LinkAja Jadi Alternatif Pembayaran di Aplikasi Grab

Tidak hanya hadir di Gojek, LinkAja mulai menunjukkan diri sebagai alternatif pembayaran di aplikasi Grab. Hadirnya LinkAja mematahkan keeksklusifan Gopay dan Ovo yang sebelumnya hadir dalam dua raksasa ride hailing tersebut.

Kepada DailySocial, CEO LinkAja Danu Wicaksana menjelaskan pihaknya masih melakukan pengujian di Grab, sehingga belum semua pengguna bisa menikmatinya. “Ini masih testing dan belum commercial,” terangnya, Selasa (5/11).

Dia juga belum memastikan kapan LinkAja akan diresmikan sebagai opsi pembayaran di Grab untuk seluruh pengguna. Akan tetapi, untuk Gojek dia berharap akan dirilis pada akhir bulan ini.

Untuk mengaktifkan LinkAja di Grab, pengguna cukup memilih opsi “Add Payment Method” dan memilih logo LinkAja. Berikutnya memasukkan PIN dari nomor telepon yang terhubung dengan LinkAja. Langkah terakhir, sistem akan mengirimkan kode verifikasi sebelum pengguna mengaktifkan LinkAja.

Cara menambahkan LinkAja untuk pembayaran di Grab
Cara menambahkan LinkAja untuk pembayaran di Grab

Kehadirannya di Gojek dan Grab semakin melengkapi segmen transportasi yang dirambah LinkAja. Perusahaan sebelumnya mulai uji coba untuk pembayaran tiket KRL Jabodetabek dan sedang mempersiapkan diri untuk MRT Jakarta.

Tidak hanya dengan pemain besar, LinkAja juga resmi menjadi mitra pembayaran perdana untuk pemain ride hailing lokal, yakni Bonceng.

Akan tetapi untuk pembayaran tol, Danu menegaskan perusahaan sepenuhnya menyerahkan ke Jasa Marga yang bertindak sebagai merchant-nya. “Secara teknis sudah [siap dipakai], tapi masih dalam tahap pilot untuk uji coba scalability and reliability-nya.”

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah menjelaskan, perseroan memilih untuk bermain ke ranah yang berbeda dan membatasi use case LinkAja sebagai pembeda dari pemain sejenis. Pergeseran strategi ini membuat perseroan dapat lebih berhemat karena tidak perlu jor-joran perang diskon untuk menarik pengguna.

Dia bahkan mengklaim biaya yang harus dikeluarkan LinkAja untuk promosi dalam satu tahun hitungannya sama dengan biaya satu bulan dari salah satu kompetitor. Meski konsekuensi dari keputusan tersebut membuat visibilitas LinkAja sebagai suatu brand tidak setenar yang lain.

“Karakter pengguna [milenial] itu adalah soal loyalitas, mereka akan pakai kalau ada diskon. Sementara kita berbeda, lebih ke arah daily use case, yang mana pasti akan dipakai setiap hari tanpa harus diberi diskon. Salah satu yang sudah dimasuki adalah tiket KRL Jabodetabek,” kata Ririek saat menjadi pembicara di Kompas100 Discussion.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Pegadaian Masih Kaji Skema Investasi di Sektor Fintech

PT Pegadaian (Persero) mengaku masih mengkaji rencana dan pengelolaan investasinya terhadap sejumlah perusahaan fintech menjelang akhir tahun ini.

VP Digital Business Development & Partnership Pegadaian Herdi Sularko mengatakan bahwa pihaknya masih mendiskusikan rencana investasi sebagai investor institusional secara internal.

“Begitu juga rencana investasi sebagai pemberi pinjaman institusional. Saat ini masih dikaji secara intensif bersama dengan pihak regulator,” tutur Herdi kepada DailySocial.

Ia juga belum dapat berkomentar terkait skema pengelolaan investasi, seperti melalui pembentukan corporate venture capital (CVC) atau menjadi Limited Partner (LP).

“Soal itu, kami belum bisa disclose lebih lanjut ya,” tambahnya.

Seperti dilansir CNBC, Direktur Utama Pegadaian Kuswiyoto mengatakan akan berinvestasi di sektor fintech dengan dana maksimal Rp10 triliun. Segmen yang diincar adalah p2p lending, baik pinjaman konsumtif maupun produktif.

Mengingat sudah penghujung tahun, perusahaan menyiapkan investasi tahap awal senilai Rp500 miliar untuk disuntik ke 3-5 perusahaan, termasuk di antaranya LinkAja.

Kami sempat mengonfirmasi rencana investasi ini kepada Kuswiyoto. Namun, eks Direktur Corporate Banking BRI ini membantah investasi senilai Rp10 triliun.

“Saya tidak pernah bilang ada investasi Rp10 triliun ya,” ucapnya lewat pesan singkat kepada DailySocial.

Sementara dihubungi terpisah, CEO LinkAja Danu Wicaksana juga belum dapat menyebutkan nilai investasi termasuk porsi saham yang akan disuntik oleh Pegadaian.

Diketahui, setelah resmi meluncur menjadi platform pembayaran, sejumlah perusahaan BUMN mengincar porsi saham LinkAja. Beberapa di antaranya adalah Pegadaian, Garuda Indonesia, Jasa Marga, Angkasa Pura, hingga Kereta Api Indonesia.

LinkAja Mulai Uji Coba untuk Pembayaran Tiket KRL Jabodetabek

LinkAja mulai uji coba sebagai metode pembayaran nontunai untuk tiket KRL per hari ini (1/10). Untuk sementara, uji coba baru dilakukan di 200 gate yang tersebar di 80 stasiun di Jabodetabek.

Uji coba ini turut dihadiri Menteri BUMN Rini Soemarno, Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah, Direktur Utama KAI Edi Sukmoro, dan Direktur Utama LinkAja Danu Wicaksana. Mereka mencoba langsung pengalaman menggunakan LinkAja dari Stasiun Juanda menuju Stasiun Jakarta Kota.

Rini menegaskan komitmennya dalam memperkuat sinergi antar perusahaan BUMN. Ke depannya bakal ada gimmick yang disiapkan BUMN untuk dukung inovasi ini. “Per hari ini mulai uji coba, semoga bisa efektif minggu depan. Sekarang baru tersedia di 200 gate bertanda khusus LinkAja di 80 stasiun,” terangnya.

Dia menambahkan ke depannya LinkAja bakal perluas kehadirannya di berbagai moda transportasi kereta api, termasuk LRT Cibubur-Cawang yang rencananya akan mulai uji coba. “Sementara baru KRL. Moga-moga nanti semua kereta akan bisa [pakai LinkAja], yang pasti LRT untuk Cibubur-Cawang bisa mulai uji coba kalau sudah mulai jalan.”

Danu melanjutkan, sembari uji coba, pihaknya juga menunggu persetujuan dari Bank Indonesia sebagai regulator. Lantaran ini adalah metode pembayaran yang tergolong baru diterapkan di KRL. Gate tiket KRL kini tidak hanya menerima pembayaran dengan kartu e-money fisik bank, tetapi juga merambah pembayaran digital.

LinkAja mengembangkan tiket KRL buat tiap pengguna tapi hanya berlaku selama 15-30 detik. Bahasa teknisnya disebut encrypted ID, bukan QR. “Kalau QR ini kan bisa buat bayar di gerai offline, tapi untuk tiket ini hanya berlaku sebentar, kita takut di-screenshot lalu disebar ke orang lain.”

Uji coba ini juga dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan sistem LinkAja ketika dicoba secara massal. Timnya akan meminta bantuan pihak KRL bagaimana implementasinya selama uji coba berlangsung dan apa saja feedback yang harus diperbaiki. Dibutuhkan proses edukasi agar orang terbiasa memakainya.

Untuk menggunakan LinkAja, pengguna cukup buka aplikasi, shake layar smartphone-nya sebentar untuk memunculkan tiketnya atau pilih menu Pay di laman utamanya, lalu pilih My QR. Setelah itu, dekati tiket minimal jarak 1 cm ke mesin sensor di gate KRL agar lebih mudah membacanya.

Sama seperti menggunakan kartu e-money fisik, LinkAja mewajibkan penggunanya untuk memiliki saldo minimal Rp13 ribu. Angka ini merupakan hitungan kasar untuk jarak terjauh penumpang. “Kita butuh saran dari teman-teman KCI [Kereta Commuter Indonesia] untuk melihat kebiasaan penumpang.”

Sinergi BUMN diperkuat

Di kesempatan terpisah, kemarin Danu hadir dalam penandatangan nota kesepahaman dengan Pegadaian. Kini gerai Pegadaian bisa menerima setoran tunai bagi yang ingin menambah saldo Link Aja dan penarikan dana di 4147 outlet Pegadaian di seluruh Indonesia.

Danu menjelaskan, sinergi ini diharapkan dapat mengedukasi secara konsisten mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia yang menggunakan uang tunai menjadi non tunai, serta optimalisasi jangkauan ke seluruh masyarakat untuk memberikan layanan keuangan yang efisien.

“Kami berharap point of services LinkAja yang mencapai lebih dari 100 ribu titik di seluruh Indonesia dapat semakin memberikan kemudahan untuk bertransaksi nontunai.”

Setiap transaksi cash in dan cash out di Pegadaian akan dikenakan biaya administrasi sebesar Rp1.500 untuk cash in dan Rp5 ribu untuk cash out.

Pegadaian termasuk salah satu dari delapan BUMN yang tertarik untuk jadi pemegang saham di LinkAja. Terdapat pula Garuda Indonesia, Angkasa Pura I dan II, Tabungan dan Asuransi Pensiun (Taspen), Jasa Marga, KAI, dan Perum Damri.

Saat ini saham LinkAja dipegang oleh Telkomsel (25%), BRI, BNI, dan Mandiri (masing-masing 20%), BTN (7%), Pertamina (7%), dan Jiwasraya (1%).

Nantinya mereka akan masuk melalui penerbitan saham baru (rights issue) yang dilakukan LinkAja. Belum ada detail kapan rencana ini akan dilakukan dan bagaimana skema perubahan kepemilikan sahamnya.

Danu mengatakan, yang dicari dari masuknya BUMN ini bukan sekadar dana segar, melainkan sinergi untuk penetrasi produk LinkAja yang bakal makin beragam. “Karena sebelum ini, tidak bisa dipenetrasi. Tapi karena mereka (BUMN lain) jadi pemegang saham, jadi terbuka,” seperti dikutip dari Katadata.

Produk-produk BUMN yang menggunakan LinkAja adalah pembelian tiket kereta jarak jauh (KAI Access), restoran kereta api (Reska), LRT Palembang, tiket pesawat Citilink dan Garuda Indonesia, top up kartu e-money BNI, Mandiri, BRI, dan bayar tagihan atau beli polis asuransi Jiwasraya.

Application Information Will Show Up Here

Petinggi Dana, GoPay, LinkAja, dan Ovo Tanggapi Strategi Bakar Uang

Strategi ‘bakar uang’ lumrah dipakai oleh perusahaan baru dalam mengakuisisi konsumen dalam waktu yang singkat. Ada pro kontra bila ini dilakukan dalam waktu lama. Selain tidak sehat untuk industri, juga konsumen akan didorong untuk hidup konsumtif.

Bagaimana para pemain fintech pembayaran menanggapi strategi ini? Pertanyaan ini diangkat dalam salah satu sesi di Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 hari kedua, kemarin (24/9). Mengundang Aldi Haryopratomo (GoPay), Harianto Gunawan (Ovo), Vincent Iswara (Dana), Danu Wicaksana (LinkAja), dimoderatori oleh Ketua Aftech Niki Luhur.

Seluruh pemain sepakat bahwa promosi dilakukan untuk mengedukasi masyarakat yang sehari-harinya masih menggunakan transaksi tunai dalam kesehariannya. Harianto mengelaborasi lebih dalam. Dia menjelaskan ada dua hal yang membuat konsumen mau beralih dan menggunakan aplikasi pembayaran, yakni kepercayaan dan kenyamanan.

“Proses bank dalam bangun kepercayaan di pasar sampai bertahun-tahun, kita [perusahaan teknologi] tidak bisa melakukan seperti itu. Cara tercepat dalam meraih kepercayaan, siapa itu kita, perlu dengan insentif. Ini adalah investasi terbesar yang perlu dilakukan untuk bangun kepercayaan,” katanya.

Untuk bisa mendorong orang pindah dari transaksi tunai ke nontunai, butuh proses. Terlebih, menurutnya mayoritas penduduk di Asia Tenggara masih menggunakan tunai. Di Indonesia saja, layanan pembayaran digital masih di bawah 10%.

Sepakat dengan Harianto, Aldi menambahkan insentif itu dibutuhkan untuk mengalihkan orang dari tunai ke non tunai. Namun dia menekankan, insentif yang diberikan harus kepada orang yang tepat dan waktu yang tepat pula. Pun, insentif tidak hanya diberikan ke pembeli saja, tapi juga ke mitra penjual.

“Mitra kami mayoritas adalah UKM, ketika kami beri insentif, mereka bisa merasakan langsung dampaknya. Penjualan mereka naik double. Dari sini, mereka akan merasa perlu untuk geser ke non tunai.”

Sementara itu, Vincent juga menekankan bahwa promosi itu bukan satu-satunya hal yang mendorong masyarakat untuk beralih ke digital. Menurutnya yang terpenting adalah akses, bagaimana mereka bisa memanfaatkan layanan ini untuk top up dan cash out semudah bertransaksi tunai.

Pasalnya, bertransaksi digital ini tidak mengurangi nominal saldo yang ada di ATM. Makanya Dana fokus perbanyak kerja sama untuk keagenannya, beberapa nama di antaranya Ramayana, Bukalapak, dan Alfa Group.

“Pada akhirnya ini mengenai edukasi, burning money untuk mengubah gaya hidup digital itu tidak murah, butuh effort, waktu, dan mindset.”

Vincent mencontohkan, kejadian nyata ini dialami sendiri oleh Dana saat menggelar acara offline. Konsumen tidak perlu bayar apapun asalkan mengunduh aplikasi Dana untuk bertransaksi di dalamnya. Menariknya dari total pengunjung, hanya 20% yang mau untuk pakai Dana.

“Kejadian ini mindblowing. Saya tanya ke mereka kenapa tidak mau pakai? Mereka bilang kurang nyaman sehingga lebih baik pakai tunai saja. Ini memperlihatkan butuh effort ekstra untuk mengubah mindset.”

Terakhir, Danu mengaku pihaknya lebih memilih untuk bakar uang secara tepat guna. Dengan menggabungkan pengalaman dari tiga bank pemegang saham di balik Dana dengan semangat agility dari startup, menghasilkan insight penting agar perusahaan lebih cerdas dalam bakar uang.

“Ada dua metrik yang kita ukur sebelum bakar uang, dari persentase orang yang datang dari tunai dan nasabah bank ke LinkAja. Itu terlihat seberapa tinggi yang butuh e-money. Lalu peta distribusinya, apakah dari 2nd atau 3rd tier. Ini penting buat tahu investasi yang kita tempatkan benar-benar sentuh mereka.”

Kesediaan untuk menerapkan ekosistem terbuka

Pertanyaan lain yang diajukan moderator kepada para panelis adalah apakah keempat pemain ini bersedia untuk merelakan infrastruktur yang sudah dibangun untuk dipakai bersama pemain sejenis yang tak lain adalah kompetitor langsungnya.

Menanggapi ini, Harianto menegaskan Ovo bukan kompetitor dengan GoPay, LinkAja, dan Dana. Justru kompetitor keempatnya adalah uang tunai. Untuk itu pihaknya sangat terbuka dengan kolaborasi, terutama dengan perbankan.

Dia juga mengapresiasi penerapan QRIS oleh BI, yang dinilai sangat brilian dalam mendukung integrasi antar pemain dan interoperabilitas satu sama lain. Imbas akhirnya adalah pemain dapat menekan ongkos yang harus mereka keluarkan untuk mengakuisisi merchant.

“Kita sangat terbuka, makanya menganut open ecosystem. Jika kita bisa bersatu maka bisa mengalahkan dominasi cash.”

Aldi menanggapi pertanyaan ini dengan mengumbar info terbaru bahwa saat ini mesin EDC dari GoPay sudah bisa menerima pembayaran dari LinkAja, dalam mendukung ekosistem terbuka. Dari sisi LinkAja, tentunya hal ini bisa mengurangi ongkos perusahaan dalam investasi mesin EDC baru dan menempatkannya di merchant mereka.

“Ekosistem terbuka itu adalah gol kita, infrastruktur yang kita bangun bisa dipakai oleh partner. QRIS juga sangat menguntungkan kita untuk mencapai gol kita,” tutupnya.

LinkAja Syariah Segera Rilis November, Bidik 1 Juta Pengguna Hingga 2020

Ambisi LinkAja untuk memiliki sistem pembayaran yang dikelola secara syariah segera terwujud. Rencananya, fitur baru ini akan rilis pada November 2019. Target ini sedikit molor dari rencana awal.

Hari ini (16/9) Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah menyerahkan sertifikat kesesuaian syariah ‘LinkAja Syariah’. Setelah sertifikat ini, LinkAja akan mengurus izin penambahan fitur ke Bank Indonesia regulator uang elektronik di Indonesia.

LinkAja telah membentuk Dewan Pengawas Syariah yang terdiri dari Anwar Abbas, Zainut Tauhid, dan Asep Supyadillah. DPS ini adalah salah satu persyaratan yang harus dipenuhi ketika ingin menjalani bisnis dengan akad syariah.

Group Head Sales Channel & Sharia Unit LinkAja Widjayanto Djaenudin mengatakan, proses di BI akan memakan waktu sekitar 40 hari kerja setelah memenuhi kelengkapan dokumen. Bila tidak ada aral melintang, diharapkan LinkAja Syariah bisa meluncur pada November 2019.

Dia menegaskan, LinkAja Syariah akan menjadi sebuah fitur yang ada di dalam platform LinkAja. Secara layanan tidak akan jauh berbeda dengan reguler, namun ada tiga perbedaan utama yang membuatnya memenuhi kesesuaian syariah.

Pertama, penempatan uang floating harus di bank-bank syariah yang induknya masuk kategori BUKU IV. Untuk memenuhi syarat ini, LinkAja bekerja sama dengan tiga bank syariah anak usaha BUMN, yakni Bank Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRI Syariah.

Kendati dana LinkAja akan ditampung bank syariah, namun untuk top up saldo dapat dilakukan lewat bank konvensional. “Ke depannya kami membuka kolaborasi juga dengan bank-bank syariah lainnya,” terang Widjayanto dikutip dari Republika.

Kedua, operasionalnya menggunakan akad-akad yang telah sesuai dengan syariah. Terakhir, layanan dan promosi akan disesuaikan dengan ketentuan syariah.

Direktur Utama LinkAja Danu Wicaksana menambahkan, LinkAja Syariah akan hadir untuk mendukung inisiatif pemerintah dan banyak pihak demi meningkatkan daya saing ekonomi dan di negara sendiri, regional, dan internasional.

“Kami berharap saat nanti diluncurkan, pilihan layanan ini dapat mendukung gerakan nasional non-tunai di Indonesia,” terang Danu dalam keterangan resmi.

Widjayanto melanjutkan, selain sebagai alat pembayaran, ia dapat digunakan untuk donasi, zakat, infak, dan sedekah. LinkAja Syariah juga berpotensi dapat digunakan untuk pembayaran uang sekolah pesantren.

Indonesia memiliki lebih dari 30 ribu pesantren dengan total 4 juta santri. Potensi pasar lain yang juga dilirik adalah 25 juta nasabah perbankan syariah dan 48 ribu karyawan bank syariah.

Dia menargetkan, LinkAja Syariah dapat memigrasikan 1 juta pengguna dari LinkAja sampai tahun 2020. Saat ini LinkAja diklaim memiliki 30 juta pengguna.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Jadi Opsi Pembayaran Primer di Aplikasi Ayopop, Menggantikan AyoSaldo

Startup agregator pembayaran tagihan online Ayopop hari ini (08/8) mengumumkan kerja sama strategis bersama perusahaan e-wallet LinkAja. Kemitraan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan terkait integrasi kedua platform.

Kepada LinkAja, Ayopop akan memberikan akses 1000 produk tagihan yang dimiliki melalui mekanisme Open API. Nantinya memungkinkan pengguna melakukan pembayaran berbagai produk dan/atau tagihan yang sebelum ada di Ayopop lewat aplikasi LinkAja.

Ayopop Open API yang baru saja diluncurkan merupakan sebuah inisiatif baru untuk membuka akses ke lebih dari 1000 produk/tagihan yang saat ini dimiliki kepada mitra. LinkAja adalah mitra pertama untuk Ayopop Open API. Saat ini ada 33 mitra lainnya dalam proses penyelesaian kerja sama.

Sistem e-wallet LinkAja juga akan diintegrasikan ke aplikasi Ayopop sebagai metode pembayaran primer, menggantikan AyoSaldo. Model ini mirip yang dilakukan Tokopedia dan Ovo dalam kerja sama strategisnya, menggantikan TokoCash.

“Dalam tiga tahun terakhir Ayopop telah memfasilitasi pembayaran tagihan untuk lebih dari 5 juta masyarakat Indonesia. Kami sangat senang dapat berbagi teknologi dengan mitra terpilih yang ingin mengintegrasikan pembayaran tagihan ke ekosistem mereka. Kami merasa terhormat dapat bekerja sama dengan LinkAja dan melihat ini sebagai langkah kami untuk menjadi lebih baik,” ujar Founder Ayopop Chiragh Kirpalani.

Ayopop diluncurkan pada tahun 2016 sebagai aplikasi pembayaran tagihan. Saat ini Ayopop menjadi agregator pembayaran tagihan online terbesar di Indonesia. Misi Ayopop adalah mengubah pembayaran tagihan dengan uang tunai menjadi online dengan pendekatan teknologi dan kerja sama. Beberapa sektor yang menjadi fokus adalah residensial dan institusi pendidikan.

Guna memperluas ekosistem pembayaran tagihan online dengan lebih mudah, Ayopop mengembangkan Ayopop Smart Dashboard sebagai solusi digitalisasi untuk UKM serta untuk pembayaran tagihan indekos dan institusi pendidikan. Dasbor ini membantu pemilik bisnis dan juga pelanggan tidak hanya dalam hal pembayaran, tapi juga dilengkapi dengan berbagai fitur, seperti pengingat tagihan.

“Kami berharap LinkAja dapat memberikan akses layanan keuangan yang efisien kepada seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, serta membantu meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia hingga 75% pada akhir tahun 2019 sesuai target pemerintah. Kami pun menyambut baik kerja sama dengan Ayopop untuk memperkaya jumlah produk tagihan dan kegunaan LinkAja kepada para pengguna,” ujar CEO LinkAja Danu Wicaksana.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Aims for 40 Million Users This Year

LinkAja is officially launched per last week. It’s a collaboration of the red-plate companies amidst the tight competition of e-commerce dominated by Go-Pay of Gojek and Lippo Group’s Ovo.

After the migration of all e-money users of Himbara (State-owned Banks Association) and Tcash, LinkAja has now acquired 23 million users. They set for an additional 17 million new users to reach 40 million by the end of this year.

LinkAja run its operation under PT Fintek Karya Nusantara or Finarya, also the collaboration of four state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, Pertamina, Jasa Marga, and Jiwasraya.

Lots of issues to realize by the mid-year of 2019, particularly on the company’s main focus to develop public-based services.

What is the strategy? How the metamorphosis into LinkAja happened?

Acceleration using daily use case

In an interview with DailySocial, LinkAja’s CEO Danu Wicaksana is against the idea that LinkAja was built to interfere with Go-Pay and Ovo domination.

“LinkAja has come up as complimentary after the current market. We didn’t mean to make the same offering like more promo. We want to produce something different,” Wicaksana said.

In the Fintech Report 2018 published by DailySocial with OJK (Financial Service Authority) stated from 1,419 respondents, 79.4% are using Go-Pay. While the other 58.4% are using Ovo, and 55.5% are using Tcash.

Go-Pay and Ovo are the two biggest competitors for having a greater ecosystem. In addition, both already had collaborations with many offline and online merchants with various cashback, for accommodation, food, and lifestyle.

He said LinkAja has set the main focus on basic services instead of selling many promos on lifestyle. It also supported by State-owned enterprise ecosystem, such as banking networks and its ATM services.

The team is still integrating LinkAja to be available in other state-owned banks. They currently handle eight product categories, data plan, bill payment, transportation, retail merchants, e-commerce, donation, remittance, and insurance. LinkAja is now available at 180 payment points and 150 thousand merchants.

“We just digitized middle to upper segment, not the basic services. It’s like a toll road, we’re now tapping, but still, have to go to the ATM for a top-up. We want it to be fully digitized,” he added.

Transportation trial and remittance

Wicaksana mentioned some features are available since the shifting from Tcash to LinkAja. The rest are getting into trial or pilot.

Remittance is one example. Currently, LinkAja has partnered up with Singtel as the local partner for money transfer from Indonesia’s Migrant Workers. He said to coordinate with Bank Indonesia (BI) and Singapore’s official authority for license.

In addition, he also explored remittance in three other countries, Malaysia, Hong Kong, and Taiwan. In terms of Singapore’s merchant transaction in Singapore, LinkAja partners with switching global VIA that also leads thousands of merchants.

“In terms of merchant transaction, we’re targeting Thailand and Saudi Arabia. Particularly for Saudi Arabia, we explore partnerships with a different switching party,” he added.

In the transportation category, the company has piloted in the train station’s gate. They’re to be introduced as customer presented mode (CPM) where’s no need for customers to scan a QR Code at the gate.

They only required to shake the phone and the QR Code will pop up. The service is currently made commercial in Palembang LRT for Asian Games 2018. When the license issued, the model is to be implemented in LRT, MRT, and Commuter Line by the end of 2019.

RFID stickers are to be available in some toll gate. The trials are just for 20 selected gates. For starter, LinkAja is to add 200 gates by the end of this year.

“Toll gates are an old issue. On the way of the digital transformation using QR Code and RFID, it requires to upgrade. We’re doing it. While the CPM model for trains is being verified by Bank Indonesia. The realization’s going to take time due to infrastructure upgrade and testing,” he explained.

Wicaksana also mentioned another use case on development, a transaction feature in 5,000 Pertamina gas stations in this year. Furthermore, LinkAja will automatically become the e-wallet source without having to top-up through Himbara.

There are other features named Agent App and Mini App to be launched in the Q4 this year. Both are going to be a different app with a different function.

Agent App was designed for merchants or stalls to monitor real-time finance and sales. While Mini App was developed facilitate B2B partners for service placement in LinkAja.

Tcash transformation to LinkAja

In addition to product development, LinkAja has internally prepared to adapt to the dynamic industry. They will increase resources in 2020 and build R&D for Yogya’s team.

In terms of organization, LinkAja’s team are pure professionals from external state-owned enterprise. Wicaksana made sure the shareholders aren’t investing only on LinkAja circle.

He also said all Tcash members are appointed to run LinkAja at the beginning based on evaluation and decision made by shareholders. To date, LinkAja has hired 200 employees, including 80 new talents from various industry background, such as technology, banking, and FMCG.

“LinkAja must be different from any other state-owned enterprises for there will be no representative of shareholders. With the great vision and mission, we hire professionals outside BUMN,” Wicaksana said as the former CEO of Tcash.

He thought LinkAja was initiated by Rini Soemarno. It was followed by a long discussion among Himbara and Telkomsel where Tcash is selected to be the “embrio” to unify all e-money services to one platform.

How to converse Tcash platform in order to migrate users and features from all e-money?

“Talking about payment, there must be a core platform. Himbara banks decided Tcash as the most scalable. Therefore, LinkAja is using Tcash as the core from the beginning, but we’re improving. Himbara has a different feature for each e-money, we tried to combine it,” he said.

He also said the company is still developing LinkAja’s UI/UX to show up all features as the shareholder’s demand.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Segera Tersedia di Gojek, LinkAja Jadi Alternatif Metode Pembayaran

LinkAja segera menjadi alternatif pembayaran dalam aplikasi Gojek, selain Go-Pay. Pengumuman ini menandakan pertama kalinya Gojek membuka ekosistemnya dengan gaet pihak ketiga, sekaligus mematahkan persepsi publik yang menganggap kehadiran LinkAja memanaskan peta persaingan uang elektronik di Indonesia.

President Gojek Andre Soelistyo mengatakan, fitur ini akan segera tersedia dalam waktu dekat tahun ini. Pihaknya menganggap dengan menerapkan ekosistem terbuka dan kolaborasi dengan semua pihak, maka akan lebih banyak masyarakat yang bisa merasakan dampak positifnya.

“Gojek mengucapkan selamat atas diluncurkannya LinkAja dan kami menyambut positif kehadiran LinkAJa dalam platform kami,” terang Andre dalam keterangan resmi.

Managing Director Go-Pay Budi Gandasoebrata menambahkan, LinkAja membawa misi yang serupa dengan Gojek dan Go-Pay, yaitu mendukung akselerasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), memperkenalkan, dan mengedukasi masyarakat Indonesia tentang manfaat pembayaran non tunai.

Andre menambahkan, ke depannya baik Gojek dan Go-Pay akan selalu terbuka pada kolaborasi yang bertujuan untuk memberikan dampak positif kepada masyarakat, serta membangun ekonomi Indonesia dari piramida terbawah.

LinkAja sendiri baru diperkenalkan secara resmi pada 30 Juni 2019 sebagai uang elektronik dari sinergi Telkomsel dan tujuh BUMN. Beberapa hari yang lalu, CEO LinkAja Danu Wicaksana menjelaskan strategi LinkAja saat adalah fokus ke layanan yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, sehingga bukan memperbanyak promo pada layanan gaya hidup.

Ada sejumlah pilot project untuk penambahan layanan baru seperti remitansi, transportasi kereta api, tol, SPBU.

Salah satu layanan yang telah resmi tersedia adalah pinjaman. LinkAja bermitra startup lending Kredit Pintar untuk pengadaan layanan tersebut. Pengguna bisa meminjam dana cash loan mulai dari Rp600 ribu sampai Rp1,2 juta.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

LinkAja Targetkan 40 Juta Pengguna Hingga Akhir Tahun

LinkAja akhirnya resmi diluncurkan pekan lalu. Layanan hasil kongsi perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut hadir di tengah ketatnya persaingan uang elektronik yang saat ini didominasi Go-Pay milik Go-Jek dan OVO yang terafiliasi dengan Grup Lippo.

Pasca-migrasi seluruh pengguna e-money Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) dan Tcash, LinkAja kini telah mengantongi 23 juta pengguna. LinkAja mematok tambahan 17 juta pengguna baru sehingga di akhir tahun total penggunanya mencapai 40 juta.

LinkAja dikelola PT Fintek Karya Nusantara atau Finarya yang merupakan perusahaan kongsi dari empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, Pertamina, Jasa Marga, dan Jiwasraya.

Ada banyak hal yang perlu segera direalisasikan pada paruh tahun ini, terutatama yang mengacu pada fokus utama perusahaan untuk menggarap layanan basis masyarakat.

Apa saja strateginya dan bagaimana prosesnya bermetamorfosis menjadi  LinkAja?

Akselerasi dengan use case sehari-hari

Dalam wawancaranya dengan DailySocial, CEO LinkAja Danu Wicaksana menolak anggapan bahwa LinkAja hadir sebagai upaya melawan dominasi Go-Pay dan OVO.

“LinkAja hadir sebagai complimentary dari yang sudah ada di pasar. Kami tidak bermaksud memberikan offering yang sama, misalnya dengan more promo. Kami ingin memberikan sesuatu yang berbeda,” papar Danu.

Fintech Report 2018 yang diterbitkan DailySocial dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan dari 1.419 responden, sebanyak 79,4 persen menggunakan GoPay. Sementara, 58,4 persen menggunakan OVO dan 55,5 persen memakai layanan Tcash.

Go-Pay dan OVO menjadi pesaing kuat karena keduanya sama-sama bagian dari Go-Jek dan Grab yang punya ekosistem layanan yang lebih banyak. Di samping itu, keduanya juga telah berkolaborasi dengan banyak merchant offline dan online yang disertai dengan promo cashback, mulai dari transportasi, makanan, hingga lifestyle.

Menurut Danu, LinkAja telah menetapkan strategi utama untuk fokus terhadap layanan yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, ketimbang memperbanyak promo pada layanan lifestyle. LinkAja juga diperkuat dukungan ekosistem BUMN, seperti jaringan bank dan ATM Himbara.

Ia menyebut pihaknya masih terus mengintegrasikan LinkAja agar bisa digunakan di bank-bank BUMN. Saat ini LinkAja melayani delapan kategori produk, antara lain pulsa/data, tagihan, transportasi, merchant ritel, e-commerce, donasi, remitansi, dan asuransi. Kini LinkAja telah tersedia di 180 titik pembayaran dan 150 ribu merchant.

“Yang sudah terdigitalisasikan itu baru segmen menengah dan menengah ke atas. Justru layanan dasar belum sepenuhnya. Sama halnya dengan jalan tol, kita masih tap kartu, tapi top up-nya terkadang masih harus ke ATM. Kita ingin elevate itu menjadi full digital,” ungkapnya.

Uji coba transportasi hingga remitansi

Danu mengungkap beberapa fitur baru sudah bisa digunakan sejak Tcash berganti nama menjadi LinkAja. Sementara sisanya telah memasuki tahap uji coba atau pilot.

Misalnya, layanan remitansi. Saat ini, LinkAja sudah bekerja sama dengan Singtel sebagai mitra lokal untuk pengiriman uang dari Pekerja Migran Indonesia (PMI). Danu mengungkap telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan otoritas resmi Singapura terkait perizinan.

Selain Singapura, Danu juga menjajaki remitansi di tiga negara lainnya, yakni Malaysia, Hong Kong, dan Taiwan. Sementara untuk layanan transaksi merchant di Singapura, LinkAja bekerja sama dengan mitra switching global VIA yang juga menaungi ribuan merchant.

“Untuk transaksi merchant, kami juga incar Thailand dan Arab Saudi. Khusus Arab Saudi, kami menjajaki kerja sama dengan mitra switching yang berbeda,” tambahnya.

Dari kategori transportasi, perusahaan telah melakukan pilot di gate stasiun kereta api. Rencananya, LinkAja akan hadir dalam belum customer presented mode (CPM) di mana pelanggan tidak perlu lagi scan QR Code di setiap gate, melainkan sebaliknya. Pengguna tinggal melakukan shake pada ponsel, lalu akan muncul QR Code.

Saat ini, layanan tersebut baru komersial di LRT Palembang untuk perhelatan Asian Games 2018. Jika sudah mendapat izin dari pemerintah, model ini akan diimplementasikan di LRT, MRT, dan Commuter Line di akhir 2019.

Kemudian penggunaan sticker RFID di sejumlah gardu pintu tol. Uji coba ini baru diterapkan di 20 gardu pintu tol. Untuk tahap awal, LinkAja akan menambah ke 200 gardu lagi hingga akhir tahun ini.

Problem pintu tol itu infrastrukturnya sudah lama. Saat mau transformasi ke digital dengan QR Code dan RFID, butuh waktu untuk upgrade sekaligus. Itu yang sedang kami lakukan. Sedangkan, model CPM untuk kereta sedang dikaji oleh Bank Indonesia. Realisasinya butuh waktu juga karena pihak KAI harus upgrade infrastruktur dan testing,” jelasnya.

Danu juga menyebutkan use case lain yang tengah dipersiapkan, yakni fitur transaksi di SPBU yang akan diterapkan di 5.000 SPBU pada tahun ini. Kemudian, E-wallet yang akan menjadi sumber pendanaan otomatis LinkAja tanpa perlu top up melalui jaringan bank Himbara.

Fitur lainnya, yakni Agent App dan Mini App ditarget meluncur pada kuartal keempat tahun ini. Keduanya diperkirakan menjadi aplikasi terpisah dengan fungsi berbeda-beda.

Agent App dirancang bagi para merchant atau warung untuk dapat melacak dana dan hasil penjualan secara real time. Sementara Mini App dikembangkan bagi mitra B2B yang ingin menaruh layanannya di platform LinkAja.

Transformasi Tcash menjadi LinkAja

Tidak hanya pengembangan produk, LinkAja telah melakukan kesiapan internal agar cepat beradaptasi dengan dinamika industri. LinkAja akan melipatgandakan jumlah SDM di 2020 dan membangun R&D untuk tim di Yogyakarta.

Secara organisasi, ungkap Danu, LinkAja murni berisi tenaga profesional yang dipekerjakan dari luar BUMN. Danu memastikan setiap pemegang saham tidak menyuntik SDM ke dalam lingkup organisasi LinkAja.

Danu menyebutkan, seluruh karyawan Tcash dipilih untuk menjalankan LinkAja di awal pembentukannya berdasarkan evaluasi dan keputusan dari para pemegang saham. Hingga saat ini LinkAja telah memiliki 200 karyawan, termasuk 80 orang baru yang dipekerjakan dari berbagai latar belakang industri, seperti teknologi, perbankan, dan FMCG.

“LinkAja harus berbeda dari perusahaan BUMN lain sehingga mereka memberikan mandat agar tidak boleh ada penempatan [perwakilan] pemegang saham. Dengan visi dan misi yang besar, kita hire tenaga profesional di luar BUMN,” ucap Danu yang sebelumnya menjabat sebagai CEO Tcash.

Menurut Danu, pembentukan LinkAja terjadi melalui inisiasi Menteri BUMN Rini Soemarno. Inisiasi ini berlanjut pada diskusi panjang antara bank-bank Himbara dan Telkomsel, yang mana Tcash diputuskan menjadi “embrio” untuk menyatukan seluruh layanan e-money ke satu platform.

Lalu bagaimana mengonversikan platform Tcash agar bisa mengakomodasi migrasi pengguna dan fitur dari semua e-money?

“Bicara payment selalu ada core platform. Bank-bank Himbara memutuskan yang paling scalable itu Tcash. Makanya sejak awal LinkAja menggunakan core Tcash, tetapi terus kami improve. Fitur di e-money bank Himbara kan beda-beda, jadi kita kombinasikan,” ungkapnya. 

Di sisi lain, Danu menyebut bahwa perusahaan tetap merancang UI/UX LinkAja dari awal yang dapat menunjukkan dinamisme keseluruhan fitur sesuai aspirasi pemegang saham.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja E-money Service Officially Launches, Available for Cross-Country Transaction

After being delayed for several months, LinkAja officially launched on Sunday (6/30). Participated also in the event, the Vice President of Republic Indonesia Jusuf Kalla, BUMN Minister Rini Soemarno, and Minister of Communication and Information Rudiantara at Gelora Bung Karno, Jakarta.

In his remarks, LinkAja’s CEO, Danu Wicaksana said that the product has created opportunities to improve the low rate of financial inclusion services in Indonesia. As of 2018, 76 percent of transactions in the country are still in cash.

LinkAja should be the national development agent in helping the government to improve Indonesia’s financial inclusion to 75 percent by the end of this year.

In this event, Wicaksana helped introduce LinkAja’s newest feature, the cross-country transaction. Currently, it’s only available in Singapore and having collaboration with Singtel telecommunications operators.

“There are two things related to LinkAja cross-country service. First, remittances from abroad. Second, cross-country merchant payments using the app,” he said to DailySocial.

Regarding remittance services, the company claimed to be the only e-money that provides it from Indonesia’s Migrant Workers (PMI) in Singapore.

He said no further details on the expansion strategy. However, LinkAja has good potential in acquiring the international market, particularly for Telkom remittance and Telkomsel users working abroad, also Indonesia’s Migrant Workers.

Another new feature is drawing money using smartphones. It allows users to draw money without debit card at more than 40 thousand ATM Link outlets of the red-plate banks.

As the previous information, LinkAja is a transformation from Telkomsel’s Tcash. The QR Code-based service has been announced since February and available since early March.

LinkAja was managed by PT Fintek Karya Nusantara or Finarya as the joint venture of four state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, Pertamina, Jasa Marga, and Jiwasraya. It’s a strategy against Go-Pay and OVO domination in the e-money market.

Currently, LinkAja has acquired 22 million users. In terms of the partnership, they’ve worked with more than 15,000 merchants, 400 payments, and  20 e-commerce in Indonesia. In addition, there’s also Cash in Cash Out (CICO) in over 100 thousand spots.

“We’re focused on the public’s essential affairs. One is to digitize SPBU with Pertamina, cashless payment for tolls with Jasa Marga, and digital payment for all public transportations like trains,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here