East Ventures Suntik Platform Kreator Konten “TipTip” Sebesar 143 Miliar Rupiah

TipTip, platform untuk kreator konten di Asia Tenggara, mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $10 juta (sekitar 143 miliar Rupiah). Angka tersebut diklaim sebagai salah satu pendanaan tahap awal terbesar yang pernah ada. Putaran ini dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari Vertex, EMTEK, SMDV, dan beberapa family offices terkemuka.

TipTip didirikan oleh Albert Lucius, eks pendiri di Kudo yang berhasil diakuisisi oleh Grab pada 2017. Saat ini, TipTip beroperasi di Indonesia dan Singapura, memiliki tim lebih dari 70 karyawan.

Mudahkan kreator lakukan monetitsasi

TipTip hadir sebagai platform pilihan bagi kreator konten untuk memonetisasi dari hobi mereka melalui sesi video yang personal, penjualan konten digital premium, dan peluang untuk berinteraksi langsung dengan pengikut (followers) mereka. TipTip turut hadir untuk mengisi kesenjangan akan beberapa fitur penting yang dihadapi oleh kreator konten di negara berkembang di Asia Tenggara, seperti kurangnya peluang monetisasi, pembayaran lokal dan integrasi KYC yang terbatas, serta tantangan terkait pembuatan dan distribusi konten melalui perangkat smartphone.

“Kami sangat menghargai dukungan dan kepercayaan yang kami terima di putaran pendanaan ini sebelum peluncuran TipTip ke publik. Keyakinan mereka semakin memperkuat visi kami akan potensi ekonomi kreator, dan bagaimana solusi yang ditawarkan TipTip dapat menjadi one-stop solution untuk semua content creator di kawasan Asia Tenggara,” ucap Founder TipTip Albert Lucius dalam keterangan resmi, Selasa (29/3).

Menurut Albert, dana segar akan dimanfaatkan perusahaan untuk mengakselerasi pertumbuhan TipTip dalam menjangkau dan memberdayakan ekonomi kreator di kawasan ini. Juga, memperluas tim dan mempercepat adopsi platform. Aplikasi TipTip sendiri belum diresmikan secara publik, peluncuran eksklusif (khusus undangan) rencananya akan dilaksanakan pada April mendatang. Lalu diikuti peluncuran publik untuk pasar Indonesia pada bulan berikutnya.

Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, “Kami percaya pada potensi ekonomi kreator di kawasan ini, terutama setelah melihat pertumbuhan pesat potensi pasar selama pandemi COVID-19. Jelas bagi kita bahwa beberapa perilaku konsumen yang terbentuk selama pandemi akan terus berlangsung setelah pandemi. TipTip berada di posisi yang tepat untuk menangkap hal tersebut. TipTip adalah produk untuk dunia pasca pandemi yang dirancang selama pandemi.”

Pertemukan brand dan influencer

Tercatat saat ini besarnya permintaan untuk kegiatan digital marketing terutama yang memanfaatkan influencer tumbuh secara signifikan jumlahnya. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Influencer Marketing Hub, pandemi telah mempercepat pertumbuhan influencer marketing pada tahun 2020, dan jumlah ini diperkirakan akan berlanjut pada tahun 2021.

Dari hanya $1,7 miliar pada tahun 2016, influencer marketing diperkirakan telah tumbuh menjadi ukuran pasar sebesar $9,7 miliar pada tahun 2020 dan diperkirakan akan melonjak lebih jauh ke $13,8 miliar pada tahun 2021.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa platform yang menyediakan wadah untuk content creator, influencer, dan brand untuk memanfaatkan kegiatan pemasaran dengan konsep tersebut. Mulai dari platform seperti Partipost, AnyMind Group, Hiip, Indonesia Creators Economy besutan IDN Media, hingga Lynk.id yang bertujuan memberikan tools terpadu kepada kreator.

Perusahaan teknologi Gojek pun mengumumkan kerja sama dengan platform marketing influencer Allstars untuk permudah mitra UMKM Gojek terhubung dengan influencer melakukan kegiatan pemasaran. Allstars hadir menyediakan platform untuk menghubungkan brand dengan influencer untuk keperluan promosi di media sosial. Tidak hanya menguntungkan brand, influencer pun sebetulnya juga perlu dijembatani, terlebih bagi mereka yang baru beralih profesi.

ARIA Agritech’s Strategy to Produce New Generation of Indonesian Farmers

One of the biggest obstacles in the agriculture industry is the lack of interest among young generation of becoming farmers. The large amount of land to be cultivated using conventional methods also makes it difficult for most farmers to optimize their performance.

In fact, when there is a pest attack, farmers should have anticipated quickly and it usually requires a large number of workers to carry out the process. As a result, many farmers experienced crop failures and large losses because it was too late to overcome the issue.

Through this problem, ARIA, as an agritech startup, comes with a solution to increase productivity using drones and IoT, while providing prevention and predictive agricultural solutions to large-scale farmers and plantations. In addition, the idea for developing this product is to help farmers and plantation owners get good agricultural products, while at the same time attracting more young farmers to enter the agricultural sector.

ARIA’s Co-Founder & CEO, William Sjaichudin revealed to DailySocial, starting with drone technology, they wanted to be an agritech platform that could help farmers get quality agricultural products with the right planting process, while minimizing labor work in the field.

“Most agritech platforms in Indonesia are currently focused on the supply chain. However, many of them are complaining about the low quality of farmers’ harvests. With the technology and services we have, we want to overcome these problems and focus on quality control,” William said.

Focus on B2B segment

ARIA’s drone spray technology

ARIAwas co-founded by Arden Lim (CPO) and Yosa Rosario (COO). Currently, they operate two business verticals, B2B companies such as plantations and forestry. Especially for B2B clients, ARIA provides SaaS technology that helps them to carry out the planting process using directly connected data, so they can carry out accurate spraying activities.

Meanwhile, for both individual and farmers who own plantations, they expect to apply the best practices that previously been applied to large companies such as Sampoerna, Sahabat Agro Group, Sinarmas, Triputra Group, and as ARIA’s current clients.

“Our target this year is to be able to serve 60 to 70 percent of B2B clients and 30 percent to farmers. We hope that ARIA can also help through programs owned by local governments and available vacant land,” William added.

Starting from technology, ARIA is quite confident to create jobs that attract the new potential farmers in Indonesia. Therefore, the regeneration of farmers can run well, replacing the farmers who are currently fewer in number and most of them have aged.

From the responses of farmers in various regions who welcome their mapping technology and drone spray, ARIA sees the potential to be able to produce new young farmers and drone pilots in the future.

“For the drone pilots, we currently have around 16 people and targeting to grow 40 more by the end of the month. Our drone pilots come from each region, adjusting the demand from the units ordered,” William said

ARIA adopts a business model as a service company. As buying and selling drones is difficult, their way of running a business is to provide drones at a low cost,  service per hectare. Thus, it can be more affordable for farmers. In order to integrated services, ARIA also collaborates with Bayer in the supply of chemicals for agriculture.

“In the future, we want to be able to make our own drones. What distinguishes us from other platforms is our direct approach by providing solutions. We are an end-to-end software and hardware platform for farmers,” William said.

Early stage fundraising plan

Currently, ARIA has secured pre-seed funding, which was organized and led by GK-Plug and Play Indonesia, East Ventures and market leaders in agriculture and logistics such as Triputra Group, Waresix, and Sahabat Group who participated in this series.

ARIA will use this funding to develop its infrastructure network and quickly establish distribution points in 17 branches spread across Indonesia to reach 40 billion hectares of ARIA’s potential market. This development was also accompanied by the purchase of a large drone fleet, as well as the development of a key IoT asset in the form of tracking technology to provide value and impact of change for ARIA customers.

“It is very important for ARIA to deal with the regeneration of young Indonesian farmers, who are constrained by limited land and suffer from working in low-income professions throughout Indonesia. Farmers in Indonesia are slowly dying. ARIA’s vision is to grow a new generation of young millennial farmers who are tech-savvy and able to compete and develop at a global level,” William said.

In order to get a strategic partner who can help ARIA open up more opportunities, in the near future ARIA will also complete an early stage fundraising. It’s in the finalizing stage, according to the plan, ARIA will get the fresh funds at the end of March.

“The biggest advantage in Indonesia as an agriculture country is being a farmer. However, as they are still using the conventional methods, the opportunities and benefits that can be obtained by farmers stay limited. Through ARIA, we want to make the farming profession more profitable,” William concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

“Indonesia Impact Fund” Debut, Beri Pendanaan ke Cakap

Setelah menerima pendanaan tahapan seri B tahun 2021 lalu senilai $10 juta (lebih dari Rp140 miliar Rupiah), platform edutech Cakap kembali mengantongi pendanaan tahapan lanjutan dari Indonesia Impact Fund (IIF). IIF resmi mengumumkan penutupan pertama untuk dana kelolaannya yang telah berlangsung di awal kuartal keempat 2021.

Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima oleh Cakap kali ini. Dana segar ini selanjutnya akan dimanfaatkan oleh Cakap untuk memperkuat tujuan ekspansi perusahaan dalam upaya meningkatkan akses terhadap pendidikan berkualitas tinggi di tanah air secara menyeluruh, terutama wilayah di luar kota-kota besar.

“Kami bangga menyambut investasi dan kerja sama baru dengan Indonesia Impact Fund bersama Mandiri Capital Indonesia dan UNDP,” kata Co-founder & CEO Cakap Tomy Yunus.

Dana kelolaan berbasis nilai ESG

Dikelola oleh Mandiri Capital Indonesia, IIF merupakan dana kelolaan social impact swasta pertama di Indonesia yang berbasis pada nilai ESG (Environmental, Social, and Governance) dengan tujuan menciptakan kerja sama antar sektor publik dan swasta di dalam industri modal ventura. Dana kelolaan ini diikuti oleh sejumlah family offices, institusi swasta, serta bekerja sama dengan UNDP (United Nations Development Programme) dalam implementasi dan pengukuran dampak yang tepat dengan portofolio perusahaan.

“Kami percaya dengan inisiatif baru ini, IIF akan berperan sebagai katalisator di industri modal ventura dan pengelola pendanaan di Indonesia terhadap dampak sosial dan investasi berkelanjutan. IIF tidak hanya akan membawa keuntungan finansial namun juga menciptakan dampak pada masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” ungkap CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro.

Mandiri Capital telah menunjuk Joshua Agusta, Direktur Pendanaan Ventura, untuk menjadi Fund Manager dan Partner di IIF. Pendanaan pertamanya dijalankan bersama Cakap, salah satu platform edukasi teknologi nonformal terbesar di Indonesia.

“Edukasi nonformal merupakan pasar dengan potensi besar yang belum sepenuhnya tergarap di Indonesia. Kami percaya dengan berinvestasi kepada perusahaan seperti Cakap, pendanaan kami akan berkontribusi menjembatani kesenjangan masyarakat Indonesia dalam kemampuan berbahasa asing dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara jangka panjang,” kata Joshua.

Menambah layanan dan fitur

Cakap mengembangkan aplikasi pembelajaran online dengan interaksi dua arah antara siswa dan guru melalui panggilan video dan percakapan teks. Konsep ini memungkinkan interaksi pembelajaran dua arah untuk pembelajaran life skill di seluruh Asia Pasifik. ​

Akhir tahun 2021 lalu Cakap telah meluncurkan Teacher Academy. Layanan tersebut berisi program pelatihan mengajar melalui platform online, dimulai untuk guru bahasa Inggris. Di dalamnya merangkum teknik mengajar komunikatif dan pemanfaatan teknologi. Solusi pembelajaran yang disediakan oleh Cakap memungkinkan personalisasi.

Selain layanan pembelajaran yang sudah ada, Cakap UpSkill juga diklaim mendapatkan respons baik dari masyarakat untuk mengurangi gap of competency di angkatan kerja Indonesia. Tercatat sudah lebih dari 100 ribu alumni dihasilkan dari program pelatihan yang menyasar beragam profesi mulai dari digital marketer, engineers, SMEs owner, sampai tenaga pariwisata.

“Kami masih akan fokus untuk memberikan dampak sosial bagi masyarakat di Indonesia lewat solusi-solusi yang sudah luncurkan sebelumnya, mulai dari pembelajaran bahasa lewat Cakap Language, peningkatan kemampuan di bidang vokasi lewat Cakap UpSkill, maupun program pemberdayaan pengajar lewat Cakap Teacher Academy,” kata Tomy.

Application Information Will Show Up Here

Nalagenetics Umumkan Pendanaan Seri A 181 Miliar Rupiah

Startup pengembang produk dan layanan pengujian genetik Nalagenetics mengumumkan telah menutup putaran pendanaan seri A senilai $12,6 juta atau setara 181 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Intudo Ventures dan Vulcan Capital, didukung sejumlah investor termasuk Diagnostics Development Hub (DxD Hub) melalui Agency for Science, Technology and Research’s (A*STAR) A*ccelerate Technologies Pte Ltd, Dexa International, Diagnos Laboratories, East Ventures, AC Ventures, dan sejumlah angel investor — termasuk salah satu eksekutif platform e-commerce lokal.

Sebelumnya mereka telah membukukan pendanaan tahap awal pada November 2018 lalu senilai $1 juta. Berbekal dana investasi tersebut, Nalagenetics secara agresif mengembangkan solusi pengujian genetika menyeluruh, yang memungkinkan pencegahan penyakit. Melalui perangkat lunak dan solusi genetiknya, mereka memberdayakan profesional di bidang kesehatan untuk menerapkan pengujian prediktif dan pra-gejala guna pencegahan atas kondisi kronis.

Solusi awal yang dihadirkan Nalagenetics adalah kit genotipe yang terjangkau dan solusi bioinformatika untuk interpretasi data genetik. Seiring perkembangannya, kini mereka turut menawarkan ragam solusi mencakup pembuatan, penerapan, dan integrasi informasi genetika dalam sistem perawatan kesehatan. Dengan salah satu platform berjuluk “Clinical Decision Support” untuk lab-lab kesehatan.

Di luar perangkat lunak, layanan Nalagenetics mencakup protokol lab basah, algoritma bioinformatika, rekomendasi klinis, dan koneksi API, untuk memberdayakan rumah sakit dan laboratorium agar menjalankan layanan pengujian genetik yang efektif.

Selain itu, Nalagenetics telah mendukung pemerintah dan sektor swasta selama pandemi Covid-19, meningkatkan pengujian untuk pasien di seluruh penjuru Indonesia.

Lanjutkan ekspansi regional

Saat ini Nalagenetics melayani pasar utamanya di Indonesia dan Singapura. Selanjutnya melalui dana segar yang didapat, perusahaan akan melanjutkan ekspansi ke Malaysia dan sejumlah negara lain tahun ini. Perusahaan juga telah bermitra strategis dengan lebih dari 40 rumah sakit dan klinik kesehatan. Selain ekspansi, pengembangan produk juga akan menjadi fokus utama.

Nalagenetics telah mengembangkan modul klinis untuk farmakogenomik, nutrigenomik, dan prediksi risiko kanker payudara. Kemudian berencana untuk mengembangkan modul baru seputar skor risiko poligenik untuk mengatasi kondisi kompleks dan pembunuh terbesar di Asia Tenggara, yang mencakup penyakit kardiometabolik, kanker, dan kondisi neurodegeneratif.

“Kami bersemangat untuk terus mengadvokasi pengembangan skrining genetik hemat biaya untuk personalisasi resep dan skrining untuk kardiovaskular, neurodegeneratif, dan kanker sebagai pembunuh terbesar di Asia Tenggara. Karena momentum untuk pengujian genetik dan adopsi perawatan berbasis nilai semakin meningkat, kami melihat banyak minat dari rumah sakit dan penyedia layanan yang sebelumnya tidak ada,” kata Co-Founder & CEO Nalagenetics Levana Sani.

Pertumbuhan pasar yang signifikan

Menurut data yang disampaikan, Asia menjadi pasar pengujian genetika dengan pertumbuhan tercepat. Namun, masih ada ruang yang signifikan untuk pertumbuhan, karena saat ini hingga 80% dari semua penemuan genetik terus ditemukan terutama pada populasi Kaukasia.

Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip mengatakan, “Populasi lokal membutuhkan solusi lokal dalam mengatasi masalah terkait genetika. Indonesia, dan lebih luas lagi di Asia Tenggara, telah lama menjadi pasar yang kurang terlayani untuk pengujian genetika. Dengan solusi yang disesuaikan dengan konteks lokal, Nalagenetics mengintegrasikan produk dan layanan yang ditargetkan ke dalam sistem perawatan kesehatan lokal untuk menawarkan layanan pengujian genetika dan analitik untuk pasien yang tidak memiliki akses ke layanan tersebut.”

Kendati demikian, di Indonesia memang belum banyak startup yang bermain di ranah ini. Kebanyakan kebutuhan akan pengujian genetika atau biomedis lainnya baru di tangani lab-lab konvensional – yang biasanya membutuhkan biaya lebih besar untuk penggunaan layanannya. Startup biotech lain yang telah hadir dan juga mendapatkan pendanaan dari pemodal ventura adalah Nusantics. Selama pandemi salah satu inovasi yang mereka gencarkan ialah menghadirkan alat pengujian Covid-19 yang ramah di kantong.

Ambisi Startup Agritech ARIA Lahirkan Generasi Baru Petani di Indonesia

Salah satu kendala yang saat ini masih menjadi tantangan bagi pertanian adalah kurangnya minat petani muda untuk terjun ke bidang pertanian. Besarnya lahan yang harus digarap menggunakan cara dan metode lama juga menyulitkan sebagian besar petani untuk mengoptimalkan kinerja mereka.

Belum lagi jika ternyata ada serangan hama yang harus diantisipasi cepat, biasanya membutuhkan jumlah pekerja yang cukup besar untuk melakukan proses tersebut. Hasilnya banyak dari petani yang mengalami gagal panen dan kerugian yang cukup besar karena terlambat untuk diatasi.

Melihat masalah tersebut, ARIA yang merupakan startup agritech hadir dengan solusi untuk meningkatkan efisiensi produktivitas melalui penggunaan drone dan IoT, sekaligus menyediakan pencegahan dan prediksi solusi agrikultur kepada para petani dan perkebunan skala besar. Selain itu, motivasi pengembangan produk ini adalah untuk membantu petani dan pemilik perkebunan bisa mendapatkan hasil pertanian yang baik, sekaligus memancing lebih banyak petani muda untuk masuk ke sektor pertanian.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO ARIA William Sjaichudin mengungkapkan, berawal dari teknologi drone, mereka ingin menjadi platform agritech yang bisa membantu petani mendapatkan hasil pertanian yang berkualitas dengan proses penanaman yang tepat, sekaligus meminimalisir penggunaan tenaga kerja di lapangan.

“Kebanyakan saat ini platform agritech di Indonesia lebih fokus kepada rantai pasok. Namun banyak juga di antara mereka yang mengeluhkan masih rendahnya kualitas panen petani. Dengan teknologi dan layanan yang kami miliki, kami ingin mengatasi masalah tersebut dan fokus kepada quality control,” kata William.

Fokus di segmen B2B

Teknologi drone spray milik ARIA

Aria turut didirikan oleh Arden Lim (CPO) dan Yosa Rosario (COO). Saat ini ada dua vertikal bisnis yang disasar oleh ARIA, yaitu perusahaan B2B seperti perkebunan dan kehutanan. Khusus untuk klien B2B, ARIA memberikan teknologi SaaS yang membantu mereka untuk melakukan proses penanaman memanfaatkan data yang terhubung langsung, sehingga bisa melakukan aktivitas penyemprotan yang akurat.

Sementara untuk petani baik itu yang individu hingga petani yang memiliki perkebunan, harapannya bisa menerapkan best practice yang telah diterapkan kepada perusahaan besar seperti Sampoerna, Sahabat Agro Group, Sinarmas, Triputra Group, dan lainnya yang merupakan klien dari ARIA saat ini kepada mereka.

“Target kami tahun ini bisa melayani klien B2B sebanyak 60 hingga 70% dan ke petani sebanyak 30%. Kita harapkan melalui program yang dimiliki oleh pemerintah daerah dan lahan kosong yang ada bisa membantu ARIA,” kata William.

Berangkat dari teknologi, ARIA cukup yakin bisa menciptakan lahan pekerjaan yang menarik perhatian calon petani baru di Indonesia. Sehingga regenerasi petani bisa berjalan dengan baik, menggantikan para petani yang saat ini makin sedikit jumlahnya dan kebanyakan sudah masuk dalam usia tua.

Dilihat dari respons para petani di berbagai daerah yang menyambut baik teknologi pemetaan dan drone spray yang mereka miliki, ARIA melihat ada potensi untuk bisa melahirkan petani muda baru dan drone pilot ke depannya.

“Untuk drone pilot sendiri saat ini kami sudah memiliki sekitar 16 orang dan targetnya bisa bertambah hingga 40 lebih hingga akhir bulan nanti. Drone pilot kita berasal dari masing-masing daerah, menyesuaikan demand dari unit yang dipesan,” kata William

Model bisnis yang diterapkan oleh ARIA adalah sebagai service company. Karena jual beli drone terbilang sulit, cara mereka menjalankan bisnis adalah menghadirkan drone dengan biaya murah yaitu service per hektar. Dengan demikian bisa lebih terjangkau untuk petani. Untuk memberikan layanan yang terpadu, ARIA juga menjalin kolaborasi dengan Bayer dalam hal penyediaan bahan kimia untuk pertanian.

“Ke depan kita maunya bisa bikin drone sendiri. Yang membedakan kami dengan platform lainnya adalah pendekatan langsung dengan memberikan solusi. Kita merupakan end-to-end software dan hardware platform untuk petani,” kata William.

Rencana penggalangan dana tahapan awal

Saat ini ARIA telah mendapatkan pendanaan tahapan pre-seed yang diselenggarakan dan dipimpin oleh GK-Plug and Play Indonesia, East Ventures serta pemimpin pasar di bidang agrikultur dan logistik seperti Triputra Group, Waresix, dan Sahabat Group yang turut berpartisipasi dalam seri ini.

ARIA akan menggunakan pendanaan  ini untuk mengembangkan jaringan infrastruktur dan secara cepat membentuk titik distribusi pada 17 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia untuk menjangkau 40 miliar hektar pasar potensial ARIA. Pengembangan ini juga diiringi dengan pembelian armada drone dalam jumlah besar, serta pengembangan aset kunci IoT berupa teknologi pelacakan untuk memberikan nilai dan dampak perubahan besar untuk pelanggan ARIA.

“Sangat penting untuk ARIA untuk menghadapi regenerasi petani muda Indonesia, yang terkendala dengan keterbatasan lahan dan menderita karena menjalani profesi dengan penghasilan rendah di seluruh Indonesia. Petani di Indonesia perlahan mati. Visi ARIA adalah untuk menumbuhkan generasi petani muda milenial baru yang tech-savvy dan mampu berkompetisi serta berkembang di tingkat global,” kata William.

Untuk mendapatkan mitra strategis yang dapat membantu ARIA membuka peluang lebih banyak lagi, dalam waktu dekat ARIA juga akan merampungkan penggalangan dana tahapan seed. Masih dalam proses finalisasi jika sesuai rencana dana segar tersebut akan diperoleh ARIA akhir bulan Maret ini.

“Keuntungan paling besar di Indonesia sebagai negara agriculture adalah menjadi petani. Namun karena saat ini masih menggunakan metode dan cara-cara yang lama menjadi kecil peluang dan manfaat yang bisa didapatkan oleh petani. Melalui ARIA kita ingin menjadikan profesi petani lebih profitable,” kata William.

FishLog Secures Seed Funding Led by Insignia Ventures Partners

B2B fish marketplace platform “FishLog” announced its seed funding round. This funding was led by Insignia Ventures Partners, however, the total value received was not further stated.

Participated also in this round, Arise, KK Fund, Ango Ventures, a startup from India called Captain Fresh, and several angel investors, including Kopi Kenangan’s Co-founder & CEO, Edward Tirtanata, AwanTunai’s Co-founder Windy Natriavi, Shipper’s CMO Jessica Hendrawidjaja, and several other names.

The company plans to use the fresh money to expand the digital products ecosystem and fisheries services in Indonesia, scale-up regional networks across the country, making it possible for new partners to join the ecosystem, also to build-up teams and capabilities. FishLog had participated in several competitions and acceleration programs, including DSLunchpad ULTRA.

“Through Fishlog, we are building an inbound market driver for all fisheries stakeholders in Indonesia, streamlining their supply chain processes to be more efficient and transparent in a more sustainable way,” the Co-Founder & CEO, Bayu Anggara said.

Similar to other logistics services, such as Ritase to Shipper, FishLog wants to focus on middle-chain logistics. Currently, FishLog has joined partnerships with 25+ supply side savers in coastal areas. The company has served 10+ cities, from Aceh to Papua. There are around 100 fishermen who claim to have been helped by the services offered by FishLog.

Fishery supply chain solution

While some startups already developed solutions that focused on the fisherman or the farmer side of the supply chain, Fishlog wants to bring technology into the fisheries supply chain, providing a robust distribution channel for fishermen, and easy access for B2B to get real-time fish availability.

FishLog is present in terms of logistics and supports the fishery supply chain in Indonesia. The platform is also equipped with applications that can help partners to record warehouse operations, access raw materials, and market access. Since implementing this model, FishLog has increased revenue nearly 20-fold year over year in addition to this unique approach to Indonesia’s fragmented supply chain.

They have also provided digital solutions for cold storage warehouses to increase their utility by connecting with more suppliers and buyers, also enabling these suppliers to have easier access to goods.

“With the on-site experience and local network of the founding team, the momentum is just right since its launching, and with its focus on digitizing cold storage distribution, Fishlog is well positioned to take the lead in addressing longstanding inefficiencies in the Indonesian fishing industry,” Insignia Ventures’ Founding Managing Partner, Yinglan Tan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

DELOS Announces Additional Funding of 115 Billion Rupiah Led by Centauri Fund and Alpha JWC Ventures

Post securing early-stage funding led by the Arise Fund, aquatech startup DELOS announced an additional investment of $8 million, equivalent to 115 billion Rupiah. This round was led by the Centauri Fund and Alpha JWC Ventures. Both Centauri and Arise are funds under MDI Ventures management.

Other investors involved in this funding are Number Capital, Arise, iSeed SEA, Irvan Kolonas, as well as Alto Partners Multi-Family Office, Mahanusa Capital, Kopi Kenangan’s Founder, James Prananto, and a number of advanced strategic investors.

The company plans to use the funds to accelerate the on-boarding process of its farm-based clients. In addition, they continue to build and scale-up its main products AquaHero, AquaLink, and AquaBank to accelerate the growth of Indonesian aquaculture.

“We want to encourage Indonesia to realize and take advantage of its vast marine potential, setting it as major and sustainable national economic driver in the near future,” said DELOS Co-founder Guntur Mallarangeng.

Within months of operations following the early-stage funding round, DELOS has been working on developing its flagship product line. AquaHero, which is a complete agricultural productivity system combining scientific, technological and operational expertise was developed to increase agricultural yields. AquaHero products use high-end data collection methods and biological models to predict and reduce crop risk. This model will be applied to thousands of shrimp ponds in the DELOS ecosystem throughout Indonesia.

“DELOS comes with real, data-driven solutions to the everyday problems faced by shrimp farmers, and early traction has proven its effectiveness in optimizing farm operations and significantly growing output. With the expertise and network of its founders, we are confident DELOS can lead the aquaculture revolution in Indonesia,” Alpha JWC Ventures’ Partner, Eko Kurniadi said.

Meanwhile, Centauri Fund’s Managing Partner, Kenneth Li, said that agriculture is one of Indonesia’s grassroots industries that contributes significantly to national GDP. In this regard, the shrimp industry in Indonesia is also one of the largest in the world and the largest contributor to the Indonesian fishery industry as a whole.

“DELOS is capable of producing a staggering output yield of 2-3x the industry average. It also capable to solve this problem by implementing modern and standardized production methods and providing scalable supply chain solutions,”  he added.

Business Growth

Since November 2021, the company has been actively on-boarding 100 hectares of intensive and super intensive shrimp ponds, with a backlog demand of more than 600 hectares in the company’s pipeline. This year, the company will continue to strengthen and expand AquaHero’s product range, accuracy, features and clients, by increasing farm productivity and profitability, thereby adding value to the industry. The company is targeting around 200 hectares to be managed this year.

DELOS claims to have helped its clients multiply their results through an app from AquaHero. This has resulted in the client base’s agricultural output continuing to outperform the Indonesian shrimp farming industry, producing an average of 10-15 tons/ha/cycle.

Supporting DELOS’ long-term goals, the company later established the DELOS Maritime Institute (DMI) in Yogyakarta. The Institute will become a training center for the development of specialized aquaculture talent, with a world-class curriculum and on-site practical training, to cultivate a new generation of farm managers, technicians, lab assistants and field operators. In addition, this activity will also support research and development of the latest technology in cultivation technology, such as: early detection and prevention of disease and livestock supporting infrastructure.

“The feedback of DELOS in the aquaculture industry has been very positive, with client acquisitions beyond the team’s ability to get into the farm,” Guntur said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

DELOS Umumkan Pendanaan Lanjutan 115 Miliar Rupiah, Dipimpin Centauri Fund dan Alpha JWC Ventures

Setelah sebelumnya telah mengantongi pendanaan tahap awal yang dipimpin Arise Fund, startup aquatech DELOS mengumumkan pendanaan tahap awal tambahan senilai $8 juta atau setara 115 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Centauri Fund dan Alpha JWC Ventures. Baik Centauri dan Arise adalah dana kelolaan dari MDI Ventures.

Investor lainnya yang turut terlibat dalam pendanaan ini adalah Number Capital, Arise, iSeed SEA, Irvan Kolonas, serta Alto Partners Multi-Family Office, Mahanusa Capital, Pendiri Kopi Kenangan James Prananto, dan sejumlah investor strategis lanjutan.

Perusahaan berencana untuk menggunakan dana tersebut untuk mengakselerasi proses on-boarding kliennya dari peternakan. Selain itu mereka terus membangun dan melakukan scale-up produk utamanya AquaHero, AquaLink, dan AquaBank untuk mempercepat pertumbuhan perikanan budidaya Indonesia.

“Kami ingin mendorong Indonesia untuk menyadari dan memanfaatkan potensi lautnya yang luas, menjadikannya penggerak ekonomi nasional yang utama dan berkelanjutan dalam waktu dekat,” kata Co-founder DELOS Guntur Mallarangeng.

Dalam beberapa bulan operasinya setelah putaran pendanaan awal, DELOS telah bekerja mengembangkan lini produk unggulannya. AquaHero, yang merupakan sistem produktivitas pertanian lengkap yang menggabungkan keahlian ilmiah, teknologi, dan operasional dikembangkan untuk meningkatkan hasil pertanian. Produk AquaHero menggunakan metode pengumpulan data kelas atas dan model biologis untuk memprediksi dan mengurangi risiko panen. Model ini akan diterapkan pada ribuan udang tambak dalam ekosistem DELOS di seluruh Indonesia.

“DELOS hadir dengan solusi nyata berbasis data untuk masalah sehari-hari yang dihadapi oleh petambak udang, dan traksi awal telah membuktikan efektivitasnya dalam mengoptimalkan operasi tambak dan keluaran yang tumbuh secara signifikan. Dengan keahlian dan jaringan yang dimiliki oleh para pendirinya, kami yakin DELOS dapat menjadi yang terdepan dalam revolusi akuakultur di Indonesia,” kata Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi.

Sementara itu menurut Managing Partner Centauri Fund Kenneth Li, agriculture merupakan salah satu industri akar rumput Indonesia yang memberikan kontribusi cukup besar bagi pendapatan nasional PDB. Dalam hal ini industri udang di Indonesia juga merupakan salah satu yang terbesar di dunia dan penyumbang terbesar bagi industri perikanan Indonesia secara keseluruhan.

“DELOS mampu menghasilkan output hasil yang mengejutkan 2-3x dari rata-rata industri. DELOS telah mampu memecahkan masalah ini dengan menerapkan metode produksi modern dan standar dan menyediakan solusi rantai pasokan yang terukur.”

Pertumbuhan bisnis DELOS

Sejak November 2021, perusahaan aktif melakukan on-boarding 100 hektar tambak udang intensif dan super intensif, dengan backlog permintaan yang ada lebih dari 600 hektar di pipeline perusahaan. Tahun ini perusahaan juga akan terus memperkuat dan memperluas cakupan produk AquaHero, akurasi, fitur, dan klien, dengan meningkatkan produktivitas dan profitabilitas pertanian, sehingga menambah nilai bagi industri. Perusahaan memiliki target sekitar 200 hektar yang bisa dikelola tahun ini.

DELOS mengklaim telah membantu kliennya menggandakan hasil mereka melalui aplikasi dari AquaHero. Hal ini mengakibatkan hasil pertanian basis kliennya terus mengungguli Industri budidaya udang Indonesia rata-rata menghasilkan 10-15 ton/ha/siklus.

Mendukung tujuan jangka panjang DELOS, perusahaan kemudian mendirikan DELOS Maritime Institute (DMI) di Yogyakarta. Institut akan menjadi pusat pelatihan untuk pengembangan bakat akuakultur khusus, dengan kurikulum kelas dunia dan pelatihan praktis di tempat, untuk menumbuhkan pertanian generasi baru manajer, teknisi, asisten lab, dan operator lapangan. Selain itu kegiatan ini juga akan mendukung penelitian dan pengembangan teknologi mutakhir dalam teknologi budidaya, seperti: deteksi dini dan pencegahan penyakit serta infrastruktur penunjang peternakan.

“Penerimaan DELOS di industri akuakultur sangat positif, dengan akuisisi klien melampaui kemampuan tim untuk masuk ke peternakan,” kata Guntur.

FishLog Kantongi Pendanaan Awal Dipimpin Insignia Ventures Partners

Platform marketplace perikanan B2B “FishLog” mengumumkan telah merampungkan pendanaan tahap awal. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima, pendanaan ini dipimpin oleh Insignia Ventures Partners.

Turut terlibat dalam investasi ini Arise, KK Fund, Ango Ventures, startup dari India bernama Captain Fresh, dan sejumlah angel investor seperti Co-founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata, Co-founder AwanTunai Windy Natriavi, CMO Shipper Jessica Hendrawidjaja, dan beberapa nama lainnya.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan oleh perusahaan untuk memperluas ekosistem produk digital dan layanan perikanan di Indonesia, melakukan scale-up jaringan regional di seluruh negeri, sehingga memungkinkan bagi mitra baru untuk bergabung dengan ekosistem, dan membangun tim dan kemampuannya. FishLog sempat mengikuti sejumlah kompetisi dan program akselerasi, termasuk DSLaunchpad ULTRA.

“Melalui Fishlog, kami membangun penggerak pasar masuk untuk semua pemangku kepentingan perikanan di Indonesia, merampingkan proses rantai pasokan mereka menjadi lebih efisien dan transparan dalam cara yang lebih berkelanjutan”, ujar Co-Founder & CEO Bayu Anggara.

Serupa dengan layanan logistik lainnya, seperti Ritase hingga Shipper, FishLog ingin fokus di middle-chain logistik. Saat ini FishLog telah menjalin kemitraan dengan 25+ penyimpan sisi pasokan di daerah pesisir. Mereka telah melayani 10+ kota, dari Aceh hingga Papua. Ada sekitar 100 nelayan yang diklaim sudah terbantu layanan yang ditawarkan FishLog.

Solusi untuk rantai pasok perikanan

Meskipun sudah ada solusi yang dikembangkan oleh startup yang berfokus pada nelayan atau sisi petani dari rantai pasokan, Fishlog ingin membawa teknologi ke dalam rantai pasokan perikanan, menyediakan saluran distribusi yang kuat bagi nelayan, dan akses mudah untuk B2B mendapatkan ketersediaan ikan secara real-time.

FishLog hadir dari sisi logistik dan mendukung supply chain perikanan di Indonesia. Platform tersebut juga dilengkapi aplikasi yang bisa membantu mitra untuk pencatatan operasional gudang, akses bahan baku, dan akses pasar. Sejak menerapkan model ini, FishLog telah meningkatkan pendapatan hampir 20 kali lipat dari tahun ke tahun selain keunikan ini pendekatan terhadap rantai pasokan Indonesia yang terfragmentasi.

Mereka juga telah menyediakan solusi digital untuk gudang penyimpanan dingin untuk meningkatkan utilitasnya dengan terhubung dengan lebih banyak pemasok dan pembeli, juga memungkinkan pemasok ini menjadi lebih mudah akses ke barang.

“Dengan pengalaman di lapangan dan jaringan lokal dari tim pendiri, momentum yang cepat yang telah mereka capai sejak diluncurkan, dan fokus mereka pada digitalisasi distribusi cold storage, Fishlog berada di posisi yang tepat untuk memimpin dalam mengatasi inefisiensi yang sudah berlangsung lama dalam industri perikanan Indonesia,” kata Insignia Ventures Partners Founding Managing partner Yinglan Tan.

Application Information Will Show Up Here

[Video] Rencana-Rencana Sequoia Capital Mendukung Pertumbuhan Startup Indonesia

DailySocial dan Managing Director Sequoia Capital Abheek Anand berbincang mengenai ekosistem startup di Indonesia yang semakin bertumbuh dan bagaimana Sequoia Capital berperan merancang serangkaian program demi mendorong percepatan bisnis startup.

Untuk video menarik lainnya seputar modal ventura (venture capital) di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi VCTalks.