Amartha Kantongi Pendanaan 107 Miliar Rupiah, Perdalam Akses Permodalan untuk Pengusaha Perempuan

Startup p2p lending Amartha mengumumkan perolehan pendanaan senilai $7,5 juta (setara 107 miliar Rupiah) dari Norfund, dana investasi dari pemerintah Norwegia untuk negara berkembang. Dana ini akan disalurkan kembali dalam bentuk modal usaha untuk memberdayakan lebih banyak perempuan pengusaha mikro di pedesaan dan mendorong kegiatan usaha yang ramah lingkungan.

Kolaborasi ini ditandai dengan penandatanganan kerja sama antara Duta Besar Norwegia Vegard Kaale dan Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra di Kedutaan Norwegia di Jakarta, hari ini (04/6).

Investment Director Norfund & Head of Asia Regional Office Fay Chetnakarnkul menyampaikan, Norfund bekerja sama dan mendanai di institusi keuangan untuk mendukung mereka agar lebih kuat lagi dalam menyediakan akses permodalan dan layanan keuangan kepada ekonomi mikro dan segmen unbankable. “Kami sangat menghargai kerja sama ini dengan Amartha dan upaya yang mereka lakukan untuk memberdayakan perempuan pengusaha mikro di Indonesia.”

Duta Besar Norwegia Vegard Kaale menambahkan, meskipun pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat baik, namun inklusi keuangan masih menjadi isu yang besar di segmen masyarakat prasejahtera, terutama bagi perempuan pengusaha mikro.

“Norfund menjadi alat penting bagi Pemerintah Norwegia untuk menguatkan lembaga swasta di negara-negara berkembang, serta menurunkan angka kemiskinan. Pendanaan ini merupakan investasi pertama Norfund di institusi finansial di Indonesia dan saya harap upaya ini akan membantu pertumbuhan serta keberhasilan untuk Amartha.”

Chetnakarnkul pun sependapat dengan pernyataan Kaale. Ia menyampaikan bahwa diharapkan kerja sama dengan Amartha akan menjadi permulaan baik untuk komitmen jangka panjang Norfund di Indonesia.

Sementara Taufan menyampaikan, dukungan Norfund menandai kepercayaan mereka kepada usaha Amartha untuk kembali pulih di masa sulit selama pandemi ini. “Dengan bimbingan dari negara Norwegia sebagai pemimpin dunia dalam sektor energi terbarukan, Amartha berharap mendapatkan ilmu dan pengalaman dari yang terbaik.”

Masuknya Norfund, sebenarnya sejalan dengan inisiasi yang dimulai oleh Amartha sejak 2018 yang mulai aktif berpartisipasi dalam kegiatan ramah lingkungan dengan mempromosikan manajemen lingkungan, sosial dan korporat atau ESG dengan meluncurkan laporan tahunan dampak dan keberlanjutan. Akibatnya pada setahun berikutnya, Amartha meraih penghargaan GIIRS (Global Impact Investing Rating System) dari B-Corp dengan peringkat Platinum.

Kemudian, pada tahun lalu, perusahaan menginisiasi program Plastic Waste Womenpreneur (PWW) dengan memberikan pembiayaan kepada perempuan pengusaha mikro yang bergerak dibidang pengurangan limbah plastik di desa.

Hingga kini Amartha berhasil menyalurkan pembiayaan lebih dari Rp3,7 triliun untuk 678.502 perempuan di lebih 18.900 desa yang tersebar di pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

Sebagai perusahaan teknologi, Amartha meluncurkan layanan keuangan dan produk-produk inovatif seperti tabungan, asuransi mikro, serta belanja borongan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat ekonomi informal. Dengan pendekatan ini, Amartha ingin menjadi pemain terdepan untuk platform keuangan digital bagi segmen desa.

Sebelumnnya pada awal bulan lalu, Amartha juga mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $28 juta atau sekitar 450 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Women’s World Banking (WWB) melalui WWB Capital Partners II dan MDI Ventures, serta dua investor sebelumnya, yaitu Mandiri Capital Indonesia (MCI) dan YOB Venture Management.

Application Information Will Show Up Here

Selain KDDI, Pendanaan Seri B1 Qlue Didukung ASLI RI dan Telkomsel Mitra Inovasi

Qlue hari ini (04/6) mengumumkan perolehan pendanaan seri B1. Seperti diberitakan sebelumnya, Global Brain melalui KDDI Open Innovation Fund III memimpin putaran ini. Sementara investor lain yang turut terlibat adalah startup pengembang layanan biometrik ASLI RI dan juga Telkomsel Mitra Inovasi.

Founder & CEO Qlue Rama Raditya mengatakan, masuknya investasi ini memungkinkan Qlue memiliki skalabilitas yang semakin tinggi dalam memberikan solusi smart city di berbagai kota di Indonesia. Selain itu pihaknya akan memanfaatkannya untuk penguatan kapabilitas AI dan IoT yang dimiliki platformnya.

“Kami sangat antusias dengan pendanaan dari KDDI [..] Sinergi ini terjalin karena Qlue dan KDDI memiliki visi yang sama dalam mengakselerasi pembangunan kota berbasis teknologi smart city. Dengan dukungan KDDI yang memiliki jaringan bisnis secara global ini akan mendorong penetrasi pasar Qlue di luar negeri,” ujar Rama.

Qlue akan menggarap pasar Asia secara agresif sebagai basis utama pengembangan solusi smart city, dengan menjadikan Jepang, Malaysia, dan Filipina sebagai fokus utama. Untuk pasar dalam negeri, peningkatan skalabilitas ini juga bisa mendorong perluasan industri ke sejumlah sektor, seperti jasa kesehatan, pengelola kawasan industri, perhotelan, pengembang properti, BUMN, hingga berbagai sektor lainnya.

Hadirnya ASLI RI juga menarik, sebelumnya mereka dikenal sebagai pengembang platform keamanan berbasis biometrik; mereka juga terkorelasi dengan startup pengembang layanan tanda tangan digital TekenAja. Masuknya ASLI RI akan menghadirkan sinergi tersendiri dalam penguatan ragam solusi smart city yang dikembangkan Qlue.

“Kemampuan teknologi Qlue dalam mencerdaskan kamera CCTV sangat strategis dengan rencana bisnis kami sehingga sinergi ini bisa memberikan nilai tambah baik bagi ASLI RI maupun Qlue. Kami yakin kemitraan strategis ini juga akan memberikan dampak positif bagi pelaku industri di Indonesia karena pemanfaatan teknologi akan semakin masif dalam beberapa tahun ke depan,” ujar COO ASLI RI Rionald Soerjanto.

Rama dan tim Qlue cukup yakin bahwa potensi smart city masih sangat besar. Di Indonesia sendiri, menurut data yang mereka kutip, prediksi pangsa pasarnya akan mencapai $820 miliar pada tahun 2025 mendatang.

Sejak didirikan pada tahun 2016 lalu, Qlue cukup agresif melakukan ekspansi bisnis. Kini mereka sudah diaplikasikan di 58 kota di Indonesia dan memiliki pengguna di luar negeri dengan jumlah total mencapai lebih dari 133 klien. Per 2020, bisnis Qlue juga diklaim mengalami pertumbuhan 70% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Application Information Will Show Up Here

Prixa Bags Funding Over 40 Billion Rupiah Led by MDI Ventures and TPTF

Prixa healthtech announced fresh funding of $3 million (over 40 billion Rupiah) led by MDI Ventures and Trans-Pacific Technology Fund (TPTF). As previous investor, Siloam Hospitals Group also participated in this round.

In an official statement, fresh money will be used to expand Prixa’s platform coverage and user base, supporting the B2B customer base, and increasing accessibility to healthcare and the digital transformation of Indonesia’s healthcare services.

“There is a dichotomy in healthcare industry where constant innovation exist in advanced patient care, but access to basic healthcare continues to lag behind. [..] We thank the strategic investors for the opportunity, who have supported us in making a positive impact on healthcare through digital primary care,” Prixa’s Co-Founder & CEO, James Roring said.

Each investor representative gave a statement. TPTF’s Managing Director, Barry Lee said, “As an international venture fund, we see a significant opportunity to support the healthcare industry in Indonesia through cutting-edge technology. We look forward to contributing the global experience in this sector that we gain from our portfolio of other health technology companies to support Prixa’s growth.”

MDI Ventures’ GM Legal and Corporate Communications, Aditia Henri Narendra added, “MDI co-led the funding at Prixa for demonstrating its ability to support insurance companies and hospitals in making physician services more accessible and affordable through its AI-powered telemedicine platform. [..] We are very happy that Prixa can actively support the digital health ecosystem in SOEs.”

Prixa was founded in 2019 by James Roring, MD with the first service launched was an AI-based health management platform. The platform provides telemedicine and other basic primary care services to healthcare payer with the mission of humanizing healthcare by leveraging data and technology.

Prixa focuses on healthcare payer services, which include insurance companies, corporations, and government entities, serving approximately 10 million users. Aiming to reduce claims costs and healthcare costs, Prixa strives to provide healthcare in a paradigmatic way through a managed care approach. This business model is in line with Prixa’s support for government programs for digital transformation in the healthcare sector and for improving health services across all levels of society.

To date, in time of pandemic, it is said that Prixa has experienced exponential growth for its services, including online medical consultations. The Prixa platform allows users to connect directly with primary care services, which include telemedicine consultation, drug delivery, and on-demand laboratory tests.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian 

Prixa Dapatkan Pendanaan Lebih dari 40 Miliar Rupiah, Dipimpin MDI Ventures dan TPTF

Startup healthtech Prixa mengumumkan perolehan dana segar senilai $3 juta (lebih dari 40 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh MDI Ventures dan Trans-Pacific Technology Fund (TPTF). Dalam putaran ini juga diikuti oleh Siloam Hospitals Group yang merupakan investor sebelumnya.

Dalam keterangan resmi disampaikan, pendanaan akan digunakan untuk memperluas jangkauan platform dan basis pengguna Prixa, mendukung basis pelanggan B2B, serta meningkatkan aksesibilitas ke perawatan kesehatan dan transformasi digital layanan kesehatan Indonesia.

“Terdapat dikotomi dalam perawatan perawatan kesehatan di mana ada inovasi yang konstan dalam perawatan pasien tingkat lanjut, namun akses ke pelayanan kesehatan dasar terus tertinggal. [..] Atas kesempatan baik ini, kami berterima kasih kepada investor strategis yang mendukung kami untuk bisa memberikan dampak positif kepada perawatan kesehatan melalui perawatan primer via digital,” ucap Co-Founder & CEO Prixa James Roring.

Masing-masing perwakilan investor turut memberikan pernyataannya. Managing Director TPTF Barry Lee mengatakan, “Sebagai dana ventura internasional, kami melihat peluang yang signifikan untuk mendukung industri perawatan kesehatan di Indonesia melalui teknologi mutakhir. Kami berharap dapat memberikan kontribusi pengalaman global di sektor ini yang kami peroleh dari portofolio perusahaan teknologi kesehatan kami yang lain untuk mendukung pertumbuhan Prixa.”

GM Legal and Corporate Communication MDI Ventures Aditia Henri Narendra menambahkan, “MDI co-led pada pendanaan di Prixa karena telah menunjukkan kemampuannya untuk mendukung perusahaan asuransi dan rumah sakit dalam membuat layanan dokter lebih mudah diakses dan terjangkau melalui platform telemedisnya yang ditenagai oleh AI. [..] Kami sangat senang Prixa dapat secara aktif mendukung ekosistem kesehatan digital di BUMN.”

Prixa didirikan pada 2019 oleh James Roring, MD dengan layanan yang pertama kali diluncurkan adalah platform manajemen kesehatan berbasis AI. Platform tersebut memberikan layanan telemedis dan layanan perawatan primer dasar lainnya untuk pembayar perawatan kesehatan dengan misi memanusiakan perawatan kesehatan dengan memanfaatkan data dan teknologi.

Prixa berfokus pada pelayanan pembayar perawatan kesehatan, yang mencakup perusahaan asuransi, korporasi, dan entitas pemerintah, melayani sekitar 10 juta pengguna. Dengan tujuan mengurangi biaya klaim dan biaya perawatan kesehatan, Prixa berusaha untuk memberikan perawatan kesehatan secara paradigmatis melalui pendekatan perawatan terkelola (managed care). Model bisnis ini juga selaras dengan dukungan Prixa terhadap program pemerintah untuk transformasi digital di sektor perawatan kesehatan dan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di seluruh lapisan masyarakat.

Sejauh ini, dalam kondisi pandemi, diklaim Prixa mengalami pertumbuhan eksponensial untuk layanannya, termasuk konsultasi medis secara online. Platform Prixa memungkinkan pengguna untuk terhubung langsung dengan layanan perawatan primer, yang mencakup konsultasi telemedis, pengiriman obat, dan tes laboratorium on-demand.

Kantongi Pendanaan Seri B, Zenyum Ingin Percepat Ekspansi di Seluruh Asia

Setelah mengantongi pendanaan seri A tahun 2019 dari RTP Global, Sequoia India, TNB Aura, SEEDS Capital, dan beberapa investor lainnya, platform direct-to-consumer (D2C) yang menawarkan produk perawatan gigi Zenyum kembali mendapatkan pendanaan dari L Catterton dengan nilai investasi $25 juta. Investor Zenyum sebelumnya termasuk Sequoia Capital India, RTP Global, Partech, TNB Aura, Seeds Capital, dan FEBE Ventures turut berpartisipasi dalam putaran Seri B ini. Sehingga perusahaan berhasil mengumpulkan total pendanaan mencapai $40 juta.

Kepada DailySocial, CEO Zenyum Julian Artope mengungkapkan, perawatan gigi dan produk terkaitnya, atau yang juga dikenal dengan “Kosmetik Senyum” adalah peluang bernilai miliaran dolar Amerika Serikat di seluruh Asia Tenggara. Zenyum ingin menjadi pemimpin pasar di kawasan yang memiliki pertumbuhan tercepat di dunia.

“Dengan investasi ini, kami dapat mempercepat ekspansi di seluruh Asia, memperdalam jangkauan produk kami, dan mengembangkan lebih lanjut technology stack kami untuk menjadi mitra sejati bagi dokter gigi sambil membangun category-defining company,” kata Julian.

Terkait dengan rencana bisnis Zenyum di Indonesia, Julian menegaskan, mereka memiliki rencana untuk melakukan ekspansi. Sejak didirikan pada tahun 2018, Zenyum telah tumbuh secara eksponensial, dengan peningkatan pendapatan 4x lipat pada tahun 2020. Dengan dukungan teknologi dan integrasi jaringan mitra, Zenyum menjalin kolaborasi dengan dokter gigi yang dapat diakses di seluruh Asia melalui proses yang aman dan personal.

“Zenyum telah berkembang pesat selama setahun terakhir dan ZenyumClear dengan cepat menjadi pemimpin pasar di segmen kami di Asia. Kami juga mengeksekusi pada kategori yang lebih luas dan berhasil meluncurkan Produk Kosmetik Senyum lainnya seperti sikat gigi ZenyumSonic kami yang telah terbukti menjadi kisah sukses yang luar biasa, mendominasi kategori Sikat Gigi Elektrik di platform e-commerce pihak ketiga dan dijual di pengecer ternama seperti Guardian,” kata Julian.

Pandemi dan pertumbuhan bisnis Zenyum

Selama pandemi, Zenyum melancarkan kegiatan dan layanan secara online dan offline untuk membantu pelanggan mereka. Kesulitan untuk melakukan pertemuan langsung, dilakukan oleh tim Zenyum dengan memberikan layanan konsultasi hingga peawatan dengan cara online.

Harapannya dengan melakukan proses tersebut, daripada harus kembali setiap bulan untuk kunjungan yang mungkin tidak diperlukan, dokter gigi dan tim layanan pelanggan Zenyum melacak kemajuan pelanggan lebih dekat dan tepat waktu melalui aplikasi dan hanya meminta pelanggan untuk datang kembali untuk konsultasi langsung jika diperlukan.

“Hal ini memudahkan pelanggan kami dengan menggunakan teknologi eksklusif untuk meminimalkan inefisiensi dalam proses perawatan invisible aligner dan juga membantu dokter gigi mengoptimalkan waktu mereka dan mendigitalkan praktik mereka. Langkah tersebut juga bisa meningkatkan tingkat kepedulian dan kualitas hasil bagi pelanggan, menghasilkan Net Promoter Score (NPS) pelanggan terbaik dikelasnya,” kata Julian.

Application Information Will Show Up Here

goKampus Dapatkan Pendanaan Pra-Seri A Dipimpin Sovereign’s Capital dan SALT Ventures

Platform edtech yang memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan perkuliahan goKampus hari ini (03/6) mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A yang dipimpin Sovereign’s Capital dan SALT Ventures. Dengan status “oversubscribed”, putaran ini turut didukung Azure Ventures dan beberapa angel investors. Tidak disebutkan besaran dana yang didapatkan. Modal tambahan akan difokuskan untuk penguatan produk, perekrutan tim, dan akuisisi pengguna.

“Sovereign’s Capital menyediakan koneksi dan percepatan pertumbuhan di Indonesia, serta jaringan yang kuat di Amerika Serikat; sedangkan presensi media SALT Ventures yang kuat di Indonesia memudahkan kami untuk menambah jumlah pengguna mahasiswa di platform,” ujar Founder & CEO goKampus Nathanael Santoso.

Didirikan sejak akhir 2018, layanan goKampus berusaha mendigitalkan kehidupan perkuliahan dengan menyediakan akses menyeluruh ke layanan perguruan tinggi. Mulai dari pendaftaran ke jurusan kampus, layanan belajar virtual, informasi beasiswa dan pinjaman dana pendidikan, hingga memudahkan untuk mencari tempat magang.

Contoh penggunaannya, seorang mahasiswa bisa diterima di jurusan impiannya dengan mengirimkan foto transkrip mereka. goKampus dan mitra perguruan tinggi akan memberikan keputusan penerimaan secara instan melalui aplikasi.

Dari statistik yang disampaikan, saat ini startup tersebut sudah memiliki sekitar 250 ribu pengguna mahasiswa aktif dengan 400 mitra universitas yang tersebar di Indonesia dan berbagai negara lainnya. Per tahun 2021 juga diklaim penempatan mahasiswa melalui fitur Instant Approval goKampus meningkat 30x lipat dibanding tahun sebelumnya.

Awal tahun ini program goKampus Cloud University juga diluncurkan sebagai universitas digital pertama yang menawarkan kurikulum manajemen bisnis digital setara S1 secara on-demand di Indonesia. Dengan biaya yang diklaim 40% lebih terjangkau dibandingkan universitas konvensional, kurikulum didesain semenarik mungkin sehingga membuat kegiatan pembelajaran tidak membosankan.

“Di goKampus Cloud University, setiap mahasiswa dapat membangun kurikulum mereka sendiri, mendapatkan pengalaman belajar paling canggih, melakukan transfer kredit ke mitra universitas kami, meraih gelar sarjana, atau masuk ke program magang dan kerja setelah mereka menyelesaikan kursus. Mata kuliah yang diajarkan akan menggunakan film dan pengalaman pembelajaran sinematik, di mana kualitas kelas, retensi siswa, dan hasil pembelajaran akan diakselerasi dan dioptimalkan. Kami berencana untuk meluncurkan pengalaman universitas digital versi terbaru ini pada bulan Juli,” kata Nathanael.

Application Information Will Show Up Here

Qlue Mendapat Investasi dari Perusahaan Telekomunikasi Jepang KDDI

Bertujuan untuk mendorong transformasi digital di pasar Asia Tenggara, khususnya Indonesia, KDDI yang dikenal sebagai perusahaan telekomunikasi Jepang mengumumkan investasinya kepada pengembang platform smart city Qlue. Keduanya akan mengintegrasikan berbagai platform yang dikembangkan Qlue dengan basis bisnis KDDI di Asia Tenggara, termasuk layanan infrastruktur teknologi yang dimiliki.

Tidak disebutkan nominal investasi yang diberikan. Pendanaan ini diberikan melalui KDDI Open Innovation Fund III, yakni dana ventura perusahaan yang difokuskan untuk mendukung berbagai startup di bidang hiburan, IoT, big data, dan fintech. Total dana kelolaannya mencapai 20 miliar yen atau setara 260 miliar Rupiah; dan telah diinvestasikan kepada 92 startup.

KDDI sendiri sebenarnya juga sudah memiliki unit di Jakarta, melalui PT KDDI Indonesia. Segmen bisnis mereka di kalangan B2B, B2B2X, dan B2G di berbagai bidang.

Salah satu fokus Qlue di Indonesia saat ini masih membantu digitalisasi layanan pemerintahan di berbagai kota. Teranyar pada April 2021 lalu, perusahaan mengumumkan telah mengimplementasikan solusi smart city yang dimiliki di Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Berbagai solusi baru juga diluncurkan, termasuk rangkaian alat untuk membantu organisasi mendisiplinkan protokol kesehatan di tengah pandemi.

Solusi Qlue saat ini terdiri dari QlueApp (aplikasi pelaporan warga), QlueVision (analisis video CCTV berbasis kecerdasan buatan), QlueWork (mobile workforce management), QlueDashboard (platform visualisasi data), QlueSense (solusi produk berbasis IoT), dan QlueThermal (solusi pemindai suhu tubuh dan penggunaan masker otomatis).

Dalam sebuah kesempatan, Founder & CEO Qlue RaMa Raditya mengatakan, pada tahun 2020 bisnis mereka mencatatkan pertumbuhan 70% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini didorong meningkatnya antusias digitalisasi dan pemanfaatan solusi smart city di Indonesia.

Sejauh ini sudah ada sekitar 120 kota/kabupaten yang memanfaatkan solusi Qlue. Beberapa solusi mereka juga telah diimplementasikan klien dari luar negeri, termasuk di Singapura, Filipina, Tiongkok, Jepang, India, Rusia, Australia, dua negara di benua Eropa, dan empat negara di benua Amerika. Klien Qlue datang dari sektor pemerintah dengan komposisi 70% dan sisanya swasta 30%.

Application Information Will Show Up Here

Telkomsel Mitra Inovasi Reportedly Involved in the Funding of EVOS Esport

Telkomsel Mitra Innovation (TMI) is reportedly involved in the series B round for the local esports team “EVOS Esports”. This is TMI’s debut to invest outside tech-based service startups.

DailySocial has contacted TMI and EVOS representatives to confirm, but they neither willing to comment on the issue.

In a general note, EVOS Sports is a Jakarta-based esports organization founded by Ivan Yeo, Hartman Harris, and Wesley Yiu in 2016. Apart from Indonesia, EVOS has esports teams in Singapore, Thailand, Malaysia, and Vietnam. In addition, EVOS has entered the content, merchandise, event, and Head of Talent (KOL) business under WHIM Management.

Meanwhile, Telkomsel Mitra Innovation is an investment arm founded by Telkomsel in 2019. The company focuses on investments in the IoT, big data, and entertainment (music, games and video) verticals. The goal is none other than to improve the digital business ecosystem, especially in the telecommunications industry. Some of TMI’s portfolios include PrivyID, Qlue, Roambee, Sekolahmu, and TADA.

Community as the new target user

EVOS ha received funding from venture capital several times, both domestic and foreign. Based on Hybrid data, Attention Holdings Pte. Ltd., EVOS’ parent company, raised $12 million in series B funding in October 2020.

The funding round was led by Korea Investment Partners and several other investors, including Mira Asset Ventures, Woowa Brothers, and IndoGen Capital. Also involved are Insignia Ventures Partners, which previously led the EVOS series A funding round in 2019.

IndoGen Capital’s Managing Partner Chandra Firmanto said, Indonesian esports fan base is very large that it attracts companies to enter this industry. “The Indonesian esports team will be successful as we have strength in the community. This is also due to the number of young Indonesians and their quite large spending,” he said.

In the context of TMI, Telkomsel already has its own esports team, Dunia Games (DG) Esports. However, referring to the above thesis, and if Telkomsel confirms this investment, there is a chance that the cellular market leader intend to target a wider new market segment.

Telkomsel can expand its telco business by targeting EVOS’ large community base. Quoting Kompas.com, Esports Charts data named EVOS as the most popular esports team in Southeast Asia. EVOS’ high reputation is reinforced by a total of 6.4 million followers on various social media platforms, including TikTok, Instagram, YouTube, Twitter, and Facebook.

In addition, EVOS also provide membership programs, both free and subscription, which have been released since mid 2020. EVOS Esports’ Co-founder & CEO, Ivan Yeo said this program is the company’s strategy to win the millennial and gen Z market. EVOS is also known to collaborate with TikTok to grow their influencer business.

In fact, the Newzoo report states that the value of the global esports industry is estimated to reach $1.1 billion or Rp15.4 trillion in 2020. Meanwhile, the largest esports market is still controlled by China with a value of $385.1 million, followed by North America at $252.8. million.

In Indonesia, the mobile esports market continues to grow rapidly. Newzoo 2019 data states that 52 million of the total 82 million smartphone users are mobile game players. Revenue from the mobile game industry in Indonesia is estimated to contribute $624 million or equivalent to Rp8.7 trillion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kantongi Pendanaan Seri B, Lemonilo Ingin Perluas Varian Produk

Lemonilo dikenal sebagai startup new economy yang menghadirkan alternatif produk makanan sehat. Berawal dari mie instan, dalam satu terakhir varian produk yang ditawarkan mulai meluas, dengan tetap mengusung konsep sajian makanan sehat.

Kepada DailySocial, Co-Founder & Co-CEO Lemonilo Shinta Nurfauzia mengungkapkan, meskipun hingga saat ini produk mie instan sehat masih menjadi favorit, namun Lemonilo juga memiliki produk seperti keripik hingga kue, yang diklaim memiliki demand cukup besar.

“Untuk produk mie instan sehat sendiri rencananya kami juga akan mengeluarkan pilihan rasa baru kepada pelanggan. Namun kami juga mulai memperkenalkan varian produk lainnya di luar produk favorit kami yaitu mie instan.”

Hingga kini Lemonilo sudah meluncurkan lebih dari 40 jenis produk, mulai dari mi instan, camilan, dan bahan esensial lainnya. Semua produk ini dijual di platform digitalnya sendiri serta tersedia di lebih dari 100 ribu titik distribusi di berbagai wilayah Indonesia — termasuk memanfaatkan jaringan reseller yang dimiliki.

Produk pertamanya, Mi Instan Lemonilo, saat ini sudah tertanam kuat di benak masyarakat sebagai mi instan hijau sehat dan mendorong pembicaraan di media sosial untuk kategori mi instan dengan 49% SOV (share of voice).

“Area yang masih mendominasi sebagian besar pelanggan Lemonilo adalah pulau Jawa. Target Lemonilo hingga akhir tahun ini bisa menambah lebih banyak varian produk untuk pelanggan,” kata Shinta.

Pendanaan Seri B

Seteah tahun 2018 lalu telah mengantongi pendanaan dari Alpha JWC Ventures dan Unifam Capital, tahun ini Lemonilo menerima pendanaan tahap berikutanya di seri B yang dipimpin oleh Sequoia Capital India. Lemonilo berencana menggunakan modal tambahan ini untuk ekspansi serta memperkuat jaringan distribusi produknya di Indonesia, menambah jumlah tim, mengembangkan dan meluncurkan produk baru, juga pengembangan teknologi untuk melayani penggunanya dengan lebih baik.

“Kami sangat senang menyambut Sequoia Capital India ke dalam keluarga besar Lemonilo. Kami berterima kasih atas dukungan dari Sequoia Capital India untuk mewujudkan ketersediaan produk sehat di mana saja dan untuk siapa saja,” tambahnya.

Didirikan pada tahun 2016 oleh Shinta Nurfauzia (Co-CEO), Ronald Wijaya (Co-CEO), dan Johannes Ardiant (Chief of Product & Tech), Lemonilo memiliki misi untuk membuat gaya hidup sehat dapat diakses oleh siapa saja.

Lemonilo ingin mengisi market gap antara produk sehat impor berharga tinggi dengan perusahaan FMCG yang ada di pasar. Setiap produk yang dikembangkan oleh Lemonilo memiliki tiga pilar: sehat, praktis, dan terjangkau. Dengan standar ini, setiap produk Lemonilo dipastikan bebas dari 100+ bahan berpotensi bahaya (seperti pengawet, penguat rasa, dan aneka bahan sintetis) yang kerap ditemukan pada produk consumer goods lainnya.

Program wirausaha “Wiranilo”

Untuk memberdayakan ibu rumah tangga dan pelajar putri, Lemonilo meluncurkan program wirausaha yang bernama Wiranilo. Melalui program ini, masyarakat umum yang tertarik bisa bergabung menjadi reseller dan menjual semua produk Lemonilo yang bisa dibeli dengan harga grosir oleh anggota Wiranilo.

Selain mendapatkan harga lebih murah, mereka juga memiliki kesempatan menentukan sendiri produk yang diinginkan oleh pembeli mereka dengan melakukan pembelian di Lemonilo. Selain berkesempatan mendapatkan komisi, Lemonilo juga melancarkan loyalty program kepada anggota.

Program Wiranilo diinisiasi berdasarkan data Lemonilo melalui platform digitalnya, yang menunjukkan bahwa pembeli produk Lemonilo terbanyak adalah pelanggan tetap yang membeli dalam jumlah besar untuk kemudian dijual ke komunitas lokal di sekitar mereka.

Melalui Wiranilo, Lemonilo dapat menjangkau audiens yang lebih luas untuk produk terbarunya sekaligus membina komunitas Wiranilo sebagai promotor nilai-nilai kesehatan Lemonilo. Awalnya program ini diluncurkan untuk menjawab demand dari pelanggan Lemonilo sekitar 6 bulan lalu, melihat besarnya permintaan, Lemonilo akan meneruskan program ini menjadi program yang permanen.

“Kami sangat bersyukur karena bisa membantu banyak orang untuk mendapatkan pendapatan tambahan di waktu yang sulit ini. Dari sisi inovasi produk, kami menyusun ulang prioritas pengembangan produk untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan pelanggan dengan cepat sejak pandemi,” tutup Shinta.

Application Information Will Show Up Here

Platform Podcast Inspigo Dapat Investasi dari Telkomsel Mitra Inovasi

Platform podcast Inspigo dikabarkan mendapat investasi tahap awal dari Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). Dari sumber yang kami peroleh, ini merupakan bagian dari putaran pendanaan awal. Unit CVC yang dinakhodai Andi Kristianto tersebut masuk lewat Signific Digital Asia Pte Ltd.

Pada April 2021, sebagaimana diberitakan Bisnis.com, perusahaan berbasis di Singapura, Signific Digital Asia Pte Ltd mencaplok saham Inspigo. Namun, Inspigo tidak menyebutkan besaran nilai yang dibayarkan Signific Digital Asia atas pengalihan saham tersebut.

DailySocial telah mengonfirmasi hal ini ke Founder Inspigo dan perwakilan TMI, namun berita ini diterbitkan belum ada pernyataan resmi dari keduanya. Kendati demikian, Inspigo justru sudah muncul di jajaran portofolio TMI pada website resminya.

Inspigo atau “Inspiration on the Go” merupakan platform podcast on-demand yang didirikan oleh Tyo Guritno, Yoris Sebastian, dan Eva Ditasari. Platform ini menghadirkan konten podcast dengan ragam topik dan speaker, mulai dari kesehatan, keuangan, musik, hingga gaya hidup. Konten-konten ini dapat dinikmati secara gratis maupun berbayar.

Perkembangan konten podcast Indonesia

Diberitakan juga baru-baru ini, TMI dikabarkan terlibat dalam pendanaan awal team esports lokal EVOS Esports. Masuknya TMI ke vertikal bisnis baru, yakni esports dan podcast, memperkuat anggapan bahwa Telkomsel tengah memperluas cakupan portofolionya.

Sejak awal berdiri di 2019, TMI telah memfokuskan investasinya pada vertikal big data, IoT, dan hiburan (musik, game, dan video). Investasi ini diharapkan dapat meningkatkan ekosistem bisnis digital, terutama yang dapat disinergikan ke bisnis utamanya di telekomunikasi.

Di sisi lain, industri konten berbasis suara memang tengah berkembang pesat di Indonesia. Karena hanya berbasis suara, ini menjadi salah satu faktor podcast mudah diterima di berbagai lanskap media di dunia. Terlebih, masa pandemi Covid-19 mendorong peningkatan konsumsi konten podcast di sejumlah platform digital, misalnya Spotify dan Google Podcast.

Podcast User Research in Indonesia di 2018 menyebutkan Spotify (52,02%) sebagai platform terpopuler untuk mendengarkan konten podcast. Namun, rupanya ada Inspigo yang masuk sebagai satu-satunya pemain lokal di jajaran 10 besar. Ini menandakan awareness terhadap platform podcast lokal sudah mulai terbangun.

Sumber: Podcast User Research in Indonesia 2018 / DailySocial
Sumber: Podcast User Research in Indonesia 2018 / DailySocial

Di 2020, Indonesia mendominasi konsumsi podcast terbanyak se-Asia Tenggara menurut data Spotify. Sebanyak 20% dari total pengguna Spotify di Indonesia mendengarkan podcast setiap bulan, dan jumlah tersebut lebih tinggi dari persentase rata-rata global.

Application Information Will Show Up Here