Tak Sekadar “Payment Gateway”, Cashlez Siapkan Perangkat POS untuk Merchant

Cashlez, perusahaan teknologi pembayaran yang menciptakan sistem mPOS (mobile point of sales), yang telah berdiri sejak 2015, kini tengah mengembangkan sejumlah produk yang nantinya bisa dimanfaatkan merchant.

Kepada DailySocial, CEO dan Co-Founder Cashlez Teddy Setiawan mengungkapkan, salah satu fitur terbaru yang nantinya bakal diluncurkan adalah POS (point of sales) yang bisa digunakan secara gratis oleh merchant. Fitur Mini POS ini menyediakan teknologi yang bisa digunakan merchant untuk mencatat dan memproses pembayaran secara nontunai.

“Setelah dikenal sebagai payment gateway memproses pembayaran dengan mPOS, akhirnya kita akan meluncurkan POS, lengkap dengan reader/dongle yang bisa dimanfaatkan oleh merchant untuk transaksi pembayaran nontunai dengan card base atau QR payment,” kata Teddy.

Pengembangan bisnis

Cashlez juga sudah menjalin kemitraan dengan layanan fintech dan perbankan untuk penyediaan QR Payment Aggregator, di antaranya dengan TCASH, DIMO dan BNI. Selain card base, QR Payment Aggregator ini juga menjadi fokus pengembangan produk Cashlez. Cashlez juga berencana untuk mengembangkan layanan e-money dan Mandiri Pay.

“Intinya Cashlez memang sedang fokus untuk mengembangkan beragam produk yang bisa digunakan oleh merchant nantinya,” kata Teddy.

Untuk perluasan wilayah layanan, Cashlez juga akan membuka kantor perwakilan di Bali. Hal ini dilakukan setelah melihat besarnya potensi untuk industri pariwisata, terutama aktivitas wisata atau permainan yang bisa dimanfaatkan turis yang sedang berlibur di Bali.

“Misalnya jika turis tersebut ingin menyewa banana boat atau aktivitas permainan air lainnya, tidak usah lagi menggunakan uang tunai namun dengan teknologi nontunai yang Cashlez miliki,” kata Teddy.

Tahun 2018 ini, Cashlez masih memiliki sejumlah target yang ingin dicapai, termasuk soal akuisisi merchant dan pengembangan sejumlah fitur.

Finalisasi penggalangan dana baru

Tahun 2017 lalu Cashlez memperoleh dana segar Seri A senilai US$2 juta (lebih dari 26 miliar Rupiah) dari Mandiri Capital Indonesia (MCI), Gan Kapital, dan beberapa nama investor individual. Akhir tahun ini Cashlez dikabarkan sedang menggalang dana baru dari investor asing dan segera memfinalisasikannya.

Terkait hal tersebut, Teddy menjawab pihaknya masih belum bisa membenarkan hal tersebut terkait adanya NDA (non-disclosure agreement) antara investor dengan Cashlez.

“Berita tersebut bukan official statement dari Cashlez. [..] Kami akan segera umumkan apabila sudah terjadi kesepakatan dan official statement akan keluar dari kita,” tutup Teddy.

Application Information Will Show Up Here

Pendanaan Startup Asia Tenggara Catat Rekor, Per Agustus 2018 Capai 46 Triliun Rupiah

Investasi yang diberikan venture capital (VC) di Asia Tenggara dilaporkan meningkat tahun ini, menuju rekor nilai investasi tertinggi. Hingga Agustus 2018, peningkatannya sudah mencapai 16% jika dibandingkan dari keseluruhan nilai yang dikucurkan pada tahun 2017. Per Agustus, nilainya mencapai $3,16 miliar (setara hampir 46 triliun Rupiah), sementara tahun 2017 membukukan $2,72 miliar.

Laporan tersebut disampaikan Singapore Venture Capital and Private Equity Association. Menurut Chairman Thomas Lanyi, lingkungan bisnis (khususnya digital) di Asia Tenggara menjadi lebih hidup berkat para pemain yang mulai meningkatkan gairah bisnis. Asia Tenggara menjadi basis pasar potensial dengan total penduduk mencapai 640 juta.

Angka tersebut diprediksikan masih akan terus meningkat hingga akhir tahun 2018, seiring dengan target pencarian dana baru yang dilakukan startup besar untuk kebutuhan ekspansi. Beberapa startup yang beroperasi di Indonesia yang turut meramaikan dominasi nilai pendanaan, seperti Grab, GO-JEK, dan Traveloka.

