Jojonomic Raises Advance Funding Led by Finch Capital

A startup of SaaS developer for business management, Jojonomic, today (1/21) announced an advanced funding. The value is still undisclosed. It was led by Finch Capital, supported by the previous investors, East Ventures and Golden Gate Ventures.

The main focus is to complete business solution ecosystem, make it easier to integrate data, expand customer base, and develop an advanced machine learning technology. Jojonomic will collaborate with Finch Capital in financial technology and international network to support business and product development.

Finch Capital is a venture capital that focuses on providing fund for startup. They’ve acquired customer base in Jakarta with main focus on startup providing innovation for transformation in financial sector.

“Seven hundred thousand SMEs in Indonesia are facing difficulty in manual financial management resulting ineffective business process. It’s impactful for wasting time, difficulty in planning and financial management. Jojonomic handled this issue by providing business management platform and fund. This business model has been successfully implemented by US and European companies,” Hans De Back, Finch Capital’s Partner, which soon to join Jojonomic’s board.

Since the establishment, Jojonomic has known in B2B sector by its JojoExpense solution, mobile expense management system service. Through the first solution, Jojonomic has supported professionals to achieve purposeful work with automation and to boost manual monitoring process, such as financial report.

Aside from JojoExpense, Jojonomic is currently producing other products, in order to improve employees performance (JojoTimes), manage company’s procurement (JojoProcure), create cashless ecosystem (JojoCashCard), and handle digital document with easier approval.

Jojonomic various services
Jojonomic various services / Jojonomic

All those solutions are connected into one integrated platform (JojonomicPro) designed to change the company’s working habit in managing business financial and employees productivity.

“By using Jojonomic, employees are to improve productivity quality and focus on their main job, the rest of administration process will be handled in our platform. We’re very excited with investor support to achieve our mission to make people on earth working passionately and happy,” Indrasto Budisantoso (Asto), Jojonomic’s Founder & CEO explained.

Seeing many global services previously used by the company, Jojonomic create its product to be compatible with other platforms, such as SAP, Oracle, Microsoft Xero, and OpenBravo. Currently, Jojonomic app system has connected with five major banks in Indonesia to facilitate payment system and reimbursement, provide a complete financial management solution.

Jojonomic has acquired dozens of active users and supported companies and corporates in various sector, from technology unicorn to the Indonesian biggest gas and oil company.

Willson Cuaca, Managing Partner East Venture added, “We’ve been a loyal supporter of Asto and Jojonomic team since day one, and they’re continue to prove the execution and agility skills answering product market fit with diversification from SMEs to corporate. The funding is our confidence collateral to Jojonomic for them to achieve their mission.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Jojonomic Dapatkan Pendanaan Lanjutan yang Dipimpin oleh Finch Capital

Startup pengembang layanan SaaS untuk manajemen bisnis Jojonomic hari ini (21/1) mengumumkan perolehan pendanaan lanjutan. Tidak disebutkan nominal dana yang didapat. Pendanaan dipimpin oleh Finch Capital, didukung investor sebelumnya yakni East Ventures dan Golden Gate Ventures.

Pendanaan akan difokuskan untuk melengkapi ekosistem solusi bisnis, mempermudah integrasi data, memperluas basis pelanggannya, dan mengembangkan penggunaan teknologi machine learning lebih lanjut. Dengan Finch Capital, Jojonomic akan berkolaborasi dalam teknologi finansial dan jaringan internasional untuk mendukung pengembangan produk dan bisnis.

Finch Capital merupakan pemodal ventura yang fokus memberikan pendanaan kepada startup tahap awal. Saat ini Finch Capital sudah memiliki basis di Jakarta, fokus utamanya ialah pada startup yang menghasilkan inovasi untuk transformasi sektor jasa keuangan.

“Tujuh ratus ribu UKM di Indonesia menghadapi kesulitan mengelola biaya secara manual sehingga menyebabkan proses bisnis tidak efektif. Hal ini berdampak pada waktu yang terbuang, kesulitan perencanaan dan kesulitan untuk mengolah finansial. Jojonomic mengatasi masalah ini dengan menyediakan platform manajemen bisnis dan biaya. Model bisnis ini telah sukses dilaksanakan oleh perusahaan di Amerika Serikat dan Eropa,” sambut Partner Finch Capital Hans De Back yang akan bergabung dengan Board Jojonomic.

Sejak awal berdiri, Jojonomic dikenal di kancah B2B dengan solusi JojoExpense, yakni layanan mobile expense management system. Melalui solusi pertamanya, Jojonomic mendukung profesional mencapai tahapan purposeful work dengan otomasi dan mempercepat proses monitoring manual seperti laporan biaya.

Selain JojoExpense, saat ini Jojonomic juga telah menghasilkan produk lainnya, di antaranya untuk meningkatkan produktivitas karyawan (JojoTimes), mengelola pengadaan barang perusahaan (JojoProcure), dan menciptakan ekosistem cashless (JojoCashCard), beserta menangani dokumen digital dengan alur persetujuan perusahaan yang lebih mudah.

Produk Jojonomic
Varian layanan Jojonomic / Jojonomic

Semua solusi tersebut juga dapat terkoneksi dalam satu platform manajemen terintegrasi (JojonomicPro) yang didesain untuk mengubah cara bekerja perusahaan dalam mengelola manajemen finansial bisnis dan produktivitas karyawan.

“Dengan menggunakan Jojonomic, karyawan akan meningkatkan kualitas produktivitas dan berfokus pada pekerjaan yang mereka kuasai, selebihnya platform kami yang akan menangani kegiatan administrasi yang membuang waktu. Kami sangat excited dengan dukungan investor untuk dapat mencapai misi kami membuat semua orang di bumi dapat bekerja penuh passion dengan bahagia,” ujar Founder & CEO Jojonomic Indrasto Budisantoso (Asto).

Melihat banyaknya layanan global yang sebelumnya digunakan perusahaan, Jojonomic membuat produknya dapat terintegrasi dengan platform seperti SAP, Oracle, Microsoft, Xero, dan OpenBravo. Saat ini, sistem aplikasi Jojonomic terhubung dengan lima bank terbesar di Indonesia untuk memudahkan sistem pembayaran dan reimbursement, memberikan solusi manajemen finansial secara lengkap.

Jojonomic telah memiliki puluhan ribu pengguna aktif dan mendukung perusahaan serta korporasi di berbagai sektor, dari perusahaan teknologi unicorn hingga perusahaan minyak dan gas terbesar milik negara Indonesia.

Managing Partner East Venture Willson Cuaca menambahkan, “Kami telah menjadi supporter Asto dan tim Jojonomic sejak hari pertama, dan mereka secara terus menerus telah membuktikan kekuatan eksekusi dan agilitas menjawab product market fit dengan diversifikasi dari UKM hingga korporasi. Partisipasi pendanaan ini adalah jaminan confidence kami pada Jojonomic untuk terus mencapai misinya.”

Application Information Will Show Up Here

SMDV Leads $20 Million Funding for Eko, Thailand-Based SaaS Business Startup

A Thai-based startup developer for collaboration and communication platform named Eko has just announced $20 million series B funding. It was led by Sinar Mas Digital Ventures (SMDV). Also participated are some other investors, including RedBeat Ventures (AirAsia’s investment arm), East Ventures, and Gobi Partners.

Korawad Chearavanont, Eko’s CEO & Founder said this funding is to be used for market expansion to Europe, England, and the US. In fact, he is part of Thai conglomerate Chearavanont, leading the Charoen Pokphand Group.

Eko‘s app is slightly reminiscing to some other platforms, such as Slack, Microsoft Teams, and Facebook Workplace. However, he said the product was developed to be more than just communication or collaboration tool. Attached also some features to support remote work.

There are some features designed specifically for workflow in Eko’s app. Those include hierarchy approval system, assignment, digital signature, and audit facilities. Eko solution is designed to facilitate various types of business, such as hospitality, retail, corporate, construction, and health sector.

As an SaaS, Eko was introduced as a subscription product – presented in packaged sort by business scale. In IDC’s observation, the collaboration platform has big potential. It’s capable to reach $31 billion by 2022. Due to the latest trend for companies trying to change the internal culture in digital transformation.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

SMDV Pimpin Pendanaan $20 Juta untuk Eko, Startup SaaS Bisnis Asal Thailand

Startup pengembang platform komunikasi dan kolaborasi bisnis asal Thailand bernama Eko baru saja mengumumkan pendanaan seri B senilai $20 juta. Pendanaan tersebut dipimpin Sinar Mas Digital Ventures (SMDV), dengan partisipasi beberapa investor lain termasuk RedBeat Ventures (unit investasi dari AirAsia), Eas Ventures, dan Gobi Partners.

Founder & CEO Eko, Korawad Chearavanont, mengatakan bahwa perolehan modal kali ini akan digunakan untuk melakukan ekspansi pasar ke Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat. Sebagai informasi, Korawad merupakan keluarga dari konglomerat bisnis Chearavanont di Thailand, memimpin Charoen Pokphand Group.

Aplikasi Eko sekilas mengingatkan pada beberapa platform, seperti Slack, Microsoft Teams, juga Facebook Workplace. Namun demikian Korawad menyampaikan, bahwa produk yang dikembangkan lebih dari sekadar alat untuk komunikasi dan kolaborasi. Karena di dalamnya juga didesain berbagai fitur untuk menunjang pekerjaan secara jarak jauh.

Ada berbagai fitur yang didesain untuk alur kerja di dalam aplikasi Eko. Beberapa di antaranya sistem persetujuan hierarki, penugasan, tanda tangan digital hingga fasilitas untuk keperluan audit. Solusi Eko didesain untuk memfasilitasi beragam jenis bisnis, mulai dari perhotelan, ritel, korporasi, konstruksi hingga bidang kesehatan.

Sebagai sebuah SaaS, Eko dijajakan dalam bentuk berlangganan – disediakan dalam paket-paket sesuai ukuran bisnis. Menurut penelitian IDC, potensi platform kolaborasi seperti itu cukup besar. Nilainya akan mencapai $31 miliar pada 2022 mendatang. Hal ini dikarenakan adanya tren perusahaan yang berbondong-bondong mencoba mengubah kultur internal dalam transformasi digital.

Application Information Will Show Up Here

Warung Pintar Improves Partnership, Collaborates With OVO, Go-Pay, and Flock

Entering the first year, Warung Pintar announces the realization of 1000 stores in Jabodetabek. It’s claimed as an achievement for startups which commitment is to improve income and quality of traditional shops in Indonesia.

In providing more benefits to traditional shop owners, Warung Pintar also partners with OVO and Go-Pay for non-cash payment. To get a brand that intends to have marketing activities using their outlets in Jabodetabek, Warung Pintar partnered up with Flock, a creative agency.

Advertising platform for FMCG brand

The partnership with Flock is introduced intentionally to give another opportunity for brands, especially FMCG, to have marketing activities using relevant target market. The shop owners will also get additional income through Warung Pintar platform.

“Using the current technology, all data can be tracked in and out by brands easily. Ads can be targeted and customized by brands in accordance with the demand,” Agung Bezharie Hadinegoro, Warung Pintar’s Co-Founder and CEO, said.

Later, the displaying ads in each store will be adjusted to the location, weather, and current trends. Television will be the media. The plan is for ads to live in all Warung Pintar partners soon.

“There will be around 30 brands ready to put ads on Warung Pintar. Most of those are FMCG companies intended to acquire new users,” Ian Hady Wibowo, Flock’s CEO, said.

Focus to be supply chain for traditional shops

As a technology company, Warung Pintar is getting focused on providing what partners demand, in this case, traditional shop owners. It is to be used by Warung Pintar as supply chain by building warehouses with a function to accommodate ordered items.

“Currently, Warung Pintar has started to target supply chains due to shop owners demand who often have difficulty in buying products. By having relevant partners, we aim to answer all the demand,” he added.

Warung Pintar has been recorded to increase revenue from its partners up to 37%. With 34 existing principal partners, Warung Pintar provides around 370 products. Moreover, there are four thousand traditional shops registered as partners throughout Indonesia, 70% of those are from Jabodetabek.

“We still have plans to expand outside Jabodetabek, in fact, we choose the fast-growing locations with an entrepreneur network approach with enthusiasm to success,” Hadinegoro concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Warung Pintar Tingkatkan Kemitraan, Gandeng OVO, Go-Pay, dan Flock

Memasuki usia satu tahun, Warung Pintar mengumumkan pencapaian 1000 kios di area Jabodetabek. Pertumbuhan tersebut diklaim sebagai prestasi bagi startup yang berkomitmen meningkatkan pendapatan dan kualitas warung tradisional di Indonesia.

Untuk memberikan keuntungan lebih kepada pemilik warung tradisional, Warung Pintar menambah kemitraan dengan OVO dan Go-Pay untuk pembayaran non-tunai. Sementara untuk menggandeng brand yang ingin melakukan kegiatan pemasaran memanfaatkan gerai warung pintar di Jabodetabek, Warung Pintar bermitra dengan Flock, sebuah layanan creative agency.

Platform beriklan untuk brand FMCG

Kemitraan dengan Flock sengaja dihadirkan Warung Pintar untuk memberikan kesempatan kepada brand, khususnya FMCG, melakukan kegiatan pemasaran dengan target pasar yang relevan. Bagi pemilik warung, kemitraan ini akan menambah pendapatan melalui platform Warung Pintar.

“Dengan teknologi yang kita miliki, semua data bisa di-track in dan track out oleh brand dengan mudah. Iklan pun bisa lebih targeted dan bisa dikustomisasi oleh brand sesuai dengan kebutuhan,” kata Co-Founder & CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro.

Nantinya iklan yang tayang di masing-masing warung akan disesuaikan dengan lokasi, cuaca, hingga tren yang ada. Media yang digunakan nantinya adalah televisi. Rencananya media iklan di seluruh mitra Warung Pintar akan bisa live dalam waktu dekat.

“Rencananya akan ada sekitar 30 lebih brand yang siap untuk beriklan di Warung Pintar. Sebagian besar adalah perusahaan FMCG yang ingin merangkul lebih banyak lagi target pengguna,” kata CEO Flock Ivan Hady Wibowo.

Fokus sebagai supply chain pemilik warung tradisional

Sebagai perusahaan teknologi, Warung Pintar semakin fokus untuk memberikan kebutuhan yang diinginkan mitra, dalam hal ini pemilik warung tradisional. Kebutuhan tersebut kemudian dimanfaatkan Warung Pintar sebagai supply chain dengan mendirikan gudang yang berfungsi menampung barang yang dipesan pemilik warung.

“Saat ini Warung Pintar sudah mulai menyasar supply chain karena kebutuhan dari pemilik warung yang kerap mengalami kesulitan membeli produk yang dibutuhkan. Dengan menggandeng partner yang relevan, kami berupaya untuk memenuhi semua kebutuhan warung tersebut,” kata Agung.

Warung Pintar mencatat selama ini mampu meningkatkan revenue dari mitra Warung Pintar hingga 37%. Dengan 34 principal partner yang ada, Warung Pintar menyediakan sekitar 370 produk. Sementara itu terdapat empat ribu warung tradisional yang melakukan pendaftaran untuk menjadi mitra di seluruh Indonesia. 70% permintaan berasal dari kawasan Jabodetabek.

“Kami masih memiliki rencana untuk melakukan ekspansi di luar Jabodetabek. tentunya kami memilih lokasi yang fast growing dengan pendekatan entrepreneur network yang memiliki keinginan untuk maju,” kata Agung.

Nalagenetics Terima Pendanaan Awal 15 Miliar Rupiah, Kembangkan Layanan Tes Genetik Berbiaya Murah

Startup di bidang kesehatan (healthtech) untuk pengujian genetik Nalagenetics hari ini (01/11) mengumumkan perolehan putaran pendanaan tahap awal (pre-seed round) senilai $1 juta (setara 15 miliar Rupiah). Pendanaan ini didapat East Ventures, Intudo Ventures, dan beberapa angel investor. Melalui solusinya, Nalagenetics mencoba menghadirkan layanan tes genetik yang berbiaya murah disesuaikan pasar Asia. Penetrasi bisnisnya akan dimulai di pasar Singapura dan Indonesia.

Dana yang diperoleh akan dialokasikan untuk menyelesaikan proof-of-value project bekerja sama dengan beberapa rumah sakit dan institusi kesehatan di Singapura dan Indonesia. Selain itu Nalagenetics juga mengharapkan bisa merekrut anggota untuk menguatkan tim. Selain tes genetik, Nalagenetics juga mengembangkan beberapa produk lain untuk mendukung pengujian, termasuk Cilincal Decision Support dan Patient Engagement Tools.

Nalagenetics didirikan oleh sekelompok ilmuwan, yakni Jianjun Liu, Astrid Irwanto, Alexander Lezhava dan Levana Sani. Keempatnya bertemu saat bekerja di Genome Institute of Singapore. Pengembangan produk tes genetik bukan tanpa sebab, tim Nalagenetics mendasarkan pada sebuah temuan riset yang dilakukan di Singapura. Banyak kerugian yang bisa ditimbulkan oleh efek samping obat karena faktor genetik. Nalagenetics berfokus pada farmakogenomik, cabang dalam genetika yang mempelajari bagaimana DNA mempengaruhi respons obat seseorang.

Nalagenetics
Founder Nalagenetics / Nalagenetics

Sekitar 30% efek samping oleh obat-obatan disebabkan karena faktor genetik. Dengan mengetahui susunan genetik seseorang dapat menyelamatkan pasien dari efek samping, yang kadang bisa saja mematikan. Produk Nalagenetics juga berproses dari temuan dan pengujian para founder-nya. Salah satunya Astrid, dalam sebuah penelitiannya di Papua, ia bekerja sama dengan Lezhava untuk merancang tes genetik dengan biaya di bawah $5 dan melakukan tes sebanyak 1000 kali

Tes genetik ini diharapkan juga memberikan solusi pengobatan terbaik. Misalnya saat di Genome Institute of Singapore, tim bekerja sama untuk membawa produk biomarker genetik yang mereka temukan untuk menentukan apakah pasien kusta tertentu ada kemungkinan memiliki reaksi merugikan yang bisa berdampak fatal, dalam bahasa medis disebut Sindrom Hipersensitivitas Dapsone (DHS). Deteksi tersebut hasilnya akan digunakan untuk penentuan obat-obatan untuk menghindari efek samping.

Sepak terjang dan pembuktian penelitian tim Nalagenetics yang juga membuat para investor percaya. Salah satunya diungkapkan Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca. Ia mengungkapkan, pertemuan pertama dengan tim Nalagenetics membuatnya langsung terkesan. Apa yang diselesaikan Nalagenetics akan berdampak baik bagi populasi di Asia. Solusi tes dengan biaya hemat yang dikerjakan dipastikan dapat diakses oleh khalayak yang lebih luas.

Pun demikian dengan Partrick Yap, Founding Partner Intudo Ventures. Ia menyampaikan bahwa inovasi yang turut didukung ilmuwan Indonesia ini akan membantu mengatasi tantangan kesehatan lokal yang sebelumnya diabaikan. Pihaknya berkomitmen mendukung bisnis Nalagenetics melalui jaringan mitra strategis lokal dan internasional yang dimiliki.

Sejak didirikan pada tahun 2016 untuk proyek kusta, Nalagenetics telah diinkubasi di program Harvard’s Venture Incubation Program dan memperoleh dukungan untuk pengembangan tes genetik mereka di Genome Institute of Singapore melalui Exploit Technologies Pte Ltd (ETPL).

Warung Pintar Sudah Miliki 700 Kios Mitra di Jabodetabek

Sejak diluncurkan awal tahun 2018 lalu, Warung Pintar, platform warung yang didesain untuk memungkinkan digitalisasi menyasar tingkat masyarakat paling mendasar, telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari jumlah merchant hingga partner yang sudah menjalin kolaborasi.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro menyebutkan, hingga saat ini Warung Pintar telah memiliki sekitar 700 kios mitra. Setiap bulannya diklaim terdapat empat ribuan mitra yang melakukan pendaftaran untuk menjadi merchant dari seluruh Indonesia. 70% permintaan berasal dari kawasan Jabodetabek.

“Pada dasarnya kita ingin cover semua kota besar hingga kota-kota kecil di Indonesia. Selama mereka memiliki warung, maka kemitraan dengan Warung Pintar pastinya bisa dilakukan,” kata Agung.

Masih fokus ke layanan untuk pemilik warung, kebanyakan aktivitas pembeli yang dilakukan di Warung Pintar adalah membeli makanan dan minuman. Selebihnya adalah penggunaan Wi-Fi gratis, pembelian pulsa, dan transaksi digital lainnya.

Main product Warung Pintar adalah memudahkan usaha dari pemilik warung, misalnya mereka tidak perlu repot lagi melakukan pembelian secara langsung. Memanfaatkan partner yang ada, layanan yang disediakan dari warung pintar semua bisa dilakukan. Mulai dari pembelian, pembayaran, hingga track penjualan,” kata Agung.

Segera hadirkan fitur baru untuk konsumen

Tahun 2019 mendatang Warung Pintar berencana untuk meluncurkan fitur baru, yang belum disebutkan namanya, yang bisa dimanfaatkan konsumen. Masih berbasis digital, fitur baru ini diklaim kerap dilakukan konsumen saat mengunjungi warung.

“Jika selama ini kita lebih fokus untuk meningkatkan usaha pemilik warung, dengan fitur baru ini bisa dimanfaatkan lebih baik oleh konsumen,” kata Agung.

Setelah mendapatkan pendanaan Seri A senilai 57 miliar Rupiah pada bulan Agustus 2018 lalu, saat ini Warung Pintar kembali melakukan penggalangan dana untuk tahapan selanjutnya. Target lain yang ingin dicapai Warung Pintar adalah melakukan ekspansi di Pulau Jawa dan kota-kota lainnya di Indonesia.

“Dengan posisi East Ventures sebagai shareholder memudahkan kami untuk memanfaatkan ekosistem East Ventures. Tentunya fokus kepada pertumbuhan bisnis, solve problem, dan cara kita melakukan eksekusi,” tutup Agung.

Waresix Raih Pendanaan 24 Miliar Rupiah dari East Ventures dan Monk’s Hill Ventures

Startup penyedia jasa gudang on-demand (SaaS) Waresix mengumumkan telah meraih pendanaan Pra-Seri A sebesar $1,6 juta atau senilai 24 miliar rupiah. Pendanaan kali ini dipimpin East Ventures dna Monk’s Hill Ventures. Terlibat juga di dalamnya SMDV dan Triputra Group. Sebelumnya Waresix memperoleh dana tahap awal Februari 2018 silam. Dengan pendanaan kali ini, Waresix berusaha untuk meningkatkan efisiensi gudang melalui teknologi dan solusi data, memperluas penawaran bisnis, dan merekrut talenta baru.

Waresix didirikan pada September 2017 dengan menggarap pasar penyediaan layanan gudang dan mengubungkan bisnis dan individu yang membutuhkan ruang dan operator gudang Waresix berkembang cukup signifikan.

Startup yang dipimpin Andree Susanto (CEO), Filbert (CTO), dan Edwin (CFO) ini menyediakan layanan pergudangan lintas batas untuk pelanggan luar negeri yang ingin mendistribusikan produk mereka di Indonesia dan juga mengelola kebutuhan mendesak pelanggan mereka. Platform Waresix dikembangkan untuk mengelola distribusi gudang, inventaris, pesanan pelanggan dan siklus penagihan.

“Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan para investor baru. Kami percaya mereka akan mendorong kami untuk terus berkembang dan mampu memberikan bantuan besar dalam perluasan bisnis kami,” ujar Andree.

Hal senada disampaikan Edwin. Ia mengungkapkan bahwa Waresix sangat senang dengan dukungan penuh yang diberikan oleh investor dan menyambut investor baru dengan tangan terbuka.

“Seluruh tim Waresix sangat senang atas dukungan penuh yang selalu diberikan oleh para investor awal dan menyambut para investor baru dengan tangan terbuka,” imbuh Edwin.

Layanan Waresix saat ini sudah mencakup 26 kota, termasuk di dalamnya, Jabodetabek, Semarang, Surabaya, Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin, Makassar, Pekanbaru dan beberapa kota lainnya. Waresix juga tercatat memiliki 75 operator gudang profesional yang menangani kargo umum, pemenuhan ritel dan gudang makanan dingin.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyebutkan bahwa Waresix mampu memecahkan masalah industri pegudangan dengan membantu operator bisnis untuk menemukan gudang yang cocok di berbagai kota di Indonesia dan juga membantu pemiliki gudang untuk memaksimalkan aset mereka.

“Tujuh bulan terakhir telah meyakinkan kami bahwa tim ini memiliki kemampuan untuk memenangkan pasar dan kami tidak sabar melihat banyak terobosan nasional yang didorong oleh Waresix,” terang Willson.

Hal serupa disampaikan pihak Monk’s Hill Ventures. Tak hanya terkesan dengan apa yang dilakukan Waresix, mereka juga terkesan dengan pendiri dan visi yang diusung selama ini.

“Kami sangat terkesan dengan para pendiri Waresiz dan visi mereka. Logistik adalah sektor yang sedang berkembang pesar dan terus didorong oleh perubahan teknologi, baik dari sisi permintaan maupun penaaran. Kombinasi antara keahlian dalam negeri dan pengetahuan teknologi Waresix menempatkan mereka dalam posisi yang kuat. Kami senang dapat bekerja dengan para pendiri dan rekan investor dalam perjalanan ini,” terang Managing Partner Monk’s Hill Ventures Kuo-Yi Lim.

Kilas Balik Setahun Startup Teknologi Mulai Melantai di Bursa Efek Indonesia

Perjalanan saat merintis perusahaan memang perlu jatuh bangun, harus warna warni karena tidak selalu berjalan mulus. Ada yang butuh waktu bertahun-tahun ada juga yang dalam waktu cepat langsung melejit. Pelajaran yang pasti dibutuhkan adalah dalam membangun perusahaan butuh talenta terbaik, produk yang konsumen butuhkan, pemasaran tepat, dan tentunya modal yang kuat.

Tercatat menjadi perusahaan terbuka (tbk) di bursa, go public atau juga dikenal IPO (Initial Public Offering) adalah salah satu cara mendapatkan modal. Perusahaan pada umumnya melirik potensi tersebut karena ada kemudahan untuk mendapatkan tambahan dana segar dalam waktu relatif cepat.

Opsi tambah dana segar juga variatif, bisa berutang dengan menerbitkan surat utang atau mengeluarkan saham baru berbentuk rights issue. Kinerja perusahaan terbuka yang mentereng, tentunya akan menarik para investor publik untuk berinvestasi. Cek saja daftar perusahaan yang masuk dalam saham blue chip, seperti BCA, BRI, Bank Mandiri, Telkom, Astra International, Unilever, Indofood, HM Sampoerna, dan lainnya.

Saham blue chip adalah saham yang berada di papan atas dengan angka kapitalisasi pasar yang besar. Umumnya mereka sudah lama tercatat, memiliki kinerja stabil, aset besar, dan telah dikenal secara luas sebagai pemimpin pasar di sektornya.

Agar pasar bursa semakin bergairah, Bursa Efek Indonesia (BEI) dan OJK aktif dalam mendorong perusahaan untuk mencatatkan sahamnya, termasuk startup atau yang diklasifikasikan sebagai perusahaan teknologi. Segala jurus dilakukan untuk menarik para founder startup tertarik agar tercatat sebagai perusahaan terbuka, hingga upaya yang terbaru adalah rencana membuat papan akselerasi.

Sejak geliat startup membahana di Indonesia, termasuk mencuatnya empat perusahaan teknologi yang memperoleh status unicorn, baru ada tiga (menyusul Passpod pada akhir tahun) yang sudah melantai. Mereka adalah Kioson, MCASH, dan NFC telah tercatat di papan pengembangan. Dua perusahaan yang terakhir tergabung dalam grup Kresna Graha Investama.

Kioson memanfaatkan momentum sebagai perusahaan teknologi pertama yang melantai. Sahamnya sudah diperdagangkan sejak 5 Oktober 2017. MCASH menyusul kurang dari sebulan kemudian, pada 1 November 2017, kemudian NFC pada 12 Juli 2018.

Listing Kioson
Kioson memanfaatkan momentum untuk menjadi startup digital pertama yang melantai di BEI / Kioson

Minimnya minat startup, menurut Ekonom Indef Bhima Yudhistira dikaitkan persyaratan yang rumit dan mahal, termasuk biaya valuasi dan audit. Pada dasarnya startup menghindari keterbukaan keuangan secara berlebihan. Ada kekhawatiran publik atau kompetitor bisa mengetahui isi dapur startup, baik dari kondisi keuangan dan strategi manajemen.

“Mereka juga ingin agar intervensi investor dilakukan secara terbatas, misalnya soal pengelolaan operasional diserahkan kepada manajemen yang dipilih oleh si founder. Kalau perusahaan terbuka, pasca IPO harus mau direksinya dipilih oleh publik. Artinya peran founder jadi berkurang,” ujar Bhima kepada DailySocial.

“Sampai valuasinya menyentuh level tertentu, baru [startup] terpikirkan untuk IPO,” sambungnya.

IPO tidak identik dengan exit strategy

Seringkali IPO diasosiasikan sebagai exit strategy buat startup. Selain IPO, exit strategy lainnya yang umum dilakukan adalah merger & akuisisi (M&A), menjual perusahaan, menjadi “cash cow“, atau yang terparah dilikuidasi dan tutup.

Banyak contoh yang telah terjadi di Indonesia tentang exit strategy ini. Yang cukup terkenal adalah merger antara Berniaga.com dan Tokobagus menjadi OLX Indonesia, akuisisi Tiket.com oleh Blibli, atau akuisisi Lazada oleh Alibaba.

Bhima berpendapat IPO adalah exit strategy bagi founder untuk menjual sebagian kepemilikan sahamnya, sementara Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menganggapnya bukan sebagai awal, bukan juga exit, melainkan milestone startup.

Bukan awal karena IPO terjadi setelah perusahaan sudah beroperasi sekian lama. Bukan exit pula karena IPO hanyalah salah satu cara penggalangan dana. Setelah IPO, perusahaan bakal terus berjalan untuk menjadi lebih besar.

“Beda pre-IPO dan post-IPO bagi perusahaan hanya di shareholder-nya. Kalau pre-IPO pemiliknya private, sedangkan post-IPO adalah publik. Sementara bagi investor, IPO memberikan pilihan likuiditas ke investor,” terang Willson.

Bagi tiga perusahaan yang sudah IPO, aksi korporasi ini dianggap sebagai langkah awal untuk jadi lebih besar. Bagi Co-Founder dan CEO Kioson Jasin Halim, IPO merupakan strategi yang sedari awal tidak pernah terlintas saat pertama kali merintis perseroan pada 2015.

Kioson awalnya memperoleh pendanaan dari Mitra Komunikasi Nusantara (MKNT) pada pertengahan tahun lalu untuk tahapan Pra-Seri A. Sempat pula perseroan bertemu dengan investor untuk memulai penggalangan dana mulai dari VC, PE, sampai korporat. Tidak ada satupun yang berjodoh lantaran ada beberapa ketidakcocokan, salah satunya penghitungan valuasi.

Pasca MKNT masuk, lalu Kioson terbantu dengan jaringan yang mereka miliki untuk mempelajari apakah IPO memungkinkan buat startup, apakah ada aturan yang menghambat, dan sebagainya.

“Sebab bisa dibilang, saat itu kami sedang dalam posisi mencari dana segar dalam waktu singkat. Sementara lewat VC itu lama cepatnya di luar kontrol kita. Kebetulan ada momentum pas, belum ada startup yang IPO, regulator mulai gencar dorong startup, pemerintah dorong e-commerce. Itu momentum yang sangat berperan,” terang Jasin.

Managing Director Kresna Graha Investama (KREN) Suryandy Jahja mengamini pendapat Willson. Jahja melihat IPO adalah milestone untuk kesempatan tumbuh lebih besar. Oleh karena itu KREN cukup aktif mendorong anak-anak usaha di bawahnya untuk terdaftar di bursa.

Pencatatan saham perdana MCASH di BEI / MCASH
Pencatatan saham perdana MCASH di BEI / MCASH

Secara rutin pihak KREN melakukan review mana saja yang dianggap siap. Bila ada akan segera didorong. Pertimbangan lainnya juga dilihat dari berbagai metrik. Apakah secara fundamental sudah siap untuk IPO, siap untuk ekspansi, dan yang tak kalah penting ada keinginan untuk tumbuh dengan profil yang bagus.

Ketika sudah terdaftar, ada tanggung jawab yang harus diemban kepada investor institusi maupun ritel. Mereka harus selalu transparan dan menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance / GCG). Kedua hal tersebut kadang terlupakan dan diabaikan pelaku startup.

“KREN tidak sembarangan dalam mendorong anak usahanya untuk listed. Hanya yang sudah siap dan dalam waktu dekat sudah profitable agar mereka punya funding yang kuat. Setiap tiga bulan kami selalu periksa kinerja mereka,” kata Jahja.

“Jadi menurut kita IPO adalah langkah awal untuk perusahaan untuk mulai tumbuh. Kita percaya sekali perusahaan bisa tumbuh lebih cepat karena ada dana segar dari IPO yang bisa langsung dipakai. Kalau perusahaan bagus tapi enggak punya uang untuk ekspansi, masa minta terus ke Kresna,” tambah Jahja yang juga menjadi Direktur di MCASH dan Komisaris Utama di NFC.

Perjalanan pasca IPO

Hari ini Kioson menandai tahun pertamanya tercatat sebagai perusahaan terbuka. Sekadar mengingat kembali, Kioson melepas 150 juta saham atau sekitar 23,07 persen dari total modal ditempatkan dan disetor penuh setelah pelaksanaan IPO. Harga saham Kioson ditawarkan senilai Rp300 saham dan memperoleh dana segar Rp45 miliar. Di awal Oktober ini, kapitalisasi pasar Kioson sudah berada di atas Rp2 triliun.

Jasin mengungkapkan, semenjak IPO yang paling dirasakan adalah visibilitas Kioson semakin meningkat, apalagi menyandang startup digital pertama yang berhasil IPO. Keuntungan tersebut dimanfaatkan untuk bermitra dengan banyak pihak agar kinerja perseroan terus membaik.

Direktur Utama Kioson Jasin Halim / Kioson
Direktur Utama Kioson Jasin Halim / Kioson

Melihat laporan keuangan di Q2 2018, Kioson meraup laba bersih Rp4,8 miliar. Penjualan bersih sebesar Rp1,27 triliun dari periode yang sama di tahun sebelumnya Rp47,7 miliar. Kenaikan selaras dengan total aset perseroan menjadi Rp263,9 miliar atau naik 5,69%.

Penjualan terbesar dikontribusikan dari produk digital Rp1,27 triliun, disusul oleh produk e-commerce Rp5,38 miliar. Meski demikian, beban pokok penjualan juga naik Rp1,25 triliun dari sebelumnya Rp45,75 miliar.

“Makanya kami terus perbaiki performa bisnis Kioson, sebab ini sesuatu yang harus diperhatikan karena pegang mandat dari publik untuk membaguskan perusahaan,” ujar Jasin.

Perseroan makin variatif dalam menghadirkan produk-produknya. Yang terakhir adalah layanan OTA yang bisa dibeli masyarakat lewat agen Kioson dan melakukan top up produk uang elektronik.

“Secara vertikal dan horizontal kami akan terus menghadirkan berbagai produk untuk masyarakat dan semakin menarik buat agen. Kami mau jadi yang terlengkap dengan harga yang terjangkau.”

Sementara MCASH menjual saham baru sebanyak 25% atau setara dengan 216,98 juta saham ke publik dari modal yang disetor penuh. Saat itu saham dijual seharga Rp 1.385 per lembar. Alhasil dana segar yang diterima lebih dari Rp300 miliar. Kapitalisasi MCASH kini menembus angka Rp3 triliun.

“MCASH sejak listed tahun lalu tumbuh dengan persentase yang eksponensial, jauh di atas proyeksi. Revenue tumbuh berkali-kali lipat, profit bagus. Justru sesudah listed, perusahaan jauh lebih kuat dan bagus. Kita bisa dapat peluang bisnis yang banyak, orang-orang banyak kenal kita, padahal sebelum listed peluang tersebut tidak ada,” ujar Jahja.

Berdasarkan kinerja semester I 2018, laba bersih perseroan melesat jadi Rp45,05 miliar padahal di periode yang sama tahun lalu hanya Rp3,79 miliar. Pendapatan menjadi Rp1,83 triliun dari sebelumnya Rp474,86 miliar. Sementara aset tumbuh menjadi Rp745,1 miliar dari akhir 2017 sebesar Rp568,4 miliar.

Distribusi MCASH tersebar di ratusan titik lewat empat kanal penjualan utama: kios digital, jaringan wholesale, kasir, dan app/chatbot. Kios digital berhasil menembus 1.700 unit tersebar di berbagai titik, sedangkan agen digital juga naik menjadi 36 ribu orang.

MCASH menjual berbagai konten digital, mulai dari voucher games, restoran, pulsa & paket data, dan lainnya. Diklaim transaksi harian MCASH pada Juni 2018 sekitar 340 ribu, bahkan pernah tembus 505 ribu transaksi.

Pencatatan saham perdana NFC / NFC
Pencatatan saham perdana NFC / NFC

Untuk NFC, meski baru melantai, perseroan mempublikasikan kinerja per kuartal I 2018. Pendapatan tumbuh 15,8 kali lipat menjadi Rp265,24 miliar secara year-on year, sementara pendapatan bersih tercatat di angka Rp2,54 miliar. Aset tumbuh 233,6% secara year-on-year menjadi Rp77,15 miliar.

NFC menawarkan harga saat hari pertama listed seharga Rp1.850 per lembar. Sebanyak 25% saham baru dilepas dari total saham atau setara 166,67 juta saham. Dari situ, NFC mengantongi dana IPO sebesar Rp308,33 miliar. Sejak listed di 12 Juli 2018, kapitalisasi pasar NFC kini berada di angka Rp1,6 triliun.

NFC bergerak di bisnis digital dengan dua lini bisnis utama, yakni phone credit exchange, yang merupakan platform marketplace pulsa digital, dan layanan streaming TV Oona bersama Telkom.

Jahja mengatakan, “Banyak hal yang sudah terjadi dan akan terus terjadi ke depannya. Setiap direksi dituntut untuk terus berinovasi, kolaborasi, dan fokus pada hasil. Ini akan terus dilakukan pasca IPO.”

Mendapatkan dana segar dari publik dalam waktu sekejap harus dibayar dengan tanggung jawab yang tak kalah besar. Salah satu tanggung jawab yang diemban, seperti dikatakan Jahja, adalah harus selalu transparan dan menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik.

Setiap tiga bulan sekali perusahaan terbuka harus menggelar paparan publik mengumumkan soal kinerja, memakai jasa auditor dan konsultan untuk laporan keuangan, dan menyebar informasi ke publik memastikan semua pihak menerima informasi yang sama.

“Punya akses funding yang jelas, pembukuan bisa rutin dilihat, masuk radar internasional, dan setiap hal yang kita kerjakan publik harus tahu karena wajib untuk transparan. Negatifnya menurut saya hampir enggak ada, cuma harus mau lebih repot saja karena harus cerita ke publik. Tapi itu enggak masalah,” kata Jahja.

Ketiga perusahaan menolak untuk memberi tahu rencana terdekat kapan aksi korporasi akan diselenggarakan. Alasannya karena ingin mencegah terjadinya spekulasi pasar.

“MCASH dan NFC belum ada rencana sama sekali untuk rights issue atau lainnya. Kita masih punya banyak cash,” ungkap Jahja.

Jasin menambahkan, “Belum bisa kita bahas sekarang. Lagipula kami tidak ingin sembarang kasih info.”

Pergerakan saham perusahaan teknologi

Infografis profil dan kinerja tiga startup berstatus perusahaan terbuka / DailySocial
Infografis profil dan kinerja tiga startup berstatus perusahaan terbuka / DailySocial

Terasa tanggung apabila kita belum membahas pergerakan saham ketiga perusahaan teknologi ini, meski belum bisa dikatakan adil karena tidak bisa mengangkat dari segi fundamentalnya. Sebab umumnya minimal butuh dua tahun sejak listed untuk melihat secara utuh kinerjanya.

Analisa fundamental itu dimaksudkan agar kita tahu bahwa apakah perusahaan itu memang menguntungkan dan layak untuk dibeli sahamnya. Kendati demikian, masih memungkinkan untuk membahas sekelibat sisi analisis teknikalnya.

Tujuan mempelajari analisis teknikal adalah untuk menentukan kapan harus masuk atau keluar pasar. Technical Analyst Panin Sekuritas William Hartanto membantu  menjelaskan bagaimana prospek ketiga saham ketiga perusahaan saat ini dan ke depannya.

Pertama, pergerakan saham Kioson cenderung menurun, volume perdagangan hampir tidak ada dalam sebulan ini. Hal ini menunjukkan bahwa saham perusahaan ini sedang tidak likuid.

Di sisi lain, MCASH berpotensi menguat secara teknikal. “MCASH masih bagus secara teknikal,” terangnya.

Terakhir untuk NFC terjadi tren menurun. Penurunan ini dianggap lumrah karena NFC baru listed dan kenaikannya pada awal listing sangat “liar”.

“Jadi saat ini harga baru menyesuaikan kondisi yang sebenarnya, memang ada unsur fundamental [penyebab harga saham turun]. Tapi bukan karena fundamentalnya jelek, harga penyesuaian saja.”

Bhima mengamini pendapat William. Saham Kioson sangat fluktuatif berbentuk kurva U terbalik.

“Ini memang ciri khas saham startup yang listing di bursa. Begitu juga NFC dari puncaknya 3.100 (13/7), pasca IPO kini hanya dihargai 2.650 (24/9). Ada koreksi yang signifikan,” terang Bhima.

Menurut Bhima, MCASH dianggap memiliki potensi kenaikan saham yang bagus karena solusi bisnis yang ditawarkannya. Perusahaan mengembangkan kios digital dan menawarkan berbagai produk digital, seperti top up, OTA, dan voucher digital.

“Bisnis startup yang bersinggungan dengan fintech secara umum lebih menggiurkan karena turn over keuntungannya lebih cepat dibandingkan jenis bisnis lainnya.”

Mendorong gairah lewat papan akselerasi

Infografis perbedaan antara Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi
Ketentuan Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi / DailySocial

OJK dan BEI terus mendorong agar pasar modal semakin atraktif untuk para investor. BEI merevisi aturan papan akselerasi untuk mempermudah UMKM dan startup digital terdaftar di bursa. Inisiasi ini adalah buah POJK No. 53 dan 54 yang terbit tahun lalu, meliputi pengaturan tentang aset maksimal (net tangible asset).

Papan akselerasi adalah papan pencatatan yang didesain khusus untuk UMKM dan startup digital berdasarkan kriterianya yang berbeda dibandingkan perusahaan pada umumnya. BEI sebelumnya sudah membuat aturan soal papan akselerasi, tetapi kini sudah direvisi dengan mempertimbangkan banyak masukan dari berbagai stakeholder.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyebut revisi tersebut sudah disampaikan ke OJK. Diharapkan papan ini sudah bisa diberlakukan sebelum tutup tahun ini. Menurut revisi terbaru, BEI banyak memangkas regulasi yang dianggap terbelit-belit dan memakan waktu lama.

Satu di antaranya adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Untuk papan akselerasi, panduan yang digunakan adalah PSAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP) yang sifatnya lebih sederhana. Sementara perusahaan di papan utama dan pengembangan menggunakan PSAK umum.

Di papan pengembangan, persyaratan soal standar GCG juga kental. Harus mencantumkan jumlah direksi, komisaris, dan perangkat lainnya. Hal tersebut tidak sesuai dengan karakteristik startup digital.

“Startup itu kan pemula, jadi karakteristiknya mikir bisnisnya dulu, bagaimana validasinya di market dan mempertahankan ide. Boro-boro pada tahap awal sudah mikirin hidup perusahaannya. Sehingga yang diambil adalah PSAK ETAP,” ujar Nyoman.

Berikutnya dari sisi laba usaha yang diperoleh. Sebelumnya untuk papan pengembangan, perusahaan diwajibkan untuk memperoleh laba pada tahun kedua. Di papan akselerasi diputuskan periode yang diperlukan untuk mencapai kondisi laba adalah enam tahun setelah terdaftar.

Persyaratan untuk listed di papan akselerasi juga ditentukan berdasarkan besaran aset, hanya saja untuk metrik ini BEI mengusulkan agar memakai total aset, bukan dari net tangible asset. Pertimbangan ini diambil karena dalam startup itu umumnya lebih banyak memiliki intangible asset (aset tak berwujud) daripada aset fisiknya.

Detail ketentuan Papan Akselerasi
Detail ketentuan Papan Akselerasi / DailySocial

“Dulu itu kita masih coba bangun ekosistem untuk perusahaan yang established dulu untuk listed. Sekarang startup digital yang ke depannya kita lihat akan jadi penggerak ekonomi negara. Makanya sekarang kita pakai jargon ‘Pasar Modal untuk Semua’.”

Selain memberi kemudahan untuk startup bisa listed, tak lupa peraturan baru menyiapkan perlindungan untuk para investor. Pemberitahuan kepada investor sebelum menggelar IPO harus menyebutkan bahwa penawaran saham ini disesuaikan dengan POJK No. 53 dan 54 tahun 2017 dan dicatatkan dalam papan akselerasi. Ini menandakan bahwa perusahaan tersebut adalah UMKM dan startup digital.

Berikutnya bakal ada kode ticker khusus yang bakal disematkan di calon perusahaan terdaftar. Umumnya kode ticker terdiri atas empat huruf. Dua langkah tersebut diharapkan jadi penunjuk perlindungan investor, juga memastikan saham yang diperdagangkan tetap likuid.

“Investor pun akan kita ubah paradigmanya agar paham bahwa karakteristiknya ini beda dengan perusahaan pada umumnya yang tercatat di papan utama dan pengembangan. Cara melihat prospeknya bukan dari segi fundamentalnya, tapi dari ekspektasi terhadap prospek masa depan.”

Nyoman berharap papan akselerasi ini akan mempermudah opsi pencarian dana segar buat UKM dan startup digital dari pasar modal. Mereka juga tidak menutup potensi menarik perusahaan teknologi yang sudah menyandang status unicorn untuk merealisasikan langkah IPO.

“Tentunya yang kecil [UKM] saja bisa [lewat papan akselerasi], apalagi Go-Jek [untuk IPO].”

Willson memberikan apresiasi terhadap rencana BEI ini. Ia mengatakan, kalau hal ini berhasil, Indonesia akan jauh lebih progresif ketimbang negara lain di Asia Tenggara.

“BEI juga perlu membuat tim konsultasi khusus untuk IPO. Biaya yang besar untuk IPO biasanya ada di konsultasi keuangan, hukum, dan audit. Kalau ketiga komponen tadi diberi bantuan oleh pemerintah, maka cost-nya bisa jauh lebih murah,” tambah Bhima.

Mengambil keputusan untuk terdaftar di bursa memang pada akhirnya kembali ke masing-masing pemimpin perusahaan. Memilih terdaftar memerlukan banyak pertimbangan dan persiapan. Setelah IPO pun ada kewajiban yang perlu penuhi secara rutin sebagai bagian dari GCG.

Meskipun demikian, di balik kerumitan tersebut ada kelebihan yang didapat, perusahaan jadi lebih mudah dikenal. Visibilitas meningkat berkali-kali lipat, memancing terjadinya kolaborasi bisnis dengan berbagai pihak.

Investor dari luar negeri dapat dengan mudah mencari perusahaan di portal Bloomberg. Cukup mengetikkan kode ticker sebelum memutuskan membeli saham perusahaan terbuka ini.

Jadi siap besar karena IPO atau tunggu besar dulu baru IPO?