Startup EWA Gajiku Raih Pendanaan Awal 16 Miliar Rupiah

Startup earned wage access (EWA) dan platform SDM Gajiku mengumumkan perolehan investasi tahap awal sebesar $1,1 juta (sekitar 16 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Agung Ventures, Monk’s Hill Ventures Scouts Program, Sampoerna, dan beberapa angel investor Indonesia.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan produk, mendorong penjualan dan pengembangan bisnis untuk mendatangkan pengguna baru, fokus pada perusahaan besar, dan meningkatkan jumlah karyawan di semua fungsi.

Startup ini didirikan pada Januari 2021 oleh sejumlah founder, termasuk Sherman Tanuwidjaja (CEO), dengan pengalaman yang mendalam dalam mengembangkan teknologi yang fokus pada solusi SDM untuk klien besar termasuk Temasek; dan Herry Gunawan (CTO), yang sebelumnya menjabat sebagai Head of Engineering di Ruangguru dan Lead Engineer di Tokopedia.

Platform Gajiku

Gajiku merupakan penyedia solusi penggajian dan manajemen pegawai yang memungkinkan karyawan mengakses gaji sesuai permintaan melalui pendekatan yang berpusat pada pemberi kerja. Gajiku menawarkan rangkaian lengkap proses manajemen karyawan untuk kehadiran, pencairan gaji, dan pelacakan KPI, membantu pemberi kerja mendigitalkan sumber daya manusia dan operasi akuntansi mereka.

Perusahaan umumnya bekerja sama dengan korporasi besar, seperti perusahaan ritel dan manufaktur besar dengan rata-rata lebih dari 1.500 karyawan per perusahaan. 90% dari karyawan terdaftar di Gajiku bertransaksi setidaknya satu bulan sekali melalui kemitraan dengan konglomerat dan perusahaan Indonesia.

Gajiku biasanya digunakan oleh perusahaan padat karya yang mempekerjakan ribuan pekerja kerah biru, yang sebagian besar dianggap tidak memiliki rekening bank dan mungkin bekerja dalam pengaturan informal. Literasi keuangan yang rendah di antara pekerja kerah biru Indonesia telah membuat mereka sangat rentan terhadap rentenir dan pemberi pinjaman predator lainnya.

Para pekerja ini kemungkinan besar hidup dari gaji ke gaji atau cenderung menghilang di tempat kerja karena tekanan keuangan yang sangat besar. Dengan menawarkan layanan penggajian sesuai permintaan Gajiku, pemberi kerja dapat memberikan penyelamat bagi karyawan, membantu mereka meringankan tekanan keuangan dan mengurangi pergantian karyawan.

Dengan menggabungkan akses upah yang diperoleh dengan sumber daya manusia dan layanan pembiayaan, Gajiku mampu menyediakan rangkaian lengkap layanan yang meningkatkan efisiensi bisnis, mengurangi pergantian karyawan, dan memberikan kesejahteraan finansial bagi kelas pekerja Indonesia.

“Tenaga kerja kerah biru Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, bila dibantu dengan alat dan kesempatan yang tepat untuk berkembang. Dengan semakin banyaknya bisnis yang melihat Indonesia sebagai bagian dari rantai pasokan global, kami bekerja sama dengan pemberi kerja untuk meningkatkan manajemen karyawan, sekaligus memastikan bahwa karyawan mereka berada dalam posisi keuangan terbaik untuk sukses,” ucap Co-founder dan CEO Gajiku Sherman Tanuwidjaja dalam keterangan resmi, Kamis (27/1).

Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, mengingat pekerja Indonesia sering menandatangani perjanjian informal, manajemen karyawan merupakan prioritas utama bagi bisnis dalam meningkatkan efisiensi dan mengurangi pergantian.

Dia percaya bahwa pendekatan yang berpusat pada perusahaan oleh Gajiku akan memungkinkan para pemberi kerja untuk memberikan dampak positif bagi sebagian besar karyawan melalui akses upah yang lebih awal (EWA) dan kemungkinan layanan keuangan lainnya. “Kami sangat bersemangat untuk mendukung tim Gajiku saat mereka mengubah cara masuk yang besar prises mengelola karyawannya di Indonesia,” kata Li.

Faktor pendorong kehadiran EWA

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa startup yang spesifik menyediakan solusi EWA. Mereka adalah GajiGesa, Gigacover, wagely, KoinGaji (dari KoinWorks), dan HaloGaji (dari Halofina). Kehadiran EWA ini merupakan adopsi dari solusi serupa yang sebelumnya sudah hadir di negara maju.

Faktor pendorongnya, karena uang adalah sumber utama faktor stres di Indonesia, mengutip dari Health Living Index yang diterbitkan oleh AIA. Keuangan rumah tangga menyebabkan orang Indonesia lebih stres daripada pekerjaan, hubungan, atau bahkan kesehatan fisik mereka.

Survei global lainnya yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

Menurut PwC, pekerja menghabiskan tiga jam atau lebih per minggu untuk fokus pada masalah keuangan daripada pekerjaan mereka. Dari karyawan yang melaporkan stres keuangan, sebanyak 12% kehilangan pekerjaan karena masalah tersebut, dan 31% merasa produktivitas mereka terpengaruh. Satu dari tiga pekerja mengaku kurang produktif di tempat kerja karena stres finansial.

PwC memperkirakan bahwa untuk sebuah perusahaan dengan 10.000 pekerja, semua masalah yang berkaitan dengan tekanan keuangan ini dapat menelan biaya hingga $3,3 juta dalam satu tahun.

Di Indonesia sendiri, pekerja kelas menengah ke bawah masih mendominasi dari kelas pekerja. Bank Dunia mencatat dari total 85 juta penerima pendapatan yang meliputi, pegawai, pekerja kasual, dan wiraswasta, hanya 13 juta pekerja atau 15% yang memiliki pendapatan cukup untuk membiayai kehidupan kelas menengah dengan empat anggota keluarga.

Dari kelompok tersebut, hanya 3,5 juta atau 4% pekerja dengan pendapatan setara kelas menengah sekaligus menikmati manfaat sosial secara utuh dan memiliki status pegawai tetap.

Aruna Umumkan Tambahan Pendanaan Seri A 431 Miliar Rupiah

Aruna mengumumkan perolehan pendanaan tambahan untuk putaran seri A senilai $30 juta atau sekitar 431 miliar Rupiah yang dipimpin Vertex Ventures. Turut bergabung sejumlah investor sebelumnya seperti Prosus Ventures, AC Ventures, East Ventures (Growth Fund), Indogen Capital, SMDV, dan SIG Venture Capital.

Investasi baru ini membawakan total pendanaan seri A yang dihimpun Aruna mencapai $65 juta atau senilai 934 miliar Rupiah. Menurut data yang kami peroleh, saat ini valuasi Aruna sudah berada di kisaran lebih dari $200 juta.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk menggenjot ekspansi ke berbagai daerah di Indonesia, sembari meningkatkan market share Aruna di pasar global. Selain itu, perusahaan akan memanfaatkan dana untuk merekrut talenta lokal dalam membangun teknologi dan infrastruktur perikanan berkelanjutan dari hulu ke hilir.

“Putaran pendanaan tambahan ini membuktikan kepercayaan investor kepada potensi Indonesia sebagai negara maritim terbesar sekaligus membuktikan kiprah Aruna sebagai pionir di sektor ini. Aruna berkomitmen untuk terus membangun dampak yang lebih luas bagi Indonesia, khususnya masyarakat pesisir,” ujar Co-Founder & CEO Aruna Farid Naufal Aslam.

Ia melanjutkan, “Ini sejalan dengan agenda pemerintah dalam mendorong perekonomian yang inklusif serta berkelanjutan dengan mendorong implementasi teknologi di seluruh penjuru tanah air. Visi kami adalah menargetkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan kami berharap bisa mencapai ini dengan revolusi rantai pasok perikanan, membangun inklusi keuangan dan mendorong implementasi perikanan yang berkelanjutan,”

Pada tahun 2021, Aruna telah membangun 100 komunitas nelayan dengan lebih dari 26 ribu nelayan terdaftar. Selain itu mereka juga telah membuka 5 ribu lowongan pekerjaan di daerah rural, khususnya pesisir. Tahun lalu, mereka juga menjual hasil tangkapan nelayan sebesar 44 juta kilogram ke lebih dari 8 negara. Hingga saat ini, Aruna telah beroperasi di 27 provinsi di seluruh Indonesia.

Kencangkan model bisnis B2B dan B2C

Produk olahan yang dikelola Aruna / Aruna

Berdiri sejak 2016, Aruna berperan sebagai one-stop-shop dan agregator perikanan untuk mengefisienkan rantai pasok produk perikanan dari nelayan ke pasar global. Sejak 5 tahun terakhir secara bisnis Aruna mengklaim telah mengalami peningkatan hingga 400x lipat.

Layanan andalan mereka adalah penjualan produk tangkapan nelayan. Sistem Aruna memungkinkan bisnis untuk melakukan pemesanan dalam jumlah besar (B2B) — termasuk untuk tujuan ekspor ke luar neger.

Selain itu, kini mereka juga melayani pemesanan personal untuk jumlah yang lebih kecil (B2C). Selain ikan segar, Aruna juga mulai merambah produk olahan dengan memberdayakan masyarakat rural dengan agenda untuk turut meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir.

“Misi kami adalah menjadikan laut sebagai sumber kehidupan yang lebih baik bagi semua dengan kampanye Sea For All. Kami berkomitmen dalam membangun infrastruktur yang mendukung perikanan yang berkelanjutan, karena kami yakin bahwa profit akan dapat diraih dengan menyeimbangkan antara manusia dan juga lingkungan” ujar Co-Founder & Chief Sustainability Officer Aruna Utari Octavianty.

Startup di bidang perikanan mendapat atensi investor

Sebagai negara maritim, ukuran pangsa pasar perikanan di Indonesia memang sangat besar. Digitalisasi yang mulai terlihat matang juga menjadikan kepercayaan tersendiri bagi para investor untuk mendukung startup yang memiliki visi untuk mendemokratisasi sektor tersebut.

Awal tahun ini eFishery juga baru mendapatkan pendanaan senilai 1,2 triliun Rupiah. Seperti diketahui, eFishery mengembangkan sejumlah alat teknologi dan sistem rantai pasok digital untuk membantu pembudidaya ikan/udang meningkatkan bisnis mereka. JALA Tech juga pada November 2021 mengumumkan pendanaan 85,7 miliar Rupiah dari sejumlah impact investor. Dan satu bulan sebelumnya, DELOS mendapatkan pendanaan awal dari Arise dan MDI Ventures.

 

Application Information Will Show Up Here

CoLearn Obtains Additional Funding Worth of 244 Billion Rupiah

The CoLearn edtech startup received additional funding on its series A round worth of $17 million or equivalent to 244 billion Rupiah. It brings the company’s total fundraising round to $27 million. The series A funding was first announced in April 2021 and was valued at $10 million.

The additional round was led by TNB Aura [previous investor], KTBN Venture, and PT Binus Investama Indonesia. There are also previous investors, including AC Ventures, Leo Capital, January Capital, Alpha Wave Incubation, and Surge.

CoLearn’s Co-founder & CEO, Abhay Saboo has confirmed the news. He said that CoLearn became the first edtech platform to receive investment from Surge and Binus (Binus Group from Binus University).

Based on our data and observation, CoLearn’s current valuation has reached $100 million — therefore, CoLearn has listed as one of the centaur startups.

Abhey is not the sole army, CoLearn was also co-founded by Marc Irawan and Sandeep Devaram. Since the app launched in August 2020, they currently claim to have 3.5 million students.

One of its main features is allowing students to ask for solutions in answering questions of a subject (homework) — an average of 5 million questions are uploaded per month. There is an AI technology embedded in the system to automate the solution discovery process.

CoLearn also provides educational content services packaged in on-demand videos and live online class sessions which will be delivered interactively by experienced tutors. It also has a training program for teachers. The company targets to train up to 200 teachers in the next 2 years, especially in the STEM field.

Pandemic accelerating edtech business

It was revealed in the DSResearch: Edtech Report 2020, that the edtech startup, although not as fast as other landscapes like fintech, are starting to gain investor’s attention; It has been proven with several startups succeeded in obtaining funding, including Ruangguru which valuation already exceed $100 million.

The increasingly mature market share has made some global edtech players put Indonesia on the list of expansion destinations.

Apart from CoLearn and Ruangguru, other edtech platforms that have experienced positive growth and have received funding in the last three years are Zenius, Pahamify, Hacktiv8, Gredu, Arkademi, and HarukaEdu.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

CoLearn Kantongi Pendanaan Lanjutan Senilai 244 Miliar Rupiah

Startup edtech CoLearn mendapatkan pendanaan tambahan untuk putaran seri A senilai $17 juta atau setara 244 miliar Rupiah. Perolehan ini membuat total dana yang berhasil dikumpulkan perusahaan dalam putaran tersebut mencapai $27 juta. Pendanaan seri A mereka pertama kali diumumkan pada April 2021 lalu senilai $10 juta.

Putaran tambahan ini dipimpin oleh TNB Aura [investor sebelumnya], KTBN Venture, dan PT Binus Investama Indonesia. Turut terlibat juga jajaran investor sebelumnya termasuk AC Ventures, Leo Capital, January Capital, Alpha Wave Incubation, dan Surge.

Terkait kabar investasi tambahan ini, Co-founder & CEO CoLearn Abhay Saboo telah memberikan konfirmasi. Ditambahkan olehnya, CoLearn menjadi platform edtech pertama yang menerima investasi dari Surge serta diinvestasi oleh Binus (Binus Group dari Binus University).

Dari data yang kami peroleh, saat ini kisaran valuasi CoLearn telah mencapai $100 juta — sehingga CoLearn telah masuk ke jajaran startup centaur.

Selain Abhey, CoLearn turut didirikan oleh Marc Irawan dan Sandeep Devaram. Sejak aplikasi diluncurkan pada Agustus 2020, saat ini mereka mengklaim telah memiliki 3,5 juta siswa.

Salah satu fitur andalan mereka adalah memungkinkan siswa untuk menanyakan solusi dalam menjawab soal di suatu pelajaran (dalam mengerjakan PR) — rata-rata per bulan ada sekitar 5 juta pertanyaan yang diunggah. Dalam sistem disematkan teknologi AI sehingga mengautomasi proses penemuan solusi.

CoLearn juga memiliki layanan konten pendidikan yang di kemas dalam video on-demand dan sesi kelas live online yang dibawakan secara interaktif oleh tutor berpengalaman. Selain itu juga memiliki program pelatihan untuk guru. Targetnya, dalam 2 tahun ke depan mereka ingin bisa melatih 200 guru terutama di bidang STEM.

Pandemi akselerasi edtech

Dalam laporan DSResearch: Edtech Report 2020 terungkap, kendati belum sekencang lanskap lain, misalnya fintech, startup pendidikan juga mulai mendapatkan perhatian pemodal; terbukti beberapa startup berhasil memperoleh pendanaan, satu di antaranya yakni Ruangguru bahkan mencapai valuasi di atas $100 juta.

Pangsa pasar yang makin matang membuat beberapa pemain edtech dari luar negeri turut menjadikan Indonesia sebagai tujuan ekspansi.

Selain CoLearn dan Ruangguru, platform edtech lainnya yang mengalami pertumbuhan positif dan telah mendapatkan pendanaan dalam waktu tiga tahun terakhir adalah Zenius, Pahamify, Hacktiv8, Gredu, Arkademi, dan HarukaEdu.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Berpartisipasi di Putaran Seri B Startup Logistik Inteluck

Startup e-logistics Inteluck menutup pendanaan seri B senilai $15 juta (lebih dari 215 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Creo Capital, perusahaan investasi asal Hong Kong yang menjadi bagian dari New World Group. East Ventures dan Headline Asia termasuk sejumlah investor yang berpartisipasi.  Favour Capital menjadi penasihat keuangan eksklusif dalam babak pendanaan tersebut.

Inteluck didirikan tahun 2014 oleh Kevin Zhang yang berpengalaman di sektor-sektor logistik, rantai pasok, teknologi, dan bisnis lintas wilayah lain, serta didukung tim inti yang menguasai pengalaman fungsional di beragam perusahaan internasional.

Inteluck menyediakan solusi platform e-logistics yang membantu klien dan mitra pemasok untuk menemukan dan menghasilkan valuasi dalam setiap aspek. Valuasi ini terwujud dengan memaksimalkan efisiensi logistik lewat teknologi, data, dan analisis. Startup ini mendukung beragam layanan platform logistik, termasuk FTL (full truckload) transportasi, manajemen gudang, freight forwarding, dan layanan rantai pasok lain yang dirancang secara khusus.

Selain itu, Inteluck mengintegrasikan dan mengoptimalkan sumber daya berdasarkan pemberdayaan teknologi, serta jaringan mitra pemasok yang telah terbentuk di Asia Tenggara selama dekade terakhir. Dengan demikian, diklaim penggunaan platform tersebut dapat menghemat biaya logistik dan meningkatkan efisiensi operasional.

Di saat bersamaan, Inteluck membantu lebih dari 5.000 mitra pemasok mengatasi tekanan arus kas dengan menambah jumlah pesanan yang diterima. Saat ini perusahaan telah melayani lebih dari 250 perusahaan ternama di sejumlah industri, seperti telekomunikasi, FMCG, manufaktur, e-commerce, pengiriman barang, dan lain sebagainya.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO Inteluck Kevin Zhang mengatakan, meski banyak perusahaan terdampak pandemi, bahkan memperoleh pelanggan baru kini menjadi lebih sulit, perusahaan mampu meningkatkan pendapatan sebesar 512% dalam tiga tahun terakhir.

“Pencapaian ini terwujud berkat kerja keras tim kami yang selalu melayani klien dengan layanan bermutu tinggi. Kami juga meningkatkan nilai tambah bagi klien dan vendor dengan memanfaatkan order reconstruction, dispatch optimization, dynamic pricing, dan sederet teknologi lain,” ujarnya, Rabu (26/1).

Inteluck telah memperkuat jangkauannya di segmen 3PL yang bernilai $300 miliar. Berkantor pusat di Singapura, Inteluck telah merambah Filipina, Thailand, dan negara-negara lain. Inteluck kini memperluas jangkauannya di Asia Tenggara, dan menargetkan pertumbuhan luar biasa dalam tiga tahun ke depan.

Managing Partner Creo Capital Christopher Cheng berujar, “Setelah dunia menghadapi ketidakpastian rantai pasok yang tak terduga, dan permintaan pelanggan yang cepat berubah, platform Inteluck yang canggih dan berorientasi data, serta jaringan luasnya menyediakan cara hemat biaya bagi pemasok dan perusahaan.”

Dia melanjutkan, “Hasilnya, kegiatan operasional menjadi lebih optimal, dan inefisiensi pun berkurang. Tim manajemen Inteluck yang piawai, dan produk unggulannya sejalan dengan strategi Creo untuk berinvestasi pada perusahaan transformatif yang dipimpin pengusaha inovatif. Kami optimis, Inteluck berpotensi menjadi penyedia solusi logistik terkemuka di Asia Tenggara pada masa mendatang.”

Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca turut menambahkan, “Kami gembira mendukung Inteluck dan menjadi bagian dari tim Kevin dalam mengatasi kendala logistik. Platform Inteluck yang berorientasi pada teknologi dan data membantu perusahaan logistik dan pengiriman barang mengoptimalkan seluruh rantai pasok secara lebih efisien dan transparan. Kami ingin menyaksikan pencapaian Inteluck yang berikutnya.”

Tren pendanaan startup logistik

Dalam mendukung ekonomi digital, industri logistik masih memiliki banyak friksi di dalam proses bisnisnya. Kesempatan tersebut mendorong pemain startup untuk terjun yang membutuhkan banyak investasi dalam mengembangkan teknologinya.

Sejak awal tahun 2019 hingga Juli 2021, tim riset DailySocial.id mencatat ada sekitar 16 transaksi pendanaan yang diumumkan melibatkan perusahaan logistik berbasis teknologi. Investasi ini berhasil membukukan total nilai dana $586 juta. Setidaknya ada 4 startup logistik yang memiliki valuasi di atas $100 juta, yaitu SiCepat, Waresix, Shipper, dan GudangAda.

Perusahaan Putaran Tahun
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Series A 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A

Series B

2020

2021

Kargo Technologies Seed Funding

Series A

2019

2020

Logisly Series A 2020
Pakde Seed Funding 2018
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding

Series A

Series B

2019

2020

2021

SiCepat Series B 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding

Pre-Series A

Series A

Series A+

Series B

2018

2018

2019

2020

2020

Webtrace Seed Funding 2020

Gourmet Baby Food Catering Startup Grouu Bags 6 Billion Rupiah Seed Funding

The gourmet baby food catering startup Grouu announced a $400,000 seed funding (approximately IDR 6 billion) from Selera Kapital, the Sour Sally Group’s investment arm. Several angel investors participated, including Wesley Harjono (Plug and Play Indonesia’s Managing Director) and Rama Notowidigdo (Co-founder of Sayurbox and AwanTunai).

The company will use the fresh money to expand service coverage by opening satellite kitchens in several major cities in Indonesia, as well as diversifying packaged food products.

Grouu positioned its platform as a provider of complementary feeding (MPASI) for infants aged six months and over with the selection of quality raw materials, taste, and complete nutritional ingredients for each dish. Amidst busy activities in taking care of early childhood, the practical, healthy and nutritious baby food is quite essential for today’s parents.

Meanwhile, the children’s malnutrition and health issues is still the Indonesian government’s chore. Based on Indonesian Ministry of Health’s data in 2020, the prevalence of stunting (short) in Indonesian toddlers is recorded at 27.7%, or 28 out of 100 toddlers. In fact, the first 1,000 days of a baby’s life is a golden age for child growth and development. Unfortunately, many children whom hands are holding the nation’s future are still experiencing nutritional problems at an early age.

Grouu’s Co-founder & CEO, Jessica Marthin explained, “We understand that one of the difficulties parents face during their child’s growth is providing varied food choices to support optimal growth and development.

“Grouu is here to be a delicious and healthy complementary food solution to support urban parents amidst their busy lives. Through this funding, we will expand and innovate to reach more parents in Indonesia,” Jessica said in an official statement, Tuesday (1/25).

The founder of Selera Kapital, Donny Pramono, expressed his belief in Grouu’s vision and mission in providing quality food for Indonesian children. In addition, he sees Grouu’s commitment to providing the best service for parents by presenting a meal subscription management platform that makes it easy for parents to schedule food delivery in real time.

“Selera Kapital is ready to support Grouu through synergies with our various portfolios and business units in the food and beverage category,” Donny said. Grouu adds to Selera Kapital’s investment portffolio, there are also ESB (Esensi Solusi Buana), Wahyoo, Yummy Corp, and EVOS Esports.

Grouu has served more than 200,000 servings of complementary foods by 2021. All of its products are made using quality fresh ingredients without preservatives, colorings, flavor enhancers, including salt and sugar. Grouu has obtained a Health Eligibility Certificate from the DKI Jakarta Health Office, therefore, its cleanliness is guaranteed as the right choice of complementary foods for children.

Each menu is prepared by a team of nutritionists, food scientists, and chefs to meet the baby’s daily nutritional needs. Grouu also provides various choices of food textures that is adaptable to the baby’s needs at the developmental age.

Parents can enjoy free shipping every day through a flexible subscription package that is supported by a meal subscription management platform that makes it easy to choose menus, as well as textures easily and in real time, to the convenience of making various changes from the delivery date and address.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Lumina Receives Funding from Y Combinator and Alpha JWC Ventures

The working community platform Lumina received funding from Y Combinator (YC) and Alpha JWC Ventures with an undisclosed amount. Through this funding, Lumina is to facilitate around 80-120 million blue-collar workers in Indonesia with limited access and decent opportunities to find work and develop careers.

Lumina claims to be the first platform that provides professional community features for blue collar workers in Indonesia. This platform provides a community based recruitment and benefits system.

In the official statement, Lumina’s Co-founder & CEO, Aswin Andrison said, his team seeks not only to provide access to employers, but also to self-development, and opportunities to improve the economy .

“By leveraging the power of our exclusive community and artificial intelligence-based job recommendations, we want to democratize hiring and automate quality matching between blue-collar workers and employers,” said Aswin.

Lumina was founded in September 2021 by Aswin Andrison, a serial entrepreneur focusing on blue-collar workers, FMCG, wholesalers, and MSMEs for the past 16 years. Aside from Aswin, former Twitter developer Tri Ahmad Irfan also co-founded Lumina.

Aswin himself previously founded Stoqo in 2017, the business was eventually shut down in April 2020.

In the last two months, Lumina has facilitated 100 thousand job seekers, of which 20 thousand job vacancies have been occupied. Lumina also recorded 1,000 new registrants and additional 3,000 new workers every day.

Y Combinator’s Group Partner, Gustaf Alstromer said this funding will help  Lumina to unlock its potential in order to change the Indonesian workforce. “We have seen startups in other countries take this labor market online and Lumina  is the right team to face this challenge,” he said.

Meanwhile, Co-Founder & General Partner of Alpha JWC Ventures, Jefrey Joe, said that Lumina will play an important role in maximizing workforce, individual and business potential.

An effort to accomodate blue-collar workers

Blue collar is defined as people who do menial work for an organization and are paid hourly wages. Workers in this category are often identified as workers who do not require higher education and only need physical strength. Generally, blue-collar workers cover the fields of manufacturing, mining, to constructions.

According to a research, the turnover rate of blue-collar workers has reached 20%. This can be burdensome for the company because according to the same survey, the cost to overcome turnover can reach $4,569. According to BPS data in 2019, low-skill workers dominate the informal sector with a 57.27% rate.

Startup players in Indonesia have started to look for opportunities to overcome various problems among blue-collar workers since the last few years. Some startups that provide blue-collar jobs include MyRobin, Sampingan, and Workmate. There are applications based platforms or job marketplaces.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Katering Makanan Bayi Grouu Terima Pendanaan Awal 6 Miliar Rupiah

Startup katering makanan bayi Grouu mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal senilai $400 ribu (sekitar 6 miliar Rupiah) dari Selera Kapital, lengan investasi dari Sour Sally Group. Turut andil juga beberapa angel investor, di antaranya Wesley Harjono (Managing Director Plug and Play Indonesia) dan Rama Notowidigdo (Co-founder Sayurbox dan AwanTunai).

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar tersebut untuk memperluas cakupan layanan katering dengan membuka satellite kitchen di sejumlah kota besar di Indonesia, serta melakukan diversifikasi produk makanan kemasan.

Grouu menempatkan diri sebagai penyedia makanan pendamping asi (MPASI) untuk bayi usia enam bulan ke atas dengan pemilihan bahan baku berkualitas, memiliki cita rasa, dan kandungan gizi yang lengkap di tiap hidangannya. Di tengah aktivitas yang padat dalam mengurus anak usia dini, kehadiran menu makanan yang praktis, sehat dan bergizi menjadi salah satu hal yang sangat dibutuhkan oleh para orang tua masa kini.

Adapun, permasalahan gizi dan kesehatan anak masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah Indonesia. Data Kementerian Kesehatan Indonesia tahun 2020 menyebutkan bahwa prevalensi stunting (pendek) pada balita Indonesia tercatat sebesar 27,7%, atau 28 dari 100 balita mengalami stunting. Padahal, 1.000 hari pertama kehidupan bayi merupakan usia emas bagi tumbuh kembang anak. Sayangnya, anak-anak yang seharusnya menjadi harapan masa depan bangsa masih banyak yang mengalami masalah gizi di usia dini.

Co-founder & CEO Grouu Jessica Marthin menjelaskan, pihaknya memahami bahwa salah satu kesulitan orang tua pada masa pertumbuhan anak adalah memberikan pilihan makanan yang variatif untuk menunjang tumbuh kembang yang optimal.

“Grouu hadir menjadi solusi MPASI yang lezat dan sehat untuk membantu kebutuhan orang tua urban di tengah kesibukannya. Melalui pendanaan ini, kami akan melakukan ekspansi dan inovasi untuk dapat menjangkau lebih banyak lagi orang tua di Indonesia,” ucap Jessica dalam keterangan resmi, Selasa (25/1).

Pendiri Selera Kapital Donny Pramono mengungkapkan keyakinannya terhadap visi dan misi Grouu dalam menyediakan makanan bermutu untuk anak di Indonesia. Tak hanya itu, pihaknya melihat komitmen Grouu dalam memberikan pelayanan yang terbaik untuk para orang tua dengan menghadirkan meal subscription management platform yang memudahkan para orang tua untuk mengatur jadwal pengiriman makanan secara real time.

“Selera Kapital siap mendukung Grouu melalui sinergi dengan berbagai portofolio maupun unit bisnis kami dalam kategori makanan dan minuman,” kata Donny. Grouu menambah jajaran portofolio investasi di Selera Kapital, sebelumnya ada ESB (Esensi Solusi Buana), Wahyoo, Yummy Corp, dan EVOS Esports.

Grouu telah menyajikan lebih dari 200.000 porsi MPASI pada 2021. Semua produk Grouu dibuat menggunakan bahan segar berkualitas tanpa tambahan pengawet, pewarna, penguat rasa, termasuk garam dan gula. Grouu juga telah mengantongi Sertifikat Laik Sehat dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta sehingga terjamin kebersihannya sebagai pilihan MPASI yang tepat untuk anak.

Setiap menu disusun bersama oleh tim ahli gizi, food scientist, dan koki untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian pada bayi. Grouu juga menyediakan berbagai pilihan tekstur makanan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan bayi di usia perkembangannya.

Orang tua dapat menikmati pengiriman gratis setiap harinya melalui paket langganan fleksibel yang didukung oleh meal subscription management platform yang memudahkan untuk memilih menu, maupun tekstur dengan mudah dan real time hingga kemudahan dalam melakukan berbagai perubahan mulai dari tanggal dan alamat pengiriman.

Fresh Factory Bangun Jaringan Gudang Pendingin Mikro, Tangani Solusi “Cold Chain”

Kehadiran e-commerce turut mengubah infrastruktur distribusi logistik yang dapat menjangkau banyak wilayah dengan pengiriman yang cepat. Distribusi dengan pendekatan tradisional tak lagi relevan karena digitalisasi membuat banyak pengusaha mengadopsi strategi D2C (direct-to-consumer).

Penyesuaian pola distribusi dengan pola D2C menjadi suatu keharusan, hanya saja membutuhkan layanan last mile dan infrastruktur untuk mendukungnya. Solusi ini masih minim hadir di Indonesia dan menjadi kesempatan bagi Fresh Factory untuk menggarapnya.

We like to solve big problems, and this is great because the the big problem yang we’re trying to solve is our own problems,” ucap Co-founder & CEO Fresh Factory Larry Ridwan saat dihubungi DailySocial.id.

Larry Ridwan bersama Andre Septiano dan Widijastoro Nugroho merintis Fresh Factory sejak 2020. Ketiganya memiliki kesamaan latar belakang, sama-sama pelaku bisnis yang menjual produk-produk yang berhubungan dengan gudang dingin. “Kami mengalami kesulitan karena tidak adanya infrastruktur yang efisien dan efektir dalam mendistribusikan produk-produk kami,” lanjutnya.

Bicara mengenai potensi pasar, gudang pendingin ini mengalami peningkatan permintaan di Indonesia. Industri ini menyumbang menyumbang lebih dari 15% PDB di Indonesia. Secara industri, pada 2018, industri perikanan mencatatkan peningkatan produksi hingga 25 juta ton.

Di tahun yang sama, industri agrikultur juga meningkat hingga 49 juta ton. Sedangkan untuk makanan olahan, peningkatan konsumsi hingga 7 juta ton dengan potensi bisnis mencapai $13,8 miliar. Kehadiran gudang pendingin juga dibutuhkan oleh industri farmasi.

Sementara itu, laporan Forrester Research mengungkapkan bahwa bisnis makanan dan bahan makanan mengalami pertumbuhan yang signifikan pada 2020 dipicu oleh pandemi, menyumbang 11% dari pasar e-commerce global, peningkatan yang signifikan dari hanya 5% pada 2015. Industri makanan dan bahan makanan diperkirakan tumbuh lebih jauh menjadi 15% pada 2025.

“Namun, solusi last mile yang tidak memadai membatasi adopsi biaya (waktu & uang) layanan last mile alternatif saat ini masih tinggi dibandingkan dengan ukuran transaksi konsumen.“

Atas dasar kebutuhan tersebut, Fresh Factory menjadi startup yang fokus menawarkan solusi cold chain, yang terdiri dari manajemen penyimpanan produk dingin dan layanan pengadaan (pemilihan pesanan, pengemasan produk, dan pengiriman ke pelanggan melalui operator pengiriman).

Startup ini mengambil pendekatan hyperlocal dengan membuat jaringan gudang pendingin mikro dengan jarak yang terjangkau antara satu sama lain, sehingga menciptakan dampak efisiensi.

Solusi Fresh Factory

Menurut Larry, solusi cold chain yang ada di industri kebanyakan hadir untuk melayani konsumen korporat besar, sehingga infrastrukturnya lebih tersentralisasi. Sistem yang digunakan pun lebih mengarah pada warehouse management system (WMS), bukan fulfillment management system (FMS). Artinya, WMS hanya memberikan sistem tracking warehouse saja, tepatnya saat masuk keluarnya barang.

Co-Founder & CMO Fresh Factory Widijastoro Nugroho menambahkan, sementara fulfillment management system menambahkan fitur pick and pack. Dengan demikian, pengusaha bisa melakukan produk bundling, special packaging, sisipan promosi, kemasan kostum, dan sebagainya. “Jadi, Fresh Factory memiliki FMS di dalamnya juga ada WMS-nya,” katanya.

Larry melanjutkan, tidak hanya jaringan gudang pendingin saja yang dapat disewa oleh pengusaha, juga terdapat solusi pengadaan. Untuk alurnya, pebisnis dapat memiliki lokasi gudang cabang Fresh Factory sesuai wilayah ekspansi bisnis online-nya. Kemudian, produk yang akan dijual dikirimkan ke gudang dengan menggunakan pengiriman yang disediakan oleh mitra logistik Fresh Factory untuk disimpan di dalam gudang.

Ketika terjadi pesanan, melalui sistem Fresh Factory, penyewa akan memasukkan info pesanan seperti produk, jumlah, dan info lainnya. Pihak Fresh Factory akan memroses pengadaannya hingga dikirim ke pembeli. “Dengan demikian, prosesnya akan jauh lebih baik, lebih cepat, dan lebih efisien daripada sebelumnya.”

Terhitung, saat ini Fresh Factory memiliki 15 gudang mikro yang tersebar di Jabodetabek, Pulau Jawa, dan Bali. Masing-masing gudang ini berjarak 8 km satu sama lain, sehingga proses pengadaan akan jauh lebih efisien. Dilengkapi pula dengan FMS untuk bantu proses integrasi secara end-to-end pengusaha agar dapat scale up lebih cepat.

Perusahaan menerapkan dua strategi monetisasi, pertama adalah FIFO (First In First Out) dengan sistem sewa loker per hari mulai dari Rp200 per unit. Kedua, Tanpa Biaya Setup dengan penghitungan berdasarkan penjualan, mulai dari Rp2.100 per fulfillment. Diklaim, Fresh Factory saat ini memiliki lebih dari 100 tenant, termasuk usaha kecil. Sepanjang 2020, total nilai transaksi Fresh Factory mencapai $1,8 juta atau Rp26 miliar.

Ditargetkan pada tahun ini, perusahaan dapat meningkatkan infrastruktur 100 fulfillment center, mencakup ke seluruh Jawa, Bali, dan nasional, dan 10 gudang pendingin. “Kami juga berencana untuk menambah ragam layanan fulfillment, mulai dari retail fulfillment, cross docking, cross border, dan solusi logistik lainnya yang lebih efisien untuk cold chain.”

Perusahaan telah mengantongi pendanaan tahap awal sebesar $1,5 juta (lebih dari 21 miliar Rupiah) yang didapat dari sejumlah investor, seperti Prasetia Dwidharma, Numbers Capital, dan Y Combinator. Pendanaan ini diperoleh pada Januari 2021. Wiji, panggilan akrab dari Widijastoro, menuturkan saat ini perusahaan masuk sebagai salah satu peserta di YCW22. Saat ini sedang berlangsung proses bootcamp-nya selama tiga bulan.

Bootcamp dengan YC berlangsung sampai akhir Maret 2022. Kita mulai pelan-pelan cari funding, target close-nya saat demoday di YC sekitar 15 April,” tambahnya.

Tak hanya Fresh Factory, sejumlah startup lokal juga fokus menggarap jaringan pergudangan mikro dan solusi pengadaannya untuk menciptakan dampak efisiensi. Mereka adalah Crewdible, Shipper, TokoTalk, dan platform e-commerce, seperti Shopee, dan TokoCabang (Tokopedia).

Lumina Dapat Pendanaan dari Y Combinator dan Alpha JWC Ventures

Startup platform komunitas kerja Lumina mendapat pendanaan dari Y Combinator (YC) dan Alpha JWC Ventures dengan nominal yang dirahasiakan. Melalui pendanaan ini, Lumina memiliki misi untuk membantu sebanyak 80-120 juta pekerja kerah biru di Indonesia yang punya keterbatasan akses dan kesempatan layak mencari pekerjaan dan mengembangkan karier.

Lumina mengklaim sebagai platform pertama yang menyediakan fitur komunitas profesional untuk pekerja kerah biru (blue collar) di Indonesia. Platform ini menyediakan sistem rekrutmen dan benefits berbasis komunitas.

Dalam keterangan resminya, Co-founder & CEO Lumina Aswin Andrison mengatakan, pihaknya berupaya tak hanya memberikan akses terhadap pemberi kerja, tetapi juga terhadap pengembangan diri, dan peluang untuk meningkatkan ekonomi lebih baik.

“Dengan memanfaatkan kekuatan komunitas eksklusif kami dan rekomendasi pekerjaan berbasis kecerdasan buatan, kami ingin mendemokratisasikan perekrutan dan mengautomasi pencocokan kualitas antara pekerja kerah biru dan pemberi kerja,” ujar Aswin.

Lumina didirikan pada September 2021 oleh Aswin Andrison, seorang serial entrepreneur yang memiliki fokus pada pekerja kerah biru, FMCG, grosir, dan UMKM selama 16 tahun terakhir. Selain Aswin, mantan developer Twitter Tri Ahmad Irfan ikut mendirikan Lumina.

Aswin sendiri sebelumnya sempat mendirikan Stoqo pada tahun 2017, lalu bisnis tersebut ditutup pada April 2020.

Dalam dua bulan terakhir, Lumina memiliki lebih dari 100 ribu pencari kerja, di mana sebanyak 20 ribu lowongan pekerjaan telah terisi. Lumina juga mencatat 1.000 pendaftar baru dan penambahan 3.000 pekerja baru setiap harinya.

Group Partner Y Combinator Gustaf Alstromer mengungkap, pendanaan ini akan membantu membuka potensi Lumina untuk membawa perubahan kepada tenaga kerja Indonesia. “Kami telah melihat startup di negara lain menghadirkan pasar tenaga kerja ini secara online dan tim Lumina adalah tim yang tepat untuk menghadapi tantangan ini,” tuturnya.

Sementara itu Co-Founder & General Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe menambahkan bahwa Lumina akan memegang peran penting dalam memaksimalkan tenaga kerja, potensi individu, dan bisnis.

Upaya mengakomodasi pekerjaan kerah biru

Pekerja blue collar didefinisikan sebagai orang-orang yang melakukan kerja kasar untuk suatu organisasi dan upahnya dibayarkan setiap jam. Pekerja di kategori ini sering diidentikkan sebagai pekerja yang tidak memerlukan pendidikan tinggi dan hanya membutuhkan kekuatan fisik. Umumnya, pekerja kerah biru mencakup bidang manufaktur, penambangan, hingga konstruksi.

Berdasarkan sebuah riset, tingkat turnover alias pergantian/perputaran pekerja kerah biru di mencapai 20%. Kondisi ini dapat memberatkan perusahaan karena mengacu survei yang sama, biaya untuk mengatasi turnover bisa mencapai $4.569. Menurut data BPS di 2019, kalangan low skill worker mendominasi sektor informal dengan angka 57,27%.

Pelaku startup di Indonesia mulai melirik peluang untuk mengatasi berbagai masalah di kalangan pekerja kerah biru sejak beberapa tahun terakhir. Beberapa startup yang menyediakan pekerjaan kerah biru antara lain MyRobin, Sampingan, dan Workmate. Platform ini ada yang berbasis aplikasi keagenan atau job marketplace.