Selain itu, perekonomian digital di wilayah regional ini memang diproyeksikan terus meningkat. Hasil riset Google-Temasek memaparkan bahwa di tahun 2025 mendatang ekonomi digital di Asia Tenggara diprediksi akan melebihi angka $200 miliar. Sementara di tahun 2017 nilainya tercatat sekitar $50 miliar.

Asosiasi juga turut menyoroti soal batasan kabur antara venture capital dan ekuitas swasta (perusahaan yang memberikan pendanaan melalui unit investasinya). Pasalnya di wilayah ini, pendanaan tidak selalu dipimpin perusahaan modal ventura (VC). Beberapa perusahaan teknologi global mulai memainkan peran, sebut saja Alibaba, Tencent, Google, hingga Microsoft.

Kondisi di Indonesia

Sebelumnya pada pertengahan tahun lalu, OJK menyampaikan catatannya terkait penyaluran investasi oleh VC untuk startup di Indonesia. Per bulan Mei 2018, angkanya sudah mencapai 8,22 triliun Rupiah, meningkat 14,95% dibandingkan periode yang sama di tahun 2017. Menurut otoritas kinerja positif didorong hasil perbaikan bisnis para pelaku usaha lokal.

Menimbang data yang dimiliki, OJK optimis hingga akhir tahun nanti pertumbuhannya akan mencapai dua digit. Hal tersebut didorong beberapa hal, salah satunya insentif pajak dari pemerintah.

Waresix Raih Pendanaan 24 Miliar Rupiah dari East Ventures dan Monk’s Hill Ventures

Startup penyedia jasa gudang on-demand (SaaS) Waresix mengumumkan telah meraih pendanaan Pra-Seri A sebesar $1,6 juta atau senilai 24 miliar rupiah. Pendanaan kali ini dipimpin East Ventures dna Monk’s Hill Ventures. Terlibat juga di dalamnya SMDV dan Triputra Group. Sebelumnya Waresix memperoleh dana tahap awal Februari 2018 silam. Dengan pendanaan kali ini, Waresix berusaha untuk meningkatkan efisiensi gudang melalui teknologi dan solusi data, memperluas penawaran bisnis, dan merekrut talenta baru.

Waresix didirikan pada September 2017 dengan menggarap pasar penyediaan layanan gudang dan mengubungkan bisnis dan individu yang membutuhkan ruang dan operator gudang Waresix berkembang cukup signifikan.

Startup yang dipimpin Andree Susanto (CEO), Filbert (CTO), dan Edwin (CFO) ini menyediakan layanan pergudangan lintas batas untuk pelanggan luar negeri yang ingin mendistribusikan produk mereka di Indonesia dan juga mengelola kebutuhan mendesak pelanggan mereka. Platform Waresix dikembangkan untuk mengelola distribusi gudang, inventaris, pesanan pelanggan dan siklus penagihan.

“Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan para investor baru. Kami percaya mereka akan mendorong kami untuk terus berkembang dan mampu memberikan bantuan besar dalam perluasan bisnis kami,” ujar Andree.

Hal senada disampaikan Edwin. Ia mengungkapkan bahwa Waresix sangat senang dengan dukungan penuh yang diberikan oleh investor dan menyambut investor baru dengan tangan terbuka.

“Seluruh tim Waresix sangat senang atas dukungan penuh yang selalu diberikan oleh para investor awal dan menyambut para investor baru dengan tangan terbuka,” imbuh Edwin.

Layanan Waresix saat ini sudah mencakup 26 kota, termasuk di dalamnya, Jabodetabek, Semarang, Surabaya, Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin, Makassar, Pekanbaru dan beberapa kota lainnya. Waresix juga tercatat memiliki 75 operator gudang profesional yang menangani kargo umum, pemenuhan ritel dan gudang makanan dingin.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyebutkan bahwa Waresix mampu memecahkan masalah industri pegudangan dengan membantu operator bisnis untuk menemukan gudang yang cocok di berbagai kota di Indonesia dan juga membantu pemiliki gudang untuk memaksimalkan aset mereka.

“Tujuh bulan terakhir telah meyakinkan kami bahwa tim ini memiliki kemampuan untuk memenangkan pasar dan kami tidak sabar melihat banyak terobosan nasional yang didorong oleh Waresix,” terang Willson.

Hal serupa disampaikan pihak Monk’s Hill Ventures. Tak hanya terkesan dengan apa yang dilakukan Waresix, mereka juga terkesan dengan pendiri dan visi yang diusung selama ini.

“Kami sangat terkesan dengan para pendiri Waresiz dan visi mereka. Logistik adalah sektor yang sedang berkembang pesar dan terus didorong oleh perubahan teknologi, baik dari sisi permintaan maupun penaaran. Kombinasi antara keahlian dalam negeri dan pengetahuan teknologi Waresix menempatkan mereka dalam posisi yang kuat. Kami senang dapat bekerja dengan para pendiri dan rekan investor dalam perjalanan ini,” terang Managing Partner Monk’s Hill Ventures Kuo-Yi Lim.

Grab Peroleh Investasi dari Microsoft, Jalin Sinergi Pengembangan Teknologi Pintar

Microsoft mengumumkan investasinya kepada Grab dengan nilai transaksi yang tidak disebutkan. Investasi ini membuka peluang kerja sama antar dua perusahaan, khususnya memaksimalkan platform Azure ke sistem bisnis Grab. Keduanya disebut akan berkolaborasi dalam pengembangan proyek teknologi dengan big data dan artificial intelligence.

Grab dan Microsoft akan mengeksplorasi teknologi pengenalan gambar dengan computer vision untuk meningkatkan pengalaman penggunaan aplikasi. Implementasinya, pengguna dapat memfoto lokasi di mana dia berada, lalu aplikasi secara otomatis akan menerjemahkan menjadi alamat untuk pick-up.

Sebelumnya Grab memang dikabarkan tengah menargetkan pengumpulan investasi hingga $3 miliar untuk tahun ini. Kabar terbaru, existing investor Softbank sepakat memberikan dana tambahan sekitar $500 juta. Sebelumnya mereka juga telah mengumpulkan investasi $2 miliar yang dipimpin Toyota, termasuk dari Co-founder Microsoft Paul Allen.

Kebutuhan pendanaan tersebut untuk merealisasikan ambisi Grab sebagai “super app“, tidak hanya melayani jasa transportasi, namun akan mengoptimalkan ekosistem aplikasi untuk berbagai hal. Beberapa yang sudah diungkapkan adalah untuk layanan pengiriman makanan, optimasi uang elektronik, pinjaman mikro, dan berbagai kebutuhan gaya hidup lainnya.

Dari sisi Microsoft, investasi ini dilakukan untuk meningkatkan penetrasi platformnya untuk bisnis teknologi besar di Asia Tenggara. Sejauh ini, lawan terberat Microsoft untuk platform komputasi awan adalah Amazon Web Services (AWS). Untuk sektor ride hailing, AWS telah menjalin kerja sama khusus dengan Didi Chuxing untuk eksplorasi teknologi terbaru.

Application Information Will Show Up Here

Pengembang NLP Bahasa Indonesia Prosa.ai Dapatkan Investasi dari Kaskus

Hari ini (08/10), Kaskus secara resmi mengumumkan investasinya ke Prosa.ai, pengembang platform Natural Language Processors (NLP) untuk Bahasa Indonesia. Tidak disampaikan terkait detail pendanaan yang diberikan. Sejauh ini produk Prosa.ai fokus pada layanan Text & Speech-based Processing Tools yang dibuat kustom sesuai dengan kebutuhan kliennya.

Dalam sambutannya, CEO Kaskus, Edi Taslim menyampaikan bahwa perusahaan melihat Prosa.ai memiliki potensi dan kompetensi yang besar melalui layanannya. Prosa.ai dinilai sebagai perusahaan perangkat lunak pertama yang berhasil menghadirkan NLP komprehensif untuk Bahasa Indonesia. Dalam waktu dekat, Kaskus akan mengaplikasikan layanan Prosa.ai guna menyaring berita hoax maupun negatif di forum, sehingga dapat menghadirkan konten yang lebih positif kepada Kaskuser.

“Kami sangat senang bisa menjadi salah satu partner awal dalam pengembangan Prosa.ai melalui investasi ini. Kami harap investasi ini bisa membantu pengembangan Prosa.ai ke depannya,” ujar Edi.

Prosa.ai diinisiasi pada awal tahun 2018, dipimpin oleh Ayu Purwarianti sebagai NLP Chief Scientist. Produk yang dikembangkan memiliki misi untuk meniru kemampuan manusia dalam menganalisis sebuah teks dan percakapan.

Dalam implementasinya Prosa.ai memiliki dua produk utama. Pertama adalah Prosa Text (nama produk untuk rekognisi teks), menyediakan jasa dalam bentuk API dan juga customized application. Beberapa di antaranya adalah identifikasi berita hoax, hate speech, ekstraksi opini, klasifikasi jenis dokumen, ekstraksi informasi khusus, tools dasar NLP, dan lain-lain.

Sementara Prosa Speech (nama produk untuk rekognisi suara), memungkinkan mesin untuk mengenali ucapan dalam Bahasa Indonesia, mensintesis ucapan, mengenali identitas pengucap, dan mengenali maksud serta emosi dari ucapan. Hal ini memungkinkan mesin untuk menerima masukan dan keluaran dalam bentuk ucapan, seperti pada voice-commands, voice-id biometrics, atau sistem media monitoring.

“Kami sangat senang dan bangga mendapatkan dukungan dari Kaskus untuk semakin mengembangkan layanan Prosa.ai. Dengan memiliki SDM lokal yang kompeten, kami yakin dapat menghadirkan teknologi NLP terdepan yang dapat memberikan solusi terhadap kebutuhan klien dan partner,” sambut CEO Prosa.ai, Teguh Budiarto.

Traveloka Reportedly Looking for Rp6 Trillion New Funding

Traveloka reportedly raising funds to $400 million (equal to Rp6 trillion) from investors to accelerate expansion. Investment also needed to support the secondary service improvement (besides flight ticket and hotel booking), such as concerts or entertainment shows.

Currently, Traveloka has accommodated consumers in many countries. Providing more than 40 payment options, besides Indonesia, Traveloka is now available in Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapore, and the Philippines. Traveloka ecosystem is developing rapidly, they recently get into new business for car rental and PayLater credit option.

Last year, Traveloka officially joined Indonesia’s unicorn startup boards after acquiring investment from Expedia worth of $350 million – it takes the company to more than $2 billion valuations. In addition, Traveloka investors are also East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, and Sequoia Capital.

Application Information Will Show Up Here


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

SoftBank Dikabarkan Kembali Suntik Dana Ke Grab

SoftBank, salah satu investor utama untuk Grab, dikabarkan Reuters menyiapkan dana segar baru untuk layanan on-demand Asia Tenggara tersebut. Grab sedang mencari total dana $1 miliar (sekitar 15 triliun Rupiah). Softbank disebut sudah berkomitmen untuk mendanai separuhnya ($500 juta). Saat ini valuasi Grab mencapai $11 miliar (165 triliun Rupiah).

Softbank bersama dengan DiDi tahun lalu juga menjadi pimpinan pada putaran pendanaan untuk Grab dengan nilai mencapai 26 triliun rupiah. Pendanaan ini yang mendukung Grab menjadi salah satu pemain top untuk layanan transportasi online di kawasan Asia Tenggara.

Dari sumber yang sama disebutkan Grab akan bertransformasi menjadi aplikasi dengan banyak layanan vertikal di dalamnya. SoftBank menilai Grab akan jadi pemenang jangka panjang di pasar Asia Tenggara yang dihuni 600 juta jiwa. Pesaing terdekat Grab, Go-Jek, baru saja memulai ekspansi regional dengan meluncurkan Go-Viet di Vietnam.

Belum ada keterangan resmi dari pihak Grab maupun Softbank mengenai hal ini.

Sebagai tindak lanjut rencana pembuatan “super app” yang memiliki banyak vertikal, Grab sudah mengembangkan lini belanja GrabFresh bersama HappyFresh dan kemitraan dengan layanan teknologi kesehatan Ping An Good Doctor Tiongkok.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Dikabarkan Tengah Cari Dana Baru 6 Triliun Rupiah

Traveloka dikabarkan tengah mengumpulkan dana hingga $400 juta (atau setara dengan 6 triliun Rupiah) dari investor untuk mempercepat rencana ekspansi. Selain itu investasi juga diperlukan untuk mendorong peningkatan layanan sekunder (di luar pemesanan tiket perjalanan dan hotel), seperti tiket konser atau acara hiburan.

Saat ini layanan Traveloka sudah mengakomodasi konsumen di berbagai negara. Berbekal lebih dari 40 opsi pembayaran, selain Indonesia, kini Traveloka juga sudah melayani pasar Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Ekosistem layanan Traveloka juga terus berkembang pesat, terakhir mereka rambah bisnis penyewaan mobil dan opsi pinjaman PayLater.

Tahun lalu Traveloka resmi bergabung di jajaran startup unicorn Indonesia pasca menerima investasi dari Expedia senilai $350 juta — membawa perusahaan pada valuasi lebih dari $2 miliar. Selain Expedia, jajaran investor Traveloka termasuk East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, dan Sequoia Capital.

Application Information Will Show Up Here

Induk Perusahaan CekAja Kembali Peroleh Pendanaan, Kali Ini dari Korea Investment Partners

C88, induk perusahaan layanan e-commerce finansial CekAja, kembali mendapatkan pendanaan. Kali ini dari Korea Investment Partners (KIP), meskipun besar pendanaan tidak diungkapkan. Ini merupakan lanjutan pendanaan Seri C yang disebutkan mengalami oversubscribed. Pasca perolehan dana ini, C88 akan tetap fokus pada pelanggan mereka ada di Indonesia, terutama bank dan perusahaan multifinance.

“Pada waktu kami sedang fundraising buat pendanaan Series C, ketertarikan dari para investor melebihi ekspektasi kami sehingga Series C kami adalah oversubscribed. Salah satu dari beberapa investor yang kami sangat ingin bekerja sama ada Korea Investment Partners. Jadi, sebenarnya dari kami tak ada urgensi tetapi ada ketertarikan yang luar biasa dari para investor,” terang CEO C88 J.P. Ellis kepada DailySocial.

Di putaran pendanaan Seri C yang diumumkan awal Agustus 2018, C88 berhasil mengamankan pendanaan senilai $28 juta atau lebih dari 404 miliar dari konsorsium investor yang dipimpin Experian. Dana tersebut salah satunya untuk membantu ekspansi perusahaan ke Thailand. C88 saat ini sudah memiliki layanan di Indonesia dan Filipina.

Setalah pendanaan ini, Ellis menyebutkan bahwa mereka akan fokus ke pelanggan mereka, yakni masyarakat Indonesia dan mayoritas bank dan multifinance di Indonesia. Tujuannya untuk memberikan akses finansial yang lebih lancar dan kecerdasan finansial bagi masyarakat.

“Tentunya kami ada fokus secara obsessive sama customer kami, yaitu jutaan masyarakat Indonesia dan mayoritas dari bank dan multifinance di Indonesia. Kami terus fokus untuk memberikan solusi buat mereka, sehingga akses finansial jadi lebih lancar, masyarakat jadi lebih cerdas keuangan, dan sektor finansial Indonesia terutama bank dan multifinance yang dapat bekerja sama dengan kam ibisa menerima lebih banyak customer dengan tingkat teknologi, data dan analitik lebih tinggi,” jelas Ellis.

Venturra Discovery Aims for Early-Stage Startups to Pre-Series A Funding

Venture investor (VC) under Lippo Group, Venturra Capital, officially launched an investment arm called Venturra Discovery to focus on early-stage startups to Pre-Series A funding in Southeast Asia.

John Riady, Lippo Group’s Director, said in the launching that Venturra Discovery has opened up opportunities for companies to be more active on early-stage startups funding in Indonesia.

“We’re very lucky to contribute for Indonesia’s development because of the potential we see is not only for Series A and Series B but also seed funding. We can’t wait to see the results in the near future,” he added.

Another reason behind Venturra Discovery creation is the wide gap between seed funding to series A and up. Based on the data cited by Venturra Capital, VCs which focused on seed funding in 2014 are capable to pour $50-500,000 ticket size per company. However, the gap is widen in Series A and up.

In 2018, it’s the contrary, where VCs focused on series A can pour $1-3 million per investment. The gap is there for the active VCs on early-stage startups to pre-series A funding.

“Tech ecosystem wasn’t ready then, but tech industry has grown rapidly the past year. There will be some issues to solve, hence we work with more founders,” Rudy Ramawy, Venturra Capital’s Managing Partner, said.

Therefore, Venturra Discovery focused on early-stage startups to pra-series A funding in Southeast Asia. The company aims for 30-40 portfolios for the investment amount ranging from $200,000 to $500,000. Total investment raised is $15 million (around IDR 223 billion), only from Lippo Group.

“We want to invest on an agnostic sector. Currently, there are 5 (deals), including 1 healthcare company, 2 consumers, one enterprise solution, and 1 incubator. This is the perfect moment for acceleration, and we want to fill the gap with this VC launching,” Raditya Pramana, Venturra Discovery’s Partner added.

Venturra Capital was founded in 2015 with the seed funding of $150 million. Recently, Venturra has distributed investment for funding worth of $600 million, and first investment growth up to 3.1 times.

The independent VC has made investments in Southeast Asia, including Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, and Vietnam. There are 22 companies have received funding from Venturra, including Ruang Guru, Fabelio, and Medigo.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian