Platform Pencatatan Keuangan “Sribuu” Kantongi Pendanaan Awal

Platform pencatatan keuangan Sribuu (sebelumnya Chatalia/Alia) telah mendapatkan pendanaan tahap pre-seed dari BEENEXT dan beberapa angel investor. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima. Dana segar akan digunakan untuk mengembangkan layanan dan memperluas pasar.

“Kami berharap Sribuu dapat meningkatkan kesejahteraan finansial banyak orang, terutama generasi muda,” ujar Co-Founder & CEO Sribuu Nadia Amalia.

Selain Nadia, Sribuu turut didirikan oleh dua co-founder lain, meliputi Fransisca Susan (CTO) dan Fadhila (COO). Platform ini hadir setelah sebelumnya dipresentasikan dalam kompetisi saat acara fintech pitching di Massachusetts Institute of Technology di Amerika Serikat.

Nadia Amalia adalah lulusan Master of Finance dari MIT. Sebelumnya, ia pernah bekerja sebagai di Deutsche Bank. Fransisca Susan saat ini sedang mengejar PhD di MIT berfokus pada teknologi AI.

Pertumbuhan pengguna

Secara khusus Sribuu membantu pengguna untuk mencatat, mengatur, dan menganalisis pengeluaran mereka secara otomatis dari rekening bank dan dompet elektronik yang dimiliki. Selain itu, layanan tersebut mengembangkan rekomendasi yang dipersonalisasi dengan teknologi AI untuk setiap penggunannya.

Sejak periode beta 8 bulan yang lalu, perusahaan mencatat pertumbuhan pengguna hingga 36x. Per September 2021, Sribuu telah membantu lebih dari 45 ribu pengguna dan menganalisis transaksi senilai lebih dari Rp2,3 triliun.

“Sekarang kita menyaksikan siklus berikutnya dari para pendiri yang membangun perusahaan fintech generasi selanjutnya di Indonesia. Tim pendiri Sribuu memiliki semangat untuk meningkatkan kesehatan keuangan bagi jutaan orang Indonesia,” kata BEENEXT Partner Faiz Rahman.

Platform serupa dengan Sribuu yang telah lebih dulu meluncur di Indonesia adalah Moni. Serupa dengan Sribuu, Moni ingin menyelesaikan permasalahan yang dimiliki oleh 60 juta generasi muda dan kelas menengah di Indonesia dalam hal pengelolaan keuangan pribadi.

Aplikasi keuangan pribadi

Selain Sirbuu dan Moni sebagai pendatang baru untuk aplikasi pencatatan keuangan, sebelumnya juga ada beberapa pemain lain yang menawarkan kapabilitas sama. Bahkan beberapa memiliki pendekatan unik, misalnya Halofina menyisipkan edukasi dan layanan investasi untuk membantu penggunanya mencapai target perencanaan keuangan tertentu.

Berikut beberapa aplikasi keuangan pribadi yang hadir dari inovasi startup lokal:

Aplikasi Jumlah Unduhan (Android)
Halofina 50.000+
Finansialku 100.000+
Fundtastic 10.000+
Sribuu 10.000+
PayOK 1.000+
Application Information Will Show Up Here

Indepay Hadir Tawarkan Pengalaman ala “Social Commerce” di Layanan Fintech

Pandemi Covid-19 telah mendorong perubahan signifikan pada perilaku masyarakat, dari yang bersifat konvensional menjadi serba digital. Bank Indonesia encatat, nilai transaksi dengan uang elektronik mencapai Rp 25,4 triliun pada Juli 2021. Jumlah itu meningkat 5% dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 24,1 triliun.

Sementara itu, sistem pembayaran Indonesia disebut masih berada dalam tahap awal pengembangan, 80% rekening bank yang ada belum sepenuhnya terdigitalisasi. Melihat isu tersebut, Indepay hadir menawarkan platform transfer terbuka yang dirancang untuk mendorong transformasi industri pembayaran digital menggunakan teknologi transfer antar pengguna secara real-time.

“Kami sedang membangun platform transaksi berbasis Open API dengan mendekatkan bank kepada konsumen untuk mendorong transformasi lanskap pembayaran digital dengan transfer account-to-account secara real-time,” tulis Co-Founder & CEO Indepay Rajib Saha.

Didirikan pada Juli 2020, Indepay memiliki fokus untuk merevolusi sektor finansial di Asia Tenggara. Perusahaan disebut telah memiliki ekosistem mitra yang berkembang yang dibangun di sekitar bank anggota yang membuat transfer baik sebagai konsumen dan bisnis menjadi efisien, dengan biaya rendah dan mengarahkan pada kemungkinan yang tak terbatas.

Secara intrinsik, platform ini memetakan nomor ponsel dengan rekening bank pelanggan sebagai identitas pembayaran unik untuk pengalaman transfer akun-ke-akun yang lebih cepat & aman yang disebut Pay-ID. Sistem ini akan memberdayakan pengguna untuk membangun reputasi digital dan membantu menjaga keamanan dan kontrol berbasis persetujuan atas data keuangan mereka.

Layanan berbasis open finance di Indonesia memang sedang marak dikembangkan. Isunya sama, karena kebutuhan konsumen atas akses ke layanan keuangan yang lebih mulus. Ayoconnect, Xendit, Finantier, Brick adalah beberapa nama startup yang bermain di ranah tersebut; termasuk salah satunya menyuguhkan API untuk transfer atau penerimaan dana.

Target berikutnya

Dalam jangka waktu tiga tahun ke depan, perusahaan menargetkan untuk mendigitalkan setidaknya 100 juta nasabah Indonesia dan memfasilitasi 1 miliar transaksi per bulan. Saat ini, kantor Indepay berlokasi di Jakarta, Singapura dan Gurgaon, namun timnya mengaku saat ini hanya fokus dengan market di Indonesia. Ke depannya, perusahaan berencana untuk ekspansi ke negara lainnya di Asia Tenggara, dan juga India.

Dari sisi pendanaan eksternal, saat ini Indepay telah didukung oleh BEENEXT dan T8 Capital Partners. Tanpa menjabarkan detail pendanaan, Rajib menyebutkan bahwa timnya masih dalam proses untuk menutup putaran ini dengan tambahan dana dari beberapa investor lainnya.

Founder & CEO BEENEXT Teruhide Sato mengatakan, “Kami telah berinvestasi di berbagai startup fintech di seluruh dunia, dan kami mencermati bahwa kehadiran transfer antarbank digital semakin mendorong pertumbuhan ekonomi digital di setiap negara. Karena itulah, kami bekerja sama dengan Indepay untuk membangun platform transfer terbuka di Indonesia, yang menghubungkan semua pelaku usaha sektor finansial, mulai dari Bank, perusahaan Payment Gateway, Operator Switching dan Settlement, untuk menawarkan pengalaman transfer dana yang sangat terjangkau dan praktis.”

Platform transfer terbuka Indepay memosisikan diri sebagai opsi pembayaran digital dengan pengalaman social commerce yang interaktif untuk memfasilitasi urusan transfer, pembayaran, dan penerimaan pesanan dengan lebih cepat. Upaya ini diharapkan akan membuka kesempatan baru bagi startup, perusahaan fintech, brand, pelaku UMKM, dan penjual mikro untuk bersama-sama mewujudkan konsep masyarakat cashless.

Fokus jangkau pelaku usaha online

Pada tanggal 17 September 2021, Indepay resmi meluncurkan aplikasi tara.app”. Menggunakan platform transfer Indepay, tara.app merupakan fasilitas perdagangan interaktif sosial (social interactive commerce), yang ditujukan untuk para pelaku bisnis D2C, seperti brands, pedagang mikro, warung, dan pengecer.

Rajib Saha turut mengungkapkan, “Biaya pembayaran dan biaya transfer yang tinggi adalah hambatan utama dalam pengembangan ekosistem startup di Indonesia. tara.app bekerja sama dengan tim Indepay di Jakarta akan menjadi disruptor dalam industri ini. Integrasi yang kami miliki dengan berbagai bank dan lembaga keuangan akan membuka berbagai kesempatan yang menarik untuk Indonesia.”

Sebenarnya konsep serupa juga ditawarkan pemain lain. Misalnya Xendit dengan Xendit Business App dan Midtrans dengan layanan Payment Link.

Kehadiran platform teknologi seperti Indepay menjadi semakin krusial untuk mendorong negara berbasis ekonomi UMKM seperti Indonesia dalam melakukan transformasi digital. Beberapa studi dan penelitian terbaru juga menunjukkan penggunaan internet yang kian meluas dan perubahan perilaku pengguna terhadap aktivitas jual-beli online di media sosial. Hal ini menunjukkan peningkatan popularitas kegiatan social interactive commerce atau perdagangan berbasis interaksi online, baik lewat aplikasi pesan singkat maupun media sosial.

Dalam prosesnya, tara.app bekerja dengan memetakan nomor HP pengguna dengan rekening-rekening bank yang mereka miliki sebagai ID Pembayaran Unik (Unique Pay-ID). Pay-ID ini bisa digunakan untuk melakukan transfer instan dan aman ke akun pengguna lain (Account-to-Account Transfer). Selanjutnya, Pay-ID unik tersebut akan membangun reputasi digital pengguna serta membantu mempertahankan standar keamanan, di mana pengguna bisa memiliki kendali berbasis persetujuan (consent) atas data keuangan yang mereka berikan.

Dengan tara.app, pengguna tidak perlu menginstal semua aplikasi bank di ponsel ataupun mengingat beragam kata sandi dan pin untuk masing-masing rekening. ID Pembayaran unik yang terhubung dengan nomor HP mereka memungkinkan proses transfer dengan lebih praktis dan aman, kapan saja dan dimana saja lewat satu pintu.

Di sisi lain, solusi ini juga ditujukan untuk membantu UMKM agar produk mereka lebih mudah ditemukan secara online, serta mendukung UMKM dengan jangkauan jaringan dan partisipasi komunitas yang lebih luas. Langkah ini bertujuan untuk menjembatani jarak antara merchant dan bank melalui digitalisasi, sehingga bisa menciptakan pengalaman perdagangan yang interaktif (interactive commerce) melalui kanal sosial di dalam framework tara.app.

Indepay mengklaim solusinya sebagai salah satu pelopor di Asia Tenggara. Sementara pemain lain berinteraksi dalam jaringan grup, seperti Facebook, Instagram, Google for Business, platform ini menawarkan solusi berbasis web, yang juga dapat diakses dari aplikasi tara untuk penawaran yang lebih baik bagi konsumen.

Application Information Will Show Up Here

Komitmen BEENEXT untuk Mendukung Pendiri Startup Indonesia

Setelah tahun lalu menutup dua dana kelolaan (fund) baru, mengumpulkan $160 juta atau setara 2,2 triliun Rupiah, pemodal ventura asal Singapura, BEENEXT, tahun ini memiliki sejumlah rencana yang ingin dilancarkan untuk ekosistem startup di Indonesia.

Kepada DailySocial, Partner BEENEXT Faiz Rahman mengungkapkan, pihaknya selalu terbuka kepada setiap peluang dan tantangan untuk melayani/berkontribusi kepada masyarakat bersama dengan pendiri startup. BEENEXT juga masih berfokus kepada investasi tahap awal dan mendukung para pendiri startup yang memiliki solusi untuk setiap masalah besar di setiap negara tempat mereka beroperasi.

“Kami memang memiliki beberapa area di mana kami pikir kami dapat menambahkan lebih banyak nilai seperti fintech, marketplaces/e-commerce, consumer tech, SaaS, agritech, healthcare, dan lainnya. Tetapi lebih dari itu, kami menghormati dan mengikuti panduan pendiri karena kami yakin para pendiri lebih tahu dari kami.”

Sebelumnya BEENEXT terlibat dalam pendanaan awal kepada Transfez bersama dengan East Ventures. Disinggung apa alasan utama mereka tertarik untuk berinvestasi kepada Transfez, Managing Partner BEENEXT Hero Choudhary mengungkapkan, pihaknya selalu mencari peluang untuk terlibat dengan ide-ide fintech inovatif terutama para pendirinya.

“Kami sangat beruntung bertemu Edo dan Bondan [founder Transfez] yang merupakan pendiri  hebat dan merasa beruntung dapat bermitra untuk berpartisipasi dalam perjalanan mereka melalui investasi ini. Mereka mengidentifikasi pernyataan masalah besar di wilayah yang memiliki implikasi sosial yang tinggi. Pendekatan digital murni mereka juga sangat relevan di dunia pasca pandemi. Keputusan investasi kami didasarkan pada kepercayaan pada para pendiri dan kebutuhan pasar.”

Melalui kemitraan dengan lebih dari 200 startup, BEENEXT kini mengklaim telah memiliki jaringan para pendiri yang luas di seluruh Asia Tenggara, India, dan Jepang. Sepanjang tahun 2020 dan 2021, BEENEXT termasuk venture capital yang lumayan aktif berinvestasi kepada startup. Di Indonesia mereka juga berinvestasi pada Jendela 360, Segari, dan Esensi Solusi Buana.

Ekosistem startup Indonesia

BEENEXT mencatat saat ini ekosistem Indonesia tumbuh lebih cepat dari sebelumnya. Terlihat dari semakin banyak pendiri yang membangun perusahaan dan memecahkan masalah besar.

Di Indonesia saat ini banyak pendiri yang memiliki pengalaman yang luas dalam mengoperasikan dan wawasan mendalam dalam meningkatkan skala bisnis di perusahaan tempat mereka bekerja; lalu sekarang mereka memutuskan untuk menjadi founder. Diketahui beberapa mantan karyawan startup besar memang telah menjadi pendiri yang sukses.

“Kami melihat jumlah dan kekuatan pengusaha tumbuh, siklus pendiri berikutnya muncul di banyak vertikal. Kami mendengar banyak berita positif di pasar tentang inisiatif go public. IPO yang sukses menjadi bukti bagi Indonesia sebagai pasar yang tidak dapat kami abaikan. Kami percaya berita positif ini juga mendorong dan menginspirasi lebih banyak orang terutama generasi muda untuk memulai usaha mereka,” kata Faiz.

Di sisi lain dukungan pemerintah seperti infrastruktur (fisik, logistik, pembayaran) juga makin meningkat. Pemerintah sangat mendukung dalam menumbuhkan inovasi. Indonesia saat ini juga berada pada tahap yang baik dalam hal penetrasi internet, PDB per kapita dan ukuran relevan lainnya. Memberikan perhatian lebih dari investor global kepada Indonesia untuk berinvestasi berkelanjutan.

“Di sisi lain, pandemi di tahun 2020 juga telah mempercepat adopsi digital di berbagai bidang. Indonesia berada dalam tahapan penting dalam sejarah dan kami sangat optimis dan percaya pada potensi masa depan,” kata Faiz.

Transfez Secures Seed Funding Led by East Ventures and BEENEXT

After announcing fundraising plan last year, the fintech platform Transfez that offers digital remittance services today (5/19) just finalized its seed round. This round was led by East Ventures and BEENEXT.

“We are very pleased to have two well-known investors supporting Transfez’s mission. Currently, cross-border payments are complex due to different terms and payment channels in each country. As a result, transactions are expensive and time-consuming. Our goal is to simplify the complex process,” Transfez’ CEO, Edo Windratno said.

The company plans to use the fresh money for product development and market penetration. Currently, Transfez serves the B2C sector offering money transfer services to 26 foreign currencies in more than 50 countries. In addition, Transfez will also expand its services to the B2B payment sector in the near future.

Was founded in early 2020, Transfez has processed a total of IDR1.5 trillion ($105 million) transactions. Apart from the Covid-19 pandemic, they also claim to have experienced a 30 times growth of transactions processed in the past year.

Transfez offers international money transfer services cost up to 10 times lower than conventional banks with an all-digital and real-time process. Customers can send and receive their money in minutes because Transfez has liquidity in every country where the company operates.

“We believe that the Transfez team has the ability to serve millions of Indonesians to send and receive money digitally around the world in a more cost-effective, seamless and secure way,” East Ventures’ Partner, Melisa Irene said.

The rise of remmittance players in Indonesia

Since 2015, there are many remittance services provided by foreign to local platforms in Indonesia. One of the main reasons is to cater for the large number of migrant workers abroad in terms of sending money to their families back home.

The Central Bureau of Statistics (BPS) reports that there are around 276,553 migrant workers abroad. Taiwan, Malaysia and Hong Kong are three most favorite harbor for our workers. Meanwhile, the number of Indonesian students studying in other countries is 20,225 people. Both students and the workforce are the foundation of the remittance business, but the market might continue to widen.

Aside from fintech platforms such as Transfree, Xendit, TransferWise, Wallex, Zendmoney, OY!, TrueMoney, RemitPro which try to offer similar services, banking services like BNI have started to actively develop their technology by establishing strategic collaborations with related parties to strengthen remittance services.

Meanwhile, BRI Ventures is involved in funding Nium, a remittance startup from Singapore.

Yusuf Rendy Manilet, an economist from the Center of Reform on Economics (CORE), said that the popularity of remittances this year cannot be separated from its huge potential. The opportunity remains as digital players are yet to reach all layers put remittances as the next most promising fintech service derivation.

One of the factors driving the large potential for remittances is the number of Indonesian workers and students abroad. Moreover, Yusuf said, Indonesia will experience a demographic bonus. The growth of the productive age will pick up – something he considers reassuring investors of the prospects for the remittance business.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Transfez Kantongi Pendanaan Tahap Awal Dipimpin East Ventures dan BEENEXT

Setelah tahun lalu sempat mengutarakan rencana penggalangan dana, platform fintech yang menawarkan layanan remitansi digital Transfez hari ini (19/5) mengumumkan baru menyelesaikan putaran tahap awal mereka. East Ventures dan BEENEXT terlibat memimpin pendanaan ini.

“Kami sangat senang memiliki dua investor ternama yang mendukung misi Transfez. Saat ini, pembayaran lintas negara rumit karena adanya persyaratan dan jalur pembayaran yang berbeda-beda di setiap negara. Akibatnya, transaksi menjadi mahal dan memakan waktu. Tujuan kami adalah menyederhanakan proses yang rumit tersebut,” kata CEO Transfez Edo Windratno.

Dana segar ini akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk pengembangan produk dan penetrasi pasar. Saat ini, Transfez melayani sektor B2C yang menawarkan layanan pengiriman uang ke 26 valuta asing di lebih dari 50 negara. Selain itu, Transfez juga akan memperluas layanannya ke sektor pembayaran B2B dalam waktu dekat.

Diluncurkan pada awal tahun 2020 lalu, saat ini Transfez telah memproses total transaksi senilai Rp 1,5 triliun ($105 juta). Terlepas dari pandemi Covid-19, mereka juga mengklaim telah mengalami pertumbuhan sebesar 30x lipat dalam jumlah transaksi yang diproses dalam satu tahun terakhir.

Transfez menawarkan layanan transfer uang internasional berbiaya hingga 10x lebih rendah dibanding bank konvensional dengan proses yang serba digital serta real-time. Pelanggan dapat mengirim dan menerima uang mereka dalam hitungan menit karena Transfez memiliki likuiditas di setiap negara tempat perusahaan beroperasi.

“Kami percaya bahwa tim Transfez memiliki kemampuan untuk melayani jutaan orang Indonesia untuk mengirim dan menerima uang secara digital di seluruh dunia dengan cara yang lebih hemat biaya, lancar, dan aman,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Maraknya pemain remitansi di Indonesia

Sejak tahun 2015 lalu layanan remitansi sudah banyak dihadirkan oleh platform asing hingga lokal di Indonesia. Salah satu alasan utama adalah, untuk meng-cater banyaknya pekerja migran dan TKI di luar negeri dalam hal pengiriman uang kepada keluarga di tanah air.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah TKI di luar negeri berjumlah 276.553 orang. Taiwan, Malaysia, dan Hong Kong merupakan tiga tujuan favorit bagi pekerja kita. Sedangkan jumlah pelajar Indonesia yang menimba ilmu di negara lain 20.225 orang. Baik pelajar maupun tenaga kerja merupakan fondasi bisnis remitansi, namun pasar mereka berpotensi terus melebar.

Bukan hanya platform fintech seperti Transfree, Xendit, TransferWise, Wallex, Zendmoney, OY!, TrueMoney, RemitPro yang mencoba untuk menawarkan layanan serupa, layanan perbankan seperti BNI juga mulai aktif mengembangkan teknologi mereka dengan menjalin kolaborasi strategis dengan pihak terkait untuk memperkuat layanan remitansi.

Sementara BRI Ventures terlibat dalam pendanaan Nium, startup remitansi asal Singapura.

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, popularitas remitansi di tahun ini tak lepas dari potensinya yang memang besar. Potensi besar yang relatif belum lama terjamah oleh pemain digital menempatkan remitansi sebagai derivasi layanan fintech berikutnya yang paling menjanjikan.

Salah satu faktor pendorong besarnya potensi remitansi adalah jumlah tenaga kerja dan pelajar Indonesia di luar negeri. Terlebih, menurut Yusuf, Indonesia akan mengalami bonus demografi. Pertumbuhan kelompok usia produktif masih akan meningkat — sesuatu yang ia anggap meyakinkan para investor akan prospek bisnis remitansi.

Application Information Will Show Up Here

Segari Receives Seed Funding, Focus on Providing Fresh Groceries

The online grocery platform Segari today (22/3) announced seed funding. This round was led by Beenext with the participation of AC Ventures and Saison Capital. Some angel investors involved are undisclosed.

Segari (PT Sayur Untuk Sudah) was founded by three, including Yosua Setiawan (CEO), Farand Anugerah (COO), and Farandy Ramadhana (CTO). Segari’s vision is to bring high-quality fresh products to households in Indonesia.

“Getting high quality and consistent [fresh produce] is difficult. Not everyone is capable, that is why we focus on it. While other players may focus on expanding SKUs, lowest prices, or expanding areas; we build infrastructure to focus on quality. This is what our customers love,” Setiawan said.

One of the approaches, Segari utilizes a micro warehouse network and thousands of agents in Jakarta for product distribution. Currently, ordering is available via the mobile website or released application.

Segari ensured that each product arrived at the customer’s house no more than 15 hours after harvesting. It is not by keeping stock of goods, but by making a strict prediction of customer demand by balancing the harvest schedules of the farmers.

“We are building an internally tailored end-to-end technology infrastructure to deal with this complex supply chain issue. This includes product receiving from farmers, to long-distance delivery to customers,” Ramadhana added.

Segari exists amid the growing online grocery industry. Even though this category only plays a small part in the whole e-commerce GMV, there is great potential for the Indonesian market. Case studies from abroad, as those conducted by Ding Dong Mai Chai (China), Big Basket (India), Ocado (Europe); shows the potential of online grocery services to hypergrowth and lead to unicorn-equivalent valuations.

Survey by Segari team shows that despite the social restrictions caused by the pandemic, people in Jakarta still went to supermarkets or markets to buy groceries. They do not fully believe in online transactions for fresh products, because they are worried about the quality and freshness of the product.

For AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li, “Segari’s value proposition in producing high-quality products through a data-driven and micro warehouse approach to set them apart from other platforms.” He also believes that fresh products have the potential to become the next opportunity for the e-commerce business, especially because they are driven by changing trends that occur due to Covid-19.

It is undeniable, the online grocery competition is getting tougher. Apart from the new arrivals, legacy players are continue to expand the scope of their products and businesses. For example, Happyfresh, which now covers the Java and Bali areas – besides, it has partnered with Grab and Bualapak.

In addition, there is Sayurbox which continues to expand its market coverage. Recently, they reportedly received an investment from Tokopedia – the consolidation allows them to connect with the ecosystem of the largest local marketplace customer in Indonesia. Also, there is a Kedai Sayur with a unique approach, collaborating with thousands of mobile vegetable seller partners.

On the other hand, the Decacorn Gojek also continues to explore the online grocery market through GoMart. Other big players like Blibli are also doing the same thing through their O2O strategy.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Segari Dapatkan Pendanaan Awal, Fokus Hadirkan Produk Bahan Makanan Segar

Platform online grocery Segari hari ini (22/3) mengumumkan perolehan pendanaan awal. Putaran ini dipimpin oleh Beenext dengan keterlibatan AC Ventures dan Saison Capital. Beberapa angel investor yang tidak disebutkan namanya juga turut andil.

Segari (PT Sayur Untuk Semua) didirikan oleh tiga orang founder, meliputi Yosua Setiawan (CEO), Farand Anugerah (COO), dan Farandy Ramadhana (CTO). Visi Segari adalah menghadirkan produk segar kualitas tinggi untuk kalangan rumah tangga di Indonesia.

“Mendapatkan [produk segar] dengan kualitas tinggi dan konsistensi itu sulit. Tidak semua bisa melakukannya, tapi itulah mengapa kami menjadikannya sebagai fokus. Sementara pemain lain mungkin fokus pada memperbanyak SKU, harga termurah, atau perluasan area; kami membangun infrastruktur untuk fokus pada kualitas. Dan ini yang disukai oleh pelanggan kami,” kata Yosua.

Salah satu pendekatannya, Segari memanfaatkan jaringan gudang mikro dan ribuan agen di Jakarta untuk proses distribusi produk. Untuk saat ini proses pemesanan dapat dilakukan lewat situs mobile web atau aplikasi yang sudah dirilis.

Segari juga memastikan, setiap produk sampai ke rumah pelanggan tidak lebih dari 15 jam sejak dipanen. Yang dilakukan tidak dengan melakukan penyimpanan stok barang, melainkan membuat prediksi permintaan pelanggan secara ketat dengan menyeimbangkan jadwal panen petani mitra mereka.

“Kami membangun infrastruktur teknologi end-to-end secara internal disesuaikan untuk menangani masalah rantai pasokan yang kompleks ini. Termasuk mencakup penerimaan produk dari petani, hingga pengiriman jarak jauh ke pelanggan,” imbuh Farandy.

Platform Segari hadir di tengah pertumbuhan industri online grocery. Kendati kategori ini masih menyumbang sebagian kecil dari GMV produk e-commerce secara keseluruhan, namun ada potensi besar yang dapat dieksplorasi untuk pasar Indonesia. Studi kasus dari luar negeri, seperti yang dilakukan Ding Dong Mai Chai (China), Big Basket (India), Ocado (Europe); menunjukkan potensi layanan online grocery untuk melakukan hypergrowth dan menuju valuasi setara unicorn.

Dari survei yang disampaikan tim Segari, kendati ada pembatasan sosial akibat pandemi, masyarakat di Jakarta masih banyak pergi ke supermarket atau pasar untuk membeli bahan makanan. Mereka belum sepenuhnya percaya dengan transaksi online untuk produk segar, karena khawatir dengan kualitas dan kesegaran produk.

Menurut Managing Partner AC Ventures Adrian Li mengatakan, “Proposisi nilai Segari dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi melalui pendekatan berbasis data dan gudang mikro membedakan mereka dari platform lain.” Ia pun meyakini, bahwa produk segar berpotensi menjadi peluang berikutnya dari bisnis e-commerce, khususnya karena didorong oleh perubahan tren yang terjadi akibat Covid-19.

Tidak dimungkiri, persaingan di lanskap online grocery memang semakin ketat. Di luar pemain baru yang berdatangan, ada pemain legasi yang terus memperluas cakupan produk dan bisnisnya. Sebut saja Happyfresh yang kini sudah mencakup area Jawa dan Bali — selain itu telah bermitra dengan Grab dan Bualapak.

Kemudian ada juga Sayurbox yang terus memperluas cakupan pasarnya. Terakhir mereka dikabarkan mendapatkan investasi dari Tokopedia — konsolidasi tersebut memungkinkan mereka untuk terhubung dengan ekosistem pelanggan marketplace lokal terbesar di Indonesia tersebut. Selain itu ada Kedai Sayur dengan pendekatan yang unik, menggandeng ribuan mitra penjual sayur keliling.

Di sisi lain, decacorn Gojek juga terus mengeksplorasi pasar online grocery melalui GrabMart. Pemain besar lainnya seperti Blibli juga lakukan hal yang sama lewat strategi O2O miliknya.

Application Information Will Show Up Here

Raena’s Target in Indonesia Post Series A Funding and Business Pivot

The impact of the pandemic can significantly drive startup businesses, especially for those who promote online services and trending products among communities. One that has experienced an increase during the pandemic is Raena. The platform helps promotional activities take advantage of social media influencers.

In order to increase traction, the company’s decided to pivot (in the sense of turning a business direction to widen market share), by providing integrated solutions not only for influencers but also for women who want to have additional income to become beauty entrepreneurs.

Raena’s Founder & CEO, Sreejita Deb revealed to DailySocial, from the beginning to the end of 2020, Raena’s new business line has experienced massive growth. One of the reasons is the increasing number of people who make online transactions during the pandemic.

“Even though many claims pivoting is something negative, for us, it is an opportunity for business to be more flexible. Previously, we only provide a platform to influencers, now, we want to provide a comprehensive solution for those who want to have their own business,” Sreejita said.

Raena’s new concept is social commerce, managing all the needs and processes that are usually performed by online sellers. Starting from managing stock of goods, suppliers, selecting brands, to logistics. For those who want to join Raena and want to become a seller, they can focus more on developing their number of followers on social media, WhatsApp, marketplace channels such as Shopee, Lazada, Tokopedia, and others.

“Previously, we have a one-to-one model that links one supplier to one influencer. Now, we offer a many-to-many model, which connects various brands and various suppliers to various influencers,” she added.

Series A funding

In order to massively grow business, Raena has completed a $9 million Series A fundraising activity led by Alpha Wave Incubation and Alpha JWC Ventures. Other investors involved in this year’s funding include AC Ventures, Beenext, Beenos, and Strive. In 2019, Raena secured $1.8 million in early-stage funding.

“To date, we have not spent too much money on marketing activities. That’s why we are not too aggressive in raising funds. Our focus is to increase the value of influencers or those who join Raena,” Sreejita said.

With this fresh fund, Raena’s future plans are to increase the number of sellers, increase the number of brands, and the internal team. Currently, Raena has a team consisting of 15 people in Indonesia. And until the end of next year, the number is planned to be increased. Raena also sees the Indonesian market as the main target.

Alpha JWC Ventures said the reason they were interested in investing was Raena’s vision to empower female entrepreneurs throughout Indonesia by opening access to high-quality beauty products. In addition, Raena is a solution for brands that expect to enter Southeast Asia, especially Indonesia, and for entrepreneurs who are looking for business consistency.

“By serving these two segments, Raena is entering a large market that continues to grow along with the growing middle class in Indonesia and Southeast Asia. With the expertise of Raena’s founding team and our support, we are confident that Raena can grow into a leading player in the Southeast Asian beauty industry,” Alpha JWC Ventures’ Co-founder & General Partner, Chandra Tjan said.

Previously, DailySocial had reviewed the beautytech trend in Indonesia, which is defined as a new model for actors in the beauty industry to reach consumers. Its business model no longer revolves around conventional distribution channels but combines the strengths of technology and digital.

Based on the Euromonitor report, the beauty market value in Indonesia was estimated to reach $8.46 billion in 2022, up from the estimated value in 2019 of $6.03 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Fokus Raena di Indonesia Setelah Kantongi Pendanaan Seri A dan Lakukan Pivot

Dampak pandemi bisa mendorong bisnis startup secara signifikan, terutama bagi mereka yang mengedepankan layanan online dan produk yang menjadi tren di kalangan masyarakat. Salah satu yang mengalami peningkatan selama pandemi adalah Raena. Platform tersebut membantu kegiatan promosi memanfaatkan influencer media sosial.

Guna meningkatkan traksi, kini memutuskan untuk melakukan pivoting (dalam artian berbelok haluan bisnis untuk memperlebar pangsa pasar), dengan memberikan solusi terpadu bukan hanya untuk influencer, namun juga untuk kalangan perempuan yang ingin memiliki penghasilan tambahan menjadi beauty entrepreneur.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Raena Sreejita Deb mengungkapkan, sejak awal hingga akhir tahun 2020, bisnis baru yang dikembangkan oleh Raena telah mengalami pertumbuhan yang cukup masif. Salah satu alasan adalah makin besarnya jumlah masyarakat yang melakukan transaksi secara online selama pandemi.

“Meskipun banyak yang mengatakan pivoting adalah sesuatu hal yang negatif, namun bagi kami justru menjadi peluang agar bisnis bisa menjadi lebih fleksibel. Jika di awal kami hanya ingin memberikan platform kepada influencer, kini kami ingin memberikan solusi menyeluruh kepada mereka yang ingin memiliki bisnis sendiri,” kata Sreejita.

Konsep baru yang ditawarkan oleh Raena adalah social commerce, mengelola semua kebutuhan dan proses yang biasanya dilakukan oleh penjual secara online. Mulai dari pengelolaan stok barang, supplier, pemilihan brand, hingga logistik. Untuk mereka yang ingin bergabung dengan Raena dan ingin menjadi penjual, selanjutnya bisa lebih fokus mengembangkan jumlah pengikut mereka di media sosial, WhatsApp, kanal marketplace seperti Shopee, Lazada, Tokopedia dan lainnya.

“Sebelumnya model kita adalah oneto-one yang menghubungkan satu supplier ke satu influencer saja. Sekarang konsep yang kita tawarkan adalah many-to-many model, yang menghubungkan berbagai brand dan berbagai supplier kepada berbagai influencer,” kata Sreejita.

Kantongi pendanaan seri A

Untuk mengembangkan bisnis lebih masif lagi, Raena telah merampungkan kegiatan penggalangan dana tahapan seri A senilai $9 juta yang di pimpin oleh Alpha Wave Incubation dan Alpha JWC Ventures. Investor lain yang terlibat dalam pendanaan kali ini di antaranya AC Ventures, Beenext, Beenos, dan Strive. Tahun 2019 lalu Raena telah mengantongi pendanaan tahap awal senilai $1,8 juta.

“Selama ini kita tidak terlalu banyak mengeluarkan uang untuk kegiatan pemasaran. Karena itu kami tidak terlalu gencar untuk melakukan penggalangan dana. Fokus kami adalah meningkatkan nilai para influencer atau mereka yang bergabung dengan Raena,” kata Sreejita.

Dengan dana segar ini rencana Raena ke depannya adalah menambah jumlah penjual, menambah jumlah brand, dan tim internal. Hingga kini Raena telah memiliki tim di Indonesia sebanyak 15 orang. Dan hingga akhir tahun depan, jumlah tersebut rencananya akan ditambah. Raena juga melihat pasar Indonesia sebagai fokus utama yang disasar oleh mereka.

Alpha JWC Ventures menyebutkan, alasan mereka tertarik untuk berinvestasi adalah visi Raena untuk memberdayakan entrepreneur perempuan di seluruh Indonesia dengan cara membuka akses pada produk kecantikan berkualitas tinggi. Tidak hanya itu, Raena menjadi solusi bagi brand yang ingin masuk ke Asia Tenggara, terutama Indonesia, dan untuk entrepreneur yang mencari konsistensi usaha.

“Dengan melayani dua segmen ini, Raena memasuki pasar besar yang terus berkembang seiring pertumbuhan kelas menengah di Indonesia serta Asia Tenggara. Dengan keahlian tim pendiri Raena serta dukungan kami, kami yakin Raena dapat tumbuh menjadi pemain unggul di industri kecantikan Asia Tenggara,” kata Co-founder & General Partner Alpha JWC Ventures Chandra Tjan.

Sebelumnya DailySocial sempat mengulas tren beautytech di Indonesia, yang didefinisikan sebagai model baru bagi pelaku di industri kecantikan dalam menjangkau konsumen. Model bisnisnya tak lagi berkutat pada jalur distribusi konvensional, tetapi mengombinasikan kekuatan teknologi dan digital.

Berdasarkan laporan Euromonitor, nilai pasar kecantikan di Indonesia sempat ditaksir bakal mencapai $8,46 miliar di 2022, naik dari estimasi nilai di 2019 yang sebesar $6,03 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Zenius Announces Pre Series B Funding; Revenue Boost Supported by “Live Class”

Zenius edtech startup today (05/1) announced the pre-series B funding round with an undisclosed amount. Alpha JWC Ventures and Openspace Ventures joined the list of new investors, participated also in this round the previous investors, Northstar, Kinesys, and BeeNext.

The fund is to be focused on platform development, amidst increasing market demand. Previously, Zenius has announced series A funding worth $20 million in February 2020.

In addition, the online learning platform claimed strong growth throughout 2020. In fact, per second semester last year, income has increased by 70% compared to the same period in 2019. Zenius provided loads of free learning content during the first half of 2020, to support the learning from home initiative in the midst of the Covid-19 pandemic.

In June 2020, along with rebranding and app updates, Zenius started adopting a freemium business model. Nearly 50% of Zenius’ revenue comes from the Live Class feature. Since its launch in March 2020, user growth is said to increase by 10 times with a retention rate of 90%.

Currently, Zenius receive an average rating of 4.9 (out of 5) for its classes, with attendance reaching 400 students, and breaking records with 10,000 users in one 60-minute math session.

Based on SimilarWeb data, the Zenius.net site gets an average of 3-4 million visits every month. On the Android platform, the application has been downloaded by more than one million users.

“Recently, we launched the Automated Doubt-Solving feature through our application and WhatsApp. This feature will provide a solution to students using only the camera on their cell phone. The system will then recommend a video and practice questions to explain the process behind the solution and allow students to actively apply it in a given set of practice questions. This will create a more immersive learning experience that contributes to students’ critical thinking and the ability to solve difficult problems and future concepts,” Zenius’ CEO Rohan Monga said.

“For more than a decade, they have made a track record of demonstrating successful learning outcomes and reinventing their core business as new mediums emerge. We believe this track record will be a key differentiating factor in the rapidly evolving education landscape, and we expect that the new funding round will drive Zenius’ growth even further,” Openspace Ventures’ Director Ian Sikora said.

Edtech in Indonesia

According to data summarized in the Edtech Report 2020 by DSResearch, there are currently some fast-growing education startup business models in Southeast Asia. Zenius alone is in the “Learner Support, Tutoring, & Test Preparation” category with several other players – including those from/already operating in Indonesia such as Ruangguru, Pahamify, and CoLearn.

Edtech in SEA

Since 2012, various types of edtech services have slowly but surely continued to emerge in Indonesia. Referring to the report above, there are dozens of local edtech startups that still running – in fact, each held a different value proposition. The market share is quite substantial, as for players like Zenius or Ruangguru that focused on K-12 students (elementary-high school level), there are more than 50 million students each year throughout Indonesia.

This opportunity has made several foreign players lining up to enter the Indonesian market. As of 2020, at least 6 foreign players have succeeded in planting a business in Indonesia – including having representative offices and local teams.

 

Foreign Edtech Players in Indonesia

The local edtech market continues to grow, not only serving students, various edtech startups are starting to target professionals and business customers. Recently, there as been some new models, one of which is related to fintech which focuses on education loans.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here