Kopi Kenangan Umumkan Perolehan Pendanaan 282 Miliar Rupiah dari Sequoia India

Kopi Kenangan hari ini (25/7) mengumumkan perolehan pendanaan dalam penutupan “growth round” dari Sequoia India. Nilainya mencapai $20 juta atau setara dengan 282 miliar Rupiah. Pendanaan ini menjadi lanjutan putaran sebelumnya senilai $8 juta dari Alpha JWC Venture pada Oktober 2018 lalu.

Pasca penambahan modal, startup yang didirikan oleh Edward Tirtanata dan James Prananto tersebut akan fokus membuat pengalaman yang makin dipersonalisasi dan efisiensi proses produksi. Realisasinya pada pengembangan aplikasi dan penerapan teknologi IoT di gerai.

Aplikasi akan dikembangkan sedemikian rupa hingga berasa menjadi “barista pribadi” para konsumen. Melalui aplikasi, konsumen bisa mendapatkan informasi mengenai takaran atau rasa dari kopi yang dipesan — layaknya mereka bertanya kepada barista di cafe.

Sejak berdiri pada tahun 2017, Kopi Kenangan telah memiliki 80 gerai di 8 kota. Dari data yang dikirimkan, rata-rata pemesanan kopi hampir mencapai 1 juta cangkir per bulannya. Selain menyempurnakan aplikasi, dengan pendanaan ini Kopi Kenangan juga akan menggencarkan ekspansi ke berbagai kota dengan membuka 150 gerai baru hingga akhir tahun.

Diinformasikan saat ini startup juga sudah dalam kondisi “profitable“. Capaian tersebut membuat Kopi Kenangan percaya diri untuk segera melakukan ekspansi ke Asia Tenggara dalam beberapa tahun ke depan.

Sejak debutnya, Kopi Kenangan menawarkan konsep “new retail”, yakni dengan mengelaborasikan kapabilitas teknologi online dengan tetap menyediakan pengalaman berbelanja offline. Konsumen dapat memesan kopi melakukan aplikasi, untuk selanjutnya diambil dari kedai yang dipilih — atau meminta untuk diantarkan melalui jasa Grab atau Gojek.

Dengan konsep dan model bisnis yang nyaris sama, ada juga pemain lain yakni Fore Coffe. Konsep new retail turut ditawarkan dengan dukungan bisnis dan pendanaan dari East Ventures. Selain itu ada juga Anomali Coffee yang menawarkan model online-offline serupa untuk pemesanan produk kopi.

Application Information Will Show Up Here

Prosa.ai Dapatkan Pendanaan Seri A dari GDP Venture

Prosa.ai startup pengembang platform artificial intelligence (AI) untuk teknologi pemrosesan teks (NLP – Natural Language Processing) dan pengenalan suara dalam Bahasa Indonesia, hari ini (20/6) mengumumkan perolehan pendanaan seri A yang dipimpin oleh GDP Venture. Tidak disebutkan nominal dana diterima. Investasi tersebut melanjutkan pendanaan awal yang diterima tahun lalu dari Kaskus (juga merupakan portofolio GDP Venture)

“Walaupun jumlah talent AI terbatas termasuk di Indonesia, tetapi para pendiri Prosa.ai menunjukkan bahwa Indonesia mampu untuk mengembangkan teknologi AI dan Prosa.ai pun telah menunjukkan progress yang sangat baik dalam waktu singkat,” sambut CEO GDP Venture Martin Hartono.

Ia juga mengatakan, AI merupakan teknologi yang sedang berkembang dan sangat dibutuhkan untuk menunjang berbagai industri. Sehingga berinvestasi pada teknologi AI merupakan langkah strategis bagi perusahaannya dan diharapkan dapat berpartisipasi dalam kemajuan teknologi di Indonesia.

Prosa.ai didirikan sejak tahun 2018, berawal dari hasil riset para co-founder yakni Ayu Purwarianti, Dessi Puji Lestari dan Teguh Eko Budiarto. Belum lama ini, Prosa.ai bekerja sama dengan Kominfo meluncurkan Chatbot AntiHoaks yang berfungsi untuk mengecek berita, artikel atau tautan yang diberikan oleh masyarakat melalui fitur chat.

“Pendanaan yang kami dapatkan akan kami gunakan untuk memperkuat tim kami, meningkatkan kualitas produk dan data kami menjadi lebih baik lagi. Beberapa produk yang akan kami tingkatkan lagi kualitasnya, seperti Prosa Hoax Intel, NLP Toolkit API, Concept-Sentiment, Chatbot NLP Processing, Text Data Sets, Voice Biometrics, Speech Datasets, Speech-to-Text, Text-to-Speech, Conversational Analytics and Meeting Analytics for Bahasa Indonesia,” ungkap CEO Prosa.ai Teguh Eko Budiarto.

On Lee selaku CTO GDP Venture dan CEO & CTO GDP Labs yang merupakan salah satu Board Directors dari Prosa.ai mengatakan, “GDP Venture sangat senang diberi kesempatan untuk mendanai Prosa.ai karena perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan AI terbaik di Indonesia yang didirikan oleh founders yang kredibel dan mempunyai pengalaman dibidang AI dibarengi dengan tim yang solid dan teknologi yang andal.”

CoHive Raih Pendanaan Seri B Lebih dari 192 Miliar Rupiah, Incar Tutup di Angka 285 Miliar Rupiah

Startup operator coworking space CoHive mengumumkan perolehan pendanaan putaran pertama seri B senilai US$13,5 juta (lebih dari Rp192 miliar) yang dipimpin Stonebridge Ventures. Investor lainnya yang turut bergabung di antaranya Kolon Investment, Stassets Investment, pengembang properti lokal, dan investor sebelumnya di Seri A, termasuk H&CK Partners.

Founder dan CEO CoHive Jason Lee menuturkan, pendanaan seri B ini akan ditutup dengan nominal US$20 juta (lebih dari Rp285 miliar). Proses masih berlangsung dan diharapkan akan diumumkan pada akhir tahun ini. Nominal dana tersebut sama persis dengan pendanaan yang berhasil dikantongi perusahaan saat seri A tahun lalu.

Modal tambahan yang didapat sepenuhnya akan dipakai buat ekspansi coworking space di lokasi lainnya, termasuk Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Makassar. Juga mengembangkan produk barunya yakni CoLiving dan CoRetail. CoHive belum menunjukkan minatnya untuk ekspansi ke luar Indonesia.

“Ada sembilan tambahan lokasi coworking yang siap kami bangun, sehingga total coworking space sampai akhir tahun ini ada di angka 40. Tak menutup kemungkinan, kami mencari lokasi potensial lainnya karena mengikuti demand pengguna,” terangnya, Rabu (19/6).

Secara keseluruhan, CoHive memiliki 31 lokasi di empat kota, yaitu Jakarta, Medan, Yogyakarta, dan Bali; dengan total luas sekitar 65 ribu meter persegi. Jumlah anggota sekitar 9 ribu orang yang menyewa produk ruang kerja selama satu bulan. Adapun jumlah startup yang menyewa mencapai 8 ribu startup.

CoHive sendiri, sebelumnya bernama EV Hive, telah beroperasi sejak 2015 sebagai proyek awal dari East Ventures. Pergerakan bisnis CoHive bisa dikatakan sangat agresif. Di Juni 2018, CoHive baru tersebar di 17 lokasi dengan total luas 30.300 meter persegi dan 3.100 anggota.

Diklaim, CoHive menjadi pemimpin pasar coworking space dengan lokasi terbanyak di Indonesia. Lalu disusul GoWork, Kolega, Union Space, Freeware Space, dan Conclave.

Produk baru CoHive

Dalam kesempatan yang sama, Jason memperkenalkan tiga produk barunya yakni CoLiving, CoRetail, CoHive Event Space, serta peresmian gedung pusat yang dinamai CoHive 101 di Mega Kuningan, Jakarta. CoLiving adalah ruang kerja sekaligus tempat tinggal. Lokasi pertamanya ada di Tower Crest West Vista, Jakarta Barat yang dibangun bersama Keppel Land Indonesia.

Di sana, CoLiving menyediakan 64 ruangan dengan luas total 2.800 meter persegi. Jason mengklaim lantai pertama CoLiving, telah resmi beroperasi di Mei 2019. Tingkat okupansinya telah mencapai 90%. Untuk lantai dua, bakal diresmikan pada September mendatang.

Adapun, CoRetail diperuntukkan buat pengusaha ritel yang fleksibel dengan harga terjangkau dan menjual produknya di komunitas startup seperti CoHive. Konsep ritel yang diusung mulai dari toko pop up sementara, toko permanen, dan kantin.

Produk tersebut baru tersedia di lantai dasar CoHive 101. Beberapa tenant yang sudah memanfaatkan adalah Go-Food Festival, Fore Coffee, Pepenero Bakery, Bukalapak, dan lainnya.

“CoRetail memudahkan penjual untuk berjualan tanpa harus pusing bayar biaya sewa yang menyusahkan dan komitmen pembayaran di muka. Beda halnya ketika mereka mau buka toko di pusat perbelanjaan, mereka harus komitmen sewa antara 3-5 tahun dan bayar di muka sampai 12 bulan.”

Jason melanjutkan, produk teranyar yang terakhir yakni CoHive Event Space, diarahkan untuk membantu anggotanya dan mitra bisnis untuk mengadakan pertemuan dan acara perusahaan. Berbekal cabang coworking yang banyak, menjadi peluang perusahaan untuk memaksimalkan fungsi ruangan.

Kantor pusat CoHive 101 ikut diresmikan pada waktu yang berbarengan. Kantor ini berkapasitas 2.700 orang, berisi coworking, private office, CoRetail, event space, kantin, dan lainnya. Diklaim saat ini tingkat okupansinya mencapai 75%.

“CoHive menyediakan opsi build to order untuk startup yang ingin bergabung namun sudah memiliki ratusan karyawan. Cermati dan Tanihub mendatangi kami untuk ikut gabung karena mereka melihat unsur kolaborasi yang kami tawarkan,” pungkas Jason.

Startup Pengembang Platform Konten Pemasaran “Feedloop” Dapatkan Pendanaan Awal dari East Ventures

Startup SaaS di bidang pemasaran Feedloop hari ini (19/6) mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal (seed funding) dari East Ventures dan beberapa angel investor. Terkait nominal yang diterima tidak diinfokan lebih lanjut. Modal tambahan tersebut akan difokuskan untuk membangun pengalaman konten yang interaktif dan mutakhir, sehingga dapat membantu para perusahaan dalam inisiatif “brand activation”.

Layanan Feedloop menyediakan perangkat untuk para staf pemasaran dalam membuat kampanye pemasaran interaktif, berbentuk survei, kuis, dan cerita yang dapat dibagikan di media sosial atau ditempel di aplikasi dan website.

“Konsumen masa kini menginginkan dialog dua arah dengan brand. Sekadar menampilkan iklan dan mempromosikan produk atau brand tidak lagi efektif. Brand harus berinvestasi dalam membangun konten yang memicu dialog dan memberikan nilai tambah kepada konsumen,” ujar Co-founder & CEO Feedloop Ahmad Rizqi Meydiarso, sebelumnya merupakan Co-founder Kata.ai.

“Feedloop bisa mempercepat sebuah kampanye kreatif hingga diterima masyarakat, sembari mengurangi biaya bila dibandingkan dengan kampanye yang dibuat oleh vendor,” tambah Co-founder & CTO Feedloop Ronaldi Kurniawan. “Karena itu, kami menghilangkan kesulitan para staf pemasaran, dan memungkinkan mereka untuk fokus pada hal yang lebih penting, yaitu proses kreatif. Kami juga memungkinkan mereka untuk terus memperbaiki diri lewat masukan-masukan pengguna yang berasal dari sistem analisis kami.”

Feedloop
Contoh hasil konten survei racikan Feedloop untuk Liga1

Menurut PwC, pertumbuhan pengeluaran digital media di Indonesia merupakan salah satu yang paling cepat di dunia. PQ Media memperkirakan bahwa pengeluaran iklan di tanah air bisa mencapai US$12 miliar. Kendati pengeluaran yang besar, tantangan terbesar pemasar adalah merancang pengalaman pelanggan yang berkesan secara menyeluruh untuk meningkatkan brand engagement, sehingga menghasilkan ROI yang lebih tinggi.

“Kami percaya lebih dari 150 juta konsumen Indonesia sudah terhubung secara online. Dengan demikian, personalisasi akan menjadi strategi utama yang lebih efektif bagi brand dan perusahaan untuk menjangkau pelanggan mereka. Tim Feedloop memiliki pola pikir yang tepat, mereka membawa pendekatan berbasis produk untuk membantu perusahaan berinovasi dalam memberikan pengalaman merek yang terpersonalisasi dalam berbagai situasi,” sambut Partner East Ventures Melisa Irene.

Gradana Receives Pre Series A Funding from TryB Group, to Expand in Fintech Property Market

The p2p lending platform developer for fintech property, Gradana, today (5/29) announces pre series A funding from TryB Group. The nominal is undisclosed, but it’s to be focused on product development and to intensify market penetration.

TryB Group’s Principal, Herston Power said in his speech that Gradana has potential to be the leading fintech property in Southeast Asia, starts from Indonesia. The service has been the answer of many financial property, such as down payment, rent, renovation or long term product as House Ownership Credit (KPR).

Gradana was built by two co-founder, Angela Oetama and William Susilo Yunior. The startup has won some awards, the Best Fintech Startup representing Indonesia in ASEAN Rice Bowl Awards and 10 Best KPMG version P2P Lending Platform in Fintech Edge.

“In addition to the expansion plan, TryB investment funds will also be used to develop technology, related to the analytics-oriented credit scoring capabilities in projecting bad credit probabilities of the borrowers, resulting in scalable and reliable decision making of credit ownership or rental property in Gradana,” Oetama said.

Currently, the company offered some products, such as GraDP, GraSewa, and GraRenov. All is being developed for property business to be investable and affordable for public. Gradana platform also support property business ecosystem, including developer, agent, renovation and interrior company, investors, and bank; to have synergy.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gradana Dapatkan Pendanaan Pra-Seri A dari TryB Group, Siap Perluas Pasar Fintech Properti

Pengembang platform p2p lending pembiayaan properti Gradana hari ini (29/5) mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A dari TryB Group. Tidak disebutkan mengenai nominal yang didapatkan. Dana yang didapat akan difokuskan untuk perluasan produk dan penetrasi pasar secara lebih intensif.

Dalam sambutannya Principtal TryB Group Herston Powers mengatakan, Gradana memiliki peluang menjadi perusahaan pembiayaan properti digital pertama di Asia Tenggara dimulai dari Indonesia. Layanannya saat ini telah menjawab berbagai kebutuhan pembiayaan properti, baik itu DP, sewa, renovasi maupun yang berjangka lebih panjang seperti KPR.

Gradana didirikan oleh dua orang co-founder, yakni Angela Oetama dan William Susilo Yunior. Startup ini juga beberapa kali memenangkan penghargaan, seperti Best Fintech Startup mewakili Indonesia di ASEAN Rice Bowl Awards dan 10 Platform P2P Lending Terbaik versi  KPMG di Fintech Edge.

“Selain untuk ekspansi ke minimum 3 kota baru, dana dari TryB akan dimanfaatkan pula untuk pengembangan teknologi, terutama terkait credit scoring capabilities yang berorientasi pada analytics untuk memproyeksikan probabilitas gagal bayar oleh calon peminjam, sehingga proses pengambilan keputusan kredit kepemilikan atau sewa properti di Gradana pun menjadi lebih scalable dan reliable,” ujar Angela.

Saat ini perusahaan telah memiliki beberapa produk, di antaranya GraDP, GraSewa, dan GraRenov. Semuanya dikembangkan untuk membuat bisnis properti lebih investable dan terjangkau bagi masyarakat. Platform Gradana juga mencoba mewadahi ekosistem bisnis properti, seperti pengembang, agen, perusahaan interior dan renovasi, investor serta bank; sehingga dapat saling bersinergi.

TaniGroup Amankan Pendanaan Seri A Senilai 143 Miliar Rupiah

TaniGroup mengumumkan telah berhasil mengamankan pendanaan aeri A sebesar $10 juta atau setara dengan 143 miliar Rupiah. Dana tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan ekspansi bisnis dan mengajak startup pertanian lain berkolaborasi demi memajukan sektor pertanian di Indonesia.

Putaran pendanaan ini dipimpin oleh Openspace Ventures. Turut terlibat di dalamnya Intudo Ventures, Golden Gate Ventures dan The DFS Lab, sebuah akselerator fintech yang didanai oleh Bill dan Melinda Gates Foundations.

Dengan pendanaan yang didapat, TaniGroup berharap bisa memicu pertumbuhan bisnis yang pesat di tahun 2019, sehingga lebih banyak petani dan pembeli dapat diuntungan. TaniGroup percaya bahwa kolaborasi dengan banyak pemangku kepentingan adalah kunci untuk memecahkan masalah di sektor pertanian Indonesia.

TaniGroup akan bekerja sama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi lokal dan internasional, termasuk startup pertanian lainnya untuk membangun platform yang lebih besar.

“Dalam waktu dekat, kami ingin mengundang startup-startup pertanian untuk berkolaborasi karena kue pertanian Indonesia masih besar dan sangat tradisional. Ada banyak masalah besar yang harus diselesaikan, banyak petani masih membutuhkan bantuan, dan juga kesempatan untuk membangun rantai pasok lebih kuat dalam rangka menyediakan hasil tani yang bagus kepada masyarakat Indonesia dengan harga terbaik,” terang CEO TaniGroup Ivan Arie Sustiawan.

Sejak didirikan pertengahan tahun 2016, TaniHub telah bermitra dengan lebih dari 25.000 petani lokal di seluruh Indonesia dan mengoperasikan lima kantor cabang dan pusat distribusi regional di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.

TaniGroup sendiri saat ini memiliki dua jenis layanan. Pertama TaniHub, sebuah platform yang memungkinkan pengguna mendapatkan hasil pertanian segar yang didapat langsung dari petani. Layanan ini memiliki pendekatan B2B dan B2C. Saat ini Tanihub berhasil menghubungkan petani dengan 400 UKM dan lebih dari 10.000 pengguna individu.

Layanan selanjutnya adalah TaniFund, membantu para petani untuk mendapatkan dana pinjaman untuk proyek budidaya pertanian. Dengan adanya hubungan ke platform TaniHub, baik peminjam maupun pemberi pinjaman akan mendapat kejelasan status dan perjanjian. TaniFund ini sudah resmi terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga menjadi anggota dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

“Misi utama kami adalah agiculture for everyone. Meskipun pertanian adalah penyumbang terbesar kedua terhadap produk domestik bruto Indonesia, banyak orang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan sektor tersebut sejak lama karena adanya persepsi negatif. Bekerja sebagai petani tidak diminati jika dibandingkan dengan pekerjaan lainnya, dan mayoritas konsumen tidak berhubungan langsung dengan sumber pasokan makanan mereka,” ujar Co-Founder & President TaniGroup Pamitra Wineka.

Application Information Will Show Up Here

Greenhouse won funding, prepared new services and planned to expand

Greenhouse Co-working space receives funding worth SG$3.8 million, equivalent to Rp39 billion. It was led by 14 angel investors consist of 7 new investors and 7 previous ones. It includes Dilip and Deepak Chugani from KNS Group. The plan is to launch new service and tighten Greenhouse position in the SEA market.

“We’re very lucky to have a number of expert angel investors with additional value to the company aside from their investment,” Greenhouse’s CEO, Drew Calin, said.

He also added, “Most of the investors are part of the seed round, including our two founders and main investors. It proves their faith in us to accomplish our vision and their commitment to support us.”

Greenhouse aims to support business development in SEA market. With the latest funding, they plan to expand coverage in supporting global and local companies to develop amidst the fast-growing market, such as Indonesia, the Philippines, and throughout Southeast Asia.

Greenhouse was built to simplify the process of entering and developing company in the market through improving transparency, efficiency, and minimalizing risk. We did this by developing and managing high-quality B2B service provider, offering services, such as business framework, visa, payroll, law/tax consultation, and recruitment,” he said.

Greenhouse is currently expanding partneship all around Asia, and developing technology platform to connect expanding local business with B2B service provider that supports the plan with efficiency.

Greenhouse‘s Co-Founder, Vicknesh R. Pillay explained that their team is soon to launch Greenhouse Connect, a technology platform that offers business framework in Indonesia in the second quarter of this year. The plan is to add six more services by the end of this year.

He also mentioned, they’re currently in a negotiation for five new locations in Indonesia and the Philippines, also to explore options in Singapore. It includes calculation to acquire new talents to support expansion.

“The market includes Indonesia, the Philippines, Singapore, Thailand, and India. It’ll set us to support the companies in entering and developing business with efficiency and effectivity, and faster with lower cost,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Greenhouse Raih Pendanaan 39 Miliar Rupiah, Siap Bantu Perusahaan Ekspansi di Asia Tenggara

Co-working space Greenhouse mendapatkan pendanaan baru senilai SG$3,8 juta atau setara dengan Rp39 miliar. Pendanaan terbaru mereka ini dipimpin oleh 14 angel investor, yang terdiri dari 7 investor baru dan 7 investor lama. Termasuk di dalamnya adalah Dilip dan Deepak Chugani dari KNS Group. Rencananya Greenhouse akan meluncurkan layanan baru dan menguatkan posisi mereka di pasar Asia Tenggara.

“Kami sangat beruntung karena memiliki sekelompok angel investor berpengalaman yang juga dapat menyumbangkan nilai bagi perusahaan di luar investasi moneter mereka,” terang CEO Greenhouse Drew Calin.

Ia juga menambahkan, “Banyak dari investor ini juga berpartisipasi di seed round, termasuk dua pendiri dan investor utama kami. Ini menggambarkan kepercayaan mereka pada kemampuan kami untuk mewujudkan visi kami dan komitmen mereka untuk mendukung kami.”

Greenhouse memiliki tujuan untuk membantu pengembangan bisnis di pasar seperti Asia Tenggara. Dengan pendanaan terbaru ini mereka berencana untuk memperluas kemampuannya dalam membantu perusahaan asing masuk dan perusahaan lokal untuk tumbuh di pasar yang berkembang cepat seperti Indonesia, Filipina dan seluruh Asia Tenggara.

Greenhouse didirikan untuk menyederhanakan proses yang diperlukan untuk masuk dan tumbuh dalam paar seperti melalui meningkatkan transparansi, efisiensi, dan meminimalkan risiko. Kami melakukan ini dengan membangun dan mengelola jaringan penyedia layanan B2B berkualitas tinggi, yang menawarkan layanan seperti pendirian perusahaan, layanan visa, payroll, konsultasi pajak/hukum dan rekrutmen – sebagai contoh,” jelas Drew.

Greenhouse saat ini tengah memperluas jaringan mitranya di seluruh Asia, serta sedang membangun platform teknologi yang akan menghubungkan bisnis yang ingin berekspansi di paar lokal dengan penyedia layanan B2B yang mendukung ekspansi tersebut secara lebih efisien.

Co-Founder Greenhouse Vicknesh R. Pillay menjelaskan bahwa pihaknya akan meluncurkan Greenhouse Connect, sebuah platform teknologi yang menawarkan layanan pendirian perusahaan dasar di Indonesia pada kuartal kedua tahun 2019. Direncanakan layanannya akan bertambah enam buah di berbagai pasar pada akhir tahun.

Vicknesh menambahkan, pihaknya saat ini tengah bernegosiasi untuk lima lokasi baru di Indonesia dan Filipina, sekaligus mengeksplorasi opsi di Singapura. Termasuk memperhitungkan untuk menambah talenta baru untuk mendukung ekspansi.

“Pasar-pasar ini meliputi Indonesia, Filipina, Singapura, Vietnam, Thailand, dan India. Ini akan memosisikan kami untuk membantu perusahaan-perusahaan memasuki dan mengembangkan bisnis mereka lebih efisiensi dan efektif, dengan pengorbanan waktu serta modal yang lebih sedikit,” jelas Vicknesh.

Kedai Sayur Terima Pendanaan Senilai 18,7 Miliar Rupiah, Dipimpin oleh East Ventures

Kedai Sayur pengembang platform teknologi untuk memberdayakan tukang sayur keliling hari ini (27/5) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal sebesar $1,3 juta atau setara 18,7 miliar Rupiah. Pendanaan ini dipimpin oleh East Ventures. Modal tambahan ini akan difokuskan untuk mempercepat perekrutan pedagang sayur sebagai mitra, sehingga layanan dapat mencakup wilayah yang lebih luas.

“Pedagang sayur keliling kemungkinan sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Menariknya mereka masih bertahan hingga sekarang di lingkungan modern ini, bersanding dengan supermarket dan toko kelontong lainnya yang bertumbuh cepat. Meski demikian pedagang keliling merupakan cara ternyaman bagi konsumennya untuk mendapatkan kebutuhan harian,” ujar Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Willson juga menambahkan bahwa keputusannya untuk berinvestasi di Kedai Sayur didasarkan pada dua hipotesis. Pertama adalah inklusi teknologi untuk pedagang. Dan yang kedua untuk meningkatkan rantai pasokan di Indonesia. Melalui pendekatan teknologi, East Ventures yakin dapat mengakselerasi dua tujuan besar tersebut.

Kedai Sayur didirikan pada tahun 2018 oleh Adrian Hernanto, Ahmad Supriyadi dan Rizki Novian. Misinya adalah untuk memberikan pedagang sayur produk dagangan berkualitas dengan harga terbaik di pasaran. Salah satunya dengan mengefisiensikan proses distribusi bahan sayuran tersebut dari petani ke pedagang.

Caranya Kedai Sayur bekerja sama dengan petani untuk pemilihan produk segar dan distribusi. Tukang sayur yang bergabung sebagai mitra dapat mengakses produk tersebut melalui aplikasi. Selanjutnya produk yang dipesan dapat diambil di Mitra Sayur pada titik drop-off terdekat. Mitra Sayur juga menawarkan kendaraan distribusi baru yang disebut “Si Komo”, pembiayaan dapat dibantu dengan pengajuan ke Kedai Sayur.

“Melalui jaringan kami yang luas dan penggunaan teknologi, kami percaya dapat memberdayakan pasar produk segar dan membuktikan bahwa penduduk ekonomi tingkat mana pun, termasuk tukang sayur, dapat merasakan manfaat dari inklusi teknologi. Kami percaya bahwa misi kami mampu meningkatkan kehidupan para tukang sayur dan membebaskan mereka dari jam kerja yang tidak teratur dan berbagai kesempatan mendapatkan penghasilan tambahan,” ujar Co-Founder & CEO Kedai Sayur Adrian Hernanto.

Saat ini Kedai Sayur sudah memiliki sekitar 2 ribu mitra yang bergabung di area Jakarta. Perusahaan mengklaim pertumbuhan mitra tiap bulan mencapai 60 persen. Adapun produk yang diakomodasi Kedai Sayur meliputi sayuran, lauk-pauk, bumbu, hingga buah-buahan.

Application Information Will Show Up Here