuangan”, ungkap Marshall.

Didirikan pada tahun 2016, PrivyID telah dipercaya oleh lebih dari 6 juta pengguna dan 500 perusahaan di Indonesia. Layanan identitas dan tanda tangan digital PrivyID juga telah digunakan oleh perusahaan ternama lainnya seperti Telkom, XL, Indosat, Unilever Indonesia, BCA Finance, Gramedia, Akulaku, dan Kredivo.

Application Information Will Show Up Here

GoPay Launches Cash Withdrawal Feature Through BCA Outlets

GoPay develops a cash withdrawal feature through BCA ATM outlets all over Indonesia. GoPay is the second e-money player, after LinkAja, to develop this feature as a subsidiary of Himbara.

In the official statement, cash withdrawals only require five easy processes. Users only need to select the Cash Withdrawal feature, enter the nominal GoPay balance to withdraw, and authenticate with a PIN. Next, the user will receive a six-digit transaction code to be used directly at BCA ATMs.

This transaction code is confidential and is only valid for one hour from the time the code is given. In order to withdraw cash at an ATM BCA, the user can select the “Cardless transaction” option and enters the virtual account code (70008 + cellphone number), then the transaction code. The ATM will issue cash according to the amount requested.

This feature is beneficial for GoPay users, especially the driver-partners in case of sudden necessity. BCA alone has released the “Cardless transaction” feature since 2017 via the mobile banking application. BCA has 17,067 ATMs as of March 2020.

“[..] This feature is also very helpful for GoPay users who are accustomed to everyday cashless but need cash on several occasions,” GoPay’s VP Business Development Imam Akbar Hadikusumo said, Tuesday (11/8).

He said the two companies have collaborated through the BCA Virtual Account feature and OneKlik. This cash withdrawal feature will be available progressively for all Gojek users. However, in order to use this feature, users need to upgrade their account to GoPay Plus.

BCA’s EVP of Transaction Banking Business Development. I Ketut Alam Wangsawijaya added, “BCA as a part of the national financial system is committed to open opportunities for collaboration with e-wallet developer partners in providing a seamless financial experience for BCA customers and GoPay users.”

Imam continued, by upgrading his account to GoPay Plus, users can take advantage of the cash withdrawal feature, also use the transfer feature to fellow GoPay users, transfers to other banks, bigger GoPay limits, and an extra guarantee of GoPay Balance Protection.

LinkAja’s cash withdrawal

Neither Ovo nor Dana, GoPay’s closest competitors are yet to develop a cash withdrawal feature. It’s different with LinkAja because it is a subsidiary of Himbara, LinkAja users can withdraw their cash balance using the ATM Link network.

The withdrawal method is not much different from GoPay. LinkAja users only need to make a request via the LinkAja application, by going to the “Withdraw Balance” menu then selecting “Withdraw Cash at an ATM”. Then select the Balance Withdrawal Nominal in cash via an ATM and select Create Withdrawal Code for confirmation.

The code will be entered into the ATM machine to continue the transaction. When withdrawing cash at a Bank Mandiri ATM, for example, the user simply presses the soft key (green button on the bottom right next to the ATM screen. Then select “LinkAja Cash Withdrawal” and “Cash Withdrawal.” After users input the registered mobile number, enter the withdrawal code at the end-process.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

GoPay Rilis Fitur Tarik Tunai Melalui ATM BCA

GoPay mengembangkan fitur tarik tunai melalui gerai ATM BCA yang tersebar di seluruh Indonesia. GoPay menjadi pemain uang elektronik kedua, setelah LinkAja yang mengembangkan fitur tersebut karena menjadi anak usaha Himbara.

Dalam keterangan resmi, untuk tarik tunai hanya membutuhkan lima proses mudah. Pengguna cukup pilih fitur Tarik Tunai, lalu memasukkan nominal saldo GoPay yang ingin ditarik dan lakukan otentikasi dengan PIN. Setelah itu, pengguna akan menerima enam digit kode transaksi yang dapat langsung digunakan di ATM BCA.

Kode transaksi ini bersifat rahasia dan hanya berlaku selama satu jam dari waktu kode tersebut diberikan. Cara tarik tunai di ATM BCA, pengguna pilih menu “Transaksi tanpa kartu” dan memasukkan kode virtual account (70008 + nomor HP), kemudian kode transaksi. ATM nanti akan mengeluarkan uang tunai sesuai jumlah yang diminta.

Pengembangan ini tak hanya menguntungkan buat pengguna GoPay, termasuk mitra pengemudi itu sendiri apabila mereka butuh membeli sesuatu secara mendadak. BCA sendiri sudah merilis fitur “Transaksi tanpa kartu” ini sejak 2017 dengan kontrol melalui aplikasi mobile banking. Adapun BCA memiliki 17.067 ATM per Maret 2020.

“[..] Fitur ini juga sangat membantu pengguna GoPay yang sehari-hari terbiasa cashless namun di beberapa kesempatan perlu tunai,” terang VP Business Development GoPay Imam Akbar Hadikusumo, Selasa (11/8).

Dia menuturkan, sebelumnya kedua perusahaan telah bekerja sama melalui fitur Virtual Account BCA dan OneKlik. Fitur tarik tunai GoPay ini akan tersedia secara bertahap untuk semua pengguna Gojek. Hanya saja untuk bisa menikmati fitur ini, pengguna perlu upgrade akunnya ke GoPay Plus.

EVP of Transaction Banking Business Development BCA I Ketut Alam Wangsawijaya menambahkan “BCA sebagai salah satu bagian dari sistem keuangan nasional berkomitmen untuk terbuka dalam peluang kerja sama dengan mitra developer e-wallet dalam memberikan financial experience yang seamless bagi nasabah BCA dan pengguna GoPay.”

Imam melanjutkan dengan upgrade akun ke GoPay Plus, pengguna tak hanya dapat memanfaatkan fitur tarik tunai, juga menggunakan fitur transfer ke sesama pengguna GoPay, transfer ke bank lain, limit GoPay lebih besar, serta ekstra proteksi Jaminan Saldo GoPay Kembali.

Tarik Tunai di LinkAja

Baik Ovo maupun Dana, kompetitor terdekat GoPay belum memiliki fitur tarik tunai. Beda halnya dengan LinkAja, karena menjadi anak usaha dari Himbara para pengguna LinkAja dapat tarik tunai saldonya dengan jaringan ATM Link.

Metode penarikannya juga tidak jauh berbeda dengan GoPay. Pengguna LinkAja cukup melakukan permintaan lewat aplikasi LinkAja, dengan masuk ke menu “Tarik Saldo” kemudian pilih “Tarik Tunai di ATM”. Lalu pilih Nominal Penarikan saldo yang akan ditarik tunai melalui ATM dan pilih Buat Kode Penarikan untuk konfirmasinya.

Kode tersebut akan dimasukkan ke mesin ATM untuk melanjutkan transaksi. Apabila tarik tunai di ATM Bank Mandiri misalnya, pengguna cukup tekan soft key (tombol warna hijau yang ada di kanan bawah di sebelah layar ATM. Kemudian pilih “Tarik Tunai LinkAja” dan “Cash withdrawal”. Setelah pengguna memasukkan nomor handphone yang terdaftar dan masukkan kode penarikan untuk tahap akhirnya.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak and Bank Mandiri Added a New Initiative to Empower Small Shops as Financial Agents

The strategy to acquire small shops as financial agents is getting discovered by both corporations and startups. After BRI with Grab, Bukalapak collaborated with Bank Mandiri to realize the plan this year.

As reported by Reuters, Bukalapak and Mandiri will encourage the micro retailer segment by increasing the role of small shops as an officeless financial services agent. Both are developing a model for this collaboration.

By planting it as a financial agent, the small shops can help people without smartphones to access financial services, especially basic services such as opening saving account.

In contact with DailySocial, Bukalapak did not elaborate on further development plans of the financial services agent initiative with Mandiri. However, Bukalapak’s Director of Payment, Fintech and Virtual Products, Victor Lesmana, ensures that this cooperation is to empower Warung Mitra Bukalapak and utilize QRIS (Quick Response Indonesian Standard) for payment transactions.

The expectation is for Warung Mitra Bukalapak to become an ‘agent of change’ to open the way to financial inclusiveness. This is because SME still dominates 65% -70% of retail transactions in Indonesia. It means, its presence is expected to not only encourage economic prosperity but also help reduce economic inequality.

“This collaboration is to increase access to financial services, especially for the unbanked and underbanked population. The use of QRIS has placed Mandiri as the largest ATM network in Indonesia,” he said.

Furthermore, Victor said Warung Mitra Bukalapak now has access to the Kirim Uang feature. This feature allows shop owners to help people send money.

Meanwhile, since the early 2020, Bukalapak has launched several other features for Warung Mitra Bukalapak, Bayar Tempo, top-up e-money, and Jutawan to provide added value in revenue and capabilities. Since  July 2020, there are 5.5 million Warung Mitra Bukalapak around 189 cities and districts throughout Indonesia.

DailySocial tries to reach Mandiri regarding this matter, but there has been no further response.

Financial access to the unbanked

The initiative from Bukalapak and Mandiri, adds a series of partnerships and similar services provided by Grab and BRI. In this case, BRI through BRILink and Grab Indonesia through GrabKios utilizes QRIS for payment systems.

As of June 2020, there were 429 thousand customers who became BRILink agents, 13 thousand of whom had already used the QRIS system. While GrabKios, which has been present since 2014, has pocketed more than 2.8 million partners with networks spread across 505 cities and districts in Indonesia.

This indicates how the financial and digital industries look at small shops as an appropriate touch point to reach unbanked and underbanked people.

Aside from small shops, the banking sector has also aggressively collaborated with startups to expand access to financial services in recent years by making it a front-end platform. The targeted vertical business platforms range from ride-hailing, marketplaces to P2P lending.

BRI, for example, has partnered with Grab, Tokopedia, and Traveloka to open financial access, such as opening saving accounts and online lending. Recently, BRI opened a special channel for entirely digital-based saving account opening, including the KYC process.

In addition,  the financial industry is also anticipating the big plans for some banks to realize digital banks with new entities and branding. Despite the collaboration and products, banking and startup innovations want to support equal access to finance.

According to Google, Temasek, Bain & Company report in October 2019, there were 92 million Indonesians in the unbanked segment (50.83%), followed by the banked segment at 42 million people (23.20%), and the underbanked segment 47 million (25.97%).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian