East Ventures Bukukan Dana 8 Triliun Rupiah, Mayoritas untuk Pendanaan Tahap Lanjut

East Ventures mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $550 juta (8 triliun Rupiah) dari berbagai investor. Tidak dirinci lebih lanjut nama-nama investornya, satu-satunya yang disebut adalah Z Holding Group. Selain itu, didukung oleh para investor sebelumnya dengan tingkat re-up sebesar 120%.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menuturkan pihaknya kini telah mengubah diri dari investor tahap awal menjadi investor multi-stage, sekaligus menjadi platform yang efisien dan kuat untuk mendukung kewirausahaan.

Dari keseluruhan total dana yang diperoleh, sebesar $150 juta akan dialokasikan untuk pendanaan tahap awal dan $400 juta untuk pendanaan tahap lanjutan.

“Kami sangat optimis dengan Indonesia, namun tetap memperhatikan kondisi pasar global. Kami telah membangun rekam jejak dengan return yang kuat selama lebih dari satu dekade dan kini flywheel effect dari ekosistem telah dimulai. East Ventures berada di posisi yang tepat untuk menungganginya,” katanya, Selasa (10/5).

Diterangkan lebih jauh, East Ventures telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam portofolionya, dengan lebih dari 200 startup dari tahap awal dan lanjutan. Kemudian, mengelola lebih dari $1 miliar AUM (Asset Under Management) dan mencatat dana lanjutan sebesar $6,7 miliar. Diklaim, perusahaan mencatat lebih dari $86 miliar untuk GMV secara agregat berdasarkan portofolionya.

Managing Partner East Ventures Koh Wai Kit turut menambahkan, “Kami berterima kasih atas dukungan kuat dari sovereign wealth, para investor institusi, perusahaan, family offices, dan berbagai mitra terbatas lainnya secara global. Saat kami melanjutkan perjalanan dari proses pelembagaan, kami akan melakukan yang terbaik untuk mendorong nilai-nilai berarti bagi para mitra kami di ekosistem teknologi Asia Tenggara.”

Salah satu perwakilan investor dari putaran ini, Z Holding Group, turut memberikan sambutannya yang diwakili oleh Shinichiro Hori. Dia bilang, “[..] Sebagai Z Holdings Group, kami merasa terhormat untuk melipatgandakan investasi kami di East Ventures melalui dana terbaru ini. Kami bersemangat untuk terus bekerja sama dalam membangun masa depan ekosistem teknologi Asia Tenggara.”

East Ventures telah meluncurkan berbagai inisiatif strategis dalam mendukung kemajuan dan perkembangan Indonesia secara keseluruhan, termasuk mendukung transformasi digital melalui laporan tahunan East Ventures – Digital Competitiveness Index; dan memastikan investasi dan praktik yang berkelanjutan dengan menjadi venture capital pertama di Indonesia yang menandatangani Principles of Responsible Investment (PRI), jaringan investor yang didukung oleh PBB, serta secara aktif terlibat dalam inisiatif strategis untuk mendukung para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, para pelaku bisnis, dan masyarakat.

Putaran dana ini berlipat ganda lebih besar dari sebelumnya yang diumumkan perusahaan pada awal pandemi, tepatnya Juni 2020. Saat itu, East Ventures bidik fund ke-8 tersebut dapat merengkuh dana sebesar $88 juta dari berbagai LP, di antaranya Pavilion Capital dan Adams Street Partners. Fokusnya adalah menyuntik tambahan modal untuk startup yang muncul pasca-lockdown setelah pandemi Covid-19.

Terapkan Inisiatif ESG

Sebelumnya, perusahaan meluncurkan “Sustainability Report 2022” untuk memaparkan dampak yang berhasil diciptakan -bersama ekosistemnya- dengan melibatkan kerangka kerja dan praktik Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST/ Environmental, Social, and Governance/ESG) dalam mencapai masa depan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Laporan ini salah satunya berbekal kiprahnya lebih dari satu dekade bekerja sama dengan ratusan pengusaha dalam mencapai perbaikan masyarakat secara keseluruhan.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana menambahkan, dalam mengimplementasikan praktik dan kerangka kerja ESG dalam proses investasinya, pihaknya menyiapkan tim dengan pengalaman global dan regional di multi industri. Di bawah Komite Investasi, kelompok tersebut memperkuat kepemimpinan LST untuk mengawasi kepatuhan, kebijakan, proses investasi, dan standar LST.

Kemudian, mengembangkan Kerangka Kerja Investasi Berkelanjutan (Sustainable Investment Network) untuk mengukur, melacak, dan meningkatkan dampak portofolionya terhadap lingkungan, ekonomi, dan masyarakat. Untuk strategi investasi keberlanjutan, East Ventures menerapkan dua pendekatan – Berbuat Baik dan Menghindari Bahaya (Doing Good and Avoiding Harm).

Berbuat Baik berarti menyediakan dan memungkinkan investasinya tumbuh dalam proposisi pasar yang berkelanjutan untuk mengoptimalkan dampak pada penerima manfaat. Sedangkan, Menghindari Bahaya berarti mengantisipasi dan memitigasi risiko atau potensi dampak sosial dan lingkungan yang merugikan pada praktik bisnis portofolio.

Dia melanjutkan, dalam mengukur dan memantau perbuatan baik dan menghindari bahaya, pihaknya menerapkan pendekatan investasi yang bertanggung jawab dalam proses, standar, dan alat yang digunakan dalam siklus investasi.

“Ada lima fase investasi yang kami rancang: penyaringan, uji tuntas, keputusan investasi, pasca investasi, dan exit. Selain itu, sebagai penandatanganan PRI (Principles for Responsible Investment), East Ventures akan memasukkan keenam prinsip untuk investasi yang bertanggung jawab ke dalam proses investasi dan praktik sehari-hari kami,” ucapnya.

Moladin to Secure Series B Funding Worth of 1.4 Trillion Rupiah

The car marketplace Moladin is reported to have secured a series B funding of $95 million or equivalent to 1.4 trillion Rupiah. Based on the regulator’s data, this round was led by DST Global, with the involvement of Sequoia Capital India, Northstar Group, East Ventures and a number of other investors.

We tried to confirm with Moladin, however, the rep still refuse to comment regarding funding.

The latest funding is estimated to bring Moladin’s valuation to over $700 million — one step closer to a unicorn. Previously, the company had announced series A funding in early 2022 worth $42 million. Sequoia Capital India and Northstar Group are leading this funding.

The startup was founded by Jovin Hoon and Mario Tanamas, it is accelerating its business even faster after pivoting in 2021, from a motorcycle purchasing platform to a used cars marketplace.

In an interview with DailySocial.id last January, Moladin’s CEO, Jovin Hoon said the used car market in Indonesia is still very fragmented and unorganized. There are many players in the ecosystem such as agents, micro dealers, and large dealers with no structured platform and work system. Moladin is here to bridge the gap.

Post-pivot, Jovin said that Moladin has experienced explosive business growth for the past 6 months. This provide founders with confidence to focus their resources on the used car business, with short-term plans to expand the business to other verticals such as financing and other automotive additional services.

Market competition

Car marketplace services is commonly have a C2B2C business model. It provides services of buying used cars from consumers, then auctioning them off to dealer partners and/or reselling them to consumers through the digital platform. They also carry out detailed inspections, allowing consumers to get the most ideal price due to the vehicle’s current.

There are also several players in Indonesia, including Carro, Carsome, and OLX Autos. The first two has reached the unicorn milestone last year, prompting them to make a massive expansion by presenting Experience Centers in various cities in Indonesia to reach more consumers.

Jovin and the Moladin management team are well aware of its position in the market. A series of business models and strategies are prepared. One thing that sets Moladin apart from other car marketplaces is its focus on empowering its network of agents.

“Our agents is our value proposition. They are key and an integral part of our business. By empowering agents through providing the right tools and ecosystem, we can offer customers a highly personalized car transaction experience,” Jovin said.

In addition, technology adoption will also be Moladin’s main focus, in order to digitize business processes as a whole. Some of the things in the roadmap include: (1) speed of transaction and disbursement on the same day; (2) competitive price; (3) good inventory selection; and (4) accessibility, with a strong presence even outside the big cities. Currently, Moladin is available in more than 115 cities throughout Indonesia.

The above model is claimed to be well received by the market. Jovin said that the company has experienced rapid growth from its used car business with transaction volume growing >20x over the last few months. Their digital services are also claimed to have increased the productivity of agents and dealers by >2.5x.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Moladin Dikabarkan Mendapat Pendanaan Seri B Senilai 1,4 Triliun Rupiah

Platform car marketplace Moladin dikabarkan telah membukukan pendanaan seri B senilai $95 juta atau setara 1,4 triliun Rupiah. Berdasarkan data yang telah disetor ke regulator, putaran ini dipimpin DST Global, dengan keterlibatan Sequoia Capital India, Northstar Group, East Ventures, dan sejumlah investor lainnya.

Kami telah mencoba menghubungi pihak Moladin untuk meminta keterangan, namun untuk mereka masih menolak untuk berkomentar terkait pendanaan.

Ditaksirkan pendanaan baru tersebut membawa valuasi Moladin di angka lebih dari $700 juta — selangkah lagi menuju unicorn. Sebelumnya mereka baru mengumumkan pendanaan seri A pada awal tahun 2022 senilai $42 juta. Sequoia Capital India dan Northstar Group memimpin pendanaan tersebut.

Startup yang didirikan Jovin Hoon dan Mario Tanamas tersebut makin kencang mengakselerasi bisnisnya setelah sebelumnya melakukan pivot pada tahun 2021, dari portal pembelian sepeda motor menjadi platform marketplace untuk jual-beli mobil bekas.

Dalam wawancaranya bersama DailySocial.id pada Januari lalu, CEO Moladin Jovin Hoon mengatakan, pasar mobil bekas di Indonesia masih sangat terfragmentasi dan belum terorganisir. Masih banyak pemain di ekosistem seperti agen, diler mikro, dan juga diler besar yang belum memiliki platform dan sistem kerja yang terstruktur. Moladin hadir untuk menjembatani kesenjangan tersebut.

Pasca-pivot, Jovin mengatakan selama 6 bulan terakhir Moladin mendapati pertumbuhan bisnis yang eksplosif. Ini turut memberikan keyakinan tersendiri kepada para founder untuk memfokuskan sumber daya yang dimiliki pada bisnis mobil bekas, dengan rencana jangka pendek untuk memperluas bisnis ke vertikal lain seperti pembiayaan dan layanan tambahan otomotif lainnya.

Kompetisi pasar

Layanan car marketplace umumnya memiliki model bisnis C2B2C. Memberikan pelayanan berupa pembelian mobil bekas dari konsumen, kemudian melelangnya ke mitra diler dan/atau menjualnya kembali kepada konsumen melalui platform digital yang dimiliki. Mereka turut melakukan inspeksi mendetail, memungkinkan konsumen mendapatkan penawaran harga yang paling ideal menyesuaikan kondisi kendaraan yang dimiliki.

Pemainnya pun ada beberapa di Indonesia, tiga di antaranya Carro, Carsome, dan OLX Autos. Dua yang disebutkan pertama telah mencapai tonggak unicorn pada tahun lalu, mendorong mereka untuk melakukan ekspansi besar-besaran menghadirkan Experience Center di berbagai kota di Indonesia untuk menjangkau lebih banyak konsumen.

Jovin dan tim manajemen Moladin sadar betul tentang posisinya di pasar. Sejumlah model bisnis dan strategi di siapkan. Satu yang paling membedakan Moladin dengan car marketplace lainnya adalah fokusnya dalam memberdayakan jaringan agen yang dimiliki.

“Agen kamilah yang membedakan kami. Mereka adalah kunci dan bagian integral dari bisnis kami. Dengan memberdayakan agen melalui penyediaan perangkat dan ekosistem yang tepat, kami dapat menawarkan pengalaman transaksi mobil yang sangat personal kepada pelanggan,” jelas Jovin .

Selain itu, adopsi teknologi juga akan menjadi fokus utama Moladin, guna mendigitalkan proses bisnis secara menyeluruh. Beberapa hal yang ingin ditawarkan di antaranya: (1) kecepatan transaksi dan pencairan di hari yang sama; (2) harga yang kompetitif; (3) pilihan inventaris yang baik; dan (4) aksesibilitas, dengan kehadiran yang kuat bahkan di luar kota-kota besar. Saat ini Moladin telah hadir di lebih dari 115 kota di seluruh Indonesia.

Model di atas diklaim dapat diterima dengan baik oleh pasar. Jovin berujar bahwa perusahaan telah mengalami pertumbuhan pesat dari bisnis mobil bekas dengan volume transaksi tumbuh >20x lipat selama beberapa bulan terakhir. Layanan digital mereka juga diklaim telah meningkatkan produktivitas agen dan diler hingga >2,5x lipat.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Umumkan Penerapan Aspek ESG dalam Berinvestasi

East Ventures meluncurkan “Sustainability Report 2022” untuk memaparkan dampak yang berhasil diciptakan -bersama ekosistemnya- dengan melibatkan kerangka kerja dan praktik Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST/ Environmental, Social, and Governance/ESG) dalam mencapai masa depan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Laporan ini salah satunya berbekal kiprahnya lebih dari satu dekade bekerja sama dengan ratusan pengusaha dalam mencapai perbaikan masyarakat secara keseluruhan. Diklaim, East Ventures telah mencatatkan lebih dari $86 miliar GMV tahunan dan $6,7 miliar pendanaan lanjutan.

Pada tahun lalu saja, East Ventures menutup lebih dari 80 kesepakatan investasi, termasuk di antaranya menambah 40 startup baru dalam portofolionya, dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Seluruh pencapaian tersebut memperkuat posisi kepemimpinan East Ventures untuk terus memberikan dampak dan menuju keberlanjutan.

“Ini adalah inisiatif dan komitmen kami kepada pemangku kepentingan, memberikan informasi tentang tindakan yang telah kami terapkan dan integrasi SDGs dalam portofolio kami. Selain itu, dituangkan dalam gerakan-gerakan berikut yang akan kita dorong bersama untuk memberikan dampak yang baik dan masa depan yang lebih baik bagi bumi, manusia, dan tata kelola perusahaan,” tulis Founding Partner East Ventures Willson Cuaca dalam laporan.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana menambahkan, dalam mengimplementasikan praktik dan kerangka kerja ESG dalam proses investasinya, pihaknya menyiapkan tim dengan pengalaman global dan regional di multi industri. Di bawah Komite Investasi, kelompok tersebut memperkuat kepemimpinan LST untuk mengawasi kepatuhan, kebijakan, proses investasi, dan standar LST.

Kemudian, mengembangkan Kerangka Kerja Investasi Berkelanjutan (Sustainable Investment Network) untuk mengukur, melacak, dan meningkatkan dampak portofolionya terhadap lingkungan, ekonomi, dan masyarakat. Untuk strategi investasi keberlanjutan, East Ventures menerapkan dua pendekatan – Berbuat Baik dan Menghindari Bahaya (Doing Good and Avoiding Harm).

Berbuat Baik berarti menyediakan dan memungkinkan investasinya tumbuh dalam proposisi pasar yang berkelanjutan untuk mengoptimalkan dampak pada penerima manfaat. Sedangkan, Menghindari Bahaya berarti mengantisipasi dan memitigasi risiko atau potensi dampak sosial dan lingkungan yang merugikan pada praktik bisnis portofolio.

Dia melanjutkan, dalam mengukur dan memantau perbuatan baik dan menghindari bahaya, pihaknya menerapkan pendekatan investasi yang bertanggung jawab dalam proses, standar, dan alat yang digunakan dalam siklus investasi.

“Ada lima fase investasi yang kami rancang: penyaringan, uji tuntas, keputusan investasi, pasca investasi, dan exit. Selain itu, sebagai penandatanganan PRI (Principles for Responsible Investment), East Ventures akan memasukkan keenam prinsip untuk investasi yang bertanggung jawab ke dalam proses investasi dan praktik sehari-hari kami,” ucapnya.

Dicontohkan, dalam proses penyaringan, tim melakukan pra-penyaringan melalui kelayakan EST, daftar pengecualian, dan daftar periksa LST terkait dengan perusahaan portofolio potensial. Lalu, di uji tuntas, tim memverifikasi perusahaan portofolio potensial melalui penilaian risiko LST, kuesioner, untuk memastikan bahwa mereka selaras dengan kerangka peraturan dan standar kinerja IFC. Secara berkala, tim melacak kemajuan dampak berkelanjutan dari portofolio melalui rencana aksi dan pelaporan dan turut terlibat dalam proses penciptaan dampak.

Dalam pengukuran pertama dari calon investee soal risiko LST dan performa kinerja manajemen, East Ventures menyusun Sustainable Investment Toolkit untuk memastikan bahwa manajemen risiko dan kinerja LST mereka memenuhi harapan. Ada empat aspek utama dari toolkit ini, yakni Investment Data, ESG Questionnaire, Impact Questionnaire, dan Dashboard.

“Jika diperlukan dan sesuai, kebijaksanaan East Ventures akan digunakan untuk mengajukan klarifikasi, menafsirkan informasi dari setiap pertanyaan yang mungkin ditandai, dan memengaruhi perubahan positif,” tulis laporan tersebut.

Dampak melalui portofolio existing

Diklaim dari 17 tujuan yang disusun PBB dalam Tujuan Pembangunan Keberlanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs/Global Goals), ekosistem East Ventures telah berhasil mencapai 16 tujuan. Misalnya, di ranah e-commerce, terdapat Aruna, TreeDots, dan WarungPintar.

Aruna mampu menciptakan dampak untuk lebih dari 20 ribu nelayan, termasuk perempuan, dan lebih dari 10 komoditas yang didukung untuk meningkatkan mata pencaharian nelayan melalui akses pasar yang lebih baik dan peluang perdagangan yang lebih adil. Adapun, TreeDots berhasil menyelamatkan 3.500 ton makanan dan menghemat 13,9 miliar liter air.

Berikutnya di ranah fintech, terdapat ALAMI yang berhasil menyalurkan $70 juta pembiayaan untuk 1000 UMKM. Para peminjam tersebut kebanyakan biasanya tidak dapat memenuhi kriteria pinjaman bank tradisional. Skala yang lebih besar ditunjukkan oleh KoinWorks yang menyalurkan pembiayaan untuk 1,5 juta UMKM dan menyalurkan $50 juta pembiayaan per bulannya.

Di ranah healthtech, terdapat Homage yang berhasil beroperasi di empat negara, menjalin kerja sama dengan lebih dari 8.000 pengasuh, dokter dan perawat untuk memberikan perawatan kepada keluarga dan memberikan penghasilan tambahan bagi petugas kesehatan. Sementara, Nalagenetics mencetak pertumbuhan hingga 400% dalam hal peningkatan mitra rumah sakit pada 2021 dan meningkatkan 60% tes pengujian terkait Covid-19 dalam periode yang sama.

Tentunya dalam proses menciptakan dampak ini penuh tantangan, seperti dikutip dari EV-DCI 2022, masih banyak bisnis yang masih berjuang. Maka dari itu, East Ventures melakukan pengembangan kapasitas, termasuk pelatihan terkait ESG kepada perusahaan portofolio sambil memastikan bahwa East Ventures mengungkapkan secara teratur pada dampak dan kemajuan terkait LST.

“Inovasi digital terus membawa dampak positif bagi masyarakat, dan pemodal ventura menjadi lebih berhati-hati untuk tidak hanya membawa keuntungan finansial, tetapi juga dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui investasi, kami berharap dapat melihat lebih banyak bisnis mengadopsi kebijakan ESG dan kerangka kerja untuk mengukur kinerja dan memberikan investor informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan mereka,” tutup laporan tersebut.

Investasi berdampak di Indonesia

Semakin banyak investor berdampak yang telah berinvestasi di Indonesia. Menurut laporan ANGIN di 2020, jumlahnya mencapai 66 investor, dengan rincian 61 dari fund luar negeri dan lima dari Indonesia. Sementara itu, investor mainstream yang telah mengucurkan sejumlah dananya untuk sektor berdampak jumlahnya jauh lebih banyak, hampir dua kali lipatnya sebanyak 107 investor. Dengan rincian 32 investor lokal dan 75 investor dari luar negeri.

Fokus dari tiap investor berdampak juga berbeda. ANGIN mencatat secara tematik, ada 10 jenis usaha berdampak yang menjadi fokus masing-masing, terbagi menjadi inklusi keuangan, kehutanan, energi bersih, kemiskinan, gender lens, ekonomi sirkular, perikanan, iklim, agrikultur, dan media. Masing-masing tema ini mencerminkan peluang dan tantangan di Indonesia. Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan kondisi di 2013.

Pun dalam mengukur dampak yang dihasilkan, tiap investor punya formula masing-masing. Partner Patamar Capital Dondi Hananto menuturkan bagaimana metrik dan skalabilitas impact investing di Indonesia secara umum. Dia mengambil contoh pada social impact, menurutnya hingga kini belum ada metrik satu-untuk-semua (one for all) yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan bisnis, baik yang bersifat ekuitas maupun non-ekuitas. Semua bergantung dari model bisnis dan dampak yang dikejar oleh startup.

Sementara di segmen environmental impact, Dondi menilai pengembangan bisnisnya belum dapat mengandalkan commercial financing sepenuhnya mengingat pasarnya di kawasan Asia Tenggara belum matang. Maka itu perlu dorongan dari sumber pendanaan lain (blended finance), seperti yayasan, CSR, atau dana sosial.

Ini menjadi salah satu faktor mengapa skalabilitas bisnis pada startup di environmental impact sulit diakselerasi. Belum lagi bicara soal benturan dalam mengejar ‘impact versus profit’ mengingat keduanya sulit untuk dicapai secara bersamaan. Dondi menilai sulit untuk menahan dampak dalam jangka panjang apabila sejak awal bisnisnya sudah profit-oriented.

“Secara business model, saya belum melihat [environmental startup] yang bisa cepat scalable. But, the trend is going there,” ungkap Dondi.

Getstok Dikabarkan Mendapat Pendanaan 154 Miliar Rupiah, Masih Mode “Stealth” Garap Platform B2B Commerce

Ukuran pasar B2B commerce di Indonesia telah mencapai $6,99 miliar pada tahun 2018. Dan diproyeksikan akan terus bertumbuh hingga $21,33 miliar tahun 2023 dengan CAGR 25%, demikian hasil riset Reogma. Menariknya di pasar ini kebutuhan platform digital untuk pemenuhan kebutuhan bisnis memang berkembang pesat, bahkan sampai di level UMKM.

Salah satu proposisi nilai yang ditawarkan adalah proses pengadaan yang mengikuti kebijakan perusahaan melalui e-procurement. Di beberapa model bisnis, mereka juga berhasil menyajikan proses rantai-pasok yang lebih efisien, sehingga membuat harga lebih terjangkau. Bahkan sebagian platform B2B commerce memotong proses, dengan menghubungkan langsung prinsipal dan/atau pemilik brand dengan mitra pedagang.

Melihat potensi tersebut, Getstok bersemangat hadir sebagai platform B2B commerce dengan misi mendigitalkan mitra bisnis lewat inovasi digital. Belum banyak info yang bisa dikulik termasuk segmen pasar yang disasar, pasalnya startup yang didirikan oleh Arnold Pramudita ini tengah dalam mode “Stealth”.

Arnold sendiri sebelumnya bekerja selama 7 tahun di Traveloka, terakhir menjabat VP of Product Traveloka. Ia juga sempat bekerja di perusahaan ritel P&G.

Kendati belum meluncur ke publik, Getstok dikabarkan telah mendapatkan pendanaan seri A hingga $10,7 juta atau setara 154 miliar Rupiah, dengan East Ventures dan Traveloka sebagai investor utama. Dikatakan juga valuasi ditaksirkan telah mencapai $30 juta. Hal ini didasarkan data yang telah diinput ke regulator.

Unicorn OTA tersebut masuk ke pendanaan ini melalui Jet Tech Innovation Ventures, unit modal ventura yang dimiliki Traveloka dan berbasis di Singapura. Melalui Jet Tech, Traveloka sebelumnya juga berinvestasi ke sejumlah startup, di antaranya Member.id dan PouchNATION.

Cakupan layanan B2B commerce

Satu hal yang membuat B2B commerce unik adalah layanan e-procurement, memungkinkan bisnis merencanakan dan melakukan pengadaan sesuai dengan kebijakan yang dimiliki. Hal ini termasuk dalam pengelolaan termin pembayaran, faktur pajak, dan sebagainya. Konsep seperti ini biasanya diaplikasikan untuk menjangkau klien korporasi dan pemerintahan (B2G). Sejumlah pemain di segmen ini seperti Bhinneka dan Mbiz.

Sementara itu, untuk model pengadaan yang lebih kecil seperti bagi UMKM, prosesnya jauh lebih sederhana. Pemain seperti Ula atau Warung Pintar memanfaatkan mobile app untuk menghadirkan sebuah marketplace yang memudahkan pemilik warung untuk mendapatkan stok barang. Sistem logistik dan gudang menjadi kunci untuk distribusi yang cepat.

Application Information Will Show Up Here

Waresix Reportedly Secures Additional 718 Billion Rupiah in Series B Funding

The logistics startup, Waresix, is ​​reportedly received additional series B funding. Several investors are participated, including Tiger Global, Temasek, and East Ventures. Based on the regulator’s data, the funding average has reached $50 million or the equivalent of 718.4 billion Rupiah.

This achievement boosted the company’s valuation to $420 million, bringing Waresix as one of the most valuable logistics technology platform providers in Indonesia. Previously the company has secured $100 million series B funding from a number of investors, including East Ventures, Jungle Ventures, SoftBank Ventures Asia, EMTEK, Pavilion Capital, and Redbadge Pacific. Within less than a year, MDI Ventures also joined the series B funding.

Waresix currently provides logistics technology for two main solutions, related to transportation and warehouse management. In terms of transportation, the company has developed a Transportation Management System platform, making it easier for businesses to manage delivery assignments, real time monitoring, driver administration, and reporting.

In terms of warehouse solutions, the company allows businesses to find warehouse services — and allow warehouse owners to efficiently sell the available space. By 2020, Waresix already acquired 30 thousand trucks connected to the platform and 300 warehouse operators in various cities.

There’s also business expansion, one of which is to enter first-mile and mid-mile logistics services that have not been accommodated. In 2020, Waresix acquired Trukita, which is known as a marketplace portal to help users find offers for freight and trucking services for delivery.

It is expected that through this corporate action, Waresix aims to accommodate all aspects of the supply chain through a technology approach, including truck management, warehousing, multi-modal transportation, and vendor management.

All services provided by Waresix are becoming relevant in Indonesia. The fact that this is an archipelagic country has resulted in the logistics cost, one of the highest in Asia, even contributing to a quarter of Indonesia’s gross domestic product which reaches $1 trillion.

Indonesia’s position in the 2018 Logistics Competitiveness Index released by the World Bank continues to arise. However, Indonesia’s ratio of logistics costs to GDP still reaches 24%, lagging behind Thailand and Malaysia. This creates a potential of $240 billion in the logistics sector in Indonesia. High logistics costs not only weaken the competitiveness of the industry, but also increase the cost of doing business for SMEs in Indonesia.

With a variety of unique solutions, many local startups are trying their luck in the logistics world. Some of their business models are well-validated and gain investor support, including:


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Waresix Dikabarkan Mendapat Pendanaan Tambahan Seri B 718 Miliar Rupiah

Startup logistik Waresix dikabarkan mendapatkan pendanaan tambahan untuk putaran seri B. Sejumlah investor yang tergabung di antaranya Tiger Global, Temasek, dan East Ventures. Menurut data yang sudah disetorkan ke regulator, kisaran dana yang didapatkan mencapai $50 juta atau setara 718,4 miliar Rupiah.

Capaian ini melambungkan valuasi perusahaan di angka $420 juta, memboyong Waresix sebagai salah satu penyedia platform teknologi logistik paling bernilai di Indonesia. Sebelumnya mereka membukukan pendanaan seri B senilai $100 juta dari sejumlah investor, termasuk East Ventures, Jungle Ventures, SoftBank Ventures Asia, EMTEK, Pavilion Capital, dan Redbadge Pacific. Berselang kurang dari satu tahun, MDI Ventures juga turut masuk ke pendanaan seri B tersebut.

Saat ini Waresix menyediakan teknologi logistik untuk dua solusi utama, yakni terkait manajemen transportasi dan warehouse. Di sektor transportasi, mereka mengembangkan platform Transportation Management System, memudahkan bisnis untuk mengelola penugasan pengantaran barang, pemantauan real time, administrasi pengemudi, hingga pelaporan.

Sementara untuk solusi warehouse, mereka memungkinkan bisnis untuk menemukan layanan gudang — dan memungkinkan pemilik gudang untuk menjual ruang yang mereka miliki secara efisien. Di tahun 2020, Waresix telah memiliki 30 ribu armada truk yang terhubung di platform dan 300 operator gudang di berbagai kota.

Perluasan bisnis juga direncanakan, salah satunya untuk masuk ke layanan logistik first-mile dan mid-mile yang belum terakomodasi. Tahun 2020 lalu, Waresix mengakuisisi Trukita yang dikenal sebagai portal marketplace untuk membantu pengguna menemukan penawaran jasa angkut barang dan truk untuk pengiriman.

Harapannya melalui aksi perusahaan ini, Waresix ingin mengakomodasi semua aspek di rantai pasokan melalui pendekatan teknologi, termasuk manajemen truk, pergudangan, transportasi multi-moda, dan manajemen vendor.

Layanan seperti yang disediakan Waresix menjadi relevan di Indonesia. Kondisi yang berbentuk negara kepulauan membuat biaya logistik di menjadi salah satu yang tertinggi di Asia, bahkan berkontribusi terhadap seperempat dari produk domestik bruto Indonesia yang mencapai $1 triliun.

Posisi Indonesia dalam Indeks Daya Saing Logistik 2018 yang dirilis Bank Dunia memang terus membaik. Namun, rasio biaya logistik terhadap PDB Indonesia masih mencapai 24%, tertinggal dari Thailand dan Malaysia. Kondisi tersebut menciptakan potensi senilai $240 miliar dalam sektor logistik di Indonesia. Biaya logistik yang tinggi tidak hanya melemahkan daya saing industri, tetapi juga meningkatkan cost of doing business bagi pelaku UKM di Indonesia.

Dengan berbagai solusi yang unik, banyak startup lokal yang mencoba peruntungan di dunia logistik. Beberapa model bisnis mereka tervalidasi baik dan mendapatkan dukungan investor, di antaranya:

Startup Fintech untuk PRT “Jipay” Terima Pendanaan Tahap Awal dari East Ventures

Startup fintech untuk pekerja rumah tangga (PRT) Jipay mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal senilai $1,3 juta atau sekitar 19 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari SHL Capital dan beberapa angel investors, termasuk Manila Angel Network dan Shivaas Gulati (co-founder Remitly). Dana segar ini akan dimanfaatkan untuk ekspansi tim dan pengembangan produk.

Jipay mengembangkan kartu prepaid dan aplikasi untuk keluarga dalam mengelola pengeluaran lewat PRT mereka. PRT dapat menggunakan Mastercard yang terhubung untuk belanja dan pemberi kerja dapat mengisi ulang akun melalui aplikasi yang sama. Dengan menyederhanakan proses ini, Jipay ingin menghemat waktu para pemberi kerja sekaligus menghilangkan beban tambahan PRT untuk selalu membawa dan meminta uang tunai.

Menghilangkan friksi manajemen keuangan PRT

Solusi ini pertama kali dikembangkan oleh Dayana Yermolayeva, warga Ukraina, setelah lulus dari sebuah kampus di Hong Kong di 2020. Di negara asalnya, hampir tidak ada konsep PRT yang sangat berbanding terbalik dengan Asia. Sayangnya, struktur industri PRT di sini tidak teratur, kendati peranan mereka penting dalam masyarakat dan industri tenaga kerja.

Di Hong Kong, para PRT, terutama pekerja asing, tidak memiliki akses ke bank, apalagi ke layanan keuangan dasar, seperti pengiriman uang, tabungan, dan asuransi. Sementara, keluarga yang mempekerjakan PRT asing kesulitan dengan pengaturan keuangan karena pembayaran gaji seringkali harus dilakukan secara tunai. Pengelolaan pengeluaran sehari-hari menggunakan uang tunai, kuitansi kertas, dan buku catatan adalah cara pembukuan manual yang melelahkan dan membosankan.

“Masalahnya bukan sekadar ketidaknyamanan karena pengaturan pengeluaran rumah tangga dengan cara yang berantakan ini. Masalah sebenarnya adalah kurangnya kepercayaan antara keluarga dan PRT mereka,” kata Yermolayeva dalam keterangan resmi, Kamis (31/3).

Dari akar masalah tersebut, Jipay pun lahir dengan semangat membangun kepercayaan dengan merangkul pemberi kerja, PRT, dan anak dalam satu platform. Aplikasi Jipay membantu dua kelompok pengguna. Pertama, pemberi kerja dapat menggunakan aplikasi dan Mastercard yang terhubung untuk melacak pengeluaran rumah tangga. Mereka dapat menambah dana, melihat transaksi, dan mendapat informasi tentang tren pengeluaran mingguan. Dengan demikian, pemberi kerja tidak peerlu lagi harus ke ATM untuk tarik tunai dan membaca kuitansi dari ART-nya lagi.

Kedua, para PRT dapat menggunakan kartu prepaid Jipay Mastercard untuk berbelanja keperluan rumah tangga. Kartu ini dapat digunakan di toko offline, online, maupun layanan transportasi umum. Untuk pasar tradisional yang tidak menerima kartu, PRT dapat menggunakan fitur PayNow langsung dari aplikasi Jipay. Mereka dapat melihat saldo dan transaksi waktu, sehingga mereka bisa lebih efektif dalam meggunakan anggaran rumah tangga.

“PRT asing yang menggunakan Jipay mengaku bahwa Jipay telah membantu mereka dalam menghilangkan rasa stres dan tidak nyaman dari mengatur uang tunai yang diberikan oleh pemberi kerja. Mereka tidak perlu meminta uang tunai, menyimpan kuitansi, atau membawa uang receh lagi. Dengan hal ini, para PRT dan pemberi kerja dapat membangun kepercayaan yang lebih baik.”

Rencana bisnis Jipay

Mengomentari tentang pendanaan, Yermolayeva menuturkan, “Kami sangat senang menerima pendanaan ini yang akan mempercepat misi kami untuk memberikan kemandirian finansial kepada para pekerja rumah tangga di seluruh Asia Tenggara. Kami memulai perjalanan kami dengan sebuah produk yang diperuntukkan untuk keluarga yang mempekerjakan PRT, yang kemudian memungkinkan kami untuk mempelajari lebih lanjut tentang kebiasaan keuangan PRT dan mendapatkan dukungan dari keluarga yang mempekerjakan mereka ketika kami menawarkan fitur keuangan pribadi untuk PRT asing.”

Saat ini, Jipay mengklaim telah menggaet lebih dari 1.000 orang PRT di Singapura untuk menggunakan aplikasinya. Adapun untuk nominal pengeluarannya melalui kartu (card spending) tembus ke angka $1 juta, volume transaksinya terus merangkak menjadi lebih dari 10 kali lipat dalam enam bulan terakhir. Pencapaian tersebut diklaim menjadikan Jipay sebagai game changer dalam membawa pekerjaan rumah tangga ke dalam cashless economy.

“Pengguna Jipay dari sisi pemberi kerja turut membantu dalam edukasi ke pada PRT mengenai manfaat Jipay untuk keuangan pribadi mereka, dan hal ini sangat penting terutama pada masa orientasi dan adopsi awal.”

Perusaahaan akan mengembangkan inovasi lainnya, seperti meluncurkan produk keuangan pribadi untuk para PRT; PRT akan dapat menerima pembayaran gaji ke akun pribadi Jipay mereka untuk dikirim ke keluarganya melalui Jipay Remit dan menggunakan Jipay Save untuk menyisihkan uang untuk pengeluaran besar, seperti pembelian properti atau biaya universitas untuk anak-anak mereka.

Mengomentari investasi tersebut, Principal East Ventures Devina Halim mengatakan, “Kami percaya Jipay akan menjadi platform terintegrasi yang mengeliminasi masalah atas akses keuangan di industri pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga bukan hanya industri biasa, tetapi turut menjadi industri yang mendorong produktivitas tenaga kerja di banyak negara di Asia Tenggara. Kami percaya Jipay memiliki posisi yang strategis untuk meningkatkan inklusi keuangan di segmen ini.”

East Ventures Suntik Platform Kreator Konten “TipTip” Sebesar 143 Miliar Rupiah

TipTip, platform untuk kreator konten di Asia Tenggara, mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $10 juta (sekitar 143 miliar Rupiah). Angka tersebut diklaim sebagai salah satu pendanaan tahap awal terbesar yang pernah ada. Putaran ini dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari Vertex, EMTEK, SMDV, dan beberapa family offices terkemuka.

TipTip didirikan oleh Albert Lucius, eks pendiri di Kudo yang berhasil diakuisisi oleh Grab pada 2017. Saat ini, TipTip beroperasi di Indonesia dan Singapura, memiliki tim lebih dari 70 karyawan.

Mudahkan kreator lakukan monetitsasi

TipTip hadir sebagai platform pilihan bagi kreator konten untuk memonetisasi dari hobi mereka melalui sesi video yang personal, penjualan konten digital premium, dan peluang untuk berinteraksi langsung dengan pengikut (followers) mereka. TipTip turut hadir untuk mengisi kesenjangan akan beberapa fitur penting yang dihadapi oleh kreator konten di negara berkembang di Asia Tenggara, seperti kurangnya peluang monetisasi, pembayaran lokal dan integrasi KYC yang terbatas, serta tantangan terkait pembuatan dan distribusi konten melalui perangkat smartphone.

“Kami sangat menghargai dukungan dan kepercayaan yang kami terima di putaran pendanaan ini sebelum peluncuran TipTip ke publik. Keyakinan mereka semakin memperkuat visi kami akan potensi ekonomi kreator, dan bagaimana solusi yang ditawarkan TipTip dapat menjadi one-stop solution untuk semua content creator di kawasan Asia Tenggara,” ucap Founder TipTip Albert Lucius dalam keterangan resmi, Selasa (29/3).

Menurut Albert, dana segar akan dimanfaatkan perusahaan untuk mengakselerasi pertumbuhan TipTip dalam menjangkau dan memberdayakan ekonomi kreator di kawasan ini. Juga, memperluas tim dan mempercepat adopsi platform. Aplikasi TipTip sendiri belum diresmikan secara publik, peluncuran eksklusif (khusus undangan) rencananya akan dilaksanakan pada April mendatang. Lalu diikuti peluncuran publik untuk pasar Indonesia pada bulan berikutnya.

Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, “Kami percaya pada potensi ekonomi kreator di kawasan ini, terutama setelah melihat pertumbuhan pesat potensi pasar selama pandemi COVID-19. Jelas bagi kita bahwa beberapa perilaku konsumen yang terbentuk selama pandemi akan terus berlangsung setelah pandemi. TipTip berada di posisi yang tepat untuk menangkap hal tersebut. TipTip adalah produk untuk dunia pasca pandemi yang dirancang selama pandemi.”

Pertemukan brand dan influencer

Tercatat saat ini besarnya permintaan untuk kegiatan digital marketing terutama yang memanfaatkan influencer tumbuh secara signifikan jumlahnya. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Influencer Marketing Hub, pandemi telah mempercepat pertumbuhan influencer marketing pada tahun 2020, dan jumlah ini diperkirakan akan berlanjut pada tahun 2021.

Dari hanya $1,7 miliar pada tahun 2016, influencer marketing diperkirakan telah tumbuh menjadi ukuran pasar sebesar $9,7 miliar pada tahun 2020 dan diperkirakan akan melonjak lebih jauh ke $13,8 miliar pada tahun 2021.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa platform yang menyediakan wadah untuk content creator, influencer, dan brand untuk memanfaatkan kegiatan pemasaran dengan konsep tersebut. Mulai dari platform seperti Partipost, AnyMind Group, Hiip, Indonesia Creators Economy besutan IDN Media, hingga Lynk.id yang bertujuan memberikan tools terpadu kepada kreator.

Perusahaan teknologi Gojek pun mengumumkan kerja sama dengan platform marketing influencer Allstars untuk permudah mitra UMKM Gojek terhubung dengan influencer melakukan kegiatan pemasaran. Allstars hadir menyediakan platform untuk menghubungkan brand dengan influencer untuk keperluan promosi di media sosial. Tidak hanya menguntungkan brand, influencer pun sebetulnya juga perlu dijembatani, terlebih bagi mereka yang baru beralih profesi.

ARIA Agritech’s Strategy to Produce New Generation of Indonesian Farmers

One of the biggest obstacles in the agriculture industry is the lack of interest among young generation of becoming farmers. The large amount of land to be cultivated using conventional methods also makes it difficult for most farmers to optimize their performance.

In fact, when there is a pest attack, farmers should have anticipated quickly and it usually requires a large number of workers to carry out the process. As a result, many farmers experienced crop failures and large losses because it was too late to overcome the issue.

Through this problem, ARIA, as an agritech startup, comes with a solution to increase productivity using drones and IoT, while providing prevention and predictive agricultural solutions to large-scale farmers and plantations. In addition, the idea for developing this product is to help farmers and plantation owners get good agricultural products, while at the same time attracting more young farmers to enter the agricultural sector.

ARIA’s Co-Founder & CEO, William Sjaichudin revealed to DailySocial, starting with drone technology, they wanted to be an agritech platform that could help farmers get quality agricultural products with the right planting process, while minimizing labor work in the field.

“Most agritech platforms in Indonesia are currently focused on the supply chain. However, many of them are complaining about the low quality of farmers’ harvests. With the technology and services we have, we want to overcome these problems and focus on quality control,” William said.

Focus on B2B segment

ARIA’s drone spray technology

ARIAwas co-founded by Arden Lim (CPO) and Yosa Rosario (COO). Currently, they operate two business verticals, B2B companies such as plantations and forestry. Especially for B2B clients, ARIA provides SaaS technology that helps them to carry out the planting process using directly connected data, so they can carry out accurate spraying activities.

Meanwhile, for both individual and farmers who own plantations, they expect to apply the best practices that previously been applied to large companies such as Sampoerna, Sahabat Agro Group, Sinarmas, Triputra Group, and as ARIA’s current clients.

“Our target this year is to be able to serve 60 to 70 percent of B2B clients and 30 percent to farmers. We hope that ARIA can also help through programs owned by local governments and available vacant land,” William added.

Starting from technology, ARIA is quite confident to create jobs that attract the new potential farmers in Indonesia. Therefore, the regeneration of farmers can run well, replacing the farmers who are currently fewer in number and most of them have aged.

From the responses of farmers in various regions who welcome their mapping technology and drone spray, ARIA sees the potential to be able to produce new young farmers and drone pilots in the future.

“For the drone pilots, we currently have around 16 people and targeting to grow 40 more by the end of the month. Our drone pilots come from each region, adjusting the demand from the units ordered,” William said

ARIA adopts a business model as a service company. As buying and selling drones is difficult, their way of running a business is to provide drones at a low cost,  service per hectare. Thus, it can be more affordable for farmers. In order to integrated services, ARIA also collaborates with Bayer in the supply of chemicals for agriculture.

“In the future, we want to be able to make our own drones. What distinguishes us from other platforms is our direct approach by providing solutions. We are an end-to-end software and hardware platform for farmers,” William said.

Early stage fundraising plan

Currently, ARIA has secured pre-seed funding, which was organized and led by GK-Plug and Play Indonesia, East Ventures and market leaders in agriculture and logistics such as Triputra Group, Waresix, and Sahabat Group who participated in this series.

ARIA will use this funding to develop its infrastructure network and quickly establish distribution points in 17 branches spread across Indonesia to reach 40 billion hectares of ARIA’s potential market. This development was also accompanied by the purchase of a large drone fleet, as well as the development of a key IoT asset in the form of tracking technology to provide value and impact of change for ARIA customers.

“It is very important for ARIA to deal with the regeneration of young Indonesian farmers, who are constrained by limited land and suffer from working in low-income professions throughout Indonesia. Farmers in Indonesia are slowly dying. ARIA’s vision is to grow a new generation of young millennial farmers who are tech-savvy and able to compete and develop at a global level,” William said.

In order to get a strategic partner who can help ARIA open up more opportunities, in the near future ARIA will also complete an early stage fundraising. It’s in the finalizing stage, according to the plan, ARIA will get the fresh funds at the end of March.

“The biggest advantage in Indonesia as an agriculture country is being a farmer. However, as they are still using the conventional methods, the opportunities and benefits that can be obtained by farmers stay limited. Through ARIA, we want to make the farming profession more profitable,” William concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian