Startup Chat Commerce Mimin Umumkan Pendanaan Awal dari Otto Digital

Mimin, startup chat commerce enabler dan asisten virtual pengoperasian bisnis, hari ini (05/5) mengumumkan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari Otto Digital, bagian dari Salim Group. Nantinya Mimin akan menggarap komunitas UMKM dari Otto Digital yang tersebar di seluruh Indonesia, sejalan karena menjadi target utama dari layanan Mimin.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk mengembangkan produk dan fitur baru demi melayani para UMKM dan penjual online, serta memperkuat infrastruktur teknologi dan software manajemen pesanan.

CEO Otto Digital Reginald Hamdani menyampaikan, ketertarikan Otto Digital terhadap Mimin karena startup tersebut memberikan solusi yang relevan bagi para UMKM dan membantu pelaku usaha dalam meningkatkan efisiensi penggunaan WhatsApp sebagai sarana jualan.

“Investasi ini sejalan dengan visi Otto Digital dalam membangun ekonomi dengan memberdayakan masyarakat dan memperluas pertumbuhan ekonomi hingga pedesaan. Mimin adalah salah satu enabler yang kita butuhkan untuk mewujudkannya. Karena itu, investasi kami merupakan salah satu bentuk komitmen dalam membangun UMKM Indonesia yang lebih kuat,” ungkap dia dalam keterangan resmi.

Reginald melanjutkan, pihaknya juga menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap rekam jejak pendiri Mimin, yakni Joseph Simbar (CEO) dan Bayu Eka Putra (COO). Joseph merupakan serial entrepreneur yang berpengalaman dalam dunia teknologi, terutama SaaS enterprise selama 15 tahun. Sementara itu, Bayu memiliki pengalaman lebih dari 17 tahun sebagai manajemen eksekutif di berbagai perusahaan multi-industri.

“Pendiri Mimin mempunyai visi besar dan komitmen yang kuat. Kombinasi dari dua hal inilah yang menjadi kunci kesuksesan. Dengan usia yang relatif muda, kapasitas dan energi yang tinggi, kami percaya mereka dapat menyetir pengembangan Mimin ke jalur yang tepat,” tambah Reginald.

Industri chat commerce

Mimin mengutip dari dua sumber laporan, bahwa menurut Research and Markets, dalam lanskap industri jual-beli di Indonesia, social commerce diperkirakan tumbuh sebesar 17,9% per tahun dari 2022-2028. Didukung dari laporan Populix pada 2022, sebanyak 86% masyarakat Indonesia sudah pernah berbelanja melalui media sosial dan aplikasi chat, seperti TikTok Shop (45%), WhatsApp (21%), Facebook (10%), dan Instagram (10%).

Kenaikan tersebut menunjukkan bahwa mayoritas penjual online di Indonesia memiliki berbagai kanal penjualan. Tidak hanya membuka toko online di platform e-commerce, banyak penjual yang berfokus mempromosikan jualannya melalui media sosial dan aplikasi chat. Untuk mengelola penjualan social commerce ini, rata-rata penjual mengandalkan pencatatan order, pengecekan ongkir, dan penerimaan pembayaran secara manual. Proses manual ini cenderung memakan waktu dan rentan dengan risiko human error.

Mimin menawarkan automasi chat commerce dan platform pengelolaan pesanan agar para pelaku bisnis dapat lebih mudah menjalankan tokonya. Melalui Mimin, penjual dapat dengan mudah memasukkan pesanan dari format order yang telah tertulis melalui WhatsApp pada aplikasi Mimin dan secara otomatis memberikan invoice dan konfirmasi pembayaran.

Dengan solusi tersebut, pelaku usaha dapat memproses pesanan 70% lebih cepat dan akurat. Tidak hanya itu, setiap pembeli yang pernah melakukan transaksi pun dapat dengan mudah dihubungi kembali untuk diberikan penawaran yang sifatnya lebih personal dan relevan.

CEO Mimin Joseph Simbar menuturkan, berdasarkan temuan di lapangan, banyak penjual dan pembeli yang lebih nyaman melakukan transaksi secara conversational, misalnya melalui WhatsApp atau DM Instagram. Mimin hadir untuk membantu penjual online dengan mempermudah pemrosesan setiap pesanan melalui solusi otomatis, sehingga penjual bisa menghemat waktu dan tenaga, serta mengembangkan bisnis mereka lebih jauh.

“Kami pun memberikan insight relevan bagi para pelaku usaha agar mereka bisa berinovasi berdasarkan insight tersebut,” kata dia.

Saat ini, aplikasi Mimin telah digunakan oleh para UMKM di 20 provinsi dan 55 kota di Indonesia yang bergerak di berbagai industri, terutama F&B rumahan, fesyen, serta kebutuhan sehari-hari. Untuk memperbesar jangkauannya, Mimin berkolaborasi dengan pemerintah daerah di beberapa daerah seperti Sragen dan Kep. Riau serta mendekati komunitas UMKM lokal dengan memberikan pelatihan dan pendampingan. Salah satunya, pelatihan Mimin yang tengah berlangsung di Sragen dan Kep. Riau berhasil mengundang 10.000 UMKM untuk bergabung dan menggunakan Mimin untuk mengelola bisnis mereka.

Untuk melayani perusahaan ritel dengan skala lebih besar, Mimin juga menyediakan layanan Mimin Pro, penjual bisa dengan mudah memproses pesanan yang datang melalui chat, lalu mendelegasikan penyelesaian transaksi tersebut kepada cabang terdekat. Hal ini membantu meningkatkan omzet bagi perusahaan, serta menguntungkan pembeli karena membuat biaya ongkir menjadi lebih terjangkau. Layanan ini telah digunakan oleh brand ritel ternama seperti Hero Supermarket, Bumame Farmasi, dan LotteMart untuk menghubungkan pembeli dengan cabang terdekat.

Praktis Tutup Pendanaan 294 Miliar Rupiah Dipimpin oleh East Ventures

Praktis, startup penyedia solusi rantai pasok menyeluruh, telah mengumpulkan dana sebesar $20 juta (lebih dari 294 miliar Rupiah) untuk putaran seri A yang dipimpin oleh East Ventures (Growth Fund), dengan partisipasi dari Triputra Group dan SMDV.

Investasi ini akan dialokasikan perusahaan untuk mempercepat peningkatan teknologi bagi para brand sekaligus para pemasok yang ingin memiliki proses bisnis yang lebih mudah. Lalu, membangun tim dan meningkatkan ekosistem rantai pasok secara end-to-end.

Dalam keterangan resminya, Co-Founder dan CEO Praktis Adrian Gilrandy menyampaikan, dalam riset internalnya, terdapat lebih dari $30 miliar pasar fesyen dan kecantikan di Indonesia yang diisi oleh UKM. Melalui proses agregasi, peningkatan proses, dan implementasi teknologi, pihaknya optimistis dapat membantu mereka memiliki proses rantai pasok yang lebih efisien sehingga dapat fokus meningkatkan dan mengembangkan bisnisnya.

“Hal ini menjadi tujuan kami sejak hari pertama, dan tercermin dari pertumbuhan kami yang luar biasa dan kesuksesan dalam menjaga keuntungan yang telah kami capai sejauh ini,” ucap Adrian.

Sementara, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menuturkan, pihaknya kembali berinvestasi di Praktis karena alasan upaya mereka memberdayakan brand D2C di Indonesia dan pencapaian profitabilitas yang jauh lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.

“Kami yakin pada kemampuan Praktis untuk merevolusi solusi di industri rantai pasok di Indonesia, sejalan dengan usahanya dalam membantu para bisnis untuk berkembang dan menghadirkan dampak positif bagi masyarakat,” kata Willson.

East Ventures dan Triputra Group merupakan investor terdahulu di Praktis. Sebelumnya, kedua investor ini memimpin pendanaan pra seri A dengan nominal yang dirahasiakan pada Desember 2021.

Solusi Praktis

Praktis adalah end-to-end supply chain enabler dengan rangkaian solusi, mulai dari pembelian bahan baku, produksi, fulfillment, dan logistik dengan peningkatan teknologi untuk menyediakan proses operasi yang mudah, efisien, dan dapat diandalkan, baik untuk direct-to-consumer (D2C) brand dan pemasok berfokus di industri fesyen dan kecantikan.

Hal ini memungkinkan brand untuk fokus pada kompetensi utama mereka dan membiarkan Praktis menangani sisa operasi bisnis mereka melalui platform berbasis data dan teknologi yang andal untuk kelancaran proses rantai pasok. Dengan visibilitas penuh dari semua proses supply chain, Praktis membantu brand untuk mengoptimalkan operasinya.

Diklaim Praktis mencatatkan pertumbuhan yang signifikan sebesar 12 kali lipat pada 2021 (YoY) dan pertumbuhan sebesar empat kali lipat pada 2022 (YoY).

Semua inisiatif dieksekusi dengan baik karena kesesuaian produk dengan kebutuhan pasar dan kemampuan dalam menyelesaikan pain point yang sebenarnya. Pandemi COVID-19 turut membantu perusahaan untuk mempercepat tingkat penyerapan produk ke pasar.

Induk Atome Raih Pendanaan 1,1 Triliun Rupiah dari Warburg Pincus dan Northstar

Induk Atome dan Kredit Pintar, Advance Intelligence Group, mengumumkan perolehan pendanan senilai $80 juta (lebih dari 1,1 triliun Rupiah). Putaran yang masuk dalam seri D ini dipimpin oleh investor terdahulu, yakni Warburg Pincus dan Northstar Group.

Penggalangan dana tersebut menyusul putaran seri D grup sebelumnya sebesar lebih dari $400 juta pada 2021. Secara total, grup ini telah mengumpulkan lebih dari $700 juta. Jajaran investornya berasal dari SoftBank Vision Fund 2, Vision Plus Capital, Gaorong Capital, EDBI, dan masih banyak lagi.

Dalam keterangan resminya, Co-Founder, Group Chairman dan CEO Advance Intelligence Group Jefferson Chen menyampaikan, sejak penggalangan terakhir di 2021, pihaknya telah mengambil pendekatan yang disiplin dan membuat kemajuan yang baik dalam memenuhi visi dalam memajukan ekosistem digital masa depan di seluruh wilayah.

“Investasi baru ini akan membantu mempercepat program kami dalam menggunakan teknologi AI untuk merampingkan transaksi konsumen dan memungkinkan akses yang lebih besar dan lebih adil ke produk dan layanan kredit dan keuangan. Kami menghargai keyakinan dan kepercayaan investor kami yang berkelanjutan kepada kami,” terang Chen.

Partner dan Managing Director Warburg Pincus Saurabh Agarwal menyampaikan tanggapannya. Dia bilang, “[..] kami berharap dapat melanjutkan kemitraan kami dengan Jefferson dan membantu perusahaan mewujudkan komitmennya kepada jutaan pelanggan di seluruh wilayah.”

Co-Founder dan Managing Partner Northstar Group Patrick Walujo menambahkan, pihaknya sangat antusias melanjutkan kemitraannya dengan Jefferson. Menurutnya, sejak 2016, ia telah menyaksikan pertumbuhan dan evolusi yang luar biasa dari ekosistem grup tersebut dan bangga memilikinya sebagai salah satu perusahaan portofolio.

“Kami senang dapat melanjutkan kemitraan kami dengan Jefferson dan timnya untuk mengembangkan Advance Intelligence Group menjadi perusahaan layanan keuangan digital bertenaga AI terkemuka di Asia,” kata Patrick.

Advance Intelligence Group yang berbasis di Singapura dan beroperasi di seluruh Asia ini memiliki tiga jenis produk, yaitu Atome Financial, platform SaaS untuk identitas digital perusahaan Advance.AI, dan omnichannel e-commerce Ginee.

Adapun, Atome Financial memiliki tiga produk di bawahnya, yakni Atome (paylater), Kredit Pintar, dan ND Finance, yang menawarkan layanan pinjaman online. Ketiganya diklaim telah memiliki lebih dari 20 juta konsumen tersebar di 10 negara Asia dengan pemakaian tersebar di kategori fesyen, kecantikan, gaya hidup, elektronik, perjalanan, dan peralatan rumah tangga.

Sementara itu, Ginee adalah platform omnichannel yang menggunakan sistem all-in-one untuk e-commerce dan dapat membantu pelaku usaha dalam mengelola toko online mereka, mulai dari atur stok, produk, pemesanan, hingga berkomunikasi dengan pelanggan dari setiap marketplace atau e-commerce yang sudah dimiliki melalui satu platform Ginee.

Menurut situsnya, Ginee telah mengumpulkan lebih dari $6,1 miliar dalam GMV dan memproses lebih dari 685 juta pesanan dari 200 ribu merchant aktif yang memiliki 269 ribu toko aktif. Para penggunanya tersebar di Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Tiongkok.

Adapun, Advance.ai baru masuk Indonesia sejak 2020, bersamaan dengan sejumlah negara lainnya, seperti Singapura, Tiongkok, India, Vietnam, dan Filipina. Salah satu produknya, e-KYC memungkinkan proses onboarding pelanggan dapat selesai dengan cepat dan aman hanya dalam waktu 60 detik.

Para penggunanya mayoritas dari institusi keuangan dan teknologi. Di Indonesia saja, beberapa di antaranya adalah Bank Jago, Bank BTPN, Tokopedia, MNC Bank, Bank Mega, Standard Chartered, Gojek, Nanovest, dan Allo Bank.

Industri paylater

Sebelumnya mengutip dari Detik, data dari Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menunjukkan angka pembiayaan dari paylater di industri multifinance mencapai Rp4,2 triliun hingga September 2022. Angka ini hampir menyentuh pencapaian pembiayana paylater di 2020 sebesar Rp4,47 triliun.

Peningkatan tersebut diperkuat oleh sejumlah perusahaan pembiayaan yang menghadirkan layanan paylater sebagai opsi pembayaran. Salah satunya adalah Atome. Diklaim sepanjang tahun lalu, Atome mencetak pertumbuhan transaksi hingga 360 kali dengan penghasilan GMV lebih banyak 420 kali dibandingkan 2020.

“Angka ini kami dapatkan dari total pembiayaan yang telah diberikan kepada pengguna Atome di mana 70% dari mereka mayoritas berasal dari Jawa dan Bali. Angka ini menjadi pendorong bagi kami untuk dapat memperluas layanan paylater agar bisa dinikmati oleh masyarakat yang lebih luas lagi,” ungkap General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya.

Pencapaian lainnya, diklaim Atome berhasil mencatatkan pertumbuhan sebesar 9.600% dengan lebih dari 5 juta pengunduh aplikasi di Indonesia. Sebanyak 54% dari pengguna datang dari usia muda dengan persentase perempuan sebanyak 70%. Kemudian, ditemukan bahwa lebih dari 95% pengguna mengambil opsi tenor cicilan pembayaran untuk 3 dan 6 bulan.

“Hingga saat ini, kami telah bermitra dengan setidaknya 700 merchant dan lebih dari 10.000 toko offline di Indonesia. Beberapa brand besar yang sudah bergabung dengan ekosistem Atome seperti MAP Group, H&M, Matahari Department Store, Giordano Group, Sociolla, Gold Gym, Kanmo Group dan masih banyak lagi. Ekosistem ini masih terus kami perluas sehingga ke depannya, pengguna dapat dengan mudah mengakses seluruh kebutuhan mereka dengan opsi pembayaran paylater Atome,” kata Winardi.

Mengutip dari data internal Xendit, tren pembayaran digital di Indonesia untuk menggambarkan frekuensi penggunaan layanan Xendit Group oleh merchant. Salah satu temuannya adalah paylater catatkan pertumbuhan sepuluh kali lipat sepanjang 2022.

Penggunaan fasilitas pembayaran paylater semakin diminati konsumen, terbukti dari volume pembayaran yang meningkat hingga 10 kali lipat, diikuti dengan kartu kredit (6 kali lipat), uang elektronik (5 kali lipat) dibandingkan tahun sebelumnya.

BRIK Konfirmasi Tutup Pendanaan Pra Seri A Senilai 168 Miliar Rupiah

Startup konstruksi BRIK telah menutup putaran pendanaan pra seri A dengan nominal sebesar $11,5 juta (sekitar 168 miliar Rupiah). Hal ini telah dikonfirmasi oleh manajemen perusahaan menyusul pemberitaan terakhir terkait penggalangan dana mereka pada Desember 2022 silam.

Kepada DailySocial.id, pihak BRIK menyebut investor terdahulu, seperti Accel dan AC Ventures, kembali berpartisipasi dalam putaran ini. Kemudian, B Capital, Alter Global, Living Lab Ventures, perusahaan konstruksi asal Singapura Woh Hup, salah satu konglomerat lokal, dan beberapa angel investor yang mayoritas berasal dari India, juga ikut berinvestasi.

Sebelumnya, BRIK telah menerima pendanaan tahap awal senilai $4 juta atau Rp59,5 miliar pada Juli 2022, dipimpin oleh AC Ventures dengan keterlibatan Accel, Infra.Market, Alto Partners, BizOnGo, dan sejumlah angel investor.

Dana segar ini akan digunakan untuk memperluas jangkauan bisnis dan menambah lini produk BRIK. Dalam upaya mengembangkan bisnisnya, BRIK juga diketahui berencana untuk mempekerjakan beberapa individu di Singapura, Indonesia, dan India untuk menyediaan produk beton, pracetak dan nonstruktural, agregat berkualitas tinggi, dan bahan kimia konstruksi.

Di samping itu, perusahaan juga mendorong inovasi teknologi untuk dapat menurunkan harga. Hingga saat ini, BRIK telah tersedia di pulau Jawa, Bali, dan Lampung.

Saat ini, BRIK memiliki empat produk unggulan, yaitu beton, cat interior dan waterproofing dari Singapura, bata merah dan hebel brik, juga lem, thinner dan admixtures. Perusahaan segera menambah lini produk baru, seperti kayu untuk konstruksi, dan meningkatkan nilai produk dengan menuju ke green innovation.

Solusi BRIK

BRIK didirikan pada 2022 oleh empat orang founder, dua di antaranya mantan VP SEA Invesment di Jardines dan salah satu co-founder di iDexpress. BRIK merupakan perusahaan agregator bahan baku B2B yang memiliki fokus dalam membangun rumah produk bahan konstruksi.

Dalam operasionalnya, perusahaan memanfaatkan teknologi untuk memecahkan masalah di sektor konstruksi seperti kurangnya transparansi harga, kualitas bahan konstruksi yang tidak sesuai, basis vendor yang terfragmentasi, dan logistik yang tidak efisien. Dengan sistem bisnis ini, BRIK telah melayani klien institusional (B2B) dan juga pelanggan ritel.

BRIK mengembangkan produk konstruksi sendiri dengan kualitas dan karakteristik yang sesuai dengan riset yang telah dilakukan tim. Lewat mekanisme cloud manufacturing, perusahaan merangkul rekanan pemasok bahan bangunan untuk membantu perusahaan memproduksi barang. BRIK memberikan jaminan penjualan lewat kanal yang dimiliki.

Beberapa startup yang menyasar segmen konstruksi di Indonesia sebut saja GoCement yang berupaya mengefisiensikan bisnis konstruksi. Selain itu, ada Proglix yang menghadirkan solusi terpadu penyediaan raw material untuk konsumen infrastruktur dan manufaktur.

Menurut riset GlobalData, ukuran pasar bisnis konstruksi di Indonesia telah mencapai $234,6 miliar atau setara Rp3,591 triliun pada 2021 lalu. Diproyeksikan sektor ini akan mendapati average annual growth rate (AAGR) lebih dari 4% dalam periode 2023-2026 mendatang. Pertumbuhan ini berkorelasi langsung dengan sejumlah metrik perekonomian, termasuk PDB nasional yang pada 2022 berhasil tumbuh 5,31%.

Startup Rantai Dingin “Coldspace” Kantongi Pendanaan Awal 56 Miliar Rupiah

Startup penyedia solusi rantai dingin terintegrasi Coldspace, hari ini (3/5) mengumumkan penyelesaian putaran awal senilai $3,8 juta (hampir 56 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Intudo Ventures, PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA), dan konglomerat pertanian Triputra Group, dengan partisipasi dari MKA dan ITS.

“Kami menghargai kepercayaan investor kepada Coldspace karena kami sedang membangun penyedia layanan cold chain end-to-end pertama di Indonesia yang melayani pelanggan B2B dan B2C. Ini memungkinkan bisnis berkembang dengan cepat dan mencapai kelincahan dalam cakupan distribusi mereka,” kata Co-Founder dan CEO Coldspace Arnold Giovanni dalam keterangan resmi.

Coldspace didirikan pada Desember 2022 oleh Arnold Giovanni (CEO), Ivan Liadi (Head of Business Development & Product), David Loei (Head of Sales), dan Jan Sunaryanto (Head of Finance). Coldspace hadir karena saat ini Indonesia masih kekurangan solusi cold chain terintegrasi.

Perusahaan menawarkan fasilitas penyimpanan dingin dan truk reefer melalui inventarisnya sendiri dan agregat pihak ketiga marketplace dari mitra rantai dingin yang diberdayakan melalui teknologinya, dengan menyasar pengguna dari kalangan B2B dan B2C.

Melalui platform marketplace, Coldspace menyediakan skema penetapan harga yang unggul bagi pelanggan, sekaligus meningkatkan pemanfaatan bagi mitra melalui pencocokan penawaran dan permintaan. Tak hanya itu, perusahaan sedang membangun infrastruktur rantai dingin untuk mengisi kekosongan guna memastikan pengendalian iklim produk secara menyeluruh melalui pergudangan dan armadanya sendiri sebagai mata rantai penting dalam rantai dingin Indonesia.

Serta, menyediakan solusi cold fulfillment yang dirancang untuk memungkinkan layanan quick commerce, melalui model hub-and-spoke yang memastikan pengiriman cepat produk yang sensitif terhadap suhu.

Sumber: Coldspace

Coldspace bekerja sama dengan importir, eksportir, distributor, produsen makanan & minuman, perusahaan logistik, dan bisnis lainnya untuk menyediakan penyimpanan dan pengangkutan produk yang sensitif terhadap suhu secara transparan dan efisien.

Dalam kategori makanan & minuman, Coldspace menawarkan layanan untuk perikanan, produsen daging & unggas, makanan dan minuman kemasan, penjual susu, buah dan sayuran, serta produk farmasi. Dengan layanan pelanggan berkualitas sebagai penekanan utama, Coldspace juga menawarkan kepada pelanggan perjanjian tingkat layanan (SLA) yang hati-hati dan layanan manajemen produk untuk memastikan kepuasan pelanggan.

Perkembangan Coldspace

Solusi rantai dingin sangat diminati di Indonesia. Dengan iklim tropis dan geografi kepulauan Indonesia, negara ini mengalami kehilangan dan pemborosan makanan yang tinggi, serta pembusukan kargo yang sensitif terhadap suhu seperti obat-obatan dan bahan kimia.

Seiring pertumbuhan kelas menengah di Indonesia, terdapat kenaikan pesat permintaan makanan dan minuman pra-paket, yang harus ditangani dan disimpan di fasilitas yang dikontrol suhunya untuk menjaga kesegaran dan melindungi bisnis dari kehilangan persediaan.

Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip menyampaikan, dengan meningkatnya permintaan akan makanan segar, obat-obatan, dan produk sensitif suhu lain, Indonesia seringkali kekurangan infrastruktur yang dikendalikan secara terbatas diperlukan untuk mencegah pembusukan, yang menyebabkan pemborosan dan kehilangan produk.

“Dengan menargetkan ruang yang terfragmentasi dan tradisional yang ditandai dengan ketidakefisienan dan kesenjangan dalam layanan, Coldspace sedang membangun rantai dingin ujung ke ujung yang mulus yang memastikan penanganan produk yang tepat sambil menyediakan alat berteknologi canggih kepada pelanggan untuk memantau dan mengelola produk di seluruh rantai pasokan,” kata dia.

CEO ASSA Prodjo Sunaryanto menambahkan, nantinya Coldspace bersinergi dengan anak usaha ASSA lainnya, mulai dari ASSA Logistik, Anteraja, dan Titipaja. Sinergi ini memungkinkan seluruh grup di bawahnya dapat memberikan layanan cold chain yang berkelanjutan dari first mile, last mile, end customer, dan bisnis.

“Kami tertarik untuk berinvestasi di Coldspace untuk lebih mengintegrasikan solusi rantai dingin kami serta fakta bahwa meskipun mereka hanya sebuah startup, mereka mampu membukukan kinerja yang sehat,” ujar Prodjo.

Coldspace saat ini beroperasi di Jabodetabek, Surabaya, Malang, Bali, dan Medan, dengan rencana ekspansi ke seluruh nusantara. Perusahaan mengoperasikan fasilitas penyimpanan dingin yang berlokasi strategis di dekat pelabuhan dan bandara utama Jakarta untuk memfasilitasi penanganan barang-barang yang sensitif terhadap suhu saat masuk ke Indonesia.

Per April 2023, Coldspace mengelola 3.000 ton kapasitas penyimpanan dingin dan 20 truk berpendingin, sementara pasarnya memiliki kapasitas penyimpanan berpendingin 30 ribu ton dan 100 truk berpendingin yang dioperasikan oleh mitra Coldspace.

Dengan putaran pendanaan ini, Coldspace berencana memperluas kapasitas, termasuk cold storage, truk reefer, fulfillment, dan cakupan area layanan. Kemudian, meluncurkan rangkaian solusi manajemen bagi pelanggan untuk membantu mengelola dan melacak produk, termasuk Warehouse Management System (WMS), Transportation Management System (TMS), dan menyediakan solusi tambahan gratis sebagai nilai lebih bagi klien untuk melakukan analitik, menawarkan pelatihan, dan meningkatkan kualitas layanan.

“Membangun lebih dari 15 titik distribusi dalam waktu tiga bulan peluncuran telah menunjukkan kemampuan kami untuk menskalakan dengan cepat, dan kami akan mempercepat proses ini dengan memanfaatkan ekosistem logistik investor strategis kami untuk memberikan keunggulan operasional terbaik di kelasnya dan harga yang kompetitif.” Tutup Arnold.

Kecilin Raih Pendanaan Rp60 Miliar Dipimpin Mandiri Capital Indonesia, Kembangkan Solusi Kompresi Data

Kecilin, startup SaaS yang memfokuskan pada solusi compression mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $4 juta (hampir 60 miliar Rupiah) dipimpin oleh Mandiri Capital Indonesia (MCI). Jajaran investor baru turut berpartisipasi dalam putaran ini, yakni Provident Growth dan BNI Ventures, serta investor lama, yakni, Arkana, dan lainnya.

Dana segar tersebut akan dimanfaatkan untuk memperluas inisiatif bisnis baru dan mengembangkan produk.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (02/5), Chief Investment Officer MCI Dennis Pratistha menyampaikan, ekonomi digital yang makin besar mengakibatkan jumlah data yang disimpan dan ditransfer oleh korporat meningkat. Kondisi tersebut membuka peluang di industri SaaS, dalam hal ini Kecilin yang ia yakini dapat menjadi pemimpin pasar di sini.

“Pendanaan ini merupakan salah satu upaya MCI dalam memperkuat ekosistem digital nasional yang berdampak dan berkelanjutan,” kata Dennis.

Founder & CTO Kecilin Christopher Farrel menuturkan, “Bersama MCI dan investor lain, Kecilin berkomitmen untuk terus berinovasi demi mengembangkan produk sebaik mungkin agar dapat memberikan value added yang lebih besar untuk melayani pasar yang lebih luas baik di Indonesia maupun di luar negeri.”

Ia menargetkan, pada tahun ini perusahaan dapat menggaet lebih banyak klien baru dengan cara memperluas vertikal industri pelanggan, melalui pengembangan produk dan use cases baru. “Untuk tiga tahun ke depan, kami akan menambahkan produk yang kami tawarkan dan memperluas pasar ke luar Indonesia,” tambahnya.

Putaran pra-seri A ini sudah berlangsung sejak beberapa waktu lalu, saat itu berasal dari angel investor dengan detail dirahasiakan.

Kecilin

Sebagai catatan, Kecilin didirikan oleh Farrel, bersama Bisma Manda Samsu pada 2018. Ferrel sendiri merupakan pemenang Wirausaha Muda Mandiri tahun 2018. Ini adalah program kewirausahaan dari Bank Mandiri yang sudah diinisiasi sejak 2007 untuk menciptakan wirausahawan baru yang berdaya saing global.

Kecilin mengembangkan algoritma yang dapat mengurangi data file size apapun (data compression), termasuk video, gambar, dokumen, dan teks hingga 99% tanpa mengurangi kualitas serta mempertahankan format.

Dari teknologi tersebut, Kecilin mengembangkan beberapa produk, seperti CCTV compression yang dapat mengurangi file size dari video CCTV dan juga produk on-premise compression yang dapat memanfaatkan teknologi Kecilin untuk mengkompres data langsung di server-nya. Solusi-solusi ini dibutuhkan oleh UMKM dan korporasi besar dalam pengurangan biaya dan mempercepat proses untuk penyimpanan dan transfer data.

Sebelum produk Kecilin diresmikan, perusahaan sudah melalui proses product market fit selama 1,5 tahun. Saat itu, perusahaan menyasar dua tipe pengguna, B2B dan B2C.

Kecilin merupakan salah satu startup yang mengikuti MCI Xponent Batch 2 pada tanggal 16 Maret 2023. Dari situ, perusahaan menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) dengan IT Application Development Group Bank Mandiri. Ruang lingkupnya adalah kerja sama penggunaan produk dan layanan Kecilin untuk mendukung aktivitas perbankan digital Bank Mandiri.

MCI Xponent sendiri dihadirkan sebagai bentuk dukungan MCI terhadap ekosistem digital dan Mandiri Group untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis.

Aplikasi Peringkas Berita “KeTitik” Papar Strategi untuk Capai 1 Juta Pengguna

Personalisasi bukan hanya diminati dalam sektor jasa saja, tetapi juga pencarian informasi hingga berita. Konten berita yang dipersonalisasi semakin populer dalam beberapa tahun terakhir karena banyak orang kini mencari dan informasi yang disesuaikan dengan minat dan preferensi pengguna.

Konsep konten berita yang dipersonalisasi mengacu pada kemampuan untuk menyesuaikan umpan berita dan rekomendasi berdasarkan perilaku pengguna sebelumnya, demografi, dan preferensi. Munculnya media digital telah mempermudah penyediaan konten berita yang dipersonalisasi kepada pembaca.

Meluncur pada 2022 lalu, KeTitik menghadirkan ringkasan berita terverifikasi dalam waktu kurang dari 60 kata dengan tampilan UI/UX yang mudah dikenali, seperti TikTok atau Instagram Reels. Baru-baru ini KeTitik juga telah melakukan rebranding logo baru mereka.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder KeTitik Dannis Joseph memaparkan tentang pengembangan platform, strategi monetisasi, dan rencana penggalangan dana untuk mencapai target satu juta pengguna tahun ini.

Memanfaatkan AI

Dengan 280 juta populasi dan penetrasi internet mencapai 77%, Indonesia disebut sebagai negara dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Platform media sosial, seperti WhatsApp, YouTube, Facebook, dan Instagram sangat populer di kalangan pengguna Indonesia, dengan 68% orang Indonesia mendapatkan berita dari platform media sosial, meningkat 4% dari tahun lalu.

Sebagian besar masyarakat Indonesia (83%) kebanyakan menggunakan smartphone mereka untuk mendapatkan berita, di mana penggunaan laptop berkurang sebanyak 8%. Melihat tren tersebut, KeTitik meluncurkan aplikasi konten berita format pendek yang dipersonalisasi. Aplikasi ini memberikan ringkasan berita terverifikasi dalam waktu kurang dari 60 kata dalam UI/UX yang sudah dikenal, seperti TikTok atau Instagram Reels.

“Kami tetap menjaga ruang lingkup kolaborasi dengan semua platform media tetap terbuka. Kami tidak mengambil pengguna dari platform apa pun, justru kami akan menambahkannya. Kemitraan tersebut membuka pintu bagi kami untuk dapat menyediakan rangkaian konten terbaik bagi pengguna,” katanya.

KeTitik dibangun untuk dapat memecahkan beberapa masalah dalam pemrosesan akses berita. Timnya menggunakan teknologi AI untuk meringkas artikel panjang dari sumber berita terverifikasi dan juga media sosial. Ringkasan ini selanjutnya disempurnakan kembali agar layak baca. Sebanyak 50% berita KeTitik diringkas oleh AI dan sisanya dikerjakan oleh tim editorial internal.

Adapun, tim editorial KeTitik memiliki berbagai pengalaman sebelumnya di media dan startup. “Tim redaksi kami memastikan ringkasan berita dibuat hanya dari sumber yang kredibel saja. Selain itu, kami juga telah membangun teknologi kami sendiri yang menandai bahasa kasar, tata bahasa, dan menilai performa setiap ringkasan,” kata Dannis.

Dengan menghadirkan berita dan artikel kepada pengguna yang mungkin belum pernah mereka temui, konten berita yang dipersonalisasi dapat menantang praduga dan membantu orang untuk memahami masalah kompleks dari berbagai sudut.

Monetisasi dan penggalangan dana

KeTitik akan mulai menggunakan model iklan terintegrasi dengan berbagai brand sebagai strategi monetisasinya. Iklan ini ditempatkan agar tidak mengganggu tampilan layar pengguna sehingga memberikan pengalaman membaca berita yang nyaman, enak dipandang, informatif, sekaligus menarik. Saat ini, KeTitik memiliki 100 ribu pengguna dan menargetkan untuk merangkul satu juta lebih pengguna pada akhir Desember 2023.

Menurut Dannis, salah satu manfaat utama konten berita yang dipersonalisasi adalah penghematan waktu dan tenaga bagi pembaca dalam mencari artikel dan cerita yang relevan dengan minat mereka. Pembaca dapat menyaring informasi untuk menemukan cerita paling menarik atau penting dengan dukungan algoritme dan machine learning di platform KeTitik.

“Kami ingin membangun platform untuk dekade berikutnya. Bagi platform media, penting bagi pengguna untuk menyukai kontennya, tidak perlu mempertanyakan kebenaran konten dan pada akhirnya [mereka] merasa menghabiskan waktu di platform [KeTiTik] sepadan dengan waktu mereka. Tujuan pertama kami adalah menjadikan KeTitik sebagai platform pilihan bagi pengguna kami untuk menggunakannya secara rutin setiap hari,” kata Dannis.

Tahun lalu, KeTitik telah memperoleh pendanaan pra-awal yang disuntik oleh Evy Harjono (HiApp) dan sejumlah angel investor dari Flip, Moengage, Trusting Social, Chope, dan Brick. KeTitik berencana untuk melakukan penggalangan dana putaran awal (seed) pada kuartal IV 2023.

“Kami telah menolak beberapa penawaran dari angel investor karena kami tidak yakin dengan keselarasan jangka panjang mereka dengan tujuan yang telah kami mulai dengan misi kami.” Tutup Dannis.

Application Information Will Show Up Here

Startup Web3 D3 Labs Kantongi Pendanaan Pra-Awal dari Sejumlah Investor

Startup web3 D3 Labs mengumumkan telah mengantongi pendanaan pra-awal dengan nominal dirahasiakan dari sejumlah investor, di antaranya Saison Capital, Kinesys Capital, Arkana Capital, EX Capital, Qredo, DS/X Ventures, serta UOB Venture Management dan Signum Capital melalui UVM Signum Blockchain Fund.

Penggunaan dana segar yang telah diperoleh pada Januari 2023 ini difokuskan untuk pengembangan produk MVP yang akan diluncurkan pada Mei ini. Bersamaan dengan itu pula, perusahaan akan menggalang tambahan dana untuk putaran yang sama.

“Dengan dukungan dari para investor yang percaya pada visi D3 Labs, perusahaan ini siap untuk mengubah wajah industri keuangan di Asia Tenggara melalui solusi infrastruktur programmable money yang inovatif dan efisien,” ucap CEO D3 Labs Chung Ying Lai dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.id, Rabu (19/4).

D3 Labs menyediakan solusi dan infrastruktur teknologi programmable money bagi perusahaan yang ingin memanfaatkan otomatisasi dan efisiensi dalam sistem keuangan internal mereka.

Programmable money adalah konsep yang menggunakan teknologi blockchain dan smart contracts untuk menciptakan mata uang digital yang dapat diprogram untuk melakukan tugas-tugas tertentu secara otomatis. Dengan programmable money, transaksi yang lebih aman, efisien, dan otomatis dapat terjadi.

“Kami percaya bahwa programmable money akan menjadi kunci dalam menghadirkan efisiensi dan fleksibilitas bagi perusahaan di kawasan ini. D3 Labs berkomitmen untuk mengembangkan solusi yang dapat membantu perusahaan lokal beradaptasi dan bersaing di pasar global yang semakin digital. Programmable money dapat meningkatkan inklusi keuangan dengan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital dan mengakses layanan keuangan,” kata Ying.

Produk D3 Labs

Salah satu produk pertama dari D3 Labs adalah SeaSeed, platform programmable money yang dirancang khusus untuk bisnis. SeaSeed memungkinkan transaksi otomatis 24/7 secara real-time antara perusahaan dan ekosistem terkait lainnya, meningkatkan proses penyelesaian dan rekonsiliasi. Programmable money dapat mengurangi biaya ini dengan menghilangkan perantara dan memungkinkan transaksi peer-to-peer.

“Dengan SeaSeed, D3 Labs membawa perubahan signifikan di Asia Tenggara dengan menjadi pelopor solusi infrastruktur programmable money. Programmable money dapat membuka peluang untuk pengembangan produk dan layanan keuangan baru yang disesuaikan dengan kebutuhan individu atau perusahaan, seperti asuransi berbasis blockchain atau instrumen investasi yang dipersonalisasi.”

Produk ini terinspirasi oleh Onyx by J.P. Morgan, platform teknologi blockchain yang dikembangkan oleh J.P. Morgan. Platform ini dirancang untuk memanfaatkan teknologi blockchain guna meningkatkan efisiensi, keamanan, dan transparansi dalam berbagai layanan dan produk perbankan. Salah satu produk yang paling terkenal di bawah platform Onyx adalah JPM Coin, merupakan mata uang digital yang dirancang untuk memfasilitasi transfer dana instan dan real-time antara klien J.P. Morgan.

Dia melanjutkan, inklusi keuangan masih menjadi tantangan besar dan faktor krisis dalam ekonomi di negara-negara Asia Tenggara. Data Global Findex 2021 menunjukkan, rata-rata tingkat inklusi keuangan di kawasan ASEAN mencapai 41%. Namun di balik angka rata-rata tersebut, terdapat disparitas atau kesenjangan tingkat inklusi keuangan yang sangat lebar.

Banyak orang di Asia Tenggara masih menghadapi hambatan dalam mengakses layanan keuangan. Penyebab utama akses keuangan yang terbatas di kawasan ini meliputi biaya tinggi untuk membuka dan menjaga rekening bank, jarak yang jauh dari institusi keuangan, kurangnya dokumentasi yang diperlukan, dan tingkat pendidikan keuangan yang rendah.

Menurut Ying, penggunaan teknologi seperti programmable money dan solusi keuangan digital lainnya dapat membantu mengatasi beberapa masalah ini dengan mengurangi biaya dan memudahkan akses ke layanan keuangan, terutama untuk populasi yang tidak atau kurang dilayani oleh sistem perbankan tradisional.

Tantangan

Pengembangan programmable money di Asia Tenggara menghadapi beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk memastikan adopsi yang sukses dan luas. Mulai dari edukasi, infrastruktur hingga integrasi dengan sistem keuangan tradisional.

“Kurangnya pemahaman dan edukasi tentang programmable money di kalangan masyarakat dan perusahaan dapat menghambat adopsi teknologi ini. Upaya yang lebih besar diperlukan untuk mendidik masyarakat tentang manfaat dan cara kerja programmable money. Di samping itu, integrasi programmable money dengan sistem perbankan dan keuangan tradisional dapat menjadi tantangan, terutama karena beberapa bank dan institusi keuangan mungkin enggan untuk bekerja sama dengan teknologi baru ini.”

Untuk mengatasi hal tersebut, D3 Labs melakukan upaya yang signifikan dalam promosi, pemasaran, dan peningkatan kesadaran tentang manfaat programmable money. Perusahaan juga menjalankan penelitian mendalam dan proses eksplorasi dengan klien, meluncurkan proyek percontohan bersama untuk menunjukkan manfaatnya.

Saat ini D3 Labs masih fokus pada pasar Asia Tenggara, memulai ekspansinya di Indonesia. Rencananya, dalam waktu dekat akan menjangkau negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Dislcosure: DS/X Ventures merupakan unit investasi milik DailySocial.id

Saturdays Siap Ekspansi Toko Usai Kantongi Pendanaan

Startup D2C lifestyle Saturdays siap memperluas jangkauan pasarnya di Indonesia usai memperoleh pendanaan dalam bentuk venture debt dengan nominal yang dirahasiakan dari Genesis Alternative Ventures.

Saturdays kini punya 45 toko di 11 kota yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Medan, Palembang, Makassar, Banjarmasin, Samarinda, dan Batam. Mereka juga baru saja membuka gerai lifestyle di Central Park Mall, Jakarta. Sejumlah merek terkemuka yang telah bekerja sama dengan Saturdays termasuk Marvel dan Indomie.

Tahun lalu, Saturdays mendapat pendanaan seri A yang dipimpin Altara Ventures serta partisipasi DSG Consumer Partners. Satu tahun sebelumnya, Saturdays telah menutup pendanaan awal dari Alpha JWC Ventures, Kinesys Group, dan Alto Partners.

“Kami mencari pendanaan dari berbagai sumber dan bermitra dengan berbagai lembaga yang punya value sama dan dapat membawa keterampilan, pengetahuan, dan sumber daya yang saling melengkapi. Ini memungkinkan kami memaksimalkan manfaat melalui kemitraan beragam dan menciptakan nilai jangka panjang karena kami ingin memecahkan masalah gangguan penglihatan di Indonesia,” tutur Co-Founder Saturdays Rama Suparta kepada DailySocial.id.

Rama mengungkap, pendapatan Saturdays tumbuh berkali lipat pada 2022 dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan pencapaian tersebut, pihaknya akan mempertahankan pertumbuhannya secara berkelanjutan di tahun mendatang. Saturdays juga berupaya untuk tetap gesit sambil berhati-hati dalam berinvestasi ke SDM dan menambah lini produk baru di tengah situasi ekonomi saat ini.

Sekadar informasi, Saturdays merupakan merek produk lifestyle dengan kaca mata sebagai lini produk utama. Startup ini didirikan oleh Andrew Kadolha dan Rama Suparta di 2016. Saturdays menyebut memproduksi sendiri material lensa dan bingkai kacamata, termasuk desain, manufaktur, hingga pengiriman ke konsumen.

Untuk menjangkau pengguna, Saturdays menggunakan pendekatan omnichannel untuk memasarkan produk secara offline (toko retail) dan online (website dan aplikasi). Pada kanal offline, Saturdays mengintegrasikan tokonya dengan gerai kopi untuk memberikan sentuhan lifestyle.

Pada penjualan website, pihaknya menanamkan fitur pemindai wajah berbasis AI untuk memberikan rekomendasi bingkai kacamata dan pengalaman omnichannel yang seamless kepada konsumen. Selain itu, konsumen dapat menjajal bingkai kacamata secara langsung melalui fitur Corporate & Home Try-On di aplikasi.

“Dalam 12 bulan terakhir, kami melihat tren kunjungan ke toko kami meningkat karena preferensi customer mulai beralih ke offline dengan melandainya pandemi. Kami perkirakan penjualan mengikuti tren kenaikan pada bulan Ramadan di April ini,” tambahnya.

Dampak tren D2C

Lebih lanjut, Rama berujar bahwa Indonesia telah menyaksikan lonjakan merek D2C yang dipicu oleh kemajuan teknologi dan perubahan preferensi konsumen. Menurutnya, merek D2C membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena mendorong inovasi dan investasi, serta menciptakan lapangan kerja baru.

“Indonesia terus mengembangkan infrastruktur digital dan mengembangkan ekosistem yang mendukung kewirausahaan dan inovasi. Maka itu, potensi pertumbuhan dan investasi lebih lanjut di sektor D2C akan tetap signifikan. Kami terus berinvestasi dalam teknologi untuk memberikan pengalaman berbelanja yang nyaman bagi pelanggan kami, baik online maupun offline,” tuturnya.

Perkembangan D2C di Indonesia turut dipicu oleh perilaku konsumen Gen Z dan milenial dalam mengonsumsi barang. Menurut riset Capgemini, Gen Z (68%) dan milenial (58%) suka memesan produk langsung dari si pemilik merek dalam enam bulan terakhir. Sementara, hampir dua pertiganya (60%) lebih memilih membeli langsung daripada beli di gerai ritel tradisional.

Dalam tulisan kami mengenai tren D2C, Chief Investment Officer BRI Ventures Markus Liman menuturkan bahwa startup D2C harus menyadari kapan mereka harus meningkatkan skalanya ketika sudah mengantongi product-market fit. Hal ini juga dapat menjadi tantangan selanjutnya karena ada risiko operasional lebih tinggi yang perlu diperhatikan oleh pelaku D2C.

“Tantangan D2C ini hari ini adalah scalability karena scaling D2C and scaling platform adalah dua hal berbeda. Misalnya scaling inventori, artinya pelaku D2C harus memikirkan biaya logistik. Jika sudah masuk supply chain, seperti supermarket dan general trade, apa yang perlu disiapkan? Ini sesuatu yang mungkin tidak dipikirkan tech startup. Kunci scalability D2C adalah bagaimana bisa masuk ke mass retail. Kalau tidak, bagaimana bisa coba potensi spend yang lebih besar?”

Application Information Will Show Up Here

Zi.Care Kantongi Pendanaan Seri A Dipimpin Greenwillow Capital

Startup healthtech Zi.Care mengantongi $2 juta (sekitar 29,3 miliar Rupiah) dari Greenwillow Capital Management dalam putaran pendanaan seri A yang ditargetkan sebesar $3 juta (sekitar 44,1 miliar Rupiah). Pendanaan tersebut disuntik melalui dana kelolaan Oriza Greenwillow Technology Fund.

Saat ini, Zi.Care mengembangkan solusi untuk digitalisasi rumah sakit, dengan fokus utama pada rekam medis elektronik (RME) yang mencakup diagnosis, hasil tes kesehatan, obat-obatan, hingga perawatan.

Zi.Care akan menggunakan pendanaan tersebut untuk memperluas jangkauan bisnisnya ke berbagai area di Indonesia. Pihaknya menargetkan kemitraan dengan 150 rumah sakit dari 100 kemitraan yang telah terealisasi di seluruh Indonesia.

Sebelumnya, pada 2021 Zi.Care tercatat memperoleh pendanaan sebesar $500 ribu (lebih dari Rp7,2 miliar) dari Southeast Asia Venture Capital, Iterative VC, Telkomsel Mitra Inovasi, dan Choco-Up.

“Kami membidik pertumbuhan pendapatan hingga 100% setiap tahun, juga mendorong pangsa pasar [digitalisasi] rekam medis elektronik di Indonesia. Hal ini untuk mendukung target Kementerian Kesehatan dalam mendigitalisasi industri kesehatan,” tutur Co-Founder dan Managing Director Zi.Care Jodi Pujiyono Susanto dilansir DealStreetAsia.

Zi.Care mengklaim telah meraup pendapatan sebesar $1,3 juta di semester II 2022, serta mencapai EBITDA positif pada kuartal IV 2022. “Kami akan terus mendorongnya dengan menambah cakupan pasar dan jumlah customer untuk mencapai profitabilitas secara penuh di tahun 2023,” tambahnya.

Sementara, Managing Partner of Oriza Greenwillow Technology Fund Loh Wai Keong menambahkan, pihaknya meyakini solusi RME milik Zi.Care memiliki potensi besar di Tanah Air, dan krusial dalam mendukung transformasi digital industri kesehatan, baik bagi tenaga profesional maupun pasien.

Saat ini, startup kesehatan di Indonesia mayoritas bermain di layanan telemedis dan pemesanan produk kesehatan online, seperti Halodoc, Alodokter, dan KlikDokter. Diketahui, Alodokter menjadi platform telemedis pertama yang telah mengimplementasikan rekam medis elektronik (RME).

Sementara itu, belum banyak pelaku healthtech yang fokus pada digitalisasi fasyankes. Klinik Pintar misalnya, fokus pada segmen akar rumput dengan mendigitalisasi rantai pasok klinik. Ada juga pemain yang masuk ke layanan kesehatan korporasi berbasis platform, yakni Prixa.

Transformasi kesehatan Indonesia

Upaya pelaku healthtech untuk mentransformasi industri kesehatan Indonesia kini mendapat dukungan penuh pemerintah. Salah satunya melalui kebijakan implementasi Rekam Medis Elektronik (RME) yang termuat dalam PMK No. 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis, yang merupakan perubahan dan pemutakhiran dari peraturan sebelumnya PMK No. 269 Tahun 2008.

Selama ini, pelaku healthtech kesulitan untuk mendigitalisasi sektor kesehatan karena terbentur peraturan yang ketat. Di samping itu, masih banyak fasilitas layanan kesehatan yang menggunakan sistem secara manual. Melalui peraturan baru ini, fasilitas layanan kesehatan diwajibkan untuk menyelenggarakan RME. Pemerintah memberikan masa transisi kepada fasilitas layanan kesehatan hingga akhir 2023.

Berdasarkan survei Kemenkes, anggaran digitalisasi RS rata-rata tak sampai 3% dari total anggaran mereka. Faktor ini membuat transformasi digital belum menjadi prioritas. Sekitar 22% dari 2.595 RS di Indonesia belum memiliki Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS).

Dari 2.291 RS yang memiliki SIMRS, implementasi RME di front office baru 24% dan 64% untuk back office. Sementara, dari 737 RS, sebanyak 359 belum menerapkan RME, 175 RS baru sebagian, dan 203 RS sudah.

Application Information Will Show Up Here