CIMB Niaga Dapat Restu, Kawal WeChat Pay Masuk Indonesia

Aplikasi pembayaran asal Tiongkok WeChat Pay mendapat restu Bank Indonesia untuk beroperasi yang dikawal Bank CIMB Niaga sebagai bank acquirer. Kabar ini dikonfirmasi langsung Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng pada pekan lalu (11/1).

Alhamdulillah WeChat Pay sudah mematuhi, sekarang mereka sudah saya kasih izin QRIS. Jadi sudah jalan, yang dulu nggak ada payung hukumnya sekarang sudah ada payung hukum mengenai QRIS. Mereka harus patuh,” kata Sugeng seperti dikutip dari Detik.

WeChat Pay sebagai penyelenggara jasa pembayaran (PJSP) asing, harus memenuhi ketentuan. Bahwa mereka harus bekerja sama dengan Buku IV untuk masuk sebagai PJSP domestik.

Dikonfirmasi langsung kepada DailySocial, Direktur Bisnis Konsumer Bank CIMB Niaga Lani Darmawan menjelaskan perseroan bekerja sama dengan WeChat Pay untuk menerima pembayaran dan transaksi menggunakan aplikasi WeChat Pay di merchant QRIS dan EDC milik CIMB Niaga.

“Ini untuk memfasilitasi kegiatan wisatawan mancanegara pengguna WeChat Pay di Indonesia, sehingga kami harapkan bisa lebih menggairahkan pariwisata Indonesia karena kemudahan transaksi wisatawan di Indonesia,” ujar Lani.

Perseroan berharap dapat mengantongi lebih banyak sumber CASA (current account and saving account) alias dana murah yang dapat diraup. Produk dari CASA itu sendiri adalah tabungan dan giro.

Alipay WeChat Pay di Indonesia

Setelah mendapat restu dari BI, perseroan akan perluas jumlah merchant di lokasi-lokasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan Tiongkok. Selain Bali, potensi wisata yang banyak mereka kunjungi adalah Batam dan Manado.

Sebelumnya perseroan melakukan piloting di sejumlah titik wisata di Bali sudah berlangsung lebih dari setahun yang lalu. Sayangnya, Lani enggan menggambarkan tingkat transaksinya seperti apa. “Sangat kecil [transaksinya] karena terbatas [lokasi merchant],” tambahnya.

Dia mengaku, selama kurun waktu tersebut piloting relatif berjalan lancar dan tanpa hambatan.

Tidak hanya bersama CIMB Niaga, WeChat sebenarnya juga menggandeng BCA sebagai acquirer. Namun belum menemukan titik terang.

Kompetitor terdekat WeChat, Alipay disebutkan masih dalam proses persetujuan untuk masuk secara resmi. Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Ricky Satria menjelaskan proses persetujuan ini punya kontrak yang cukup rumit karena menyangkut kedua belah pihak.

Menurutnya, tidak hanya kedua pemain besar tersebut yang berencana masuk Indonesia, masih banyak PJSP asing yang kemungkinan akan masuk. Hal ini lantar menguntungkan Indonesia karena dapat mengetahui seberapa banyak turis tersebut berbelanja di dalam negeri berkat kehadiran QRIS.

“Sekarang kan (turis berbelanja) tidak tercatat. Tapi kalau lewat QRIS tercatat berapa sih teman-teman turis yang berbelanja lewat QRIS,” tutur Ricky.

Awali Tahun 2020, Halofina Jalin Kerja Sama dengan LinkAja

Menyambut tahun baru 2020, Halofina mengumumkan kerja sama dengan LinkAja. Rencananya kolaborasi ini akan ditandatangani pada 31 Januari 2020 mendatang. Bentuk kolaborasi keduanya diawali dengan integrasi sistem perencanaan keuangan milik Halofina ke dalam aplikasi LinkAja.

“Sejak awal Halofina berdiri, misi kami adalah ikut serta dalam mendorong literasi dan inklusi keuangan di Indonesia, melalui solusi berbasis teknologi. Terjalinnya kerja sama bisnis ini merupakan peluang positif untuk dapat mewujudkan misi serta dukungan kami kepada pemerintahan Joko Widodo dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia,” tutur Co-founder &  CEO Halofina Adjie Wicaksana.

Pihak Halofina lebih jauh menjelaskan bahwa kolaborasi dari segi integrasi produk dan teknis akan dilakukan bertahap. Dimulai dengan fitur financial planning. Tidak menutup kemungkinan juga akan ada beberapa integrasi lainnya yang dikembangkan untuk menguatkan kedua belah pihak.

“Strategi tumbuh Halofina akan semakin menguatkan posisi kita sebagai financial advisory, bukan hanya product aggregator. Kita juga akan terus memperluas kerjasama dengan pihak mitra agar fitur financial planning di Halofina dapat digunakan oleh lebih banyak pengguna,” terang Adjie kepada DailySocial.

Sementara itu pihak LinkAja ketika dihubungi DailySocial menjelaskan bahwa dengan kolaborasi ini di aplikasi LinkAja akan muncul tautan langsung menuju sistem Halofina sehingga memudahkan pengguna yang ingin merencanakan keuangan. Selanjutnya LinkAja juga akan mengembangkan fitur yang memungkinkan pengguna untuk bisa langsung mengakses produk-produk keuangan yang disediakan oleh partner bisnisnya.

Sejauh ini LinkAja sebagai salah satu penyedia digital wallet memang tampak tengah menggenjot jumlah integerasi dengan sistem mereka. Sebelumnya dalam urusan pembayaran investasi, dalam hal ini reksadana, LinkAja juga sudah tersedia sebagai pilihan pembayaran di aplikasi Bibit, Tanamduit dan Xdana.

“LinkAja adalah dompet digital milik perusahaan negara yang kami harapkan bisa membantu growth dan traction penggunaan fitur perencanaan keuangan lebih luas lagi. Peluang dan kesempatan besar untuk halofina ketika berkolaborasi strategis dengan LinkAja di mana penggunanya sudah tersebar di seluruh Indonesia,” imbuh Adjie.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Transaksi Bisnis E-commerce Indonesia Diproyeksikan Capai 910 Triliun Rupiah di Tahun 2022

Sebagai lokomotif industri digital, bisnis e-commerce masih memegang peran penting di Indonesia. Salah satunya divalidasi oleh riset Google, Temasek, dan Bain & Company; dari capaian ekonomi internet $40 miliar di tahun 2019, e-commerce menyumbangkan angka $21 miliar sendiri.

Berbagai inovasi yang digulirkan nyatanya membuat konsumen digital semakin betah melakukan aktivitas berbelanja online. Sebut saja berkat dukungan platform pembayaran yang mudah dan dukungan logistik yang semakin membaik. Untuk memvalidasi hal tersebut, Sirclo baru-baru ini melakukan riset dan mempublikasikan hasilnya dalam laporan bertajuk “Navigating Market Opportunities in Indonesia’s E-Commerce”.

Salah satu temuan dalam laporan, rata-rata satu orang konsumen Indonesia dapat berbelanja di e-commerce sebanyak 3-5 kali dalam satu bulan dan menghabiskan hingga 15% dari pendapatan bulanan mereka. Riset juga mengungkapkan konsumen online di Jakarta berbelanja 2 kali lipat lebih banyak daripada kota-kota lain.

Tahun 2022 diproyeksikan sentuh 910 triliun Rupiah

Menurut data yang dirangkum dalam laporan, penjualan ritel e-commerce Indonesia diperkirakan mencapai US$15 miliar (Rp 210 triliun) pada 2018 dan akan meningkat lebih dari empat kali lipat pada tahun 2022, menyentuh angka US$65 miliar (Rp 910 triliun). Hal ini membuat ritel online yang tadinya hanya menyumbang 8% penjualan total pada tahun 2018, diprediksi akan menembus 24% di tahun 2022.

Riset E-commerce Sirclo

Selain itu Sirclo juga melakukan survei melibatkan 747 responden penikmat e-commerce. Salah satu pertanyaannya soal alasan mereka menggunakan layanan tersebut. Disebutkan ada tiga poin yang paling unggul, yakni harga yang murah, fleksibilitas transaksi, dan kemudahan dalam membandingkan produk. Untuk konsumen laki-laki, produk favoritnya meliputi perangkat elektronik, fesyen, dan alat olahraga. Sementara untuk perempuan yakni produk kesehatan/kecantikan, fesyen, dan makanan.

Sebagian besar konsumen menggunakan medium ponsel pintar untuk mengakses layanan e-commerce. Untuk metode pembayaran, menurut riset Sirclo, transfer bank masih menjadi yang paling diminati. Dilanjutkan penggunaan kartu kredit/debit dan digital wallet.

Riset E-commerce Sirclo

Tantangan ekosistem e-commerce Indonesia

Mendasarkan pada tren bisnis yang ada, riset turut menggarisbawahi beberapa tantangan dalam industri e-commerce di tanah air. Pertama mereka menyoroti tentang maraknya pemain di lanskap bisnis tersebut, membuat tiap perusahaan mencoba memenangkan pasar dengan beragam strategi berisiko, seperti “membakar uang” untuk memberikan iming-iming promo atau diskon.

Kedua tentang banyaknya masyarakat Indonesia yang masih belum memiliki rekening bank formal. Inisiatif pengembangan platform digital wallet atau fintech lainnya dinilai perlu terus digenjot, termasuk penetrasi penggunaannya. Model pembayaran menggunakan mekanisme COD –dibayar sembari menerima barang pengiriman—juga dinilai efektif untuk meningkatkan sekaligus meningkatkan keyakinan beberapa tipikal pengguna.

Isu selanjutnya mengenai layanan logistik yang dinilai belum bisa mengakomodasi kebutuhan pengiriman secara optimal. Memang, ditinjau secara geografis Indonesia memiliki tatanan wilayah yang unik, sehingga membutuhkan effort lebih untuk kegiatan pengiriman barang. Poin keempat, riset menyoroti kurangnya SDM yang relevan di bidang sains dan matematika untuk pengembangan teknologi berkelanjutan.

Laporan DSResearch: Fintech Report 2019

Teknologi finansial (fintech) masih menjadi model bisnis yang sangat populer di Indonesia. Perkembangan bisnis dan inovasi produk yang terus berlanjut makin menarik untuk diamati.

Demikian juga menurut pengamatan CEO BRI Ventures Nicko Widjaja, “Tahun 2019 merupakan pencapaian penting bagi kita semua, dengan memasuki babak baru di dunia digital. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memiliki peran penting dalam era ekonomi digital ASEAN. Dengan terciptanya unicorn dari anak bangsa, pasar yang lebih matan dan konsumen digital yang terus bertambah baik dari segi skala dan kualitas. Begitu pula pencapaian di bidang teknologi finansial dan jendela kesempatan yang terbuka lebar bagi para entrepeneur yang memiliki solusi tepat bagi lajunya pertumbuhan ekonomi Indonesia.”

Melihat dinamika pasar dan minat yang tinggi terkait lanskap bisnis tersebut, DSResearch merilis laporan tahunan “Fintech Report 2019”. Bertajuk “Moving Towards a New Era in Indonesia’s Financial Industry”, laporan ini mencoba mencatat tren-tren baru yang dihasilkan fintech. Sembari mengamati adopsi berbagai layanan di masyarakat – mulai dari pembayaran, pinjaman, hingga investasi.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, banyak hal disoroti dalam laporan ini, meliputi pergerakan industri, pemain fintech terkini, dan perspektif konsumen. Sudut pandang dari penyedia dan pengguna layanan yang dihadirkan diharapkan memberikan pengetahuan berharga bagi ekosistem fintech Indonesia.

Beberapa pembahasan yang dirangkum dalam laporan tersebut meliputi:

  • Fintech lending masih terus mengalami pertumbuhan. Tahun ini tercatat ada 47 pemain baru yang terdaftar di OJK. Sementara itu otoritas juga mulai menggulirkan status “izin usaha” untuk p2p lending, 11 pemain sudah mengantonginya.
  • Beleid mengenai Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) tahun ini diresmikan oleh BI. Dinilai akan berdampak signifikan pada bisnis pembayaran digital.
  • Digital wallet (82,7%) menjadi kategori produk fintech yang paling populer menurut responden, dilanjutkan investment (62,4%), paylater (56,7%), dan p2p lending yang mengakomodasi kebutuhan personal (40%).
  • Gopay (83,3%) masih menjadi aplikasi digital wallet yang paling banyak digunakan tahun ini. Sementara Ovo (99,5%) menjadi aplikasi digital wallet yang memiliki awareness masyarakat tertinggi.

Selain tiga poin di atas, masih banyak hal lain yang terangkum dalam laporan. Termasuk mengenai peran investor dalam mendukung fintech lokal, tren pendanaan startup fintech, hingga survei mengenai layanan fintech terfavorit untuk berbagai kategori.

Dapatkan laporan lengkapnya melalui tautan berikut ini: Fintech Report 2019.


Disclosure: DSResearch bermitra dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan unit bisnis ventura miliknya BRI Ventures dalam penerbitan laporan ini. Kedua perusahaan saat ini memiliki konsentrasi tinggi terhadap perkembangan fintech di Indonesia, termasuk memberikan dukungan dalam bentuk investasi dan kerja sama strategis.

WhatsApp Dikabarkan Sedang Cari Mitra untuk Rilis Fitur Pembayaran di Indonesia

WhatsApp dikabarkan tengah dalam pembicaraan dengan beberapa perusahaan fintech di Indonesia untuk menawarkan layanan pembayaran mereka. Beberapa perusahaan tersebut termasuk GoPay, Dana dan Ovo. Sebelumnya platform messenger di bawah naungan grup Facebook tersebut konon juga tengah melakukan pendekatan untuk menjalin kerja sama dengan Bank Mandiri.

Jika inisiatif ini terealisasi, Indonesia akan jadi negara kedua yang disinggahi oleh layanan pembayaran dari WhatsApp. Saat ini mereka tengah mengupayakan implementasi sistem di India –perkembangan terkini sedang menunggu persetujuan dari otoritas setempat, terutama terkait dengan kebijakan data yang harus disimpan di pusat data lokal.

Namun demikian secara produk akan berbeda, jika di India fokusnya pada peer-to-peer payment, di Indonesia layanan WhatsApp akan bertindak sebagai platform pembayaran –memanfaatkan kapabilitas dompet digital milik mitranya (agregator). Regulasi yang ketat dikatakan oleh narasumber sebagai salah satu alasannya mengapa opsi kolaborasi dengan digital wallet yang sudah ada dilakukan.

Dari sisi internal perusahaan, pasar Indonesia dipilih lantaran untuk dijadikan studi kasus. Ke depannya formula serupa akan diterapkan di negara berkembang lainnya yang memiliki jumlah besar untuk pengguna WhatsApp. Termasuk terkait strategi perusahaan menyiasati peraturan tentang pemain asing yang mengoperasikan dompet digital di wilayah terkait.

WhatsApp sendiri sudah mulai menguji fitur pembayaran mereka sejak awal tahun 2018 lalu di India. Fitur pembayaran dapat diakses dari tombol Attachment yang terpajang di jendela percakapan. Opsi Payment terletak di pilihan lain di samping Document, Camera, Gallery, Audio, Location dan Contact. Ketika dipilih, pengguna akan melihat jendela pemberitahuan aturan main yang diikuti oleh daftar bank untuk dikaitkan ke akun pengguna.

Application Information Will Show Up Here

Bank Indonesia Dorong AliPay dan WeChat Pay Bermitra dengan Bank Lokal

Bank Indonesia (BI) mendorong layanan pembayaran digital Alipay dan WeChat Pay menjalin kerja sama dengan bank lokal untuk menjalankan operasionalnya di Indonesia.

Diutarakan Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, bahwa WeChat Pay dan Alipay merupakan dua layanan pembayaran digital yang banyak digunakan di Tiongkok. Kehadiran mereka di Indonesia bisa menghadirkan potensi besar, mengingat banyaknya turis asal Tiongkok yang terbiasa melakukan pembayaran menggunakan platform tersebut.

“Turis dari China ini kan mereka sudah terbiasa untuk membayar menggunakan QR Code, turis China nomor satu (jumlah kunjungannya) jadi bagaimana kami harus fasilitasi itu,” terang Mirza.

Jalinan kerja sama WeChat Pay dan Alipay dengan perbankan lokal juga diharapkan bisa membawa keuntungan bagi pihak perbankan dengan banyaknya turis Tiongkok yang masuk ke Indonesia.

“Bagaimana kita fasilitasi itu, jadi WeChat dan Alipay harus kerja sama dengan bank nasional, supaya bank nasional mendapatkan kue dari transaksi turis Tiongkok Tersebut,” Jelas Mirza.

Pembayaran WeChat Pay dan Alipay saat ini memanfaatkan teknologi QR Code, sehingga pengguna hanya perlu memindai kode yang ada di merchant untuk melakukan pembayaran.

Sementara sejauh ini bank sentral masih melakukan standardisasi untuk pembayaran QR Code. Rencananya BI juga akan meluncurkan aturan transaksi pembayaran dengan QR Code ini untuk mendukung perekonomian nasional.

Di Indonesia Ant Finansial, pemilik layanan pembayaran Alipay, telah bekerja sama dengan Emtek untuk membentuk joint venture melahirkan layanan pembayaran digital DANA. Saat ini DANA telah terintegrasi dengan BBM dan Bukalapak.

Bagaimana Layanan Fintech Membangun Kepercayaan Konsumen

Layanan fintech adalah bisnis kepercayaan karena ada dana konsumen yang dipercayakan untuk dikelola/disimpan dalam sebuah platform digital. Dengan semakin banyaknya layanan yang hadir di Indonesia, semuanya berlomba-lomba menarik pengguna baru. Lalu bagaimana sebenarnya cara sebuah perusahaan berlomba menarik kepercayaan konsumen?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, #SelasaStartup edisi awal September 2018 menghadirkan CEO DANA Vincent H Iswaratioso. DANA merupakan bagian Emtek Group yang fokus ke platform pembayaran, menghadirkan solusi digital wallet.

DANA kini menyediakan berbagai channel sumber dana untuk membayar segala transaksi. Sumber dana tersebut berasal dari kartu debit, kartu kredit, virtual account, direct, OTC (over the counter), P2P (transfer antar pengguna), kupon, gift card, dan voucher.

Layanan yang komprehensif ini membutuhkan kepercayaan konsumen. Bagaimana DANA membangun kepercayaan konsumen agar mau memakai layanannya? Berikut rangkumannya:

1. Bangun integritas

Vincent menekankan bahwa sebelum membuat produk berbasis fintech, butuh integritas tinggi yang dimulai dari internal perusahaan di segala level. Integritas akan membuahkan ke hasil akhir produk dan merambat ke pengguna.

“Integritas itu membuat orang jadi lebih bertanggung jawab, bahwa data konsumen itu harus dijaga tidak boleh bocor. Integritas itu harus datang dari semua internal perusahaan, enggak buat level manajerial saja,” katanya.

2. Patuh regulasi

Sebelum DANA beroperasi secara penuh, sambungnya, hal pertama yang dilakukan olehnya adalah mengikuti aturan yang sudah ditetapkan regulator. Misalnya, sudah memenuhi ketentuan untuk lisensi e-money yang dikeluarkan BI, memakai data center lokal, dan sebagainya.

“Kita cukup beruntung untuk scalability karena di belakang kami banyak expert yang memberikan masukan agar tetap comply dengan regulasi. Ini tentunya sangat menunjang DANA dalam eskalasi bisnis lebih cepat.”

3. Pertebal sistem keamanan

Karena DANA menghubungkan berbagai channel sumber dana, makanya sistem keamanan harus dipertebal demi menunjang kepercayaan konsumen. Untuk itu, DANA menerapkan zero data sharing policy sehingga tidak ada data pribadi konsumen yang dipakai untuk kebutuhan tertentu, seperti 16 digit kartu kredit, CCV, dan sebagainya.

DANA hanya menyimpan ID transaksi dengan tanpa nama lengkap konsumen. Setiap data yang masuk ke platform DANA secara otomatis terenkripsi dan disimpan dalam server. Data hanya dipakai oleh perusahaan untuk memeriksa bagaimana retention rate, apakah ada drof off atau tidak, atau kebutuhan lainnya yang sebatas melihat kinerja saja.

“Kita cuma platform, tapi data itu milik merchant dan konsumen. Data security ini hal yang paling kita jaga sekali, makanya ada zero data sharing policy.”

Di balik sistem keamanan yang tebal, DANA juga memanfaatkan teknologi terkini dengan smart authentication untuk permudah proses otentikasi konsumen dalam mengakses DANA. Sebagai contoh, DANA tidak selalu meminta kode OTP, atau memasukkan password buat memastikan orang yang bertransaksi adalah pemilik akun yang sah.

DANA memverifikasi pengguna dengan memeriksa kebiasaan bertransaksi, dengan demikian konsumen tidak harus diribetkan dengan berulang-ulang memasukkan password. Pengalaman akan jauh lebih seamless dan menyenangkan.

“Karena dikhawatirkan ketika consumer journey yang terlalu panjang, harus sign up sana sini untuk memakai channel pembayaran tertentu akan berdampak pada tingkat drop off yang tinggi. Belum lagi kalau salah memasukkan password lebih dari 3 kali akhirnya di-block.”

TCASH Sementara Hentikan Rencana “Spin Off” dari Telkomsel

Mengusung tema #Semuabisa, TCASH berharap dibukanya kesempatan bagi pengguna operator telekomunikasi di luar Telkomsel (multioperator) untuk menggunakan layanannya bisa menambah jumlah pengguna minimal 20%. TCASH juga mengungkapkan pihaknya sementara menghentikan rencana spin off dari Telkomsel.

CEO TCASH Danu Wicaksana menegaskan, meskipun sudah bisa digunakan oleh pengguna operator lain sejak akhir Juni lalu, TCASH masih melakukan kegiatan sosialiasi dan melakukan perbaikan layanan sebelum peresmian hari ini. TCASH juga secara agresif menambah jumlah merchant untuk memberikan pilihan yang lebih beragam.

“Selama ini kami banyak mendapat pertanyaan dari merchant terkait dengan terbatasnya pengguna kepada pelanggan Telkomsel saja. Dengan dibukanya TCASH untuk semua operator, kami mendapatkan feedback yang cukup baik dari merchant-merchant baru kami,” kata Danu.

Sementara hentikan rencana spin off

Danu Wicaksana sebelumnya sempat menginformasikan rencana TCASH untuk keluar dari layanan operator induknya, yaitu Telkomsel. Rencana spin off tersebut diklaim bisa mempercepat pertumbuhan bisnis TCASH sebagai platform pembayaran multi operator. Namun, di kesempatan hari ini, Danu memastikan saat ini tidak akan keluar dari Telkomsel.

“TCASH tidak memiliki rencana untuk berdiri sendiri dan keluar dari otoritas dan legalitas Telkomsel. Demi memanfaatkan sumber daya, aset, dan data yang ada, TCASH akan terus menjadi bagian dari Telkomsel,” kata Danu.

Danu menambahkan, meskipun saat ini menghentikan rencana spin off, TCASH tetap menerapkan kultur perusahaan yang agile, seperti yang biasa diterapkan banyak startup.

Ragam fitur baru

Selain bisa digunakan untuk pembayaran transportasi Blue Bird, pembayaran di pasar tradisional, dan di Pertamina, saat ini TCASH juga sudah bisa digunakan sebagai platform pembayaran dan transaksi cash-in dan cash-out di gerai Indomaret dan Alfamart. Untuk gerai Family Mart dan Circle K, layanan yang tersedia adalah cash-in dan pembayaran.

“Ke depannya kami juga akan menambah layanan lain. Salah satu rencana yang dalam waktu dekat akan diimplementasikan adalah menyematkan aplikasi TCASH di feature phone yang saat ini masih banyak digunakan oleh masyarakat di Indonesia,” kata Danu.

Sementara itu, meskipun sudah menerapkan penggunaan QR Code untuk transaksi, belum semua merchant yang bergabung menerima pembayaran menggunakan QR Code. Penggunaan NFC dan mesin EDC yang merupakan ciri khas TCASH masih banyak diimplementasikan.

“Kalau untuk merchant nasional kebanyakan masih menggunakan EDC untuk pembayaran, namun untuk smartphone Android bisa mengaktifkan fitur NFC di smartphone mereka,” kata Danu.

Danu menambahkan tidak semua smartphone Android yang memiliki fitur tersebut. Untuk itu disarankan pengguna baru yang tidak memiliki stiker NFC, bisa melakukan pemesanan stiker tersebut melalui situs TCASH.

“Sesuai dengan misi TCASH yaitu tidak hanya ingin mengajak orang melakukan pembayaran secara non tunai, tapi TCASH juga ingin mendukung program pemerintah untuk penggunaan uang non tunai di kalangan masyarakat,” tutup Danu.

Application Information Will Show Up Here

OVO Confirms Partnership with Bank Mandiri, Grab, Alfamart, and MOKA

Lippo Group’s digital wallet service OVO announces a strategic partnership with 4 popular brands in Indonesia. They are Bank Mandiri, Grab, MOKA, and Alfamart. Adrian Suherman, President Director of OVO, in his speech, said the strategic partnership is expected to increase new active users coming from related parties. In addition, OVO intends to be an open platform for public use.

“Cross-acceptance platform partnership held with Bank Mandiri allows users to experience features from each platform. OVO also provides convenience for the cash-in transaction in all Alfamart outlets.”

OVO expects to reach MOKA partners across 200 cities. As the point-of-sale service, MOKA is very useful for SMEs.

Extend partnership

ovooo

Within a year post-launching, OVO claims to have around 5-10 million active users. OVO Devices are available in 350 outlets in 212 cities. It’s still dominated by Jakartans, but users from Medan, Palembang, and Surabaya are getting increased. Extending partnership will OVO’s main focus in 2018.

“The interesting fact is one of the biggest malls in Surabaya, Tunjungan Plaza, is registered with the largest number of partners,” Suherman said.

P2P Scheme and QR Code

ovoooo2

One of the plans OVO’s currently developing is the peer-to-peer (P2P) scheme in-app. Regarding its implementation, Suherman confirms it’s currently in the development stage, and if it’s final, to be launched in Q4 2018.

“We surely will wait for the decision of Bank Indonesia regarding the license. If there’s no problem, It’ll be launched immediately,” he said.

The use of P2P will add to OVO’s implemented technology scheme. Currently, their team is implementing QR Code, as a payment method, aggressively.

PT Visionet International, the OVO’s legal entity, officially acquired the license from Bank Indonesia (BI) as e-money operator mid last year.

Grab and OVO

Ridzki Kramadibrata, Managing Director of Grab Indonesia said the strategic partnership will allow OVO users to make balance top-up directly via Grab drivers which already announced in early July.

He mentioned GrabPay as a payment channel. The payment can be done via cash, credit card, Mandiri E-Cash, and OVO.

Recently, OVO has appointed Jason Thompson as the CEO. He previously was the Head of GrabPay.

“Not only OVO, there are possibility to add partners for Grab’s payment options in the future,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

OVO Tegaskan Kemitraan dengan Bank Mandiri, Grab, Alfamart, dan MOKA

Layanan digital wallet Lippo Group OVO hari ini mengumumkan kemitraan strategis dengan empat brand ternama di Indonesia. Mereka adalah Bank Mandiri, Grab, MOKA dan Alfamart. Dalam sambutannya Presiden Direktur OVO Adrian Suherman mengungkapkan kerja sama strategis ini diharapkan bisa menambah jumlah pengguna aktif OVO baru yang datang dari mitra terkait. Selain itu OVO juga ingin menjadi open platform yang bisa digunakan semua orang.

“Kemitraan cross acceptance platform yang terjalin dengan Bank Mandiri memungkinkan pengguna untuk menikmati fitur dari masing-masing platform. OVO juga memberikan kemudahan untuk transaksi cash-in di semua gerai Alfamart.”

Sementara itu, OVO juga berharap merangkul mitra MOKA yang sudah tersebar di 200 kota. Sebagai layanan point-of-sale, MOKA digunakan berbagai pelaku UKM, mulai dari food truck hingga toko pakaian.

Menambah jumlah mitra

Dalam waktu satu tahun sejak diluncurkan, OVO mengklaim telah memiliki sekitar 5-10 juta pengguna aktif. Perangkat OVO tersedia di 350 gerai di 212 kota. Meskipun masih didominasi pengguna Jakarta, namun saat ini jumlah pengguna dari Medan, Palembang, dan Surabaya mulai menyusul jumlahnya. Penambahan jumlah mitra akan menjadi fokus OVO sepanjang tahun 2018.

“Yang menjadi menarik adalah salah satu mall terbesar di Surabaya, yaitu Tunjungan Plaza, tercatat merupakan jumlah merchant terbanyak OVO,” kata Adrian.

Skema P2P dan QR Code

Salah satu rencana yang saat ini tengah dikembangkan OVO adalah skema peer-to-peer (P2P) dalam aplikasi. Disinggung seperti apa penerapannya nanti, Adrian menegaskan saat ini masih dalam tahap pengembangan dan jika sudah final akan diluncurkan pada Q4 2018.

“Tentunya kita akan menunggu keputusan Bank Indonesia soal lisensi tersebut. Jika sudah dapat lampu hijau akan kita luncurkan segera,” kata Adrian.

Penggunaan P2P akan menambah skema teknologi yang diterapkan OVO. Saat ini pihaknya gencar menerapkan penggunaan QR code sebagai cara pembayaran.

PT Visionet Internasional, pemegang brand aplikasi OVO, resmi mendapatkan izin Bank Indonesia (BI) sebagai penyelenggara uang elektronik (e-money) pertengahan tahun lalu.

Grab dan OVO

Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyebutkan kerja sama strategis yang terjalin memungkinkan pengguna OVO melakukan top up saldo langsung melalui mitra pengemudi Grab yang sudah diperkenalkan awal Juli lalu.

Ridzki menegaskan GrabPay adalah nama kanal pembayaran. Pembayarannya sendiri bisa menggunakan uang tunai, kartu kredit, Mandiri E-Cash, dan OVO.

OVO sendiri baru saja mengangkat Jason Thompson sebagai CEO OVO. Jason sebelumnya adalah Head of GrabPay.

“Bukan hanya dengan OVO. Ada kemungkinan ke depannya kami akan menambah jumlah mitra untuk pilihan pembayaran di Grab,” kata Ridzki.

Application Information Will Show Up Here